Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN DEPARTEMEN GERONTIK DENGAN

GANGGUAN PENDENGARAN

Telah disetujui laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan departemen


gerontik di Bendelonje Kendalrejo Kec. Talun Kab. Blitar

NAMA : Camilo Belo Cabral


NIM : 1711013
Hari : Selasa
Tanggal : 23/11/2021

Mengetahui,

Penguji Institusi, Pembimbing Institusi,

(Ning Arti Wulandari, M.Kep.,Ns) (Erni setyorini M.skep.Ns)


LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA
LANSIA

A. Pengertian Lansia
Masa tua (lansia) dimulai setelah pensiun, biasanya antara 65-75 tahun (Potter
& Perry, 2005).
Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan
fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai
mana di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai
kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah,
seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu
usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu
telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba
menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004) dalam
Psychologymania, 2013).
Penuaan adalah suatu proses yang alamiah yang tidak dapat dihindari,
berjalan secara terus-manerus, dan berkesinambungan (Depkes RI, 2001).
Menurut Keliat (1999) dalam Maryam (2008), Usia lanjut dikatakan sebagai tahap
akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia sedangkan menurut pasal 1
ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998 Tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia
lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam,
2008). Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang
dapat diramalkan dan terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia
tahap perkembangan kronologis tertentu (Stanley, 2006).
Batasan Lansia
B. Batasan lansia
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia WHO dalam Psychologymania, 2013
batasan lanjut usia meliputi :
1. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59
tahun.
2. Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun
4. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun
Menurut UU No. 4 tahun 1965 pasal 1 seorang dapat dinyatakan sebagai seorang
jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak
mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya
sehari-hari dan menerima nafkah dari oarng lain. UU No. 13 tahun 1998 entang
kesejahteraan lansia bahwa adalah yang mencapai usia 60 tahun ke atas.
1. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia.
a. Pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia Resiko Tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan (Depkes RI, 2003).
d. Lansia Potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI,
2003).
e. Lansia Tidak Potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari
nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain
(Depkes RI, 2003).
2. Karakteristik Lansia
Menurut Keliat (1999) dalam Maryam (2008), lansia memiliki
karakteristik sebagai berikut:
a Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 Ayat (2) UU No.
13 tentang kesehatan).
b Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai
sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi
adaftif hingga kondisi maladaptif.
c Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi (Maryam, 2008).
3. Tipe Lansia
Di zaman sekarang (zaman pembangunan), banyak ditemukan bermacam-
macam tipe usia lanjut. Yang menonjol antara lain:
a. Tipe arif bijaksana
Lanjut usia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri
dengan perubahan zaman, mempunyai diri dengan perubahan zaman,
mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan
kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan,
serta memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang
proses penuaan, yang menyebabkan kehilangan kecantikan,
kehilangan daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman
yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut,
sulit dilayani dan pengkritik.
d. Tipe pasrah
Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik,
mempunyai konsep habis (“habis gelap datang terang”), mengikuti
kegiatan beribadat, ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.
e. Tipe bingung
Lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri,
merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh (Nugroho, 2008).
C. Perubahan – perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
a. Perubahan fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistim organ tubuh,
diantaranya sistim pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler,
sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastro intestinal, genito
urinaria, endokrin dan integumen.
b. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
a) Pertama-tama perubahan fisik, khsusnya organ perasa.
b) Kesehatan umum
c) Tingkat pendidikan
d) Keturunan (hereditas)
e) Lingkungan
f) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
g) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
h) Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan teman
dan famili.
i) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri.
c. Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya
(Maslow, 1970). Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya , hal
ini terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan
Zentner, 1970)

