GANGGUAN PENDENGARAN
Mengetahui,
A. Pengertian Lansia
Masa tua (lansia) dimulai setelah pensiun, biasanya antara 65-75 tahun (Potter
& Perry, 2005).
Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan
fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai
mana di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai
kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah,
seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu
usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu
telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba
menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004) dalam
Psychologymania, 2013).
Penuaan adalah suatu proses yang alamiah yang tidak dapat dihindari,
berjalan secara terus-manerus, dan berkesinambungan (Depkes RI, 2001).
Menurut Keliat (1999) dalam Maryam (2008), Usia lanjut dikatakan sebagai tahap
akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia sedangkan menurut pasal 1
ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998 Tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia
lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam,
2008). Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang
dapat diramalkan dan terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia
tahap perkembangan kronologis tertentu (Stanley, 2006).
Batasan Lansia
B. Batasan lansia
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia WHO dalam Psychologymania, 2013
batasan lanjut usia meliputi :
1. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59
tahun.
2. Lanjut usia (elderly) antara 60 74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) antara 75 90 tahun
4. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun
Menurut UU No. 4 tahun 1965 pasal 1 seorang dapat dinyatakan sebagai seorang
jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak
mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya
sehari-hari dan menerima nafkah dari oarng lain. UU No. 13 tahun 1998 entang
kesejahteraan lansia bahwa adalah yang mencapai usia 60 tahun ke atas.
1. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia.
a. Pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia Resiko Tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan (Depkes RI, 2003).
d. Lansia Potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI,
2003).
e. Lansia Tidak Potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari
nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain
(Depkes RI, 2003).
2. Karakteristik Lansia
Menurut Keliat (1999) dalam Maryam (2008), lansia memiliki
karakteristik sebagai berikut:
a Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 Ayat (2) UU No.
13 tentang kesehatan).
b Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai
sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi
adaftif hingga kondisi maladaptif.
c Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi (Maryam, 2008).
3. Tipe Lansia
Di zaman sekarang (zaman pembangunan), banyak ditemukan bermacam-
macam tipe usia lanjut. Yang menonjol antara lain:
a. Tipe arif bijaksana
Lanjut usia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri
dengan perubahan zaman, mempunyai diri dengan perubahan zaman,
mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan
kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan,
serta memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang
proses penuaan, yang menyebabkan kehilangan kecantikan,
kehilangan daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman
yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut,
sulit dilayani dan pengkritik.
d. Tipe pasrah
Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik,
mempunyai konsep habis (habis gelap datang terang), mengikuti
kegiatan beribadat, ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.
e. Tipe bingung
Lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri,
merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh (Nugroho, 2008).
C. Perubahan perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
a. Perubahan fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistim organ tubuh,
diantaranya sistim pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler,
sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastro intestinal, genito
urinaria, endokrin dan integumen.
b. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
a) Pertama-tama perubahan fisik, khsusnya organ perasa.
b) Kesehatan umum
c) Tingkat pendidikan
d) Keturunan (hereditas)
e) Lingkungan
f) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
g) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
h) Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan teman
dan famili.
i) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri.
c. Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya
(Maslow, 1970). Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya , hal
ini terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan
Zentner, 1970)
E. Penyebab
H. Anatomi Fisiologi
Faktor usia
Degenerasi tulang tulang
pendengaran bagian dalam
Fungsi pendengaran
menurun
Suplai O2 keotak
menurun
Ganguan komunikasi
verbal
4. Diskriminasi
Dengan diskriminasi dilakukan penilaian terhadap kemampuan untuk
membedakan kata-kata yang bunyinya hampir sama. Digunakan kata-kata yang
terdiri dari 1 suku kata, yang bunyinya hampir sama.
Pada tuli konduktif, nilai diskriminasi (persentasi kata-kata yang diulang
dengan benar) biasanya berada dalam batas normal. Pada tuli sensori, nilai
diskriminasi berada di bawah normal. Pada tuli neural, nilai diskriminasi berada
jauh di bawah normal.
5. Timpanometri
Timpanometri merupakan sejenis audiometri, yang mengukur impedansi
(tahanan terhadap tekanan) pada telinga tengah. Timpanometri digunakan untuk
membantu menentukan penyebab dari tuli konduktif.
Prosedur in tidak memerlukan partisipasi aktif dari penderita dan biasanya
digunakan pada anak-anak. Timpanometer terdiri dari sebuah mikrofon dan
sebuah sumber suara yang terus menerus menghasilkan suara dan dipasang di
saluran telinga.
Dengan alat ini bisa diketahui berapa banyak suara yang melalui telinga
tengah dan berapa banyak suara yang dipantulkan kembali sebagai perubahan
tekanan di saluran telinga.
Hasil pemeriksaan menunjukkan apakah masalahnya berupa:
penyumbatan tuba eustakius (saluran yang menghubungkan telinga
tengah dengan hidung bagian belakang)
cairan di dalam telinga tengah
kelainan pada rantai ketiga tulang pendengaran yang menghantarkan
suara melalui telinga tengah.
Timpanometri juga bisa menunjukkan adanya perubahan pada kontraksi
otot stapedius, yang melekat pada tulang stapes (salah satu tulang pendengaran di
telinga tengah).
Dalam keadaan normal, otot ini memberikan respon terhadap suara-suara yang
keras/gaduh (refleks akustik) sehingga mengurangi penghantaran suara dan
melindungi telinga tengah.
