Anda di halaman 1dari 82

A.

Konsep Dasar
Kala 1
1. Pengertian Persalinan
Menurut Mitayani (2012:62) Persalinan adalah suatu proses terjadinya pengeluaran
bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta
dan selaput janin dari tubuh ibu.
Sedangkan menurut WHO persalinan normal adalah persalinan yang dimulai secara
spontan ( dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir), beresiko rendah pada
awal persalinan dan persentasi belakang kepala pada usia kehamilan antara 37-42
minggu setelah persalinan ibu maupun bayi berada dalam kondisi baik. Persalinan
normal disebut juga partus spontan adalah proses lahirnya bayi pada letak belakang
kepala denga tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi
yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam. Persalinan normal adalah proses
pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu) lahir
spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa
komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Nilda Syintia Dewi, S.SiT, 2012).
2. Tanda-Tanda Persalinan
1. Menurut Asrinah Dkk (2010:5) Tanda persalinan sudah dekat.
a. Terjadi lightening
Menjelang minggu ke 36 pada primigravida terjadi penurunan fundus uteri karena
kepala bayi sudah masuk pintu atas panggul yang disebabkan :
1) Kontraksi Braxton hicks.
2) Ketegangan dinding perut.
3) Ketegangan ligamentum rotandum.
4) Gaya berat janin dimana kepala kearah bawah.
b. Terjadinya His permulaan
Dengan makin tua hamil, pengeluaran estrogen dan progesteron makin berkurang
sehingga oksitosin dapat menimbulkan kontraksi yang lebih sering sebagai his
palsu.
Sifat his permulaan (palsu)
1) Rasa nyeri ringan di bagian bawah.
2) Datangnya tidak teratur.
3) Tidak ada perubahan pada serviks atau pembawa tanda.
4) Durasinya pendek.
5) Tidak bertambah bila beraktifitas.
2. Menurut Asrinah Dkk (2010:6) Tanda Persalinan
a) Terjadinya His persalinan , His persalinan mempunyai sifat :
a. Pinggang terasa sakit yang menjalar ke bagian depan
b. Sifatnya teratur,interval makin pendek, dan kekuatannya makin besar
c. Mempunyai pengaruh terhadap perubahan serviks
d. Makin beraktifitas ( jalan ) kekuatan makin bertambah
b) Pengeluaran Lendir dan darah ( pembawa tanda ), Dengan his persalinan terjadi
perubahan pada serviks yang menimbulkan :
a. Pendataran dan pembukaan
b. Pembukaan menyebabkan lender yang terdapat pada kanalis servikalis
lepas
c. Terjadi perdarahan karena kapiler pembuluh darah pecah
c) Pengeluaran Cairan
Pada beberapa kasus terjadi ketuban pecah yang menimbulkan pengeluaran
cairan . Sebagian ketuban baru pecah menjelang pembukaan lengkap. Dengan
pecahnya ketuban diharapkan persalinan berlangsung dalam waktu 24 jam.

3. Proses Persalinan

Menurut Asrinah Dkk (2010:4) Kala satu persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi
uterus yang teratur dan meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks
membuka lengkap (10 cm). kala satu persalinan terdiri atas dua fase, yaitu fase laten
dan fase aktif.

1. Fase laten
a. Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan
serviks lengkap secara bertahap.
b. Belangsung hingga serviks membuka 4 cm.
c. Pada umumnya, fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam.
2. Fase aktif , dibagi dalam 3 fase yakni :
1) Fase akselarai
Dalam waktu 2 jam pembukaan 4 cm menjadi 5 cm
2) Fase dilatasi maksimal
Dalam waktu 2 jam pembukaan serviks berlangsung sangat cepat, dari 5 cm
menjadi 9 cm
3) Fase deselerasi
Pembukaan serviks menjadi lambat, dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9
cmmmenjadi lengkap atau 10 cm.
Pada primi, berlangsung Sc elama 12 jam dan pada multigravida, sekitar 8 jam.
Kecepatan pembukaan serviks 1 cm hingga 2 cm (multipara).

4. Perubahan Fisik pada Ibu Bersalin Kala I


Perubahan pada uterus dan jalan lahir dalam persalinan, yang meliputi:
a. Perubahan keadaan segmen atas dan bawah rahim pada persalinan:
1) Pada kehamilan lanjut, uterus terdiri atas dua bagian yaitu segmen atas rahim
(SAR) yang dibentuk oleh corpus uteri dan segmen bawah rahim (SBR) yang
dibentuk oleh istmus uteri.
2) Kontraksi otot rahim mempunyai sifat yang khas, yaitu:
a) Setelah kontraksi maka oto tersebut tidak berlelaksasi kembali ke keadaan
sebelum kontraksi tapi menjadi sedikit lebih pendek walaupun tonusnya
seperti sebelum kontraksi (retraksi).
b) Kontraksi tidak sama kuatnya, tapi paling kuat di daerah fundus uteri dan
berangsur-angsur berkurang kebawah dan paling lemah pada segmen bawah
rahi (SBR).
c) Sebagian dari isi rahim keluar dari segmen atas dan diterima oleh segmen
bawah.

Jadi, segmen atas makin lama makin mengecil sedangkan segmen bawah makin
diregang dan makin tipis dan isi rahim sedikit demi sedikit pindah ke segmen
bawah. Karena segmen atas makin tebal dan segmen bawah makin tipis, maka
batas antara segmen atas dan bawah menjadi jelas dan akan membentuk
lingkaran retraksi yang fisiologis. Kalau segmen bawah sangat diregang maka
lingkaran retraksi lebih jelas dan naik mendekat pusat dan akan membentuk
lingkaran retraksi yan patologis atau lingkaran bandle.

b. Perubahan pada bentuk Rahim


Pada tiap kontraksi sumbu panjang rahim bertambah panjang sedangkan ukuran
melintang maupun muka belakang berkurang.
Hal di atas dapat terjadi karena ukuran melintang berkurang, artinya tulang
punggung menjadi lebih lurus dan dengan demikian kutup atas anak tertekan pada
fundus sedangkan kutub bawah ditekan ke dalam PAP.
c. Perubahan pada serviks
1) Agar bayi dapat keluar dari rahim maka perlu terjadi pembukaan dari serviks.
2) Pembukaan dari serviks ini biasanya didahului oleh pendataran dari serviks.
3) Pendataran serviks adalah: pemendekan dari kanalis servikalis berupa sebuah
saluran yang panjangnya 1-2 cm, menjadi satu lubang saja dengan pinggir yang
tipis.
4) Pembukaan dari serviks adalah pembesaran dari OUE yang tadinya berupa
suatu lubang dengan diameter beberapa milimeter menjadi lubang yang dapat
dilalui anak kira-kira 10cm diameternya.
Perubahan pada Vagina dan Dasar Panggul
a. Dalam kala I ketuban ikut meregangkan bagian atas vagina yang sejak
kehamilan mengalami perubahan sedemikian rupa, sehingga dapat dilalui
oleh anak.
b. Setelah ketuban pecah, segala perubahan terutama pada dasar panggul
diregang menjadi saluran dengan dinding yang tipis.
c. Waktu kepala sampai vulva, lubang vulva menghadap ke depan atas. Dari
luar peregangan oleh bagian dengan nampak pada perineum yang menonjol
dan menjadi tipis sedangkan anus menjadi terbuka.

Perubahan pada Tekanan Darah

a. TD meningkat selama kontraksi (sistolik rata-rata naik 15 (10-20) mmHg.


Diastole (5-10 mmHg). Antara kontraksi, TD kembali normal pada level
sebelum persalinan.
b. Rasa sakit, rasa takut, dan cemas juga akan meningkatkan TD
c. Ada beberapa faktor yang mengubah tekanan darah ibu. Aliran darah yang
menutun pada arteri uterus akibat kontraksi, diarahkan kembali ke
pembuluh darah perifer. Timbul tahanan perifer, tekanan darah meningkat
dan frekuensi denyut nadi melambat. Pada tahap pertama persalinan
kontraksi uterus meningkatkan tekanan sistolik dengan rata-rata 15 (10-20)
mmHg dan kenaikan diastolik dengan rata-rata 5-10 mmHg. Oleh karena
itu, pemeriksaan tekanan darah di antara kontraksi memberi data yang lebih
akrat. Akan tetapi, baik tekanan sistolik maupun diastolik akan tetap sedikit
meningkat diantara kontraksi. Wanita yang memang memiliki resiko
hipertensi kni resikonya meningkat untuk mengalami kompilasi, seperti
perdarahan otak.
Perubahan pada Sistem Metabolisme

Metabolisme karbohidrat aerob dan anaerob meningkat secara berangsur.


Ditandai dengan peningkatan suhu, nadi, kardiak output, pernafasan dan cairan
yang hilang. Metabolisme karbohidrat aerob dan anaerob akan meningkat
secara berangsur disebabkan karena kecemasan, dan aktivitas otot skeletal.
Peningkatan ini ditandai dengan adanya peningkatan suhu tubuh, denyut nadi,
kardiak output, pernafasan dan cairan yang hilang.

Perubahan pada Suhu Tubuh

a. Meningkat selama persalinan terutama selama dan segera setelah


persalinan.
b. Karena terjadi peningkatan metabolisme, maka suhu tubuh agak sedikit
meningkat selama persalinan terutama selama dan segera setelah persalinan.
Peningkatan ini jarang melebih 0,5 0C-1 0C.

Perubahan pada Detak Jantung

a. Detak jantung secara dramatis naik selama kontraksi


b. Antara kontraksi sedikit meningkat dibandingkan sebelum persalinan

Pada setiap kontraksi, 400 ml darah dikeuarkan dari uterus dan masuk ke dalam
sistem vaskuler ibu. Hal ini akan meningkatkan curah jantung sekitar 10%
sampai 15% pada tahap pertama persalinan dan sekitar 30% sampai 50% pada
tahap kedua persalinan.

Ibu harus diberi tahu bahwa ia tidak boleh melakukan manuver valsava
(menahan napas dan menegakkan otot abdomen) untuk mendorong selama
tahap kedua. Aktivitas ini meningkatkan tekanan intratoraks, mengurangi aliran
balik vena dan meningkatkan tkanan vena. Curah jantung dan teknan darah
meningkat, sedangkan nadi melambat untuk sementara. Selama ibu melakukan
manuver valsava, janin dapat mengalami hipoksia. Proses ini pulih kembali saat
wanita menarik napas.

Perubahan pada Sistem Pernafasan

a. Terjadi sedikit peningkatan laju pernafasan dianggap normal


b. Hiperventilasi yang lama dianggap tidak normal dan bisa menyebabkan
alkalosis

Sistem pernafasan juga beradaptasi. Peningkatan aktivitas fisik dan peningkatan


pemakaian oksigen terlihat dari peningkatan frekuensi pernafasan.
Hiperventilasi dapat menyebabkan alkalosis respiratorik (pH meningkat),
hipoksia dan hipokapnea (karbondioksida menurun). Pada tahap kedua
persalinan. Jika ibu tidak diberi obat-obatan, maka ia akan mengkonsumsi
oksigen hampir dua kali lipat. Kecemasan juga meningkatkan pemakaian
oksigen.

Perubahan pada Sistem Renal (Ginjal)

a. Poliuria
Peningkatan filtrasi glomelurus dan peningkatan aliran plasma ginal
b. Proterinuria yang sedikit dianggap biasa
Pada trimester kedua, kandung kemih menjadi organ abdomen. Apabila
terisi, kandung kemih daat teraba di atas simpisis pubis. Selama persalinan
wanita dapat mengalami kesulitan untuk berkemih secara spontan akibat
berbagai alasan: edema jaringan akibat tekanan bagian presentasi, rasa tidak
nyaman, sedasi dan rasa malu. Proteinuria +1 dapat dikatakan normal dan
hasil ini merupakan respons rusaknya jaringan otot akibat kerja fisik selama
persalinan.
Poliuria sering terjadi selama persalinan, mungkin disebabkan oleh
peningkatan kardiak output, peningkatan filtrasi dalam glomerulus, dan
peningkatan aliran plasma ginjal. Proteinuria yang sedikit dianggap normal
dalam persalinan.
Perubahan pada Sistem Gastrointestinal
a. Motilitas lambung dan absorpsi makanan pada berkurang
b. Pengurangan getah lambung berkurang
c. Pengosongan lambung menjadi sangat lambat
d. Mual muntah biasa terjadi sampai ibu mencapai akhir kala I

Persalinan mmpengaruhi sistem saluran cerna wanita. Bibir dan mulut dapat
menjadi kering dan sebagai respons emosi terhadap persalinan. Selama
persalinan, motilitas dan absorbsi saluran cerna menurun dan waktu
pengosongan lambu menjadi lambat. Wanita sering kali merasa mual dan
memuntahkan makanan yang belum dicerna sebelum bersalin. Mual dan
sendawa juga terjadi sebagai respon refleks terhadap dilatasi srviks lengkap. Ibu
dapat mengalami diare pada awal persalinan. Bidan dapat meraba tinda yang
keras atau tertahan pada rektum.

Motilitas lambung dan absorbsi makanan padat secara substansial berkurang


banyak sekali selama persalinan. Selain itu, pengluaran getah lambung
berkurang menyebabkan aktivitas pencernaan hampir berhenti, dan
pengosongan lambung menjadi sangat lamban. Cairan tidak berpengaruh dan
meninggalkan perut tempo yang biasa. Mual atau muntah basa terjadi sampai
mencapai akhir

Perubahan pada Sistem Hematologi

Hemoglobin meningkat sampai 1,2 gr/100 ml, selama persalinan dan akan
kembali pada tingkat seperti sebelum persalinan sehari setelah pasca salin
kecuali ada perdarahan postpartum.

Perubahan Psikologi pada Persalinan Kala I

Perubahan psikologi pada ibu bersalin selama kala I antara lain sebagai berikut:

a. Memperlihatkan ketakutan atau kecemasan, yang menyebabkan wanita


mengartikan ucapan pemberi perawatan atau kejadian persalinan secara
pesimistik atau negatif.
b. Mengajukan banyak pertanyaan atau sangat waspada terhadap sekelilingnya
c. Memperlihatkan tingkah laku sangat membutuhkan
d. Memperlihatkan tingkah laku minder, malu atau tidak berharga
e. Memperlihatkan reaksi keras terhadap kontraksi ringan atau terhadap
pemeriksaan
f. Menunjukkan ketegangan otot dalam derajat tinggi.
g. Tampak menuntut, tidak mempercayai, marah atau menolak terhadap para
staf
h. Menunjukkan kebutuhan yang kuat untuk mengontrol tindakan pemberi
perawatan
i. Menunjukkan kebutuhan yang kuat untuk mengontrol tindakan pemberi
perawatan
j. Tampak lepas kontrol dalam persalinan (saat nyeri hebat, menggeliat
kesakitan, panik, menjerit, tidak merespon)
k. Merasa diawasi
l. Merasa dilakukan tanpa hormat merasa diabaikan atau dianggap remeh
m. Responns melawan atau menghindar, yang dipicu oleh adanya bahaya
fisik, ketakutan, kecemasan dan bentuk distres lainnya.
diagnosa dan masalah
5. Asuhan Persalinan Kala I
Partograf Untuk Pemantauan Persalinan
Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan sejak kala 1 fase aktif persalinan
dan informasi untuk membuat keputusan klinik dengan tujuan utamanya adalah :
1) Mencatat hasil obsevasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan
seviks melalui periksaan dalam / bimanual.
2) Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal, dengan demikian juga
dapat mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus lama (partus tak maju)
3) Merupakan data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisis ibu bersalin,
kondisi bayi , grafik kemampuan persalinan ,bahan dan pengobatan yang diberikan
hasil pemeriksaan laboratorium , membuat keputusan klinik dan asuhan
keperawatan serta tindakan yang diberikan yang mana semuanya itu dicatatkan
secara perinci pada status rekam medic ibu bersalin dan bayinya.

Pencatatan Dilakukan Sejak Fase Aktif Kala I sampai Kala IV Persalinan

Halaman depan partograf menginstruksikan observasi dimulai pada fase aktif kala I
persalinan yaitu :

1. Informasi tentang ibu bersalin :


1). Nama,Umur .
2). Gravida, para, abortus.
3) Nomor catatan medic / register
4) Tanggal dan waktu mulai dirawat
5) Waktu pecahnya selaput krtuban
2. Kondisi Janin:
Denyut jantung janin /DJJ ; nilai dan catat setiap 30 menit /lebih sering, bila
terdapat tanda-tanda gawat janin. Setiap kotak di bagian atas partograf
menunjukkan waktu 30 menit. Skalan angka disebelah kolom paling kiri
menunjukkan denyut jantung janin /DJJ. Catatan denyut janotung janin /DJJ dengan
member tanda titik pada garis yang sesuai angka yang menunjukkan denyut jantung
janin /DJJ. Kemudian hubungkan yang satu dengan titik lainnnya dengan garis
tengah dan bersambung. Kisaran normal denyut jantung janin /DJJ terpapar pada
partograf di antara garis tebal pada angka 180 dan 100. Sebaiknya perawat
maternitas harus waspada bila denyut janrung janin /DJJ mengarah hingga dibawah
120 atau di atas 160.
3. Warna dan adanya air ketuban; nilai kondisi air ketuban setiap kali melakukan
periksa dalam dan nilai warna air ketuban jika selaput ketuban pecah. Catat dalam
kotak yang sesuai dibawah lajur denyut jantung janin / DJJ. Gunakan lambang-
lambang berikut ini:
U = Selaput ketuban masih utuh.
J = Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih
M = Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur mekonium.
D = Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah
K = Selaput ketuban sudah pecah tapi air ketuban tidak mengalir lagi/ kering
4. Penyusupan ( molase), kepala janin ; penyusunan (molase) adalah indicator penting
tentang seberapa jauh kepala bayi dapat menyesuaikan diri terhadap bagian keras (
tulang panggul ibu bersalin). Semakin besar derajat penyusupan atau tumpang
tindih antartulang kepala janin, semakin besar risiko disproporsi kepala panggul
(DKP). Ketidakmampuan untuk berakomodasi atau disproporsi kepala panggul
ditunjukkan melalui derajat penyusupan atau tumpang tindih (molase) yang berat
sehingga tulang kepala janin yang saling menyusup sulit dipisahkan. Apabila ada
dugaan disproporsi kepala panggul (DKP), maka perlu tetap memantau kondisi
janin serta kemajuan persalinan ,melakukan pertolongan awal dan merujuk ke
rumah sakit. Penilaian molase dilakukan setiap kali melakukan pemeriksaan dalam
(bimanual). Catat temuan berikut ini :
0 = Tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dapat di palpasi dengan mudah.
1 = Tulang-tulang kepala janin hanya bersentuhan.
2 = Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tetapi masih dapat dipisahkan.
3 = Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan sudah tidak dapat
dipisahkan lagi.

