Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

DOWN SYNDROME

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas

Mata kuliah Pediatri

Yang dibimbing oleh :

Kamarul Arifin,S.Fis., M.Si

ANANDA KUSUMA EKA PRATIWI


191106001

PRODI FISIOTERAPI
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT., karena berkat rahmat-Nya kami
sebagai penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Kami sebagai penulis menyadari bahwa apa yang kami sajikan di dalam makalah
yang berjudul “Down Syndrome” ini masih terdapat kekurangannya, baik isi maupun
penulisannya. Kekurangan-kekurangan tersebut disebabkan oleh kelemahan dan keterbatasan
pengetahuan serta kemampuan kami baik disadari ataupun yang tidak disadari

Dalam penulisan makalah ini kami menyadari masih banyak kesalahan yang perlu di
perbaiki, untuk itu kritik dan saran dari pembaca perlu untuk disampaikan kepada kami. Agar
penulisan makalah selan jutnya akan lebih baik dan sekaligus sebagai upaya perbaikan dan
penyempurnaan dimasa yang akan datang. Kami berharap makalah ini bermanfaat bagi kami
sendiri dan juga bagi pembaca pada umumnya

Gresik, 18 Desember 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang......................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................1
1.4 Manfaat Penulisan................................................................................1
BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Definisi Down Syndrome......................................................................3


2.2 Patofisiologi dan Epidemiologi Down Syndrome.............................4
2.3 Diagnosis Penyandang Down Syndrome...........................................4
2.4 Etiologi Down Syndrome.....................................................................4
2.5 Permasalahan Sosial pada anak Down Syndrome .........................5
2.6 Karakteristik Anak dengan Down Syndrome..................................7
2.7 Intervensi Fisioterapi pada Down Syndrome...................................9
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan..........................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................13

ii
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Istilah trisomi digunakan untuk menggambarkan keberaaan tiga kromosom, daripada
pasangan kromosom yang cocok. Misalnya jika bayi dilahirkan dengan tiga kromosom
#21, bukan pasangan biasa, maka bayi tersebut akan dikatakan memiliki “trisomi 21”.
Trisomi 21 juga dikenal sebagai Down Syndrome.
Down syndrome adalah kelainan genetik yang melibatkan cacat lahir, cacat
intelektual, ciri-ciri wajah yang khas. Selain itu, sering melibatkan cacat jantung,
gangguan penglihatan dan pendengaran, dan masalah kesehatan lainnya. Tingkat
keparahan semua masalah ini sangat bervariasi di antara individu yang terkena.
Menurut penelitian, Down Syndrome menimpa satu di antara 700 kelahiran hidup
atau 1 diantara 800-1000 kelahiran bayi. Diperkirakan saat ini terdapat empat juta
penderita Down Syndrome di seluruh dunia, dan 300 ribu kasusnya terjadi di Indonesia.
Analisis baru menunjukkan bahwa dewasa ini lebih banyak bayi dilahirkan dengandown
syndrome dibanding 15 tahun lalu. Karena merupakan suatu kelainan yang tersering yang
tidak letal pada suatu kondisi trisomi, maka skrining genetik dan protokol testing menjadi
fokus dibidang obstetri. Kelainan mayor yang sering berhubungan adalah kelainan
jantung 30-40%. atresia gastrointestinal, leukimia dan penyakit tiroid. IQ berkisar 25-50.
Insidensnya pada wanita yang hamil diatas usia 35 th meningkat dengan cepat menjadi 1
diantara 250 kelahiran bayi. Diatas 40 th semakin meningkat lagi, 1 diantara 69 kelahiran
bayi.
Dengan adanya data tersebut makalah ini tersusun untuk memberi informasi dan
menggali kepedulian terhadap sesama. Selain itu juga dapat membantu khususnya
fisioterapi dan mahasiswa fisioterapi untuk mengetahui gejala-gejala sejak dini, sehingga
penderita Down Syndrome dapat penanganan secara tepat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Down Syndrome?
2. Apa pemicu Down Syndrome?
3. Bagaimana ciri fisik penderita Down Syndrome?
4. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada Down Syndrome?
5. Bagaimana cara menangani penderita Down Syndrome?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk memberi pengetahuan mahasiswa mengenai Down Syndrome
1
2. Agar mahasiswa mengerti dan memahami ciri fisik Down Syndrome
3. Agar mahasiswa mengetahui pemicu Down Syndrome
4. Agar mahasiswa mengetahui pemeriksaan diagnostik Down Syndrome
5. Agar mahasiswa bisa memahami penanganan Down Syndrome
1.4 Manfaat Penulisan
1. Untuk menambah literatur pengetahuan
2. Untuk melatih diri agar teratur dalam menulis
3. Untuk menambah wawasan