D. Definisi gangguan pendengaran

Berkurangnya Pendengaran adalah penurunan fungsi pendengaran pada salah


satu ataupun kedua telinga. Tuli adalah penurunan fungsi pendengaran yang
sangat berat. Presbikusis merupakan akibat dari proses degeneratif pada satu atau
beberapa bagian koklea(striae vaskularis, sel rambut, dan membran basi la ris)
maupun serabut saraf auditori. Presbikusis ini juga merupakan hasil interaksi
antara faktor genetik individu dengan faktor eksternal, seperti pajanan suara
berisik terus-menerus, obat ototoksik, dan penyakit sistemik. Presbikusis terbagi
dua menjadi prebiskus perifer dan prebiskus sentral. Presbikusis perifer, di mana
para lansia hanya mampu untuk mengidentifikasi kata. Alat Bantu dengar masih
cukup bermanfaat, tetapi harus diperhatikan untuk menghindari
berteriak/berbicara terlalu keras karena dapat membuat ketidaknyamanan di
telinga. Presbikusis sentral, di mana lansia mengalami gangguan untuk
mengidentifikasi kalimat, sehingga manfaat alat bantu dengar sangat kurang.
Oleh karena itu, percakapan dengan para lansia harus sedikit lebih lambat tanpa
mengabaikan irama dan intonasi. Presbikusis ditambah dengan situasi ketika
percakapan yang berlangsung kurang mendukung dapat menyebabkan lansia
mengalami gangguan komunikasi. Gangguan komunikasi ini dapat terjadi akibat :
pertama pembicaraan mengalami gangguan karena suara music, radio, televise,
maupun pembicaraan lainnya. Kedua: sumber suara mengalami distorsi yang
berasal dari pengeras suara yang tidak sempurna seperti di terminal, masjid,
telepon, maupun bila diucapkan oleh anak-anak atau pembicara terlalu cepat.
Ketiga: kondisi akustik ruangan yang tidak sempurna seperti didapur, ruang
makanrestoran, serta ruang pertemuan yang mudah memantulkan suara.

E. Penyebab

Penurunan fungsi pendengaran bisa disebabkan oleh: Suatu masalah mekanis


di dalam saluran telinga atau di dalam telinga tengah yang menghalangi
penghantaran suara (penurunan fungsi pendengaran konduktif). Kerusakan pada
telinga dalam, saraf pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak (penurunan
fungsi pendengaran sensorineural). Penurunan fungsi pendengaran sensorineural
dikelompokkan lagi menjadi: Penurunan fungsi pendengaran sensorik (jika
kelainannya terletak pada telinga dalam) Penurunan fungsi pendengaran neural
(jika kelainannya terletak pada saraf pendengaran atau jalur saraf pendengaran di
otak).
Penurunan fungsi pendengaran sensorik bisa merupakan penyakit keturunan,
tetapi mungkin juga disebabkan oleh:
 Trauma akustik (suara yang sangat keras)
 Infeksi virus pada telinga dalam
 Obat-obatan tertentu
 Penyakit Meniere.
Penurunan fungsi pendengaran neural bisa disebabkan oleh:
 Tumor otak yang juga menyebabkan sekitarnya dan batang
otakkerusakan pada saraf-saraf di
 Infeksi
 Berbagai penyakit otak dan saraf keturunan (misalnya penyakit
Refsum).(misalnya stroke) - Beberapa penyakit
F. Gejala

Penderita penurunan fungsi pendengaran bisa mengalami beberapa atau


seluruh gejala berikut:
o kesulitan dalam mendengarkan percakapan, terutama jika di
sekelilingnya berisik terdengar gemuruh atau suara berdenging di
telinga (tinnitus)
o Tidak dapat mendengarkan suara televisi atau radio dengan volume
yang normal
o Kelelahan dan iritasi karena penderita berusaha keras untuk bisa
mendengar
o pusing atau gangguan keseimbangan.
G. Epidemiologi
Gangguan pendengaran adalah kondisi kronis yang paling umum ketiga di
negara Amerika Serikat dan merupakan nomor satu dalam gangguan komunikasi
dari usia antara 25-40% dari penduduk berusia 65 tahun atau lebih tua, dan tuna
rungu (19,20). Prevalensi presbikus meningkat seiring bertambahnya usia, mulai
dari 40% sampai 60% pada lansia berusia 75 tahun dan lebih dari 80% pada
pasien berusia 85 tahun (2009)