Kemajuan Persalinan
1). Pembukaan serviks ; nilai dan catat pembukaan serviks setiap 4 jam atau lebih sering
dilakukan jika terdapat tanda-tanda penyulit.
2). Penurunan bagian yang terbawah/presentasi janin; dengan palpasi abdomen , nilai
dan catat pemeriksaan penurunan kepala janin dengan perlimaan jari tangan setiap 4
jam atau lebih sering, jika ada tanda-tanda penyulit , catat hasil pemeriksaan penurunan
kepala janin tersebut.
3). Garis waspada dan garis bertindak ; garis waspada dimulai pada pembukaan serviks
4 cm dan berakhir pada titik di mana pembukaan lengkap diharapkan terjadi jika
lajupembukaan 1 cm /jam.
Asuhan keperawatan, pengamatan dan keputusan klinis lainnya dicatat dalam kolom
yang tersedia di sisi partograf atau di catatan kemajuan persalinan. Cantumkan tanggal
dan waktu pembuatannya , meliputi :
1) Jumlah cairan per oral yang diberikan.
2) Keluhan sakit kepala atau gangguan penglihatan /pandangan menjadi kabur.
3) Konsultasi dengan dokter dan lainnya.
4) Persiapan sebelum melakukan rujukan.
5) Upaya,jenis, dan lokasi fasilitas rujukan.

Pengkajian dengan Melakukan Periksa Dalam (Bimanual)

Pemeriksaan dalam (bimanual) member keterangan apakah ibu bersalin sudah


memasuki persalinan sejati dan memungkinkan pemeriksa menentukan apakah selaput
ketuban sudah pecah. Persalinan dimulai dengan pecahnya ketuban secara spontan pada
hampir 25 persen ibu bersalin aterm. Ada selang waktu ,jarang melebihi 24 jam, yang
mendahului awal persalinan.

Pemeriksaan dalam (bimanual) ibu bersalin terdiri dari beberapa langkah berikut :

1) Perawat maternitas mempersiapkan alat-alat yang diperlukan ,termasuk sarung


tangan steril sekali pakai, larutan atau jeli cair antiseptic,dan sumber sinar.
2) Perawat maternitas ibu bersalin dengan menjelaskan prosedur dan menyelimutinya
supaya terhindar dari kedinginan dan sebagai privasi.
3) Perawat maternitas mencuci tangan dan mengenakan sarung tangan steril sesuai
teknik aseptic.
4) Yang dikaji hal-hal sebagai berikut :
a. Adanya dilatasi dan penipisan serviks.
b. Bgaian ,posisi, state presentasi janin, apakah presentasi janin adalah vertex (kepala)
,apakah terdapat molase kepala.
c. Keadaan selaput ketuban utuh atau sudah pecah.
d. Tinja dalam rectum kosong atau berisi.
e. Ibu bersalin dibantu untuk mendapat posisi yang nyaman dan perawat maternitas
mendokumentasikan / mencatat data-data diatas dengan benar /lengkap.

Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik Medik

Perawat maternitas dapat mengantisipasi kebutuhan akan tindakan urinalisis dan


pemeriksaan darah serta pecah ketuban.
1) Spesimen Urine
Spesimen urine diperoleh untuk membantu memperoleh data mengenai kesehatan
ibu bersalin.
2) Pemeriksaaan Darah pada Ibu Bersalin.
Apabila golongan darah ibu bersalin belum ditemukan , darah j qw2FDAga akan
diambil untuk penentuan golongan dan faktor Rh.
3) Pecahnya Ketuban pada Ibu Bersalin
Selaput ketuban (kantong air ketuban) dapat pecah dengan spontan setiap saat
selama persalinan.
4) Cairan Ketuban yang Keluar
Warna cairan amniaon dalam kondisi normal pucat dan berwarna kekuningan dan
dapat mengandung serpihan verniks kaseosa.
Diagnosis Keperawatan yang Sering Muncul pada Kala 1 Persalinan
Diagnosis keperawatan member petunjuk jenis tindakan keperawatan yang perlu
diterapkan dalam rencana keperawatan. Dalam menegakkan diagnosis keperawatan,
perawat maternitas menganalisis makna temuan yang didapatkan selama pemeriksaan
a. Pemeriksaaan Pertama Ibu Bersalin
1). Gangguan komunikasi verbal sehubungan dengan hambatan berbahasa.
2). Ansietas sehubungan dengan :
1. Kurang pengetahuan tentang prosedur pemeriksaan fisik.
2. Belum berpengalaman atau tidak mengikuti kelas persiapan untuk orang tua/
calon ayah dan ibu bayinya.
3). Risiko tinggi cedera sehubungan dengan tidak dilakukannya pemeriksaan darah
dan urine antenatal.
b. Pemeriksaan Ibu Bersalin Selanjutnya
1). Nyeri sehubungan dengan kontraksi yang kuat.
2). Defisit volume cairan sehubungan dengan kurangnya masukan cairan.
3). Gangguan mobilitas fisik sehubungan dengan :
1. Stase atau bagian presentasi janin.
2. Status selaput ketuban.
3. Pemantauan janin.
4). Perubahan pola pengeluaran urine sehubungan dengan :
1. Kurangnya masukan cairan
2. Cairan infuse.
3. Pemantauan janin.
4. Tidak ada ruang pribadi / privasi.
5. Analgesia.
6. Anestesia.
c. Pengkajian Stres Ibu Bersalin Selama Persalinan
1). Gangguan pertukaran gas janin, sehubungan dengan :
1. Posisi maternal.
2. Hiperventilasi.
2). Distres spiritual ibu bersalin sehubungan dengan ketidakmampuan mencapai hal
yang diharapkan.
3) Koping keluarga tidak efektif sehubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
tindakan yang dapat menolong ibu bersalin yang sedang akan melahirkan.
Hasil akhir yang diharapkan pada kala I persalinan
Perawat maternitas dan ibu bersalin menentukan dan memprioritaskan hasil akhir yang
diharapkan dengan berorientasi pada Ibu bersalin. Tindakan keperawatan dan tindakan
ibu bersalin yang tepat ditetapkan untuk mememuhi hasil akhir yang diharapkan.
Penyusunan rencana bersama ibu bersalin penting untuk mengimplementasikan hasil
akhir yang diharapkan. Sepanjang kala I persalinan ibu bersalin akan melakukan hal-hal
berikut :
a. Menunjukkan kemajuan persalinan yang normal
b. Menyatakan puas terhadap bantuan orang-orang yang mendukungnya dan staf
keperawatan
c. Menyatakan secara verbal keinginannya untuk berperan serta dalam persalinan dan
semampu mungkin berpartisipasi dalam persalinan
d. Terus menunjukkan kemajuan normal secara persalinan, sementara itu denyut
jantung janin/ DDJ tetap batas-batas normal tanpa ada tanda distres
e. Memperhatikan status hidrasi yang memadai melalui masukan per oral
f. Berkemih sekurang-kurangya setiap dua jam untuk mencegah distensi kandung
kemih.
g. Dorong pendukung untuk berpartisipasi dengan memberi kata-kata yang menghibur
dan melakukan tindakan untuk mengurangi rasa nyeri dan membuat ibu bersalin
rileks.

Perawatan kolaboratif dan intervensi keperawatan pada kala I persalinan

a. Standar Keperawatan

Standar keperawatan menjadi pedoman bagi perawat maternitas dalam mempersiapkan


dan melaksanakan prosedur pengajian dengan ibu bersalin. protokol keperawatan
mencakup hal-hal berikut:

1. periksa program dokter.


2. kaji apakah program dokter sesuai dan tepat, misalnya enema dan kapan prosedur
tidak dilakukan.
3. periksa label pada larutan infus, obat, dan materi yang lain yang dipakai
dalamkeperawatan
4. periksa tanggal kedaluwarsa pada setiap kemasan pada obat dan materi yang
dipakai dalam prosedur sesuai program
5. pastikan information pada gelang identitas ibu bersalin, benar dan periksa apakah
gelang identifikasi/identitas ibu bersalin itu akurat, misalnya jika ada
alergi,gelangnya harus mempunyai warna yang sesuai
6. Tunjukkan sikap yang simpatik dalam memberi perawatan:

a. gunakan kata-kata yang bisa dimengerti oleh ibu bersalin dalam menjelaskan
prosedur pengkajian.
b. jalin hubungan baik dengan ibu bersalin dan orang yang
mendukungnya/keluarganya
c. dalam melakukan prosedur yang diperlukan, bersikaplah baik, penuh perhatian
dan kompeten.
d. cobalah untuk memahami nyeri dan rasa tidak nyaman yang diungkapkan ibu
bersalin
e ulangi instruksi jika perlu, dan pastikan bahwa ibu bersalin itu memahami
instruksi tersebut
f lakukan tindakan untuk mengurangi rasa nyeri, contohnya perawatan mulut dan
punggung ibu bersalin dan pastikan bahwa orang yang mendukungnya dapat
menghadapi situasi ini dengan baik
b. Tips Hukum; Standar Keperawatan Dalam Kala I Persalinan
a. beri penjelasan kepada ibu bersalin tending semua prosedur
b. kaji status ibu bersalin dan pantau janinnya, demikian kemajuan persalinan, pantau
sampai bayi lahir.
c. lakukan tindakan berdasarkan analisis hasil pengkajian data :
1) lakukan semua perintah (sesuai protokol) prosedur keperawatan.
2) beritahu dokter mengenai hasil pemeriksaan dan hasil intervensi.
3) lindungi ibu bersalin dari cedera
4) pertahankan kompetensi dan kesesuaian keterampilan dan ikuti terus
perkembangannya untuk rmenjaga standar keperawatan.
d.Evaluasi keperawatan yang diberikan dan perbaiki berdasarkan pengkajian.
e dokumentasikan semua perawatan yang diberikan dan respons ibu bersalin terhadap
intervensi keperawatan.
f. gunakan tindakan kewaspadaan universal, termasuk tindakan kewaspadaan untuk
prosedur invasif, sesuai kebutuhan
g. dokumentasi keperawatan dilaksanakan sesuai pedoman rumah sakit and information
kan ditunjukan kepada dokter, jika diindikasikan keperawatan yang memakai protokol
dan (lihat kotak 31 untuk review contoh rencana standar keperawatan)
Perawatan Fisik Ibu Bersalin Selama Proses Kala I Persalinan
Memberi perawatan fisik untuk ibu yang bersalin merupakan fungsi perawat maternitas
yang penting, kebutuhan fisik, tindakan keperawatan, dan alasan dipersalinan.
1. Abulansi dan pengaturan posisi ibu bersalin

Abulansi sedapat mungkin dianjurkan jika selaput ketuban masih utuh, jika bagian
presentasi janin telah masuk panggul (engged), setelah ketuban pecah, dan jika ibu
bersalin belum mendapat obat pereda nyeri. Duduk selama awal persalinan terbukti lebih
nyaman dari pada terbaring. (Melzack, Belager, Lacroix, 1991)

Abulansi dikontra indikasikan sehubungan dengan status ibu bersalin/janin , misalnya


ketuban sudah pecah. Apabila terbaring di tempat tidur, ibu bersalin dianjurkan
mengambil posisi berbaring miring untuk membantu aliran uteroplasental dan aliran
darah ginjal optimal. Apabila ibu ingin bersalin ingin beraring terlentang, perawat
maternitas dapat menempatkan bantal di bawah satu pantatnya untuk mencapai hasil
yang sama. Apabila janin berada pada posisi oksiput-posterior, sebaiknya anjurkan ibu
bersalin berjongkok atau mengambil posisi tangan dan lutut selama kontraksi. Posisi ini
menambah diameter panggul, memungkinkan rotasi dari kepala janin kearah anterior

2. Intervensi Kedaruratan pada Ibu Bersalin


Keadaan darurat dapat timbul secara mendadak dan membutuhkan intervensi
keperawatan segera, misalnya pada kejadian proplas tali pusat yang dapat terjadi jika tali
pusat yang dapat terjadi terletak di bawah bagian presentasi janin
Faktor-faktor predisposisi lain proplas tali pusat, yang terkait dengan bagian presentasi
yang tinggi yaitu multipara, disproporsi sefalo pelvis, dan plasenta previa. Proplas tali
pusat sulit di diagnosis; tetapi seorang perawat maternitas yang waspada dapat membuat
diagnosis pada pemeriksaan dalam bimanual setelah terjadi aliran cairan yang tiba-tiba.
Pengenalan dini penting, karena hipoksia janin akibat kompresi tali pusat yang
berkepanjang biasanya mengakibatkan kerusakan sistem saraf pusat (SSP),atau
kematian janin.
3. Upaya Dukungan pada Ibu Bersalin
Perawatan untuk ibu bersalin dilakukan dengan ;(1) membantu ibu bersalin
berpartisipasi sejauh yang diinginkannya dalam melahirkan bayinya, (2) memenuhi
harapan ibu bersalin tersebut dan hasil akhirmya persalinannya, dan (4) membantunya
mengendalikan rasa nyeri.
Perawat maternitas bertindak sebagai penasihat bagi ibu bersalin dan keluarga. Serta
pasangannya yang mengikuti program pendidikan orang tua, yakni menerapkan
pendekatan psikosprofilaktik, akan mengetahui proses persalinan, teknik memberi
arahan dan tindakan untuk mengupayakan rasa nyaman.
Tindakan untuk mengupayakan rasa nyaman berbeda-beda tergantung situasi. Tindakan
untuk mengupayakan rasa nyaman dapat berupa upaya menciptakan suasana yang
nyaman dalam kamar bersalin, memeberi sentuhan, memberi penanganan nyeri
nonfarmakologi, dan memberi analgesiajika diperlukan, tetapi yang paling penting
untuk perawat maternitas berada di sisi ibu bersalin.
4. Ayah Bayi/Suami Ibu Bersalin Selama Proses Persalinan
Ayah bayi biasanya pasangan ibu ibu beralin, yang mendukungnya dalam
persalinan.Peran ayah yang dianggap ideal yakni sebagai pemimpin persalinan. Ayah
diharapkan untuk membantu ibu bersalin secara aktif dalam menghadapi persalinan.
Harapan ini mungkin tidak ralistis untuk semua pria, karena sebagian pria juga khawatir
akan kemampuan mereka sebagai pelatih (Berry, 1988). (Chapman,1992) melaporkan
sedikitnya ada tiga peran yang dilakukan oleh pria selama proses persalinan dan
melahirkan, yakni peran sebagai pelatih, teman satu tim,dan saksi.
Tingkat mutualitas/tingkat saling ketergantungan, dan bergai rasa dan
pengertian/kemampuan mengetahui kebutuhan satu sama lain, dalam hubungan suatu
pasangan menentukan peran yang akan diemban oleh seorang ayah.
Karena seorang ayah berpartisipasi dalam proses persalianan dan melahirkan dalam
berbagai cara, perawat maternitas perlu mendorongnya untuk mengambil peran yang
paling sesuai untuknya dan untuk ibu bersalin itu, bukan sekedar pura-pura menjalankan
peran.
5. Perawat Maternitas Dapat Mendukung Ayah Bayi/ Pasangan Ibu Bersalin dengan
Cara-cara Berikut :

1. Tanpa memandang tingkat keterlibatan yang diinginkan, ajaklah dia berkeliling


ruang bersalin, dan orientasikan apa yang dapat dilakukannya disana (tempat
tudur,menelepon), toilet, kafetaria, ruang tunggu ruang bayi, waktu kunjungan dan
nama serta fungsi staff yang bertugas.

2. Hormati keputusannya atau keputusan pasangannya tentang sejauh mana ibu


bersalin ingin terlibat, apakah ingin berpartisipasi secara aktif di dalam kamar
bersalin atau hanya ingin di informasikan.
3. Tunjukkan kepadanya kapan kehadirannya akan membantu dan terus tekankan hal
ini selama persalinan.

4. Tawarkan untuk mengajarkannya cara-cara meredakan nyeri sejauh yang ingin


diketahuinya.

5. Upayakan untuk cukup sering berkomunikasi dengan tentang kamajuan ibu bersalin
dan apa yang di butuhkannya.

6. Persiapkan ayah untuk menghadapi perubahan-perubahan dalam perilaku ibu


bersalin dan penampilan fisiknya.

7. Ingatkan dia untuk makan, tawarkan makanan ringandan minuman jika


memungkinkan.

8. Biarkan dia releks sesuai kebutuhannya. Tawarkan selimut jika dia tidur di kursi
samping dekat tempat tidur.

9. Upayakan untuk memodifikasi untuk menghilangkan stimulus yang tidak


menyenangkan, seperti suara ribut, cahaya yang terlalu terang, dans uara berisik.

6. Tanda Bahaya Kala 1

Pada saat memberikan asuhan kepada ibu yang sedang bersalin, penolong harus selalu
waspada terhadap masalah atau penyulit yang mungkin terjadi. ingat bahwa menunda
pemberian asuhan kegawatdaruratan akan meningkatkan resiko kematian dan kesakitan
ibu dan bayi baru lahir. Selama anamnesis dan pemeriksaan fisik, tetap waspada
terhadap indikasi-indikasi dan dilakukan tindakan segera. Lakukan langkah dan
tindakan yang sesuai untuk memastikan proses persalinan yang aman bagi ibu dan
keselamatan bagi bayi yang dilahirkan.

Rujuk ibu apabila didapati salah satu atau lebih penyulit seperti berikut :

1. Riwayat bedah sesar


2. Perdarahan pervaginam
3. Persalinan kurang bulan (usia kehamilan kurang dari 37 minggu )
4. Ketuban pecah dengan meconium kental
5. Ketuban pecah lama (lebih dari 24 jam)
6. Ketuban pecah dengan persalinan kurang bulan (kurang dari 37 minggu usia
kehamilan)
7. Icterus
8. Anemia berat
9. Tanda/ gejala infeksi
10. Preeklamsia/hipertensi kehamilan
11. Tinggi fundus 40 cm atau lebih
12. Gawat janin
13. Primipara dalam fase aktif persalinan dengan palpasi kepala janin masih 5/5
14. Presentasi bukan belakang kepala
15. Presentasi majemuk
16. Kehamilan gemeli
17. Tali pusat menumbung
18. Syok

7. Persiapan Melahirkan bagi Ibu Bersalin

Kala I persalinan berakhir dengan dilatasi serviks lengkap. Bagi banyak ibu bersalin
multipara, persalinan biasanya terjadi dalam beberapa menit setelah dilatasi lengkap,
barangkalinya hanya dengan satu kali mengejan. Ibu bersalin primipara biasanya
mengejan selama satu sampai dua jam sebelum melahirkan. Apabila ibu bersalin
mendapatkan anestesi epidural, mengejan dapat berlangsung lebih dari dua jam.
Perawat maternitas mulai mempersiapkan untuk kelahiran jika seorang ibu bersalin
multipara telah berdilatasi 6-7 cm karena perkembangan dilatasi beberapa sentimeter
terakhir dapat terjadi dalam beberapa menit samapai jam. Faktor-faktor yang
mempengaruhi proses ini yaitu posisi janin, misalnya oksiput posteror dan relatif bayi
sebelumnya.

Kala II
1. Definisi Persalinan Ibu Kala II

Definisi: Pada kala II ini dimulai dari pemeriksaan dalam untuk memastikan bahwa
pembukaan sudah lengkap dan berakhir ketika kepala janin tampak divulva dengan
diameter 5-6 cm atau bayi telah lahir.

2. Tanda Gejala Kala II:

a. Ibu ingin meneran (dorongan meneran/doran)


Yang dilakukan/diperhatikan dalam pimpinan meneran:
Dukungan kepada ibu yang akan melahirkan bayinya
Posisi meneran (ibu dibebaskan untuk memilih posisi saat melahirkan, cara
bernafas diantara/saat meneran)
Denyut jantung janin (DJJ) 120-160X/detik
Batas waktu maksimum melakukan pimpinan meneran:
Primipara (pertama kali melahirkan) : 120 menit
Multipara (>1xmelahirkan) : 60 menit

3. Fase/tahan pada kala II (Aderhold dan robert)

Fase I : fase tenang, mulai dari pembukaan lengkap sampai timbul keinginan untuk
meneran

Fase II : fase peneranan, mulai dari timbulnya kekuatan untuk meneran sampai kepala
crowning (lahirnya kepala).

