Konsep Dasar
Kala 1
1. Pengertian Persalinan
Menurut Mitayani (2012:62) Persalinan adalah suatu proses terjadinya pengeluaran
bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta
dan selaput janin dari tubuh ibu.
Sedangkan menurut WHO persalinan normal adalah persalinan yang dimulai secara
spontan ( dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir), beresiko rendah pada
awal persalinan dan persentasi belakang kepala pada usia kehamilan antara 37-42
minggu setelah persalinan ibu maupun bayi berada dalam kondisi baik. Persalinan
normal disebut juga partus spontan adalah proses lahirnya bayi pada letak belakang
kepala denga tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi
yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam. Persalinan normal adalah proses
pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu) lahir
spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa
komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Nilda Syintia Dewi, S.SiT, 2012).
2. Tanda-Tanda Persalinan
1. Menurut Asrinah Dkk (2010:5) Tanda persalinan sudah dekat.
a. Terjadi lightening
Menjelang minggu ke 36 pada primigravida terjadi penurunan fundus uteri karena
kepala bayi sudah masuk pintu atas panggul yang disebabkan :
1) Kontraksi Braxton hicks.
2) Ketegangan dinding perut.
3) Ketegangan ligamentum rotandum.
4) Gaya berat janin dimana kepala kearah bawah.
b. Terjadinya His permulaan
Dengan makin tua hamil, pengeluaran estrogen dan progesteron makin berkurang
sehingga oksitosin dapat menimbulkan kontraksi yang lebih sering sebagai his
palsu.
Sifat his permulaan (palsu)
1) Rasa nyeri ringan di bagian bawah.
2) Datangnya tidak teratur.
3) Tidak ada perubahan pada serviks atau pembawa tanda.
4) Durasinya pendek.
5) Tidak bertambah bila beraktifitas.
2. Menurut Asrinah Dkk (2010:6) Tanda Persalinan
a) Terjadinya His persalinan , His persalinan mempunyai sifat :
a. Pinggang terasa sakit yang menjalar ke bagian depan
b. Sifatnya teratur,interval makin pendek, dan kekuatannya makin besar
c. Mempunyai pengaruh terhadap perubahan serviks
d. Makin beraktifitas ( jalan ) kekuatan makin bertambah
b) Pengeluaran Lendir dan darah ( pembawa tanda ), Dengan his persalinan terjadi
perubahan pada serviks yang menimbulkan :
a. Pendataran dan pembukaan
b. Pembukaan menyebabkan lender yang terdapat pada kanalis servikalis
lepas
c. Terjadi perdarahan karena kapiler pembuluh darah pecah
c) Pengeluaran Cairan
Pada beberapa kasus terjadi ketuban pecah yang menimbulkan pengeluaran
cairan . Sebagian ketuban baru pecah menjelang pembukaan lengkap. Dengan
pecahnya ketuban diharapkan persalinan berlangsung dalam waktu 24 jam.
3. Proses Persalinan
Menurut Asrinah Dkk (2010:4) Kala satu persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi
uterus yang teratur dan meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks
membuka lengkap (10 cm). kala satu persalinan terdiri atas dua fase, yaitu fase laten
dan fase aktif.
1. Fase laten
a. Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan
serviks lengkap secara bertahap.
b. Belangsung hingga serviks membuka 4 cm.
c. Pada umumnya, fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam.
2. Fase aktif , dibagi dalam 3 fase yakni :
1) Fase akselarai
Dalam waktu 2 jam pembukaan 4 cm menjadi 5 cm
2) Fase dilatasi maksimal
Dalam waktu 2 jam pembukaan serviks berlangsung sangat cepat, dari 5 cm
menjadi 9 cm
3) Fase deselerasi
Pembukaan serviks menjadi lambat, dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9
cmmmenjadi lengkap atau 10 cm.
Pada primi, berlangsung Sc elama 12 jam dan pada multigravida, sekitar 8 jam.
Kecepatan pembukaan serviks 1 cm hingga 2 cm (multipara).
Jadi, segmen atas makin lama makin mengecil sedangkan segmen bawah makin
diregang dan makin tipis dan isi rahim sedikit demi sedikit pindah ke segmen
bawah. Karena segmen atas makin tebal dan segmen bawah makin tipis, maka
batas antara segmen atas dan bawah menjadi jelas dan akan membentuk
lingkaran retraksi yang fisiologis. Kalau segmen bawah sangat diregang maka
lingkaran retraksi lebih jelas dan naik mendekat pusat dan akan membentuk
lingkaran retraksi yan patologis atau lingkaran bandle.
Pada setiap kontraksi, 400 ml darah dikeuarkan dari uterus dan masuk ke dalam
sistem vaskuler ibu. Hal ini akan meningkatkan curah jantung sekitar 10%
sampai 15% pada tahap pertama persalinan dan sekitar 30% sampai 50% pada
tahap kedua persalinan.
Ibu harus diberi tahu bahwa ia tidak boleh melakukan manuver valsava
(menahan napas dan menegakkan otot abdomen) untuk mendorong selama
tahap kedua. Aktivitas ini meningkatkan tekanan intratoraks, mengurangi aliran
balik vena dan meningkatkan tkanan vena. Curah jantung dan teknan darah
meningkat, sedangkan nadi melambat untuk sementara. Selama ibu melakukan
manuver valsava, janin dapat mengalami hipoksia. Proses ini pulih kembali saat
wanita menarik napas.
a. Poliuria
Peningkatan filtrasi glomelurus dan peningkatan aliran plasma ginal
b. Proterinuria yang sedikit dianggap biasa
Pada trimester kedua, kandung kemih menjadi organ abdomen. Apabila
terisi, kandung kemih daat teraba di atas simpisis pubis. Selama persalinan
wanita dapat mengalami kesulitan untuk berkemih secara spontan akibat
berbagai alasan: edema jaringan akibat tekanan bagian presentasi, rasa tidak
nyaman, sedasi dan rasa malu. Proteinuria +1 dapat dikatakan normal dan
hasil ini merupakan respons rusaknya jaringan otot akibat kerja fisik selama
persalinan.
Poliuria sering terjadi selama persalinan, mungkin disebabkan oleh
peningkatan kardiak output, peningkatan filtrasi dalam glomerulus, dan
peningkatan aliran plasma ginjal. Proteinuria yang sedikit dianggap normal
dalam persalinan.
Perubahan pada Sistem Gastrointestinal
a. Motilitas lambung dan absorpsi makanan pada berkurang
b. Pengurangan getah lambung berkurang
c. Pengosongan lambung menjadi sangat lambat
d. Mual muntah biasa terjadi sampai ibu mencapai akhir kala I
Persalinan mmpengaruhi sistem saluran cerna wanita. Bibir dan mulut dapat
menjadi kering dan sebagai respons emosi terhadap persalinan. Selama
persalinan, motilitas dan absorbsi saluran cerna menurun dan waktu
pengosongan lambu menjadi lambat. Wanita sering kali merasa mual dan
memuntahkan makanan yang belum dicerna sebelum bersalin. Mual dan
sendawa juga terjadi sebagai respon refleks terhadap dilatasi srviks lengkap. Ibu
dapat mengalami diare pada awal persalinan. Bidan dapat meraba tinda yang
keras atau tertahan pada rektum.
Hemoglobin meningkat sampai 1,2 gr/100 ml, selama persalinan dan akan
kembali pada tingkat seperti sebelum persalinan sehari setelah pasca salin
kecuali ada perdarahan postpartum.
Perubahan psikologi pada ibu bersalin selama kala I antara lain sebagai berikut:
Halaman depan partograf menginstruksikan observasi dimulai pada fase aktif kala I
persalinan yaitu :
Kemajuan Persalinan
1). Pembukaan serviks ; nilai dan catat pembukaan serviks setiap 4 jam atau lebih sering
dilakukan jika terdapat tanda-tanda penyulit.
2). Penurunan bagian yang terbawah/presentasi janin; dengan palpasi abdomen , nilai
dan catat pemeriksaan penurunan kepala janin dengan perlimaan jari tangan setiap 4
jam atau lebih sering, jika ada tanda-tanda penyulit , catat hasil pemeriksaan penurunan
kepala janin tersebut.
3). Garis waspada dan garis bertindak ; garis waspada dimulai pada pembukaan serviks
4 cm dan berakhir pada titik di mana pembukaan lengkap diharapkan terjadi jika
lajupembukaan 1 cm /jam.
Asuhan keperawatan, pengamatan dan keputusan klinis lainnya dicatat dalam kolom
yang tersedia di sisi partograf atau di catatan kemajuan persalinan. Cantumkan tanggal
dan waktu pembuatannya , meliputi :
1) Jumlah cairan per oral yang diberikan.
2) Keluhan sakit kepala atau gangguan penglihatan /pandangan menjadi kabur.
3) Konsultasi dengan dokter dan lainnya.
4) Persiapan sebelum melakukan rujukan.
5) Upaya,jenis, dan lokasi fasilitas rujukan.
Pemeriksaan dalam (bimanual) ibu bersalin terdiri dari beberapa langkah berikut :
a. Standar Keperawatan
a. gunakan kata-kata yang bisa dimengerti oleh ibu bersalin dalam menjelaskan
prosedur pengkajian.
b. jalin hubungan baik dengan ibu bersalin dan orang yang
mendukungnya/keluarganya
c. dalam melakukan prosedur yang diperlukan, bersikaplah baik, penuh perhatian
dan kompeten.
d. cobalah untuk memahami nyeri dan rasa tidak nyaman yang diungkapkan ibu
bersalin
e ulangi instruksi jika perlu, dan pastikan bahwa ibu bersalin itu memahami
instruksi tersebut
f lakukan tindakan untuk mengurangi rasa nyeri, contohnya perawatan mulut dan
punggung ibu bersalin dan pastikan bahwa orang yang mendukungnya dapat
menghadapi situasi ini dengan baik
b. Tips Hukum; Standar Keperawatan Dalam Kala I Persalinan
a. beri penjelasan kepada ibu bersalin tending semua prosedur
b. kaji status ibu bersalin dan pantau janinnya, demikian kemajuan persalinan, pantau
sampai bayi lahir.
c. lakukan tindakan berdasarkan analisis hasil pengkajian data :
1) lakukan semua perintah (sesuai protokol) prosedur keperawatan.