H. Anatomi Fisiologi

Telinga sebagai organ pendengaran dan ekuilibrium terbagi dalam tiga


bagian, yaitu telinga luar, tengah, dan dalam. Telinga berisi reseptor-reseptor yang
menghantarkan gelombang suara ke dalam impuls-impuls saraf dan reseptor yang
berespons pada gerakan kepala.
Perubahan pada telinga luar sehubungan dengan proses penuaan adalah kulit
telinga berkurang elastisitasnya. Daerah lobus yang merupakan satu-satunya
bagian yang tidak disokong oleh kartilago mengalami pengeripu tan, aurikel
tampak lebih besar, dan tragus sering ditutupi oleh rumbai-rumbai rambut yang
kasar. Saluran auditorius menjadi dangkal akibat lipatan ke dalam, pada
dindingnya silia menjadi lebih kaku dan kasar juga produksi serumen agak
berkurang dan cenderung menjadi lebih kering.
Perubahan atrofi telinga tengah, khususnya membran timpani karena proses
penuaan tidak mempunyai pengaruh jelas pada pendengaran. Perubahan yang
tampak pada telinga dalam adalah koklea yang berisi organ corti sebagai unit
fungsional pendengaran mengalami penurunan sehingga mengakibatkan
presbikusis.
Lebih kurang 40% dari populasi lansia mengalami gangguan pendengaran
(presbikusis). Gangguan pendengaran mulai dari derajat ringan sampai berat dapat
dipantau dengan menggunakan alat audiometer. Pada umumnya laki-laki lebih
sering menderita gangguan pendengaran dibandingkan perempuan.
Presbikusis merupakan akibat dari proses degeneratif pada satu atau beberapa
bagian koklea (striae vaskularis, sel rambut, dan membran basi la ris) maupun
serabut saraf auditori. Presbikusis ini juga merupakan hasil interaksi antara faktor
genetik individu dengan faktor eksternal, seperti pajanan suara berisik terus-
menerus, obat ototoksik, dan penyakit sistemik.
Presbikusis terbagi dua menjadi prebiskus perifer dan prebiskus sentral.
Presbikusis perifer, di mana para lansia hanya mampu untuk mengidentifikasi
kata. Alat Bantu dengar masih cukup bermanfaat, tetapi harus diperhatikan untuk
menghindari berteriak/berbicara terlalu keras karena dapat membuat
ketidaknyamanan di telinga. Presbikusis sentral, di mana lansia mengalami
gangguan untuk mengidentifikasi kalimat, sehingga manfaat alat bantu dengar
sangat kurang. Oleh karena itu, percakapan dengan para lansia harus sedikit lebih
lambat tanpa mengabaikan irama dan intonasi.
Presbikusis ditambah dengan situasi ketika percakapan yang berlangsung
kurang mendukung dapat menyebabkan lansia mengalami gangguan komunikasi.
Gangguan komunikasi ini dapat terjadi akibat:
 Pertama, pembicaraan mengalami gangguan karena suara musik, radio,
televisi, maupun pembicaraan lain.
 Kedua, sumber suara mengalami distorsi yang berasal dari pengeras suara
yang tidak sempurna seperti di terminal, masjid, telepon, maupun bila
diucapkan oleh anak-anak atau pembicara yang terlalu cepat.
 Ketiga, kondisi akustik ruangan yang tidak sempurna seperti di dapur,
ruang makan restoran, serta ruang pertemuan yang mudah memantulkan
suara.
I. Pathway

Faktor usia

        
Degenerasi tulang tulang
pendengaran bagian dalam

Hilangnya sel sel rambut


pada basal koklea

Fungsi pendengaran
menurun

Pendengaran terhadap Gangguan sirkulasi


kata/ransangan suara
menurun

Suplai O2 keotak
menurun
Ganguan komunikasi
verbal

Rsiko perfusi serebral


tidak evektif
J. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Dengan Garputala
Pada dewasa, pendengaran melalui hantaran udara dinilai dengan
menempatkan garputala yang telah digetarkan di dekat telinga sehingga suara
harus melewati udara agar sampai ke telinga.
Penurunan fungsi pendengaran atau ambang pendengaran subnormal bisa
menunjukkan adanya kelainan pada saluran telinga, telinga tengah, telinga dalam,
sarat pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak.
Pada dewasa, pendengaran melalui hantaran tulang dinilai dengan
menempatkan ujung pegangan garputala yang telah digetarkan pada prosesus
mastoideus (tulang yang menonjol di belakang telinga).
Getaran akan diteruskan ke seluruh tulang tengkorak, termasuk tulang koklea
di telinga dalam. Koklea mengandung sel-sel rambut yang merubah getaran
menjadi gelombang saraf, yang selanjutnya akan berjalan di sepanjang saraf
pendengaran.
Pemeriksaan ini hanya menilai telinga dalam, saraf pendengaran dan jalur
saraf pendengaran di otak. Jika pendengaran melalui hantaran udara menurun,
tetapi pendengaran melalui hantaran tulang normal, dikatakan terjadi tuli
konduktif.
Jika pendengaran melalui hantaran udara dan tulang menurun, maka terjadi
tuli sensorineural. Kadang pada seorang penderita, tuli konduktif dan
sensorineural terjadi secara bersamaan.
2. Audiometri
Audiometri dapat mengukur penurunan fungsi pendengaran secara tepat,
yaitu dengan menggunakan suatu alat elektronik (audiometer) yang menghasilkan
suara dengan ketinggian dan volume tertentu.
Ambang pendengaran untuk serangkaian nada ditentukan dengan mengurangi
volume dari setiap nada sehingga penderita tidak lagi dapat mendengarnya.
Telinga kiri dan telinga kanan diperiksa secara terpisah.
Untuk mengukur pendengaran melalui hantaran udara digunakan earphone,
sedangkan untuk mengukur pendengaran melalui hantaran tulang digunakan
sebuah alat yang digetarkan, yang kemudian diletakkan pada prosesus mastoideus.

