Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

KEPERAWATAN ANAK
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
“DOWN SYNDROME”

Disusun Oleh :
KELOMPOK 4

1. ADINDA MOUDY AGASSIMEVIA (1711012)


2. DILLA RISTA ROSID (1711007)
3. DWI CAHYO UTOMO (1711022)
4. IDA PARWATI (1711025)
5. LUTVI FEBRIANA (1711003)
6. REZA DWI WAHYUNINGTYAS (1711019)

Pendidikan Ners Semester V Reguler


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Patria Husada Blitar
Tahun Pelajaran 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadiran Tuhan YME karena atas rahmat
dan karunianya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Down
Syndrome”. Terima kasih kami ucapkan kepada dosen pembimbing yang sudah
memberikan kami pengarahan dalam penyusunan makalah ini. Makalah ini
berisikan berbagai ulasan mengenai penyakit down syndrome yang kami sajikan
dengan singkat dan jelas. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk pembaca
serta penulis.

Blitar, 19 November 2019

Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I Pendahuluan 4
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan 5

BAB II Pembahasan 6
2.1 Definisi 6
2.2 Etiologi 6
2.3 Manifestasi Klinis 8
2.4 Patofisiologi 9
2.5 Pathway 10
2.6 Pemeriksaan Penunjang 11
2.7 Penatalaksanaan 11
2.8 Komplikai 13
2.9 Pencegahan 14

BAB III Konsep Asuhan Keperawatan 15


3.1 Pengkajian 15

BAB IV Aplikasi Kasus Semu 19


4.1 Pengkajian 19
4.2 Diagnosa 23
4.3 Analisa data 24
4.4 Intervensi 25

BAB V Penutup 27
5.1 Kesimpulan 27
5.2 Saran 27

Daftar Pustaka 28
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini banyak orang tua yang ingin memiliki anak dengan
kecerdasan diatas rata-rata dan fisik yang sempurna oleh karena satu dan lain
hal ada terdapat kelainan yang dialami oleh anak-anak salah satunya adalah
down syndrome. Down syndrome adalah kelainan genetic yang terjadi pada
masa pertumbuhan janin (pada kromosom 21//trisomi 21) dengan gejala yang
sangat bervariasi dan gejala minimal sampai muncul tanda khas berupa
keterbelakangan mental dengan tingkat IQ kurang dari 70 serta bentuk muka
(Mongoloid) dan garis telapak tangan yang khas (Riskesdas, 2013).
Berdasarkan hasil penelitian dari Riskesdes 2013, mengatakan bahwa
presentase anak penderita down syndrome di Indonesia pada anak umur 24-
59 bulan perlahan mengalami peningkatan dari data tahun 2010 sebesar
0,12% dan pada tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 0,13%.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi Down Syndrome?
2. Apa etiologi Down Syndrome?
3. Bagaimana manifestasi klinis Down Syndrome?
4. Bagaimana patofisiologi Down Syndrome?
5. Bagaimana pathway Down Syndrome?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang Down Syndrome?
7. Bagaiman penatalaksanaan Down Syndrome?
8. Bagaimana komplikasi Down Syndrome?
9. Bagaimana pencegahan Down Syndrome?
10. Bagaimana konsep asuhan keperawatan Down Syndrome?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Down Syndrome
2. Untuk mengetahui etiologi Down Syndrome
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis Down Syndrome
4. Untuk mengetahui patofisiologi Down Syndrome
5. Untuk mengetahui pathway Down Syndrome
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Down Syndrome
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan Down Syndrome
8. Untuk mengetahui komplikasi Down Syndrome
9. Untuk mengetahui pencegahan Down Syndrome
10. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan Down Syndrome
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Down Syndrome adalah abnormalitas jumlah kromosom yang sering di
jumpai kebanyakan kasus (92,5%) nondisjunction pada 80% kasus kejadian
nondisjunction terjadi pada meosis ibu fase I. Hasil dari nondisjunction adalah
tiga kopi kromosom 21 (trimosom 21) berdasarkan nomenklatur standar
sitogenik trisomi 21 dituliskan sebagai 47, XX, +21 (Marcdante & Kliegman,
2014).
Down Syndrome merupakan suatu kondisi keterbelakangan fisik dan
mental yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom yang
gagal memisahkan diri saat terjadi pembelahan (Wiyani, 2014).
Kelainan bawaan sejak lahir yang terjadi pada 1 antara 800-900 bayi.
Mongolisma (Down syndrome) ditandai 0leh kelainan jiwa atau cacat mental
mulai dari yang sedang sampai berat. Tetapi hampir semua anak yang
menderita kelainan ini dapat belajar membaca dan merawat dirinya sendiri
( Nurarif, 2015).
Down syndrom merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling
banyak terjadi pada manusia.di perkirakan 20% anak dengan down sindrom di
lahirkan oleh ibu yang berusia diatas 35 tahun. Syndrom down merupakan
cacat bawaan yang di sebabkan oleh adanya kelebihan kromosom x. Syndrom
ini juga disebut trisomy 21, karena 3 dari 21 kromosom menggantikan yang
normal. 95% kasus syndrom down di sebabkan oleh kelebihan kromosom
(Nurarif, 2015).

