Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1


TENTANG “ABSES PARU”

DISUSUN OLEH :
1. ADINDA MOUDY AGASSIMEVIA (1711012)
2. AURIZAL AHMAD AZIZ (1711009)
3. CAMILO BELO CABRAL (1711013)
4. HERLINA BINTI MAHMUDAH (1711017)
5. LILY INDRAYANI (1711015)

PENDIDIKAN NERS SEMESTER III REGULER


STIKES PATRIA HUSADA BLITAR
TAHUN AJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini
dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi
pembaca dalam pendidikan.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah kami masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.

Blitar, 28 September 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................1
1.3 Tujuan......................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................3
2.1 Definisi.....................................................................................................................3
2.2 Etiologi.....................................................................................................................3
2.3 Manifestasi Klinis....................................................................................................4
2.4 Patofisiologi.............................................................................................................5
2.5 Pemeriksaan Diagnostik...........................................................................................8
2.6 Penatalaksanaan.......................................................................................................9
2.7 Komplikasi.............................................................................................................10
2.8 Konsep Asuhan Keperawatan.................................................................................11
2.8.1 Pengkajian......................................................................................................11
2.8.2 Pemeriksaan Fisik Head To Toe.....................................................................13
2.8.3 Diagnosa.........................................................................................................18
2.8.4 Evaluasi..........................................................................................................20
BAB III APLIKASI KASUS SEMU.....................................................................................21
3.1 Pengkajian..............................................................................................................21
3.2 Analis data..............................................................................................................24
3.3 Diagnosa keperawatan............................................................................................26
BAB IV PENUTUP...............................................................................................................30
4.1 Kesimpulan............................................................................................................30
4.2 Saran......................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................31

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Organ penting merupakan salah satu organ vital bagi kehidupan


manusia. Khususnya berfungsi pada sistem pernapasan manusia. Bertugas
sebagai tempat pertukaran oksigen yang dibutuhkan manusia dan
mengeluarkan karbondioksida yang merupakan hasil sisa proses pernapasan
yang harus dikeluarkan dari tubuh, sehingga kebutuhan tubuh akan oksigen
tetap terpenuhi. Udara sangat penting bagi manusia, tidak menhirup oksigen
selama beberapa menit dapat menyebabkan kematian. Itulah peranan penting
paru-paru. Organ yang terletak di bawah tulang rusuk ini memang mempunyai
tugas yang berat, belum lagi semakin tercemarnya udara yang kita hirup serta
berbagai bibit penyakit yang berkeliaran di udara. Ini semua dapat
menimbulkan berbagai penyakit paru-paru.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa konsep dasar abses paru?


2. Apa pengertian abses paru ?
3. Apa klasifikasi abses paru?
4. Apa etologi abses paru?
5. Bagaimana patofisiologi dari abses paru?
6. Apa manifestasi klinis dari abses paru?
7. Apa komplikasi dari abses paru?
8. Apa pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dilakukan pada pasien abses
paru?
9. Bagaimana penatalaksanaan dari abses paru?
10. Bagaimana cara mencegah terjadinya abses paru?

1
11. Asuhan keperawatan yang bagaimana yang diberikan kepada pasien abses
paru?

1.3 Tujuan

1. Meningkatkan pengetahuan dan wawasan tentang konsep dasar penyakit


Abses Paru.
2. Meningkatkan pengetahuan mengenai etiologi, patofisiologi, manifestasi
klinis, komplikasi, pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan yang
harus dilakukan pada penderita Abses Paru.
3. Memberikan gambaran asuhan keperawatan secara teoritis kepada klien
yang menderita Abses Paru

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Abses paru adalah lesi nekrotikan setempat pada parenkim paru yang
mengandung bahan purulen lesi mengalami kolaps dan membentuk ruang.
Kebanyakan abses paru terjadi karena bahan teraspirasidari hidung atau
mulut. Abses juga terjadi sekunder terhadap obstruuksi m ekanik atau
fungsional bronki, termasuk tumor,benda asing, atau stenosis bronkial. Atau
terjadi akibat nekrotiasis pneumonia, tuberkulosis, embolisme paru, atau
trauma dada. Pasien yang  mengalami kerusakan refleks batuk dan tidak
mampu untuk menutup glotis, atau mereka yang mengalami kesulitan
mengunyah, beresiko terhadap aspirasi benda asing dan mengalami abses
paru. Pasien berisiko lainnya termasuk mereka yang mengalami perubahan
status kesadaran akibat anesthesia

2.2 Etiologi

Kebanyakan abses paru muncul sebbagai komplikasi dari pneumonia


aspirasi akibat bakteri anaerob di mulut. Penderita abses parubiasanya
memiliki masalah periodontal (jaringan di sekitar gigi). Sejumlah bakteri yang
berasala dari celah gusi sampai kesaluran pernafasan bawah dan menimbulkan
infeksi. Tubuh memiliki sistem pertahanan terhadapa infeksi semacam ini,
sehingga infeksi hanya terjadi jika sistem pertahanan tubuh sedang menurun,
seperti yang ditemukan pada:

1. Seseorang yang berada dalam tidak sadar atau sangat mengantuk karena
pengaruh obat penenang, obat bius, atau pengggunaaan alkohol.
2. Penderita penyakit sistem syaraf. Jika bakterio tersebut tidak dapat
dimusnahkan oleh mekanisme peertahanan tubuh, maka akan terjadi
pneumonia aspirasi dan dalam waktu 7-14 hr kemudian berkembang