2) beritahu dokter mengenai hasil pemeriksaan dan hasil intervensi.
3) lindungi ibu bersalin dari cedera
4) pertahankan kompetensi dan kesesuaian keterampilan dan ikuti terus
perkembangannya untuk rmenjaga standar keperawatan.
d.Evaluasi keperawatan yang diberikan dan perbaiki berdasarkan pengkajian.
e dokumentasikan semua perawatan yang diberikan dan respons ibu bersalin terhadap
intervensi keperawatan.
f. gunakan tindakan kewaspadaan universal, termasuk tindakan kewaspadaan untuk
prosedur invasif, sesuai kebutuhan
g. dokumentasi keperawatan dilaksanakan sesuai pedoman rumah sakit and information
kan ditunjukan kepada dokter, jika diindikasikan keperawatan yang memakai protokol
dan (lihat kotak 31 untuk review contoh rencana standar keperawatan)
Perawatan Fisik Ibu Bersalin Selama Proses Kala I Persalinan
Memberi perawatan fisik untuk ibu yang bersalin merupakan fungsi perawat maternitas
yang penting, kebutuhan fisik, tindakan keperawatan, dan alasan dipersalinan.
1. Abulansi dan pengaturan posisi ibu bersalin
Abulansi sedapat mungkin dianjurkan jika selaput ketuban masih utuh, jika bagian
presentasi janin telah masuk panggul (engged), setelah ketuban pecah, dan jika ibu
bersalin belum mendapat obat pereda nyeri. Duduk selama awal persalinan terbukti lebih
nyaman dari pada terbaring. (Melzack, Belager, Lacroix, 1991)
5. Upayakan untuk cukup sering berkomunikasi dengan tentang kamajuan ibu bersalin
dan apa yang di butuhkannya.
8. Biarkan dia releks sesuai kebutuhannya. Tawarkan selimut jika dia tidur di kursi
samping dekat tempat tidur.
Pada saat memberikan asuhan kepada ibu yang sedang bersalin, penolong harus selalu
waspada terhadap masalah atau penyulit yang mungkin terjadi. ingat bahwa menunda
pemberian asuhan kegawatdaruratan akan meningkatkan resiko kematian dan kesakitan
ibu dan bayi baru lahir. Selama anamnesis dan pemeriksaan fisik, tetap waspada
terhadap indikasi-indikasi dan dilakukan tindakan segera. Lakukan langkah dan
tindakan yang sesuai untuk memastikan proses persalinan yang aman bagi ibu dan
keselamatan bagi bayi yang dilahirkan.
Rujuk ibu apabila didapati salah satu atau lebih penyulit seperti berikut :
Kala I persalinan berakhir dengan dilatasi serviks lengkap. Bagi banyak ibu bersalin
multipara, persalinan biasanya terjadi dalam beberapa menit setelah dilatasi lengkap,
barangkalinya hanya dengan satu kali mengejan. Ibu bersalin primipara biasanya
mengejan selama satu sampai dua jam sebelum melahirkan. Apabila ibu bersalin
mendapatkan anestesi epidural, mengejan dapat berlangsung lebih dari dua jam.
Perawat maternitas mulai mempersiapkan untuk kelahiran jika seorang ibu bersalin
multipara telah berdilatasi 6-7 cm karena perkembangan dilatasi beberapa sentimeter
terakhir dapat terjadi dalam beberapa menit samapai jam. Faktor-faktor yang
mempengaruhi proses ini yaitu posisi janin, misalnya oksiput posteror dan relatif bayi
sebelumnya.
Kala II
1. Definisi Persalinan Ibu Kala II
Definisi: Pada kala II ini dimulai dari pemeriksaan dalam untuk memastikan bahwa
pembukaan sudah lengkap dan berakhir ketika kepala janin tampak divulva dengan
diameter 5-6 cm atau bayi telah lahir.
Fase I : fase tenang, mulai dari pembukaan lengkap sampai timbul keinginan untuk
meneran
Fase II : fase peneranan, mulai dari timbulnya kekuatan untuk meneran sampai kepala
crowning (lahirnya kepala).
Fase III : fase perineal, mulai sejak crowning kepala janin sampai lahirnya seluruh bayi.
4. Persiapan Persalinan
5. Posisi Meneran
Tenaga kesehatan/bidan hendaknya memberikan ibu bersalin dan melahirkan dalam
posisi yang dipilihnya dan bukan posisi terlentang atau litotomi.
Posisi terlentang bisa menyebabkan hipotensi karena bobot uterus dan isinya akan
menekan aorta, vena kava inferior serta pembuluh-pembuluh lain dari sistem vena
tersebut. Hipotensi ini bisa menyebabkan ibu pingsan dan seterusnya bisa mengarah
ke anoreksia janin.
Posisi litotomi bisa menyebabkan kerusakan pada syaraf di kaki ada rasa sakit yang
lebih banyak di daerah punggung pada masa postpartum(nifapus).
Posisi berjongkok, menggunakan gaya gravitasi untuk membantu turunnya bayi
serta dapat melebarkan rongga panggul.
Posisi duduk, memanfaatkan gaya gravitasi untuk membantu turunnya bayi, serta
memberi kesempatan bagi ibu untuk istirahat diantara kontraksi.
Posisi berlutut, dapat mengurangi rasa sakit serta membantu bai dalam mengadakan
rotasi posisi yang diharapkan (ubun-ubun kecil depan) dan juga untuk mengurangi
keluhan hemoroid.
Posisi berjongkok atau berdiri, dapat memudahkan dalam pengosongan kandung
kemih. Kandung kemih yang penuh akan dapat memperlambat penurunan bagian
bawah janin.
Posisi berjalan, berdiri dan bersandar, efektif dalam membantu stimulasi kontraksi
uterus serta dapat memanfaatkan gaya gravitasi.
Dengan kebebasan untuk memutuskan posisi yang dipilihnya, ibu akan lebih merasa
aman. Karena fokus utama kita adalah berpusat kepada kenyamanan klien (ibu) bukan
tenaga kesehatan.
Diagnosis Pasti
a. Pembukaan lengkap
b. Kepala bayi terlihat pada introitus vagina
6. Diagnosis Kala II
Tanda-tanda vital: tekanan darah (tiap 30 menit), suhu, nadi (tiap 30 menit),
pernafasan
Kandung kemih
Urine: protein dan keton
Hidrasi: cairan, mual, muntah
Kondisi umum: kelemahan dan keletihan fisik, tingkah laku dan respon terhadap
persalinan serta nyeri dan kemampuan doping
Upaya ibu meneran
Kontraksi 30 menit
Kontraksi
Sangat kuat dengan durasi 60-70 detik, 2-3 menit sekali
Sangat sakit dan akan berkurang bila meneran
Kontraksi mendorong kepala ke ruang panggul yang menimbulkan tekanan pada
otot dasar panggul sehingga timbul reflak dorongan meneran.
Pemantaun janin
8. Mekanisme Persalinan
Gerakan-gerakan ini terjadi pada presentasi kepala dan presentasi bokong. Gerakan-
gerakan tersebut menyebabkan janin dapat mengatasi rintangan jalan lahir dengan baik
sehingga dapat terjadi persalinan per vaginam secara spontan. Mekanisme jalan lahir
diantaranya adalah:
a. Engagement
Suatu keadaan dimana diameter biparietal sudah melewati pintu atas panggul
Pada 70% kasus, kepala masuk pintu atas panggul ibu pada panggul jenis
ginekoid dengan oksiput melintang (transversal)
Kepala masuk melintasi pintu atas panggul (promontorium, sayap sacrum, linea
inominata, ramus superior ossis pubis dan pinggir atas sympisis) dengan sutura
sagitalis melintang, dalam sinklitismus arah sumbu kepala janin tegak lurus
dengan bidang pintu atas panggul
Proses engagemen kedalam pintu atas panggul dapat melalui proses normal
sinklitismus asinklitismus anterior dan asinklitismus posterior
Normal sinklitismus: sutura sagitalis tepat diantara simfisis pubis dan sacrum
Asinklitismus anterior : sutura sagitalis lebih dekat kearah sacrum
Asinklitismus posterior : sutura sagitalis lebih dekat kearah simfisis pubis
(parietal bone presentasi)
b. Fleksi
Fleksi yaitu posisi dagu bayi menempel dada dan ubun-ubun kecil lebih rendah dari
ubun-ubun besar. Kepala memasuki ruang panggul dengan ukuran paling kecil
(diameter suboksipitobregmatika = 9,5 cm) dan didasar panggul kepala berada dalam
fleksi maksimal. Gerakan fleksi terjadi akibat adanya tahanan servik, dinding
panggul dan otot dasar panggul. Fleksi kepala diperlukan agar dapat terjadi
engagemen dan desensus, bila terdapat kesempitan panggul, dapat terjadi ekstensi
kepala sehingga terjadi letak defleksi (presentasi dahi, presentasi muka).
c. Desensus
Pada nulipara, engagemen terjadi sebelum inpartu dan tidak berlanjut sampai awal
kala II, pada multipara desensus berlangsung bersamaan dengan dilatasi servik.
