Custom Search
SEARCH
Untuk smartphone dan tablet, tampilan terbaik
(khususnya untuk melihat tabel dalam artikel)
dalam posisi landscape (horizontal memanjang)
Dislipidemia (Bagian
Pertama) : De nisi,
Pato siologi, Klasi kasi,
Manifestasi Klinis,
Diagnosis
Untuk bagian kedua dapat dibaca di
sini DEFINISI Dislipidemia
Tabel Perbedaan ITP akut dengan ITP kronik (Bakta, 2006; Mehta, et. al, 2006)
adalah kelainan metabolisme lipid
ITP akut ITP kronik yang ditandai oleh peningka...
Awal penyakit 2-6 tahun 20-40 tahun
Kor Pulmonal
Rasio Laki : Perempuan 1:1 1:2-3
De nisi Kor
Trombosit <20.000/mL 30.000-100.000/mL
pulmonal / Cor Pulmonale
Lama penyakit 2-6 minggu Beberapa tahun
atau disebut juga
Perdarahan Berulang, Beberapa hari/minggu ,
Pulmonary Heart Disease adalah
Tiba-Tiba Tersembunyi
Infeksi terdahulu (+) Jarang suatu kondisi gagal jantung sisi ...
Penyakit Jantung
Hipertensif (Hipertensive
Heart Disease)
De nisi Hipertensi
adalah peninggian tekanan darah
diatas nilai normal. Ini termasuk
golongan penyakit yang terjadi akiba...
UNTUK BERLANGGANAN
MELALUI PEMBERITAHUAN
EMAIL
Tabel Penyebab Trombositopeni Pada Umumnya (Alviana, 2011) Email address... SUBMIT
Produksi menurun Peningkatan penghancuran
Hematologik malignancy Imun
MDS (Myelodysplastic syndrome) ITP
Drugs:Chemotherapy HIV KEHIDUPAN YANG
HIV Post tranfusi purpura BERMANFAAT ADALAH
Hereditary trombositopeni Non-imun KEHIDUPAN HEBAT
Metastase kaker pada tulang DIC
Sepsis
TTP-HUS ILMU ADALAH KUNCI
KEMAJUAN
Hipoplasia megakariosit
Trombositopenia herediter
Hipotermia
Patofisiologi
ITP adalah salah satu gangguan perdarahan di dapat yang paling umum terjadi.
ITP adalah sindrom yang di dalamnya terdapat penurunan jumlah trombosit yang
bersirkulasi dalam keadaan sum-sum normal. Penyebab sebenarnya tidak diketahui,
meskipun diduga disebabkan oleh agen virus yang merusak trombosit. Pada umumnya
gangguan ini didahului oleh penyakit dengan demam ringan 1 – 6 minggu sebelum
timbul gejala. Gangguan ini dapat digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu akut, kronik dan
kambuhan. Pada anak-anak mula-mula terdapat gejala diantaranya demam,
perdarahan, petekie, purpura dengan trombositopenia dan anemia. Trombositopenia
pada ITP disebabkan terjadinya kerusakan yang berlebihan dari trombosit sedangkan
pembentukannya normal atau meningkat . Kerusakan ini mungkin disebabkan oleh
faktor yang heterogen, sampai saat ini belum diperoleh kesepakatan mengenai
mekanismenya. Harrington (1951) menyimpulkan bahwa kerusakan trombosit
disebabkan adanya Humoral antiplatelet factor di dalam tubuh yang saat ini dikenal
sebagai PAIgG atau Platelet Associated IgG , Court dan kawan-kawan telah
membuktikan bahwa PAIgG meningkat pada ITP, sedangkan Lightsey dan kawan-
kawan menemukan PAIgG lebih tinggi pada ITP akut dibanding bentuk kronik. Hal ini
menunjuk-kan bahwa terdapat perbedaan mekanisme kerusakan trombosit pada
bentuk akut dan kronik. PAIgG diproduksi oleh limpa dan sumsum tulang. Kenaikan
produksi PAIgG adalah akibat adanya antigen spesifik terhadap trombosit dan
megakariosit dalam tubuh. Pada bentuk akut antigen spesifik diduga bersumber dari
infeksi virus yang terjadi 1-6 minggu sebelumnya. Antigen ini bersama PAIgG
membentuk kompleks antigen-antibodi, dan selanjutnya melekat di permukaan
trombosit. Perlekatan ini menyebabkan trombosit akan mengalami kerusakan akibat
lisis atau penghancuran oleh sel-sel makrofag di RES yang terdapat di hati, limpa,
sumsum tulang dan getah bening
Mekanisme terjadinya trombositopenia pada ITP
Kerusakan yang demikian cepat dan jumlah yang besar menyebabkan terjadinya
trombositopenia yang berat diikuti manifestasi perdarahan Bentuk ITP kronik bisa
merupakan kelanjutan dari bentuk akut. Pada bentuk kronik ini ternyata PAIgG tetap
tinggi walaupun kompleks antigen-antibodi dikeluarkan dari tubuh, meskipun tidak
setinggi pada bentuk akut. Keadaan demikian diduga ber-hubungan erat dengan
konstitusi genetik yang spesifik dari sistim immunologik penderita, dimana peninggian
PAIgG disebabkan adanya autoantigen pada membrana trombosit atau oleh antigen
spesifik yang melekat pada permukaan trombosit.