Fase III : fase perineal, mulai sejak crowning kepala janin sampai lahirnya seluruh bayi.

4. Persiapan Persalinan

1. Persiapan ibu dan keluarga


Memastikan kebersihan ibu, sesuai prinsip Pencegahan Infeksi (PI)
Perawatan sayang ibu
Pengosongan kandung kemih/2 jam
Pemberian dorongan psikologis
2. Persiapan penolong persalinan
Perlengakapan pakaian
Mencuci tangan (sekitar 15 detik)
3. Persiapan peralatan
Ruangan
Penerangan
Tempat tidur
Peralatan persalinan
Bahan

5. Posisi Meneran
Tenaga kesehatan/bidan hendaknya memberikan ibu bersalin dan melahirkan dalam
posisi yang dipilihnya dan bukan posisi terlentang atau litotomi.

Posisi terlentang bisa menyebabkan hipotensi karena bobot uterus dan isinya akan
menekan aorta, vena kava inferior serta pembuluh-pembuluh lain dari sistem vena
tersebut. Hipotensi ini bisa menyebabkan ibu pingsan dan seterusnya bisa mengarah
ke anoreksia janin.
Posisi litotomi bisa menyebabkan kerusakan pada syaraf di kaki ada rasa sakit yang
lebih banyak di daerah punggung pada masa postpartum(nifapus).
Posisi berjongkok, menggunakan gaya gravitasi untuk membantu turunnya bayi
serta dapat melebarkan rongga panggul.
Posisi duduk, memanfaatkan gaya gravitasi untuk membantu turunnya bayi, serta
memberi kesempatan bagi ibu untuk istirahat diantara kontraksi.
Posisi berlutut, dapat mengurangi rasa sakit serta membantu bai dalam mengadakan
rotasi posisi yang diharapkan (ubun-ubun kecil depan) dan juga untuk mengurangi
keluhan hemoroid.
Posisi berjongkok atau berdiri, dapat memudahkan dalam pengosongan kandung
kemih. Kandung kemih yang penuh akan dapat memperlambat penurunan bagian
bawah janin.
Posisi berjalan, berdiri dan bersandar, efektif dalam membantu stimulasi kontraksi
uterus serta dapat memanfaatkan gaya gravitasi.

Dengan kebebasan untuk memutuskan posisi yang dipilihnya, ibu akan lebih merasa
aman. Karena fokus utama kita adalah berpusat kepada kenyamanan klien (ibu) bukan
tenaga kesehatan.

a. Perineum menonjol (perjol)


b. Vulva membuka (vulka)
c. Tekanan anus (teknus)
d. Meningkatnya pengeluaran darah dan lendir
e. Kepala telah turun di dasar panggul

Diagnosis Pasti

a. Pembukaan lengkap
b. Kepala bayi terlihat pada introitus vagina
6. Diagnosis Kala II

Diagnosis kala II persalinan dapat ditegakkan atas dasar hasil pemeriksaan


menunjukkan:

a. Pembukaan serviks telah lengkap


b. Terlihat bagian kepala bayi pada vulva

Waktu yang diperlukan untuk pengeluaran bayi pada kala II persalin:

a. Pada primigravida :1,5 jam


b. Pada multigravida : 0,5 jam

7. Pemantauan setelah persalinan

Evaluasi kesejahteraan Ibu

Tanda-tanda vital: tekanan darah (tiap 30 menit), suhu, nadi (tiap 30 menit),
pernafasan
Kandung kemih
Urine: protein dan keton
Hidrasi: cairan, mual, muntah
Kondisi umum: kelemahan dan keletihan fisik, tingkah laku dan respon terhadap
persalinan serta nyeri dan kemampuan doping
Upaya ibu meneran
Kontraksi 30 menit
Kontraksi
Sangat kuat dengan durasi 60-70 detik, 2-3 menit sekali
Sangat sakit dan akan berkurang bila meneran
Kontraksi mendorong kepala ke ruang panggul yang menimbulkan tekanan pada
otot dasar panggul sehingga timbul reflak dorongan meneran.

Pemantaun janin

a. Denyut jantung janin (DJJ)


Denyut dasar 120-160x/menit
Perubahan DJJ, pantau tiap 15 menit
Variasi DJJ dari DJJ dasar
b. Pemeriksaan auskultasi DJJ setiap 30 menit
c. Warna dan adanya air ketuban (jernih,keruh,kehijauan/tercampur mekonium)
d. Penyusupan kepala janin

Penanganan yang dilakukan pada kala II

Memberi dukungan terus menerus pada ibu dengan:

a. Mendampingi ibu agar merasa nyaman


b. Menawarkan minum, menginpasi dan memijat ibu
c. Menjaga kebersihan diri
d. Ibu tetap dijaga kebersihannya agar terhindar dsri infeksi
e. Jika ada darah lendir atau cairan ketuban segera di bersihkan
f. Mengipasi atau memasase untuk menambah kenyamanan bagi ibu
g. Memberikan dukungan mental untuk mengurangi kecemasan atau ketakutan ibu
dengan cara:
Menjaga privacy ibu
Penjelasan tentang proses kemajuan persalinan
Penjelasan prosedur yang akan dilakukan dan keterlibatan ibu
Mengatur posisi ibu agar ibu merasa nyaman dalam mengedan pada saat persalinan
Pada saat meneran posisi ibu sebaiknya dibuat senyaman mungkin agar dapat
memperlancar proses persalinan. Ada beberapa teknik meneran:
- Ibu tersebut dalam letak berbaring merangkul kedua paha dengan kedua lengannya
sampai siku. Kepala sedikit diangkat, sehingga dagunya mendekati dada dan ia
dapat melihat perutnya
- Sikap ibu sama seperti di atas akan tetapi badan dengan posisi miring kekiri atau
ke kanan, tergantung pada letak punggung anak. Hanya satu kaki dirangkul yakni,
kaki yang berada diatas. Posisi yang menguling ini memang fisiologis. Posisi ini
baik dilakukan apabila putaran paksi belum sempurna.

8. Mekanisme Persalinan

Gerakan-gerakan ini terjadi pada presentasi kepala dan presentasi bokong. Gerakan-
gerakan tersebut menyebabkan janin dapat mengatasi rintangan jalan lahir dengan baik
sehingga dapat terjadi persalinan per vaginam secara spontan. Mekanisme jalan lahir
diantaranya adalah:

a. Engagement

Suatu keadaan dimana diameter biparietal sudah melewati pintu atas panggul
Pada 70% kasus, kepala masuk pintu atas panggul ibu pada panggul jenis
ginekoid dengan oksiput melintang (transversal)
Kepala masuk melintasi pintu atas panggul (promontorium, sayap sacrum, linea
inominata, ramus superior ossis pubis dan pinggir atas sympisis) dengan sutura
sagitalis melintang, dalam sinklitismus arah sumbu kepala janin tegak lurus
dengan bidang pintu atas panggul
Proses engagemen kedalam pintu atas panggul dapat melalui proses normal
sinklitismus asinklitismus anterior dan asinklitismus posterior
Normal sinklitismus: sutura sagitalis tepat diantara simfisis pubis dan sacrum
Asinklitismus anterior : sutura sagitalis lebih dekat kearah sacrum
Asinklitismus posterior : sutura sagitalis lebih dekat kearah simfisis pubis
(parietal bone presentasi)
b. Fleksi
Fleksi yaitu posisi dagu bayi menempel dada dan ubun-ubun kecil lebih rendah dari
ubun-ubun besar. Kepala memasuki ruang panggul dengan ukuran paling kecil
(diameter suboksipitobregmatika = 9,5 cm) dan didasar panggul kepala berada dalam
fleksi maksimal. Gerakan fleksi terjadi akibat adanya tahanan servik, dinding
panggul dan otot dasar panggul. Fleksi kepala diperlukan agar dapat terjadi
engagemen dan desensus, bila terdapat kesempitan panggul, dapat terjadi ekstensi
kepala sehingga terjadi letak defleksi (presentasi dahi, presentasi muka).
c. Desensus
Pada nulipara, engagemen terjadi sebelum inpartu dan tidak berlanjut sampai awal
kala II, pada multipara desensus berlangsung bersamaan dengan dilatasi servik.
Penyebab terjadinya desensus :
Tekanan cairan amnion
Tekanan langsung oleh fundus uteri pada bokong
Usaha meneran ibu
Gerakan ekstensi tubuh janin (tubuh janin menjadi lurus)
Faktor lain yang menentukan terjadinya desensus adalah :
1. Ukuran dan bentuk panggul
2. Posisi bagian terendah janin
3. Semakin besar tahanan tulag panggul atau adanya kesempitan panggul akan
menyebabkan desensus berlangsung lambat. Desensus berlangsung terus
sampai janin lahir.

d. Putar Paksi Dalam-Internal Rotation


Kepala yang turun menemui diafragma pelvis yang berjalan dari belakang atas ke
bawah depan. Kombinasi elastisitas diafragma pelvis dan tekanan intra uterin oleh
his yang berulang-ulang, kepala mengadakan rotasi, ubun-ubun kecil berputar
kearah depan dibawah simpisis. Bersama dengan gerakan desensus, bagian
terendah janin mengalami putar paksi dalam pada level setinggi spina ischiadica
(bidang tengah panggul). Kepala berputar dari posisi transversal menjadi posisi
anterior (kadang-kadang kearah posterior) putar paksi dalam berakhir setelah
kepala mencapai dasar panggul.
e. Ekstensi
Setelah kepala berada di dasar panggul dengan ubun-ubun kecil di bawah simpisis
(sebagai hipomoklion), kepala mengadakan defleksi berturut-turut lahir bregma,
dahi, muka dan akhirnya dagu. Aksis jalan lahir mengarah kedepan atas, maka
gerakan ekstensi kepala harus terjadi sebelum dapat melewati pintu bawah panggul.
Akibat proses desensus lebih lanjut, perineum menjadi teregang dan idiikuti dengan
crowning pada saat itu persalinan spontan akan segera terjadi dan penolong
persalinan melakukan tindakan dengan perasat Ritgen untuk mencegah kerusakan
perineum yang luas dengan jalan mengendalikan persalinan kepada janin.
Episiotomi tidak dikerjakan secara rutin akan tetapi hanya pada keadaan tertentu.
Proses ekstensi berlanjut dan seluruh bagian kepala janin lahir. Setelah kepala lahir,
muka janin dibersihkan dan jalan nafas dibebaskan dari darah dan cairan amanion.
Mulut dibersihkan terlebih dahulu sebelum melakukan pembersihan hidung.
Setelah jalan nafas bersih, dilakukan pemeriksaan adanya lilitan talipusat sekitar
leher dengan jari telunjuk. Lilitan talipusat yang tejadi harus dibebaskan terlebih
dahulu. Bila lilitan talipusat terlalu erat dapat dilakukan pemotongan diantara 2
buah klem.
f. Putar Paksi Luar
Setelah kepala lahir, terjadi putar paksi luar (resitusi) yang menyebabkan posisi
kepala kembali pada posisi saat engagemen terjadi dalam jalan lahir. Setelah putar
paksi luar kepala, bahu mengalami desensus kedalam panggul dengan cara seperti
yang terjadi pada desensus kepala. Bahu anterior akan mengalami putar paksi dalam
sejauh 450 menuju arcus pubis sebelum dapat lahir dibawah simfisis. Persalinan
bahu depan dibantu dengan tarikan curam bawah pada samping kepala janin.
Setelah bahu depan lahir, dilakukan traksi curam atas untuk melahirkan bahu
posterior. Traksi untuk melahirkan bahu harus dilakukan secara hati-hati untuk
mengihndari cedera pada pleksus brachialis. Setelah persalinan kepala dan bahu,
persalinan selanjutnya berlangsung pada sisa bagian tubuh janin dengan melakukan
traksi pada bahu janin. Setelah kelahiran janin, terjadi pengaliran darah plasenta
pada neonatus bila tubuh anak diletakkan dibawah introitus vagina. Penundaan
yang terlampau lama pemasangan klem pada talipusat dapat mengakibatkan
terjadinya hiperbilirubinemia neonatal akibat diletakkan diatas perut ibu dan
pemasangan dua buah klem talipusat dilakukan dalam waktu sekitar 15-20 detik
setelah bayi lahir dan kemudian baru dilakukan pemotongan talipusat diantara
kedua klem.
g. Ekspulsi
Bahu melintasi pintu atas panggul dalam keadaan miring menyesuaikan dengan
bentuk panggul, sehingga di dasar panggul, apabila kepala telah lahir, bahu berada
dalam posisi depan-belakang bahu depan lahir lebih dahulu, baru kemudian bahu
belakang. Mekanisme persalinan fisiologis penting dipahami, bila ada
penyimpangan dapat dikoreksi manual sehingga tindakan operatif tidak perlu
dilakukan.

Kondisi yang harus diatasi sebelum penatalaksanaan kala II

syok
dehidrasi
infeksi
preeklampsia/eklampsia
inersia uteri
gawat janin
penurunan kepala terhenti
adanya gejala dan tanda distosia bahu
pewarnaan mekonium pada cairan ketuban
kehamilan ganda (kembar/gemelli)
tali pusat menumbung/lilitan tali pusat

Amniotomi

a. Indikasi amniotomi

Jika ketuban belum pecah dan servik telah membuka sepenuhnya

b. Cara melakukan amniotomi :


Diantara kontraksi, laukan pemeriksaan dalam (PD), sentuh ketuban yang
menonjol, pastikan kepala telah engaged dan tidak teraba adanya tali pusat
atau bagian-bagian kecil lainnya (bila tali pusat dan bagian-bagian yang kecil
dari bayi teraba, jangan pecahkan selaput ketuban dan rujuk segera)
Pegang klem kocher/kelly memakai tangan yang lain, dan memasukkan ke
dalam vagina dengan perlindungan 2 jari tangan kanan yang mengenakan
sarung tangan hingga menyentuh selaput ketuban dengan hati-hati.
Selaput kekuatan his sedang berkurang, dengan bantuan jari-jari tangan
kanan anda goreskan klem kocher untuk menyobek 1-2 cm hingga pecah
Biarkan cairan ketuban membasahi jari tangan yang digunakan untuk
pemeriksaan
Tarik keluar dengan tangan kiri klem kocher/kelly dan rendam larutan
klorin 0,5%. Tetap pertahankan jari-jari tangan kanan anda di dalam vagina
untuk merasakan turunnya kepala janin dan memastikan tetap tidak teraba
adanya tali pusat, setelah yakin bahwa kepala turun dan tidak teraba tali
pusat, keluarkan jari tangan kanan dari vagina secara perlahan.
Evaluasi warna cairan ketuban, periksa apakah ada mekonium (kotoran bayi)
atau darah
Celupkan tangan yang masih menggunakan sarung tangan kedalam larutan
klorin 0,5% lalu lepaskan sarung tangan dalam kondisi terbalik dan biarkan
terendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
Cuci kedua tangan
Periksa kembali denyut jantung janin
Catat pada patograf waktu dilakukan pemecahan selaput ketuban, warna air
ketuban dan DJJ
c. Keuntungan amniotomi
Memungkinkan pengamatan atas cairan amniotik terutama ada atau tidaknya
mekonium
Dimana pemantauan DJJ secara terus menerus diindikasikan, maka elektroda
dapat diletakkan langsung ke atas kulit kepala janin, yang memungkinkan
pelacakan yang lebih baik daripada yang diperoleh dengan menempatkan
elektroda diatas abdomen ibu
Kateter perekam bisa ditempatkan di dalam uterus dan dapat mengukur tekanan
intrauterin secara langsung dan akurat
Lamanya persalinan bisa diperpendek
Bukti-bukti yang ditemukan akhir-akhir ini menunjukkan bahwa amniotomi dan
stimulasi saluran genital bawah menyebabkan peningkatan dalam
prostaglandin, dan hal ini selanjutnya menyempurnakan kontraksi uterus.
d. Kerugian amniotomi
Tekanan diferensial yang meningkat disekitar kepala janin bisa menimbulkan
cacatnya tulang kepala janin
Berkurangnya jumlah cairan amniotik bisa menambah kompresi tali pusat
Sementara amniotomi dini bisa mempercepat pembukaan serviks, namun bisa
pula menyebabkan berkurangnya aliran darah ke plasenta. Jadi keuntungan
dalam bentuk persalinan yang lebih pendek bisa terelakkan oleh efek merugikan
yang potensial bisa terjadi pada janin, seperti misalnya penurunan angka pH
darah. Beberapa penolong telah mencatat adanya perubahan dalam pola DJJ
setelah dilakukannya amniotomi.

Asuhan Dukungan

Pemberian rasa aman, dukungan dan keyakinan kepada ibu bahwa ibu mampu
bersalin
Membantu pernafasan
Membantu teknik meneran
Ikut sertakan serta menghormati keluarga yang menemani
Berikan tindakan yang menyenangkan
Penuhi kebutuhan hidrasi
Penerapan pencegahan infeksi (PI)
Pastikan kandung kemih kosong

Episiotomi

Episiotomi adalah insisi yang dibuat melalui perineum yang dilakukan sebelum
melahirkan yang bertujuan untuk memperluas jalan keluar bayi hingga dapat
mempermudah dalam melahirkan. Dianjurkan untuk melakukan epsiotomi pada
primigravida atau pada wanita dengan perineum yang kaku. Episiotomi ini dilakukan
bila perineum telah menipis dan kepala janin tidak masuk kembali ke dalam vagina,
ketika kepala janin akan melakukan defleksi dengan suboksiput dibawah simpisis
dengan hipomoklion, sebaiknya tangan kiri bagian belakang kepala dengan maksud
agar gerakan defleksi tidak terlalu cepat. Dengan demikian ruptur perinei dapat
dihindarkan. Adapun waktu melakukan episiotomi adalah saat diameter kepala terlihat
3-4 cm pada waktu kontraksi.

Guna episiotomi adalah :

Membuat luka yang lurus sehingga mudah di jahit dan penyembuhannya lebih
baik
Mengurangi tekanan pada kepala anak
Mempersingkat kala II
Mengurangi kemungkinan ruptur perinei totalis pada episiotomi mediolateral
dan lateral

Indikasi

Indikasi untuk melakukan episiotomi dapat timbul dari pihak ibu maupun pihak
janin.

1. Indikasi janin
a. Sewaktu melahirkan janin prematur, tujuannya untuk mencegah terjadinya
trauma yang berlebihan pada kepala janin
b. Sewaktu melahirkan janin letak sunsang, melahirkan janin dengan cunam,
ekstraksi vakum dan janin besar.
2. Indikasi ibu
Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan sehingga ditakuti akan terjadi
robekan perineum umpamanya pada primipara, persalinan sunsang, persalinan
dengan cunam, ekstarksi vakum dan anak besar.

Resiko episiotomi :

1. Kehilangan darah yang lebih banyak


2. Pembentukan hematoma
3. Kemungkinan infeksi lebih besar
4. Introitus lebih lebar
5. Luka lebih terbuka lagi

Lapisan yang terinsisi pada tindakan episiotomi adalah :

1. Dinding posterior lapisan mukosa vagina


2. Lapisan kulit perineum serta jaringan subkulitnya
3. Muskulus bulbokavernosus
4. Muskulus transversus perinei superfisialis
5. Muskulus transversus perinei profundus
6. Muskulus bulboccoccygeus

9. Robekan perineum dibagi atas 4 tingkatan :

Tingkat I : robekan terjadi hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa
mengenai kulit perineum

Tingkat II : robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinei transversalis tetapi
tidak mengenai otot sfingter ani

Tingkat III : robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani

Tingkat IV : robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani dan mukosa
rektum.

