Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH DOWN SINDROM

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak 1


Dosen Pengampu: Elmie Muftiana, S.Kep., Ns., M.Kep

Anggota Kelompok 5 :
Erma Puspa Mardalina 20631925
Candra Cahya Setya Pradana 20631991
Redina Indiartanti 20631913
Anis Septiyani Risqi Amelia 20631931

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2022
KATA PENGANTAR

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kita kehadirat Allah SWT. atas
rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tanpa
ada suatu halangan apa pun. Kedua kalinya tak lupa kami panjatkan shalawat serta salam
kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw, semoga syafaatnya mengalir pada kita di hari
akhir kelak. Syukur Alhamdulillah kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi
tugas kelompok untuk mata kuliah Keperawatan Anak 1.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Elmie Muftiana, S.Kep, M.Kep selaku
dosen Keperawatan Anak 1 yang telah memberikan tugas ini sehingga bisa menambah
pengetahuan dan wawasan mengenai bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu kami
mengharapkan segala bentuk saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Kami
berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Ponorogo, 20 April 2022

(Penulis)
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit keterbelakangan mental dalam spesifikasinya ada yang disebut dengan down
syndrome. Penyakit down syndrome ini disebabkan karena faktor keturunan atau
kesalahan pada pembelahan kromosom. Selain itu, banyak juga faktor yang menyebabkan
penyakit down syndrome ini. Diantara kita mungkin tidak banyak mengenal dan tidak
memahami akan adanya penyakit ini, sehingga sering terjadi pada anak karena
ketidaktahuan kita selama ini.
John Langdon adalah seorang dokter dari Inggris yang pertama kali menggambarkan
kumpulan gejala syndrome Down pada tahun 1886. Tetapi sebelumnya Esquirol pada
tahun 1838 dan Seguin pada tahun 1846 telah melaporkan seorang anak yang mempunyai
tandatanda mirip Down Syndrome. Sumbangan Down yang terbesar adalah
kemampuannya mengenali karakteristik fisik yang spesifik dan deskripsinya yang jelas
tentang keadaan ini, yang secara keseluruhan berbeda dengan anak yang normal. Karena
matanya yang khas seperti bangsa Mongol maka dulu disebut juga sebagai bangsa
Mongoloid, tetapi sekarang istilah ini sudah tidak digunakan lagi karena dapat
menyinggung perasaan suatu bangsa.
Anak dengan syndrome Down adalah individu yang dapat dikenali dari fenotipenya
dan mempunyai kecerdasan yang terbatas, yang terjadi akibat adanya jumlah kromoson
21 yang berlebih. Diperkirakan bahwa materi genetic yang berlebih itu terletak pada
bagian lengan bawah dari kromoson 21 dan interaksinya dengan fungsi gen lainnya
menghasilkan suatu perubahan homeostasis yang memungkinkan terjadinya
penyimpangan perkembangan fisik dan susunan saraf pusat.
Sindrom Down (bahasa Inggris: Down syndrome) merupakan kelainan genetik yang
terjadi pada kromosom 21 yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang
cukup khas. Pada tahun 1970-an para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari
kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan merujuk penemu pertama kali sindrom
ini dengan istilah sindrom Down dan hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah yang
sama.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep teori asuhan keperawatan pada pasien Down Syndrome?
2. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan Down Syndrome ?
1.3. Tujuan
Mengetahui konsep teori asuhan keperawatan pada pasien Down Syndrome

1.4. Manfaat
Meningkatkan pengetahuan mengenai konsep asuhan keperawatan pada pasien Down
Syndrom
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Definisi
Down Syndrome adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan
mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom.
Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan
diri saat terjadi pembelahan (Wikipedia Indonesia). Sindrom Down (Bahasa Inggris:
Down Syndrome) adalah suatu kumpulan gejala akibat dari abnormalitas kromosom,
biasanya kromosom 21, yang tidak berhasil memisahkan diri selama meiosis sehingga
terjadi individu dengan 47 kromosom. Sindrom ini pertama kali diuraikan oleh Langdon
Down pada tahun 1866. Sindrom Down (Trisomi 21, Mongolisme) adalah suatu kelainan
kromosom yang menyebabkan keterbelakangan mental (retardasi mental) dan kelainan
fisik (medicastore). Anak dengan sindrom down adalah individu yang dapat dikenali dari
fenotipnya dan mempunyai kecerdasan yang terbatas, yang terjadi akibat adanya
kromosom 21 yang berlebihan (Soetjiningsih).