3. Audimetri Ambang Bicara


Audiometri ambang bicara mengukur seberapa keras suara harus diucapkan
supaya bisa dimengerti.
Kepada penderita diperdengarkan kata-kata yang terdiri dari 2 suku kata
yang memiliki aksentuasi yang sama, pada volume tertentu.
Dilakukan perekaman terhadap volume dimana penderita dapat mengulang
separuh kata-kata yang diucapkan dengan benar.

4. Diskriminasi
Dengan diskriminasi dilakukan penilaian terhadap kemampuan untuk
membedakan kata-kata yang bunyinya hampir sama. Digunakan kata-kata yang
terdiri dari 1 suku kata, yang bunyinya hampir sama.
Pada tuli konduktif, nilai diskriminasi (persentasi kata-kata yang diulang
dengan benar) biasanya berada dalam batas normal. Pada tuli sensori, nilai
diskriminasi berada di bawah normal. Pada tuli neural, nilai diskriminasi berada
jauh di bawah normal.

5. Timpanometri
Timpanometri merupakan sejenis audiometri, yang mengukur impedansi
(tahanan terhadap tekanan) pada telinga tengah. Timpanometri digunakan untuk
membantu menentukan penyebab dari tuli konduktif.
Prosedur in tidak memerlukan partisipasi aktif dari penderita dan biasanya
digunakan pada anak-anak. Timpanometer terdiri dari sebuah mikrofon dan
sebuah sumber suara yang terus menerus menghasilkan suara dan dipasang di
saluran telinga.
Dengan alat ini bisa diketahui berapa banyak suara yang melalui telinga
tengah dan berapa banyak suara yang dipantulkan kembali sebagai perubahan
tekanan di saluran telinga.
Hasil pemeriksaan menunjukkan apakah masalahnya berupa:
 penyumbatan tuba eustakius (saluran yang menghubungkan telinga
tengah dengan hidung bagian belakang)
 cairan di dalam telinga tengah
 kelainan pada rantai ketiga tulang pendengaran yang menghantarkan
suara melalui telinga tengah.
Timpanometri juga bisa menunjukkan adanya perubahan pada kontraksi
otot stapedius, yang melekat pada tulang stapes (salah satu tulang pendengaran di
telinga tengah).
Dalam keadaan normal, otot ini memberikan respon terhadap suara-suara yang
keras/gaduh (refleks akustik) sehingga mengurangi penghantaran suara dan
melindungi telinga tengah.
Jika terjadi penurunan fungsi pendengaran neural, maka refleks akustik akan
berubah atau menjadi lambat. Dengan refleks yang lambat, otot stapedius tidak
dapat tetap berkontraksi selama telinga menerima suara yang gaduh.
6. Respon Auditoris Batang Otak
Pemeriksaan ini mengukur gelombang saraf di otak yang timbul akibat
rangsangan pada saraf pendengaran. Respon auditoris batang otak juga dapat
digunakan untuk memantau fungsi otak tertentu pada penderita koma atau
penderita yang menjalani pembedahan otak.
7. Elektrokokleografi
Elektrokokleografi digunakan untuk mengukur aktivitas koklea dan saraf
pendengaran. Kadang pemeriksaan ini bisa membantu menentukan penyebab dari
penurunan fungsi pendengaran sensorineural. Elektrokokleografi dan respon
auditoris batang otak bisa digunakan untuk menilai pendengaran pada penderita
yang tidak dapat atau tidak mau memberikan respon bawah sadar terhadap suara.
Misalnya untuk mengetahui ketulian pada anak-anak dan bayi atau untuk
memeriksa hipakusis psikogenik (orang yang berpura-pura tuli).
Beberapa pemeriskaan pendengaran bisa mengetahui adanya kelainan pada
daerah yang mengolah pendengaran di otak. Pemeriksaan tersebut mengukur
kemampuan untuk:
 mengartikan dan memahami percakapan yang dikacaukan
 memahami pesan yang disampaikan ke telinga kiri menerima pesan
yang laintelinga kanan pada saa
 menggabungkan pesan yang tidak lengkap telinga menjadi pesan yang
bermaknayang disampaikan pada kedua
 menentukan sumber suara pada saat suara telinga pada waktu yang
bersamaan.diperdengarkan di kedua
Jalur saraf dari setiap telinga menyilang ke sisi otak yang berlawanan,
karena itu kelainan pada otak kanan akan mempengaruhi pendengaran pada
telinga kiri.
Kelainan pada batang otak bisa mempengaruhi kemampuan dalam
menggabungkan pesan yang tidak lengkap menjadi pesan yang bermakna dan
dalam menentukan sumber suara.