2.2 Etiologi
Menurut Soetjiningsih (2016) down syndrome pada anak terjadi karena
kelainan kromosom. Kelainan kromosom kemungkinan disebabkan oleh :
1. Faktor Genetik
Keluarga yang mempunyai anak dengan down syndrome memiliki
kemungkinan lebih besar keturunan berikutnya mengalami down
syndrome dibandingkan dengan keluarga yang tidak memiliki anak
dengan down syndrome.
2. Usia Ibu Hamil
Usia ibu hamil yang diatas 35 tahun kemungkinan melahirkan anak
dengan down syndrome semakin besar karena berhubungan dengan
perubahan endokrin terutama hormone seks antara lain peningkatan
sekresi androgen, peningkatan kadar LH (Luteinizing Hormone) dan
peningkatan kadar FSH (Follicular Stimulating Hormone).
3. Radiasi
Ibu hamil yang terkena atau pernah terkena paparan radiasi terutama
diarea sekitar perut memiliki kemungkinan melahirkan anak dengan down
syndrome.
4. Infeksi
Infeksi juga dikaitkan dengan sindrom down, tetapi sampai saat ini belum
ada ahli yang mampu menemukan virus yang menyebabkan sindrom
down ini.
5. Autoimun
Autoimun tiroid pada ibu yang melahirkan anak down syndrome berbeda
dengan ibu yang melahirkan anak normal.
6. Umur Ayah
Kasus kelebihan kromosom 21 sekitar 20-30 % bersumber dari ayahnya,
tetapi korelasi tidak setinggi dengan faktor dari ibu.
1) Gangguan intragametik yaitu gangguan pada gamet, kemungkinan
terjadi Translokasi kromosom 21 dan 15.
2) Organisasi nukleus yaitu sintesis protein yang abnormal sehingga
menyebabkan kesalahan DNA menuju ke RNA.
3) Bahan kimia juga dapat menyebabkan mutasi gen janin pada saat
dalam kandungan.
4) Frekwensi coitus akan merangsang kontraksi uterus, sehingga dapat
berdampak pada janin.
2.3 Manifestasi Klinis
Menurut Soetjiningsih (2013), anak dengan Down syndrome seringkali
memeiliki berbagai kelainan mental dan malformasi karena ada bahan
ekstragenetik dari kromosom 21. Fenotipnya bervariasi, tetapi umumnya
didapat gambaran konstitusional yang cukup bagi klinis untuk menduga
down syndrome seperti : derajat gangguan mental bervariasi antara ringan
(IQ=50-70), sedang (IQ=35-50), berat (IQ=20-35). Terjadi pula
peningkatan risiko kelainan jantung kongential sebesar 50% dan <1% akan
kehilangan pendengaran.
Adapun ciri fisik pada anak dengan down syndrome anatara lain
brakisefali, celah antara jari kaki pertama dan kedua, kulit berlebih di
pangkal leher, hiperfleksibilitas, telinga yang abnormal (letak rendah,
terlipat, stenosis meatus), protursi lidah akibat palatum kecil dan sempit,
batang hidung datar, jari kelima pendek dan bengkok kedalam, tangan
pendek dan lebar, gemuk dan garis transversal tunggal pada telapak
tangan.
Beberapa bentuk kelainan pada anak dengan syndrom down :
1) Sutura sagitalis yang terpisah
2) Fisura parpebralis yang miring
3) Jarak yang lebar antara kaki
4) Fontanela palsu
5) “plantar crease” jari kaki I dan II
6) Hyperfleksibikit
7) Peningkatan jaringan sekitar leher
8) Bentuk palatum yang abnormal
9) Hidung hipoplastik
10) Kelemahan otot dan hipotonia
11) Bercak brushfield pada mata
12) Mulut terbuka dan lidah terjulur
13) Lekukan epikantus (lekukan kulit yang berbentuk bundar) pada
sudut mata sebelah dalam.
14) Single palmar crease pada tangan kiri dan kanan
15) Jarak pupil yang lebar.
16) Oksiput yang datar.
17) Tangan dan kaki yang pendek serta lebar.
18) Bentuk/struktur telinga yang abnormal.
19) Kelainan mata, tanga, kaki, mulut, sindaktili
20) Mata sipit (Nurarif, 2015).