2
BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Definisi Down Syndrome


Menurut World Health Organization (WHO) Down Syndrome adalah sebuah tipe
retardasi mental yang disebabkan materi genetic kromosom 21. Sindrom ini bisa terjadi
akibat adanya proses yang disebut nondisjunction atau gagal berpisah yang mana materi
genetiknya gagal untuk memisahkan diri selama proses penting dari pembentukan gamet,
menghasilkan kromosom ekstra yang disebut trisomi 21. Penyebab gagal berpisah ini
belum diketahui, walaupun sebenarnya berkolerasi dengan umur ibu penyerta. (WHO,
2016)
Kelaian kromosom yang umum terjadi dan mudah dikenali. Diawali dari nama
dokter Inggris, Langdon dowm. Adanya lipatan pada kelopak mata penderita yaitu lipatan
epikantur yang juga memberi kesan seperti ras mongoloid. Down Syndrome bukan suatu
penyakit, tetapi merupakan suatu kelainan genetik yang dapat terjadi pada pria and wanita
berupa kelaianan kromosom 21 yang dinamakan trisomi 21 (Sudiono Janti, 2007)
Semua penyandang Down Syndrome mengalami keterlambatan kognitif yang
efeknya biasanya dalam taraf ringan ke sedang, dan tidak diindikasikan terhadap
banyaknya kekuatan dan bakat yang dimiliki tiap individu. Anak-anak penyandang Down
Syndrome juga memiliki keterlambatan dalam aspek motorik kasar, motorik halus, bahasa
dan personal sosial, antara lain hipotonus, perhatian penglihatan yang inkonsisten,
ketidakmampuan membuat frase yang bermakna setelah 24 bulan menurut acuan
perkembangan yang dipakai oleh Denver (National Down Syndrome Society, 2005).

2.2 Patofisiologi dan Epidemiologi Down Syndrome


Tubuh manusia terbuat dari sel, yang terdiri dari bagian utamanya yaitu nukleus,
dimana nukleus merupakan tempat menyimpanan gen. Kumpulan gen yang mempunyai
struktur disebut kromosom. Normalnya, setiap nukleus dari tiap sel berjumlah 23 pasang
kromosom, dimana setengahnya diwarisi dari masing-masing orang tua. Pada tiap
individu penyandang Down Syndrome sel berjumlah 47, bukan 46 dimana kromosom
ekstra adalah kromosom ke 21. Ini merupakan kelebihan jumlah materi genetik pada
Down Syndrome. Kromosom ke 21 ini dideteksi dengan menggunakan prosedur yang
dinamakan karotype. (National Down Syndrome Society, 2005)
Down Syndrome merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak
terjadi pada manusia. Kelainan ditemukan diseluruh dunia pada semua suku bangsa.
3
Mengenai semua etnis dan seluruh kelompok ekonomi. Kejadian Down Syndrome
diperkirakan 1 per 800 hingga 1 per 1000 kelahiran. Di Amerika Serikat, terdapat 5429
kasus baru per tahun. Usia ibu saat hamil berperan pada kejadian anak dengan sindroma
Down. Pada usia ibu hamil antara 20 hingga 24 tahun kemungkinannya 1/1490; usia 40
tahun, kemungkinannya 1/60; dan usia lebih dari 49 tahun, kemungkinan kejadiannya
1/11. Namun, meskipun nampaknya peningkatan usia ibu meningkatkan kemungkinan
anak dengan Down Syndrome, kenyataannya 80% anak dengan Down Syndrome
dilahirkan oleh ibu dengan usia kurang dari 35 tahun.
Untuk prognosis, kondisi Down Syndrome dapat memburuk apabila diikuti dengan
gangguan lain seperti adanya gagal jantung kongestif dini dan kelainan vaskular,
hipotiroid (prevalensi 40% Down Syndrome), leukimia (Down Syndrome berisiko 15x
lebih besar) autisme, diabetes, dan alzehimer dissease (Gunardi, 2011).
2.3 Diagnosis Penyandang Down Syndrome
Diagnosis Down Syndrome dapat dilakukan pada periode prenatal dan segera setelah
lahir. Skrining prenatal Down Syndrome melibatkan faktor usia ibu yang sudah lanjut,
pemeriksaan marker di dalam serum maternal, pemeriksaan ultrasongrafi, dan
pemeriksaan chorionic villus sampling (CVS) atau amniosentesis