K. Pengobatan
Pengobatan untuk penurunan fungsi pendengaran tergantung kepada
penyebabnya. Jika penurunan fungsi pendengaran konduktif disebabkan oleh
adanya cairan di telinga tengah atau kotoran di saluran telinga, maka dilakukan
pembuangan cairan dan kotoran tersebut.  Jika penyebabnya tidak dapat diatasi,
maka digunakan alat bantu dengar atau kadang dilakukan pencangkokan koklea.

L. Alat Bantu Dengar


Alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang dioperasikan dengan
batere, yang berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga komunikasi bisa
berjalan dengan lancar.
Alat bantu dengar terdiri dari:
 Sebuah mikrofon untuk menangkap suara
 Sebuah amplifier untuk meningkatkan volume suara
 Sebuah speaker utnuk menghantarkan suara yang volumenya telah
dinaikkan.
Berdasarkan hasil tes fungsi pendengaran, seorang audiologis bisa
menentukan apakah penderita sudah memerlukan alat bantu dengar atau belum
(audiologis adalah seorang profesional kesehatan yang ahli dalam mengenali dan
menentukan beratnya gangguan fungsi pendengaran).

Alat bantu dengar sangat membantu proses pendengaran dan pemahaman


percakapan pada penderita penurunan fungsi pendengaran sensorineural. Dalam
menentukan suatu alat bantu dengar, seorang audiologis biasanya akan
mempertimbangkan hal-hal berikut:
 kemampuan mendengar penderita
 aktivitas di rumah maupun di tempat bekerja
 keterbatasan fisik
 keadaan medis
 penampilan
 harga.

a Alat Bantu Dengar Hantaran Udara


Alat ini paling banyak digunakan, biasanya dipasang di dalam saluran
telinga dengan sebuah penutup kedap udara atau sebuah selang kecil yang
terbuka.
b Alat Bantu Dengar Yang Dipasang Di Badan
Digunakan pada penderita tuli dan merupakan alat bantu dengar yang
paling kuat. Alat ini disimpan dalam saku kemeja atau celana dan
dihubungkan dengan sebuah kabel ke alat yang dipasang di saluran telinga.
Alat ini seringkali dipakai oleh bayi dan anak-anak karena pemakaiannya
lebih mudah dan tidak mudah rusak.
c Alat Bantu Dengar Yang Dipasang Di Belakang Telinga.
Digunakan untuk penderita gangguan fungsi pendengaran sedang sampai
berat. Alat ini dipasang di belakang telinga dan relatif tidak terlihat oleh
orang lain.
d CROS (contralateral routing of signals).
Alat ini digunakan oleh penderita yang hanya mengalami gangguan fungsi
pendengaran pada salah satu telinganya.
Mikrofon dipasang pada telinga yang tidak berfungsi dan suaranya
diarahkan kepada telinga yang berfungsi melalui sebuah kabel atau sebuah
transmiter radio berukuran mini. Dengan alat ini, penderita dapat
mendengarkan suara dari sisi telinga yang tidak berfungsi.

e BICROS (bilateral CROS)


Jika telinga yang masih berfungsi juga mengalami penuruna fungsi
pendengaran yang ringan, maka suara dari kedua telinga bisa diperkeras
dengan alat ini.
f Alat Bantu Dengar Hantaran Tulang
Alat ini digunakan oleh penderita yang tidak dapat memakai alat bantu
dengar hantaran udara, misalnya penderita yang terlahir tanpa saluran
telinga atau jika dari telinganya keluar cairan (otore).
Alat ini dipasang di kepala, biasanya di belakang telinga dengan bantuan
sebuah pita elastis. Suara dihantarkan melalui tulang tengkorak ke telinga
dalam.
Beberapa alat bantu dengar hantaran tulang bisa ditanamkan pada tulang di
belakang telinga.
M. Pencangkokan Koklea
Pencangkokan koklea (implan koklea) dilakukan pada penderita tuli berat
yang tidak dapat mendengar meskipun telah menggunakan alat bantu dengar.
Alat ini dicangkokkan di bawah kulit di belakang telinga dan terdiri dari 4
bagian:
 Sebuah mikrofon untuk menangkap suara dari sekitar
 Sebuah prosesor percakapan yang berfungsi memilih dan mengubah
suara yang tertangkap oleh mikrofon
 Sebuah transmiter dan stimulator/penerima yang berfungsi menerima
sinyal dari prosesor percakapan dan merubahnya menjadi gelombang
listrik
 Elektroda, berfungsi mengumpulkan gelombang dari stimulator dan
mengirimnya ke otak.
Suatu implan tidak mengembalikan ataupun menciptakan fungsi
pendengaran yang normal, tetapi bisa memberikan pemahaman auditoris kepada
penderita tuli dan membantu mereka dalam memahami percakapan.