3
menjadi nekrosis (kematian jaringan) yang berakhir dengan pembentukan
abses.
3. Mekanisme pembentukan abses paru lainnya adalah bakteremia atau
endokarditis katup trikuspidalis akibat emboli septik pada paru-paru. Pada
89% kasus, penyebabnya adalah bakteri anaerob. Yang paling sering
adalah peptostreptococcus, bacteroides, fusobacterium dan microaerob
hilic streptococcus organisme laiinnya yang tidak terlalu sering
menyebabkan abses paru adalah stphylococcus aureus, streptococcus
pyogenes, streptococcus pneumoniae, klebisella pneumoniae, haemopilus
influenza, spesies actinomyces dan nocardia, basil gram positif.
4. Penyebab non bakteri juga bisa menyebabka abses paru, diantaranya:
parasit (paragonis, entamoeba), jamur (aspergilus, histoplasma,
blastomyces, coccidioides.

2.3 Manifestasi Klinis

 Kelelahan
 hilang nafsu makan
 berat badan menurun
 berkeringat
 demam
 batuk berdahak, dahaknya bisa mengandung darah.

Dahak seringkali berbau busuk karena bakteri dari mulut atau tenggorokan
cenderung menghasilkan bau busuk. Ketika bernafas, penderita juga bisa
merasakan nyeri dada, terutama jika telah terjadi peradangan pada pleura.

Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan gejala pneumonia
pada umumnya yaitu:

1. Panas badan

4
Dijumpai berkisar 70% – 80% penderita abses paru. Kadang dijumpai
dengan temperatur > 400C.
2. Batuk, pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan rongga
abses dengan bronkus batuknya menjadi meningkat dengan bau busuk
yang khas (Foetor ex oroe)
3. Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oero dijumpai berkisar 40
– 75% penderita abses paru.
4. Nyeri yang dirasakan di dalam dada
5. Batuk darah
6. Gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan dan berat
badan.

Pada pemeriksaan dijumpai tanda-tanda proses konsolidasi seperti redup pada


perkusi, suara nafas yang meningkat, sering dijumpai adanya jari tabuh serta
takikardi.

2.4 Patofisiologi
Garry tahun 1993 mengemukakan terjadinya abses paru disebutkan sebagai berikut:

1. Merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada


penderita denganfaktor predisposisi. Bakteri mengadakan multiplikasi
dan merusak parenkim parudengan proses nekrosis. Bila berhubungan dengan
bronkus, maka terbentuklah air fluid level bakteria masuk kedalam parenkim
paru selain inhalasi bisa juga denganpenyebaran hematogen (septik
emboli) atau dengan perluasan langsung dariproses abses ditempat lain
misal abses hepar.
2. Kavitas yang mengalami infeksi. Pada beberapa penderita tuberkolosis
dengan kavitas, akibat inhalasi bakteri mengalami proses
peradangan supurasi. Pada penderita emphisema paru atau polikisrik paru
yang mengalami infeksi sekunder.

5
3. Obstruksi bronkus dapat menyebabkan pneumonia berlajut sampai proses
absesparu. Hal ini sering terjadi pada obstruksi karena kanker
bronkogenik. Gejala yangsama juga terlihat pada aspirasi benda asing
yang belum keluar. Kadang-kadang dijumpai juga pada obstruksi karena
pembesaran kelenjar limphe peribronkial.
4. Pembentukan kavitas pada kanker paru. Pertumbuhan massa kanker
bronkogenik yang cepat tidak diimbangi peningkatan suplai pembuluh
darah, sehingga terjadi likui fikasi nekrosis sentral. Bila terjadi infeksi
dapat terbentuk abses.

Sedangkan menurut Prof. dr. Hood Alsagaff (2006) adalah:

Bila terjadi aspirasi, kuman Klebsiela Pneumonia sebagai


k u m a n k o m e n s a l d i saluran pernafasan atas ikut masuk ke saluran
pernafasan bawah, akibat aspirasi berulang, aspirat tak dapat
dikeluarkan dan pertahanan saluran nafas menurun sehingga terjadi
keradangan. Proses keradangan dimulai dari bronki atau bronkiol, menyebar
ke parenchim paru yang kemudian dikelilingi jaringan granulasi. Perluasanke
pleura atau hubungan dengan bronkus sering terjadi, sehingga pus atau
jaringannekrotik dapat dikeluarkan. Drainase dan pengobatan yang
tidak memadai akan menyebabkan proses abses yang akut akan
berubah menjadi proses yang kronis atau menahun.