2.4 Patofisiologi
Menurut Soetjiningsih (2016) down syndrome disebabkan oleh kelainan
pada perkembangan kromosom. Kromosom merupakan serat khusus yang
terdapat pada setiap sel tubuh manusia dan mengandung bahan genetic yang
menentukan sifat seseorang. Pada bayi normal terdapat 46 kromosom (23
pasang) di mana kromosom nomor 21 berjumlah 2 buah (sepasang). Bayi
dengan down syndrome memiliki 47 kromosom karena kromosom 21
berjumlah 3 buah. Akibat dari ekstrakromosom muncul fenotip dengan kode
(21q22.3) yang bertanggung jawab atas gambaran wajah khas, kelainan pada
tangan dan retardasi mental. Anak dengan down syndrome lahir semua
perbedaan sudah terlihat dank arena memiliki sel otak yang lebih sedikit maka
anak dengan down syndrome lebih lambat dalam perkembangan kognitifnya.
Ovum dan Zigot
(mengandung asam deosiribosa)

Membentuk kromosom

KROMOSOM
(Terdiri dari sentromer dan
lengan)
Gangguan proses
genetik
Pembelahan sel/metastase

Gangguan
pembentukan
Terjadi kelainan
imunitas

Non Disjunction Translokasi Mosaic Autoimun


kromosom 14, 21,
22
Trisomi Resiko Infeksi

Down Syndrome

Perubahan sekuensi spektrum


fenotip dan genotip

Terjadi kelebihan pada fungsi

Kelainan fisik Cemas


Kognitif pada anak orang tua

Kecerdasan menurun
Pertumbuhan dan Lidah pendek Hipotonus
perkembangan lambat dan besar pada otot
Interaksi sosial nafas
Gangguan
Gangguan pada fungsi menelan
tulang dan sendi Akumulasi
Kebutuhan akan
pendidikan khusus sekret di jalan
nafas
Nutrisi
Resiko tinggi kurang dari
cidera/jatuh kebutuhan Aspirasi menurun
tubuh

Gangguan Tumbu Obtruksi jalan nafas


Kembang
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostic digunakan untuk mendeteksi adanya kelainan
syndrome down, ada beberapa pemeriksaan yang dapat membantu
menegakkan diagnosa ini, antara lain :
1) Pemeriksaan fisik penderita
2) Pemeriksaan kromosom (Kariotip manusia biasa hadir sebagai 46
autosom+XX atau 46 autosom+XY, menunjukan 46 kromosom dengan
aturan XX bagi betina dan 46 kromosom dengan aturan XY bagi jantan,
tetapi pada sindrom down terjadi kelainan pada kromosom ke 21 dengan
bentuk trisomi atau translokasi kromosom 14 dan 22). Kemungkinan
terulang pada kasus (trisomi adalah sekitar 1%, sedangkan translokasi
kromosom 5-15%)
3) Ultrasonography (didapatkan brachycepahalic, suture a dan fontela
terlambat menutup, tulang ileum dan sayapnya melebar)
4) ECG (terdapat kelainan jantung)
5) Echocardiogram untuk mengetahui ada tidaknya kelainan jantung bawaan
mungkin terdapat ASD atau VSD
6) Pemeriksaan darah (percutaneus umbilical blood sampling) salah satunya
adalah dengan adanya leukemia akut menyebabkan penderita semakin
rentan terkena infeksi, sehingga penderita ini memperlukan monitoring
serta pemberian terapi pencegah infeksi yang adekuat.
7) Penentuan aspek keturunan
8) Dapat ditegakkan melalui pemeriksaan cairan amnion atau korion pada
kehamilan minimal 3 bulan, terutama kehamilan di usia diatas 35 tahun
keatas (Nurarif, 2015).
9) Pemeriksaan dermatoglifik yaitu lapisan kulit biasanya tampak keriput.