2.2. Etiologi
Selama satu abad sebelumnya banyak hipotesis tentang penyebab Down syndrome
yang dilaporkan. Tetapi semenjak ditemukan adanya kelainan kromosom pada syndrome
Down pada tahun 1959, maka sekarang perhatian lebih dipusatkan pada kejadian
“nondisjunctional” sebagai penyebabnya yaitu:
a. Genetik
Diperkirakan terdapat predisposisi genetik terhadap kasus down syndrome. Bukti
yang mendukung teori ini adalah berdasarkan atas hasil penelitian epidiomologi
yang menyatakan adanya peningkatan risiko berulang bila dalam keluarga terdapat
anak dengan down syndrome.
b. Radiasi
Radiasi dikatakan merupakan salah satu penyebab terjadinya “non-disjunctional”
pada syndrome down ini. Uchidi 1981 (dikutip Pueschel dkk) menyatakan bahwa
sekitar 30 % ibu yang melahirkan anak dengan down syndrome , pernah mengalami
radiasi di daerah perut sebelum terjadinya konsepsi. Sedangkan peneliti lain tidak
mendapatkan adanya hubungan antara radiasi dengan penyimpangan kromosos.
c. Infeksi
Infeksi juga dikatakan sebagai salah satu penyebab sindrom down. Karena sampai
saat ini belum ada peneliti yang mampu memastikan bahwa virus dapat
mengakibatkan terjadinya down syndrome “non-disjuction”. Namun salah satu virus
yang dapat menyebabkan perubahan jumlah maupun struktur kromosom, yaitu
rubella. Dimana rubella adalah salah satu jenis infeksi virus tersering pada prenatal
yang bersifat teratogen lingkungan yang dapat mempengaruhi embryogenesis dan
mutasi gen sehingga menyebabkan perubahan jumlah maupun struktur kromosom
(Irwanto, 2019).
d. Autoimun
Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang dikaitkan dengan tiroid. Penelitian
Fialkow 1996 dikutip Pueschel dkk) secara konsisten mendapatkan adanya
perbedaan autoantibodi tiroid pada ibu yang melahirkan anak dengan syndrome
down dengan ibu control yang umurnya sama.
e. Umur Ibu
Apabila umur ibu di atas 35 tahun , diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang
dapat menyebabkan terjadinya “non-disjunctional” pada kromosom yaitu terjadi
translokasi kromosom 21 dan 15. Perubahan endokrin seperti meningkatnya sekresi
androgen, perubahan konsentrasi reseptor hormone, peningkatan secara tajam kadar
LH (Luteinizing hormone) dan FSH (Follicular Stimulating hormone) secara tiba-
tiba sebelum dan selama menopause, dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya
“nondisjunction.” Bagi ibu-ibu yang berumur 35 tahun ke atas, semasa mengandung
mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk melahirkan anak Down Syndrom. 95
penderita down syndrom disebabkan oleh kelebihan kromosom 21. Keadaan ini
disebabkan oleh “non-dysjunction” kromosom yang terlibat yaitu kromosom 21
dimana semasa proses pembahagian sel secara mitosis pemisahan kromosom 21
tidak berlaku dengan sempurna. Di kalangan 5 % lagi, kanak-kanak down syndrom
6 disebabkan oleh mekanisme yang dinamakan “Translocation“. Keadaan ini
biasanya berlaku oleh pemindahan bahan genetik dari kromosom 14 kepada
kromosom 21. Bilangan kromosomnya normal iaitu 23 pasang atau jumlah
kesemuanya 46 kromosom. Mekanisme ini biasanya berlaku pada ibu-ibu di
peringkat umur yang lebih muda. Sebagian kecil down syndrom disebabkan oleh
mekanisme yang dinamakan “mosaic”.
f. Umur Ayah
Selain pengaruh umur ibu terhadap syndrome down, juga dilaporkan adanya
pengaruh umur ayah. Penelitian sitogenetik pada orang tua dari anak dengan
syndrome down mendapatkan bahwa 20-30% kasus ekstra kromoson 21 bersumber
dari ayahnya, tetapi korelasinya tidak setinggi dengan umur ibu.
Faktor lainnya seperti intramagnetik, organisasi nukleolus, bahan kimia dan
frekuensi koitus masih didiskusikan kemungkinan sebagai penyebab dari syndrome
down.
 Gangguan intragametik yaitu gangguan pada gamet, kemungkinan terjadi
Translokasi kromosom 21 dan 15.
 Organisasi nukleus yaitu sintesis protein yang abnormal sehingga menyebabkan
kesalahan DNA menuju ke RNA.
 Bahan kimia juga dapat menyebabkan mutasi gen janin pada saat dalam
kandungan.
 Frekwensi coitus akan merangsang kontraksi uterus, sehingga dapat berdampak
pada janin.