6
Pathway

Mikroorganisme bakteri aerob, Faktor predisposisi :


anaerob, fungi dan parasit  Usia
 Jenis kelamin
 Gaya hidup
Infeksi parenkhim paru

Proses awal inflamasi Proses nekrotik meluas


Hematogen
Abses otak /
Demam/hipertermi Abses paru menyebar ke
abses hati
daerah lain

Expansi paru Abses pecah berupa Perubahan membrane Tekanan pada


cairan sputum alveoli kapiler gaster

Eksudat/sputum
Kerangka pleura Anoreksia
PCO2 , PO2 dipsnoe mual, muntah
Obstruksi bronkhus
emplema
G3 Gangguan
Batuk produktif Pertukaran pemenuhan
Sputum keluar gas kebutuhan
menuju pleura
nutrisi

Inflamasi kelemahan hiperventilasi


pleura

Gesekan Bersihan G3
lapisan jalan Pleuritis intoleransi sianosis G2
paru nafas aktivitas pertukaran
(batuk) tidak o2
Nyeri dada
efektif Jari tubuh

Nyeri Gangguan
iritan
dada rasa
nyaman
nyeri
hemaptoe

7
2.5 Pemeriksaan Diagnostik

1. Radiologi : Pada fase permulaan, biasanya terlihat gambaran pneumonia


dan kemudian akan tampak daerah radiolusen dalam bayangan infiltrat
yang padat dengan batas permukaan udara cairan (air fluid level)
didalamnya yang menunjukkan adanya drainase yang tidak sempurna.
Tetapi bila tidak ada hubungan maka hanya dijumpai tanda-tanda
konsolidasi (opasitas).
2. Foto thorax : terdapat kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda
konsolidasi disekelilingnya. Kavitas ini bisa multipel atau tunggal dengan
ukuran f 2 – 20 cm. Gambaran ini sering dijumpai pada paru kanan lebih
dari paru kiri. Bila terdapat hubungan dengan bronkus maka didalam
kavitas terdapat Air fluid level. Tetapi bila tidak ada hubungan maka
hanya dijumpai tanda-tanda konsolidasi.
3. CT-Scan :  gambaran khas abses paru ialah berupa Lesi dens bundar
dengan kavitas berdinding tebal tidak teratur dan terletak di daerah
jaringan paru yang rusak. Tampak bronkus dan pembuluh darah paru
berakhir secara mendadak pada dinding abses, tidak tertekan atau
berpindah letak. Sisa-sisa pembuluh darah paru dan bronkhus yang berada
dalam abses dapat terlihat dengan CT-Scan, juga sisa-sisa jaringan paru
dapat ditemukan di dalam rongga abses. Lokalisasi abses paru umumnya
75% berada di lobus bawah paru kanan bawah.
4. Bronkoskopi : Fungsi Bronkoskopi selain diagnostik juga untuk
melakukan therapi drainase bila kavitas tidak berhubungan dengan
bronkus.
5. Laboratorium :  Pada pemeriksaan darah rutin. Ditentukan leukositosis,
meningkat lebih dari 12.000/mm3 bahkan pernah dilaporkan peningkatan
sampai dengan 32.700/mm3. Laju endap darah ditemukan meningkat > 58
mm / 1 jam.

8
6. Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram tahan asam dan KOH
merupakan pemeriksaan awal untuk menentukan pemilihan antibiotik
secara tepat.
7. Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan antibiotika merupakan cara
terbaik dalam menegakkan diagnosa klinis dan etiologis serta tujuan
therapi.
8. Pemeriksaan AGD menunjukkan penurunan angka tekanan O2 dalam
darah arteri.

2.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Abses paru harus berdasarkkan pemeriksaan


mikrobiologi dan data penyakit dasar penderita serta kondisi yang
mempengaruhi berat ringannya infeksi paru. Ada beberapa modalitas terapi
yang diberikan pada abses paru :

1. Medika Mentosa

Pada era sebelum antibiotika tingkat kematian mencapai 33% pada


era antibiotika maka tingkat kematian dan prognosa abses paru menjadi
lebih baik. Pilihan pertama antibiotika adalah golongan Penicillin pada
saat ini dijumpai peningkatan Abses paru yang disebabkan oleh kuman
anaerobs (lebih dari 35% kuman gram negatif anaerob). Maka bisa
dipikrkan untuk memilih kombinasi antibiotika antara golongan penicillin
G dengan clindamycin atau dengan Metronidazole, atau kombinasi
clindamycin dan Cefoxitin. Alternatif lain adalah
kombinasi Imipenem dengan B Lactamase inhibitase, pada penderita
dengan pneumonia nosokomial yang berkembang menjadi Abses paru.
Waktu pemberian antibiotika tergantung dari gejala klinis dan respon
radiologis penderita. Penderita diberikan terapi 2-3 minggu setelah bebas

9
gejala atau adanya resolusi kavitas, jadi diberikan antibiotika minimal 2-3
minggu.

2. Drainage

Drainase postural dan fisiotherapi dada 2-5 kali seminggu selama


15 menit diperlukan untuk mempercepat proses resolusi Abses paru. Pada
penderita Abses paru yang tidak berhubungan dengan bronkus maka perlu
dipertimbangkan drainase melalui bronkoskopi.

3. Bedah

Reseksi segmen paru yang nekrosis diperlukan bila:

a. Respon yang rendah terhadap therapi antibiotika.


b. Abses yang besar sehingga mengganggu proses ventilasi perfusi
c. Infeksi paru yang berulang
d. Adanya gangguan drainase karena obstruksi.