Kerusakan trombosit pada ITP melibatkan auto antibodi terhadap glikoprotein
yang terdapat pada membrane trombosit. Penghancuran terjadi terhadap trombosit
yang diselimuti antibodi, dilakukan oleh magkrofag yang terdapat pada limpa dan
organ retikuloendotelial lainnya. Megakariosit pada sumsum tulang bisa normal atau
meningkat pada ITP. Sedangkan kadar trombopoitein dalam plasma, yang merupakan
progenitor proliferasi dan maturasi dari trombosit mengalami penurunan yang berarti,
terutama pada ITP kronis.
Adanya perbedaan secara klinis maupun epidemologis antara ITP akut dan
kronis, menimbulkan dugaan adanya perbedaan mekanisme patofisiologi terjadinya
trombsitopenia diantara keduanya. Pada ITP akut, telah dipercaya bahwa
penghancuran trombosit meningkat karena adanya antibodi yang dibentuk saat terjadi
respon imun terhadap infeksi bakteri atau virus atau pada imunisasi, yang bereaksi
silang dengan antigen dari trombosit.
Mediator lainnya yang meningkat selama terjadinya respon imun terhadap
produksi trombosit. Sedangkan pada ITP kronis mungkin telah terjadi gangguan dalam
regulasi sistem imun seperti pada penyakit autoimun lainnya yang berakibat
terbentuknya antibodi spesifik terhadap antibodi. Saat in itelah diidentifikasi (GP)
permukaan trombosit pada ITP, diantaranya GP Ib-lia,GP Ib, dan GP V. Namun
bagaimana antibody antitrombosit meningkat pada ITP, perbedaan secara pasti
patofisiologi ITP akut dan kronis, serta komponen yang terlibat dalam regulasinya
masih belum diketahui.
Sindrom ITP disebabkan oleh autoantibodi trombosit spesifik yang berikatan
dengan trombosit autolog kemudian dengan cepat dibersihkan dari sirkulasi oleh
sistem fagosit mononuklear melalui reseptor Fc makrofag. Diperkirakan bahwa ITP
diperantarai oleh suatu autoantibodi, mengingat kejadian transien trombositopeni
pada neonatus yang lahir dari ibu yang menderita ITP. Pada sebagian besar pasien,
akan terjadi mekanisme kompensasi dengan peningkatan produksi trombosit. Antigen
pertama yang yang berhasil diidentifikasi berasal dari kegagalan antibodi ITP untuk
berikatan dengan trombosit yang secara genetik kekurangan kompleks gp IIb/IIIa.
Kemudian berhasil diidentifikasi antibodi yang bereaksi dengan GP Ib/IX, Ia/Iia, IV dan
Vh determinan trombosit yang lain. Destruksi trombosit dalam sel penyaji antigen yang
diperkirakan dipicu oleh antibodi, akan menimbulkan pacuan pembentukan
neoantigen, yang berakibat produksi antibodi yang cukup untuk menimbulkan
trombositopenia.
Secara alamiah, antibodi terhadap kompleks glikoprotein IIb/IIIa memperlihatkan
restriksi penggunaan rantai ringan, sedangkan antibodi yang berasal dari displai phage
menunjukkan penggunaan gen Vh. Pasien ITP dewasa sering menunjukkan
peningkatan jumlah HLA-DR + T cells, peningkatan jumlah reseptor IL2 dan
peningkatan profil sitokin yang menunjukkan aktivasi prekursor sel T helper dan sel T
helper tipe 1. Pada pasien ini, sel T akan merangsang sintesis antibodi setelah terpapar
fragmen gp IIb/IIIa tetapi bukan karena terpapar oeh protein alami.
Patogenesis ITP
Genetik
ITP telah didiagnosa pada kembar monozigot dan pada beberapa keluarga, serta telah
diketahui adanya kecenderungan menghasilkan autoantibodi pada anggota keluarga
yang sama.