Penyebab terjadinya desensus :
Tekanan cairan amnion
Tekanan langsung oleh fundus uteri pada bokong
Usaha meneran ibu
Gerakan ekstensi tubuh janin (tubuh janin menjadi lurus)
Faktor lain yang menentukan terjadinya desensus adalah :
1. Ukuran dan bentuk panggul
2. Posisi bagian terendah janin
3. Semakin besar tahanan tulag panggul atau adanya kesempitan panggul akan
menyebabkan desensus berlangsung lambat. Desensus berlangsung terus
sampai janin lahir.
syok
dehidrasi
infeksi
preeklampsia/eklampsia
inersia uteri
gawat janin
penurunan kepala terhenti
adanya gejala dan tanda distosia bahu
pewarnaan mekonium pada cairan ketuban
kehamilan ganda (kembar/gemelli)
tali pusat menumbung/lilitan tali pusat
Amniotomi
a. Indikasi amniotomi
Asuhan Dukungan
Pemberian rasa aman, dukungan dan keyakinan kepada ibu bahwa ibu mampu
bersalin
Membantu pernafasan
Membantu teknik meneran
Ikut sertakan serta menghormati keluarga yang menemani
Berikan tindakan yang menyenangkan
Penuhi kebutuhan hidrasi
Penerapan pencegahan infeksi (PI)
Pastikan kandung kemih kosong
Episiotomi
Episiotomi adalah insisi yang dibuat melalui perineum yang dilakukan sebelum
melahirkan yang bertujuan untuk memperluas jalan keluar bayi hingga dapat
mempermudah dalam melahirkan. Dianjurkan untuk melakukan epsiotomi pada
primigravida atau pada wanita dengan perineum yang kaku. Episiotomi ini dilakukan
bila perineum telah menipis dan kepala janin tidak masuk kembali ke dalam vagina,
ketika kepala janin akan melakukan defleksi dengan suboksiput dibawah simpisis
dengan hipomoklion, sebaiknya tangan kiri bagian belakang kepala dengan maksud
agar gerakan defleksi tidak terlalu cepat. Dengan demikian ruptur perinei dapat
dihindarkan. Adapun waktu melakukan episiotomi adalah saat diameter kepala terlihat
3-4 cm pada waktu kontraksi.
Membuat luka yang lurus sehingga mudah di jahit dan penyembuhannya lebih
baik
Mengurangi tekanan pada kepala anak
Mempersingkat kala II
Mengurangi kemungkinan ruptur perinei totalis pada episiotomi mediolateral
dan lateral
Indikasi
Indikasi untuk melakukan episiotomi dapat timbul dari pihak ibu maupun pihak
janin.
1. Indikasi janin
a. Sewaktu melahirkan janin prematur, tujuannya untuk mencegah terjadinya
trauma yang berlebihan pada kepala janin
b. Sewaktu melahirkan janin letak sunsang, melahirkan janin dengan cunam,
ekstraksi vakum dan janin besar.
2. Indikasi ibu
Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan sehingga ditakuti akan terjadi
robekan perineum umpamanya pada primipara, persalinan sunsang, persalinan
dengan cunam, ekstarksi vakum dan anak besar.
Resiko episiotomi :
Tingkat I : robekan terjadi hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa
mengenai kulit perineum
Tingkat II : robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinei transversalis tetapi
tidak mengenai otot sfingter ani
Tingkat III : robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani
Tingkat IV : robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani dan mukosa
rektum.
1. Median:
Insisi dimulai dari ujung terbawah introitus vagina sampai batas atas otot-otot
sfingter ani.
2. Mediolateral:
Insisi dimulai dari ujung terbawah introitus vagina menuju ke belakang dan
samping kiri atau kanan.
Episiotomi median :
Episiotomi Mediolateral :
1. Prognosis
Komplikasi pada ibu akibat kehamilan kembar lebih sering dari pada kehamilan
tunggal. Masalah-masalah yang sering didapatkan meliputi polihidramnion,
hiperemesis gravidarum, preeklampsi, vasa previa, insersi seperti selaput tali pusat,
kelainan presentasi, dan sebagian besar kembar dilahirkan prematur. Walaupun ada
kenaikan yang bermakna pada mortalitas perinatal kembar monokorionik, namun
tidak ada perbedaan yang bermakna antara angka mortalitas neonatus kelahiran
kembar dan tunggal pada kelompok berat badan yang seimbang. Tetapi karena
kebanyakan kembar adalah prematur, mortalitas keseluruhannya menjadi lebih
tinggi dari pada mortalitas kelahiran tunggal. Mortalitas perinatal kembar sekitar 4
kali lipat mortalitas anak tunggal.
Kembar monoamniotik mempunyai kemungkinan lebih tinggi untuk terjerat tali
pusat, yang dapat menyebabkan asfiksia. Jika salah satu janin mengalami maserasi,
kembaran yang hidup biasanya lebih dari satu. Secara teoritis kembaran yang kedua
lebih mungkin menjadi sasaran anoreksia dari pada yang pertama karena plasenta
dapat terlepas sesudah kelahiran kembar pertama dan sebelum kembar kedua lahir.
Lagi pula persalinan kembar kedua kemungkinan lebih sulit karena ia mungkin
berada dalam presentasi abnormal, mungkin kontraksi uterus menurun, atau serviks
mulai menutup pasca kelahiran kembar pertama.
Kembar dengan retardasi pertumbuhan intrauterin (IUGR) beresiko tinggi untuk
mengalami hipoglikemia. Perbedaan ukuran pada kembar monozigotik, yang dapat
dilihat pada saat lahir, biasanya menghilang pada saat bayi berumur enam bulan.
Mortalitas untuk kehamilan multipel dengan 4-5 janin lebih tinggi untuk masing-
masing janin.
2. Distocia Bahu/Bahu Macet
Distocia bahu adalah tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah
kepala janin dilahirkan.
a. Diagnosis distosia bahu :
Kepala janin dapat dilahirkan tetapi tetap berada dekat vulva
Dagu tertarik dan menekan perineum
Tarikan pada kepala gagal melahirkan bahu yang terperangkap di belakang
simfisis pubis
b. Faktor resiko
Makrosomia/kelahiran sebelumnya bayi >4kg
Lebih dari separuh kasus distosia bahu terjadi pada bayi dengan BB normal
Melahirkan dengan posisi setengah berbaring di tempat tidur dapat
menghambar gerakan koksik dan sekrum yang memperberat terjadinya
distosia lahir tempat tidur
DM
Kelahiran Instrumental
Distosia bahu sebelumnya
c. Tanda dan Gejala
Kecurigaan bayi besar
Kemajuan lambat dari 7 sampai 10 cm, meskipun kontraksinya baik
Kemajuan lambat pada kala II
Kelahiran instrumental
Kemajuan lambat dan crowning serta kelahiran kepala lambat
d. Komplikasi distosia bahu
Bayi
a) Kematian
b) Asfiksia dan komplikasinya
c) Fraktur-klavikula, humerus
d) Kelumpuhan pleksus brachialis
Ibu
1) Perdarahan postpartum
2) Reptur uteri
3. Letak Muka
Presentasi muka adalah kepala dan kedudukan defleksi maksimal sehingga oksiput
tertekan pada punggung dan muka merupakan bagian terendah.
Pada letak muka, kepala dan leher janin hiperekstensi (tenggadah) sehingga
menyebabkan ubun-ubun kecil bayi mendekati/menyentuh punggungnya. Bagian
terbawah janin adalah wajah antara dagu dan jidat bagian atas. Sebagai penunjuk letak
muka dan dagu. Sehingga saat dilakukan pemeriksaan dalam, pemeriksa akan mencari
dimana letak dagu (sesuai posisi angka jam). Letak muka terjadi 1dalam 250-690
kelahiran hidup , rata-rata 0,2 atau 1 dalam 500 kelahiran hidup secara keseluruhan.
Faktor-faktor penyebab letak muka sama dengan penyebab kelainan letak secara umum
serta hal-hal yang menyebabkan fleksi kepal (menunduk). Penentuan letak kepala bisa
dib uat secara klinis dengan pemeriksaan perut leopold manuver dan atau pemeriksaan
dalam (VT) atau pemeriksaan USG atau rontgen. Saat dilakukan pemeriksaan dengan
leopold manuver , penonjolan kepala berada pada sisi yang sama dengan punggung
janin serta adanya indetansi (cekung) diantara bagian tersebut. Lebih mudah lagi
mendiagnosisnya saat persalinan dengan pemerikaan dalam, teraba bagian-baguian
muka seperti mulut, hidung, tulang orbita. Tetapi bagi pemeirksa yang belum
berpengalaman kadang bisa keliru dangan letak bokong (sungsang), karena mulut bisa
mirip dengan anus serta tulang sekitar mata (orbita) bisa keliru dengan perabaan sakrum
(tulang ekor).
