DOWN SYNDROME
PRODI FISIOTERAPI
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT., karena berkat rahmat-Nya kami
sebagai penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Kami sebagai penulis menyadari bahwa apa yang kami sajikan di dalam makalah
yang berjudul “Down Syndrome” ini masih terdapat kekurangannya, baik isi maupun
penulisannya. Kekurangan-kekurangan tersebut disebabkan oleh kelemahan dan keterbatasan
pengetahuan serta kemampuan kami baik disadari ataupun yang tidak disadari
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari masih banyak kesalahan yang perlu di
perbaiki, untuk itu kritik dan saran dari pembaca perlu untuk disampaikan kepada kami. Agar
penulisan makalah selan jutnya akan lebih baik dan sekaligus sebagai upaya perbaikan dan
penyempurnaan dimasa yang akan datang. Kami berharap makalah ini bermanfaat bagi kami
sendiri dan juga bagi pembaca pada umumnya
Penyusun
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
ii
BAB 1 PENDAHULUAN
2
BAB 2 PEMBAHASAN
5
keterlambatan non verbal lainnya atau keterampilan bermain pada anak Down Syndrome.
Bahkan, mereka menemukan bahwa anak usia prasekolah dengan Down Syndrome lebih
responsif terhadap penampakan emosi orang dewasa dan secara rutin menginisiasi
interaksi sosial dengan orang dewasa. Frekuensi interaksi sosial dini dengan orang
dewasa berhubungan dengan keterlibatan ke kelompok sosial serupa di masa kecil
sebelumnya.
Observasi di tempat bermain dan kelas menunjukkan bahwa anak sebaya menerima
lebih dari 70% ajakan bermain dari anak Down Syndrome, dan anak Down Syndrome
menerima banyak ajakan bermain dari sekelilingnya mencapai 73%. Walaupun anak
Down Syndrome memiliki keterlambatan kognitif dan bahasa ekspresif, kemampuan
nonverbal termasuk memberikan perhatian dan respons sosial akan membantu mengatasi
keterlambatan pada kognisi dan bahasa dalam kompetensi sosialnya. Banyak anak dengan
Down Syndrome yang dilaporkan memiliki sahabat baik, termasuk teman dari kelompok
normal.
Alton (2001) menyatakan bahwa perkembangan sosial pada anak dengan Down
Syndrome biasanya baik, mereka dapat beradaptasi secara sosial dengan lebih baik bila
dibandingkan dengan anak lain yang juga mempunyai masalah kognisi dan komunikasi.
Hal ini dapat membantu mereka dalam berpartisipasi pada kegiatan lingkungan.
Komplikasi yang paling sering dijumpai akibat terganggunya perkembangan kognisi dan
juga bahasa adalah anak akan lebih berisiko mengalami masalah sosial dan perilaku.
Anak yang perkembangan kognisinya terganggu akan mengalami kesulitan dalam
berhubungan sosial dan pengendalian diri terhadap perilakunya. Beberapa anak dengan
Down Syndrome mengalami kecemasan yang besar sehingga memerlukan suatu ritual
tertentu yang dapat mengurangi kecemasan mereka.
Buckley (2002) menyatakan bahwa anak dengan Down Syndrome akan lebih mudah
belajar melalui melihat, meniru, dan kemudian mengerjakan. Pemahaman mereka akan
lebih baik melalui partisipasi, latihan, dan umpan balik daripada melalui penjelasan. Anak
dengan Down Syndrome perlu berteman dengan 2 macam kelompok orang: mereka akan
belajar banyak dari anak normal dan akan mengalami kepuasan serta keberhasilan bila
mereka bergaul dengan teman yang juga Down Syndrome. Secara umum, berikut ini
adalah tonggak perkembangan motorik kasar, motorik halus, komunikasi, aspek personal,
dan aspek sosial pada anak dengan Down Syndrome, dengan mengetahuinya lebih dini,
maka diharapkan keterlambatan pada tiap aspek dapat segera diidentifikasi untuk
kemudian ditindaklanjuti.
