Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH PENYAKIT

IDIOPATIK TROMBOSITOPENI PURPURA


 (Idiophatic Thrombocytopenic Purpura)
BAB I
PENDAHULUAN

A.     LATAR BELAKANG


Trombositopenia adalah suatu kekurangan trombosit, yang merupakan bagian dari
pembekuan darah. Pada orang normal jumlah trombosit di dalam sirkulasi berkisar antara
150.000-450.000/ul, rata-rata berumur 7-10 hari kira-kira 1/3 dari jumlah trombosit di dalam
sirkulasi darah mengalami penghancuran di dalam limpa oleh karena itu untuk
mempertahankan jumlah trombosit supaya tetap normal di produksi 150.000-450000 sel
trombosit perhari. Jika jumlah trombosit kurang dari 30.000/mL, bisa terjadi perdarahan
abnormal meskipun biasanya gangguan baru timbul jika jumlah trombosit mencapai kurang
dari 10.000/mL. (Sudoyo, dkk ,2006).
Trombositopenia dapat bersifat kongenital atau di dapat, dan terjadi akibat penurunan
reproduksi trombosit, seperti pada anemia aplastik, mielofibrosis, terapi radiasi atau leukimia,
peningkatan penghancuran trombosit, seperti pada infeksi tertentu ; toksisitas obat, atau
koagulasi intravaskuler, diseminasi (DIC); distribusi abnormal atau sekuestrasi pada limpa ;
atau trombositopenia dilusional setelah hemoragi atau tranfusi sel darah merah. (Sandara,
2003).
Trombositipenia didefinisikan juga sebagai jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm3.
jumlah trombosit yang rendah ini merupakan akibat berkurangnya produksi atau
meningkatnya penghancuran trombosit. Namun, umumnya tidak ada manifestasi klinis
hingga jumlahnya kurang dari 100.000/mm3dan lebih lanjut dipengaruhi oleh keadaan-
keadaan lain yang mendasari atau yang menyertai, seperti penyakit hati atau leukimia.
Ekimosis yang bertambah dan pendarahan yang memanjang akibat trauma ringan terjadi pada
kadar trombosit kurang dari 50.000/mm3. Petekie merupakan maniferstasi utama, dengan
jumlah trombosit kurang dari 30.000/mm3. terjadi perdarahan mukosa, jaringan dalam, dan
intrakranial dengan jumlah trombosit kurang dari 20.000, dan memerlukan tindaka segera
untuk mencegah perdarahan dan kematian. (Sylvia & Wilson, 2006)
Trombositopenia (jumlah platelet kurang dari 80.000/ mm3) penyebab tersering dari

perdarahan abnormal karena produksi platelet yang menurun, atau pun peninggian sekuestrasi

atau destruksi yang bertambah. Penyebab penurunan produksi platelet antaranya anemia

aplastik, leukemia, keadaan gagal sumsum tulang lain, dan setelah terapi khemoterapi
sitotoksik. Penyebab peninggian destruksi platelet antaranya trombositopenik purpura

idiopatik (autoimun), trombositopenia sekunder atau yang diinduksi obat-obatan, purpura


trombositopenia trombotik, sindroma uremik hemolitik, koagulasi intravaskuler diseminata,
dan vaskulitis.
Secara umum, jumlah platelet lebih dari 50.000/mm3 tidak berkaitan dengan komplikasi
perdarahan yang bermakna, dan perdarahan spontan berat jarang dengan jumlah platelet lebih
dari 20.000/mm3. Walau jarang, PIS spontan bisa terjadi dan khas dengan onset yang tak
jelas dari nyeri kepala, diikuti perburukan tingkat kesadaran. Hematom subdural lebih jarang.
(sudoyo, dkk, 2006)
 Penurunan produksi trombosit (platelets), dibuktikan dengan aspirasi dan biopsi sumsum
tulang, dijumpai pada segala kondisi yang mengganggu atau menghambat fungsi sumsum
tulang. Kondisi ini meliputi anemia aplastik, mielofibrosis (penggantian unsur-unsur sumsum
tulang dengan jaringan fibrosa), leukemia akut, dan karsinoma metastatik lain yang
mengganti unsur-unsur sumsum normal. Agen-agen kemoterapeutik terutama bersifat toksik
terhadap sum-sum tulang, menekan produksi trombosit. Keadaan trombositopenia dengan
produksi trombosit normal biasanya disebabkan oleh penghancuran atau penyimpanan yang
berlebihan. Segala kondisi yang menyebabkan spenomegal (lien membesar) dapat disertai
trobositopenia. (Sylvia & Wilson, 2006)
Trombosit dapat juga dihancurkan oleh produksi anti bodi yang diinduksi oleh obat
seperti yang ditemukan pada quidinin dan emas. Atau oleh autoantibodi (anti bodi yang
bekerja melawan jaringannya sendiri). Antibodi-antibodi ini ditemukan pada penyakit seperti
lupus eritematosus, leukimia limfositik kronis, limfoma tertentu dan purpura trombositopenik
idiopatik (ITP).
ITP terutama ditemukan pada perempuan muda, bermanifestasi sebagai trombositopenia
yang mengancam jiwa dengan jumlah trombosit yang sering kurang dari 10.000/mm3.
antibodi Ig G yang ditemukan pada membran trombosit dan meningkatnya pembuangan dan
penghancuran trombosit oleh sistem makrofag. (Sylvia & Wilson, 2006).
Trombositopenia berat dapat mengakibatkan kmatian akibat kehilangan darah atau
perdarahan dalam organ-organ vital. Insiden untuk ITP adalah 50-100 juta kasus baru setiap
tahun. Dengan anak melingkupi separuh daripada bilangan tersebut. Kejadian atau insiden
immune Trombositopenia Purpura diperkirakan 5 kasus per 100.000 anak-ana dan 2 kasus
per 100.000 orang dewasa. Tetapi data tersebut dari populasi atau perkumpulan berbasis
pendidikan yang sangat luas. Kebanyakan kasus akut Immune trombositopenia purpura (ITP)
yang pada umumnya terjadi pada anak-anak kurang mendapatkan perhatian medis.
Immune trombositopenia purpura (ITP) dilaporkan 9,5 per 100.000 orang di Maryland.
(Emedicine, 2008)