2.4 Etiologi Down Syndrome


Down syndrome adalah salah satu cacat lahir genetik yang paling umum,
mempengaruhi sekitar satu dari sekitar 800 bayi. Di negara ini, sekitar 250.000 orang
menderita Down Syndrome. Harapan hidup diantara orang dewasa dengan Down
Syndrome adalah sekitar 60 tahun, meskipun usia rata-rata bervariasi (Henneberg et al.,
2014)
Biasanya dalam reproduksi, sel telur ibu dan sel sperma ayah mulai dengan jumlah
46 kromosom yang biasa. Sel telur dan biasanya dalam reproduksi, sel telur ibu dan sel
sperma ayah mulai dengan jumlah 46 kromosom yang biasa. Sel telur dan sperma
keduanya mengalami pembelahan sel di mana 46 kromosom dibagi dua, sehingga sel
telur dan sperma akan memiliki 23 kromosom masing-masing. Ketika sperma dengan 23
kromosom membuahi sel telur dengan 23 kromosom, bayi akan memiliki satu set lengkap
46 setengah dari ayah dan setengah dari ibu.
Kadang-kadang, kesalahan terjadi ketika 46 kromosom dibagi menjadi dua, dan sel
telur atau sperma menyimpan kedua salinan kromosom #21 alih-alih hanya satu salinan.
Jika sel telur atau sperma ini dibuahi, maka bayi akan memiliki tiga salinan kromosom
4
#21 yang disebut trisomi 21, atau Down Syndrome. Ciri-ciri Down Syndrome disebabkan
oleh salinan tambahan kromosom # 21 yang ada di setiap sel dalam tubuh (Kazemi et al.,
2016).
Sebagian besar kasus Down Syndrome disebabkan oleh trisomi 21. Kadang-kadang,
kromosom ekstra #21 atau sebagian melekat pada kromosom lain dalam telur atau
sperma, ini dapat menyebabkan "translokasi Down Syndrome." Ini adalah satu-satunya
bentuk Down Syndrome yang mungkin diwarisi dari orang tua. Beberapa orang tua
memiliki pengaturan ulang yang disebut translokasi seimbang, di mana kromosom #21
melekat pada kromosom lain, tetapi itu tidak mempengaruhi kesehatan mereka sendiri.
Jarang, bentuk lain yang disebut "Down Syndrome mozaik" dapat terjadi ketika kesalahan
dalam pembelahan sel terjadi setelah pembuahan. Individu-individu ini memiliki
beberapa sel dengan kromosom ekstra #21 (total 47 kromosom), dan sel-sel lain memiliki
jumlah yang biasa (total 46) (Kazemi et al., 2016).

2.5 Permasalahan Sosial pada anak Down Syndrome


Di banyak negara barat, telah ada peningkatan kesempatan untuk hidup normal bagi
anak dengan disabilitas, namun perhatian terhadap hal ini masih kurang di negara-negara
dengan pendapatan perkapita rendah. Proporsi anak usia sekolah dasar dengan disabilitas
yang masuk ke kelas regular di Amerika Serikat berkisar antara 30-70% dengan variasi
sesuai dengan kebijakan daerah. Di New South Wales, Australia, setidaknya setengah
anak dengan Down Syndrome yang lahir di tahun 1970-an menerima pendidikan dasar
seperti anak dengan perkembangan normal. Sedangkan di Inggris, anak-anak tersebut
dimasukkan dalam sekolah khusus. Penelitian di Amerika maupun Jepang menyatakan
bahwa pemisahan tersebut dapat mempersempit kesempatan anak-anak Down Syndrome
untuk berpartisipasi penuh dalam komunitas.
Konteks di mana interaksi sosial tersebut berlangsung dapat memengaruhi kualitas
dari interaksi. Anak usia prasekolah dengan disabilitas ringan menunjukkan interaksi
sosial yang lebih sering dan tingkatan yang lebih tinggi untuk permainan sosial ketika
mereka bermain dengan anak normal.
Anak usia prasekolah dengan disabilitas lebih independen akan berinteraksi lebih
banyak jika mengikuti kelas dengan karakteristik serupa (misalnya ukuran kelas dan jenis
kegiatan) dibandingkan dengan kelas yang didesain untuk anak tanpa disabilitas. Sigman
dan Ruskin melaporkan bahwa keterlambatan pada bahasa tidak berhubungan dengan