2.7 Komplikasi

1. Empiema
2. Abses otak
3. Atelektasis
4. Sepsis
5. Prognosis Beberapa factor yang memperbesar angka mortalitas pada abses
paru sebagai berikut:
a. Anemia dan hipoalbuminemia
b. Abses yang besar
c. Lesi obstruksi
d. Bakteri aerob
e. Immunocompromised

10
f. Usia tua
g. Gangguan intelegensia
h. Perawatan yang terlambat

2.8 Konsep Asuhan Keperawatan

2.8.1 Pengkajian

1. Identitas klien  Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin,


agama/suku, warga Negara, bahasa yang digunakan, penanggung
jawap meliputi : nama, alamat, hubungan dengan klien.
2. Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan  Kaji status
riwayat kesehatan yang pernah dialami klien, apa upaya dan
dimana kliwen mendapat pertolongan kesehatan, lalu apa saja yang
membuat status kesehatan klien menurun.
3. Pola nutris metabolic  Tanyakan kepada klien tentang jenis,
frekuensi, dan jumlah klien makan dan minnum klien dalam
sehari. Kaji selera makan berlebihan atau berkurang, kaji adanya
mual muntah ataupun adanyaterapi intravena, penggunaan selang
enteric, timbang juga berat badan, ukur tinggi badan, lingkaran
lengan atas serta hitung berat badan ideal klien untuk memperoleh
gambaran status nutrisi.
4. Pola eliminasi  Kaji terhadap rekuensi, karakteristik,
kesulitan/masalah dan juga pemakaian alat bantu seperti folly
kateter, ukur juga intake dan output setiap sift.Eliminasi proses,
kaji terhadap frekuensi, karakteristik, kesulitan atau masalah
defekasi dan juga pemakaian alat bantu/intervensi dalam Bab.
5. Pola aktivitas dan latihan  Kaji kemampuan beraktivitas baik
sebelum sakit atau keadaan sekarang dan juga penggunaan alat
bantu seperti tongkat, kursi roda dan lain-lain. Tanyakan kepada

11
klien tentang penggunaan waktu senggang. Adakah keluhanpada
pernapasan, jantung seperti berdebar, nyeri dada, badan lemah.
6. Pola tidur dan istirahat  Tanyakan kepada klien kebiasan tidur
sehari-hari, jumlah jam tidur, tidur siang. Apakah klien
memerlukan penghantar tidur seperti mambaca, minum susu,
menulis, memdengarkan musik, menonton televise. Bagaimana
suasana tidur klien apaka terang atau gelap. Sering bangun saat
tidur dikarenakan oleh nyeri, gatal, berkemih, sesak dan lain-lain.
7. Pola persepsi kogniti  Tanyakan kepada klien apakah
menggunakan alat bantu pengelihatan, pendengaran. Adakah klien
kesulitan mengingat sesuatu, bagaimana klien mengatasi tak
nyaman : nyeri. Adakah gangguan persepsi sensori seperti
pengelihatan kabur, pendengaran terganggu. Kaji tingkat orientasi
terhadap tempat waktu dan orang.
8. Pola persepsi dan konsep diri  Kaji tingkah laku mengenai
dirinya, apakah klien pernah mengalami putus asa/frustasi/stress
dan bagaimana menurut klien mengenai dirinya.
9. Pola peran hubungan dengan sesame  Apakah peran klien
dimasyarakat dan keluarga, bagaimana hubungan klien di
masyarakat dan keluarga dn teman sekerja. Kaji apakah ada
gangguan komunikasi verbal dan gangguan dalam interaksi dengan
anggota keluarga dan orang lain.
10. Pola produksi seksual  Tanyakan kepada klien tentang
penggunaan kontrasepsi dan permasalahan yang timbul. Berapa
jumlah anak klien dan status pernikahan klien.
11. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress  Kaji
faktor yang membuat klien marah dan tidak dapat mengontrol diri,
tempat klien bertukar pendapat dan mekanisme koping yang
digunakan selama ini. Kaji keadaan klien saat ini terhadap

12
penyesuaian diri, ugkapan, penyangkalan/penolakan terhadap diri
sendiri.
12. Pola system kepercayaan  Kaji apakah klien dsering beribadah,
klien menganut agama apa ? Kaji apakah ada nilai-nilai tentang
agama yang klien anut bertentangan dengan kesehatan

2.8.2 Pemeriksaan Fisik Head To Toe

1. Kulit, rambut, dan kuku


a) Inspeksi warna kulit, jaringan parut, lesi dan vaskularisasi
b) Inspeksi dan palpasi kuku tentang warna, bentuk, dan catat
adanya abnormalitas
c) Palasi kulit untuk mengetahui suhu, turgor, tekstur
(halus/kasar)edema, dan massa
2. Kepala:
a) Inspeksi kesimetrisan muka, tengkorak, kulit kepala (lesi,
massa)
b) Palpasi dengan cara merotasi dengan lembut ujung jari ke
bawah dari tengah garis kepala ke samping. Untuk mengetahui
adanya bentuk kepala, pembengkakan, massa, dan nyeri tekan,
kekuatan akar rambut.
3. Mata
a) Inspeksi kelopak mata, perhatikan bentuk dan kesimetrisannya
b) Inspeksi daerah orbital adanya edema, kemerahan, atau
jaringan lunak dibawah bidang orbital.
c) Inspeksi konjungtiva dan sklera dengan menarik/ membuka
kelopak mata. Perhatikan warna, edema, dan lesi.
d) Inspeksi kornea (kejernihan dan tekstur kornea) dengan berdiri
disamping klien dengan menggunakan sinar cahaya tidak
langsung.