Berdasarkan tipe insisinya terdapat 2 jenis episiotomi:

1. Median:
Insisi dimulai dari ujung terbawah introitus vagina sampai batas atas otot-otot
sfingter ani.
2. Mediolateral:
Insisi dimulai dari ujung terbawah introitus vagina menuju ke belakang dan
samping kiri atau kanan.

Adapun keuntungan dan kerugian setiap jenis episiotomi :

Episiotomi median :

Mudah diperbaiki (dijahit)


tidak akan mempengaruhi keseimbangan otot dikanan kiri dasar pelvis
kesalahan penyembuhan jarang
insisi akan lebih mudah sembuh, karena berkas insisi tersebut mudah dirapatkan
tidak begitu sakit pada masa nifas
dispareuni jarang terjadi
hasil akhir anatomik selalu bagus
hilangnya darah lebih sedikit didaerah insisi ini hanya terdapat sedikit pembuluh
darah
perluasan ke sfingter ani dan kedalam rektum agak sering.

Episiotomi Mediolateral :

lebih sulit memperbaikinya (menjahitnya)


insisi lateral akan menyebabkan distorsi (penyimpangan) keseimbangan dasar
pelvis
kesalahan penyembuhan lebih sering
otot-ototnya agak lebih sulit untuk disatukan secara benar (aposisinya sulit)
rasa nyeri pada sepertiga kasus selama beberapa hari
kadang-kadang diikuti dispareuni
hasil akhir anatomik tidak selalu bagus (pada 10% kasus)
terbentuk jaringan parut yang kurang baik
kehilangan darah lebih banyak
daerah inisisi kaya akan fleksus venosus
perluasan ke sfingter lebih jarang

Sebelum melakukan episiotomi ada prosedur yang harus dilakukan :


memberitahukan pada ibu tentang apa yang akan dilakukan dan bantu agar ibu
tetap tenang atau merasa tenang
melakukan tindakan desinfektan sekitar perineum dan vulva
anestesi lokal caranya:
- bahan anestesi (lidokain HCL 1% atau xilokain 10 mg/ml)
- tusukkan jarum tepat dibawah kulit perineum pada daerah komisura
posterior (fourchette)
- arahkan jarum dengan membuat sudut 45 derajat kesebelah kiri atau kanan
garis tengah perineum. Lakukan aspirasi
- sambil menarik mundur jarum suntik, infiltrasikan 5-10 ml lidokain 1%
- tunggu sampai 1-2 menit agar efek anestesi bekerja maksimal sebelum
episiotomi dilakukan

Cara melakukan tindakan episiotomi adalah :

pegang gunting yang tajam dengan satu tangan


letakkan jari telunjuk dan tengah diantara kepala bayi dan perineum, searah
dengan rencana sayatan
tunggu fase puncak his, kemudian selipkan gunting dalam keadaan terbuka
diantara jari telunjuk dan tengah
gunting perineum, dimulai dari komissura posterior 45 derajat ke lateral (kiri
atau kanan)
lanjutkan pimpinan persalinan
Perbaikan episiotomi median :
catgut kronik 00 atau 000 sebagai jahitan kontinyu untuk menutup mukosa
vagina
dekatkan tepi-tepi potongan cincin hymen, jahitan dikencangkan dan dipotong.
Selanjutnya tiga atau empat jahitan terputus catgut 00 atau 000 ditempatkan
pada fasia dan otot perineum yang di insisi
jahitan kontinyu dibawa kebawah untuk menyatukan fasia
penyempurnaan jahitan, dan jahitan kontinyu diarahkan keatas sebagai jahitan
subkutikuler
alternatif lain penyempurnaan jahitan, beberapa jahitan catgut kronik 000
terputus ditempatkan melalui kulit.
Perbaikan episiotomi mediolateral :
catgut kronik 00 atau 000, sebagai jahita kontinyu untuk menutup mukosa dan
submukosa vagina
ketika mencapai cincin hymen, terus dilanjutkan hingga menyatukan ujung
posterior fourchette dan labia mayora
jahitan dikubur dibawah kulit, dan kedua ujung sfingter vagina yang terpotong
(kedua ujung otot bulbokavernosus) dipertemukan
otot perineum profunda termasuk levator ani didekatkan dengan jahitan
terputus
otot-otot perineum profunda disatukan dengan jahitan inversi terputus dengan
memakai kronik catgut
selanjutnya dibuat suatu lapisan jahitan inversi terputus dengan menggunakan
bahan yang sama untuk menyatukan otot perineum superfisialis
kulit perineum didekatkan dengan jahitan matras terputus menggunakan
kromik catgut

Penjahitan robekan perineum tingkat III :


lakukan inspeksi vagina dan perineum untuk melihat robekan
jika ada perdarahan yang terlihat menutupi luka perineum, pasang tampon atau
kasa kedalam vagina
gunakan benang jahit (kromik no 2/0)
tentukan dengan jelas batas luka robekan perineum
ujung otot sfingter ani yang terpisah oleh karena robekan, di klem dengan
menggunakan pean lurus
kemudian tautkan ujung otot sfingter ani dengan melakukan 2-3 jahitan angka
8 dengan catgut kromik 2/0 sehingga bertemu kembali
selanjutnya dilakukan jahitan lapis demi lapis seperti melakukan jahitan pada
robekan perineum tingkat II

Penjahitan robekan perineum tingkat IV :


gunakan benang jahit (kromik 2/0)
tentukan dengan jelas batas luka robekan perineum
mula-mula dinding depan rektum yang robek dijahit dengan jahitan jelujur
menggunakan catgut kromik 2/0
jahit fasia perirektal dengan menggunakan benang yang sama sehingga
bertemu kembali
jahitan fasia septum rektovaginal dengan menggunakan benang yang sama,
sehingga bertemu kembali
ujung otot sfingter ani yang terpisah oleh karena robekan di klem dengan
menggunakan pean lurus
kemudian tautkan ujung otot sfingter ani dengan menggunakan 2-3 jahitan 8
dengan catgut kromik 2/0 sehingga bertemu kembali
selanjutnya dilakukan jahitan lapis demi lapis seperti melakukan jahitan pada
robekan perieneum tingkat II

Komplikasi episiotomi adalah :

1. nyeri post partum dan dyspareunia


2. rasa nyeri setelah melahirkan lebih sering dirasakan pada pasien bekas
episiotomi, garis jahitan (sutura) episiotomi lebih menyebabkan rasa sakit.
Jaringan parut yang terjadi pada bekas luka episiotomi dapat menyebabkan
dyspareunia apabila jahitannya terlalu erat
3. nyeri pada saat menstruasi pada bekas episiotomi dan terabanya massa
4. trauma perineum posterior berat
5. trauma perineum anterior
6. cedera dasar panggul dan inkontenensia urin dan feses
7. infeksi bekas episiotomi
8. gangguan dalam hubungan seksual

10. Komplikasi dan Penyulit kala II

1. Prognosis
Komplikasi pada ibu akibat kehamilan kembar lebih sering dari pada kehamilan
tunggal. Masalah-masalah yang sering didapatkan meliputi polihidramnion,
hiperemesis gravidarum, preeklampsi, vasa previa, insersi seperti selaput tali pusat,
kelainan presentasi, dan sebagian besar kembar dilahirkan prematur. Walaupun ada
kenaikan yang bermakna pada mortalitas perinatal kembar monokorionik, namun
tidak ada perbedaan yang bermakna antara angka mortalitas neonatus kelahiran
kembar dan tunggal pada kelompok berat badan yang seimbang. Tetapi karena
kebanyakan kembar adalah prematur, mortalitas keseluruhannya menjadi lebih
tinggi dari pada mortalitas kelahiran tunggal. Mortalitas perinatal kembar sekitar 4
kali lipat mortalitas anak tunggal.
Kembar monoamniotik mempunyai kemungkinan lebih tinggi untuk terjerat tali
pusat, yang dapat menyebabkan asfiksia. Jika salah satu janin mengalami maserasi,
kembaran yang hidup biasanya lebih dari satu. Secara teoritis kembaran yang kedua
lebih mungkin menjadi sasaran anoreksia dari pada yang pertama karena plasenta
dapat terlepas sesudah kelahiran kembar pertama dan sebelum kembar kedua lahir.
Lagi pula persalinan kembar kedua kemungkinan lebih sulit karena ia mungkin
berada dalam presentasi abnormal, mungkin kontraksi uterus menurun, atau serviks
mulai menutup pasca kelahiran kembar pertama.
Kembar dengan retardasi pertumbuhan intrauterin (IUGR) beresiko tinggi untuk
mengalami hipoglikemia. Perbedaan ukuran pada kembar monozigotik, yang dapat
dilihat pada saat lahir, biasanya menghilang pada saat bayi berumur enam bulan.
Mortalitas untuk kehamilan multipel dengan 4-5 janin lebih tinggi untuk masing-
masing janin.
2. Distocia Bahu/Bahu Macet
Distocia bahu adalah tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah
kepala janin dilahirkan.
a. Diagnosis distosia bahu :
Kepala janin dapat dilahirkan tetapi tetap berada dekat vulva
Dagu tertarik dan menekan perineum
Tarikan pada kepala gagal melahirkan bahu yang terperangkap di belakang
simfisis pubis
b. Faktor resiko
Makrosomia/kelahiran sebelumnya bayi >4kg
Lebih dari separuh kasus distosia bahu terjadi pada bayi dengan BB normal
Melahirkan dengan posisi setengah berbaring di tempat tidur dapat
menghambar gerakan koksik dan sekrum yang memperberat terjadinya
distosia lahir tempat tidur
DM
Kelahiran Instrumental
Distosia bahu sebelumnya
c. Tanda dan Gejala
Kecurigaan bayi besar
Kemajuan lambat dari 7 sampai 10 cm, meskipun kontraksinya baik
Kemajuan lambat pada kala II
Kelahiran instrumental
Kemajuan lambat dan crowning serta kelahiran kepala lambat
d. Komplikasi distosia bahu
Bayi
a) Kematian
b) Asfiksia dan komplikasinya
c) Fraktur-klavikula, humerus
d) Kelumpuhan pleksus brachialis
Ibu
1) Perdarahan postpartum
2) Reptur uteri

3. Letak Muka

Presentasi muka adalah kepala dan kedudukan defleksi maksimal sehingga oksiput
tertekan pada punggung dan muka merupakan bagian terendah.

Pada letak muka, kepala dan leher janin hiperekstensi (tenggadah) sehingga
menyebabkan ubun-ubun kecil bayi mendekati/menyentuh punggungnya. Bagian
terbawah janin adalah wajah antara dagu dan jidat bagian atas. Sebagai penunjuk letak
muka dan dagu. Sehingga saat dilakukan pemeriksaan dalam, pemeriksa akan mencari
dimana letak dagu (sesuai posisi angka jam). Letak muka terjadi 1dalam 250-690
kelahiran hidup , rata-rata 0,2 atau 1 dalam 500 kelahiran hidup secara keseluruhan.

Faktor-faktor penyebab letak muka sama dengan penyebab kelainan letak secara umum
serta hal-hal yang menyebabkan fleksi kepal (menunduk). Penentuan letak kepala bisa
dib uat secara klinis dengan pemeriksaan perut leopold manuver dan atau pemeriksaan
dalam (VT) atau pemeriksaan USG atau rontgen. Saat dilakukan pemeriksaan dengan
leopold manuver , penonjolan kepala berada pada sisi yang sama dengan punggung
janin serta adanya indetansi (cekung) diantara bagian tersebut. Lebih mudah lagi
mendiagnosisnya saat persalinan dengan pemerikaan dalam, teraba bagian-baguian
muka seperti mulut, hidung, tulang orbita. Tetapi bagi pemeirksa yang belum
berpengalaman kadang bisa keliru dangan letak bokong (sungsang), karena mulut bisa
mirip dengan anus serta tulang sekitar mata (orbita) bisa keliru dengan perabaan sakrum
(tulang ekor).

Untuk itu kadang diperlukan pemeriksaan USG. Gerakan persalinan pada letak muka
tidak mirip sepenuhnya dengan persalinan letak belakang kepala. Janin letak muka
memulai persalinan dengan posisi alin terlebih dahulu. Saat turun ke rongga panggul,
maka kepala bisa fleksi atau ekstensi. Gerakan selanjutnya mirip dengan persalinan
normal. Untungnya janin dengan letak muka posisi dagunya 60-80% di bagian depan
(posisi jam 9-jam 3), dagunya melintang 10-20% dan dagu dibelakang (jam3-jam9)
hanya20-25%. Janin dengan dagunya melintang biasanya akan berputar ke arah depan
dan sekitar 25-33% dagu dibelakang akan berputar ke depan. Penanganan proses
persalinan mengikuti pola seperti letak belakang kepala. Lamanya proses persalinan
biasanya juga mengikuti letak belakang kepala, tetapi terkadang ada juga persalinan
yang memanjang. Selagi tidak ditemukan bahaya pada janin dan atau ibu maka
persalinan bisa diteruskan. SC dilakukan jika persalinan macet / terhenti atau pola
denyut jantung bayi yang tidak baik. Angka kesuksesan letak muka lahir secara normal
pervaginam sekitar 60-70%, sisanya dilahirkan secara SC. Trauma jani akibat
persalinan normal letak muka berupa pembengkakan tenggorokan dan kerongkong bayi
akan segera hilang sesaat setelah lahir. Pada kasus dengan tumor di leher kadang
diperluka intubasi (pemasukan tube ke jalan nafas). Sehingga persalinan harus selalu di
dampinggi oleh dokter anak.

Etiologi

1) Disebabkan oleh terjadinya ekstensi yang penuh dari kepala janin.

2) Penolong akan meraba muka, mulut, hidung dan pipi.

3) Panggul sempit, Jnin besar, multiparis, perut gantung, anesefal, tumor dileher, lilitan
tali pusat.

4) Dagu merupakan titik acuan, sehingga ada presentasi muka dengan dagu anterior dan
posterior.
5) Sering terjadi partus lama. Pada dagu anterior kemungkinan persalinan dengan
terjadinya refleksi.

6) Pada presentasi muka dengan dagu posterior akan terjadi kesulitan penurunan karena
kepala dalam keadaandefleksi maksimal.

7) Posisi dagu anterior, bila pembukaan lengkap :

- lahirkan dnegan persalinan spontan pervaginam

- bila kemajuan persalinan lambat dilakukan oksitosin drip

- bila penurunan kurang lancar , lakukan forcep

Mekanisme Persalinan

Kepala masuk PAP dengan sirkumferentia trakeloparietalis dengan dagu melintang


atau miring. Setelah mencapai dasar panggul terjadi putaran paksi dalam, sehingga dagu
memutar kedepan dan berada dibawah arkus pubis. Dengan submentum sebagai
hipomoklion, kepala lahir dengan gerakan fleksi sehinggan dahi, UBB dan belakang
kepala lahir melewati perineum.
Jika dagu di belakang, pada waktu putaran dalam dagu harus melewati jarak yang lebih
jauh supaya dapat berada didepan. Kadang tetap berada dibelakang ( 10%) mento
posterior, janin tidak dapat lahir spontan, kecuali jika janin atau mati.

Penatalaksanaan

1) Prasat Thom, bagian belakang kepala dipegang oleh tangan penolong yang dimasukkan
ke vagina kemudian ditarik kebawah, sedangkan tangan yang lain mekean dada dari luar.

2) Untuk mengubah presentasi muka menjadi presentasi belakang kepala , syarat :

Dagu harus berada dibelakang


Kapala belum turun kedalam rongga panggul

3) Bila pembukaan belum lengkap: Tidak didapatkan tanda obstruksi, lakukan oksitosin
drip. Lakukan evaluasi persalinan sama dengan persalinan verteks.

4) Posisi dagu posterior :

Bila pembukaan lengkap atau belum lengkap, lakukan seksio sesarea


Bila janin mati lakukan kraniotomi
Jangan lakukan ekstraksi vakum pada presentasi muk

4. Sungsang

Kehamilan sungsang atau posisi sungsang adalah posisi dimana bayi di dalam rahim
berada dengan kepala diatas sehingga pada saat persalinan normal, pantat atau kaki si bayi
yang akan keluar terlebih dahulu dibandingkan dengan kepala pada posisi normal.
Kehamilan sungsang didiagnosis melalui bantuan ultrasonografi.

Etiologi

Bobot janin relatif rendah. Hal ini mengakibatkan janin bebas bergerak. Ketika
menginjak usia 28-34 minggu kehamilan, berat janin makin membesar, sehingga tidak
bebas lagi bergerak. Pada usia tersebut, umumnya janin sudah menetap satu posisi.
Kalau posisi salah , maka disebut sungsang.
Rahim yang sangat elastis. Hal ini biasanya terjadi karena ibu telah melahirkan
beberapaanak sebelumnya, sehingga rahim sangat rahim sangat elastis dan membuat
janinberpeluang besar untuk berputar hingga minggu ke-37 dan seterusnya.
Hamil kembar. Adanya lebih dari 1 janindalam rahim menyababkan perebutan
tempat. Setiap janin berusaha mencari tempat yang nyaman, sehingga ada kemungkinan
bagian tubuh yang lebih besar (yakni bokong janin) berada dibagian bawah rahim.
Hindramnion (kembar air ). Volume air ketuban yang melebihi normal menyebabkan
janin lebih leluasa bergerak walau sudah memasuki trimester ke3.
Hidrosefalus. Besarnya ukuran kepala akibat kelabihan cairan membuat janin mencari
tempat yang lebih luas, yakni dibagian atas rahim.
Plasenta Previa. Plasenta yang menutupi jalan lahir dapat mengurangi luas ruangan
dalam rahim. Akibatnya, janin berusaha mencari tempat yang luas yakni dibagian atas
rahim.
Panggul sempit. Sempitnya ruangan panggul mendorong janin mengubah posisinya
menjadi sungsang.
Kalainan bawaan. Jika bagian bawah rahim lebih besar daripada bagian atasnya,
maka janin cenderungb mengubah posisinya menjadi sungsang.

Untuk mengetahui benar tidaknya posisi bayi sungsang dengan cara :

Melakukan perabaan perut bagian luar. Cara ini dilakukan oleh dokter atau bidan.
Janin akan diduga sungsang bila bagian yang paling keras dan besar berada di kutub
atas perut. Perlu diketahui bahwa kepala merupakan bagian terbesar dan terkeras dari
janin.
Melalui pemeriksaan bagian dalam menggunakan jari. Cara ini pun hanya bisa
dilakukan oleh dokter atau bidan. Bila dibagian pinggul ibu lunak dan bagian atyas
keras, berarti bayhinya sungsang.

Cara lain adalah dengan ultrasonigrafi (USG)

Penatalaksanaan

Selain upaya yang dilakukan dokter, maka ibu hamil pun bisa mengupayakan sendiri
agar janin kembali ke posisi semual.