Jika terjadi penurunan fungsi pendengaran neural, maka refleks akustik akan
berubah atau menjadi lambat. Dengan refleks yang lambat, otot stapedius tidak
dapat tetap berkontraksi selama telinga menerima suara yang gaduh.
6. Respon Auditoris Batang Otak
Pemeriksaan ini mengukur gelombang saraf di otak yang timbul akibat
rangsangan pada saraf pendengaran. Respon auditoris batang otak juga dapat
digunakan untuk memantau fungsi otak tertentu pada penderita koma atau
penderita yang menjalani pembedahan otak.
7. Elektrokokleografi
Elektrokokleografi digunakan untuk mengukur aktivitas koklea dan saraf
pendengaran. Kadang pemeriksaan ini bisa membantu menentukan penyebab dari
penurunan fungsi pendengaran sensorineural. Elektrokokleografi dan respon
auditoris batang otak bisa digunakan untuk menilai pendengaran pada penderita
yang tidak dapat atau tidak mau memberikan respon bawah sadar terhadap suara.
Misalnya untuk mengetahui ketulian pada anak-anak dan bayi atau untuk
memeriksa hipakusis psikogenik (orang yang berpura-pura tuli).
Beberapa pemeriskaan pendengaran bisa mengetahui adanya kelainan pada
daerah yang mengolah pendengaran di otak. Pemeriksaan tersebut mengukur
kemampuan untuk:
mengartikan dan memahami percakapan yang dikacaukan
memahami pesan yang disampaikan ke telinga kiri menerima pesan
yang laintelinga kanan pada saa
menggabungkan pesan yang tidak lengkap telinga menjadi pesan yang
bermaknayang disampaikan pada kedua
menentukan sumber suara pada saat suara telinga pada waktu yang
bersamaan.diperdengarkan di kedua
Jalur saraf dari setiap telinga menyilang ke sisi otak yang berlawanan,
karena itu kelainan pada otak kanan akan mempengaruhi pendengaran pada
telinga kiri.
Kelainan pada batang otak bisa mempengaruhi kemampuan dalam
menggabungkan pesan yang tidak lengkap menjadi pesan yang bermakna dan
dalam menentukan sumber suara.
K. Pengobatan
Pengobatan untuk penurunan fungsi pendengaran tergantung kepada
penyebabnya. Jika penurunan fungsi pendengaran konduktif disebabkan oleh
adanya cairan di telinga tengah atau kotoran di saluran telinga, maka dilakukan
pembuangan cairan dan kotoran tersebut. Jika penyebabnya tidak dapat diatasi,
maka digunakan alat bantu dengar atau kadang dilakukan pencangkokan koklea.
Nama : Ny R
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SD
b.Penanggung Jawab
Nama :
Umur/Jenis Kelamin :
Alamat :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Pekerjaan : ART
4. Fisiologis
b Nutrisi
1) Kebiasaan makan dan minum:
Jumlah makan : 2 x/hari
Porsi makan : Habis
Jenis Makanan: Pagi Nasi dan sayur siang nasi sayur dan lauk
Jumlah minum: 600 cc/hari
Jenis minuman : Teh dan Air putih
2) BB : 30 Kg TB : 157 Cm IMT : 19 Normal
3) Luka bekas operasi : Tidak ada Ada, Letak
di...................................
4) Bising usus : 12 x/menit Bising Aorta : Ada Tidak ada
5) Perkusi Abdomen: Tympani Hipertympani
6) Nyeri tekan : Tidak ada Ada, letak di.................................
7) Massa : Tidak ada Ada, Letak di...............................
8) Pembesaran Hepar : Tidak ada Ada:......................cm
c Eliminasi
BAK : 3 x/hari, warna Kuning bening, Jumlah banyak /hari
Lain-lain: (Ex: dapatkah lansia tersebut mengontrol BAK ?) dapat mengontrol
BAK sendiri.
BAB: 2 x/hari, Warna Kuning bening Konsistensi Padat
Lain-
lain:......................................................................................................................
....
d Aktivitas dan Istirahat
1) Kekuatan otot : 5 5
5 5
2) Kebiasaan Istirahat :
Tidur siang 3 jam, Tidur malam 08 jam
Insomnia : Ya Tidak
Barthel Indeks :
1 Makan 5 10
9 Mengontrol anus 5 10
Score 100
e Integumen
1) Elastisitas kulit : Normal Menurun
2) Warna rambut : Hitam Putih Lain-lain
3) Sebaran rambut: Tipis Botak Rata
4) Kuku: Bersih Kotor
Tebal: Ya Tidak, Keras: Ya Tidak
5) Lain-
lain..................................................................................................................
..................
f Fungsi Neurologis
1) Pendengaran : Normal Berkurang
2) Penglihatan : Normal Berkurang
3) Status kognitif :
SPMSQ (Short Portable Mental Status Questionnair)
+ -
Jumlah total 4
Penilaian:
Kesalahan 0-2 : Fungsi intelektual utuh
Kesalahan 3-4 : Fungsi intelektual ringan
Kesalahan 5-7 : Fungsi intelektual sedang
Kesalahan 8-10 : Fungsi intelektual berat
g Fungsi endokrin
1) Pembesaran kelenjar tiroid : Ada Tidak ada
2) GDA: 114 mg/dl
5. Konsep Diri
a Harapan sebagai lansia : tetap ingin sehat dan mandiri dan tidak ingin
merepotkan keluarga.
b Penilaian Depresi berdasarkan Skala depresi Beck
Tidak depresi atau minimal Depresi ringan
Depresi sedang Depresi berat
6. Fungsi Peran
7. Interdependent
Apgar Keluarga