13
e) Inspeksi pupil terhadap sinar cahaya langsung dan tidak
langsung. Amati kesimetrisan, ukuran, bentuk, dan reflek
terhadap cahaya (nervus okulomotorius)
f) Inspeksi iris terhadap bentuk dan warna
g) Inspeksi dan palpasi kelenjar lakrimal adanya pembengkakakn
dan kemerahan.
h) Uji ketajaman penglihatan (visus), dengan menggunakan
snellen card/jari tangan pemeriksa. Pemeriksa berdiri 6 M dari
pasien (nervus optikus).
i) Uji lapang pandang dengan pasien berdiri atau duduk 60 cm
dari pemeriksa.
j) Uji gerakan mata pada delapan arah pandangan dengan
menggerakkan jari pemeriksa secara perlahan (nervus
okulomotorius, nervus trokhlearis, nervus abduscen
4. Hidung
a) Inspeksi hidung eksterna dengan melihat bentuk, kesimetrisan,
adanya deformitas atau lesi, dan cairan yang keluar.
b) Palpasi lembut batang dan jaringan lunak hudung adanya nyeri,
massa dan nyeri, massa dan penyipangan bentuk, serta palpasi
sinus-sinus hidung.
c) Periksa patensi neres dengan meletakkan jari di depan lubang
hidung dan minta pasien bernapas melalui hidung. Bandingkan
antara neres kanan dan kiri, kaji kemampuan pasien membau
(nervus olfaktorius).
d) Masukkan spekulum hidung dengan minta pasien mengangkat
kepala kebelakang. Dengan bantuan penlight amati warna, lesi,
cairan, massa, dan pembengkakan.
5. Telinga
a) Inspeksi kesimetrisan dan letak telinga
b) Inspeksi telinga luar, ukuran, bentuk, warna, dan adanya lesi.

14
c) Palpasi kartilago telinga untuk mengetahui jaringan lunak.
Tekan tragus kedalam dan tulang telinga ke bawah daun telinga
(bila peradangan akan nyeri).
d) Palpasi tulang telinga (prosesus mastoideus)
e) Tarik daun teinga secara perlahan ke atas dan ke belakang.
Pada anak-anak daun telinga ditarik ke bawah, kemudian amati
liang telinga adanya kotoran, serumen, cairan, dan peradangan.
f) Uji fungsi pendengaran dengan menggunakan arloji, suara/
bisikan dan garpu tala (tes Webber, Rinne, Swabacch). (nervus
auditorius).
6. Mulut dan faring
a) Inspeksi warna dan mukosa bibir, lesi, dan kelainan koninetal
b) Minta pasien membuka mulut, jika pasien tidak sadar bantu
dengan sudup lidah. Inpeksi keberihan jumlah, dan adanya
caries.
c) Minta pasien buka mulut, inpeksi lidah akan kesimetrisan,
warna, mukosa, lesi, gerakan lidah (nervus hipoglosus)
d) Inspeksi faring terhadap warna, lesi, peradangan tonsil
e) Melakukan pemeriksaan pembedaan rasa pada ujung lidah
(nervus fasialis)
f) Meminta pasien menelan dan membedakan rasa pada pangkal
lidah (nervus glosofaringeal).
g) Menguji sensasi faring (berkata ”ah”). (nervus vagus).
7. Leher
a) Inspeksi bentuk leher, kesimetrisan, warna kulit, adanya
pembengkakakn, jaringan parut atau massa (muskulus
sternokleidomastoideus)
b) Inspeksi gerakan leher ke kanan dan ke kiri (nervus aksesorius)

15
c) Inspeksi kelenjar tiroid dengan minta pasien menelan dan amati
gerakan kelenjar tiroid pada takik suprasternal (normalnya
tidak dapat dilihat)
d) Palpasi kelenjar limfe/kelenjar getah bening
e) Palpasi kelenjar tiroid
8. Thorak dan tulang belakang
a) Inspeksi kelainan bentuk thorak (barrel chest, pigeon chest,
funnel chest).
b) Inspeksi kelainan bentuk tulang belakang (skoliasis, kifosis,
lordosis).
c) Palpasi adanya krepitus pada kosta
d) Khusus pasien wanita dilakukan pemeriksaan inspeksi
payudara: bentuk, ukuran.
9. Paru posterior, lateral, anterior
a) Inspeksi kesimetrisan paru
b) Palpasi (taktil fremitus) dengan meminta pasien menebutkan
angka atau huruf yang bergetar (contoh 777).Bandingkan paru
kanan dan kiri.
c) Palpasi pengembangan paru dengan meletakkankedua ibu jari
tangan ke prosesus xifoideus dan minta pasien bernapas
panjang. Ukur pergeseran kedua ibu jari.
d) Perkusi dari puncak paru ke bawah (supraskapularis/3-4 jari
dari pundak sampai dengan torakal
e) Catat suara perkusi: sonor/hipersonor/redup.
f) Auskultasi bunyi paru saat inspirasi dan akspirasi (vesikuler,
bronhovesikuler, bronchial, tracheal; suara abnormal:
whezzing, ronchi, krekles.
10. Jantung dan pembuluh darah
a) Inspeksi titik impuls maksimal, denyutan apical.