Untuk itu kadang diperlukan pemeriksaan USG. Gerakan persalinan pada letak muka
tidak mirip sepenuhnya dengan persalinan letak belakang kepala. Janin letak muka
memulai persalinan dengan posisi alin terlebih dahulu. Saat turun ke rongga panggul,
maka kepala bisa fleksi atau ekstensi. Gerakan selanjutnya mirip dengan persalinan
normal. Untungnya janin dengan letak muka posisi dagunya 60-80% di bagian depan
(posisi jam 9-jam 3), dagunya melintang 10-20% dan dagu dibelakang (jam3-jam9)
hanya20-25%. Janin dengan dagunya melintang biasanya akan berputar ke arah depan
dan sekitar 25-33% dagu dibelakang akan berputar ke depan. Penanganan proses
persalinan mengikuti pola seperti letak belakang kepala. Lamanya proses persalinan
biasanya juga mengikuti letak belakang kepala, tetapi terkadang ada juga persalinan
yang memanjang. Selagi tidak ditemukan bahaya pada janin dan atau ibu maka
persalinan bisa diteruskan. SC dilakukan jika persalinan macet / terhenti atau pola
denyut jantung bayi yang tidak baik. Angka kesuksesan letak muka lahir secara normal
pervaginam sekitar 60-70%, sisanya dilahirkan secara SC. Trauma jani akibat
persalinan normal letak muka berupa pembengkakan tenggorokan dan kerongkong bayi
akan segera hilang sesaat setelah lahir. Pada kasus dengan tumor di leher kadang
diperluka intubasi (pemasukan tube ke jalan nafas). Sehingga persalinan harus selalu di
dampinggi oleh dokter anak.
Etiologi
3) Panggul sempit, Jnin besar, multiparis, perut gantung, anesefal, tumor dileher, lilitan
tali pusat.
4) Dagu merupakan titik acuan, sehingga ada presentasi muka dengan dagu anterior dan
posterior.
5) Sering terjadi partus lama. Pada dagu anterior kemungkinan persalinan dengan
terjadinya refleksi.
6) Pada presentasi muka dengan dagu posterior akan terjadi kesulitan penurunan karena
kepala dalam keadaandefleksi maksimal.
Mekanisme Persalinan
Penatalaksanaan
1) Prasat Thom, bagian belakang kepala dipegang oleh tangan penolong yang dimasukkan
ke vagina kemudian ditarik kebawah, sedangkan tangan yang lain mekean dada dari luar.
3) Bila pembukaan belum lengkap: Tidak didapatkan tanda obstruksi, lakukan oksitosin
drip. Lakukan evaluasi persalinan sama dengan persalinan verteks.
4. Sungsang
Kehamilan sungsang atau posisi sungsang adalah posisi dimana bayi di dalam rahim
berada dengan kepala diatas sehingga pada saat persalinan normal, pantat atau kaki si bayi
yang akan keluar terlebih dahulu dibandingkan dengan kepala pada posisi normal.
Kehamilan sungsang didiagnosis melalui bantuan ultrasonografi.
Etiologi
Bobot janin relatif rendah. Hal ini mengakibatkan janin bebas bergerak. Ketika
menginjak usia 28-34 minggu kehamilan, berat janin makin membesar, sehingga tidak
bebas lagi bergerak. Pada usia tersebut, umumnya janin sudah menetap satu posisi.
Kalau posisi salah , maka disebut sungsang.
Rahim yang sangat elastis. Hal ini biasanya terjadi karena ibu telah melahirkan
beberapaanak sebelumnya, sehingga rahim sangat rahim sangat elastis dan membuat
janinberpeluang besar untuk berputar hingga minggu ke-37 dan seterusnya.
Hamil kembar. Adanya lebih dari 1 janindalam rahim menyababkan perebutan
tempat. Setiap janin berusaha mencari tempat yang nyaman, sehingga ada kemungkinan
bagian tubuh yang lebih besar (yakni bokong janin) berada dibagian bawah rahim.
Hindramnion (kembar air ). Volume air ketuban yang melebihi normal menyebabkan
janin lebih leluasa bergerak walau sudah memasuki trimester ke3.
Hidrosefalus. Besarnya ukuran kepala akibat kelabihan cairan membuat janin mencari
tempat yang lebih luas, yakni dibagian atas rahim.
Plasenta Previa. Plasenta yang menutupi jalan lahir dapat mengurangi luas ruangan
dalam rahim. Akibatnya, janin berusaha mencari tempat yang luas yakni dibagian atas
rahim.
Panggul sempit. Sempitnya ruangan panggul mendorong janin mengubah posisinya
menjadi sungsang.
Kalainan bawaan. Jika bagian bawah rahim lebih besar daripada bagian atasnya,
maka janin cenderungb mengubah posisinya menjadi sungsang.
Melakukan perabaan perut bagian luar. Cara ini dilakukan oleh dokter atau bidan.
Janin akan diduga sungsang bila bagian yang paling keras dan besar berada di kutub
atas perut. Perlu diketahui bahwa kepala merupakan bagian terbesar dan terkeras dari
janin.
Melalui pemeriksaan bagian dalam menggunakan jari. Cara ini pun hanya bisa
dilakukan oleh dokter atau bidan. Bila dibagian pinggul ibu lunak dan bagian atyas
keras, berarti bayhinya sungsang.
Penatalaksanaan
Selain upaya yang dilakukan dokter, maka ibu hamil pun bisa mengupayakan sendiri
agar janin kembali ke posisi semual.
1) Ibu dianjurkan untuk melakukan posisi bersujud (knee cest position), dengan posisi
perut seakan-akan menggantung ke bawah. Cara ini harus rutin dilakukan setiap 2 kali
sehari selama 10 menit. Bila posisi ini dilakukan dengan baik dan teratur , kemudian
besar bayi yang sungsang dapat kembali ke posisi normal. Kemungkinan janin akan
kembali ke posisi normal, berkisar 92%. Dan posisi bersujud inin tidak berbahaya
karena secara alamiah memberi ruangan pada bayi untuk berputar kembali ke posisi
normal.
2) Usaha lain yang dapat dilakukan oleh dokter adalah mengubah letak janin sungsang
menjadi normal dengan cara externalcephalic versin/ ECV. Metode ini adalah
mengubah posisi janin dari luar tubuh sang ibu. Cara ini dilakukan saat kandungan
mulai memasuki usia 34 minggu. Sayangnya cara ini menimbulkan rasa sakit bahkan
kematian janin, akibat kekuranagn suplai oksigen ke otaknya.
Bila dikaitkan dengan posisi kaki bayi, ada 3 jenis sungsang , yaitu:
58 langkah asuhan persalinan normal diambil dari penuntun belajar APN yang terdapat
pada panduan pelatihan klinik APN "Asuhan Esensial, Pencegahan dan
Penanggulangan Segera Komplikasi Persalinan dan Bayi Baru Lahir" yang diterbitkan
oleh Jaringan Nasional Pelatihan Klinik - Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR),
Departemen Kesehatan RI, 2008. 58 langkah APN terdiri dari:
I. Mengenali Gejala dan Tanda Kala Dua
II. Menyiapkan Pertolongan Persalinan
III. Memastikan Pembukaan Lengkap dan Keadaan Janin Baik
IV. Menyiapkan Ibu dan Keluarga Untuk Membantu Proses Bimbingan Meneran
V. Mempersiapkan Pertolongan Kelahiran Bayi
VI. Persiapan Pertolongan Kelahiran Bayi
- Lahirnya kepala
- Lahirnya bahu
- Lahirnya badan dan tungkai
VII. Penanganan Bayi Baru Lahir
VIII. Penatalaksanaan Aktif Kala Tiga
- Mengeluarkan plasenta
- Rangsangan taktil (masase) uterus
IX. Menilai Perdarahan
X. Melakukan Asuhan Pasca Persalinan
- Evaluasi
- Kebersihan dan keamanan
- Dokumentasi
Kala 3
2.1 Definisi
Kala III adalah waktu dari keluarnya bayi hinga pelepasan dan pengeluaran uri
(plasenta) yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit.
Batasan Fisiologi Kala III
Kala III persalinan umumnya berlangsung rata-rata antara 5-10 menit. Akan tetapi,
kisaran normal kala III sampai 30 menit. Resiko perdarahan akan meningkat apabila kala III
lebih lama dari 30 menit, terutama pada 30-60 menit.
Setelah bayi lahir, kontraksi lahir istirahat sebentar uterus yang teraba keras dengan fundus
uteri setinggi pusat, dan berisi placenta menjadi tebal 2x sebelumnya. Beberapa saat kemudian
timbul his pelepasan dan pengeluaran uri. Dalam waktu 5-10 menit seluruh placenta
terlepas,terdorong kedalam vagina dan akan lahir spontan dan atau dengan sedikit dorongan
dari atas symfisis atau fundus uteri. Seluruh proses biasanya berlangsung 5-30 menit setelah
bayi lahir. Pengeluaran placenta disertai dengan pengeluaran darah kira-kira 100-200 cc.
Setelah lahirnya bayi otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti berkurangnya ukuran
rongga secara tiba-tiba. Penyusutan ukuran rongga uterus secara tiba-tiba menyebabkan
berkurangnya ukuran tempat implantasi placenta. Karena tempat perlekatan menjadi kecil
sedangkan ukuran plasenta tidak berubah, maka plasenta akan terlepas dari dinding uteri
setelah plasenta terpisah, ia akan turun ke segmen bawah rahim. tanda-tanda terlepasnya
plasenta:
1. Fase Laten, ditandai dengan menebalnya dinding uterus yang bebas tempat plasenta,
namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis
2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari
ketebalan kurang dari 1 cm menjadi >2cm).
c. Perubahan bentuk uterus dari diskoid kebentuk globuler sewaktu uterus sekarang
berkontraksi dengan sendirinya
d. Perubahan posisi uterus : uterus meninggi didalam abdomen karena bagian terbesar
plasenta dalam segmen bawah terus atau ruang vagina atas mendesak uterus keatas
4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun,
daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul didalam
rongga rahim. ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih
merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala III pada persalinan normal ditentukan oleh
lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala III, 89%
plasenta lepas dalam waktu 1 menit dari tempat inplantasinya tanda-tanda lepasnya
plasenta adalah sering ada pancaran darah yang mendadak uterus menjadi globuler dan
konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah abdomen karena plasenta
yangtelah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang.
Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan
oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau
atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan
inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak
dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umunya, dibutuhkan tindakan artifisial
untuk menyempyrnakan persalinan kala tinggi. Metode yang biasa dikerjakan adalah
dengan menekan dan mengklovasi uterus, bersaman dengan tarikan ringan pada tali
pusat.
1. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi baik.
2. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit IM (intramuskuler) di
1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin).
3. Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat
bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat 2 cm bagian
distal dari klem pertama.
a. Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi),
lakukan pengguntingan tali pusat di antara 2 klem.
b. Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian melingkarkan
kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.
9. Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis untuk mendeteksi,
sedangkan tangan lain memegang tali pusat.
10. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan yang lain
mendorong uterus ke arah belakang atas (dorso-kranial) secara hati-hati (untuk mencegah
inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat
dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur di atas.
a. Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu atau anggota keluarga untuk
melakukan stimulasi puting susu.
11. Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas, minta ibu
meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke
arah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso-kranial).
a. Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5-10 cm
dari vulva dan lahirkan plasenta.
5) Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir atau bila terjadi
perdarahan, segera lakukan plasenta manual.
12. Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua tangan. Pegang
dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin, kemudian lahirkan dan tempatkan
plasenta pada wadah yang telah disediakan.
a. Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk melakukan
eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau klem DTT untuk
mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.
13. Segera setelah plasenta & selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus, letakkan telapak
tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga
uterus berkontraksi (fundus teraba keras).
Menilai perdarahan
14. Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi pastikan selaput ketuban lengkap
& utuh. Masukkan plasenta ke dalam kantung plastik atau tempat khusus.
15. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan penjahitan bila laserasi
menyebabkan perdarahan. Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif, segera
lakukan penjahitan.
Definisi
Perdarahan post partum didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih darah
setelah anak lahir. Pritchard dkk mendapatkan bahwa sekitar 5% wanita yang
melahirkan pervagina kehilangan lebih dari 1000 ml darah.
Epodemiologi
Perdarahan post partum dini jarang disebabkan oleh retensi potongan plasenta
yang kecil, tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan pada masa
akhir nifas. Kadang-kadang plasenta tidak segera terlepas. Bidang obstetri membuat
batas-batas durasi kala III secara agak ketat sebagai upaya untuk mendefinisikan
retensio plasenta sehingga perdarahan akibat terlalu lambatnya pemisahan plasenta
dapat dikurangi. Combs dan laros meneliti 12.275 persalinan pervaginam tunggal dan
melaporkan medianduarasi kala III adalah 6 menit dan 3.3% berlangsung lebih dari 30
menit. Beberapa tindakan untuk mengatasi perdarahan, termasuk kuterase atau
transfusi, meningkat pada kala III yang mendekati 30 menit atau lebih.
Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum hamil
dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan postpartum yang dapat
mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai
terjadi kehilangan darah yang sangat banyak.
Klasifikasi
2. Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia
uteri, retention plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi
pada 2 jam pertama.
Etiologi
a. Atonia uteri
e. Kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couveloair pada solusio
plasenta.
b. Laserasi jalan lahir:robekan perineum, vagina servix, forniks dan rahim. Dapat
menimbulkan perdarahn yang banyak apabila tidak segera di reparasi.
c. Hematoma
Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus, sehingga masih
ada pembuluh darah yang tetap terbuka, Ruptura uteri, Inversio uteri.
Diagnosis
Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes, perdarahan yang deras biasanya
akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan yang
merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang
bersifat merembes bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak.
Untuk menentukan jumlah perdarahn, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus
ditampung dan dicatat.
Kadang-kadang perdarahn terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di vagina
dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri
setelah uri keluar. Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan
pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen,
dan pemeriksaan dalam.
Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus sehingga pada palpasi abdomen
uterus didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan lahir uterus
berkontraksidengan baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang keras. Dengan pemeriksaan
dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat
ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa sisa plasenta.
Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum adalah
memimpin kala III dan kala III persalinan secara lega artis. Apabila persalinan diawal oleh
seorang dokter spesialis obstetric dan ginekologi ada yang menganjurkan untuk memberikan
suntikan ergometrin secara IV setelah anak lahir, dengan tujuan untuk mengurangi jumlah
perdarahan yang terjadi.
Definisi
Perdarahan postpartum dini dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya sisa plasenta atau
selaput janin. Bila hal tersebut terjadi, harus dikeluarkan secara manual atau dikuretase
disusul dengan pemberian obat obat uterotonika intravena. Perlu dibedakan antara
retensio plasenta dengan sisa plasenta (rest placenta). Dimana retensio plasenta adalah
plasenta yang belum lahir seluruhnya dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan
sisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat
menimbulkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post partum sekunder.
Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal , maka uterus tidak
dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Gejala
dan tanda yang dapat ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi
fundus tidak berkurang.
Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan, jika lepas sebagian
terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas
dari dinding uterus bisa karena :
Plasenta yang sudah lepas dari diding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan tidak
adanya usaha untuk melahirkan atau salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran
kontriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta.
Insiden
Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40% - 60%) kematian ibu
melahirkan di Indonesia. Insiden perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta
dilaporkan berkisar 16%-17% di RSU H. dmanhuri Barabai, selama 3 tahun (1997 1999)
didapatkan 146 kasus rujukan perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta. Dari
sejumlah kasusu tersebut, terdapat satu kasus (0,68%) berakir dengan kematian ibu.
Anatomi
Plasenta berbentuk bundar atau hamper bundar dengan diameter 15 sampai 20 cm dan
tebal lebih kurang 25 cm. beratnya kira-kira 500 gram. Tali pusat berhubungan dengan
plasenta biasanya di tengah (insertion sentralis).
Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 16 minggu dengan
ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Bila diteliti benar, maka plasenta
sebenarnya berasal dari sebagaian besar dari abgian janin, yaitu vili korialis yang berasal
dari korion dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal dari desidua basalis. Darah ibu
yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang berada di desidua basalis.
Pada systole darah disemprotkan dengan tekanan 70-80 mmHg seperti air mancur ke dalam
ruang interviller sampai mencapai chorionic plate, pangkal dari kotiledon-kotiledon janin.
Darah tersebut membasahi samua vili korialis dan kembali perlahan-lahan dengan tekanan
8 mmHg ke vena vena di desidua.
Plasenta berfungsi : sebagai alat yang member makanan padajanin, mengeluarkan sisa
metabolism janin, memberi zat asam dan mengeluarkan CO2, membentuk hormone, serta
penyalur berbagai antibody ke janin.
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-
otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel
miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadilebih pendek danlebih tebal, dengan
kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal seccara progresif dan kavum
uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai
mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat
berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya
menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar member jalan, dan pelepasan
plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara serat
serat otot miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat serat otot ini menekan
pembuluh darah dan reaksi otot iini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta
perdarahab berhenti.
Gejala klinis
Pemeriksaan penunjang
a. Hitung darah lengkap : untuk menentukan tingkat hemogoblin (Hb) dan hematokrit
(Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang
disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
b. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin time (PT) dan
activated Partial Tromboplastin Time (aPTT) atau yang sederhana dengan Clottig Time
(CT) atau Bleed-ing Time (BT). Ini penting untuk meningkirkan perdarahan yang
disebabkan oleh faktor lain.
Diagnosa Banding
Meliputi plasenta akreta, suatu plasenta abnormal yang melekat pada miometrium tanpa
garis pembelahan fisiologis melalui garis spons desidua.
Penatalaksanaan
Manual plasenta
1. Indikasi
Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan pada kala
tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan dengan uterotonika dan
masase, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang
sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi
jalan lahir dan tali pusat putus.
2. Teknik plasenta manual
Sebelum dikerjakan, penderita disiapkan pada posisi litotomi. Keadaan umum
penderita diperbaiki sbesar mungkin, atau diinfus NaCL atau Ringer Laktat. Anestesi
diperlukan kalau ada constriction ring dengan memberikan suntikan diazepam 10 mg
intramuscular. Anestesi ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri.
Operator berdiri atas duduk dihadapan vulva dengan salah satu tangannya (tanga kiri)
meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan) dengan jari-jari dikuncikan
membentuk kerucut.
Komplikasi
Konplikasi yang dapat terjadi meliputi :
1. Komplikasi yang berhubungan dengan tranfusi darah yang dilakukan
2. Multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan oenurunan
perfusi organ.
3. Sepsis
Kebutuhan terhadap histerektomi dan hilangnya potensi untuk memiliki anak
selanjutnya.
Etiologi
Klasifikasi
1. Syok ringan, terjadi kalau perdarahan kurang dari 20% volume darah. Timbul,
penurunan perfusi jaringan dan organ non vital. Tidak terjadi perubahan kesadaran,
volume urin yang keluar normal atau sedikit berkurang, dan mungkin (tidak selalu
terjadi asidosis metabolic).
2. Syok sedang, sudah terjadi penurunan perfusi pada organ yang tahan terhadap iskeia
waktu singkat (hati, usus, dan ginjal). Sudah timbul oliguri (urin<0,5 ml/kg BB/Jam)
dan asidosis metabolic, tetapi kesadaran masih baik.
3. Syok berat, perfusi dalam jaringan otak dan jantung sudah tidak adekuat. Mekanisme
kompensasi vasokontriksi pada organ lainnya sudah tidak dapat mempertahankan
perfusi di dalam jaringan otak dan jantung. Sudah terjadi anuria, penurunan kesadaran
(delirium, stupor, koma) dan sudah ada gejala hipoksia jantung.