Manifestasi Klinis
Adanya trombositopenia pada ITP ini akan mengakibatkan gangguan pada sistem
hemostasis karena trombosit bersama dengan sistem vaskular faktor koagulasi darah
terlibat secara bersamaan dalam mempertahankan hemostasis normal. Manifestasi
klinis ITP sangat bervariasi mulai dari manifestasi perdarahan ringan, sedang, sampai
dapat mengakibatkan kejadian-kejadian yang fatal. Kadang juga asimptomatik. Oleh
karena merupakan suatu penyakit autoimun maka kortikosteroid merupakan pilihan
konvensional dalam pengobatan ITP. Pengobatan akan sangat ditentukan oleh
keberhasilan mengatasi penyakit yang mendasari ITP sehingga tidak mengakibatkan
keterlambatan penanganan akibat perdarahan fatal, atau pun penanganan-penangan
pasien yang gagal atau relaps (Anainformation center, 2008).
Bintik-bintik merah pada kulit (terutama di daerah kaki),seringnya
bergeromboldan menyerupai ruam. Bintik tersebu, dikenal dengan petechiae,
disebabkan karena adanya perdarahan dibawah kuli. Memar atau daerah kebiruan
pada kulit atau membran mukosa (seperti dibawah mulut) disebabkan perdarahan
dibawah kulit. Memar tersebut mungkin terjadi tanpa alasan yang jelas. Memar
tipe ini disebut dengan purpura. Perdarahan yang lebih sering dapat membentuk
massa tiga-dimensi yang disebut hematoma. Hidung mengeluarkan darah atau
perdarahan pada gusi. Ada darah pada urin dan feses. Beberapa macam
perdarahan yang sukar dihentikan dapat menjadi tanda ITP. Termasuk menstruasi
yang berkepanjangan pada wanita. Perdarahan pada otak jarang terjadi, dan gejala
perdarahan pada otak dapat menunjukkan tingkat keparahan penyakit. Jumlah
platelet yang rendah akan menyebabkan nyeri, fatigue (kelelahan),sulit
berkonsentrasi, atau gejala yang lain.
Perdarahan dihidung atau gigi merupakan tanda-tanda utama penyakit ITP
namun kebanyakan penyakit hanya ada tanda-tanda lebamdan petekia dianggota badan.
Gejala umum yang sering tampak pada pasien trombositopenia adalah petekiae,
ekimosis, gusi dan hidung berdarah, menometorrhagia, sedangkan gejala yang
jarangterjadi adalah hematuria, perdarahan gastrointestinal, perdarahan intrakranial.
Perdarahan biasanya terjadi bila jumlah trombosit < 50.000/ mm3, dan perdarahan
spontan terjadi jika jumlah trombosit <10.000/mm3 dan umumnya terjadi pada leukimia.
Perdarahan kulit bisa merupakan pertanda awal dari jumlah trombosit yang kurang.
Bintik-bintik keunguan seringkali muncul ditungkai bawah dan cedera ringan bisa
menyebabkan memar yang menyebar. Bisa terjadi perdarahan gusi dan darah juga bisa
ditemukan pada tinja atau air kemih. Pada penderita wanita, darah menstruasinya
sangat banyak. Perdarahan mungkin sukar berhenti sehingga pembedahan dan
kecelakaan bisa berakibat fatal. Jika jumlah trombosit semakin menurun, maka
perdarahan akan semakin memburuk. Jumlah trombosit kurang dari 5.000-10.000/mL
bisa menyebabkan hilangnya sejumlah besar darah melalui saluran pencernaan atau
terjadi perdarahan otak (meskipun otaknya sendiri tidak mengalami cedera) yang bisa
berakibat fatal.
ITP banyak terjadi pada masa kanak-kanak, tersering dipresipitasi oleh Infeksi
virus dan biasanya dapat sembuh sendiri. Sebaliknya pada orang dewasa, biasanya
menjadi kronik dan jarang mengikuti suatu infeksi virus. Pasien secara umum tampak
baik dan dan tidak demam. Keluhan yang dapat ditemukan adalah perdarahan mukosa
dan kulit. Perdarahan yang paling umum adalah epistaksis, perdarahan mulut,
menoragia, purpura, dan petekie. Pada pemeriksaan fisik terlihat pasien dalam keadaan
baik dan tidak terdapat penemuan abnormal lain, selain yang berhubungan dengan
perdarahan (Arief mansoer, dkk).
Pemeriksaan atau diagnosis penyakit ITP bisa melalui beberapa pertanyaan yang
diajukan kepada penderita (atau keluarga) penderita serta melalui pemeriksaan fisik.
Bisa juga dengan menganalisa hasil pemeriksaan laboratorium terhadap sampel darah
penderita (Family Doctor,2006). Pada pemeriksaan laboratoium ditemukan trombosit
<10.000/ml. Hitung jenis lain normal, terkecuali kadang-kadangdapat terjadi anemia
ringan yang disebabkan oleh perdarahan atau berhubungan dengan hemolisis.
Pemeriksaan morfologi sel darah normal, kecuali trombosit yang agak membesar
(megakariosit). Megakariosit ini merupakan trombosit yangdihasilkan sebagai respon
terhadap destruksi trombosit (Arief mansoer, dkk).