B.     RUMUSAN MASALAH


1. Pengertian ITP
2. Etiologi, Epidemologi, Patologi dan Manifestasi klinis
3. Konsep keperawatan ITP
4. Diagnosa Keperawatan ITP

C.      TUJUAN
1. Mengetahui pengertian dari ITP
2. Mengetahui Etiologi, epidomologi, patologi dan Manifestasi klinis
3. Mengerti penatalaksanaan dari penyakit ITP
4. Mengetahui konsep keperawatan ITP
5. Mengetahui Diagnosa Keperawatan ITP
BAB II
LANDASAN TEORI

1. DEFINISI
ITP adalah singkatan dari Idiopathic Thrombocytopenic Purpura. Idiopathic berarti tidak
diketahui penyebabnya. Thrombocytopenic berarti darah yang tidak cukup memiliki keping
darah (trombosit). Purpura berarti seseorang memiliki luka memar yang banyak (berlebihan).
Istilah ITP ini juga merupakan singkatan dari Immune Thrombocytopenic Purpura. (Family
Doctor, 2006).
Idiophatic (Autoimmune) Trobocytopenic Purpura (ITP/ATP) merupakan kelainan
autoimun dimana autoanti body Ig G dibentuk untuk mengikat trombosit.
Tidak jelas apakah antigen pada permukaan trombosit dibentuk. Meskipun antibodi
antitrombosit dapat mengikat komplemen, trombosit tidak rusak oleh lisis langsung. Insident
tersering pada usia 20-50 tahum dan lebi serig pada wanita dibanding laki-laki (2:1). (Arief
mansoer, dkk).
ITP (Idiopathic Thrombocytopenic Purpura) juga bisa dikatakan merupakan suatu
kelainan pada sel pembekuan darah yakni trombosit yang jumlahnya menurun sehingga
menimbulkan perdarahan. Perdarahan yang terjadi umumnya pada kulit berupa bintik merah
hingga ruam kebiruan. (Imran, 2008)
Dalam tubuh seseorang yang menderita ITP, sel-sel darahnya kecuali keping darah berada
dalam jumlah yang normal. Keping darah (Platelets) adalah sel-sel sangat kecil yang
menutupi area tubuh paska luka atau akibat teriris/terpotong dan kemudian membentuk
bekuan darah. Seseorang dengan keping darah yang terlalu sedikit dalam tubuhnya akan
sangat mudah mengalami luka memar dan bahkan mengalami perdarahan dalam periode
cukup lama setelah mengalami trauma luka. Kadang bintik-bintik kecil merah (disebut
Petechiae) muncul pula pada permukaan kulitnya. Jika jumlah keping darah atau trombosit
ini sangat rendah, penderita ITP bisa juga mengalami mimisan yang sukar berhenti, atau
mengalami perdarahan dalam organ ususnya. (Family Doctor, 2006)
Idiopatik trombositopeni purpura disebut sebagai suatu gangguan autoimun yang ditandai
dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari 15.000/μL)
akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi prematur
trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama di limpa. Atau dapat diartikan bahwa
idiopatik trombositopeni purpura adalah kondisi perdarahan dimana darah tidak keluar
dengan semestinya. Terjadi karena jumlah platelet atau trombosit rendah. Sirkulasi platelet
melalui pembuluh darah dan membantu penghentian perdarahan dengan cara menggumpal.
Idiopatik sendiri berarti bahawa penyebab penyakit tidak diketahui. Trombositopeni adalah
jumlah trombosit dalam darah berada dibawah normal. Purpura adalah memar kebiruan
disebabkan oleh pendarahan dibawah kulit. Memar menunjukkan bahwa telah terjadi
pendarahan di pembuluh darah kecil dibawah kulit. (ana information center, 2008).
Trombosit berbentuk bulat kecil atau cakram oval dengan diameter 2-4µm. Trombosit
dibentuk di sumsum tulang dari megakariosit, sel yang sangat besar dalam susunan
hemopoietik dalam sumsum tulang yang memecah menjadi trombosit, baik dalam sumsum
tulang atau segera setelah memasuki kapiler darah, khususnya ketika mencoba untuk
memasuki kapiler paru. Tiap megakariosit menghasilkan kurang lebih 4000 trombosit (Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II).
Megakariosit tidak meninggalkan sumsum tulang untuk memasuki darah. Konsentrasi
normal trombosit ialah antara 150.000 sampai 350.000 per mikroliter. Volume rata-ratanya 5-
8fl. Dalam keadaan normal, sepertiga dari jumlah trombosit itu ada di limpa. Jumlah
trombosit dalam keadaan normal di darah tepi selalu kurang lebih konstan. Hal ini disebabkan
mekanisme kontrol oleh bahan humoral yang disebut trombopoietin. Bila jumlah trombosit
menurun, tubuh akan mengeluarkan trombopoietin lebih banyak yang merangsang
trombopoiesis.
Idiopathic thrombocytopenic Purpura mempengaruhi anak-anak dan orang dewasa. Anak-
anak sering mengalami idiopathic thrombocytopenic Purpura setelah infeksi virus dan
biasanya sembuh sepenuhnya tanpa pengobatan. Pada orang dewasa yang menderita penyakit
ITP sering lebih kronis. ITP diperkirakan merupakan salah satu penyebab kelainan
perdarahan didapat yang banyak ditemukan oleh dokter anak, dengan insiden penyakit
simtomatik berkisar 3 sampai 8 per 100000 anak per tahun. Di bagian ilmu kesehatan Anak
RSU Dr. Soetomo terdapat 22 pasien baru pada tahun 2000.
Delapan puluh hingga 90% anak dengan ITP menderita apisode pendarahan akut, yang
akan pilih dalam beberapa hari atau minggu dan sesuai dengan namanya (akut) akan sembuh
dalam 6 bulan. Pada ITP akut ada perbedaan insiden laki-laki maupun perempuan dan akan
mencapai puncak pada usia 2-5 tahun. Hampir selalu ada riwayat infeksi bakteri, virus, atau
pun imunisasi 1-6 minggu sebelum terjadinya penyakit ini. Perdarahan serinh terjadi saat
trombosit dibawah 20.000/mm3. ITP kronis terjadi pada anak usia > 7 tahun, sering terjadi
pada anak perempuan. ITP yang rekuen di definisikan sebagai adanya episode
trombositopenia > 3 bulan dan terjadi 1-4% anak dengan ITP. ITP merupakan kelainan auto
imun yang menyebabkan meningkatrnya penghancuran trombosit dalam retikuloendotelial.
Kelainan ini biasanya menyertai infeksi virus atau imunisasi yang disebabkan oleh respons
sistem imun yang tidak tepat.