2.3. Patofisiologi
Sindroma Down (SD) dikenal sebagai suatu kelainan genetik yang disebabkan adanya
tiga kromosom 21. Berdasarkan pemeriksaan sitogenetik, umumnya sindroma Down
dibedakan atas tiga tipe, yaitu SD trisomi bebas, SD translokasi, dan SD mosaic.
Sindroma Down trisomi bebas merupakan tipe yang paling banyak dijumpai. Berikut ini
akan diuraikan lebih lanjut ketiga tipe sindroma Down tersebut. Kromosom adalah
struktur seperti benang yang terdiri dari DNA dan protein lain. Kromosom-kromosom itu
ada di setiap sel tubuh dan membawa informasi genetik yang diperlukan oleh sel untuk
berkembang. Gen adalah unit informasi yang dikodekan dalam DNA. Sel manusia
normal memiliki 46 kromosom yang dapat disusun dalam 23 pasang. Dari 23 pasang, 22
sama untuk pria maupun wanita yang disebut dengan autosom. Pasangan kromosom ke-
23 adalah kromosom kelamin (X dan Y). Setiap anggota dari sepasang kromosom
membawa informasi yang sama, yang berarti bahwa gen yang sama berada di daerah
yang sama pada kromosom. Namun, variasi gen (alel) mungkin terjadi. Contoh:
informasi genetik untuk warna mata disebut gen, dan variasi untuk biru, hijau, dan lain-
lain disebut alel.
Ada dua cara pembelahan sel, pertama adalah pembelahan sel biasa (mitosis). Dengan
cara ini, satu sel membelah menjadi dua sel yang memiliki jumlah dan tipe kromosom
yang sama persis dengan kromosom sel induk. Yang kedua adalah pembelahan sel yang
terjadi dalam ovarium dan testis (meiosis) dan terdiri dari satu sel yang membelah
menjadi dua, dengan jumlah kromosom setengah dari jumlah kromosom sel induk. Jadi,
normalnya sel telur dan sel sperma hanya memiliki 23 kromosom bukan 46.
Ada banyak kesalahan yang dapat terjadi selama proses pembelahan sel. Pada
meiosis, beberapa pasang kromosom membelah diri dan berpisah ke tempat yang
berbeda, peristiwa ini disebut disjungsi. Namun, kadang-kadang salah satu pasang tidak
membelah, dan seluruhnya pergi ke satu daerah. Ini berarti bahwa dalam sel-sel yang
dihasilkan, seseorang akan memiliki 24 kromosom dan yang lain akan memiliki 22
kromosom. Peristiwa kecelakaan ini disebut dengan nondisjunction dan dapat terjadi
pada meiosis I atau II (lebih sering terjadi pada meiosis I). Pada sindroma Down, 95%
dari semua kasus disebabkan oleh peristiwa ini, satu sel mempunyai dua kromosom 21,
bukan satu sehingga sel telur yang dibuahi akan memiliki tiga kromosom 21. Oleh
karena itu sering disebut dengan nama ilmiah, trisomi 21. Penelitian terbaru telah
menunjukkan bahwa dalam kasus ini, sekitar 90% dari sel-sel yang abnormal adalah sel
telur. Penyebab kesalahan nondisjunction tidak diketahui, tetapi pastinya memiliki kaitan
dengan usia ibu. Penelitian saat ini bertujuan untuk mencoba menentukan penyebab dan
waktu terjadinya peristiwa nondisjunction.
Tiga sampai empat persen dari semua kasus trisomi 21 adalah karena Translokasi
Robersonian. Dalam kasus ini, dua pembelahan terjadi di kromosom yang terpisah,
biasanya pada kromosom 14 dan 21. Ada penataan ulang materi genetik sehingga
beberapa dari kromosom 14 digantikan oleh kromosom 21 tambahan (ekstra). Jadi pada