6
2.6 Karakteristik Anak dengan Down Syndrome
1. Perkembangan anak dengan Down Syndrome
Perkembangan anak Down Syndrome tentu berbeda dengan perkembangan anak
normal. Anak Down Syndrome memiliki kemampuan motorik yang membutuhkan waktu
dua kali lebih lama dibandingkan anak normal. Pendekatan yang paling umum untuk
proses perkembangan anak dengan Down Syndrome adalah dengan menggunakan
beberapa area perkembangan, yaitu kognitif, bahasa, motorik, sensorik dan sosial.
Perkembangan kognitif dari disabilitas intelektual dikenali sebagai salah satu
karakteristik yang prominen pada Down Syndrome. Penelitian di bidang neurosains
menunjukkan bahwa memang ada perbedaan yang mendasar dalam hal struktur dan cara
kerja otak anak dengan Down Syndrome dengan anak normal. Namun masih sangat jauh
untuk dapat membuat hubungan yang langsung antara kelainan otak spesifik dengan
berkurangnya perkembangan kognisi. Contoh, imaturitas yang ditemukan pada lobus
frontal dan temporal apakah berhubungan langsung dengan berkurangnya memori.
Perkembangan bahasa dari anak dengan Down Syndrome perkembangan bahasa
dan bicara biasanya lebih lambat. Mereka mengalami kesulitan berbicara secara spontan
dikarenakan perbedaan anatomi dan ketulian. Keterlambatan perkembangan bahasa
umumnya berkaitan dengan keterlambatan kognitif general.
Perbandingan perkembangan bahasa anak dengan Down Syndrome dengan anak dengan
perkembangan normal:
Perkembangan Usia Kronologis Anak Down Perkembangan Normal
Syndrome
Bahasa
Tersenyum 2,9 bulan 2 bulan
Kata pertama 21,82 bulan 10 bulan
2 kata 23 bulan 12 bulan
5-7 kata 31 bulan 18 bulan
(sumber: Russell DC, et al., 2016)
Perkembangan motorik kasar ataupun halus pada anak dengan Down Syndrome
mengikuti pola yang sama dengan anak normal, namun tonggak perkembangannya dicapai
dengan waktu yang lebih lambat.
Perbandingan perkembangan motorik anak dengan Down Syndrome dengan anak
dengan perkembangan normal:
Perkembangan Motorik Usia Kronologis pada Perkembangan Normal
Down
7
Syndrome
Menengakkan kepala 3,5-3,95 bulan 3 bulan
Membalik badan dari 5,7-6,83 bulan 7 bulan
tengkurap
Merayap 12,5-12,9 bulan 8-10 bulan
Merangkak 17,3 bulan 10 bulan
Berdiri sendiri 21,5 bulan 12 bulan
Berjalan 22-72-26,09 bulan 12-18 bulan
Tangan ke mulut (finger 24,3 bulan 9 bulan
feeding)
(Sumber: Russell DC, et al., 2016)
Perkembangan sensori pada bayi dengan Down Syndrome memiliki keterlambatan.
Didapatkan efek stimulasi vestibular dan kombinasi stimulasi vestibular sehingga terapi
sensoris integrasi dan terapi neurodevelopmental bermanfaat pada anak Sindrom Down.
Teori sensoris integrasi mengeksplorasi potensi hubungan antara proses neural yang
meliputi penerimaan (receiving), pendataan (registering), modulasi (modulation),
pengaturan (organizing), integrasi input sensoris (integrating sensory input), dan perilaku
(resulting adaptive behavior). Perkembangan sensoris menggabungkan seluruh indra,
tidak hanya penglihatan dan pendengaran. Indra taktil diperlukan untuk gerakan tubuh,
khususnya tangan. Ketika tidak ada sensoris di tangan, koordinasi motorik halus
terganggu. Hal ini dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan kognitif.