Pada pemeriksaan, sumsum tulang terlihat normal, dengan jumlah megakariosit
normal atau meningkat. Tes koagulasi terlihat mendekati normal. Meskipun tes tersebut
sangat sensitif (95%) namun sangat tidak spesifik dan 50% dari semua pasien dengan
trombositopenia dari berbagai sebab dapat mempunyai peningkatan IgG trombosit (Arief
mansoer, dkk)
Diagnosis ITP adalah pada pemeriksaan terdapat perdarahan di kulit bahkan
mimisan dan pada laboratorium jumlah trombosit menurun dan pada pemeriksaan
BMP (bone marrow puncture) terdapat sel megakariosit. Pengobatan ITP umumnya
tidak memerlukan pengobatan yang serius tetapi bila terjadi perdarahan dan jumlah
trombosit menurun hingga dibawah 20.000/ul maka dianjurkan untuk transfusi
trombosit. Pengobatan lain yang dapat diberikan adalah dengan pemberian
kortikosteroid dan dihentikan obat ini bila sudah meningkat jumlah trombositnya.
Perhatian yang harus diingat pada penderita ITP adalah hindari obatan yang dapat
meningkatkan perdarahan seperti aspirin, hindari benturan yang membuat luka (Arief,
mansoer, dkk).
ITP yang dialami anak-anak berbeda dengan yang dialami oleh orang dewasa.
Sebagian besar anak yang menderita ITP memiliki jumlah sel darah merah yang sangat
rendah dalam tubuhnya, yang menyebabkan terjadinya perdarahan tiba- tiba.Gejala-
gejala yang umumnya muncul diantaranya luka memar dan bintik- bintik kecil berwarna
merah dipermukaan kulitnya. Selain itu juga mimisan dan gusi berdarah. (Family doctor,
2006)
Karena sebagian besar anak penderita ITP dapat pulih tanpa penanganan medis,
banyak dokter yang merekomendasikan untuk melakukan observasi ketat dan sangat
hati-hati terhadap penderita serta penanganan terhadap gejala-gejala perdarahannya.
Penderita tidak perlu dirawat di Rumah Sakit jika penanganan dan perawatan intensif
dan baik ini tersedia di rumah. Akan tetapi, beberapa dokter merekomendasikan
penanganan medis singkat dengan pengobatan oral Prednisone atau pemasangan infus
(masuk ke urat darah halus) berisikan zat gamma globulin untuk meningkatkan jumlah
sel darah merah penderita dengan cepat. Kedua jenis obat ini memiliki beberapa efek
samping. Idiopatik trombositopenia purpura (ITP) terjadi bila trombosit
mengalami destruksi secara premature sebagai hasil dari deposisi autoantibody atau
kompleks imun dalam membrane system retikuloendotel limpa dan umumnya dihati.
Pemeriksaan penunjang
Diagnosis
Lamanya perdarahan dapat membantu untuk membedakan ITP akut dan kronik,
serta tidak terdapatnya gejala sistemik dapat membantu dokter untuk menyingkirkan
bentuk sekunder dan diagnosis lain. Penting untuk anamnesis pemakaian obat-obatan
yang dapat menyebabkan trombositopenia dan pemeriksaan fisik hanya didapatkan
perdarahan karena trombosit yang rendah (petekie, purpura, perdarahan konjungtiva,
dan perdarahan selaput lendir yang lain). Splenomegali ringan (hanya ruang traube
yang terisi), tidak ada limfadenopati. Selain trombositopenia hitung darah yang lain
normal. Pemeriksaan darah tepi diperlukan untuk menyingkirkan
pseudotrombositopenia dan kelainan hematologi yang lain. Megatrombosit sering
terlihat pada pemeriksaan darah tepi, trombosit muda ini bisa dideteksi oleh flow
sitometri berdasarkan messenger RNA yang menerangkan bahwa perdarahan pada ITP
tidak sejelas gambaran pada kegagalan sumsum tulang pada hitung trombosit yang
serupa.
Salah satu diagnosis penting adalah pungsi sumsum tulang. Pada sumsum tulang
dijumpai banyak megakariosit dan agranuler atau tidak mengandung trombosit. Secara
praktis pemeriksaan sumsum tulang dilakukan pada pasien lebih dari 40 tahun, pasien
dengan gambaran tidak khas (misalnya dengan gambaran sitopenia) atau pasien yang
tidak berespon baik dengan terapi. Meskipun tidak dianjurkan, banyak ahli pediatri
hematologi merekomendasikan dilakukan pemeriksaan sumsum tulang sebelum mulai
terapi kortikosteroid untuk menyingkirkan kasus leukemia akut. Pengukuran trombosit
dihubungkan dengan antibodi secara uji langsung untuk mengukur trombosit yang
berikatan dengan antibodi yakni dengan Monoclonal-Antigen-Capture Assay,
sensitivitasnya 45-66%, spesifisitasnya 78-92% dan diperkirakan bernilai positif 80-83 %.