saat jumlah kromosom normal, terjadi triplikasi dari kromosom 21. Beberapa anak
mungkin hanya terjadi triplikasi pada kromosom 21 bukan pada keseluruhan kromosom,
yang biasa 8 disebut dengan trisomi 21 parsial. Translokasi yang hasilkan dari trisomi 21
mungkin dapat diwariskan, jadi penting untuk memriksa kromosom orang tua dalam
kasus ini untuk melihat apakah anak mungkin memiliki sifat pembawa (carrier). Sisa
kasus trisomi 21 adalah karena kejadian mosaik. Orangorang ini memiliki campuran
garis sel, beberapa diantaranya memiliki sejumlah kromosom normal dan lainnya
memiliki trisomi 21. Dalam mosaik sel, campuran ini terlihat berbeda dari jenis yang
sama. Dalam mosaik jaringan, satu set sel , seperti semua sel darah mungkin memiliki
kromosom normal dan juga tipe yang lain, seperti semua selsel kulit, mungkin memiliki
trisomi 21. Kromosom adalah pemegang gen, dimana sejumlah kecil DNA diarahkan
dalam hal produksi beragam materi yang dibutuhkan oleh tubuh. Pengarahan oleh gen ini
disebut ekspresi gen. Pada trisomi 21, kehadiran sebuah gen tambahan menyebabkan
overekspresi dari gen yang terlibat, sehingga meningkatkan produksi produk tertentu.
Untuk sebagaian besar gen, overekspresi memiliki pengaruh yang kecil karena adanya
mekanisme tubuh yang mengatur gen dan produknya. Akan tetapi, gen yang
menyebabkan sindroma Down tampaknya merupakan suatu pengecualian. Dari
penelitian bertahun-tahun, satu teori yang terkenal menyebutkan bahwa hanya sedikit
bagian dari kromosom 21 yang sebenarnya benar-benar perlu ditriplikasi untuk membuat
efek pada sindroma Down, yang disebut sebagai Down’s Syndrome Critical Region.
Namun, region ini bukan merupakan satu daerah yang kecil, tetapi beberapa daerah yang
kemungkinan besar tidak selalu berdampingan. Kromosom 21 mungkin benar-benar
memegang 200- 250 gen (menjadi kromosom yang terkecil dalam hal jumlah gen), tetapi
diperkirakan bahwa hanya beberapa persen saja yang mengakibatkan ciri-ciri pada Down
Syndrome.
Gen yang mungkin terlibat dalam terjadinya sindroma down meliputi:
1. Superoxide Dismustase (SOD1) – overekspresi yang menyebabkan penuaan dini dan
menurunnya fungsi sitem imun. Gen ini berperan dalam demensia tipe Alzheimer.
2. COL6A1 – overekspresi yang menyebabkan cacat jantung.
3. ETS2 – overekspresi yang menyebabkan kelainan tulang (abnormalitas skeletal).
4. CAF1A – overekspresi yang dapat merusak sintesis DNA.
5. Cystathione Beta Synthase (CBS) – overekspresi yang menyebabkan gangguan
metabolisme dan perbaikan DNA.
6. DYRK – overekspresi yang menyebabkan retardasi mental.
7. CRYA1 – overekspresi yang menyebabkan katarak.
8. GART – overekspresi yang menyebabkan gangguan sintesis dan perbaikan DNA.
9. IFNAR – gen yang mengekspresikan interferon, overekspresi yang dapat mengganggu
sistem kekebalan tubuh dan sistem organ lainnya.
Gen lainnya yang mungkin juga terlibat, diantaranya APP, GLUR5, S100B, TAM,
PFKL, dan beberapa gen lainnya. Sekali lagi, penting untuk diketahui bahwa belum ada
gen yang sepenuhnya terkait dengan setiap karakteristik yang berhubungan dengan
sindroma Down.