B.     ETIOLOGI
1. Penyebab dari ITP tidak diketahui secara pasti, mekanisme yang terjadi melalui
pembentukan antibodi yang menyerang sel trombosit, sehingga sel trombosit mati.
(Imran, 2008). Penyakit ini diduga melibatkan reaksi autoimun, dimana tubuh
menghasilkan antibodi yang menyerang trombositnya sendiri. Dalam kondisi normal,
antibodi adalah respons tubuh yang sehat terhadap bakteri atau virus yang masuk ke
dalam tubuh. Tetapi untuk penderita ITP, antibodinya bahkan menyerang sel-sel
keping darah ubuhnya sendiri. (Family Doctor, 2006).
Meskipun pembentukan trombosit sumsum tulang meningkat, persediaan trombosit
yang ada tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh. Pada sebagian besar kasus,
diduga bahwa ITP disebabkan oleh sistem imun tubuh. Secara normal sistem imun
membuat antibodi untuk melawan benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Pada ITP,
sistem imun melawan platelet dalam tubuh sendiri. Alasan sistem imun menyerang
platelet dalam tubuh masih belum diketahui. (ana information center, 2008).
2. ITP kemungkinan juga disebabkan oleh hipersplenisme, infeksi virus, intoksikasi
makanan atau obat atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi, panas), kekurangan
factor pematangan (misalnya malnutrisi), koagulasi intravascular diseminata (KID),
autoimun. Berdasarkan etiologi, ITP dibagi menjadi 2 yaitu primer (idiopatik) dan
sekunder. Berdasarkan awitan penyakit dibedakan tipe akut bila kejadiannya kurang
atau sama dengan 6 bulan (umumnya terjadi pada anak-anak) dan kronik bila lebih
dari 6 bulan (umunnya terjadi pada orang dewasa). (ana information center, 2008)
3. ITP juga terjadi pada pengidap HIV. sedangkan obat-obatan seperti heparin, minuman
keras, quinidine, sulfonamides juga boleh menyebabkan trombositopenia. Biasanya
tanda-tanda penyakit dan faktor-faktor yang berkatan dengan penyakit ini adalah
seperti yang berikut : purpura, pendarahan haid darah yang banyak dan tempo lama,
pendarahan dalam lubang hidung, pendarahan rahang gigi, immunisasi virus yang
terkini, penyakit virus yang terkini dan calar atau lebam.
C.    EPIDEMOLOGI
Ada dua tipe ITP berdasarkan kalangan penderita :
1. Tipe pertama umumnya menyerang kalangan anak-anak, anak-anak berusia 2
hingga 4 tahun yang umumnya menderita penyakit ini.
2. Tipe kedua menyerang orang dewasa, sebagian besar dialami oleh wanita muda,
tapi dapat pula terjadi pada siapa saja. ITP bukanlah penyakit keturunan. (Family
Doctor, 2006).