1) Ibu dianjurkan untuk melakukan posisi bersujud (knee cest position), dengan posisi
perut seakan-akan menggantung ke bawah. Cara ini harus rutin dilakukan setiap 2 kali
sehari selama 10 menit. Bila posisi ini dilakukan dengan baik dan teratur , kemudian
besar bayi yang sungsang dapat kembali ke posisi normal. Kemungkinan janin akan
kembali ke posisi normal, berkisar 92%. Dan posisi bersujud inin tidak berbahaya
karena secara alamiah memberi ruangan pada bayi untuk berputar kembali ke posisi
normal.
2) Usaha lain yang dapat dilakukan oleh dokter adalah mengubah letak janin sungsang
menjadi normal dengan cara externalcephalic versin/ ECV. Metode ini adalah
mengubah posisi janin dari luar tubuh sang ibu. Cara ini dilakukan saat kandungan
mulai memasuki usia 34 minggu. Sayangnya cara ini menimbulkan rasa sakit bahkan
kematian janin, akibat kekuranagn suplai oksigen ke otaknya.

Jenis- jenis Sungsang

Bila dikaitkan dengan posisi kaki bayi, ada 3 jenis sungsang , yaitu:

1) Frank Breech/ Letak Bokong


Letak bokong dengan kedua tungkai kaki terangkat ke atas , kadang kaki sampai
menyentuh telinga.
2) Complete Breech / Letak Sungsang Sempuna
Letak bokong dimana kedua kaki ada di samping bokong (letak bokong kaki sempurana
/lipat kejang). Seakan posisi bayi jongkok dengan bokong diatas mulut rahim, lutut
terangkak ke perut.
3) Incomplete Breech / Single Footling Breech
Bila satu kaki diatas dan kaki yang lainnya di bawah , dalam dunia kedokteran disebut
presentasi bokong kaki. Tetapi, kasus letak sungsang jenis ini jarang ditemukan.

11. Langkah asuhan persalinan normal (apn) 2008

58 langkah asuhan persalinan normal diambil dari penuntun belajar APN yang terdapat
pada panduan pelatihan klinik APN "Asuhan Esensial, Pencegahan dan
Penanggulangan Segera Komplikasi Persalinan dan Bayi Baru Lahir" yang diterbitkan
oleh Jaringan Nasional Pelatihan Klinik - Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR),
Departemen Kesehatan RI, 2008. 58 langkah APN terdiri dari:
I. Mengenali Gejala dan Tanda Kala Dua
II. Menyiapkan Pertolongan Persalinan
III. Memastikan Pembukaan Lengkap dan Keadaan Janin Baik
IV. Menyiapkan Ibu dan Keluarga Untuk Membantu Proses Bimbingan Meneran
V. Mempersiapkan Pertolongan Kelahiran Bayi
VI. Persiapan Pertolongan Kelahiran Bayi
- Lahirnya kepala
- Lahirnya bahu
- Lahirnya badan dan tungkai
VII. Penanganan Bayi Baru Lahir
VIII. Penatalaksanaan Aktif Kala Tiga
- Mengeluarkan plasenta
- Rangsangan taktil (masase) uterus
IX. Menilai Perdarahan
X. Melakukan Asuhan Pasca Persalinan
- Evaluasi
- Kebersihan dan keamanan
- Dokumentasi
Kala 3
2.1 Definisi

Kala III adalah waktu dari keluarnya bayi hinga pelepasan dan pengeluaran uri
(plasenta) yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit.
Batasan Fisiologi Kala III

Kala III persalinan umumnya berlangsung rata-rata antara 5-10 menit. Akan tetapi,
kisaran normal kala III sampai 30 menit. Resiko perdarahan akan meningkat apabila kala III
lebih lama dari 30 menit, terutama pada 30-60 menit.

2.2 Fisiologi Persalinan Kala III

Setelah bayi lahir, kontraksi lahir istirahat sebentar uterus yang teraba keras dengan fundus
uteri setinggi pusat, dan berisi placenta menjadi tebal 2x sebelumnya. Beberapa saat kemudian
timbul his pelepasan dan pengeluaran uri. Dalam waktu 5-10 menit seluruh placenta
terlepas,terdorong kedalam vagina dan akan lahir spontan dan atau dengan sedikit dorongan
dari atas symfisis atau fundus uteri. Seluruh proses biasanya berlangsung 5-30 menit setelah
bayi lahir. Pengeluaran placenta disertai dengan pengeluaran darah kira-kira 100-200 cc.
Setelah lahirnya bayi otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti berkurangnya ukuran
rongga secara tiba-tiba. Penyusutan ukuran rongga uterus secara tiba-tiba menyebabkan
berkurangnya ukuran tempat implantasi placenta. Karena tempat perlekatan menjadi kecil
sedangkan ukuran plasenta tidak berubah, maka plasenta akan terlepas dari dinding uteri
setelah plasenta terpisah, ia akan turun ke segmen bawah rahim. tanda-tanda terlepasnya
plasenta:

1. Bentuk uterus globuler

2. Uterus terdorong ke atas, karena plasenta dilepas ke segmen bawah rahim

3. Tali pusat bertambah panjang(tanpa aveld)

4. Semburan darah tiba-tiba

Kala III yang normal dapat dibagi kedalam 4 fase, yaitu :

1. Fase Laten, ditandai dengan menebalnya dinding uterus yang bebas tempat plasenta,
namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis

2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari
ketebalan kurang dari 1 cm menjadi >2cm).

3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari


dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus
dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang
pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi
permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek dilapisan spongiosa. Setelah
lepas, plasenta turun ke segmen bawah uterus atau ke dalam ruang vagina atas,
menyebabkan tanda-tanda klinis berikut akibat pemisahan plasenta menjadi nyata :

a. Tetesan atau panacaran kecil darah yang mendadak

b. Pemanjangan tali pusat yang terlihat pada introitus vagina

c. Perubahan bentuk uterus dari diskoid kebentuk globuler sewaktu uterus sekarang
berkontraksi dengan sendirinya

d. Perubahan posisi uterus : uterus meninggi didalam abdomen karena bagian terbesar
plasenta dalam segmen bawah terus atau ruang vagina atas mendesak uterus keatas

4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun,
daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul didalam
rongga rahim. ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih
merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala III pada persalinan normal ditentukan oleh
lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala III, 89%
plasenta lepas dalam waktu 1 menit dari tempat inplantasinya tanda-tanda lepasnya
plasenta adalah sering ada pancaran darah yang mendadak uterus menjadi globuler dan
konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah abdomen karena plasenta
yangtelah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang.

Pengeluaran plasenta mekanisme schult adalah pelahiran plasenta dengan


presentasi sisi janin. Presentasi ini dianggap terjadi ketika pelepasan dimulai dari
tengah disertai pembentukan bekuan reto plasenta sentral, yang mempengaruhi berat
plasenta sehingga bagian sentral turun terlebih dahulu. Hal ini menyebabkan plasenta
dan kantong amnion terbalik menyebabkan membrane melepaskan sisa desi 2 yang
tertinggal dibelakang plasenta. Mayoritas perdarahan yang terjadi dengan mekanisme
persalinan ini tidak terlihat sampai plasenta dan membrane lahir, karena membrane
yang terbalik menangkap dan menahan darah.

Pengeluaran plasenta mekanisme ducan adalah pelahiran plasenta dengan


presentasi sisi maternal. Presentasi ini diduga akibat pelepasan pertama kali terjadi pada
bagian pinggir atau periver plasenta. Darah keluar diantara membrane dan dinding
uterus dan terjadi secara eksternal. Plasenta turun kesamping dan kantong amnion, oleh
karena itu, tidak terbalik, tetapi tertinggal belakang plasenta untuk pelahiran.

Bantuan ingatan untuk mengidentifikasi pengeluaran plasenta secara tepat


mekanisme pengeluaran plasenta didasarkan pada kemunculan dua sisi berbeda
plasenta. Sisi janin berkilat dan berkilauan karena diselubungi membrane janin,
sedangkan sisi maternal kasar dan terlihat kemerahan maka dikatakan shiney schult
dan dirty ducan.

Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan
oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau
atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan
inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak
dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umunya, dibutuhkan tindakan artifisial
untuk menyempyrnakan persalinan kala tinggi. Metode yang biasa dikerjakan adalah
dengan menekan dan mengklovasi uterus, bersaman dengan tarikan ringan pada tali
pusat.

Penataan aktif Kala III meliputi :

1. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi baik.

2. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit IM (intramuskuler) di
1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin).

3. Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat
bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat 2 cm bagian
distal dari klem pertama.

4. Pemotongan dan pengikatan tali pusat

a. Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi),
lakukan pengguntingan tali pusat di antara 2 klem.

b. Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian melingkarkan
kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.

c. Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah disediakan.


5. Letakkan bayi agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi.
6. Letakkan bayi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel di
dada/perut ibu. Usahakan kepala berada diantara payudara ibu dengan posisi lebih rendah
dari puting payudara ibu.
7. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi.

8. Pindahkan klem pada tali pusat sekitar 5-10 cm dari vulva.

9. Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis untuk mendeteksi,
sedangkan tangan lain memegang tali pusat.

10. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan yang lain
mendorong uterus ke arah belakang atas (dorso-kranial) secara hati-hati (untuk mencegah
inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat
dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur di atas.
a. Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu atau anggota keluarga untuk
melakukan stimulasi puting susu.

11. Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas, minta ibu
meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke
arah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso-kranial).

a. Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5-10 cm
dari vulva dan lahirkan plasenta.

b. Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat :

1) Berikan dosis ulangan oksitosin 10 unit IM.

2) Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh.

3) Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan.

4) Ulangi penegangan tali pusat selama 15 menit berikutnya.

5) Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir atau bila terjadi
perdarahan, segera lakukan plasenta manual.
12. Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua tangan. Pegang
dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin, kemudian lahirkan dan tempatkan
plasenta pada wadah yang telah disediakan.

a. Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk melakukan
eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau klem DTT untuk
mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.

13. Segera setelah plasenta & selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus, letakkan telapak
tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga
uterus berkontraksi (fundus teraba keras).

Menilai perdarahan
14. Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi pastikan selaput ketuban lengkap
& utuh. Masukkan plasenta ke dalam kantung plastik atau tempat khusus.

15. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan penjahitan bila laserasi
menyebabkan perdarahan. Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif, segera
lakukan penjahitan.

2.3 Komplikasi Dan Penatalaksanaan Kala III Perdarahan Post Partum

Definisi

Perdarahan post partum didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih darah
setelah anak lahir. Pritchard dkk mendapatkan bahwa sekitar 5% wanita yang
melahirkan pervagina kehilangan lebih dari 1000 ml darah.

Epodemiologi
Perdarahan post partum dini jarang disebabkan oleh retensi potongan plasenta
yang kecil, tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan pada masa
akhir nifas. Kadang-kadang plasenta tidak segera terlepas. Bidang obstetri membuat
batas-batas durasi kala III secara agak ketat sebagai upaya untuk mendefinisikan
retensio plasenta sehingga perdarahan akibat terlalu lambatnya pemisahan plasenta
dapat dikurangi. Combs dan laros meneliti 12.275 persalinan pervaginam tunggal dan
melaporkan medianduarasi kala III adalah 6 menit dan 3.3% berlangsung lebih dari 30
menit. Beberapa tindakan untuk mengatasi perdarahan, termasuk kuterase atau
transfusi, meningkat pada kala III yang mendekati 30 menit atau lebih.

Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum hamil
dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan postpartum yang dapat
mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai
terjadi kehilangan darah yang sangat banyak.

Klasifikasi

Klasifikasi perdarahan postpartum:

1. Perdaraha postpartum primer atau dini(early post-partum hemarrhage).

2. Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia
uteri, retention plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi
pada 2 jam pertama.

3. Perdarahan postpartum sekunder atau lamban(late postpartum hemorrhage).

4. Perdahan yang terjadi setelah 24 jam pertama.

Etiologi

Etiologi dari perdarahan postpartum berdasarkan klasifikasi diatas adalah:

1. Etiologi perdarahan post partum dini:

a. Atonia uteri

Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri adalah:

a. Umur yang terlalu muda atau tua.

b. Prioritas sering dijumpai pada multi para dan grande multipara.


c. Partus lama dan partus terlantar.

d. Uterus terlalu renggang dan besar misal pada gemelli,hidromnion/janin


besar.

e. Kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couveloair pada solusio
plasenta.

f. Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi.

b. Laserasi jalan lahir:robekan perineum, vagina servix, forniks dan rahim. Dapat
menimbulkan perdarahn yang banyak apabila tidak segera di reparasi.

c. Hematoma

Hematoma yang biasanya terdapat pada daerah-daerah yang mengalami laserasi


atau pada daerah jahitan perineum.

Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus, sehingga masih
ada pembuluh darah yang tetap terbuka, Ruptura uteri, Inversio uteri.

2. Etiologi perdarah post partum lambat:

a. Tertinggalnya sebagian plasenta

b. Subinvolusi di daerah insersi plasenta

c. Dari luka bekas seksio sesaria

Diagnosis

Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan


yang menimbulkan hipotensi dan anemia, apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus, pasien
akan jatuh dalam keadaan syok.Perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada setiap
persalinan kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu ada.

Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes, perdarahan yang deras biasanya
akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan yang
merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang
bersifat merembes bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak.
Untuk menentukan jumlah perdarahn, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus
ditampung dan dicatat.
Kadang-kadang perdarahn terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di vagina
dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri
setelah uri keluar. Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan
pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen,
dan pemeriksaan dalam.

Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus sehingga pada palpasi abdomen
uterus didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan lahir uterus
berkontraksidengan baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang keras. Dengan pemeriksaan
dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat
ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa sisa plasenta.

Pencegahan dan penanganan

Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum adalah
memimpin kala III dan kala III persalinan secara lega artis. Apabila persalinan diawal oleh
seorang dokter spesialis obstetric dan ginekologi ada yang menganjurkan untuk memberikan
suntikan ergometrin secara IV setelah anak lahir, dengan tujuan untuk mengurangi jumlah
perdarahan yang terjadi.

Penanganan umum pada perdarahan post partum :

1. Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk).


2. Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk upaya
pencegahan perdarahan pasca persalinan).
3. Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan (di ruang persalinan)
dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang gawat gabung).
4. Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat.
5. Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan
masalah dan komplikasi.
6. Atasi syok
- Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan
uterus, berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500cc NS/RL
dengan 40 tetesan permenit.
- Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap eksplorasi kemungkinan robekan jalan
lahir.
7. Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
8. Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan in-put-output cairan.
9. Cari penyebab perdarahan dan lakukan penanganan spesifik.

2.3.1 Retensio Plasenta Dan Sisa Plasenta (Placental Rest)

Definisi

Perdarahan postpartum dini dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya sisa plasenta atau
selaput janin. Bila hal tersebut terjadi, harus dikeluarkan secara manual atau dikuretase
disusul dengan pemberian obat obat uterotonika intravena. Perlu dibedakan antara
retensio plasenta dengan sisa plasenta (rest placenta). Dimana retensio plasenta adalah
plasenta yang belum lahir seluruhnya dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan
sisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat
menimbulkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post partum sekunder.

Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal , maka uterus tidak
dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Gejala
dan tanda yang dapat ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi
fundus tidak berkurang.

Sebab sebab plasenta belum lahir, bisa oleh karena :

1. Plasenta belum lepas dari dinding uterus


2. Plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan

Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan, jika lepas sebagian
terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas
dari dinding uterus bisa karena :

1. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva)


2. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua
sampai miometrium.

Plasenta yang sudah lepas dari diding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan tidak
adanya usaha untuk melahirkan atau salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran
kontriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta.

Penanganan perdarahan postpartum yang disebabkan oleh sisa plasenta :


1. Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan
plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca
persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan
keluhan perdarahan.
2. Bersihkan anti biotika, ampisilin dosisi awal 1g IV dilanjutkan dengan 3x1g oral
dikombinasikan dengan metronidazol 1g supositoria dilanjutkan dengan 3x500mg oral.
3. Lakukan eksploirasi (bila serviks terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau
jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument. Lakukan evakuasi sisa
plasenta dengan AMV atau dilatasi dan kuretase
4. Bila kadar Hb<8gr% berikan tranfusi darah. Bila kadar Hb>8gr%, berikan sulfas
ferosus 600 mg/hari selama 10 hari.

Insiden

Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40% - 60%) kematian ibu
melahirkan di Indonesia. Insiden perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta
dilaporkan berkisar 16%-17% di RSU H. dmanhuri Barabai, selama 3 tahun (1997 1999)
didapatkan 146 kasus rujukan perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta. Dari
sejumlah kasusu tersebut, terdapat satu kasus (0,68%) berakir dengan kematian ibu.

Anatomi

Plasenta berbentuk bundar atau hamper bundar dengan diameter 15 sampai 20 cm dan
tebal lebih kurang 25 cm. beratnya kira-kira 500 gram. Tali pusat berhubungan dengan
plasenta biasanya di tengah (insertion sentralis).

Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 16 minggu dengan
ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Bila diteliti benar, maka plasenta
sebenarnya berasal dari sebagaian besar dari abgian janin, yaitu vili korialis yang berasal
dari korion dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal dari desidua basalis. Darah ibu
yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang berada di desidua basalis.
Pada systole darah disemprotkan dengan tekanan 70-80 mmHg seperti air mancur ke dalam
ruang interviller sampai mencapai chorionic plate, pangkal dari kotiledon-kotiledon janin.
Darah tersebut membasahi samua vili korialis dan kembali perlahan-lahan dengan tekanan
8 mmHg ke vena vena di desidua.
Plasenta berfungsi : sebagai alat yang member makanan padajanin, mengeluarkan sisa
metabolism janin, memberi zat asam dan mengeluarkan CO2, membentuk hormone, serta
penyalur berbagai antibody ke janin.

Etiologi dan Patogenensis

Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-
otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel
miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadilebih pendek danlebih tebal, dengan
kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal seccara progresif dan kavum
uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai
mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.

Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat
berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya
menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar member jalan, dan pelepasan
plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara serat
serat otot miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat serat otot ini menekan
pembuluh darah dan reaksi otot iini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta
perdarahab berhenti.

Gejala klinis

a. Anamnesis, meliputi pertanyanan tentang periode prenatal, meminta informasi


mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, peritas, serta riwayat multiple
fetus dan polihidramnion. Serta riwayat postpartum sekarang dimana plasenta tidak
lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
b. Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan didalam kanalis servikalis
tetappi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.

Pemeriksaan penunjang

a. Hitung darah lengkap : untuk menentukan tingkat hemogoblin (Hb) dan hematokrit
(Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang
disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
b. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin time (PT) dan
activated Partial Tromboplastin Time (aPTT) atau yang sederhana dengan Clottig Time
(CT) atau Bleed-ing Time (BT). Ini penting untuk meningkirkan perdarahan yang
disebabkan oleh faktor lain.

Diagnosa Banding

Meliputi plasenta akreta, suatu plasenta abnormal yang melekat pada miometrium tanpa
garis pembelahan fisiologis melalui garis spons desidua.

Penatalaksanaan

Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah :

a. Resusitasi . pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang


berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid ?(sodium klorida isotonic atau
larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi,
tekanan darah dan saturasi oksigen.tranfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi
dengan hasil pemeriksaan darah
b. Drips oksigen (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCL
0,9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
c. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andews, jika berhasil lanjutkan dengan drips
oksitosin untuk mempertahankan uterus.
d. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual
plasenta adlah : perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio
plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep
tinggi, versi ekstraksi, peforasi, dan dibutuhkan untuk ekplorasi jalan lahir, tali pusat
putus.
e. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan
tang (cunam) abortus dilanjutkan kuretase sisa plasenta. Pada umunya pengeluaran sisa
plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus delakukan di rumah sakit dengan
hati-hati karena dinding rahim relative tipis dibandingkan dengan kuretase pada
abortus.
f. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat
uterotonika malalui suntikan atau per oral.
g. Pemberian antibiotika apabila ada tanda tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi
sekunder.