2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan
yang paling efektif untuk mengatasi kelainan ini.Pada tahap perkembangannya
penderita Down syndrom juga dapat mengalami kemunduran dari sistim
tubuhnya.Dengan demikian penderita harus mendapatkan support maupun
informasi yang cukup serta kemudahan dalam menggunakan sarana atau
fasilitas yang sesuai berkaitan dengan kemunduran perkembangan baik fisik
maupun mentalnya. Hal yang dapat dilakukan antara lain :
1. Penanganan Secara Medis
a) Pembedahan
Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi
adanya defek pada jantung, mengingat sebagian besar penderita lebih
cepat meninggal dunia akibat adanya kelainan pada jantung tersebut.
b) Pemeriksaan Dini
1) Pendengaran
Biasanya terdapat gangguan pada pendengaran sejak awal kelahiran,
sehingga dilakukan pemeriksaan secara dini sejak awal
kehidupannya.
2) Penglihatan
Sering terjadi gangguan mata, sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan secara rutin oleh dokter ahli mata
c) Pemeriksaan Nutrisi
Pada perkembangannya anak dengan sindrom down akan mengalami
gangguan pertumbuhan baik itu kekurangan gizi pada masa bayi dan
prasekolah ataupun kegemukan pada masa sekolah dan dewasa,
sehingga perlu adanya kerjasama dengan ahli gizi.
d) Pemeriksaan Radiologis
Diperlukan pemeriksaan radiologis untuk memeriksa keadaan tulang
yan dianggap sangat mengganggu atau mengancam jiwa (spina
servikalis)
2. Pendidikan
1) Pendidikan khusus
Program khus untuk menangani anak dengan sindrom down adalah
membuat desain bangunan dengan menerapkan konsep rangsangan
untuk tempat pendidikan anak-anak down's syndrome. Ada tiga jenis
rangsangan, yakni fisik, akademis dan sosial. Ketiga rangsangan itu
harus disediakan di dalam ruangan maupun di luar ruangan. Hal ini
diharapkan anak akan mampu melihat dunia sebagai sesuatu yang
menarik untuk mengembangkan diri dan bekerja.
2) Taman bermain atau taman kanak – kanak
Rangsangan secara motorik diberikan melalui pengadaan ruang
berkumpul dan bermain bersama (outdoor) seperti :
a) Cooperative Plaza untuk mengikis perilaku pemalu dan penyendiri.
b) Mini Zoo dan Gardening Plaza adalah tempat bagi anak untuk
bermain bersama hewan dan tanaman
3) Intervensi dini.
Pada akhir – akhir ini terdapat sejumlah program intervensi dini yang
dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk memberikan lingkungan
bagi anak dengan sindrom down. Akan mendapatkan manfaat dari
stimulasi sensori dini, latihan khusus untuk motorik halus dan kasar
dan petunjuk agar anak mau berbahasa. Dengan demikian diharapkan
anak akan mampu menolong diri sendiri, seperti belajar makan, pola
eliminasi, mandi dan yang lainnya yang dapat membentuk
perkembangan fisik dan mental.

2.7 Komplikasi
Menurut Bernstein & Shelov (2016), kelaianan yang akan di alami oleh
anak penderita down syndrome antara lain kelainan saluran cerna (Atresia
duodenum, pancreas anular, anus imperforate), defek neurologic (Hipotonia,
kejang), kelainan tulang dan kelainan hematologic.
Menurut Nurarif (2015), komlikasi Down Syndrom antara lain :
1) Sakit jantung berlubang (mis: Defek septum atrium atau ventrikel,
tetralogi fallot)
2) Mudah mendapat selesema, radang tenggorok, radang paru-paru
3) Kurang pendengaran
4) Lambat/bermasalah dalam berbicara
5) Penglihatan kurang jelas
6) Retardasi mental
7) Penyakit azheimer’s ( penyakit kemunduran susunan syaraf pusat)
8) Leukemia (penyakit dimana sel darah putih melipat ganda tanpa
terkendalikan).