5
keterlambatan non verbal lainnya atau keterampilan bermain pada anak Down Syndrome.
Bahkan, mereka menemukan bahwa anak usia prasekolah dengan Down Syndrome lebih
responsif terhadap penampakan emosi orang dewasa dan secara rutin menginisiasi
interaksi sosial dengan orang dewasa. Frekuensi interaksi sosial dini dengan orang
dewasa berhubungan dengan keterlibatan ke kelompok sosial serupa di masa kecil
sebelumnya.
Observasi di tempat bermain dan kelas menunjukkan bahwa anak sebaya menerima
lebih dari 70% ajakan bermain dari anak Down Syndrome, dan anak Down Syndrome
menerima banyak ajakan bermain dari sekelilingnya mencapai 73%. Walaupun anak
Down Syndrome memiliki keterlambatan kognitif dan bahasa ekspresif, kemampuan
nonverbal termasuk memberikan perhatian dan respons sosial akan membantu mengatasi
keterlambatan pada kognisi dan bahasa dalam kompetensi sosialnya. Banyak anak dengan
Down Syndrome yang dilaporkan memiliki sahabat baik, termasuk teman dari kelompok
normal.
Alton (2001) menyatakan bahwa perkembangan sosial pada anak dengan Down
Syndrome biasanya baik, mereka dapat beradaptasi secara sosial dengan lebih baik bila
dibandingkan dengan anak lain yang juga mempunyai masalah kognisi dan komunikasi.
Hal ini dapat membantu mereka dalam berpartisipasi pada kegiatan lingkungan.
Komplikasi yang paling sering dijumpai akibat terganggunya perkembangan kognisi dan
juga bahasa adalah anak akan lebih berisiko mengalami masalah sosial dan perilaku.
Anak yang perkembangan kognisinya terganggu akan mengalami kesulitan dalam
berhubungan sosial dan pengendalian diri terhadap perilakunya. Beberapa anak dengan
Down Syndrome mengalami kecemasan yang besar sehingga memerlukan suatu ritual
tertentu yang dapat mengurangi kecemasan mereka.
Buckley (2002) menyatakan bahwa anak dengan Down Syndrome akan lebih mudah
belajar melalui melihat, meniru, dan kemudian mengerjakan. Pemahaman mereka akan
lebih baik melalui partisipasi, latihan, dan umpan balik daripada melalui penjelasan. Anak
dengan Down Syndrome perlu berteman dengan 2 macam kelompok orang: mereka akan
belajar banyak dari anak normal dan akan mengalami kepuasan serta keberhasilan bila
mereka bergaul dengan teman yang juga Down Syndrome. Secara umum, berikut ini
adalah tonggak perkembangan motorik kasar, motorik halus, komunikasi, aspek personal,
dan aspek sosial pada anak dengan Down Syndrome, dengan mengetahuinya lebih dini,
maka diharapkan keterlambatan pada tiap aspek dapat segera diidentifikasi untuk
kemudian ditindaklanjuti.
6
2.6 Karakteristik Anak dengan Down Syndrome
1. Perkembangan anak dengan Down Syndrome
Perkembangan anak Down Syndrome tentu berbeda dengan perkembangan anak
normal. Anak Down Syndrome memiliki kemampuan motorik yang membutuhkan waktu
dua kali lebih lama dibandingkan anak normal. Pendekatan yang paling umum untuk
proses perkembangan anak dengan Down Syndrome adalah dengan menggunakan
beberapa area perkembangan, yaitu kognitif, bahasa, motorik, sensorik dan sosial.
Perkembangan kognitif dari disabilitas intelektual dikenali sebagai salah satu
karakteristik yang prominen pada Down Syndrome. Penelitian di bidang neurosains
menunjukkan bahwa memang ada perbedaan yang mendasar dalam hal struktur dan cara
kerja otak anak dengan Down Syndrome dengan anak normal. Namun masih sangat jauh
untuk dapat membuat hubungan yang langsung antara kelainan otak spesifik dengan
berkurangnya perkembangan kognisi. Contoh, imaturitas yang ditemukan pada lobus
frontal dan temporal apakah berhubungan langsung dengan berkurangnya memori.
Perkembangan bahasa dari anak dengan Down Syndrome perkembangan bahasa
dan bicara biasanya lebih lambat. Mereka mengalami kesulitan berbicara secara spontan
dikarenakan perbedaan anatomi dan ketulian. Keterlambatan perkembangan bahasa
umumnya berkaitan dengan keterlambatan kognitif general.
Perbandingan perkembangan bahasa anak dengan Down Syndrome dengan anak dengan
perkembangan normal:
Perkembangan Usia Kronologis Anak Down Perkembangan Normal
Syndrome
Bahasa
Tersenyum 2,9 bulan 2 bulan
Kata pertama 21,82 bulan 10 bulan
2 kata 23 bulan 12 bulan
5-7 kata 31 bulan 18 bulan
(sumber: Russell DC, et al., 2016)
Perkembangan motorik kasar ataupun halus pada anak dengan Down Syndrome
mengikuti pola yang sama dengan anak normal, namun tonggak perkembangannya dicapai
dengan waktu yang lebih lambat.
Perbandingan perkembangan motorik anak dengan Down Syndrome dengan anak
dengan perkembangan normal:
Perkembangan Motorik Usia Kronologis pada Perkembangan Normal
Down