Manual plasenta
1. Indikasi
Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan pada kala
tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan dengan uterotonika dan
masase, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang
sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi
jalan lahir dan tali pusat putus.
2. Teknik plasenta manual
Sebelum dikerjakan, penderita disiapkan pada posisi litotomi. Keadaan umum
penderita diperbaiki sbesar mungkin, atau diinfus NaCL atau Ringer Laktat. Anestesi
diperlukan kalau ada constriction ring dengan memberikan suntikan diazepam 10 mg
intramuscular. Anestesi ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri.
Operator berdiri atas duduk dihadapan vulva dengan salah satu tangannya (tanga kiri)
meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan) dengan jari-jari dikuncikan
membentuk kerucut.

Komplikasi
Konplikasi yang dapat terjadi meliputi :
1. Komplikasi yang berhubungan dengan tranfusi darah yang dilakukan
2. Multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan oenurunan
perfusi organ.
3. Sepsis
Kebutuhan terhadap histerektomi dan hilangnya potensi untuk memiliki anak
selanjutnya.

2.3.2 Syok hemoragik

Etiologi

Syok hemoragik pada pasien obstetric/ginekologik dapat terjadi karena perdarahan


akibat abortus, kehamilan ektopik tergangggu, cedera pada pembedahan, perdarahan
antepartum, perdarahan postpartum atau koagulopati.

Klasifikasi

1. Syok ringan, terjadi kalau perdarahan kurang dari 20% volume darah. Timbul,
penurunan perfusi jaringan dan organ non vital. Tidak terjadi perubahan kesadaran,
volume urin yang keluar normal atau sedikit berkurang, dan mungkin (tidak selalu
terjadi asidosis metabolic).
2. Syok sedang, sudah terjadi penurunan perfusi pada organ yang tahan terhadap iskeia
waktu singkat (hati, usus, dan ginjal). Sudah timbul oliguri (urin<0,5 ml/kg BB/Jam)
dan asidosis metabolic, tetapi kesadaran masih baik.
3. Syok berat, perfusi dalam jaringan otak dan jantung sudah tidak adekuat. Mekanisme
kompensasi vasokontriksi pada organ lainnya sudah tidak dapat mempertahankan
perfusi di dalam jaringan otak dan jantung. Sudah terjadi anuria, penurunan kesadaran
(delirium, stupor, koma) dan sudah ada gejala hipoksia jantung.

Patofisiologi

Pada syok ringan terjadi penurunan perfusi darah tepi pada organ yang dapat bertahan
lama terhadap iskhemia(kulit,lemak,otot,dan tulang).pH arteri normal.Pada syok sedang terjadi
penurunan perfusi sentral pada organ yang hanya tahan terhadap iskemia waktu
singkat(hati,usus,dan ginjal) terjadi asidosis metabolik.Pada syok berat sudah terjadi
penurunan perfusi pada jantung dan otak, asidosis metabolic berat, dan mungkin terjadi pula
asidosis respiratorik.

Gejala Klinik

1. Syok ringan,takikardi minimal,hipotensi sedikit, vasokontriksi darah tepi ringan, kulit


dingin,pucat,basah,urin normal/sedikit berkurang,keluhan merasa dingin.
2. Syok sedang, takikardi 100-120 permenit,hipotensi dengan sistolik 90-100 mmHg,
oliguri/anuria,keluhan haus.
3. Syok berat, takikardi lebih dari 120 permenit,hipotensi dengan sistolik <60
mmHg,pucat,anuria,agitasi,kesadaran menurun.

2.3.3 Plasenta Akreta

Plasenta akreta adalah perlekatan plasenta sebagian atau total pada dinding uterus. Pada
plasenta akreta plasenta melekat langsung pada miometrium dengan desidua defektif atau
tanpa desidua diantaranya. Apabila vili krionik meluas melebihi kontak dengan
miometrium dan secara nyata menembus dinding uterus kondisi ini disebut plasenta ikreta.
Plasenta prekreta terjadi ketika vili korionik masuk melalui seluruh dinding uterus
kelapisan serosa, kondisi-kondisi ini jarang terjadi, meskipun terdapat peningkatan insiden
plasenta apabila wanita mangalami plasenta previa,seksio sesearia sebelumnya,

Plasenta akreta sebagian mula-mula tampak sebagai perdarahan kala tiga akut akibat
plasenta terlepas sebagian, diagnosa klinis ditegakkan ketika perlekatan plasenta ditemukan
selama upaya mengangkat plasenta secara manual.Diagnosis definitive plasenta akreta
ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskopis. Plasenta akreta lengkap tidak memiliki tanda
dan gejala karena terjadi pelepasan sebagian oleh karena itu tidak ada perdarahan. Hal
tersebut ditemukan pada upaya pengangkatan plasenta manual yang tertinggal.Plasenta
akreta merupakan bahaya obstrektik. Setiap kecurigaan bahwa plasenta tertinggal
berhubungan dengan plasenta akreta membutuhkan bidan segera melakukan pemanggilan
darurat ke dokter konsulen. Jika wanita berada diluar rumah sakit ia sebaiknya segera
dipindahkan ke rumah sakit dengan menggunakan ambulance.

2.4 Perlukaan Jalan Lahir

Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim
baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir.
Perlukaan jalan lahir terdiri dari:

a. Perlukaan Vulva
b. Robekan Perineum
c. Robekan Dinding Vagina
d. Robekan Cervix
e. Rupture Uteri

Persalinan sering kali mengakibatkan parlukaan jalan lahir, luka-luka biasanya ringan,
tetapi kadang terjadi juga yang luas dan berbahaya, setelah persalinan harus selalu memeriksa
vulva dan perineum, pemeriksaan vagina dan servix dengan speculum perlu dilakukan setelah
pembedahan pervagina.

a. Perlukaan Vulva

Sebagian akibat persalian, terutama pada seorang primipara, bisa timbul luka pada vulva di
sekitar introitus vagina yang biasanya tidak dalam akan tetapi kadang-kadang bisa timbul
pendarahan banyak, khususnya pada luka dekat klitoris. Robekan perineum terjadi pada hampir
semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya, robekan ini tidak
dapat dihindari atau dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul di lalui oleh
kepala.

b. Robekan Perineum

Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala
janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil dari pada biasa sehingga kepala janin
terpaksa lahir lebih ke belakang dari pada kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan
ukuran yang lebih besar daripada sikumferensia suboksipito-brekmatika, atau anak dilahirkan
dengan pembedahan vagina.

Apabila hanya kulit perineum dan mukosa vagina yang robek dinamakan robekan perineum
tingkat satu, pada robekan tingkat dua dinding belakang vagina dan jaringan ikat yang
menghubungkan otot-otot diafragma urigenitalis pada garis tengah terluka dan pada robekan
tingkat tiga atau robekan total muskulus sfingterani eksternum ikut terputus kadang-kadang
dinding depan rectum ikut robek pula, jarang sekali terjadi robekan yang mulai pada dinding
belakang vagina di atas introitus vagina dan anak dilahirkan melalui robekan itu, sedangkan
(dengan meninggalkan perineum sebelah depan tetap utuh robekan perineum sentral) pada
persalinan sulit di samping robekan perineum yang dapat dilihat, dapat pula terjadi kerusakan
dan keregangan muskulus puburektalis kanan dan kiri serta hubungannya di garis tengah
kejadian ini melemahkan diafragma pelvis dan menimbulkan predisposisi untuk terjadinya
prolapsus uteri dikemudian hari.

Robekan perineum yang melebihi robekan tingkat satu harus dijahit, hal ini dapat dilakukan
sebelum plasenta lahir, tetapi apabila ada kemungkinan plasenta harus di keluarkan secara
manual, lebih baik tindakan itu di tunda sampai plasenta lahir, dengan penderita berbaring
dalam posisi litotomi dilakukan pembersihan luka dengan cairan antiseptik dan luas robekan
ditentukan dengan seksama.

Pada robekan perineum tingkat duan, setelah diberi anestesi lokal otot-otot diafragma
urogenetalis dihubungkan di garis tengah dengan jahitan dan kemungkinan luka pada vagina
dan kulit perineum ditutup dengan mengikutsertakan jaringan-jaringan di bawahnya.

Menjahit robekan tingkat tiga harus dilakukan dengan teliti, mula-mula dinding depan
rectum yang robek dijahit, kemudian fasia-prarektal ditutup, dan muskulus sfingterani
eksternus yang robek dijahit, selanjutnya dilakukan penutupan robekan seperti diuraikan.
Untuk robekan perineum tingkat dua, untuk mendapatkan hasil baik, tetapi pada robekan
perineum tatal, perlu diadakan penanganan pasca pembedahan yang sempurna, penderita diberi
makanan yang tidak mengandung selulosa dan mulai hari ke dua diberi paraffinum liquidum
sesendok makan 2 kali sehari dan jika perlu pada hari ke 6 diberi klisma minyak.

c. Perlukaan Vagina

Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak seberapa sering
terdapat, mungkin ditemukan sesudah bersalin biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai
ekstraksi dengan cuma, lebih-lebih apabila kepala janin harus diputar, robekan terdapat pada
dinding leteral dan baru terlihat pada pemeriksaan dengan spekulum. Perdarahan biasanya
banyak, tetapi mudah diatasi dengan jahitan, kadang-kadang robekan bagian atas vagina terjadi
sebagai akibat menjalannya robekan servix, apabila ligamentum latum terbuka dan cabang-
cabang arteri uterina terputus, timbul banyak pendarahan yang membahayakan jiwa penderita.

d. Ruptur Uteri

Perlukaan yang paling berat pada waktunya persalinan ialah robekan uterus, robekan ini
dapat terjadi pada waktu persalinan, namun yang paling sering terjadi ialah robekanan ketika
persalinan. Mekanisme terjadi ialah robekan uterus bermacam-macam, ada yang terjadi secara
spontan dan ada pula yang terjadi akibat ruda paksa.

Apabila segmen bawah uterus sangat tipis dan renggang karena janin mengalami kesulitan
untuk melalui jalan lahir, robekan uterus akibat ruda paksa umumnya terjadinya persalinan
buatan, misalnya pada sekstraksi dengan cumin atau pada versi dan ekstraksi, dorongan
kristeler bila tidak dikerjakan sebagaimana mestinya, dapat menimbulkan robekan uterus yaitu:

1. Robekan inkomplet, yaitu robekan yang mengenai endometrium dan miometrium,


tetapi perimetrium masih utuh.
2. Robekan komplek, yakni robekan-robekan yang menganai endometrium, mimetrium,
dan pernium, sehingga derdapat hubungan langsung antara kavum uteri dan rongga
perut.
e. Robekan Servix

Persalinan selalu mengakibatkan robekan servix, sehingga servix seorang multipara


berbeda daripada yang belum pernah melahirkan per vagina, robekan servix yang luas
menimbulkan pendarahan dan dapat menjalar ke segmen kebawah uterus, apabila terjadi
pendarahan yang tidak terhenti meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus berkontraksi
baik, perlu dipikirkan perlukah jalan lahir, khususnya servix uteri, dalam keadaan ini servix
harus diperiksa dengan spekulum.

Pemeriksaan ini juga harus dilakukan secara rutin setelah tindakan obstetrik yang sulit,
apabila ada robekan servix perlu ditarik keluar dengan beberapa cuman ovum, supaya batas
antara robekan dapat dilihat dengan baik, jahitan pertama dilakukan pada ujung atas luka, baru
kemudian diadakan jahitan uterus ke bawah. Apabila servix kaku dan his kuat, servix uteri
mengalami tekanan kuat oleh kepala janin, sedang pembukaan tidak maju, akibat tekanan kuat
dan lama ialah pelepasan sebagian servix atau pelepasan servix secara sirkuler. Pelepasan ini
dapat dihindari dengan seksio sesarea jika diketahui bahwa ada distosia servikalis.

Apabila sudah terjadi pelepasan servix, biasanya tidak dibutuhkan pengobatan hanya
jika ada pendarahan, tempat pendarah dijahit, jika bagian servix yang terlepas masih
berhubungan dengan jaringan lain, hubungan ini sebaiknya diputuskan.

Kala 4
2.1.Pengertian
Persalinan kala IV adalah kala pengawasan dari 1-2 jam setelah bayi dan plasenta
lahir untuk memantau kondisi ibu.

Kala IV persalinan adalah waktu setelah plasenta lahir sampai empat jam pertama
setelah melahirkan. (Sri Hari Ujiiningty1as, 2009)

2.2.Fisiologi kala IV
Kala IV adalah kala pengawasan 1-2 jam setelah bayi dan plasenta lahir untuk
memantau kondisi ibu.

2.3.Evaluasi uterus
Setelah kelahiran plasenta, periksa kelengkapan dari plasenta dan selaput
ketuban. Jika masih ada sisa plasenta dan selaput ketuban yang tertinggal dalam uterus
akan mengganggu kontraksi uterus sehingga menyebabkan perdarahan.
Jika dalam waktu 15 menit uterus tidak berkontraksi dengan baik, maka akan
terjadi atonia uteri. Oleh karena itu, diperlukan tindakan rangsangan taktil (massase)
fundus uteri dan bila perlu dilakukan kompressi bimanual.

2.4.Pemeriksaan servik, vagina dan perineum


Untuk mengetahui apakah ada tidaknya robekan jalan lahir, maka periksa
daerah perineum, vagina dan vulva. Setelah bayi lahir, vagina akan mengalami
peregangan, oleh kemungkinan edema dan lecet. Introitus vagina juga akan tampak
terkulai dan terbuka. Sedangkan vulva bisa berwarna merah, bengkak dan mengalami
lecet-lecet.
Untuk mengetahui ada tidaknya trauma atau hemoroid yang keluar, maka
periksa anus dengan rectal toucher.
Laserasi dapat dikategorikan dalam :
a. Robekan derajat I kadang kala bahkan tidak perlu untuk dijahit.
1) Robekan mukosa
2) Komisura posterior
3) Kulit perineum
b. Robekan derajat II biasanya dapat dijahit dengan mudah dibawah pengaruh
analgesia local dan biasanya sembuh tanpa komplikasi.
1) Robekan mukosa
2) Komisura posterior
3) Kulit perineum
4) Otot perineum
c. Robekan derajat III dapat mempunyai akibat yang lebih serius dan dimanapun bila
memungkinkan harus dijahit oleh ahli obstetri, dirumah sakit dengan peralatan yang
lengkap, dengan tujuan mencegah inkontinensia vekal dana tau vistula fekal
1) Robekan mukosa
2) Komisura posterior
3) Kulit perineum
4) Otot perineum
5) Otot sfingter ani
Angka kejadian robekan derajat III sekitar 0,4% sehingga diagnosis ancaman
robekan III seharusnya hanya dibuat kadang-kadang, kala tidak diagnosis tersebut
tidak ada artinya
d. Robekan derajat IV harus dijahit oleh ahli obstetri, dirumahsakit dengan peralatan
yang lengkap, dengan tujuan mencegah inkontinensia vekal dan atau fistula fekal
1) Robekan mukosa
2) Komisura posterior
3) Kulit perineum
4) Otot perineum
5) Otot sfingter ani
6) Dinding depan rectum

Prinsip Penjahitan Luka Episiotomi/ Laserasi Perineum :

a. Indikasi Episiotomi :