16
b) Palpasi area aorta pada interkosta ke-2 kanan, pulmonal pada
interkosta ke-2 kiri, dan pindah jari-jari ke interkosta 3, dan 4 kiri
daerah trikuspidalis, dan mitral pada interkosta 5 kiri. Kemudian
pindah jari dari mitral 5-7 cm ke garis midklavikula kiri (denyut
apkal).
c) Perkusi untuk mengetahui batas jantung (atas-bawah, kanan-
kiri).
d) Auskultasi bunyi jantung I dan II pada 4 titik (tiap katup
jantung), dan adanya bunyi jantung tambahan.
e) Periksa vaskularisasi perifer dengan meraba kekuatan denyut
nadi.
11. Abdomen
a) Inspeksi dari depan dan samping pasien (adanya pembesaran,
datar, cekung, kebersihan umbilikus)
b) Auskultasi 4 kuadran (peristaltik usus diukur dalam 1 menit,
bising usus)
c) Palpasi: epigastrium, lien, hepar, ginjal, dan suprapubik.
d) Perkusi: 4 kuadran (timpani, hipertimpani, pekak)
e) Melakukan pemeriksaan turgor kulit abdomen
f) Mengukur lingkar perut
 Genitourinari
a) Inspeksi anus (kebersihan, lesi,massa,perdarahan) dan
lakukan tindakan rectal touche (khusus laki-laki untuk
mengetahui pembesaran prostat).
b) Inspeksi alat kelamin/genitalia wanita: kebersihan, lesi,massa,
keputihan, perdarahan, ciran, bau.
c) Inspeksi alat kelamin/genitalia pria: kebersihan, lesi, massa,
cairan, bau, pertumbuhan rambut , bentuk dan ukuran penis,
keabnormalan prepusium dan gland penis.
d) Palpasi skrotum dan testis sudah turun atau belum

17
12. Ekstremitas
a) Inspeksi ekstremitas atas dan bawah: kesimetrisan, lesi, massa
b) Palpasi: tonus otot, kekuatan otot
c) Kaji sirkulasi: akral hangat/dingin, warna, capillary reffil time,
danedema
d) Kaji kemampuan pergerakan sendi
e) Kaji reflek fisiologis: bisep, trisep, patela, arcilles
f) Kaji reflek patologis: reflek plantar (babinsky)

2.8.3 Diagnosa

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas (Bagian 3, D4, K4, 00032)


2. Hipertermi (Bagian 3, D 11, K6, 00007)
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (Bgian 3, D2, K1,
00002)

Diagnosa
No Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
(NANDA)
1. Ketidakefektifan Tingkat kecemasan : Manajemen jalan nafas :
bersihan jalan nafas keparahan dari tanda-tanda Fasilitas kepatenan jalan
(bagian 3, D4, K4, ketakutan, ketengangan, nafas.
00032) atau kegelisahan yang Intervensi :
Definisi : berasal dari sumber yang - Buka jalan nafas
Ketidakmampuan tidak dapat diidentifikasi. dengan teknik chinlift
untuk membersihkan Indikator : atau jaw tharust,
sekresi atau - Tidak dapat beristirahat sebagaimana mestinya
obstruksi dari - Berjalan mondar - Posisikan pasien untuk
saluran napas untuk mandir memaksimalkan
mempertahankan - Meremas-remas tangan ventilasi
bersihan jalan napas. - Lakukan fisioterapi

18
- Distress dada, sebagaimana
- Perasaan gelisah mestinya
- Otot tegang - Instruksikan bagaimana

- Wajah tegang agar bias melakukan

- Iritabilitas batuk efektik


- Posisikan untuk
meringankan sesak
nafas
2. Hipertermi (Bagian Termoregulasi : Perawatan demam :
3, D 11, K6, 00007) Keseimbangan antara Manajemen gejala dan
produksi panas, kondisi terkait yang
Definisi :
mendapatkan panas, dan berhubungan dengan
kehilangan panas. penigkatan suhu tubuh
Suhu inti tubuh
Indikator : dimediasi oleh pirogen
diatas kisaran normal
- Merasa merinding saat endogen.
di urnal karena
dingin Intervensi :
kegagalan
- Berkeringat saat panas - Pantau suhu dan tanda-
termoregulasi.
- Menggigil saat dingin tanda vital lainnya
- Denyut jantung apikal - Monitor warna kulit

- Denyut nadi radial dan suhu

- Tingkat pernafasan - Monitor asupan dan

- Melaporkan keluaran, sadari

kenyamanan suhu perubahan kehilangan


cairan yang tak
dirasakan
- Jangan beri aspirin
untuk anak-anak
3. Perubahan nutrisi Status nutrisi : Manajemen gangguan
kurang dari Sejauh mana nutrisi makan :
kebutuhan tubuh dicerna dan diserap untuk Pencegahan dan perawatan

19
(Bgian 3, D2, K1, memenuhi kebutuhan terhadap pembatasan diet
00002) metabolik. ketat dan olahraga yang
Indikator : berlebihan atau perilaku
Definisi :
- Asupan gizi memuntahkan makanan
- Asupan makanan dan cairan
Asupan nutrisi tidak
- Asupan cairan Intervensi :
cukup untuk
- Energi  Kolaborasi dengan
memenuhi
- Rasio BB/TB tim kesehatan lain
kebutuhan metabolik
- Hidrasi untuk
mengembangkan
rencana perawatan
dengan melibatkan
klien dan orang-
orang terdekatnya
dengan tepat
 Tentukan
pencapaian berat
badan harian
sesuai keinginan
 Ajarkan dan
dukung konsep
nutrisi yang baik
dengan klien(dan
orang terkekat
klien dengan tepat
 Kembangkan
hubungan yang
mendukung dengan
klien
 Timbang berat

20
badan klien secara
rutin (pada hari
yang sama dan
setelah BAB/BAK)
 Monitor asupan
kalori makanan
harian
 Batasi aktifitas fisik
sesuai kebutuhan
untuk
meningkatkan berat
badan

21
BAB III

APLIKASI KASUS SEMU

Tn. X berusia 50 tahun, dirawat di RSU pada 29 September 2018 dengan keluhan
batuk, Demam, Sesak napas,  Seputum supuren dan berbau, terlihat pasien menggigil,
napas cepat, suhu lebih dari 40̊ C, dan tidak nafsu makan dan penurunan berat badan.