7
Syndrome
Menengakkan kepala 3,5-3,95 bulan 3 bulan
Membalik badan dari 5,7-6,83 bulan 7 bulan
tengkurap
Merayap 12,5-12,9 bulan 8-10 bulan
Merangkak 17,3 bulan 10 bulan
Berdiri sendiri 21,5 bulan 12 bulan
Berjalan 22-72-26,09 bulan 12-18 bulan
Tangan ke mulut (finger 24,3 bulan 9 bulan
feeding)
(Sumber: Russell DC, et al., 2016)
Perkembangan sensori pada bayi dengan Down Syndrome memiliki keterlambatan.
Didapatkan efek stimulasi vestibular dan kombinasi stimulasi vestibular sehingga terapi
sensoris integrasi dan terapi neurodevelopmental bermanfaat pada anak Sindrom Down.
Teori sensoris integrasi mengeksplorasi potensi hubungan antara proses neural yang
meliputi penerimaan (receiving), pendataan (registering), modulasi (modulation),
pengaturan (organizing), integrasi input sensoris (integrating sensory input), dan perilaku
(resulting adaptive behavior). Perkembangan sensoris menggabungkan seluruh indra,
tidak hanya penglihatan dan pendengaran. Indra taktil diperlukan untuk gerakan tubuh,
khususnya tangan. Ketika tidak ada sensoris di tangan, koordinasi motorik halus
terganggu. Hal ini dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan kognitif.
2. Pertumbuhan anak dengan Down Syndrome
Perawakan pendek adalah karakteristik sebagian besar anak dengan Sindrom
Down. Rata-rata tinggi di kebanyakan usia ada di sekitar persentil kedua dari populasi
umum. Penyebab utama dari keterlambatan pertumbuhan hingga kini masih belum
diketahui. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan
yaitu penyakit jantung bawaan, sumbatan jalan napas terkait henti napas saat tidur
(sleep apnea), kelainan saluran cerna, kekurangan hormon tiroid, dan kekurangan
nutrisi karena masalah dalam pemberian makan. Didapatkan juga peningkatan
kejadian kelebihan berat badan maupun obesitas, terutama di masa remaja dan
dewasa.
Retardasi pertumbuhan sudah terjadi sejak masa prenatal. Setelah lahir,
penurunan kecepatan pertumbuhan paling banyak terjadi saat anak berusia 6 bulan
sampai 3 tahun. Beberapa kondisi yang menyebabkan terlambatnya pertumbuhan
adalah penyakit jantung bawaan, defisiensi hormon tiroid, penyakit celiac, obstuksi