2.8 Pencegahan
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk penyakit syndrome down
antara lain :
1) Melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu
hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan (lebih dari 3 bulan).
Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan down
syndrome atau mereka yang hamil diatas usia 35 tahun harus dengan hati-
hati dalam memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki
resiko melahirkan anak dengan down syndrome lebih tinggi, Down
syndrome tidak bisa dicegah, karena down syndrome merupakan kelainan
yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlah kromosom 21
yang harusnya hanya 2 menjadi 3.
2) Konseling genetic juga menjadi alternative yang sangat baik, karena dapat
menurunkan angka kejadian down syndrome. Dengan Genetargeting atau
Homologous recombination gene dapat dinonaktifkan. Sehingga suatu saat
gen 21 yang berlangsung jawab terhadap munculnya fenotip down
syndrome dapat di non aktifkan.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
A. Identitas
a. Nama
Harus lengkap dan jelas, umur perlu dipertanyakan untuk
interpretasi tingkat perkembangan anak yang sudah sesuai dengan
umur, jenis kelamin.
b. Nama orang tua
c. Alamat
d. Umur
e. Pendidikan
f. Agama
g. Pekerjaan
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya diawali dari pengalaman dan perasaan cemas ibu klien yang
melihat pertumbuhan dan perkembangan anaknya yangterlambat tidak
sesuai dengan kelompok seusianya.
C. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit seperti rubella, tetanus, difteri, meningitis, morbili,
polio,pertusis, vricella, dan ensefalitis dapat berkaitan atau
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan baik secara enteral
maupun parenteral.
D. Riwayat antenatal, natal, dan pascanatal
a. Antenatal
Kesehatan ibu selama hamil, penyakit yang pernah diderita serta
upaya yang dilakukan untuk mengatasi penyakitnya, berapa kali,
perawatan antenatal, kemana serta kebiasaan minum jamu-jamuan
dan obat yang pernah diminum serta kebiasaan selama hamil.
b. Natal
Tanggal, jam, tempat pertolongan persalinan, siapa yang
menolong, cara persalinan (spontan, ekstraksi vacuum, ekstraksi
forcep, sectiosesaria, dan gamelli), presentasi kepala, dan
komplikasi atau kelainan congenital. Keadaan saat lahir dan
morbiditas pada hari pertama setelah lahir, masa kehamilan
(cukup, kurang, lebih) bulan.
c. Pascanatal
Lama dirawat di rumah sakit , masalah-masalah yang berhubungan
dengan gangguan system, masalah nutrisi, perubahan berat badan,
warna kulit,pola eliminasi, dan respons lainnya. Selama neonatal
perlu dikaji adanya asfiksia, trauma, dan infeksi.
E. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Berat badan, lingkar kepala, lingkar lengan kiri atas, lingkar dada
terakhir. Tingkat perkembangan anak yang telah dicapai motorik kasar,
motorik halus, kemampuan bersosialisasi, dan kemampuan bahasa.
F. Riwayat kesehatan keluarga
Sosial, perkawinan orang tua, kesejahteraan dan ketentraman, rumah
tangga yang harmonis dan pola asuh, asah, dan asih. Ekonomi dan adat
istiadat berpengaruh dalam pengelolaan lingkungan internal
eksternalyang dapat memengaruhi perkembangan intelektual dan
pengetahuan serta keterampilan anak. Di samping itu juga
berhubungan dengan persediaan dan bahan pangan, sandang, dan
papan.
G. Pengkajian Berdasarkan Pola Gordon Pengkajian Berdasarkan Pola
Gordon meliputi :
a) Pola persepsi kesehatan dan pola managemen kesehatan
b) Pola nutrisi
Pola nutrisi, makanan pokok utama apakah ASI atau PASI pada
umur anak tertentu. Jika diberikan PASI ditanyakan jenis, takaran,
dan frekuensi pemberian serta makanan tambahan yang diberikan.
Adakah makanan yang disukai, alergi atau masalah makanan yang
lainnya.
c) Pola eliminasi
Pola eliminasi, system pencernaan dan perkemihan pada anak
perlu di kaji BAB atau BAK (konsistensi, warna, frekuensi,
jumlah, serta bau). Bagaimana tingkat toilet training sesuai dengan
tingkat perkembangan anak.
d) Pola aktivitas dan latihan
Pola aktivitas, kegiatan dan gerakan yang sudah di capai anak
pada usia sekelompoknya mengalami kemunduran atau
percepatan.
e) Pola istirahat dan tidur
Pola istirahat, kebutuhan istirahat setiaphari, adakah gangguan
tidur, hal-hal yang mengganggu tidur dan yang mempercepat tidur.
f) Pola persepsi dan kognitif
g) Pola konsep diri dan persepsi diri
h) Pola peran dan hubungan
i) Pola seksualitas
j) Pola koping dan stress
k) Pola nilai dan keyakinan
H. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum pasien saat dikaji , kesan kesadaran, tanda-tanda
vital (perubahan suhu, frekuensi pernapasan, system sirkulasi, dan
perfusi jaringan).
b) Kepala dan lingkar kepala hendaknya diperiksa sampai anak usia 2
tahun dengan pengukuran diameter oksipito-frontalis terbesar.
Ubun-ubun normal : besar rata atau sedikit cekung sampai anak
usia 18 bulan.
c) Mata, reflex mata baik, sclera adakah ikterus, konjungtiva adakah
anemis, penurunan penglihatan (visus).
d) Telinga, simetris, fungsi pendengaran baik.
e) Mulut/leher , keadaan faring, tonsil (adakah pembesaran,
hyperemia), adakah pembesaran kelenjar limfe, lidah dan gigi
(kotor atau tidak, adakah kelainan, bengkak, dan gangguan
fungsi). Kelenjar tiroid adakah pembesaran (gondok) yang dapat
mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangan anak.
f) Kulit, keadaan warna, turgor, edema, keringat, dan infeksi.
g) Thorak, bentuk simetris, gerakan
h) Paru, normal vesicular, adakah kelainan pernapasan
(ronkhi ,wheezing).
i) Jantung, pembesaran, irama, suara jantung, dan bising.
j) Genitalia, testis, jenis kelamin, apakah labia mayor menutupi labia
minor pada perempuan.
k) Ekstremitas, reflek fisiologis, reflek patologis, reflek memegang,
sensibilitas, tonus, dan motorik.
BAB IV
APLIKASI KASUS SEMU