2. Pertumbuhan anak dengan Down Syndrome
Perawakan pendek adalah karakteristik sebagian besar anak dengan Sindrom
Down. Rata-rata tinggi di kebanyakan usia ada di sekitar persentil kedua dari populasi
umum. Penyebab utama dari keterlambatan pertumbuhan hingga kini masih belum
diketahui. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan
yaitu penyakit jantung bawaan, sumbatan jalan napas terkait henti napas saat tidur
(sleep apnea), kelainan saluran cerna, kekurangan hormon tiroid, dan kekurangan
nutrisi karena masalah dalam pemberian makan. Didapatkan juga peningkatan
kejadian kelebihan berat badan maupun obesitas, terutama di masa remaja dan
dewasa.
Retardasi pertumbuhan sudah terjadi sejak masa prenatal. Setelah lahir,
penurunan kecepatan pertumbuhan paling banyak terjadi saat anak berusia 6 bulan
sampai 3 tahun. Beberapa kondisi yang menyebabkan terlambatnya pertumbuhan
adalah penyakit jantung bawaan, defisiensi hormon tiroid, penyakit celiac, obstuksi
8
saluran napas atas, dan defisiensi zat gizi akibat kesulitan makan. Pubertas muncul
lebih awal dan terjadi gangguan percepatan pertumbuhan (growth support).
Faktor yang memengaruhi pertumbuhan anak dengan Down Syndrome adalah
faktor internal atau herediter, antara lain jenis kelamin, ras, suku bangsa, serta faktor
lingkungan yang meliputi lingkungan pranatal, postnatal, dan faktor hormonal. Faktor
hormonal yang berperan dalam tumbuh kembang anak yaitu somatotron (growth
hormon) berperan dalam memengaruhi pertumbuhan tinggi badan dengan
menstimulasi terjadinya proliferasi sel kartigo dan sistem skeletal.
Tanda dan gejala Down Syndrome:
Abnormalitas pada tengkorak
Abnormalitas pada muka
Tubuh pendek
Dagu atau mulut kecil
Leher pendek
Kaki dan tangan terkadang bengkok
Mulut selalu terbuka
Ujung lidah besar
Hidung lebar dan rata
Keduan lubang hidung terpisah lebar
Jarak antara kedua mata lebar
Kelopak mata mempunyai lipatan epikantus
Memiliki otot-otot yang melemah
(hipotonia)
9
a) Terapi wicara. Suatu terapi yang di perlukan untuk anak Down Syndrome yang
mengalami keterlambatan bicara dan pemahaman kosakata
b) Terapi remedial. Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan
kemampuan akademis dan yang dijadikan acuan terapi ini adalah bahan-bahan
pelajaran dari sekolah biasa
c) Terapi sensori integrasi. Sensori integrasi adalah ketidakmampuan mengolah
rangsangan/sensori yang diterima. Terapi ini diberikan bagi anak Down Syndrome
yang mengalami gangguan integrasi sensori misalnya pengendalian sikap tubuh,
motorik kasar, motorik halus dan lain-lain. Dengan terapi ini anak diajarkan
melakukan aktivitas dengan terarah sehingga kemampuan otak akan meningkat.
d) Terapi tingkah laku (behaviour theraphy) Mengajarkan anak Down Syndrome yang
sudah berusia lebih besar agar memahami tingkah laku yang sesuai dan yang tidak
sesuai dengan norma-norma dan aturan yang berlaku di masyarakat.
Dalam penanganan kasus Down Syndrome, Fisioterapis dapat menggunakan
intervensi secara manual salah satunya adalah dengan menggunakan konsep Neuro
Developmental Treatment (NDT). NDT merupakan suatu pendekatan yang paling
umum digunakan untuk intervensi anak-anak dengan gangguan perkembangan.