BAB III
KONSEP ASKEP
A. Pengkajian
1. Identitas Data
Identitas pasien meliputi nama, tanggal lahir, nama ayah, nama ibu, pekerjaan
ayah/ibu, alamat/ no telp, kultur, agama, pendidikan klien/ayah/ibu.
2. Keluhan utama
Gejala yang biasanya merupakan keluhan utama dari orang tua adalah retardasi
mental atau keterbelakangan mental (disebut juga tunagrahita), dengan IQ antara 50-
70, tetapi kadang-kadang IQ bisa sampai 90 terutama pada kasus-kasus yang diberi
latihan. Kemunduran dalam pertumbuhan fisik, perkembangan Motorik,
perkembangan kognitif, perkembangan psikososial jika dibandingkan dengan anak
seusianya.
3. Riwayat penyakit sekarang
Orang tua mengatakan anaknya mengalami keterbelakangan perkembangan mental
dan fisik. Anak biasanya mempunyai tubuh pendek, lengan atau kaki kadang-kadang
bengkok, kepala lebar, wajah membulat, mulut selalu terbuka, ujung lidah besar,
hidung lebar dan datar, kedua lubang hidung terpisah lebar, jarak lebar antar kedua
mata, kelopak mata mempunyai lipatan epikantus, sehingga mirip dengan orang
oriental, iris mata kadang-kadang berbintik, yang disebut bintik “Brushfiel.
4. Riwayat kehamilan dan kelahiran
a. Prenatal : Perlu ditanyakan apakah ibu selama mengandung pernah melakukan uji
skrining blood test atau sonogram untuk mendeteksi bayi yang dikandung
menderita sindrom down atau tidak.
b. Natal : Perlu ditanyakan apakah ada kelaianan fisik saat kelahiran anak yang
menunjang adanya kelainan down syndrome.
c. Post natal : Perlu ditanyakan apakah anak pernah melakukan screening test untuk
menilai pertumbuhan yang telah anak capai, atau data pemeriksaan fisik untuk
mendeteksi ada kelainan-kelainan yang terjadi pada anak
5. Riwayat kesehatan masa lalu
Perlu ditanyakan apakah sebelumnya pernah melahirkan anak dengan down syndrome
atau adakah keluarga yang menderita down syndrome.
6. Riwayat penggunaan obat-obatan
Saat kehamilan, perlu ditanyakan apakah ibu pernah mengkonsumsi obat-obatan, atau
menjalani terapi radiasi.
7. Riwayat tindakan medis (Ex.operasi)
Perlu ditanyakan apakah klien pernah melakukan operasi.
8. Riwayat alergi
Perlu ditanyakan apakah klien ada alergi makanan dan obat-obatan.
9. Riwayat imunisasi
Perlu ditanyakan imunisasi apa saja yang sudah didapatkan klien.
10. Riwayat kesehatan keluarga
Perlu ditanyakan adakah anggota keluarga yang menderita down syndrome.
11. Kebutuhan dasar
 Cairan dan nutrisi : pasien biasanya mengalami kesulitan makan karena lidah yang
menjulur dan palatum yang tinggi.
 Eliminasi : Perlu ditanyakan berapa kali pasien BAB dan BAK, bagaimana
konsistensinya.
 Pola tidur : Berapa jam pasien tidur dalam sehari, bagaimana pola tidur pasien.
 Personal hygiene : Anak dengan down syndrome lebih banyak membutuhkan
bantuan dalam perawatan diri.
 Aktivitas/ Bermain : Anak dengan down syndrome biasanya mengalami
keterlambatan perkembangan fisik dan aktivitas.
12. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : Pertumbuhan tinggi badan dan BB menurun, umumnya obesitas.
b. Tanda- tanda vital : Perlu dikaji TD, Nadi, Suhu dan pernafasan.
c. Pemeriksaan kepala dan leher : tengkorak bulat kecil dengan oksiput datar, lipatan
epikantus bagian dalam dan fisura palpebra serong (mata miring ke atas dan
keluar), hidung kecil dengan batang hidung tertekan kebawah (hidung sadel),
lidah menjulur kadang berfisura, mandibula hipoplastik (membuat lidah tampak
besar), palatum berlengkung tinggi, leher pendek tebal.
d. Thorax : Pada thoraks, kelainan jantung (75% disertai kelainan jantung