By. A usia 15 bulan berjenis kelamin laki-laki pada tanggal 29 Mei 2015 di bawa ke
RSUDSidoarjo karena belum bisa duduk dan merangkak, nafsu makan menurun, belum
bisa makan nasi sehingga masih di beri bubur. Belum bisa memanggil orang tuanya
dengan mama dan papa, dan bila ingin sesuatu dia selalu menangis. Dari riwayat
kehamilan By. A merupakan anak pertama dari ibu yang berusia 40 tahun. Selama hami
ibu sehat dan periksa kehamilan dengan teratur ke bidan. Lahir spontan pada usia 38
minggu.

4.1 Identitas Pasien dan keluarga Pasien


1. Identitas Pasien
Nama bayi : By. A
Umur : 15 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Belum kawin
Suku Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Alamat : Tulangan, Sidoarjo
Alamat Terdekat : Tulangan, Sidoarjo                             
Nomor Telepon : -                                                   
Nomor Register : 06-13-51
Tanggal MRS : 29 Mei 2015

2. Identitas Keluarga
Nama Keluarga : Ibu Ayu
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Kawin
Suku Bangsa : Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Tulangan, Sidoarjo
Alamat Terdekat : Tulangan, Sidoarjo

A. Keluhan Utama
b. Riwayat keadaan sekarang
 Bisa tengkurap pada usia 10 bulan
 Merespon dengan lambat
 Usia 15 bulan, belum bisa duduk dan merangkak, belum bisa makan
nasi, sehingga masih   diberi bubur.
 Belum  bisa memanggil mama dan papa, bila ingin sesuatu dia selalu
menangis.
 Tidak ada riwayat kejang.
c. Riwayat kehamilan
 Anak pertama dari ibu yang berusia 40 tahun.
 Selama hamil ibu sehat dan periksa kehamilan dengan teratur ke bidan
d. Riwayat Kehamilan
 Lahir spontan pada usia 38 minggu
 Segera setelah lahir langsung menangis, skor APGAR 1 menit 8, 
menit kelima  9
 BB Lahir 2000gr
B. Pemeriksaan Fisik
a. Px. Antropometri :
BB 8 kg, PB 70 cm
BB/U   =    =  8 / 11,1 x 100%= 72,07%  malnutrisi sedang
PB/ U  =   = 70 / 78 x 100 % = 89,74 % malnutrisi sedang
BB /  PB = = 8/ 8,9 x 100%= 89,88 %  malnutrisi ringan / KEP derajat I
b. Status gizi Aldi : malnutrisi ringan / KEP derajat I
kelemahan pada otot-otot oromotorb) Meknisme : SD   mengalami ggn
makan belum  bisa makan nasi, sehingga masih diberi
bubur  kandungan gizi << KEP derajat Iutk kebutuhan seusianya
c. Lingkaran kepala 41 cm
 Berdasarkan grafik Nellhaus, termasuk di bawah -2SD  mikrocephaly.
 Normal untuk usia 15 bulan = 45-50cm
d. Anak sadar, kontak mata terbatas, menangis ketika diperiksa.:
menyingkirkan autisme, ggn penglihatan; menangis : bs saja karena takut
pd pemeriksa.
e. Pada wajah anak terlihat jarak kedua mata jauh, hidung pesek,
telinga kecil dan lebih rendah dari sudut mata. kepala bagian
belakang datar, lehar pendek gambaran dismorfik : ciri khas  pada
sindroma Down.
f. Menoleh ketika dipanggil namanya: kemampuan sosialisasi Aldi baik &
menyingkirkan autisme & ggn. Pendengaran.
g. Tidak ada gerakan yang tidak terkontrol :normal, menyingkirkan Dx.
CP diskinetik
h. Pada posisi tengkurap dapat menahan kepala beberapa
menit normal, bayi mulai bisa mengangkat kepala dan menahannya
(merupakan gerakan motorik kasar bayi pada usia 3 bulan) beberapa detik
pada usia 3 bulan, dan hal ini menyingkirkan adanya muscular
distrophy(lumpuh generalisata)
i. Refleks Moro dan refleks menggenggam tidak  ditemukan normal,
(harus sdh menghilang sejak usia 6 bulan ) tidak ada lesi pada SSP.
j. Lengan dan tungkai lembek dan mudah ditekuk, kekuatan kedua