ITP juga dapat dibagi menjadi dua, yakni akut ITP dan kronik ITP. Batasan yang
dipakai adalah waktu jika dibawah 6 bulan disebut akut ITP dan diatas 6 bulan disebut
kronik ITP. Akut ITP sering terjadi pada anak-anak sedangkan kronik ITP sering terjadi
pada dewasa. (Imran, 2008)

Tabel Perbedaan ITP akut dengan ITP kronik


ITP akut ITP kronik
Awal penyakit 2-6 tahun 20-40 tahun
Rasio L:P 1:1 1:2-3
Trombosit <20 .000=".000"
l="l" o:p="o:p">

30.000-100.000/mL
Lama penyakit 2-6 minggu
Beberapa tahun Perdarahan Berulang Beberapa hari/minggu (Bakta, 2006; Mehta, et. al,
2006) 

D.     MANIFESTASI KLINIS


1. Bintik-bintik merah pada kulit (terutama di daerah kaki), seringnya bergerombol
dan menyerupai rash. Bintik tersebut ,dikenal dengan petechiae, disebabkan
karena adanya pendarahan dibawah kulit.
2. Memar atau daerah kebiruan pada kulit atau membran mukosa (seperti di bawah
mulut) disebabkan pendarahan di bawah kulit. Memar tersebut mungkin terjadi
tanpa alasan yang jelas. Memar tipe ini disebut dengan purpura. Pendarahan yang
lebih sering dapat membentuk massa tiga-dimensi yang disebut hematoma.
3. Hidung mengeluarkan darah atau pendarahan pada gusi. Ada darah pada urin dan
feses. Beberapa macam pendarahan yang sukar dihentikan dapat menjadi tanda
ITP. Termasuk menstruasi yang berkepanjangan pada wanita. Pendarahan pada
otak jarang terjadi, dan gejala pendarahan pada otak dapat menunjukkan tingkat
keparahan penyakit.
4. Jumlah platelet yang rendah akan menyebabkan nyeri, fatigue (kelelahan), sulit
berkonsentrasi.

E.   PATOLOGI DAN PATOFISIOLOGI ITP


Kerusakan trombosit pada ITP melibatkan autoantibody terhadap gliko protein yang
terdapat pada membran trombosit. Penghancuran terjadi terhadap trombosit yang diselimuti
antibody, hal tersebut dilakukan oleh magkrofag yang terdapat pada limpa dan organ retikulo
endotelial lainnya. Megakariosit pada sumsum tulang bisa normal atau meningkat pada ITP.
Sedangkan kadar trombopoitein dalam plasma, yang merupakan progenitor proliferasi dan
maturasi dari trombosit mengalami penurunan yang berarti, terutama pada ITP kronis.
Adanya perbedaan secara klinis maupun epidemologis antara ITP akut dan kronis,
menimbulkan dugaan adanya perbedaan mekanisme patofisiologi terjadinya trombsitopenia
diantara keduanya. Pada ITP akut, telah dipercaya bahwa penghancuran trombosit meningkat
karena adanya antibody yang dibentuk saat terjadi respon imun terhadap infeksi bakteri atau
virus atau pada imunisasi, yang bereaksi silang dengan antigen dari trombosit.
Mediator lainnya yang meningkat selama terjadinya respon imun terhadap produksi
trombosit. Sedangkan pada ITP kronis mungkin telah terjadi gangguan dalam regulasi sistem
imun seperti pada penyakit autoimun lainnya yang berakibat terbentuknya antibodi spesifik
terhadap antibodi.
Saat ini telah didefinisikan (GP) permukaan trombosit pada ITP, diantaranya GP Ib-lia,
GP Ib, dan GP V. Namun bagaimana antibodi antitrombosit meningkat pada ITP, perbedaan
secara pasti patofisiologi ITP akut dan kronis, serta komponen yang terlibat dalam
regulasinya masih belum diketahui.
Gambaran klinik ITP yaitu: 1) onset pelan dengan perdarahan melalui kulit atau mukosa
berupa : petechie, echymosis, easy bruising, menorrhagia, epistaksis, atau perdarahan gusi. 2)
perdarahan SSP jarang terjadi tetapi dapat berakibat fatal. 3) splenomegali pada <10
kasus.="kasus." o:p="o:p">
F.     PATHWAY

Idiopathic, infeksi virus, hipersplenisme



Antigen (makrofag) menyerang trombosit

Destruksi trombosit dalam sel penyaji antigen (dipicu oleh antibody)

Splenomegali Pembentukan neoantigen



Trombositopeni

Perdarahan

Nyeri Anemia

Nafsu makan menurun Mudah lelah Kadar hb menurun        


Purpura

Gg kebutuhan nutrisi       Intoleransi aktivitas Gg Integritas Kuit


                                                                                                                                                       
      
                   Gg. Perfusi jaringan Gg.Pemenuhan Kebtuhan O’2
G.     PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hitung darah lengkap dan jumlah trombosit menunjukkan penurunan hemoglobin,
hematokrit, trombosit (trombosit < 20.000 / mm3).
2. Anemia normositik: bila lama berjenis mikrositik hipokrom.
3. Leukosit biasanya normal: bila terjadi perdarahan hebat dapat terjadi leukositosis.
4. Ringan pada keadaan lama: limfositosis relative dan leucopenia ringan.
5. Sum-sum tulang biasanya normal, tetapi megakariosit muda dapat bertambah dengan
maturation arrest pada stadium megakariosit.
6. Masa perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, retraksi pembekuan
abnormal, prothrombin consumption memendek, test RL (+).