kongenital) biasanya septal defect/transposisi pembuluh darah besar.
e. Abdomen : Muskulatur Hipotonik (perut buncit, hernia umbilikus).
f. Genetalia : Perkembangan seksual terhambat, tidak lengkap atau keduanya,
infertile pada pria, wanita dapat fertile, penuaan premature uum terjadi, harapan
hidup rendah.
g. Ekstremitas : Sendi hiperfleksibel dan lemas, tangan dan kaki lebar, pandek
tumpul, garis simian (puncak transversal pada sisi telapak tangan).
h. Status neurologi : Masalah Sensori (seringkali berhubungan) kehilangan
pendengaran konduktif (sangat umum), strabismus, myopia, nistagmus, katarak,
konjungtivitis.
13. Pemeriksaan tingkat perkembangan
a. Motorik kasar : Bayi baru lahir dengan down sindrom biasanya terkulai dibanding
bayi baru lahir dengan normal. Usia 1 bulan sampai 1 tahun, perkembangan
motorik kasar pada bagian yang tonusnya lemah sering mengalami
keterbelakangan dari pada area yang lain.
b. Motorik halus : Seperti bayi normal lainnya, bayi dengan down sindrom pada usia
0-4 minngu menggenggam seperti kepalan tangan setiap saat. Antara usia 2 – 3
tahun anak dengan down sindrom tidak dapat berkonsentrasi pada tugas yang
diberikan, ini dikarenakan perkembangannya yang belum matang. Pada umur tiga
tahun, anak dengan down sindrom dapat membuka tutup botol dengan gerakan
memutar.
c. Adaptasi social : Bayi dengan down sindrom kadang sangat sensitif dan menangis
untuk sesuatu yang tidak ada sebabnya. Pada tahun pertama terjadi peningkatan
responsif pada anak dengan down sindrom ketika berusia 2 – 3 bulan. Pada umur
3 -4 tahun, rata anak dengan down sindrom dapat menenangkan diri sendiri dan
dapat mengontrol apabila melakukan perbuatan negatif.
d. Bahasa : Seperti bayi baru lahir normal, bayi baru lahir dengan down sindrom
biasanya sangat responsif untuk semua suara yang ia dengar. Anak dengan down
sindrom hanya mampu mengucapkan satu per satu kata, anak mampu memahami
sesuatu dibandingkan kemampuan nya untuk mengatakan nama benda tersebut.
Perkembangan bahasa anak dengan down sindrom sangat tertinggal. Anak
biasanya belajar untuk memberi tanda dan mengatakannya. Usia 3-5 tahun nak
masih membuat kesalahan dalam melafalkan huruf dan tidak mampu mendengar
ceritra yang rumit.
14. Informasi data penunjang
 Pemeriksaan fisik
Tes ini dilakukan untuk mendeteksi ada kelainan-kelainan yang terjadi pada anak.
 Screening test
Tes ini dilakukan untuk menilai pertumbuhan yang telah anak capai.
 EKG
EKG dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan atau kelainan pada jantung.
 Pemeriksaan TSH
Mengetahui adanya hypotiroidsm pada anak. Karena jika anak kekurangan
hormon ini akan menyebabkan gangguan perkembangan intelektual permanen
pada masa gold period.
 Uji sonogram
Yang perlu diperhatikan pada darah ibu hamil yang disuspek bayinya dengan
sindrom down adalah plasma protein-A dan hormone human chorionic
gonadotropin (HCG).
 Amniosintesis
Untuk mendeteksi sindrom down yang dilakukan dengan mengambil sampel air
ketuban kemudian diuji untuk menganalisa kromosom janin.
 Chorionic villus sampling (CVS)
Untuk melihat kromosom janin. Teknik ini dilakukan pada kehamilan minggu
kesembilan hingga 14.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko infeksi b/d hipotonia, peningkatan kerentanan terhadap infeksi pernapasan
2. Risiko cedera b/d hiperekstensibilitas sendi, instabilitas atlantoaksial
3. Gangguan interaksi sosial b/d keterbatasan fisik dan mental yang mereka miliki
4. Defisit pengetahuan (orang tua) b/d perawatan anak syndrome down.