Uji negatif tidak menyingkirkan diagnosis deteksi yang tanpa ikatan antibody plasma
tidak digunakan. Uji ini tidak membedakan bentuk primer maupun sekunder ITP.
Diagnosis Banding
Trombositopenia dapat dihasilkan baik oleh sumsum tulang yang berfungsi abnormal
atau kerusakan perifer. Meskipun sebagian besar gangguan sumsum tulang
menghasilkan kelainan di samping adanya trombositopenia, diagnosa seperti
myelodysplasia baru dapat dihilangkan hanya setelah dengan memeriksakan sumsum
tulang. Sebagian besar penyebab trombositopenia akibat kerusakan perifer dapat
dikesampingkan oleh evaluasi awal. Kelainan seperti DIC, trombotik trombositopenia
purpura, sindrom hemolitik-uremic, hypersplenisme, dan sepsis mudah dihilangkan
oleh tidak adanya penyakit sistemik. Pasien harus ditanya mengenai penggunaan
narkoba, terutama sulfonamid, kina, thiazides, simetidin, emas, dan heparin. Heparin
sekarang merupakan penyebab paling umum obat yang menginduksi trombositopenia
pada pasien yang dirawat. Sistemik lupus erythematosus dan CLL merupakan penyebab
yang sering trombositopenia purpura sekunder, yang secara hematologis identik dengan
ITP.
Penatalaksanaan
Terapi ITP lebih ditujukan untuk menjaga jumlah trombosit dalam kisaran aman
sehingga mencegah terjadinya perdarahan mayor. Berikan informasi tentang ITP kepada
pasien dan keluarga. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan
beratnya ITP yang bertujuan memberikan dasar pengetahuan sehingga keluarga / pasien
dapat membuat pilihan yang tepat. Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan
diagnostik. Jelaskan bahwa darah yang diambil untuk pemeriksaan laboratorium tidak
akan memperburuk ITP.Terapi umum meliputi menghindari aktivitas fisik berlebihan
untuk mencegah trauma terutama trauma kepala, hindari pemakaian obat-obatan yang
mempengaruhi fungsi trombosit. Terapi khusus yakni terapi farmakologis.
ITP akut
Ringan: observasi tanpa pengobatan → sembuh spontan.
Bila setelah 2 minggu tanpa pengobatan jumlah trombosit belum naik, maka
berikan kortikosteroid.
Prednison
Pilihan awal digunakan kortikosteroid, yang sering digunakan Prednison, dosis 1
mg/kgBB perhari selama 1-3 bulan. Bila diperlukan parenteral Metylprednison Sodium
Suxinat dosis 1 g/hari selama 3 hari. dipertahankan Efek steroid tampak setelah 24-48
jam. Angka kesembuhan 60-70%. Evaluasi efek steroid dilakukan 2-4 minggu. Bila
responsif diturunkan perlahan sampai kadar trombosit stabil atau dipertahankan
sekitar 50.000/mm. (Pedoman diagnosis dan terapi, 2008)
Hasil terapi:
1. Respon lengkap, ada perbaikan klinis dengan trombosit mencapai ≥
100.000/mm3 dan tidak terjadi trombositopeni berulang bila dosis steroid
diturunkan.
4. Tidak respon apabila tidak ada perbaikan klinis dan kelainan trombosit tidak
mencapai 50.000/mm3 setelah terapi steroid maksimal.
Imunoglobulin Intravena
Imunoglobulin intravena dosis 1g/kg/hr selam 2-3 hari berturut-turut digunakan bila
terjadi perdarahan internal, saat AT(antibodi trombosit) <5000/ml meskipun telah
mendapat terapi kortikosteroid dalam beberapa hari atau adanya purpura yang
progresif. Mekanisme kerja IglV pada ITP masih belum banyak diketahui namun
meliputi blockade fc reseptor, anti-idiotype antibodies pada IgIV yang menghambat
ikatan autoantibodi dengan trombosit yang bersirkulasi dan imunosupresi.
Splenektomi
Splenektomi adalah pengobatan yang paling definitif untuk ITP, dan kebanyakan pasien
dewasa pada akhirnya akan menjalani splenektomi. Terapi prednison dosis tinggi tidak
boleh berlanjut terus dalam upaya untuk menghindari operasi. Splenektomi
diindikasikan jika pasien tidak merespon pada prednison awal atau memerlukan
prednison dosis tinggi yang tidak masuk akal untuk mempertahankan jumlah platelet
yang memadai. Pasien lain mungkin tidak toleran terhadap prednison atau mungkin
hanya lebih memilih terapi bedah alternatif . Splenektomi dapat dilakukan dengan aman
bahkan dengan menghitung trombosit kurang dari 10.000 / MCL. 80 % pasien
mendapatkan manfaat dari splenektomi baik dengan remisi lengkap atau parsial, dan
angka kekambuhan ialah 15-25%.