H.     PENCEGAHAN
1. Idiopatik Trombositopeni Purpura (ITP) tidak dapat dicegah, tetapi dapat dicegah
komplikasinya.
2. Menghindari obat-obatan seperti aspirin atau ibuprofen yang dapat mempengaruhi
platelet dan meningkatkan risiko pendarahan.
3. Lindungi dari luka yang dapat menyebabkan memar atau pendarahan. Lakukan terapi
yang benar untuk infeksi yang mungkin dapat berkembang.
4. Konsultasi ke dokter jika ada beberapa gejala infeksi, seperti demam. Hal ini penting
bagi pasien dewasa dan anak-anak dengan ITP yang sudah tidak memiliki limfa.

I.       TERAPI
Terapi ITP lebih ditujukan untuk menjaga jumlah trombosit dalam kisaran aman sehingga
mencegah terjadinya pendarahan mayor. Selain itu, terapi ITP didasarkan pada berapa banyak
dan seberapa sering pasien mengalami pendarahan dan jumlah platelet. Terapi untuk anak-
anak dan dewasa hampir sama. Kortikosteroid (ex: prednison) sering digunakan untuk terapi
ITP. kortikosteroid meningkatkan jumlah platelet dalam darah dengan cara menurunkan
aktivitas sistem imun. Imunoglobulin dan anti-Rh imunoglobulin D. Pasien yang mengalami
pendarahan parah membutuhkan transfusi platelet dan dirawat dirumah sakit.
Terapi awal ITP (standar) :
a. Prednison
Terapi awal prednisoon atau prednison dosis 0,5-1,2 mg/kgBB/hari selama 2
minggu. Respon terapi prednison terjadi dalam 2 minggu dan pada umumnya
terjadi dalam minngu pertama, bila respon baik dilanjutkan sampai 1 bulan,
kemudian tapering.
b. Imunoglobulin intravena (IgIV)
Imunoglobulin intravena dosis 1g/kg/hr selam 2-3 hari berturut-
turutndigunakan bila terjadi pendarahan internal.

1. Steroid dosis tinggi


Terapi pasien ITP refrakter selain prednisolon dapat digunakan deksametason oral
dosis tinggi. Deksametason 40 mg/hr selama 4minggu, diulang setiap 28 hari untuk 6
siklus.
2. Metiprednisolon
Metilprednisolon dosis tinggi dapat diberikan pd ITP anak dan dewasa yang resisten
terhadap terapi prednison dosis konvensional. Dari hasil penelitian menggunakan
dosis tinggi metiprednisolon 3o mg/kg iv kemudian dosis diturunkan tiap 3 hr samapi
1 mg/kg sekai sehari.
3. Ig IV dosis tinggi
Imunoglobulin iv dosis tinggi 1 mg/kg/hr selama 2 hari berturut-turut, sering
dikombinasi dengan kortikosteroid, akan meningkatkan AT dengan cepat. Efek
samping, terutama sakit kepala, namun jika berhasil maka dapat diberikan secara
intermiten atau disubtitusi dengan anti-D iv
4. Anti-D iv
Dosis anti-D 50-75 mg/ka/hr IV. Mekanisme kerja anti-D yakni destruksi sel darah
merah rhesus D-positif yang secara khusus diberikan oleh RES terutama di lien, jadi
bersaingdengan autoantibodi yang menyelimuti trombosit melalui Fc reseptor
blockade.
5. Alkaloid vinka
Misalnya vinkristin 1 mg atau 2 mg iv, vinblastin 5-10 mg, setiap minggu selama 4-6
minggu.
6. Danazol
Dosis 200 mg p.o 4x sehari selama sedikitnya 6 bulan karena respon sering lambat.
Bila respon terjadi, dosis diteruskan sampai dosis maksimal sekurang-kurangnya hr 1
tahun dan kemudian diturunkan 200mg/hr setiap 4 bulan.
7. Immunosupresif dan kemoterapi kombinasi
Imunosupresif diperlukan pada pasien yang gagal beresponsdengan terapi lainya.
Terapi dengan azatioprin (2 mg kg max 150 mg/hr) atau siklofosfamiddenga sebagai
obat tunggal dapat dipertimbangkan dan responya bertandng tertahan sampai 5%.
8. Dapsone 
Dosis 75 mg p.o per hari, respon terjadi dalam 2 bulan. Pasien harus diperiksa G6PD,
karena pasien dengan kabar G6PD yang rendah mempunyai risiko hemolisis yang
serius.
BAB III
KOPNSED DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A.     PENGKAJIAN
1. Keluhan utama :
Memar, bintik-bintik pada kulit, keluarnya darah pada hidung dan perdarahan pada
gusi gigi.
2. Riwayat penyakit sekarangang ditandai dengan
Klien mengalami ITP yg ditandai dengan Memar, bintik-bintik pada kulit, keluarnya
darah pada hidung dan perdarahan pada gusi gigi.
3. Riwayat penyakit dahulu
HIV AIDS yang mungkin diturunkan dari orang tua klien.
4. Riwayat penyakit keluarga
Pihak keluarga mengalami HIV AIDS, kelainan hematologi.
5. Riwayat lingkungan
Kondisi lingkungan kurang baik atau kumuh karena penyakit ini bias disebabkan oleh
virus atau bakteri seperti rubella, rubiola dan paksinasi dengan virus aktif.
a.       Asimtomatik sampai jumlah trombosit menurun di bawah 20.000.
b.      Tanda-tanda perdarahan.
1) Petekie terjadi spontan.
2) Ekimosis terjadi pada daerah trauma minor.
3) Perdarahan dari mukosa gusi, hidung, saluran pernafasan.
4) Menoragie.
5) Hematuria.
6) Perdarahan gastrointestinal.
c.       Perdarahan berlebih setelah prosedur bedah.
d.      Aktivitas / istirahat.
1)      Gejala :
  Keletihan, kelemahan, malaise umum.
  Toleransi terhadap latihan rendah.
2)      Tanda : 
  Takikardia / takipnea, dispnea pada beraktivitas / istirahat.
  Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
e.       Sirkulasi.
1)      Gejala :
  Riwayat kehilangan darah kronis, misalnya perdarahan GI kronis,
menstruasi berat.
  Palpitasi (takikardia kompensasi).
2)      Tanda :  TD peningkatan sistolik dengan diastolic stabil.
f.       Integritas ego.
1) Gejala : Keyakinan agama / budaya mempengaruhi pilihan
pengobatan: penolakan transfuse darah.
2) Tanda : Depresi.
g.      Eliminasi.
1) Gejala : Hematemesis, feses dengan darah segar, melena, diare,
konstipasi.
2) Tanda : Distensi abdomen.
h.      Makanan / cairan.
1) Gejala :
  Penurunan masukan diet.
  Mual dan muntah.
 Tanda : Turgor kulit buruk, tampak kusut, hilang elastisitas.
i.        Neurosensori.
1) Gejala :
  Sakit kepala, pusing.
  Kelemahan, penurunan penglihatan.
2) Tanda :
  Epistaksis.
  Mental : tak mampu berespons (lambat dan dangkal).
j.        Nyeri / kenyamanan.
1)      Gejala : Nyeri abdomen, sakit kepala.
2)      Tanda : Takipnea, dispnea.
k.      Pernafasan.
1)      Gejala : Nafas pendek pada istirahat dan aktivitas.
2)      Tanda : Takipnea, dispnea.
l.     Keamanan
1)      Gejala : Penyembuhan luka buruk sering infeksi, transfuse darah
sebelumnya.
2)      Tanda : Petekie, ekimosis.