C. Rencana Keperawatan
No Diagnosis Keperawatan Luaran dan Kriteria Intervensi
(SDKI) Hasil (SLKI) Keperawatan (SIKI)
1. D. 0142 L. 14137 I. 14508
Risiko Infeksi Tingkat Infeksi Pencegahan Infeksi

Definisi: Ekspektasi: Definisi:


Berisiko mengalami Menurun Mengidentifikasi dan
peningkatan terserang Kriteria Hasil: menurunkan risiko
organisme patogenik. 1. Kebersihan tangan terserang organisme
meningkat patogenik
Faktor Risiko: 2. Kebersihan badan
1. Penyakit kronis (mis. meningkat Tindakan:
diabetes melitus) 3. Nafsu makan Observasi
2. Efek prosedur invasif meningkat - Monitor tanda dan
3. Malnutrisi 4. Demam menurun gejala infeksi lokal
4. Peningkatan paparan 5. Kemerahan menurun dan sistemik
organisme patogen 6. Nyeri menurun Terapeutik
lingkungan 7. Bengkak menurun - Batasi jumlah
5. Ketidakadekuatan 8. Vesikel menurun pengunjung
pertahanan tubuh 9. Cairan berbau busuk - Cuci tangan
primer: menurun sebelum dan
1) Gangguan 10. Sputum berwarna sesudah kontak
peristaltik hijau menurun dengan pasien dan
2) Kerusakan 11. Drainase purulen lingkungan pasien.
integritas kulit menurun - Pertahankan teknik
3) Perubahan sekresi 12. Piuna menurun aseptik pada pasien
pH 13. Gangguan kognitif beresiko tinggi
4) Penurunan kerja menurun Edukasi
siliaris 14. Kadar sel darah putih - Jelaskan tanda dan
5) Ketuban pecah 15. Kultur darah gejala infeksi
lama 16. Kultur urine - Ajarkan cara
6) Ketuban pecah 17. Kultur sputum mencuci tangan
sebelum waktunya 18. Kultur area luka dengan benar
7) Merokok 19. Kultur feses - Anjurkan
8) Statis cairan tubuh meningkatkan
6. Ketidakadekuatan asupan nutrisi
pertahanan tubuh - Anjurkan
sekunder: meningkatkan
1) Penurunan asupan cairan
hemoglobin Kolaborasi
2) Imununosupresi - Kolaborasi
3) Leukopenia pemberian
4) Supresi respon imunisasi, jika
inflamasi perlu.
5) Vaksinasi tidak
adekuat
2. D. 0136 L. 14136 I. 14537
Risiko Cedera Tingkat Cedera Pencegahan Cedera

Definisi: Ekspektasi: Definisi:


Berisiko mengalami Menurun Mengidentifikasi dan
bahaya atau kerusakan Kriteria Hasil: menurunkan risiko
fisik yang menyebabkan 1. Toleransi aktifitas mengalami bahaya
seseorang tidak lagi meningkat atau kerusakan fisik
sepenuhnya sehat atau 2. Nafsu makan
dalam kondisi baik. meningkat Tindakan:
3. Toleransi makanan Observasi
Faktor Risiko: meningkat - Identifikasi area
Eksternal 4. Kejadian cedera lingkungan yang
1. Terpapar patogen menurun berpotensi
2. Terpapar zat kimia 5. Luka/lecet menurun menyebabkan
toksik 6. Ketegangan otot cedera
3. Terpapar agen menurun - Identifikasi
nosokomial 7. Fraktur menurun kesesuaian alas
4. Ketidakamanan 8. Perdarahan menurun kaki atau stoking
transportasi 9. Ekspresi wajah elastis pada
kesakitan menurun ekstremitas bawah
Internal: 10. Agitasi menurun Terapeutik
1. Ketidaknormalan profil 11. Iritabilitas menurun - Sediakan
daerah 12. Gangguan mobilitas pencahayaan yang
2. Perubahan orientasi menurun memadai
afektif 13. Gangguan kognitif - Gunakan alas lantai
3. Perubahan sensasi menurun jika beresiko
4. Disfungsi autoimun 14. Tekanan darah mengalami cedera
5. Disfungsi biokimia 15. Frekuensi nadi serius
6. Hipoksia jaringan 16. Frekuensi napas - Sediakan alas kaki
7. Kegagalan mekanisme 17. Denyut jantung antislip
pertahanan tubuh apikal - Pastikan barang-
8. Malnutrisi 18. Denyut jantung barang pribadi
9. Perubahan fungsi radialis mudah dijangkau
psikomotor 19. Pola istirahat/tidur - Pertahankan posisi
10. Perubahan fungsi meningkat tempat tidur
kognitif diposisi terendah
saat digunakan
Edukasi
- Jelaskan alasan
intervensi
pencegahan jatuh
ke pasien dan
keluarga
- Anjurkan berganti
posisi secara
perlahan dan duduk
selama beberapa
menit sebelum
berdiri.
3. D.0118 L.13115
Gangguan Interaksi Sosial Interaksi Sosial Definisi:
Definisi: Ekspetasi: Modifikasi Perilaku
Kualitas Hubungan Sosial Meningkat Keterampilan
yang kurang atau lebih Kriteria Hasil: sosial/promosi sosial
1.Perasaan nyaman
dengan Tindakan:
situasi sosial -Berikan Dukungan
2.Perasaan mudah Kelompok
menerima -Memanajemen
tau mengkomunikasikan Pengendalian Marah
3.perasaan -Membangun
Responsif pada orang lain Hubungan Positif
4.Perasaan tertarik pada -Membangun
orang Dukungan Sosial
lain -Membangun
5.Minat melakukan kontak Keutuhan Keluarga
emosi Edukasi:
6.Minat melakukan kontak -Selalu mengajak
fisik bercerita agar
7.Peng Verbalisasi kasih terbangun hubungan
sayang positif antar keluarga
8.Kontak mata -Jaga selalu hubungan
9.Ekspresi wajah responsif komunikasi yang baik
10.Kooperatif datar dan positif
bermain
dengan sebaya
11.Kooperatif dengan
teran sebaya
12.Perilaku sesuai usia
4. D.0111 L.12111 I.12383
Defisit pengetahuan Tingkat Pengetahuan Edukasi Kesehatan
Definisi:
Ketiadaan atau kurangnya Ekspetasi: Definisi:
informasi kognitif yang Membaik Mengajarkan
berkaitan dengan topik Kriteria Hasil: pengelolaan faktor risiko
tertentu 1.Perilaku sesuai anjuran penyakit dan perilaku
Verbalisasi minat dalam hidup bersih serta sehat.
belajar Tindakan.
2.Kemampuan Observasi:
menjelaskan - Identifikasi kesiapan
pengetahuan tentang dan kemampuan
suatu topik menerima informasi
3.Kemampuan - Identifikasi faktor-
menggambarkan faktor yang dapat
pengalaman sebelumnya meningkatkan dan
yang sesuai dengan topik menurunkan motivasi
4.Perilaku sesuai dengan perilaku hidup
pengetahuan bersih dan sehat
Terapeutik
- Sediakan materi dan
media pendidikan
kesehatan
- Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan
- Berikan kesempatan
untuk bertanya
Edukasi
- Jelaskan faktor risiko
yang dapat
mempengaruhi
kesehatan
- Ajarkan perilaku hidup
bersih dan sehat
- Ajarkan strategi yang
dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sindrom Down adalah suatu kumpulan gejala akibat dari abnormalitas
kromosom, biasanya kromosom 21, yang tidak berhasil memisahkan diri selama
meiosis sehingga terjadi individu dengan 47 kromosom. Anak dengan sindrom down
adalah individu yang dapat dikenali dari fenotipnya dan mempunyai kecerdasan yang
terbatas, yang terjadi akibat adanya kromosom 21 yang berlebihan (Soetjiningsih).
Down sindrom disebabkan oleh berbagai faktor seperti genetika, radiasi, infeksi,
autoimun, umur ibu dan ayah yang di atas 35 tahun.
Penderita down syndrome memilki ciri fisik yang berbeda dengan anak
normal. Penderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya
penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal
(microchephaly) dengan bagian anteroposterior kepala mendatar. Penderita down
syndrome juga mengalami perkembangan yang lambat dibandingkan dengan anak
yang normal.
Pencegahan dini Down syndrome dapat dilakukan dengan pemeriksaan
amniosintesis, pemberian terapi medikasi sesuai gejala, pendidikan pada anak down
sindrome, penyuluhan pada orang tua, terapi wicara, terapi bermain dan terapi
alternatif. Pengetahuan mengenai penyakit down syndrome merupakan hal yang
harus dikuasai oleh seorang perawat/tenaga kesehatan sebelum menyusun sebuah
asuhan keperawatan.
B. Saran
Menurut pendapat kelompok kami, menanggapi persoalan Down syndrome alangkah
baiknya dalam upaya pencegahan terjadinya kejadian tersebut diperlukan adanya
penyuluhan pada orang tua beserta keluarga tentang pencegahan dini dan cara
perawatan yang baik untuk anak dengan Down syndrome. Sehingga apabila para
orang tua dan keluarga sudah memiliki informasi mengenai keadaan-keadaan yang
mungkin terjadi, maka mereka sudah mempersiapkan langkah antisipasi.

Anda mungkin juga menyukai