lengan dan tungkai 4, refleks tendon menurun  ada kelemahan pada
anggota gerak yang bersifat hipotoni, tanda SD
k. Tungkai kelihatan pendek, jarak ibu jari kaki dengan jari kedua
lebar
l. Kekuatan kedua lengan dan tungkai :
 paralisis, tidak ada kontraksi otot sama sekali
 terlihat atau teraba ada gerakan kontraksi otot, tetapi tidak ada gerakan
anggota gerak sama sekali.
 dapat menggerakkan anggota gerak, tetapi tidak kuat menahan berat
dan tidak kuat menahan tahanan pemeriksa.
 dapat menggerakkan anggota gerak untuk menahan berat, tetapi tidak
dapat menggerakkan anggota badan untuk melawan tahanan pemeriksa
(dapat melawan gaya gravitasi)
 dapat menggerakkan sendi dengan aktif untuk menahan berat dan
melawan tahanan secara simultan
m. Pemeriksaan tambahan yang dianjurkan : Analisa kromosom;  T3, T4,
TSH;  fungsi pendengaran.
Keterangan :
Px. Penunjang yg bisa dilakukan :
1. Pemeriksaan laboratorium :
a. Studi sitogenetik : Karyotyping penderita dan orang tua penderita (untuk
kepentingan konseling genetik)
2. Pemeriksaan lainnya:
a. Fluorescence In Situ Hybridization (FISH) : untuk mendeteksi Trisomi
21 secara cepat, baik pada masa prenatal maupun masa neonatal.
b. Thyroid-stimulating hormone (TSH) and Thyroxine (T4) : untuk menilai
fungsi kelenjar   tiroid.    Dilakukan segera setelah lahir dan berkala
setiap tahun.
3. Pemeriksaan radiologi :
a. X-foto kepala         :brakisefali, mikrosefali, hipoplastik tulang-tulang
wajah dan sinus
b. X-foto tangan        : hipoplastik tulang falangs tengah
4. Pemeriksaan lainnya:
a. Px. Dermatoglifik (sidik jari, telapak tangan & kaki)  menunjukkan
gambaran khas SD
b. EKG & Ekokardiogram    :untuk mendeteksi kemungkinan kelaian
jantung bawaan
c. ABR           : untuk menentukan derajad gangguan pendengaran/ketulian
d. DDST        :untuk deteksi dini gangguan tumbuh kembang
Diagnosis Sindroma Down  ditegakkan berdasarkan :
 Anamnesis : adanya keterlambatan perkembangan, dengan faktor risiko usia
ibu yang tua
 Pemeriksaan fisik : adanya gambaran dismorfik, hipotoni, refleks tendon
menurun, tungkai kelihatan pendek, jarak ibu jari kaki dengan jari kedua
lebar.
 Pemeriksaan penunjang : analisa kromosom (dianjurkan)

4.2 Diagnosa Keperawatan


a) Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan b.d abnormalitas
perkembanga kromosom,kelainan fisik
b) Perubahan nutrisi (pada neonatus): kurang dari kebutuhan
berhubungan   dengan kesulitan pemberian makanan karena lidah yang
menjulur dan palatum yang tinggi.
4.3 Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
keperawatan
1. DS : Down Syndrome Gangguan tumbuh
Ibu pasien mengatakan kembang
perkembangan&pertumbuhan anaknya Perubahan sekuensi
terhambat / tidak pada usia seharusnya. spektrum fenotip dan
DO : genotip
Pasien tampak tidak mampu melakukan
keterampilan/perilaku sesuai dengan Terjadi kelebihan pada
usia (misal : Usia 15 bulan, belum bisa fungi
duduk dan merangkak
Tampak pasien belum mampu berbicara Kelainan fisik pada anak
Tampak merespon dengan lambat
Pertumbuhan dan
perkembangan lambat

Gangguan tumbuh
kembang
2. DS : Down Syndrome Resiko defisit nutrisi
Ibu pasien mengatakan nafsu makan
anaknya menurun, hanya diberi makan Perubahan sekuensi
bubur karena ketidakmampuan menelan spektrum fenotip dan
makanan/ belum bisa makan nasi. genotip
DO :
Pasien tampak lesu Terjadi kelebihan pada
Pasien tampak pucat fungi
Mukosa bibir kering
Kelainan fisik pada anak