Implan koklea sangat berbeda dengan alat bantu dengar.


Alat bantu dengar berfungsi memperkeras suara. Implan koklea
menggantikan fungsi dari bagian telinga dalam yang mengalami kerusakan.
Jika fungsi pendengaran normal, gelombang suara diubah menjadi gelombang
listrik oleh telinga dalam. Gelombang listrik ini lalu dikirim ke otak dan kita
menerimanya sebagai suara.
Implan koklea bekerja dengan cara yang sama. Secara elektronik, implan koklea
menemukan bunyi yang berarti dan kemudian mengirimnya ke otak
N. Penatalaksanaan
Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Pendengaran Lansia.
a Bersihkan telinga, pertahankan komunikasi.
b Berbicara pada telinga yang masih baik dengan suara yang tidak terlalu
keras.
c Berbicara secara perlahan-lahan, jelas, dan tidak terlalu panjang.
d Beri kesempatan klien untuk menjawab pertanyaan.
e Gunakan sikap dan gerakan atau objek untuk memudahkan persepsi klien.
f Beri sentuhan untuk menarik perhatian sebelum memulai pembicaraan.
g Beri motivasi dan reinforcement.
h Kolaborasi untuk menggunakan alat bantu pendengaran.
i Lakukan pemeriksaan secara berkala.
DAFTAR PUSTAKA

Roach sally. Introduktory gerontological Nursing. 2001. Lippinctt: New Yor

Syaifuddin, Anatomi fisisologi. 1997. EGC. Jakarta

Petunjuk praktikum fisiologi I. Tim pengajar fisiologi. 2005. Stikes Aisyiyah


Yogyakarta,

wahyudi, Nugroho, Keperawatan Gerontik. 2000. EGC : Jakarta.


Pengkajian Gerontik dalam individu

Hari/ Tanggal: Rabu/24 Pukul: 02:15 Oleh: Camilo Belo Cabral

1. IDENTITAS DIRI KLIEN

a. Identitas Diri Klien

Nama : Ny R

Umur/Jenis Kelamin : 72 Th/ perempuan

Status Perkawinan : kawin

Agama : Islam

Suku : Jawa

Pendidikan : SD

b.Penanggung Jawab

Nama :

Umur/Jenis Kelamin :

Alamat :

Pendidikan :

Pekerjaan :

2. RIWAYAT USIA LANJUT

Pekerjaan : ART

Masuk Panti : Ny R mengatakan masuk panti lansia

karena tidak ada keluarga yang mengurusnya

Jumlah dan keluarga yang masih ada : 2 orang


3.RIWAYAT KESEHATAN

Keluhan utama yang rasakan saat ini :

Klien sulit menerima informasi secara verbal px hanya dapat mmenerima


informasi lewat baca dan tulis.

Riwayat penyakit yang pernah diderita :

Ny R memiliki riwayat hipertensi kurang lebih 5 tahun yang lalu

Riwayat penggunaan obat-obatan untuk mengurangi keluhan :

Klien tidak pernah mengunakan obat-obatan untuk mengurangi keluhannya.


Riwayat pemanfaatan pelayanan kesehatan :

Ny R mengatakan tidak pernah memeriksakan diri di pelayanan kesehatan, di


panti hanya di ajarkan senam.

Riwayat merokok/minum-minuman keras :

Ny R mengatakan tidak ada riwayat merokok dan miras

4. Fisiologis

a Fungsi respirasi dan kardiovaskuler


1) TTV : S: 36,5 N: 85 x/menit RR: 17 x/menit T: 150/90 mgdl
2) Pengkajian Thorak
 Bentuk dada :normal /pigeon chest (toraks dada burung) / barrel chest
/ flail chest /
pectus excavatum / kifoskoliosis toraks
 Nyeri tekan pada dada : Ya Tidak
 Perkusi :
Datar / pekak / resonan / hiperesonan / timpani
 Auskultasi :
Suara nafas : Vesikuler Bronkovesikuler
Lain-lain.
Suara nafas tambahan : Ronchi Wessing
Rhales lain-lain. Normal
Suara jantung tambahan: Normal