3.1 Pengkajian

a. Identitas Klien
Nama : Tn. X
Umur : 50 th
JK : Laki-laki
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Alamat : Blitar
b. Keluhan Utama : Sesak napas .
c. Riwayat Penyakit Sekarang : pasien dibawa ke rumah sakit karena
mengeluh batuk, , demam, lemas kurang lebih 3 minggu yang lalu.
d. Riwayat Penyakit Dahulu : tidak ada riwayat penyakit dahulu.
e. Riwayat Keluarga : pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang
menderita penyakit seperti pasien.
f. Pemeriksaan fisik
a) BI (Breathing)
RR : 28x/menit. Palpasi thoraks didapatkan taktil fremitus seimbang
kanan dan kiri. Auskultasi didapatkan bunyi nafas tambahan yaitu
rongki
b) B2 (Blood)
TD : 130/90 mmHg, HR : 60x/menit, Suhu : 38,7o C
c) B3 (Brain)
Kesadaran klien composmentis

22
d) B4 (Bladder)
Pengkajian pada klien didapatkan tidak ada kelainan
e) B5 (Bowel)
Nyeri saat menelan, nafsu makan menurun
f) B6 (Bone)
Klien lemas
g. pemeriksaan fokus rongga mulut
pada inspeksi mulut terlihat sebuah limfa nodus pada kelenjar sub mandi
bular sangat terasa di sisi kiri, berukuran 4cm, yang lunak dan konsistensi
terasa keras. Pada pemeriksaan intraoral, lesiulcero-proliferasi tampak
jelas pada mandibula kiri, berukuran sekitr 4 x 5 cm. Berbentuk tidak
teratur dan meluas ke dasar mulut. Pusat lesi terdiri dari rawa keputihan-
kuning. Lesi lembut pada palpasi dengan basis indurasi, di samping itu,
ada tanda seperti kawah akibat adanya ulkus pada perbatasan vermilion
kiri bibir.
h. pemeriksaan penunjang : klien dilakukan pemeriksaan insisi biopsi untuk
menegakkan diagnosis secara histopatologi, tampak sel skuamosa
karsinoma
i. head to toe:
a) BB/TB
BB : 60 kg
TB : 165 cm
IMT : BB/TB(m)2=45/(1,6)2=45/2,56=17,57 kg/m2.
b) Kepala
Rambut beruban, tidak ada luka, tidak ada benjolan, kepala sedikit
kotor.
c) Mata
Konjungtiva merah muda, simetris kanan dan kiri, sklera berwarna
putih, pupil mengecil jika ada cahaya, kornea berwarna transparan.

23
d) Hidung
Tidak terdapat polip, fungsi pembau baik, hidung terpasang oksigen
dengan nasal canul 3 Lpm.
e) Telinga
Daun telinga tampak simetris, tidak terlihat serumen, tidak
menggunakan alat bantu pendengaran.
f) Mulut
Tidak ada stomatitis, gigi ompong sebagian, fungsi menelan,
mengunyah baik.
g) Wajah
Tidak ada luka, tidak ada edema.
h) Leher
Nadi karotis teraba, tidak ada luka, tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid.
i) Dada
Paru-paru
Inspeksi : Simetris, tidak ada luka, RR : 34x/menit
Palpasi : Taktil fremitus jelas disemua area paru
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Ronchi
Jantung
Inspeksi : Pengembangan dada simtris, tida ada luka
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan lepas
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Terdengar bunyi jantung 1-2 lup-dup
j) Abdomen
Inspeksi : Bentuk permukaan datar, tidak ada luka
Auskultasi : Bising usus terdengar 15x/menit
Perkusi : Tympani
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

24
k) Genetalia
Tidak terpasang alat bantu Dower Chateter (DC), pasien tampak
memakai pempers.
l) Anus/Rektal
Tidak terdapat hemoroid.
m) Ektremitas
Atas : Lengkap, tidak ada luka, tangan kiri terpasang infus
Asering 15tpm.
Bawah : Lengkap, tidak ada luka.