1. Mekanisme kerja: Seperti telah diketahui, limpa merupakan salah satu organ
pembentuk PAIgG, dan sebaliknya juga merupakan tempat penghancuran PAIgG
tersebut. Dengan diangkatnya limpa diharapkan pembentukan PAIgG berkurang,
dan penghancuran PAIgG atau trombosit di limpa tidak ada lagi; akibatnya trombosit
meningkat, dan permeabilitas kapiler mengalami perbaikan
2. Indikasi:
a) ITP kronik yang sedang dan berat
b) ITP kronik yang diobati secara konservatif ternyata gagal mencapai remisi setelah
6-12 bulan, atau mengalami relaps 23 kali dalam setahun, atau tidak memberi
respons terhadap pengobatan konservatif
3. Kontraindikasi
a) Penderita ITP kronik yang juga menderita penyakit akut atau berat lainnya.
b) Penderita ITP kronik disertai penyakit jantung atau hal lain yang merupakan
indikasi-kontra bagi setiap tindakan bedah.
c) Usia kurang dari 2 tahun, sebab kemungkinan terjadinya infeksi berat atau sepsis
sangat besar.
4. Pasca splenektomi:
a) Penilaian terhadap hasil splenektomi menurut perbaikan klinis dan hitung
trombosit dilakukan 6-8 minggu kemudian.
b) Penyulit pasca splenektomi: Pada masa kurang dari 2 minggu berupa sepsis dan
perdarahan, sedangkan lebih dari 2 minggu berupa penyakit infeksi berat, Biaya
splenektomi: tergantung pada keadaan setempat. Intravenous immunoglobulin (IVIG)
Dosis inisial 0,8 g/kg BB, 1 kali pemberian. Diulang dengan dosis yang sama jika jumlah
trombosit < 30 x 109/l pada hari ke-3 (72 jam setelah infus pertama). Pada perdarahan
emergensi: 0,8 g/kg BB, 1-2 kali pemberian, bersama-sama dengan kortikosteroid dan
transfusi trombosit. Pada ITP kronis : 0,4 g/kg BB/x, setiap 2-8 minggu. Kortikosteroid 4
mg prednison/kg BB/hari/po atau iv selama 7 hari, kemudian tappering of dalam periode
7 hari. Pada perdarahan emergensi: 8-12.00 mg metilprednisolon/kg BB/iv atau 0,5-1,0
mg deksametason/kgBB/iv atau po, bersama-sama dengan IVIG atau transfusi trombosit.
Anti-R(D) antibody 10-25 lg/kg BB/ hari selama 2-5 hari, intravena dalam 50 cc NaCl 0,9%
dan habis dalam 30 menit. a-interferon 3 x 10 unit subkutan, 3 kali perminggu selama 4
minggu, Siklosporin 3-8 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2-3 dosis, Azatioprin 50-300 mg/m2
per os/hari selama > 4 bulan
Metilprednisolon
Steroid parenteral seperti metilprednisolon digunakan sebagai terapi lini kedua dan
ketiga pada ITP refrakter. Metilprednisolon dosis tinggi dapat diberikan pada ITP anak
dan dewasa yang resisten terhadap terapi prednison dosis konvensional. Dari penelitian
Weil pada pasien ITP berat menggunakan dosis tinggi metilprednisolon 30 mg/kg iv
kemudian dosis diturunkan tiap 3 hari sampai 1 mg/kg sekali sehari dibandingkan
dengan pasien ITP klinis ringan yang telah mendapat terapi prednison dosis
konvensional. Pasien yang mendapat terapi metilprednisolon dosis tinggi mempunyai
respon lebih cepat (4,7 vs 8,4 hari) dan mempunyai angka respons (80% vs 53%). Respons
steroid intravena bersifat sementara pada semua pasien dan memerlukan steroid oral
untuk menjaga agar AT tetap adekuat.
Anti-D Intravena
Anti-D intravena telah menunjukkan dapat meningkatkan AT 79-90% pada orang
dewasa. Dosis anti-D 50-75 mg/kg perhari IV. Mekanisme kerja anti-D yakni destruksi sel
darah merah rhesus D-positif yang secara khusus dibersihkan oleh RES terutama di lien,
jadi bersaing dengan autoantibodi yang menyelimuti trombosit melalui Fc reseptor
blockade.
Alkaloid Vinka
Semua terapi golongan alkaloid vinka jarang digunakan, meskipun mungkin bernilai
ketika terapi lainnya gagal dan ini diperlukan untuk meningkatkan AT dengan cepat,
misalnya vinkristin 1 mg atau 2 mg iv, vinblastin 5-10 ing, setiap minggu selama 4-6
minggu.