Lidah pendek dan besar


Gangguan fungsi menelan

Resiko defisit nutrisi

4.4 Intervensi

No SDKI SLKI SIKI


1. Gangguan tumbuh Setelah dilakukan tindakan Perawatan perkembangan
kembang keperawatan selama 2x24 jam Tindakan
dengan Status Perkembangan Observasi :
dapat diperoleh dengan 1. Identifikasi pencapaian tugas
kriteria hasil : perkembangan anak
1. Keterampilan/perilaku 2. Identifikasi isyarat perilaku dan
sesuai dengan usia cukup fisiologis yang ditujukan
meningkat
2. Respon sosial cukup Terapeutik :
meingkat 1. Pertahankan lingkungan yang
3. Kemampuan melakukan mendukung perkembangan optimal.
perawatan diri cukup 2. Pertahankan kenyamanan anak.
meningkat 3. Sediakan aktivitas yang memotivasi
anak berinteraksi dengan anak
lainnya.
4. Dukung anak mengekspresikan diri
melalui penghargaan positif atau
umpan balik atas uasahanya.
Edukasi :
1. Ajarkan anak keterampilan
berinteraksi
2. Anjurkan orangtua berinteraksi
dengan anaknya.
Kolaborasi :
1. Rujuk untuk konseling, jika perlu

2. Resiko defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi


keperawatan selama 2x24 jam Tindakan
dengan Status Nutrisi dapat Observasi :
diperoleh dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi alergi dan intoleransi
1. Nafsu makan cukup makan
membaik 3. Identifikasi makanan yang disukai
2. Kekuatan otot menelan 4. Monitor asupan
cukup meningkat Makanan
Terapeutik :
1. Sajikan makananyang menarik
2. Berikan suplemen makanan jika
perlu
3. Ajarkan diet yang diprogamkan
Kolaborasi :
1. kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrien yang dibutuhkan, jika
perlu.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Down syndrom adalah suat kondisi keterbelakangan perkembangan fisik
dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan
kromosom. Kromosom ini tebentuk akibat kegagalan sepasang kromosom
untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Pada penderita down
syndrom, kromosom kromosom nomor 21 tersebut berjumlah tiga (trisomi),
sehingga totalnya menjadi 47 kromosm.
Down syndrom merupakan satu kerusakan atau cacata fisik bawaan yang
disertai keterbelakangan mental, lidahnya tebal dan retak-retak atau terbelah,
wajanya datar ceper, dan matanya miring, abnomalitas pada muka, tubuh
pendek, dagu atau mulut kecil, leher pendek, kaki dan tangan terkadang
bengkok, dan kelopak mata mempunyai lipatan epikantus.
Down syndrom dapat dicegah dengan melakukan pemeriksan kromosom
melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal
kehamilan, diantaranya yaitu pemeriksaan isik penderita, Choionic Villus
Sampling (CVS), pemeriksaan kromosom ekokardiogram (ECG), USG,
pemeriksaan darah dan Amniosentesis.
Untuk membantu mempercepat kemajuan pertumbuhan dan
perkembangan anak, penderita ini biasanya dilatih dan dididik menjadi
manusia yang madiri untuk bisa melakukan semua keperluan pribadinya
sehari-hari seperti berpakaian dan buang air, walaupun kemajuannya lebih
lambat dari anak biasa, dengan terapi khusus, diantaranya yaitu terapi wicara,
terapi okulasi, terapi remedial, terapi kognitif, terapi sensori integrasi, dan
terapi snoefzelen.

5.2 Saran
Anak tersebut sebaiknya segera diberikan terapi bicara dan latihan fisik,
sehingga tetap dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya serta belajar
hidup dengan mandiri.
DAFTAR PUSTAKA

Marcdante, K,J., Kliegman, R, M., Jenson, H, B., Behrman, R, E. (2014). Ilmu


Kesehatan Anak Esensial. Edisi 6. Singapore: Elsevier.

Wiyani, N. A. (2014). Buku Ajar Penanganan Anak Usia Dini Berkebutuhan


Khusus. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media

Soetjiningsih. (2016). Tumbuh Kembang Anak. Edisi 2. Jakarta : EGC.

Bernstein, D. Shelov, S. (2016). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 3. Jakata : EGC.

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Edisi 1. Jakarta. DPP


PPNI

PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Edisi 1. Jakarta. DPP PPNI

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Edisi 1. Jakarta. DPP


PPNI

Anda mungkin juga menyukai