8
saluran napas atas, dan defisiensi zat gizi akibat kesulitan makan. Pubertas muncul
lebih awal dan terjadi gangguan percepatan pertumbuhan (growth support).
Faktor yang memengaruhi pertumbuhan anak dengan Down Syndrome adalah
faktor internal atau herediter, antara lain jenis kelamin, ras, suku bangsa, serta faktor
lingkungan yang meliputi lingkungan pranatal, postnatal, dan faktor hormonal. Faktor
hormonal yang berperan dalam tumbuh kembang anak yaitu somatotron (growth
hormon) berperan dalam memengaruhi pertumbuhan tinggi badan dengan
menstimulasi terjadinya proliferasi sel kartigo dan sistem skeletal.
Tanda dan gejala Down Syndrome:
 Abnormalitas pada tengkorak
 Abnormalitas pada muka
 Tubuh pendek
 Dagu atau mulut kecil
 Leher pendek
 Kaki dan tangan terkadang bengkok
 Mulut selalu terbuka
 Ujung lidah besar
 Hidung lebar dan rata
 Keduan lubang hidung terpisah lebar
 Jarak antara kedua mata lebar
 Kelopak mata mempunyai lipatan epikantus
 Memiliki otot-otot yang melemah
(hipotonia)

2.7 Interverensi Fisioterapi pada Down Syndrome


Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif untuk
mengatasi kelainan ini. Pada tahap perkembangannya penderita Down syndrome juga
dapat mengalami kemunduran dari sistim penglihatan, pendengaran maupun kemampuan
fisiknya mengingat tonus otot-otot yang lemah.
Namun, dapat dilakukan beberapa metode pengobatan berupa terapi. Tujuan
fisioterapi adalah untuk mengajarkan pada gerakan fisik yang tepat. Selain itu, Fisioterapi
pada Down Syndrome dapat membantu belajar untuk menggerakkan tubuhnya dengan
cara/gerakan yang tepat (appropriate ways). Beberapa jenis terapi yang bisa digunakan :

9
a) Terapi wicara. Suatu terapi yang di perlukan untuk anak Down Syndrome yang
mengalami keterlambatan bicara dan pemahaman kosakata
b) Terapi remedial. Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan
kemampuan akademis dan yang dijadikan acuan terapi ini adalah bahan-bahan
pelajaran dari sekolah biasa
c) Terapi sensori integrasi. Sensori integrasi adalah ketidakmampuan mengolah
rangsangan/sensori yang diterima. Terapi ini diberikan bagi anak Down Syndrome
yang mengalami gangguan integrasi sensori misalnya pengendalian sikap tubuh,
motorik kasar, motorik halus dan lain-lain. Dengan terapi ini anak diajarkan
melakukan aktivitas dengan terarah sehingga kemampuan otak akan meningkat.
d) Terapi tingkah laku (behaviour theraphy) Mengajarkan anak Down Syndrome yang
sudah berusia lebih besar agar memahami tingkah laku yang sesuai dan yang tidak
sesuai dengan norma-norma dan aturan yang berlaku di masyarakat.
Dalam penanganan kasus Down Syndrome, Fisioterapis dapat menggunakan
intervensi secara manual salah satunya adalah dengan menggunakan konsep Neuro
Developmental Treatment (NDT). NDT merupakan suatu pendekatan yang paling
umum digunakan untuk intervensi anak-anak dengan gangguan perkembangan.
Pendekatan NDT berfokus pada normalisasi otot hypertonus atau hypotonus (Ulyanik,
2013)
Tindakan fisioterapi (NDT):
 Teknik fasilitasi
Teknik fasilitasi adalah upaya mempermudah reaksi-reaksi automatik dan gerak
motorik yang mendekati gerak normal dengan teknik Key Point of Control
(KPOC) yang bertujuan untuk memperbaiki, mengembangkan, dan memelihara
tonus postural dan tonus pada ekstremitas, untuk memudahkan gerakan-gerakan
yang disengaja ketika diperlukan dalam aktifitas sehari-hari.
Salah satunya yaitu menggunakan alat balance board dan pasien duduk diatasnya.
Dengan memberikan gangguan dan menggoyang balance board (miring kiri-
kanan atau kedepan-kebelakang) menimbulkan reflek pasien untuk
memepertahankan posisi yang stabil baik secara postural atau dengan
menggunakan ekstremitasnya.
 Teknik stimulasi