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Gangguan pemenuhan nutrisi dan cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia yang ditandai dengan kelemahan, berat badan menurun, intake
makanan kurang, kongjungtiva.
2. Nyeri akut berhubungan dengan cedera agen (biologis, psikologi, kimia, fisik)
ditandai dengan gangguan pola tidur, klien meringis kesakitan di daerah nyeri, skala
nyeri (data subyektif).
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan  imobilisasi
4. Kurang pengetahuan pada keluarga tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan salah interpretasi informasi ditandai dengan keterbatasan belajar,
tidak familiar dengan sumber informasi.
5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor imunologis
ditandai dengan immobilisasi, kelemahan, hipertermi, perubahan turgor kulit.
6. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel ditandai dengan sianosis,
oedema, pucat.
7. Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen berhubungan dengan penurunan kapasitas
pembawa oksigen darah ditandai dengan hypoxia, takikardi.
C.      INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan pemenuhan nutrisi dan cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia.
Tujuan dan kreteria hasil Intervensi Rasional
Setelah dilakukan tindakan 1)   Berikan makanan 1)      Porsi lebih kecil dapat
keperawatan 2x24 jam dalam porsi kecil tapi meningkatkan masukan yang
diharapkan pemenuhan nutrisi sering. sesuai dengan  kalori.
klien terpenuhi dengan 2)   Anoreksia dan kelemahan
Tujuan: 2)   Pantau pemasukan dapat mengakibatkan
  Menghilangkan mual dan makanan dan timbang penurunan berat  badan dan
muntah berat badan setiap malnutrisi yang serius.
hari. 3)   Sangat bermanfaat dalam
Criteria hasil: perhitungan dan penyesuaian
  Menunjukkan berat badan stabil 3)   Lakukan konsultasi diet untuk memenuhi
dengan ahli diet. kebutuhan nutrisi pasien.
4)   Meningkatkan rasa
keterlibatannya, memberikan
informasi pada keluarga untuk
4)   Libatkan keluarga memahami kebutuhan nutrisi
pasien dalam pasien.
perencanaan makan
sesuai dengan
indikasi.
2. Nyeri akut berhubungan dengan cedera agen (biologis, psikologi, kimia, fisik).
Tujuan dan kreteria
Intervensi Rasional
hasil
Setelah dilakukan 1)   Tentukan riwayat nyeri, 1)      Memberikan informasi yang
tindakan 2x24 jam lokasi, durasi dan intensitas diperlukan untuk
diharapkan nyeri yang 2)   Evaluasi therapi: merencanakan asuhan.
dirasakan klien pembedahan, radiasi, 2)      Untuk mengetahui terapi
berkurang dengan khemotherapi, biotherapi, yang dilakukan sesuai atau
Tujuan : ajarkan klien dan keluarga tidak, atau malah
  Melaporkan nyeri yang tentang cara menyebabkan komplikasi.
dialaminya menghadapinya.
  Klien mampu 3)   Berikan pengalihan seperti
mengontrol rasa nyeri reposisi dan aktivitas
melalui aktivitas menyenangkan seperti 3)      Untuk meningkatkan
  Mengikuti program mendengarkan musik atau kenyamanan dengan
pengobatan nonton TV mengalihkan perhatian klien
  Mendemontrasikan 4)   Menganjurkan tehnik dari rasa nyeri.
tehnik relaksasi dan penanganan stress (tehnik
pengalihan rasa nyeri relaksasi, visualisasi,
melalui aktivitas yang    bimbingan), gembira, dan 4)      Meningkatkan kontrol diri
mungkin. berikan sentuhan atas efek samping dengan
therapeutik. menurunkan stress dan
5)   Evaluasi nyeri, berikan ansietas.
pengobatan bila perlu.