Patofisiologi
Pada syok ringan terjadi penurunan perfusi darah tepi pada organ yang dapat bertahan
lama terhadap iskhemia(kulit,lemak,otot,dan tulang).pH arteri normal.Pada syok sedang terjadi
penurunan perfusi sentral pada organ yang hanya tahan terhadap iskemia waktu
singkat(hati,usus,dan ginjal) terjadi asidosis metabolik.Pada syok berat sudah terjadi
penurunan perfusi pada jantung dan otak, asidosis metabolic berat, dan mungkin terjadi pula
asidosis respiratorik.
Gejala Klinik
Plasenta akreta adalah perlekatan plasenta sebagian atau total pada dinding uterus. Pada
plasenta akreta plasenta melekat langsung pada miometrium dengan desidua defektif atau
tanpa desidua diantaranya. Apabila vili krionik meluas melebihi kontak dengan
miometrium dan secara nyata menembus dinding uterus kondisi ini disebut plasenta ikreta.
Plasenta prekreta terjadi ketika vili korionik masuk melalui seluruh dinding uterus
kelapisan serosa, kondisi-kondisi ini jarang terjadi, meskipun terdapat peningkatan insiden
plasenta apabila wanita mangalami plasenta previa,seksio sesearia sebelumnya,
Plasenta akreta sebagian mula-mula tampak sebagai perdarahan kala tiga akut akibat
plasenta terlepas sebagian, diagnosa klinis ditegakkan ketika perlekatan plasenta ditemukan
selama upaya mengangkat plasenta secara manual.Diagnosis definitive plasenta akreta
ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskopis. Plasenta akreta lengkap tidak memiliki tanda
dan gejala karena terjadi pelepasan sebagian oleh karena itu tidak ada perdarahan. Hal
tersebut ditemukan pada upaya pengangkatan plasenta manual yang tertinggal.Plasenta
akreta merupakan bahaya obstrektik. Setiap kecurigaan bahwa plasenta tertinggal
berhubungan dengan plasenta akreta membutuhkan bidan segera melakukan pemanggilan
darurat ke dokter konsulen. Jika wanita berada diluar rumah sakit ia sebaiknya segera
dipindahkan ke rumah sakit dengan menggunakan ambulance.
Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim
baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir.
Perlukaan jalan lahir terdiri dari:
a. Perlukaan Vulva
b. Robekan Perineum
c. Robekan Dinding Vagina
d. Robekan Cervix
e. Rupture Uteri
Persalinan sering kali mengakibatkan parlukaan jalan lahir, luka-luka biasanya ringan,
tetapi kadang terjadi juga yang luas dan berbahaya, setelah persalinan harus selalu memeriksa
vulva dan perineum, pemeriksaan vagina dan servix dengan speculum perlu dilakukan setelah
pembedahan pervagina.
a. Perlukaan Vulva
Sebagian akibat persalian, terutama pada seorang primipara, bisa timbul luka pada vulva di
sekitar introitus vagina yang biasanya tidak dalam akan tetapi kadang-kadang bisa timbul
pendarahan banyak, khususnya pada luka dekat klitoris. Robekan perineum terjadi pada hampir
semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya, robekan ini tidak
dapat dihindari atau dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul di lalui oleh
kepala.
b. Robekan Perineum
Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala
janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil dari pada biasa sehingga kepala janin
terpaksa lahir lebih ke belakang dari pada kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan
ukuran yang lebih besar daripada sikumferensia suboksipito-brekmatika, atau anak dilahirkan
dengan pembedahan vagina.
Apabila hanya kulit perineum dan mukosa vagina yang robek dinamakan robekan perineum
tingkat satu, pada robekan tingkat dua dinding belakang vagina dan jaringan ikat yang
menghubungkan otot-otot diafragma urigenitalis pada garis tengah terluka dan pada robekan
tingkat tiga atau robekan total muskulus sfingterani eksternum ikut terputus kadang-kadang
dinding depan rectum ikut robek pula, jarang sekali terjadi robekan yang mulai pada dinding
belakang vagina di atas introitus vagina dan anak dilahirkan melalui robekan itu, sedangkan
(dengan meninggalkan perineum sebelah depan tetap utuh robekan perineum sentral) pada
persalinan sulit di samping robekan perineum yang dapat dilihat, dapat pula terjadi kerusakan
dan keregangan muskulus puburektalis kanan dan kiri serta hubungannya di garis tengah
kejadian ini melemahkan diafragma pelvis dan menimbulkan predisposisi untuk terjadinya
prolapsus uteri dikemudian hari.
Robekan perineum yang melebihi robekan tingkat satu harus dijahit, hal ini dapat dilakukan
sebelum plasenta lahir, tetapi apabila ada kemungkinan plasenta harus di keluarkan secara
manual, lebih baik tindakan itu di tunda sampai plasenta lahir, dengan penderita berbaring
dalam posisi litotomi dilakukan pembersihan luka dengan cairan antiseptik dan luas robekan
ditentukan dengan seksama.
Pada robekan perineum tingkat duan, setelah diberi anestesi lokal otot-otot diafragma
urogenetalis dihubungkan di garis tengah dengan jahitan dan kemungkinan luka pada vagina
dan kulit perineum ditutup dengan mengikutsertakan jaringan-jaringan di bawahnya.
Menjahit robekan tingkat tiga harus dilakukan dengan teliti, mula-mula dinding depan
rectum yang robek dijahit, kemudian fasia-prarektal ditutup, dan muskulus sfingterani
eksternus yang robek dijahit, selanjutnya dilakukan penutupan robekan seperti diuraikan.
Untuk robekan perineum tingkat dua, untuk mendapatkan hasil baik, tetapi pada robekan
perineum tatal, perlu diadakan penanganan pasca pembedahan yang sempurna, penderita diberi
makanan yang tidak mengandung selulosa dan mulai hari ke dua diberi paraffinum liquidum
sesendok makan 2 kali sehari dan jika perlu pada hari ke 6 diberi klisma minyak.
c. Perlukaan Vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak seberapa sering
terdapat, mungkin ditemukan sesudah bersalin biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai
ekstraksi dengan cuma, lebih-lebih apabila kepala janin harus diputar, robekan terdapat pada
dinding leteral dan baru terlihat pada pemeriksaan dengan spekulum. Perdarahan biasanya
banyak, tetapi mudah diatasi dengan jahitan, kadang-kadang robekan bagian atas vagina terjadi
sebagai akibat menjalannya robekan servix, apabila ligamentum latum terbuka dan cabang-
cabang arteri uterina terputus, timbul banyak pendarahan yang membahayakan jiwa penderita.
d. Ruptur Uteri
Perlukaan yang paling berat pada waktunya persalinan ialah robekan uterus, robekan ini
dapat terjadi pada waktu persalinan, namun yang paling sering terjadi ialah robekanan ketika
persalinan. Mekanisme terjadi ialah robekan uterus bermacam-macam, ada yang terjadi secara
spontan dan ada pula yang terjadi akibat ruda paksa.
Apabila segmen bawah uterus sangat tipis dan renggang karena janin mengalami kesulitan
untuk melalui jalan lahir, robekan uterus akibat ruda paksa umumnya terjadinya persalinan
buatan, misalnya pada sekstraksi dengan cumin atau pada versi dan ekstraksi, dorongan
kristeler bila tidak dikerjakan sebagaimana mestinya, dapat menimbulkan robekan uterus yaitu:
Pemeriksaan ini juga harus dilakukan secara rutin setelah tindakan obstetrik yang sulit,
apabila ada robekan servix perlu ditarik keluar dengan beberapa cuman ovum, supaya batas
antara robekan dapat dilihat dengan baik, jahitan pertama dilakukan pada ujung atas luka, baru
kemudian diadakan jahitan uterus ke bawah. Apabila servix kaku dan his kuat, servix uteri
mengalami tekanan kuat oleh kepala janin, sedang pembukaan tidak maju, akibat tekanan kuat
dan lama ialah pelepasan sebagian servix atau pelepasan servix secara sirkuler. Pelepasan ini
dapat dihindari dengan seksio sesarea jika diketahui bahwa ada distosia servikalis.
Apabila sudah terjadi pelepasan servix, biasanya tidak dibutuhkan pengobatan hanya
jika ada pendarahan, tempat pendarah dijahit, jika bagian servix yang terlepas masih
berhubungan dengan jaringan lain, hubungan ini sebaiknya diputuskan.
Kala 4
2.1.Pengertian
Persalinan kala IV adalah kala pengawasan dari 1-2 jam setelah bayi dan plasenta
lahir untuk memantau kondisi ibu.
Kala IV persalinan adalah waktu setelah plasenta lahir sampai empat jam pertama
setelah melahirkan. (Sri Hari Ujiiningty1as, 2009)
2.2.Fisiologi kala IV
Kala IV adalah kala pengawasan 1-2 jam setelah bayi dan plasenta lahir untuk
memantau kondisi ibu.
2.3.Evaluasi uterus
Setelah kelahiran plasenta, periksa kelengkapan dari plasenta dan selaput
ketuban. Jika masih ada sisa plasenta dan selaput ketuban yang tertinggal dalam uterus
akan mengganggu kontraksi uterus sehingga menyebabkan perdarahan.