Pendekatan NDT berfokus pada normalisasi otot hypertonus atau hypotonus (Ulyanik,
2013)
Tindakan fisioterapi (NDT):
Teknik fasilitasi
Teknik fasilitasi adalah upaya mempermudah reaksi-reaksi automatik dan gerak
motorik yang mendekati gerak normal dengan teknik Key Point of Control
(KPOC) yang bertujuan untuk memperbaiki, mengembangkan, dan memelihara
tonus postural dan tonus pada ekstremitas, untuk memudahkan gerakan-gerakan
yang disengaja ketika diperlukan dalam aktifitas sehari-hari.
Salah satunya yaitu menggunakan alat balance board dan pasien duduk diatasnya.
Dengan memberikan gangguan dan menggoyang balance board (miring kiri-
kanan atau kedepan-kebelakang) menimbulkan reflek pasien untuk
memepertahankan posisi yang stabil baik secara postural atau dengan
menggunakan ekstremitasnya.
Teknik stimulasi
10
Stimulasi yaitu upaya untuk memperkuat dan meningkatkan tonus otot melalui
proprioseptif dan taktil. Berguna untuk meningkatkan reaksi pada anak,
memelihara posisi dan pola gerak yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi secara
automatik. Terdapat 3 jenis input stimulasi yaitu input melalui taktil (touch),
propioseptif, dan vestibular.
Pasien melakukan beberapa latihan, seperti latihan merayap yang bertujuan
untuk memperkuat otot-otot pada AGA dan AGB dan melatih pola merayap yang
baik, latihan bangkit dari posisi tidur telentang ke posisi duduk yang bertujuan
untuk memperkuat otot-otot regio cervical dan thoraco-lumbar spine, dan latihan
duduk dari posisi tidur menyamping bertujuan untuk memperkuat otot-otot regio
cervical dan thoraco-lumbar spine serta ekstremitas atas
Salah satu prinsip peningkatan kekuatan otot adalah progressive overload
principle. Progressive overload principle adalah prinsip latihan dengan menjaga
atau menambah intensitas latihan yang dilakukan secara terus menerus sehingga
otot dapat membiasakan diri dengan tingkat stress yang ditimbulkan karena
tingginya intensitas latihan tersebut. Jika latihan dilakukan secara terus menerus,
otot akan beradaptasi dengan meningkatakan kemampuannya untuk melakukan
gerakan atau mempertahankan suatu posisi.
11
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Down Syndrome merupakan suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan
mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Down
Syndrome memiliki beberapa pemicu, umur ibu, saudara laki- laki yang memiliki riwayat
Down Syndrome, dan kandungan yang sebelumnya terkena Down Syndrome. Selain itu,
memiliki keadaan ini biasanya berlaku oleh pemindahan bahan genetik dari kromosom 14
kepada kromosom 21. Bilangan kromosomnya normal yaitu 23 pasang atau jumlah
kesemuanya 46 kromosom. Pencegahan nya bisa dilalui melalui konseling genetik,
biologi molekuler, danamniocentesis bagi para ibu hamil. Down Syndrome sampai saat
ini belum ditemuai bagaimana cara penanganan nya, tetapi bisa di bantu dengan beberapa
terapi yang berfungsi untuk menggerakkan tubuhnya dengan cara/gerakan yang tepat
(appropriate ways).
12
DAFTAR PUSTAKA
Arifiyah, A. P. (2017, Februari 5). 350Sari Pediatri, Vol. 18, No. 5, Februari 2017Hubungan
antara Insulin-like Growth Factor-1 dengan Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Sindrom Down. Sari Pediatri, 350-356.
Evani, S. (n.d.). ALOMEDIKA. Retrieved Desember 17, 2020, from ALOMEDIKA Web site:
https://www.alomedika.com/penyakit/kedokteran-genetika/down-syndrome/diagnosis
Irwanto, d. (2019). A-Z Sindrom Down. Surabaya: Pusat Penerbit dan Percetakan Universitas
Airlangga (AUP).
V, I. W. (2017, November 14). DOWN SYNDROME. Retrieved Desember 12, 2020, from
IMFI Wilayah 5: http://wilayah5.imfi.or.id/2017/11/14/down-syndrome/
13