Danazol
Dosis danazol 200 mg p.o 4x sehari selama sedikitnya 6 bulan karena respon sering
lambat. Fungsi hati harus diperiksa setiap bulan. Bila respons terjadi, dosis diteruskan
sampai dosis maksimal sekurang-kurangnya 1 tahun dan kemudian diturunkan 200
mg/hari setiap 4 bulan.
Dapsone
Dapson dosis 75 mg p.o. per hari, respons terjadi dalam 2 bulan. Pasien-pasien harus
diperiksa G6PD, karena pasien dengan kadar G6PD yang rendah mempunyai risiko
hemolisis yang serius.
Pendekatan Pasien yang Gagal Terapi Standar dan Terapi Lini Kedua
Sekitar 25% ITP refrakter dewasa gagal berespon dengan terapi lini pertama atau kedua
dan memberi masalah besar. Beberapa di antaranya mengalami perdarahan aktif
namun lebih banyak yang berpotensi untuk perdaraihan serta masalah penanganannya.
Pada umumnya ITP refrakter kronis bisa mentoleransi trombositopenia dengan baik dan
bisa mempunyai kualitas hidup normal atau mendekati normal. Bagi mereka yang gagal
dengan terapi lini pertama dan kedua hanya memilih terapi yang terbatas meliputi:
interferon-a,
anti-CD20
Campath-1H
mikofonelat mofetil
terapi lainnya.
Rekomendasi Terapi ITP Yang Gagal Terapi Lini Pertama dan Kedua
Susunan terapi lini ketiga tersedia untuk pasien dengan kemunduran splenektomi
dan bagi mereka yang tidak dapat atau harus menunda operasi. Rituximab, suatu
antibodi monoklonal terhadap CD20 + B sel, memiliki tingkat respons keseluruhan 25 -
50%, dan memiliki respon yang tahan lama, dengan efek samping yang relatif sedikit.
Campath-IH dan rituximab adalah obat yang mungkin bermanfaat pada pasien
tidak berespon dengan terapi lain dan dibutuhkan untuk meningkatkan AT (misalnya.
perdarahan aktif). Mikofenolat mofetil tampak efektif pada beberapa pasien ITP
refrakter tetapi studi lebih besar diperlukan untuk mengkonfirmasikan efikasi dan
keamanannya. Dalam hal pertimbangan resiko: rasio manfaat, terapi dengan interferon-
a, protein A columns, plasmafaresis dan liposomal doksorubisin tidaklah
direkomendasikan.
Kesulitan utama dengan obat lini ketiga ialah tingkat respons yang sederhana
dan, seringnya, mempunyai onset yang lambat sehingga efek dapat tidak jelas selama
beberapa bulan. Selain itu, supresi sumsum tulang dan peningkatan risiko infeksi
menyulitkan pengobatan dengan menggunakan obat yang imunosupresif.
Obat trombopoietik mewakili strategi terapi baru yang menjanjikan untuk ITP
yang refrakter untuk terapi lini kedua dan ketiga. Obat ini mungkin juga dapat sebagai
alternatif bagi pasien yang tidak dapat mentolerir terapi imunosupresif atau pada calon
yang tidak dapat menggunakan untuk itu. Tempat agen ini pada armamentarium dari
terapi ITP, bagaimanapun, tetap ditentukan. Penggunaannya akan dipandu oleh uji klinis
lebih lanjut dengan durasi yang lebih lama dan pemahaman yang lebih baik dari
kontribusi relatif penghancuran platelet dan gangguan produksi trombosit pada masing-
masing pasien dengan ITP.
Pencegahan
Idiopatik trombositopeni purpura (ITP) tidak dapat dicegah, tetapi dapat dicegah
komplikasinya. Menghindari obat-obatan seperti aspirin atau ibuprofen yang dapat
mempengaruhi platelet dan meningkatkan resiko perdarahan.Lindungi dari luka yang
dapaet menyebabkan memar atau perdarahan, lakukan terapi yang benar untuk infeksi
yang mungkin dapat berkembang. Konsultasi ke dokter jika ada beberapa gejala infeksi,
seperti demam. Hal ini penting bagi pasien dewasa dan anak-anak dengan ITP yang
sudah tidak memiliki limfa.
Komplikasi
Prognosis
Respons terapi dapat mencapai 50%-70% dengan kortikosteroid. Pasien ITP
dewasa hanya sebagian kecil dapat mengalami remisi spontan penyebab kematian pada
ITP biasanya disebabkan oleh perdarahan intracranial yang berakibat fatal berkisar
2,2% untuk usia lebih dari 40 tahun dan sampai 47,8% untuk usia lebih dari 60 tahun.