Jika dalam waktu 15 menit uterus tidak berkontraksi dengan baik, maka akan
terjadi atonia uteri. Oleh karena itu, diperlukan tindakan rangsangan taktil (massase)
fundus uteri dan bila perlu dilakukan kompressi bimanual.
a. Indikasi Episiotomi :
1) Gawat janin
2) Persalinan per vaginam dengan penyulit (sungsang, tindakan vakum atau forsep)
3) Jaringan parut (perineum dan vagina) yang menghalangi kemajuan persalinan
b. Tujuan Penjahitan :
1) Untuk menyatukan kembali jaringan yang luka
2) Mencegah kehilangan darah
c. Keuntungan Teknik Jelujur :
Selain teknik jahit satu-satu, dalam penjahitan digunakan teknik penjahitan dengan
model jelujur. Adapun keuntungannya adalah :
1) Mudah dipelajari
2) Tidak nyeri
3) Sedikit jahitan
d. Hal Yang Perlu Diperhatikan dalam Melakukan Penjahitan, Yaitu :
1) Laserasi derajat satu yang tidak mengalami perdarahan, tidak perlu dilakukan
penjahitan
2) Menggunakan sedikit jahitan
3) Menggunakan selalu teknik aseptik
4) Menggunakan anestesi lokal, untuk memberikan kenyamanan ibu.
e. Keuntungan Penggunaan Anastesi Lokal :
1) Ibu lebih merasa nyaman (sayang ibu)
2) Bidan lebih leluasa dalam penjahitan
3) Lebih cepat dalam menjahit perlukaannya (mengurangi kehilangan darah)
4) Trauma pada jaringan lebih sedikit (mengurangi infeksi)
5) Cairan yang digunakan: Lidocain 1%
6) Tidak dianjurkan penggunaan Lidocain 2% (konsentrasinya terlalu tinggi dan
menimbulkan nekrosis jaringan). Lidocain dengan epinephrine (memperlambat
penyerapan lidocain memperpanjang efek kerjanya).
f. Prosedur Anestesi Lokal Sebelum Melakukan Penjahitan Luka Perineum :
1) Jelaskan pada ibu tentang tindakan yang akan dilakukan dan bantu ibu merasa
santai.
2) Hisap 10 ml lidokain 1% ke dalam jarum suntik. Jika lidocain 1% tidak tersedia,
larutkan 1 bagian lidocain 2% dengan 1 bagian normal salin atau aquabidest.
3) Tusukkan jarum suntik pada daerah kamisura posterior yaitu bagian sudut bawah
vulva.
4) Lakukan aspirasi untuk memastikan tidak ada darah yang tehisap.
5) Suntikan anestesi sambil menarik jarum suntik pada tepi luka daerah perineum.
6) Tanpa menarik jarum suntik keluar dari luka arahkan jarum suntik sepanjang luka
pada mukosa vagina.
7) Lakukan langkah 5-6 diatas pada kedua tepi robekan.
8) Tunggu 1-2 menit sebelum melakukan penjahitan. Jika ibu masih merasakan
cubitan, tunggu 2 menit lagi dan kemudian uji kembali sebelum menjahit luka.
g. Mempersiapkan Penjahitan Perineum :
1) Bantu ibu mengambil posisi litotomi sehingga bokongnya berada di tepi tempat
tidur atau meja. Topang kakinya dengan alat penopang atau minta anggota keluarga
untuk memegang kaki ibu sehingga tetap berada dalam posisi litotomi.
2) Tempatkan handuk atau kain bersih di bawah bokong ibu.
3) Jika mungkin, tempatkan lampu sedemikian rupa sehingga perineum bisa dilihat
dengan jelas.
4) Gunakan teknik aseptik pada saat memeriksa robekan atau episiotomi, memberikan
anestesi lokal dan menjahit luka.
5) Cuci tangan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir.
6) Pakai sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau yang steril.
7) Dengan menggunakan teknik aseptik, persiapkan peralatan dan bahan-bahan
desinfeksi tingkat tinggi untuk penjahitan
8) Duduk dengan posisi santai dan nyaman sehingga luka bisa dengan mudah dilihat
dan penjahitan bisa dilakukan tanpa kesulitan.
9) Gunakan kain atau kasa desinfeksi tingkat tinggi atau bersih untuk menyeka vulva,
vagina dan perineum ibu dengan lembut, bersihkan darah atau bekuan darah yang
ada sambil menilai dalam dan luasnya luka.
10) Periksa vagina, serviks dan perineum secara lengkap. Pastikan bahwa laserasi atau
sayatan perineum hanya merupakan derajat I atau II. Jika laserasinya dalam atau
episiotomi telah meluas, periksa lebih jauh untuk memeriksa bahwa tidak terjadi
robekan derajat III atau IV. Masukkan jari yang bersarung tangan ke dalam anus
dengan hati-hati dan angkat jari tersebut perlahan-lahan untuk mengidentifikasi
sfingter ani. Raba tonus atau ketegangan sfingter. Jika sfingter terluka, ibu
mengalami laserasi derajat III atau IV dan harus dirujuk segera. Ibu juga dirujuk
jika mengalami laserasi serviks.
11) Ganti sarung tangan dengan sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril yang
baru setelah melakukan pemeriksaan rektum.
12) Berikan anestesia lokal (kajilah teknik untuk memebrikan anestesia lokal di bawah
ini).
13) Siapkan jarum (pilih jarum yang batangnya bulat, tidak pipih) dan benang. Gunakan
benang kromik 2-0 atau 3-0. Benang kromik bersifat lentur, kuat, tahan lama dan
paling sedikit menimbulkan reaksi jaringan.
14) Tempatkan jarum pada pemegang jarum dengan sudut 90 derajat, jepit dan jepit
jarum tersebut.
15) Dalam penjahitan episiotomi, penting menggunakan benang yang dapat diserap
untuk menutup robekan. Benang poliglikolik lebih dipilih dibandingkan catgut
kromik karena kekuatan regangannya, bersifat non alergenik, kemungkinan
komplikasi infeksi dan kerusakan episiotominya lebih rendah. Catgut kromik dapat
digunakan sebagai alternative, tetapi bukan benang yang ideal.
h. Komplikasi Pada Penjahitan Episiotomi :
1) Jika terjadi hematoma, buka dan buat drain kematoma.
2) Jika tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan perdarahan berhenti, tutup kembali luka
episiotomi.
3) Jika terdapat tanda-tanda infeksi, buka dan buat drain luka. Angkat jahitan yang
terinfeksi dan lakukan debridement luka.
4) Jika infeksi ringan, antibiotik tidak diperlukan.
5) Jika infeksi berat tetapi tidak mencapai jaringan dalam, berikan kombinasi
antibiotik :
a) Ampisilin 500 mg per oral empat kali sehari selama lima hari.
b) Ditambah metronidazole 400 mg per oral tiga kali sehari selama lima hari.
6) Jika infeksi dalam, mencapai otot, dan menyebabkan nekrosis (fasitis nekrotik),
berikan kombinasi antibiotik sampai jaringan nekrotik dibuang dan ibu tidak
demam selama 48 jam.
a) Penisilin G 2 juta unit melalui IV setiap enam jam.
b) Ditambah Gentamisin 5 mg/kg berat badan melalui IV setiap 24 jam.
c) Ditambah metronidazole 500 mg melalui IV setiap 8 jam.
d) Setelah ibu tidak demam selama 48 jam, berikan ampisilin 500 mg per oral
empat kali sehari selama lima hari. Catatan : fasitis nekrotik memerlukan
debridement bedah yang luas. Lakukan penutupan primer lambat dalam 2-4
minggu (bergantung pada penyembuhan infeksi).
i. Nasehat Untuk Ibu Setelah Penjahitan Luka Perineum
Setelah dilakukan penjahitan, bidan hendaklah memebrikan nasehat kepada ibu. Hal ini
berguna agar ibu selalu menjaga dan merawat luka jahitannya. Adapun nasehat yang
diberikan diantaranya :
1) Menjaga perineum ibu selalu dalam keadaan kering dan bersih.
2) Menghindari penggunaan obat-obat tradisional pada lukanya.
3) Mencuci perineum dengan air sabun dan air bersih sesering mungkin.
4) Menyarankan ibu mengonsumsi makanan dengan gizi yang tinggi.
5) Menganjurkan banyak minum.
6) Kunjungan ulang dilakukan 1 minggu setelah melahirkan untuk memeriksa luka
jahitan.
2.5.Pemantauan Kala IV
Saat yang paling kritis pada ibu pasca melahirkan adalah pada masa post partum.
Pemantauan ini dilakukan untuk mencegah adanya kematian ibu akibat perdarahan.
Kematian ibu pasca persalinan biasanya terjadi dalam 6 jam post partum. Hal ini
disebabkan oleh infeksi, perdarahan dan eklampsia post partum selama kelas IV,
pemantuan dilakukan selama 15 menit pertama setelah plasenta lahir dan 30 menit
kedua setelah persalinan.
Setelah plasenta lahir, berikan asuhan yang berupa :
a. Rangsangan taktil (massase) uterus untuk merangsang kontraksi uterus.
b. Evaluasi tinggi fundus uteri. Caranya : letakkan jari tangan anda secara melintang
antara pusat dan fundus uteri. Fundus uteri harus sejajar dengan pusat dan dibawah
pusat.
c. Perkirakan darah yang hilang secara keseluruhan.
d. Pemeriksaan perineum dari perdarahan aktif (apakah dari laserasi atau luka
episiotomi).
e. Evaluasi kondisi umum ibu dan bayi.
f. Pendokumentasian.
2) Pemeriksaan Penunjang
Salah satu pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan selama kala I
persalinan yaitu dengan melakukan pemeriksaan VT.