b Nutrisi
1) Kebiasaan makan dan minum:
Jumlah makan : 2 x/hari
Porsi makan : Habis
Jenis Makanan: Pagi Nasi dan sayur siang nasi sayur dan lauk
Jumlah minum: 600 cc/hari
Jenis minuman : Teh dan Air putih
2) BB : 30 Kg TB : 157 Cm IMT : 19 Normal
3) Luka bekas operasi : Tidak ada Ada, Letak
di...................................
4) Bising usus : 12 x/menit Bising Aorta : Ada Tidak ada
5) Perkusi Abdomen: Tympani Hipertympani
6) Nyeri tekan : Tidak ada Ada, letak di.................................
7) Massa : Tidak ada Ada, Letak di...............................
8) Pembesaran Hepar : Tidak ada Ada:......................cm
c Eliminasi
BAK : 3 x/hari, warna Kuning bening, Jumlah banyak /hari
Lain-lain: (Ex: dapatkah lansia tersebut mengontrol BAK ?) dapat mengontrol
BAK sendiri.
BAB: 2 x/hari, Warna Kuning bening Konsistensi Padat
Lain-
lain:......................................................................................................................
....
d Aktivitas dan Istirahat
1) Kekuatan otot : 5 5
5 5
2) Kebiasaan Istirahat :
Tidur siang 3 jam, Tidur malam 08 jam
Insomnia : Ya Tidak
Barthel Indeks :

No Item yang dinilai Dibantu Mandiri

1 Makan 5 10

2 Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur 5-10 15


dan kembali (termasuk duduk di tempat
tidur)

3 Personal higine (cuci muka, menyisir, 0 5


bercukur jenggot, gosok gigi)

4 Naik turun kloset (melepas/memakai 5 10


pakaian saat BAB/BAK, menyiram WC)
5 Mandi 0 5

6 Berjalan di permukaan datar atau 10 15

Menggayuh kursi roda sendiri 0 5

7 Naik dan turun tangga 5 10

8 Berpakaian (termasuk menalikan sepatu, 5 10


menutup resleting)

9 Mengontrol anus 5 10

10 Mengontrol kandung kemih 5 10

Score 100

Penilaian barthel indeks menurut Granger :

0-2 : Dependen total


21-40 : Dependent berat
41-60 : Dependent Sedang
61-90 : Dependent Ringan
91-100 : Mandiri

e Integumen
1) Elastisitas kulit : Normal Menurun
2) Warna rambut : Hitam Putih Lain-lain
3) Sebaran rambut: Tipis Botak Rata
4) Kuku: Bersih Kotor
Tebal: Ya Tidak, Keras: Ya Tidak
5) Lain-
lain..................................................................................................................
..................
f Fungsi Neurologis
1) Pendengaran : Normal Berkurang
2) Penglihatan : Normal Berkurang
3) Status kognitif :
SPMSQ (Short Portable Mental Status Questionnair)

Score No Pertanyaan Jawaban

+ -

- 1 Tanggal berapa hari ini? Tidak tauh

+ 2 Hari apa sekarang? (hari, tanggal dan tahun) Kamis

+ 3 Apa nama tempat ini? Panti lansia

- 4 Berapa nomor telepon anda? Tidak ada

+ 4. Dimana alamat anda? (ditanyakan pada Tlumpu


klien yang tidak mempunyai telepone)

+ 5 Berapa usia anda? 72 th

- 6 Kapan anda lahir? Tidak tauh

+ 7 Siapa presiden Indonesia saat ini? Jokowi

- 8 Siapa nama presiden sebelumnya? Abdulrahman

+ 9 Siapa nama kecil ibu anda? Ngatinem

+ 10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 20 -3 = 17


dari setiap angka baru, semua secara 17-3 = 14
menurun

Jumlah total 4

Penilaian:
Kesalahan 0-2 : Fungsi intelektual utuh
Kesalahan 3-4 : Fungsi intelektual ringan
Kesalahan 5-7 : Fungsi intelektual sedang
Kesalahan 8-10 : Fungsi intelektual berat

g Fungsi endokrin
1) Pembesaran kelenjar tiroid : Ada Tidak ada
2) GDA: 114 mg/dl
5. Konsep Diri

a Harapan sebagai lansia : tetap ingin sehat dan mandiri dan tidak ingin
merepotkan keluarga.
b Penilaian Depresi berdasarkan Skala depresi Beck
Tidak depresi atau minimal Depresi ringan
Depresi sedang Depresi berat
6. Fungsi Peran

a Pekerjaan sebelumnya : Pernah jadi ART di surabaya


b Pekerjaan saat ini : Membantu bersih-bersih halaman
c Peran lansia saat ini : -
d Kebiasaan beribadah : px melaksanakan solat 5 waktu
e Sistem pundukung : Perawat dan relawan di panti Lansia Bendelonje
f Nilai dan keyakinan sebagai lansia : -

7. Interdependent
Apgar Keluarga

No Fungsi Uraian Score

1 Adaptasi Saya puas bahwa saya dapat kembali pada keluarga 1


(teman-teman) saya untuk membantu pada saat saya
sedang mengalami kesusahan

2 Hubungan Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya 2


membicarakan sesusatu dengan saya dan
mengungkapkan masalahnya dengan saya.