1) Gawat janin
2) Persalinan per vaginam dengan penyulit (sungsang, tindakan vakum atau forsep)
3) Jaringan parut (perineum dan vagina) yang menghalangi kemajuan persalinan
b. Tujuan Penjahitan :
1) Untuk menyatukan kembali jaringan yang luka
2) Mencegah kehilangan darah
c. Keuntungan Teknik Jelujur :
Selain teknik jahit satu-satu, dalam penjahitan digunakan teknik penjahitan dengan
model jelujur. Adapun keuntungannya adalah :
1) Mudah dipelajari
2) Tidak nyeri
3) Sedikit jahitan
d. Hal Yang Perlu Diperhatikan dalam Melakukan Penjahitan, Yaitu :
1) Laserasi derajat satu yang tidak mengalami perdarahan, tidak perlu dilakukan
penjahitan
2) Menggunakan sedikit jahitan
3) Menggunakan selalu teknik aseptik
4) Menggunakan anestesi lokal, untuk memberikan kenyamanan ibu.
e. Keuntungan Penggunaan Anastesi Lokal :
1) Ibu lebih merasa nyaman (sayang ibu)
2) Bidan lebih leluasa dalam penjahitan
3) Lebih cepat dalam menjahit perlukaannya (mengurangi kehilangan darah)
4) Trauma pada jaringan lebih sedikit (mengurangi infeksi)
5) Cairan yang digunakan: Lidocain 1%
6) Tidak dianjurkan penggunaan Lidocain 2% (konsentrasinya terlalu tinggi dan
menimbulkan nekrosis jaringan). Lidocain dengan epinephrine (memperlambat
penyerapan lidocain memperpanjang efek kerjanya).
f. Prosedur Anestesi Lokal Sebelum Melakukan Penjahitan Luka Perineum :
1) Jelaskan pada ibu tentang tindakan yang akan dilakukan dan bantu ibu merasa
santai.
2) Hisap 10 ml lidokain 1% ke dalam jarum suntik. Jika lidocain 1% tidak tersedia,
larutkan 1 bagian lidocain 2% dengan 1 bagian normal salin atau aquabidest.
3) Tusukkan jarum suntik pada daerah kamisura posterior yaitu bagian sudut bawah
vulva.
4) Lakukan aspirasi untuk memastikan tidak ada darah yang tehisap.
5) Suntikan anestesi sambil menarik jarum suntik pada tepi luka daerah perineum.
6) Tanpa menarik jarum suntik keluar dari luka arahkan jarum suntik sepanjang luka
pada mukosa vagina.
7) Lakukan langkah 5-6 diatas pada kedua tepi robekan.
8) Tunggu 1-2 menit sebelum melakukan penjahitan. Jika ibu masih merasakan
cubitan, tunggu 2 menit lagi dan kemudian uji kembali sebelum menjahit luka.
g. Mempersiapkan Penjahitan Perineum :
1) Bantu ibu mengambil posisi litotomi sehingga bokongnya berada di tepi tempat
tidur atau meja. Topang kakinya dengan alat penopang atau minta anggota keluarga
untuk memegang kaki ibu sehingga tetap berada dalam posisi litotomi.
2) Tempatkan handuk atau kain bersih di bawah bokong ibu.
3) Jika mungkin, tempatkan lampu sedemikian rupa sehingga perineum bisa dilihat
dengan jelas.
4) Gunakan teknik aseptik pada saat memeriksa robekan atau episiotomi, memberikan
anestesi lokal dan menjahit luka.
5) Cuci tangan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir.
6) Pakai sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau yang steril.
7) Dengan menggunakan teknik aseptik, persiapkan peralatan dan bahan-bahan
desinfeksi tingkat tinggi untuk penjahitan
8) Duduk dengan posisi santai dan nyaman sehingga luka bisa dengan mudah dilihat
dan penjahitan bisa dilakukan tanpa kesulitan.
9) Gunakan kain atau kasa desinfeksi tingkat tinggi atau bersih untuk menyeka vulva,
vagina dan perineum ibu dengan lembut, bersihkan darah atau bekuan darah yang
ada sambil menilai dalam dan luasnya luka.
10) Periksa vagina, serviks dan perineum secara lengkap. Pastikan bahwa laserasi atau
sayatan perineum hanya merupakan derajat I atau II. Jika laserasinya dalam atau
episiotomi telah meluas, periksa lebih jauh untuk memeriksa bahwa tidak terjadi
robekan derajat III atau IV. Masukkan jari yang bersarung tangan ke dalam anus
dengan hati-hati dan angkat jari tersebut perlahan-lahan untuk mengidentifikasi
sfingter ani. Raba tonus atau ketegangan sfingter. Jika sfingter terluka, ibu
mengalami laserasi derajat III atau IV dan harus dirujuk segera. Ibu juga dirujuk
jika mengalami laserasi serviks.
11) Ganti sarung tangan dengan sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril yang
baru setelah melakukan pemeriksaan rektum.
12) Berikan anestesia lokal (kajilah teknik untuk memebrikan anestesia lokal di bawah
ini).
13) Siapkan jarum (pilih jarum yang batangnya bulat, tidak pipih) dan benang. Gunakan
benang kromik 2-0 atau 3-0. Benang kromik bersifat lentur, kuat, tahan lama dan
paling sedikit menimbulkan reaksi jaringan.
14) Tempatkan jarum pada pemegang jarum dengan sudut 90 derajat, jepit dan jepit
jarum tersebut.
15) Dalam penjahitan episiotomi, penting menggunakan benang yang dapat diserap
untuk menutup robekan. Benang poliglikolik lebih dipilih dibandingkan catgut
kromik karena kekuatan regangannya, bersifat non alergenik, kemungkinan
komplikasi infeksi dan kerusakan episiotominya lebih rendah. Catgut kromik dapat
digunakan sebagai alternative, tetapi bukan benang yang ideal.
h. Komplikasi Pada Penjahitan Episiotomi :
1) Jika terjadi hematoma, buka dan buat drain kematoma.
2) Jika tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan perdarahan berhenti, tutup kembali luka
episiotomi.
3) Jika terdapat tanda-tanda infeksi, buka dan buat drain luka. Angkat jahitan yang
terinfeksi dan lakukan debridement luka.
4) Jika infeksi ringan, antibiotik tidak diperlukan.
5) Jika infeksi berat tetapi tidak mencapai jaringan dalam, berikan kombinasi
antibiotik :
a) Ampisilin 500 mg per oral empat kali sehari selama lima hari.
b) Ditambah metronidazole 400 mg per oral tiga kali sehari selama lima hari.
6) Jika infeksi dalam, mencapai otot, dan menyebabkan nekrosis (fasitis nekrotik),
berikan kombinasi antibiotik sampai jaringan nekrotik dibuang dan ibu tidak
demam selama 48 jam.
a) Penisilin G 2 juta unit melalui IV setiap enam jam.
b) Ditambah Gentamisin 5 mg/kg berat badan melalui IV setiap 24 jam.
c) Ditambah metronidazole 500 mg melalui IV setiap 8 jam.
d) Setelah ibu tidak demam selama 48 jam, berikan ampisilin 500 mg per oral
empat kali sehari selama lima hari. Catatan : fasitis nekrotik memerlukan
debridement bedah yang luas. Lakukan penutupan primer lambat dalam 2-4
minggu (bergantung pada penyembuhan infeksi).
i. Nasehat Untuk Ibu Setelah Penjahitan Luka Perineum
Setelah dilakukan penjahitan, bidan hendaklah memebrikan nasehat kepada ibu. Hal ini
berguna agar ibu selalu menjaga dan merawat luka jahitannya. Adapun nasehat yang
diberikan diantaranya :
1) Menjaga perineum ibu selalu dalam keadaan kering dan bersih.
2) Menghindari penggunaan obat-obat tradisional pada lukanya.
3) Mencuci perineum dengan air sabun dan air bersih sesering mungkin.
4) Menyarankan ibu mengonsumsi makanan dengan gizi yang tinggi.
5) Menganjurkan banyak minum.
6) Kunjungan ulang dilakukan 1 minggu setelah melahirkan untuk memeriksa luka
jahitan.

2.5.Pemantauan Kala IV
Saat yang paling kritis pada ibu pasca melahirkan adalah pada masa post partum.
Pemantauan ini dilakukan untuk mencegah adanya kematian ibu akibat perdarahan.
Kematian ibu pasca persalinan biasanya terjadi dalam 6 jam post partum. Hal ini
disebabkan oleh infeksi, perdarahan dan eklampsia post partum selama kelas IV,
pemantuan dilakukan selama 15 menit pertama setelah plasenta lahir dan 30 menit
kedua setelah persalinan.
Setelah plasenta lahir, berikan asuhan yang berupa :
a. Rangsangan taktil (massase) uterus untuk merangsang kontraksi uterus.
b. Evaluasi tinggi fundus uteri. Caranya : letakkan jari tangan anda secara melintang
antara pusat dan fundus uteri. Fundus uteri harus sejajar dengan pusat dan dibawah
pusat.
c. Perkirakan darah yang hilang secara keseluruhan.
d. Pemeriksaan perineum dari perdarahan aktif (apakah dari laserasi atau luka
episiotomi).
e. Evaluasi kondisi umum ibu dan bayi.
f. Pendokumentasian.

2.6.Penilaian Klinik Kala IV


No Penilaian Keterangan
1 Fundus dan kontraksi Rangsangan taktil uterus dilakukan untuk
uterus merangsang terjadinya kontraksi uterus
yang baik. Dalam hal ini sangat penting
diperhatikan tingginya fundus uteri dan
kontraksi uterus.
2 Pengeluaran pervaginam Pendarahan : untuk mengetahui apakah
jumlah pendarahan yang terjadi normal atau
tidak. Batas normal pendarahan adalah 100-
300 ml.
Lokhea : jika kontraksi uterus kuat, maka
lokhea tidak lebih dari saat haid.
3 Plasenta dan selaput Periksa kelengkapannya untuk memastikan
ketuban ada tidaknya bagian yang tersisa dalam
uterus.
4 Kandung kencing Yakinkan bahwa kandung kencing kosong.
Hal ini untuk membantu involusio uteri.
5 Perineum Periksa ada tidaknya luka atau robekan pada
perineum dan vagina.
6 Kondisi ibu Periksa vital sign, asupan makan dan
minum.
7 Kondisi bayi baru lahir Apakah bernafas dengan baik ?
Apakah bayi merasa hangat ?
Bagaimana pemberian ASI ?

2.7.Bentuk Tindakan Dalam Kala IV


Tindakan yang sebaiknya dilakukan :
a. Memeriksa tinggi fundus uteri
b. Menganjurkan ibu untuk cukup nutrisi dan hidrasi
c. Membersihkan ibu dari kotoran
d. Memberikan cukup istirahat
e. Menyusui segera
f. Membantu ibu ke kamar mandi
g. Mengajari ibu dan keluarga tentang pemeriksaan fundus dan tanda bahaya baik bagi
ibu maupun bayi.

2.8.Pemantauan Lanjut Kala IV


Hal yang harus diperhatikan dalam pemantauan lanjut selama kala IV adalah :
a. Vital sign : tekanan darah normal < 140/90 mmHg, bila TD < 90/60 mmHg, N >
100 x/menit (terjadi masalah). Masalah yang timbul kemungkinan adalah demam
atau perdarahan.
b. Suhu : > 380C (identifikasi masalah). Kemungkinan terjadi dehidrasi ataupun
infeksi.
c. Nadi
d. Pernafasan
e. Tonus uterus dan tinggi fundus uteri : kontraksi tidak baik maka uterus teraba
lembek, TFU normal, sejajar dengan pusat atau dibawah pusat, uterus lembek
(lakukan massase uterus, bila perlu berikan injeksi oksitosin atau methergin).
f. Perdarahan : perdarahan normal selama 6 jam pertama yaitu satu pembalut atau
seperti darah haid yang banyak. Jika lebih dari normal identifikasi penyebab (dari
jalan lahir, kontraksi atau kandung kencing).
g. Kandung kencing: bila kandung kencing penuh, uterus berkontraksi tidak baik.

2.9.Tanda Bahaya Kala IV


Selama Kala IV, bidan harus memberi tahu ibu dan keluarga tentang tanda bahaya :
a. Demam
b. Perdarahan aktif
c. Bekuan darah banyak
d. Bau busuk dari vagina
e. Pusing
f. Lemas luar biasa
g. Kesulitan dalam menyusui
h. Nyeri panggul atau abdomen yang lebih dari kram uterus biasa.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Kala 1
a. Pengumpulan data subyektif
1) Identitas ibu dan suami
(nama, umur, alamat, pekerjaan, agama, pendidikan)
2) Keluhan utama
3) Riwayat menstruasi (menarche, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya,
HPHT, adalah dismenorrhea)
4) Riwayat perkawinan (Kawin ke berapa dan usia saat kawin)
5) Riwayat kesehatan (lalu, keluarga dan kehamilan sekarang)
6) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
7) Riwayat alergi obat-obatan tertentu
8) Bio psiko sosial spiritual
b. Pengumpulan data obyektif
1) Pemeriksaan fisik umum (K/U, kesadasaran, TTV, BB, Lila, SPR)
Pemeriksaan fisik khusus (head to too, meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi dan
perkusi)
Langkah pemeriksaan fisik:
a) Cuci tangan sebelum melakukan pemeriksaan fisik
b) Tunjukkan sikap ramah dan sopan, tentramkan hati dan bantu ibu agar
merasa nyaman
c) Minta ibu mengosongan kandung kencingnya
d) Nilai kesehatan dan keadaan umum ibu, suasana hatinya dan tingkat
kegelisahan atau nyeri kontraksi, status gizi, kecukupan cairan tubuh.
e) Melakukan pemeriksaan fisik
(1) Tekanan darah, nadi, suhu tubuh
(2) Edema atau pembengkakan pada muka, jari, tangan, kaki dan pertibia
tungkai bawah
(3) Warna pucat pada mulut dan konjungtiva
(4) Refleks
(5) Abdomen
f) Genital luar: luka, cairan, lendir darah, perdarahan, cairan ketuban
g) Genital dlaam: penipisan cerviks, dilatasi, penurunan kepala janin,
membran/selaput ketuban, dapat diketahui dengan pemeriksaan dalam.

2) Pemeriksaan Penunjang
Salah satu pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan selama kala I
persalinan yaitu dengan melakukan pemeriksaan VT.
Langkah-langkah dalam melakukan pemeriksaan dalam termasuk:
a) tutupi badan ibu sebanyak mungkin dengan sarung atau selimut
b) minta ibu berbaring terlentang dengan lutut ditekuk dan paha dibentangkan
c) menggunakan sarung tangan DTT atau steril pada saat melakukan
pemeriksaan
d) menggunakan kasa atau gulungan kapas DTT yang dicelupan ke air DTT
atau larutan antieptik. Membasuh labia secara hati-hati, seka dan depan
kebelakang untuk menghindarkan kontraninasi feses (tinja)
e) memeriksa genetelia eksterna, apakah terdapat luka atau massa, varikositas
vulva atau rektum, atau luka parut di perineum
f) nilai cairan vagina dan tentukan apakah terdapat bercak darah, perdarahan
pervagina atau mekonium
g) jika ada perdarahan per vaginam, jangan lakukan pemeriksaan dalam
i. jika ketuban sudah pecah, lihat warna dan bau air ketuban. Jika mekonium
ditemukan, lihat apakah kental atau encer dan periksa DJJ
h) Dengan hati-hati pisahkan labia dengan jari manis dan ibu jari tengah.
Masukkan jari telunjuk dengan hati-hati, diikuti oleh jari tengah. Pada saat
kedua jari berada di dalam vagina, jangan mengeluarkannya sebelum
pemeriksaan selesai.
i) Nila vagina. Luka parut lama di vagina bisa memberikan indikasi luka atau
episiotomi seblumnya, hal ini mungkin menjadi informasi penting pada saat
kelahiran bayi
j) Nilai pembukaan dan penipisan serviks
k) Pastikan tali pusat umbilikus dan/ atau bagian-bagian kecil tidak teraba
pada saat melakukan pemeriksaan per vaginam. Jika teraba, ikuti langkah-
langkah kedaruratan dan segera rujuk ibu ke fasilitas kesehatan yang sesuai.
l) Nilai penurunan janin dan tentukan apakah kepala sudah masuk ke dalam
panggul. Bandingkan penurunan kepala dengan temuan-temuan dan
pemeriksaan abdomen untuk menentukan kemajuan persalinan.
m) Jika kepala dapat dipalpasi, raba fontanela dan sutura sagitalis untuk
menilai penyusupan tulang kepala dan atau tumpang tindihnya, dan apakah
kepala janin sesuai dengan diameter dalan lahir
n) Jika pemeriksaan sudah lengkap, keluarkan kedua jari pemeriksa dengan
hati-hati, celupkan sarung tangan ke dalam larutan dekontaminasi, lepaskan
sarung tangan secara terbaik dan rendam dalam larutan dekontaminasi
selama 10 menit.
o) Cuci kedua tangan dan segera keringkan dengan handuk bersih dan kering
p) Bantu ibu untuk mengambil posisi yang lebih nyaman
i. Jelaskan hasil-hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarganya

c. Interprestasi Data Dasar


Dengan melakukan identifikasi terhadap diagnosa atau masalah berdasarkan
interprestasi atas data-data yang telah dikumpulkan
b. Kala 2
Tanda objektif yang pasti, bahwa kala II persalinan telah dimulai yaitu melalui
pemeriksaan dalam bimanual, yaitu hasil pemeriksaan tidak dapat lagi meraba serviks
(Myles,1998). Tanda-tanda lain yang menunjukkan kala II persalinan telah dimulai
yaitu :
1) Kadang muncul keringat tiba-tiba
2) Kadang muntah
3) Aliran darah/bloody show meningkat
4) Ekstremitas gemetar
5) Semakin gelisah, ada pernyataan saya tidak tahan lagi
6) Usaha mengejan yang involunter

Tanda-tanda ini sering kali muncul pada saat serviks berdilatasi lengkap (Myles, 1989;
Scott 1990). Indikator lain untuk mengkaji kemajuan setiap fase kala II persalinan dapat
ditemukan pada tabel. Pengkajian dilakukan terus-menerus selama kala II
persalinan.Protokol rumah sakit memberi pedoman tipe dan waktu pengkajian.

7) Durasi waktu kala II persalinan


Masih ada banyak perdebatan tentang lama kala II persalinan yang tepat dan batas
waktu yang dianggap normal. Kurva Friedman untuk ibu bersalin nulipara dan
multipara sering dipakai untuk menilai kemajuan kala II yang berlangsung lebih
dari dua jam pada kehamilan pertama dan 1,5 jam pada kehamilan berikutnya
dianggap abnormal. Faktor lain yang harus dipertimbangkan yaitu pola DJJ,
penurunan bagian presentasi, kualitas kontraksi uterus, dan pH darah kulit kepala
janin. (Mahan, Mckay, 1984).Berdasarkan data Friedman, batas dan lama kala II
persalinan sekitar 25-75 menit rata-rata 60 menit. Adapun pada kehamilan
berikutnya sekitar 13-20 menit rata-rata 17 menit.
8) Tanda-tanda masalah potensial ibu bersalin kala II persalinan
Kala II persalinan yang berkepanjangan berkolaborasi dengan dokter.Tanda dan
gejala kelahiran segera (dalam tabel) dapat muncul tanpa diduga dan
membutuhkan tindakan segera dari perawat.
c. Kala 3

1) Aktivitas / istirahat
Klien tampak senang dan keletihan
2) Sirkulasi
- Tekanan darah meningkat saat curah jantung meningkat dan kembali
normal dengan cepat
- Hipotensi akibat analgetik dan anastesi
- Nadi melambat
3) Makan dan cairan
Kehilangan darah normal 250 300 ml
4) Nyeri / ketidaknyamanan
Dapat mengeluh tremor kaki dan menggigil
5) Seksualitas
- Darah berwarna hitam dari vagina terjadi saat plasenta lepas
- Tali pusat memanjang pada muara vagina
d. Kala 4

Apabila seorang perawat maternitas baru pertama kali merawat seorang ibu
bersalin, pengkajian dimulai dengan meninjau kembali catatan prenatal dan persalinan
pada banyak institusi perawatan persalinan terus bersama-sama dengan ibu bersalin
selama dua jam pertama setelah melahirkan. Hal yang paling penting yaitu keadaan
yang dapat menjadi predisposisi perdarahan pada ibu bersalin, misalnya pada
persalinan yang cepat, bayi yang besar, grande multipara, atau persalinan dengan
induksi, hal ini merupakan bahaya yang mungkin terjadi pada persalinan kala IV.
Untuk membantu, perawat maternitas memberi perawatan yang terpadu, kertas
kerja atau catatan pemulihan sebaiknya dibuat selama jam pertama dalam ruang
pemulihan, perlu dilakukan pemeriksaan fisik dengan sering. Semua faktor, kecuali
suhu tubuh, diperiksa setiap 15 menit selama 1 jam. Setelah pemeriksaan setiap 15
menit yang ke empat, jika semua parameter telah stabil dalam batas normal,
pemeriksaan diulang dua kali lagi dengan selang waktu 30 menit. Pemerikasaan fisik
ibu bersalin selama kala IV persalinan perlu diperhatikan. Lingkup dan tujuan
pemeriksaan, metode pengkajian dan temuan dalam batas normal dibahas dengan
singkat.
a. Pengkajian Selama Kala IV Persalinan
1) Persiapan perlengkapan pengkajian.
2) Jelaskan prosedur tindakan
3) Cuci tangan
4) Tekanan darah diukur sesuai jadwal pemeriksaan
5) Nadi diukur dan dihitung
6) Hitung jumlah denyut, kaji frekwensi, amplitude (menunjukan volume), ritme
dan kesimetrisan, regularitas.
7) Suhu diukur
8) Tentukan suhunya.
b. Pemeriksaan Fundus Uteri pada Kala IV Persalinan
1) Kenakan sarung tangan jika perlu
2) Tempatkan ibu bersalin dalam posisi litotomi
3) Tepat dibawah umbilicus, tangkupkan tangan, tekan kuat kedalam abdomen
4) Apabila fundus uteri keras dan kandung kemih telah kosong, serta posisi uterus
ditengah, ukur posisi Fundus terhadap umbilicus ibu bersalin. Tempatkan jari-
jari mendatar pada abdomen di bawah umbilicus; ukur berapa jumlah jari
diantara umbilicus dan puncak fundus uteri.
5) Apabila Fundus Uteri tidak keras, rangsang untuk memulihkan tones dan
buang semua bekuan darah sebelum mengukur jaraknya dengan umbilicus
6) Tempatkan tangan dengan benar, pijat perlahan-lahan sampai keras
7) Buang bekuan darah selama tangan ditempatkan. Dengan tangan atas, beri
tekanan kuat kearah bawah menuju vagina, perhatikan perineum untuk ukuran
dan jumlah bekuan darah yang keluar. Ukur tinggi fundus yang sudah keras
c. Pemeriksaan Kandung Kemih pada Kala IV Persalinan
1) Kaji pengenbangannya dengan memperhatikan lokasi dan kekerasan fundus
uteri dan mengobservasi serta mempalpasi kandung kemih. Kandung kemih
yang mengembang akan tampak seperti tonjolan bulat si supra pubis, yang pada
perkusi akan terdengar redup dan berfluktuasi seperti balon yang diisi air.
Apabila kanding kemih mengembang , uterus tampak menonjol diatas
umbilicus dan biasanya pada sisi kanan ibu bersalin.
2) Kaji fungsi kandung kemih. Sarankan ibu bersalin untuk berkemih,ukur jumlah
urine yang keluar
3) Jika perlu dikateterisasi
4) Kaji kembali dan bandingkan temuan dengan tanda-tanda kadung kemih yang
kosong; fundus uteri keras, pada garis tengah keras, kandung kemih tidak
teraba.
d. Pemeriksaan lokia pada Kala IV Persalinan
1) Pantau lochea pada pembalut ibu bersalin dan pada kain alas dibawah bokong.
2) Tentukan jumlah dan warna;catat ukuran dan jumlah bekuan darah serta
erhatikan baunya.
3) Observasi perineum akan sumber perdarahan misalnya ; episiotomy, maupun
robekan perineum
e. Pemeriksaan perineum pada Kala IV Persalinan
1) Sarankan dan bantu ibu bersalin berbaring pada posisi litotomi
2) Observasi perineum dengan penerangan yang baik
2. Diagnosa Keperawatan

a. Kala 1
Nyeri persalian berhubungan dengan dilatasi serviks
b. Kala 2
Nyeri persalinan berhubungan dengan ekspulsi fetal
Batasan karakteristik
diaforesia
dilatasi pupil ekspresi wajah (mis., mata kurang bercahaya, tampak kacau,
gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus, meringis )
fokus pada diri sendiri
kontraksi uterin
mual
muntah
nyeri
peningkatan nafsu makan
penurunan nafsu makan
penyempitan fokus
perilaku distraksi
perilaku ekspresif
perilaku melindungi yang sakit
perubahan frekuensi jantung
perubahan frekuensi pernafasan
perubahan fungsi neuroendokrin
perubahan fungsi urinarius
perubahan pola tidur
perubahan tegangan otot
perubahan tekanan darah
posisi rileks untuk mengatasi nyeri
tekanan perineal
c. Kala 3
1) Resiko Perdarahan
2) Nyeri Persalinan b/d trauma jaringan setelah melahirkan
d. Kala 4
Karena perdarahan merupakan komplikasi potensial yang signifikan, maka hal ini
perlu dibahas secara mendalam, jadi masalah pada Kala IV persalinan, yaitu :

1. Risiko perdarahan berhubungan dengan trauma, komplikasi pascapartum :


atonia uterus, retensi plasenta, komplikasi kehamilan: pecah ketuban dini,
plasenta previa/abrupsio, kehamilan kembar.

2. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan

3. Retensi urine berhubungan dengan perubahan masukan dan kompresi mekanik


kandung kemih.

3. Rencana Asuhan Keperawatan

a. Kala 1
NOC :
1) Pain control, pain level, comfort level
a) Mampu mengontrol nyeri dengan teknik nonfarmakologi (relaksasi napas
dalam dan distraksi)
b) Melaporkan bahwa nyeri berkurang menggunakan manajemen nyeri
2) Status maternal: Intrapartum
Definisi: sejauh mana kesejahteraan maternal dalam batas normal dari awal
persalinan sampai melahirkan.
a) Koping ketidaknyamanan kehamilan
b) Penggunaan teknik memfasilitasi kehamilan
c) Frekuensi kontraksi uterus
d) Durasi kontraksi uterus
e) Itensitas kontraksi uterus
f) Perkembangan dilatasi serviks
g) Tekanan darah
h) Tingkat denyut nadi radial
i) Apical denyut jantung
NIC
1) Perawatan Intrapartum
Definisi: monitor dan manajemen kala satu
Aktivitas-aktivitas:
1) Tentukan apakah pasien dalam proses persalinan.
2) Tentukan apakah ketubah telah pecah.
3) Pindahkan (ibu) ke ruang persalinan.
4) Tentukan persiapan persalinan dan tujuan.
5) Dukung keluarga untuk berpartisipasi dalam proses persalinan, konsisten
dengan tujuan.
6) Siapkan pasien untuk protocol persalinan, permintaan praktisi, dan apa
yang disukai pasien.
7) Tutupi pasien dengan menjamin privasi pasien selama pemeriksaan.
8) Lakukan maneuver leopoled untuk menentukan posisi janin.
9) Lakukan pemeriksaan vagina dengan cara yang tepat.
10) Monitor tanda-tanda vital maternal diantara kontraksi (yang terjadi),
sesuai protocol atau sesuai dengan kebutuhan.
11) Auskultasi denyut janin setiap 30-60 menit di awal persalinan, setiap 15-
30 menit selama persalinan aktif.
12) Auskultasi frekuensi denyut janin diantara kontraksi (yang terjadi) untuk
mendapatkan data dasar.
13) Monitor denyut janin selama dan setelah kontraksi untuk mendeteksi
penurunan atau peningkatan.
14) Lakukan monitor janin secara elektronik sesuai protocol atau dengan
tepat, untuk mendapatkan informasi tambahan.
15) Laporkan perubahan frekuensi denyut jantung janin yang tidak normal
pada praktisi.
16) Palpasi kontraksi untuk menentukan frekuensi, durasi, intensitas dan
kapan istirahat.
17) Dukung abulansi selama awal persalinan.
18) Monitor tingkat nyeri selama persalinan.
19) Eksplorasi posisi yang meningkatkan kenyamanan maternal dan perfusi
plasenta.
20) Ajarkan nafas, relaksasi dan teknik visualisasi.
21) Sediakan alternative metode pengurangan nyeri yang konsisten dengan
tujuan pasien (misalnya pemijatan sederhana, effurage, aroma terapi,
hypnosis, dan transcutaneous electrical nerve stimulation (TENSI)
22) Dukung pasien untuk mengosongkan kandung kemih setiap 2 jam.
23) Bantu mengarahkan persalinan atau keluarga untuk menyediakan
kenyamanan dan dukungan selama persalinan.
24) Amati efek dari pengobatan pada ibu dan janin.
25) Dokumentasikan karakteristik cairan, frekuensi denyut jantung janin, dan
pola kontraksi setelah ketuban pecah baik sepontan atau dipecahkan.
26) Bersihkan perineum
27) Monitor kemajuan persalinan, meliputi pengeluaran vagina, dilatasi
serviks, effacement, posisi dan penurunan janin.
28) Jaga pasien dan yang mengarahkan tetap mendapatkan informasi terkait
kemajuan (persalinan).
29) Jelaskan tujuan intervensi persalinan yang diperlukan.
30) Dapatkan informed consen sebelum dilakukan prosedur invasif.
31) Monitor koping keluarga selama persalinan.
32) Lakukan pemeriksaan vagina untuk menentukan dilatasi servikal
lengkap, posisi dan kondisi janin.

Persalinan
Definisi: keluarnya seorang bayi
Aktivitas-aktivitas:
(1) Siapkan panduan antisipasi untuk persalinan.
(2) Libatkan orang-orang yang mendukung dalam persalinan jika
diperlukan.
(3) Lakukan pemeriksaan vagina untuk mengetahui letak dan posisi janin.
(4) Jaga privasi dan keamanan pasien serta lingkungan yang tenang selama
persalinan.
(5) Ikuti permintaan pasien dalam management persalinan selama
permintaannya masih sesuai dengan standar perawatan perinatal.
(6) Minta ijin dari pasien dan pasangan ketika tenaga kesehatan lain ada
yang akan memasuki ruangan bersalin.
b. Kala 2
a. Tujuan dan Kriteria Hasil
NOC :
1) Pain control, pain level, comfort level
dengan kriteria hasil
a) Mampu mengontrol nyeri dengan teknik nonfarmakologi (relaksasi napas
dalam dan distraksi)
b) Mampu beradpatasi dengan nyeri yang merupakan tujuan dalam proses
persalinan
c) Bayi lahir spontan
d) TTV dalam batas normal
2) Adaptasi bayi baru lahir
dengan kriteria hasil
a) Score Apgar
b) Denyut jantung apikal (100-160)
c) Laju pernafasan (30-60)
d) Rasio tekanan darah lengan ke kaki
e) Saturasi Oksigen > 90 %
f) Warna kulit
g) Suhu tubuh
3) Status Maternal : Intrapartum
dengan kriteria hasil
a) Intensitas kontraksi uterus
b) Perkembangan dilatasi serviks
c) Tekanan darah
d) Tingkat denyut nadi radial
e) Perdarahan divagina
f) Nyeri epigastrium
g) Nyeri dengan kontraksi
b. Intervensi
NIC :
1) Persalinan
a) Bantu pasien dalam posisi bersalin
b) Renggangkan jaringan perineal, jika diperlukan untuk menggurangi
laserasi dan episiotomi
c) Beritahu pasien tentang pentingnya episiotomi
d) Berikan anastesi local sebelum persalinan atau episiotomi sesuai indikasi
e) Lakukan episiotomy seusai kebutuhan
f) Intruksikan pasien untuk bernafas dangkal ( misalnya, terengah-engah)
saat melahirkan kepala janin
g) Lahirkan kepala janin secara perlahan, biarkan tetap fleksi sampai tulang
pariental keluar
h) Sokong perineum selama persalinan
i) Periksa adanya lilitan tali pusat
j) Kurangi lilitan tali pusat jika diperlukan (misalnya, di klem lalu di potong
atau dilewatkan diatas kepala )
k) Hisap sekresi dari lubang hidung dan bayi dengan spet bulat setelah kepala
lahir
l) Hisap cairan yang bercampur mekonium, jika diperlukan
m) Bersihkan dan keringkan kepala bayi setelah di lahirkan
n) Bantu lahirkan bahu
2) Pain management
a) Kaji faktor pencetus ketidaknyaman pasien
b) Observasi kemajuan persalinan
HIS : setiap 5-10 menit
c) Anjurkan pasien untuk memilih posisi bersalin yang nyaman
d) Ajarkan pasien cara meneran yang benar (meneran saat terjadi his dengan
menarik napas lewat hidung, membuangnya lewat jalan lahir)
e) Anjurkan suami untuk mendampingi pasien
f) Pimpin pasien meneran saat his timbul, puji pasien saat relaksasi
3) Perawatan bayi baru lahir
a) Bersihkan sekresi dari saluran mulut dan hidung
b) Lakukan evaluasi apgar pada menit pertama dan kelima setelah kelahiran
c) Jaga suhu tubuh yang adekuat dari bayi baru lahir (misalnya, keringkan
bayi setelah lahir, membedong bayi dalam selimut jika tidak letak di
tempat yang hangat, pakaikan topi rajut bayi dan intruksikan orangtua
untuk menjaga kepala tetap tertutup dan letakkan bayi baru lahir dalam
ruang isolasi atau tempatkan bayi di bawah pemanas sesuai kebutuhan )
d) Monitor frekuensi pernafasan dan pola nafas
e) Respon pada tanda-tanda distres ( misalnya, takpnea, cuping hidung ,
mendengkur,retraksi, ronchi dan rales)
f) Monitor frekuensi denyut nadi bayi baru lahir
g) Bandingkan berat badan bayi baru lahir dengan perkiraan usia janin
4) Perawatan Intrapartum
a) Ajarakan teknik mendorong pada kala dua persalinan, didasarkan pada
persiapan dan apa yang diinginkan ibu
b) Arahkan pada kala dua persalinan
c) Monitor kemajuan mendorong, penurunan janin, frekuensi denyut
jantung bayi dan tanda-tanda vital maternal, sesuai protokol
d) Dukung usaha menurunkan secara spontan pada kala dua
e) Evaluasi usaha dorongan dan lama waktu kala dua
f) Rekomendasikan perubahan mendorong untuk mendukung penurunan
janin
g) Aplikasikan kompresi hangat dengan tepat
h) Bantu mengarahkan untuk melanjutkan aktivitas mendukung yang
berkelanjutan
i) Siapkan alat-alat untuk persalinan
j) Dokumentasikan kejadian persalinan
k) Beritahukan praktisi utama saat yang tepat untuk menggantikan ( personil
) yang mendampingi

c. Kala 3

DIAGNOSA
NO NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Resiko Perdarahan - Blood lose severity Bleeding precautions
- Blood koagulation
Definisi : - Observasi tanda-tanda
Kriteria hasil :
perdarahan
Berisiko mengalami - Tidak ada hematuria dan - Observasi TTV
penurunan volume darah hematemesis - Pertahankan bedrest
yang dapat mengganggu - Kehilangan darah yang selama perdarahan aktif
kesehatan terlihat - Pertahankan intake
- Tekanan darah dalam cairan yang adekuat
Faktor risiko :
batas normal - Mobilisasi dini post
- Aneurisme Tidak ada perdarahan partum untuk
- Sirkumsisi pervaginam meningkatkan kontraksi
- Defisiensi pengetahuan uterus
- Koagulopati Bleeding reduction
intravaskuler diseminata
- Identifikasi penyebab
- Riwayat jatuh
perdarahan
- Gangguan
- Observasi status cairan
gastrointestinal
- Pertahankan intake
- Gangguan fungsi hati
cairan yang adekuat
- Koagulopati inheren
Anjurkan pasien untuk
- Komplikasi pasca partum
meningkatkan makanan
(atonia uteri, retensi
yang banyak mengandung
plasenta)
vit. K
- Komplikasi terkait
kehamilan (plasenta
previa, kehamilan mola,
solusio plasenta)
Trauma
2. Nyeri persalinan b/d trauma Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji kultur yang
jaringan setelah melahirkan keperawatan mempengaruhi respon
Batasan Karakteristik: selama.,diharapkan nyeri nyeri
-Perubahan tekanan darah terkontrol dengan criteria 1. Anjurkan tehnik
-Perilaku distraksi (berjalan hasil: distraksi dan
mondar-mandir -Pasien dapat control nyeri relaksasi nafas dalam
-Sikap melindungi area nyeri -Menyatakan rasa nyaman 2. Kaji TTV pasien
-Melaporkan nyeri secara setelah nyeri berkurang 3. Massase uterus
verbal dengan perlahan
Faktor yang berhubungan: setelah pengeluaran
-Agen cidera (biologis, zat plasenta
kimia, fisik, psikologis) 4. Kolaborasi
perbaikan
episiotomy

d. Kala 4

N DIAGNOSA
NOC NIC
O KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan 1. Pain Control Pain Management
dengan trauma jaringan 2. Pain Level 1. Lakukan pengkajian nyeri
Batasan Karakteristik: 3. Comfort Level secara komprehensif
- Perubahan tekanan darah Setelah dilakukan asuhan termasuk lokasi,
- Perilaku distraksi (berjalan keperawatan karakteristik, durasi,
mondar-mandir selama.,diharapkan nyeri frekuensi, kualitas
- Sikap melindungi area nyeri terkontrol dengan criteria danfaktor presipitasi
- Melaporkan nyeri secara hasil: 2. Observasi reaksi
verbal 1. Mampu mengontrol nonverbal dari
nyeri (tahu penyebab, ketidaknyamanan kalau
Faktor yang berhubungan: mampu menggunakan perlu
- pasca persalinan, trauma teknik nonfarmakologi 3. Ajarkan tentang teknik
perineum untuk mengurangi nyeri, non farmakologi:
mencari bantuan) relaksasi, distraksi,
2. Melaporkan nyeri visualisasi
berkurang setelah 4. Berikan analgetik untuk
menggunakan mengurangi nyeri
manajemen nyeri
3. Mampu mengenali nyeri
(penyebab, kualitas,
skala, intensitas,
frekuensi)
4. Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang

2. Resiko perdarahan 1. Blood lose severity Bleeding Precaution


Definisi : 2. Blood koagulation 1. Pantau perdarahan pada
Berisiko mengalami Setelah dilakukan asuhan pasien dengan ketat
penurunan volume darah keperawatan selama .......... 2. Catat tingkat hemoglobin
yang dapat mengganggu diharapkan tidak terjadi / hematokrit sebelum dan
kesehatan perdarahan, dengan kriteria sesudah kehilangan darah,
Faktor risiko : hasil : seperti yang di anjurkan
- Aneurisme 1. Tidak ada hematuria dan 3. Monitor untuk tanda dan
- Sirkumsisi hematemesis gejala perdarahan
- Defisiensi pengetahuan 2. Tidak ada kehilangan persisten
- Koagulopati intravaskuler darah yang terlihat 4. Pantau tanda vital
diseminata 3. Tekanan darah dalam ortostatik, termasuk
- Riwayat jatuh batas normal tekanan darah
- Gangguan gastrointestinal 4. Tidak ada perdarahan 5. Pertahankan bedrest
- Gangguan fungsi hati pervaginam selama perdarahan aktif
- Koagulopati inheren 5. Hb dan Ht dalam batas 6. Mobilisasi dini post
- Komplikasi pasca partum normal partum untuk
(atonia uteri, retensi meningkatkan kontraksi
plasenta) uterus
- Komplikasi terkait 7. Anjurkan pasien untuk
kehamilan (plasenta meningkatkan asupan
previa, kehamilan mola, makanan yang kaya
solusio plasenta) vitamin K
- Trauma 8. Beritahupasien / keluarga
pada tanda perdarahan
dan tindakan yang tepat
(memberitahukan
perawat)
Bleeding Reduction:
Postpartum Uterus
1. Riview riwayat obstetri
untuk mengetahui faktor
risiko perdarahan pasca
partum
2. Terapkan kompres dingin
untuk fundus
3. Tingkatkan frekuensi pijat
fundus
4. Pertahankan intake cairan
yang adekuat
5. Memantau tanda vital ibu
setiap 15 menit atau lebih
sering
6. Berikan oksitosin IV atau
IM per protokol atau
perintah
3 Retensi urine berhubungan NOC : NIC
dengan perubahan masukan 1. Urinary Elimination Urinary Retention Care
dan kompresi mekanik 2. Urinary Continence 1. Jelaskan pada pasien
kandung kemih. Setelah dilakukan asuhan penyebab terjadi
Batasan Karakteristik: keperawatan selama 1 x 2 bendungan urin.
- Tidak ada haluaran urine jam, diharapkan eliminasi 2. Bantu dan motivasi pasien
- Distensi kandung kemih urine pasien normal dengan dalam mengatasi
- Sensasi kandung kemih criteria hasil : berkemih secara spontan
penuh 1. Pasien BAK spontan dengan kompres air
Faktor Berhubungan : lancar dan tuntas hangat diatas simpisis.
- Trauma intra partum 2. Jumlah urine 1cc/kg 3. Bantu dan motivasi pasien
- Reflek kejang sfingter BB/jam dalam mengatasi
uretra 3. Vesika urinaria kosong berkemih secara spontan
- Hipotonia selama hamil dan 4. Balance cairan seimbang dengan beri rangsangan
nifas aliran air kran.
- Menurunnya kontraktilitas 4. Bantu dan motivasi pasien
kandung kemih dalam mengatasi
- Meningkatnya tahanan berkemih secara spontan
keluar dengan atur posisi klien
- Ibu dalam posisi tidur semi fowler sesuai kondisi
terlentang klien
- Peradangan 5. Anjurkan pasien untuk
- Psikogenik minum banyak minimal 2
- Sumbatan liter/24 jam.
- Tekanan ureter tinggi 6. Ajarkan bladder training
pada pasien.
7. Observasi kemampuan
BAK pasien

C. Daftar Pustaka\

Anda mungkin juga menyukai