ITP akut mempunyai prognosis amat baik, meskipun tanpa terapi. Dalam 3 bulan
75% penderita sembuh sempurna, sebagian besar dalam 8 minggu. Perdarahan spontan
berat dan perdarahan intrakranial (%) penderita biasanya terbatas pada awal fase
penyakit ini. Sesudah fase akut inisial, manifestasi spontan cenderung menurun. Kira-
kira 90% dari anak yang terkena telah mencapai hitung trombosit normal 9-12 bulan
setelah awitan dan relaps merupakan hal yang tidak biasa.
Daftar Pustaka/Referensi
Purwanto Ibnu. purpura trombositopenia idiopatik. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid II Edisi IV. Jakarta: Penerbitan FKUI. 2007. hal 659-664.
http://familydoctor.org/online/famdocen/home/common/blood/113.html
Diakses tanggal 26 Agustus 2015 pukul 19.36 WIB.
DRUGS.2008.Idiopathic (Immune) Thrombocytopenic Purpura Medications.
http://www.drugs.com/condition/idiopathic-immune-thrombocytopenic-
purpura.html. diakses tanggal 26 Agustus 2015 pukul 19.39 WIB.
NCI. immune thrombocytopenic purpura. diakses dari
http://www.cancer.gov/Templates/db_alpha.aspx?CdrID=559453.html diakses
tanggal 26 Agustus 2015 pukul 19.41 WIB.
emedicine.2008. Immune Thrombocytopenic Purpura. diakses dari
http://www.emedicine.com/med/topic1151.html. diakses tanggal 26 Agustus
2015 pukul 19.46 WIB.
icon Group International. immune thrombocytopenic purpura. diakses dari
http://www.icongrouponline.com/health/Immune_Thrombocytopenic_Purpura.
html. diakses tanggal 26 Agustus 2015 pukul 19.49 WIB.
mayoclinic. 2008. idiopathic Thrombocytopenic Purpura.diakses dari
http://www.mayoclinic.com/health/idiopathic-thrombocytopenic-
purpura/DS00844 Diakses tanggal 26 Agustus 2015 pukul 19.53 WIB.
medicinenet.2003. immune thrombocytopenic purpura. diakses dari
http://www.medterms.com/script/main/art.asp?articlekey=24151.html diakses
tanggal 26 Agustus 2015 pukul 20.01 WIB .
NIH. 2007. idiopathic Thrombocytopenic Purpura. diakses dari
http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/Itp/ITP_WhatIs.html. diakses
tanggal 26 Agustus 2015 pukul 20.10 WIB
PDSA. 2008. ITP. diakses dari http://www.pdsa.org/itp-information/index.html.
diakses tanggal 26 Agustus 2015 pukul 20.17 WIB.
Wrong Diagnosis (WD).2008. idiopathic Thrombocytopenic Purpura. diakses
dari
http://www.wrongdiagnosis.com/i/immune_thrombocytopenic_purpura/intro.h
tml. diakses tanggal 26 Agustus 2015 pukul 20.23 WIB.
Psaila B, Bussel T. Idiopathic thrombocytopenic purpura. Hematol Oncol Clin
Nortn Am 2007;21: 743-59.
Sekhon SS, Roy V. Thrombocytopenia in adults: a practical approach to
evaluation and management. Southern Med J 2006;99:491-8.
Werlhof PG. Opera omnia. Hannover, Helwig, 1775, 748. Cited by: Kuter DJ,
Gernsheimer TB. Thrombopoietin and platelet production in chronic immune
thrombocytopenia. Hematol Oncol Clin North Am 2009;23:1193–211.
Rodeghiero F. Idiopathic thrombocytopenic purpura: an old disease revisited
in the era of evidence based medicine. Haematol 2003;88:1081-7.
Chu YW, Korb J, Sakamoto KM. Idiopathic thrombocytopenic purpura. Pediatr
Rev 2000; 21:95-102.
Stasi R, Evangelista ML, Stipa E, Buccisano F, Venditti A, Amadori S. Idiopathic
thrombocytopenic purpura: current concepts in pathophysiology and
management. Thromb Haemost 2008;99:4–13.
Alviana, Idiopathic thrombocytopenic purpura: laboratory diagnosis and
management, Department of Clinical Pathology, Medical Faculty, Trisakti
University Jakarta 2011;vol 30 no 2
Shini’s, dr.,Immuene Trombositopenie Purpura (ITP), Case Report, July 2005
Nichola Cooper and James Bussel, The pathogenesis of immune
thrombocytopaenic purpura, Department of Pediatrics, Weill Medical College
of Cornell University, New York, NY, USA, 2006
Stasi R, Provan D. Management of immune thrombocytopenic purpura in
adults. Mayo Clinic Proc 2004;79:504-22.
1 komentar:
Balas
Masukkan komentar Anda...
Publikasikan Pratinjau
Copyright © 2019 Informasi Kedokteran Dan Kesehatan