3 Pertumbuhan Saya puas bahwa keluarga (teman-teman) saya 1


menerima dan mendukung kenginan saya untuk
melakukan aktivitas atau kegiatan baru

4 Afeksi Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya 0


mengekspresikan afek dan berespon terhadap emosi
saya, seperti marah, sedih, atau mencintai.

5 Pemecahan Saya puas dengan teman-teman saya dan saya 2


menyediakan waktu bersama-sama

Penilaian: selalu (2), Kadang-kadang (1), Tidak pernah (0)


8. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG.
ANALISA DATA
N Data Etiologi Masalah
o
1. DS : Faktor usia Gangguan
komuniksi
degenerasi tulang- tulang verbal
pendegaran bagian dalam
DO :
- Ny R sulit menerima hilangnya sel sel rambut
informasi secara pada basal koklea
verbal
- Klien hanya dapat gangguan neuron koklea
mmenerima informasi
lewat baca dan tulis. fungsi pendengaran
- Menunjukan respon menurun
tidak sesuai
DS Gangguan sirkulasi Resiko perfusi
serebral tidak
suplai O2 ke otak evektif
menurun
DO Resiko perfusi serebral
- TD : 150/100 mmhg tidak evektif
- S : 36,5’c
- RR : 17/m
INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa
1. Gangguan komunikasi verbal
2. Intoleransi aktivitas

No SDKI SLKI SIKI

1 Gangguan Setelah dilakukan asuhan Promosi komunikasi : defisit


komunikasi verbal keperawatan 3x60 menit pendengaran
pertemuan tingkat proses Observasi
informasi membaik. - Periksa kemampuan pendengaran
- Identifikasi metode komunikasi
Kriteria hasil : yang di sukai pasien (mis, lisan,
- Memahami kalimat tulis, gerakan bibir, bahasa
membaik isyarat).
- Menyamaikan pesan Terapeutik
yang koheren membaik - Verefikasi apa yang dikatakan
- Menyampaikan verbal dan ditulis
yang koheren membaik - Fasilitasi pengunaan alat bantu
dengar
Edukasi
- Anjurkan menyampaikan pesan
dengan isyarat
2. Resiko perfusi Setelah dilakukan asuhan Observasi
serebral tidak keperawatan 3x60 menit
- Monitor tekanan darah.
evektif status sirkulasi membaik
- Monitor pernapasan dalam.
Kriteria hasil :
- Monitor suhu tubuh.
- Tekanan darah sistolik
mmbaik - Identifikasi penyebab perubahan
tanda vital
- Tekanan darah diastolik
mmbaik Terapeutik
- Atur interval pemantauan sesuai
kondisi pasien.
- Dokumentasikan hasil pemantauan.
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan.
Implementasi

No Diagnosa Implementasi Evaluasi

1 Gangguan 1. Memeriksa kemampuan S:


komunikasi pendengaran.
- Klien mengatakan
verbal b/d 2. Mengidentifikasi metode
lebih mudah
gangguan komunikasi yang di sukai
berbicara dengan
pendengaran pasien (mengunakan stetoskop
mengunakan bantuan
dan alat tulis).
alat tulis
3. Memverifikasi apa yang
dikatakan dan ditulis. O:
4. Memfasilitasi pengunaan alat
- klien tampak lebih
bantu dengar.
mudah
5. Menganjurkan menyampaikan
berkomunikasi
pesan dengan isyarat.
dengan perawat.
A : Masalah teratasi
P : intervensi di hentikan

2 Resiko perfusi 1. Memonitor tekanan darah. S:


serebral tidak
2. Memonitor pernapasan dalam - Klien mengatakan
evektif d/d
merasa tidak sesak
hipertensi 3. Memonitor suhu tubuh.
napas setelah
4. Mengidentifikasi. beraktivitas

5. Mengatur interval pemantauan O:


sesuai kondisi pasien.
- Klien terlihat lebih
6. Mendokumentasikan hasil nyaman dalam
pemantauan. beraktivitas.

7. Menjelaskan tujuan dan A : Masalah teratasi


prosedur pemantauan.
P : intervensi dihentikan

Anda mungkin juga menyukai