5)      Untuk mengetahui efektifitas


penanganan nyeri, tingkat
nyeri dan sampai sejauhmana
6)   Diskusikan penanganan klien mampu menahannya
nyeri dengan dokter dan serta untuk mengetahui
juga dengan klien kebutuhan klien akan obat-
7)   Berikan analgetik sesuai obatan anti nyeri.
indikasi seperti morfin, 6)      Agar terapi yang diberikan
methadone, narkotik dll tepat sasaran.

7)      Untuk mengatasi nyeri.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.


Tujuan dan kreteria
Intervensi Rasional
hasil
Setelah dilakukan
1)      Kaji kemampuan pasien
1)        Mempengaruhi pilihan
tindakan 2x24 jam untuk melakukan aktivitas intervensi.
diharapkan klien dapat normal, catat laporan
melakukan aktivitas kelemahan, keletihan.
sendiri tanpa bantuan
2)      Awasi TD, nadi,
dari orang lain dengan pernafasan. 2)        Manifestasi kardiopulmonal
Tujuan: dari upaya jantung dan paru
  Meningkatkan untuk membawa jumlah
partisipasi dalam oksigen ke jaringan.
aktivitas.
Criteria hasil: 3)      Berikan lingkungan
3)        Meningkatkan istirahat untuk
  Menunjukkan tenang. menurunkan kebutuhan
peningkatan toleransi oksigen  tubuh.
aktivitas. 4)        Hipotensi postural / hipoksin
4)      Ubah posisi pasien dengan serebral menyebabkan
perlahan dan pantau pusing, berdenyut dan
terhadap pusing. peningkatan resiko cedera.

4. Kurang pengetahuan pada keluarga tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan salah interpretasi informasi.

Intervensi Rasional
Tujuan dan kreteria
hasil
Setelah dilakukan1)   Berikan informasi tntang
1)      memberikan dasar
tindakan 1x24 jam ITP. Diskusikan kenyataan pengetahuan sehingga
diharapkan keluarga bahwa terapi tergantung keluarga / pasien dapat
mengerti akan penyakit pada tipe dan beratnya membuat pilihan yang tepat.
klien dengan ITP. 2)      ketidak tahuan meningkatkan
Tujuan: 2)   Tinjau tujuan dan stress.
  Pemahaman dan persiapan untuk
penerimaan terhadap pemeriksaan diagnostic.
program pengobatan3)   Jelaskan bahwa darah
3)      merupakan kekwatiran yang
yang diresepkan. yang diambil untuk tidak diungkapkan yang dapat
Criteria hasil: pemeriksaan laboratorium memperkuat ansietas pasien /
  Menyatakan pemahaman tidak akan memperburuk keluarga.
proses penyakit. ITP.
  Faham akan prosedur
dagnostik dan rencana
pengobatan.

5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor imunologis


Intervensi Rasional
Tujuan dan kreteria
hasil
Setelah dilakukan 1)      Kaji integritas kulit untuk1)      Memberikan informasi untuk
tindakan 2x24 jam melihat adanya efek perencanaan asuhan dan
diharapkan kerusakan samping therapi kanker, mengembangkan identifikasi
bisa berkurang dengan amati penyembuhan luka. awal terhadap perubahan
Tujuan : integritas kulit.
  Klien dapat 2)      Menghindari perlukaan yang
mengidentifikasi 2)     Anjurkan klien untuk tidak dapat menimbulkan infeksi.
intervensi yang menggaruk bagian yang 3)      Menghindari penekanan yang
berhubungan dengan gatal. terus menerus pada suatu
kondisi spesifik 3)     Ubah posisi klien secara daerah tertentu.
  Berpartisipasi dalam teratur.
pencegahan komplikasi 4)      Mencegah trauma berlanjut
dan percepatan pada kulit dan produk yang
penyembuhan 4)     Berikan advise pada klien kontra indikatif
untuk menghindari
pemakaian cream kulit,
minyak, bedak tanpa
rekomendasi dokter.
6.      Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel.