25
3.2 Analis data

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1. DS: Abses paru Ketidakefektifan
- Pasien bersihan jalan
Ekspasi paru
mengatakan napas.
sesak nafas,
Eksudat/spuntum
batuk berdahak
DO: Obstruksi bronkus

- Tampak batuk Batuk produktif


berdahak, tidak
Ketidak efektifan
efektif
jalan nafas
- Sputum
berlebihan
- Suara nafas
tambahan ronkhi
- RR 28 x
permenit, N 60 x
permenit

26
2. DS : Mikroorganisme hipertermi
- Pasien bakteri aerob dan
mengatakan anaerob, fungi dan
mengigil parasit
DO :
Infeksi parankhim
- Suhu : 38,7o C
- Nadi 60 x Proses awal inflamasi
permenit
- Akralnya panas hipertermi

3. DS : Abses paru Intoleransi


- Pasien aktivitas
Perubahan membran
mengatakan
alveoli kapiler
lemas
DO :
PCO2 , PO2
- Pasien tampak
lelah Kelemahan
- Nadi 60 x
Intoleransi aktivitas
permenit
- RR 28 x
permenit
- TD 130/90
mmHg

3.3 Diagnosa keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas (Bagian 3, D4, K4, 00032)


2. Hipertermi (Bagian 3, D 11, K6, 00007)
3. intoleransi aktivitas (Bagian

27
Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
1 Ketidakefektifan Tingkat kecemasan : Manajemen jalan nafas :
bersihan jalan keparahan dari tanda-
Fasilitas kepatenan jalan nafas.
nafas (bagian 3, tanda ketakutan,
D4, K4, 00032) ketengangan, atau Intervensi :
Definisi : kegelisahan yang berasal
- Buka jalan nafas dengan
Ketidakmampuan dari sumber yang tidak
teknik chinlift atau jaw tharust,
untuk dapat diidentifikasi.
sebagaimana mestinya
membersihkan
Indikator :
sekresi atai - Posisikan pasien untuk
obstruksi dari - Tidak dapat beristirahat memaksimalkan ventilasi
saluran napas
- Berjalan mondar mandir - Lakukan fisioterapi dada,
untuk
sebagaimana mestinya
mempertahankan - Meremas-remas tangan
bersihan jalan - Instruksikan bagaimana agar
- Distress
napas. bias melakukan batuk efektik
- Perasaan gelisah
- Posisikan untuk meringankan
- Otot tegang sesak nafas

- Wajah tegang

- Iritabilitas
2. Hipertermi Termoregulasi : Perawatan demam :
(Bagian 3, D 11,
Keseimbangan antara Manajemen gejala dan kondisi
K6, 00007)
produksi panas, terkait yang berhubungan

Definisi : mendapatkan panas, dan dengan penigkatan suhu tubuh


kehilangan panas. dimediasi oleh pirogen
Suhu inti tubuh endogen.
Indikator :
diatas kisaran

28
normal di urnal - Merasa merinding saat Intervensi :
karena kegagalan dingin
- Pantau suhu dan tanda-tanda
termoregulasi.
- Berkeringat saat panas vital lainnya

- Menggigil saat dingin - Monitor warna kulit dan suhu

- Denyut jantung apical - Monitor asupan dan keluaran,


sadari perubahan kehilangan
- Denyut nadi radial
cairan yang tak dirasakan
-Tingkat pernafasan
- Jangan beri aspirin untuk
- Melaporkan anak-anak
kenyamanan suhu

3. Intoleansi aktivitas Toleransi Terhadap - Ajarkan teknik yang tepat


(bagian 3, d4, k4, Aktifitas untuk menggunakan
00092) Kriteria Hasil: pengobatan dan alat (misalnya:
- Saturasi oksigen ketika inhaler, nebulizer, peak flow
beraktivitas meter )
- Frekuensi nadi ketika
beraktivitas
-Frekuensi pernafasan
ketika beraktiviras
-Kemudahan bernafas
ketika beraktivitas
-Tekanan darah sistolik
ketika beraktivitas
-Tekanan darak diastolik
ketika beraktivitas
-Temuan/hasil EKG
(Elektrokardiogram)

29
- Warna kulit
-Kecepatan berjalan
-Jarak berjalan
-Toleransi dalam menaiki
tangga
-Kekuatan tubuh bagian
atas
-Kekuatan tubuh bagian
bawah
-Kemudahan dalam
melakuakan aktivitas
hidup harian
- Kemampuan untuk
berbicara ketika
melakukan aktivitas fisik

30
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pada abses paru memberikan gejala klinis panas, batuk, sputum


purulen dan berbau, disertai malaise, naspu makan dan berat badan yang
turun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan takikardia, tanda-tanda konsolidasi.
Pada pemeriksaan foto polos dada didapatkan gambaran kavitas dengan air
fluid level atau proses konsolidasi saja bila kavitas tidak berhubungan dengan
bronkus. Diagnosis pasti bila didapatkan biakan kuman penyebab sehingga
dapat dilakukan terapi etiologis.Pemberian antibiotika merupakan pilihan
utama disamping terapi bedah dan terapi suportif fisio terapi.

4.2 Saran

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah


ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun
bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan
pembaca pada umumnya.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Asher MI, Beadry PH ; 1990, Lung Abscess in infections of Respicatory


tract ; Canada
2. Baughman, Diane C; 2000; Keperawatan Medikal-Bedah: Buku saku untuk
Brunner & Sudarth; Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta
3. Capernito, Linda Juall; 1998; Diagnosa keperawatan: Aplikasi pada praktek
klinis; Edisi ke-6 Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta
4. Doenges, Marilynn E; 1999; Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien; Edisi ke-3 Penerbit
buku kedokteran EGC, Jakarta
5. Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernfasan. Jakarta : Salemba Medika.
6. Dr. Ikawati, Zullies,Apt. 2009. Farmakoterapi Penyakit Sistem pernfasan.
Yogyakarta : Pustaka Adipura.
7. Somantri, Irman.2008.Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan 
Sistem Pernafasan.Jakarta:Salemba Medika.

32

Anda mungkin juga menyukai