10
Stimulasi yaitu upaya untuk memperkuat dan meningkatkan tonus otot melalui
proprioseptif dan taktil. Berguna untuk meningkatkan reaksi pada anak,
memelihara posisi dan pola gerak yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi secara
automatik. Terdapat 3 jenis input stimulasi yaitu input melalui taktil (touch),
propioseptif, dan vestibular.
Pasien melakukan beberapa latihan, seperti latihan merayap yang bertujuan
untuk memperkuat otot-otot pada AGA dan AGB dan melatih pola merayap yang
baik, latihan bangkit dari posisi tidur telentang ke posisi duduk yang bertujuan
untuk memperkuat otot-otot regio cervical dan thoraco-lumbar spine, dan latihan
duduk dari posisi tidur menyamping bertujuan untuk memperkuat otot-otot regio
cervical dan thoraco-lumbar spine serta ekstremitas atas
Salah satu prinsip peningkatan kekuatan otot adalah progressive overload
principle. Progressive overload principle adalah prinsip latihan dengan menjaga
atau menambah intensitas latihan yang dilakukan secara terus menerus sehingga
otot dapat membiasakan diri dengan tingkat stress yang ditimbulkan karena
tingginya intensitas latihan tersebut. Jika latihan dilakukan secara terus menerus,
otot akan beradaptasi dengan meningkatakan kemampuannya untuk melakukan
gerakan atau mempertahankan suatu posisi.

11
BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Down Syndrome merupakan suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan
mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Down
Syndrome memiliki beberapa pemicu, umur ibu, saudara laki- laki yang memiliki riwayat
Down Syndrome, dan kandungan yang sebelumnya terkena Down Syndrome. Selain itu,
memiliki keadaan ini biasanya berlaku oleh pemindahan bahan genetik dari kromosom 14
kepada kromosom 21. Bilangan kromosomnya normal yaitu 23 pasang atau jumlah
kesemuanya 46 kromosom. Pencegahan nya bisa dilalui melalui konseling genetik,
biologi molekuler, danamniocentesis bagi para ibu hamil. Down Syndrome sampai saat
ini belum ditemuai bagaimana cara penanganan nya, tetapi bisa di bantu dengan beberapa
terapi yang berfungsi untuk menggerakkan tubuhnya dengan cara/gerakan yang tepat
(appropriate ways).

12
DAFTAR PUSTAKA

Arifiyah, A. P. (2017, Februari 5). 350Sari Pediatri, Vol. 18, No. 5, Februari 2017Hubungan
antara Insulin-like Growth Factor-1 dengan Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Sindrom Down. Sari Pediatri, 350-356.

Evani, S. (n.d.). ALOMEDIKA. Retrieved Desember 17, 2020, from ALOMEDIKA Web site:
https://www.alomedika.com/penyakit/kedokteran-genetika/down-syndrome/diagnosis

Irwanto, d. (2019). A-Z Sindrom Down. Surabaya: Pusat Penerbit dan Percetakan Universitas
Airlangga (AUP).

Maksum, M. R. (2016, Agustus 11). PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS


DOWN SYNDROME DI PEDIATRIC NEURODEVELOPMENTAL TREATMENT
CENTRE (PNTC) KARANGANYAR. Retrieved Desember 22, 2020, from
http://eprints.ums.ac.id/: http://eprints.ums.ac.id/45499/25/naskah%20publikasi-wis
%20ramumet.pdf

NAUFAL, A. F. (2019). MENGENAL DAN MEMAHAMI FISIOTERAPI ANAK. Surakarta:


Universitas Muhammadiyah Press.

V, I. W. (2017, November 14). DOWN SYNDROME. Retrieved Desember 12, 2020, from
IMFI Wilayah 5: http://wilayah5.imfi.or.id/2017/11/14/down-syndrome/

13

Anda mungkin juga menyukai