Tujuan dan kreteria Intervensi Rasional


hasil
Setelah dilakukan1)   Awasi TTV, kaji1)   memberikan informasi
tindakan 2x24 jam pengisian kapiler. tentang derajat/ keadekuatan
diharapkan kembali perfusi jaringan dan
kebentuk normal membantu menentukan
dengan kebutuhan intervensi.
Tujuan: 2)   meningkatkan ekspansi paru
  Tekanan darah normal. 2)   Tinggikan kepala tempat dan memaksimalkan
  Pangisian kapiler baik. tidur sesuai toleransi. oksigenasi untuk kebutuhan
Kriteria hasil: seluler.
  Menunjukkan perbaikan3)   Kaji untuk respon verbal3)   dapat mengindikasikan
perfusi yang dibuktikan melambat, mudah gangguan fungsi serebral
dengan TTV stabil. terangasang. karena hipoksia.
4)   Awasi upaya parnafasan,4)   dispne karena regangan
auskultasi bunyi nafas. jantung lama / peningkatan
kompensasi curah jantung.
7.      Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen berhubungan dengan penurunan kapasitas
pembawa oksigen darah.

Tujuan dan kreteria Intervensi Rasional


hasil
Setelah dilakukan1)   Kaji / awasi frekuensi
1)      perubahan (seperti takipnea,
tindakan 2x24 jam pernafasan, kedalaman dan dispnea, penggunaan otot
diharapkan irama. aksesoris) dapat
Tujuan: menindikasikan berlanjutnya
  Mengurangi distress keterlibatan / pengaruh
pernafasan. pernafasan yang
Criteria hasil: membutuhkan upaya
  Mempertahankan pola intervensi.
pernafasan normal / 2)      memaksimalkan ekspansi
efektif 2)   Tempatkan pasien pada paru, menurunkan kerja
posisi yang nyaman. pernafasan dan menurunkan
resiko aspirasi.
3)      meningkatkan areasi semua
segmen paru dan
3)   Beri posisi dan Bantu ubah mobilisasikan sekresi.
posisi secara periodic. 4)      membantu meningkatkan
4)   Bantu dengan teknik nafas difusi gas dan ekspansi jalan
dalam. nafas kecil.

D.     IMPLEMENTASI KEPERAWATAN


Pelaksanaan sesuai dengan ITP dengan intervensi yang sudah ditetapkan (sesuai dengan
literature).

E.      EVALUASI
Hal hal yang perlu dievaluasi dalam pemberian asuhan keperawatan berfokus pada
criteria hasil dari tiap-tiap masalah keperawatan dengan pedoman pembuatan SOAP, atau
SOAPIE pada masalah yang tidak terselesaikan atau teratasi sebagian.
BAB IV
PENUTUP

A.     KESIMPULAN
Trombositopenia menggambarkan individu yag mengalami atau pada resiko tinggi untuk
mengalami insufisiensi trombosit sirkulasi. Penurunan ini dapat disebabkan oleh produksi
trombosit yang menurun, distribusi trombosit yang berubah, pengrusakan trombosit, atau
dilusi vaskuler.
Gejala dan tanda pada pasien yang menderita penyakit ITP adalah Hidung mengeluarkan
darah atau pendarahan pada gusi Ada darah pada urin dan feses Beberapa macam pendarahan
yang sukar dihentikan dapat menjadi tanda ITP. Termasuk menstruasi yang berkepanjangan
pada wanita. Pendarahan pada otak jarang terjadi, dan gejala pendarahan pada otak dapat
menunjukkan tingkat keparahan penyakit. Jumlah platelet yang rendah akan menyebabkan
nyeri, fatigue (kelelahan), sulit berkonsentrasi, atau gejala yang lain. Tindakan keperawatan
yang utama adalah dengan mencegah atau mengatasi perdarahan yang terjadi.

B.     SARAN
1. Perawat harus memantau setiap perkembangan yang terjadi pada pasien yang menderita
ITP.
2. Perawat harus bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain, seperti tenaga kesehatan yang
bekerja di laboratorium yaitu untuk memerikasa jumlah trombosit pasien.
3. Perawat harus menerapkan komunikasi asertif terapeutik guna menurunkan tingkat
kecemasan pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W.A Newma, 2006, Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29, EGC : Jakarta

Guyton, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9, EGC: Jakarta

Waspadji, Sarwono ,Soeparman, 1996, Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Balai Penerbit FK UI:

Jakarta.

DRUGS.2008.Idiopathic (Immune) Thrombocytopenic Purpura Medications.

http://www.drugs.com/condition/idiopathic-immune-thrombocytopenic-purpura.html.

Diakses tanggal 4 Nopember 2010 pukul 19.39 WITA.

NCI. Immune Thrombocytopenic Purpura. diakses dari

http://www.cancer.gov/Templates/db_alpha.aspx?CdrID=559453.html diakses tanggal 4

Nopember 2010 pukul 19.41 WITA.

Emedicine.2008. Immune Thrombocytopenic Purpura. diakses dari

http://www.emedicine.com/med/topic1151.html. diak

ses tanggal 4 Nopember 2010 pukul 19.46 WITA.

PDSA. 2008. ITP. diakses dari http://www.pdsa.org/itp-information/index.html. diakses

tanggal 26 Maret 2010 pukul 20.17 WIB.

Adiantoro, Heru.2010. diakses dari http://www.scribd.com/doc/30379773/Makalah-

ITP.html diakses tanggal 9 Nopember 2010 pukul 23.17 WITA

Anda mungkin juga menyukai