Langkah-langkah dalam melakukan pemeriksaan dalam termasuk:
a) tutupi badan ibu sebanyak mungkin dengan sarung atau selimut
b) minta ibu berbaring terlentang dengan lutut ditekuk dan paha dibentangkan
c) menggunakan sarung tangan DTT atau steril pada saat melakukan
pemeriksaan
d) menggunakan kasa atau gulungan kapas DTT yang dicelupan ke air DTT
atau larutan antieptik. Membasuh labia secara hati-hati, seka dan depan
kebelakang untuk menghindarkan kontraninasi feses (tinja)
e) memeriksa genetelia eksterna, apakah terdapat luka atau massa, varikositas
vulva atau rektum, atau luka parut di perineum
f) nilai cairan vagina dan tentukan apakah terdapat bercak darah, perdarahan
pervagina atau mekonium
g) jika ada perdarahan per vaginam, jangan lakukan pemeriksaan dalam
i. jika ketuban sudah pecah, lihat warna dan bau air ketuban. Jika mekonium
ditemukan, lihat apakah kental atau encer dan periksa DJJ
h) Dengan hati-hati pisahkan labia dengan jari manis dan ibu jari tengah.
Masukkan jari telunjuk dengan hati-hati, diikuti oleh jari tengah. Pada saat
kedua jari berada di dalam vagina, jangan mengeluarkannya sebelum
pemeriksaan selesai.
i) Nila vagina. Luka parut lama di vagina bisa memberikan indikasi luka atau
episiotomi seblumnya, hal ini mungkin menjadi informasi penting pada saat
kelahiran bayi
j) Nilai pembukaan dan penipisan serviks
k) Pastikan tali pusat umbilikus dan/ atau bagian-bagian kecil tidak teraba
pada saat melakukan pemeriksaan per vaginam. Jika teraba, ikuti langkah-
langkah kedaruratan dan segera rujuk ibu ke fasilitas kesehatan yang sesuai.
l) Nilai penurunan janin dan tentukan apakah kepala sudah masuk ke dalam
panggul. Bandingkan penurunan kepala dengan temuan-temuan dan
pemeriksaan abdomen untuk menentukan kemajuan persalinan.
m) Jika kepala dapat dipalpasi, raba fontanela dan sutura sagitalis untuk
menilai penyusupan tulang kepala dan atau tumpang tindihnya, dan apakah
kepala janin sesuai dengan diameter dalan lahir
n) Jika pemeriksaan sudah lengkap, keluarkan kedua jari pemeriksa dengan
hati-hati, celupkan sarung tangan ke dalam larutan dekontaminasi, lepaskan
sarung tangan secara terbaik dan rendam dalam larutan dekontaminasi
selama 10 menit.
o) Cuci kedua tangan dan segera keringkan dengan handuk bersih dan kering
p) Bantu ibu untuk mengambil posisi yang lebih nyaman
i. Jelaskan hasil-hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarganya
Tanda-tanda ini sering kali muncul pada saat serviks berdilatasi lengkap (Myles, 1989;
Scott 1990). Indikator lain untuk mengkaji kemajuan setiap fase kala II persalinan dapat
ditemukan pada tabel. Pengkajian dilakukan terus-menerus selama kala II
persalinan.Protokol rumah sakit memberi pedoman tipe dan waktu pengkajian.
1) Aktivitas / istirahat
Klien tampak senang dan keletihan
2) Sirkulasi
- Tekanan darah meningkat saat curah jantung meningkat dan kembali
normal dengan cepat
- Hipotensi akibat analgetik dan anastesi
- Nadi melambat
3) Makan dan cairan
Kehilangan darah normal 250 300 ml
4) Nyeri / ketidaknyamanan
Dapat mengeluh tremor kaki dan menggigil
5) Seksualitas
- Darah berwarna hitam dari vagina terjadi saat plasenta lepas
- Tali pusat memanjang pada muara vagina
d. Kala 4
Apabila seorang perawat maternitas baru pertama kali merawat seorang ibu
bersalin, pengkajian dimulai dengan meninjau kembali catatan prenatal dan persalinan
pada banyak institusi perawatan persalinan terus bersama-sama dengan ibu bersalin
selama dua jam pertama setelah melahirkan. Hal yang paling penting yaitu keadaan
yang dapat menjadi predisposisi perdarahan pada ibu bersalin, misalnya pada
persalinan yang cepat, bayi yang besar, grande multipara, atau persalinan dengan
induksi, hal ini merupakan bahaya yang mungkin terjadi pada persalinan kala IV.
Untuk membantu, perawat maternitas memberi perawatan yang terpadu, kertas
kerja atau catatan pemulihan sebaiknya dibuat selama jam pertama dalam ruang
pemulihan, perlu dilakukan pemeriksaan fisik dengan sering. Semua faktor, kecuali
suhu tubuh, diperiksa setiap 15 menit selama 1 jam. Setelah pemeriksaan setiap 15
menit yang ke empat, jika semua parameter telah stabil dalam batas normal,
pemeriksaan diulang dua kali lagi dengan selang waktu 30 menit. Pemerikasaan fisik
ibu bersalin selama kala IV persalinan perlu diperhatikan. Lingkup dan tujuan
pemeriksaan, metode pengkajian dan temuan dalam batas normal dibahas dengan
singkat.
a. Pengkajian Selama Kala IV Persalinan
1) Persiapan perlengkapan pengkajian.
2) Jelaskan prosedur tindakan
3) Cuci tangan
4) Tekanan darah diukur sesuai jadwal pemeriksaan
5) Nadi diukur dan dihitung
6) Hitung jumlah denyut, kaji frekwensi, amplitude (menunjukan volume), ritme
dan kesimetrisan, regularitas.
7) Suhu diukur
8) Tentukan suhunya.
b. Pemeriksaan Fundus Uteri pada Kala IV Persalinan
1) Kenakan sarung tangan jika perlu
2) Tempatkan ibu bersalin dalam posisi litotomi
3) Tepat dibawah umbilicus, tangkupkan tangan, tekan kuat kedalam abdomen
4) Apabila fundus uteri keras dan kandung kemih telah kosong, serta posisi uterus
ditengah, ukur posisi Fundus terhadap umbilicus ibu bersalin. Tempatkan jari-
jari mendatar pada abdomen di bawah umbilicus; ukur berapa jumlah jari
diantara umbilicus dan puncak fundus uteri.
5) Apabila Fundus Uteri tidak keras, rangsang untuk memulihkan tones dan
buang semua bekuan darah sebelum mengukur jaraknya dengan umbilicus
6) Tempatkan tangan dengan benar, pijat perlahan-lahan sampai keras
7) Buang bekuan darah selama tangan ditempatkan. Dengan tangan atas, beri
tekanan kuat kearah bawah menuju vagina, perhatikan perineum untuk ukuran
dan jumlah bekuan darah yang keluar. Ukur tinggi fundus yang sudah keras
c. Pemeriksaan Kandung Kemih pada Kala IV Persalinan
1) Kaji pengenbangannya dengan memperhatikan lokasi dan kekerasan fundus
uteri dan mengobservasi serta mempalpasi kandung kemih. Kandung kemih
yang mengembang akan tampak seperti tonjolan bulat si supra pubis, yang pada
perkusi akan terdengar redup dan berfluktuasi seperti balon yang diisi air.
Apabila kanding kemih mengembang , uterus tampak menonjol diatas
umbilicus dan biasanya pada sisi kanan ibu bersalin.
2) Kaji fungsi kandung kemih. Sarankan ibu bersalin untuk berkemih,ukur jumlah
urine yang keluar
3) Jika perlu dikateterisasi
4) Kaji kembali dan bandingkan temuan dengan tanda-tanda kadung kemih yang
kosong; fundus uteri keras, pada garis tengah keras, kandung kemih tidak
teraba.
d. Pemeriksaan lokia pada Kala IV Persalinan
1) Pantau lochea pada pembalut ibu bersalin dan pada kain alas dibawah bokong.
2) Tentukan jumlah dan warna;catat ukuran dan jumlah bekuan darah serta
erhatikan baunya.
3) Observasi perineum akan sumber perdarahan misalnya ; episiotomy, maupun
robekan perineum
e. Pemeriksaan perineum pada Kala IV Persalinan
1) Sarankan dan bantu ibu bersalin berbaring pada posisi litotomi
2) Observasi perineum dengan penerangan yang baik
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kala 1
Nyeri persalian berhubungan dengan dilatasi serviks
b. Kala 2
Nyeri persalinan berhubungan dengan ekspulsi fetal
Batasan karakteristik
diaforesia
dilatasi pupil ekspresi wajah (mis., mata kurang bercahaya, tampak kacau,
gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus, meringis )
fokus pada diri sendiri
kontraksi uterin
mual
muntah
nyeri
peningkatan nafsu makan
penurunan nafsu makan
penyempitan fokus
perilaku distraksi
perilaku ekspresif
perilaku melindungi yang sakit
perubahan frekuensi jantung
perubahan frekuensi pernafasan
perubahan fungsi neuroendokrin
perubahan fungsi urinarius
perubahan pola tidur
perubahan tegangan otot
perubahan tekanan darah
posisi rileks untuk mengatasi nyeri
tekanan perineal
c. Kala 3
1) Resiko Perdarahan
2) Nyeri Persalinan b/d trauma jaringan setelah melahirkan
d. Kala 4
Karena perdarahan merupakan komplikasi potensial yang signifikan, maka hal ini
perlu dibahas secara mendalam, jadi masalah pada Kala IV persalinan, yaitu :
a. Kala 1
NOC :
1) Pain control, pain level, comfort level
a) Mampu mengontrol nyeri dengan teknik nonfarmakologi (relaksasi napas
dalam dan distraksi)
b) Melaporkan bahwa nyeri berkurang menggunakan manajemen nyeri
2) Status maternal: Intrapartum
Definisi: sejauh mana kesejahteraan maternal dalam batas normal dari awal
persalinan sampai melahirkan.
a) Koping ketidaknyamanan kehamilan
b) Penggunaan teknik memfasilitasi kehamilan
c) Frekuensi kontraksi uterus
d) Durasi kontraksi uterus
e) Itensitas kontraksi uterus
f) Perkembangan dilatasi serviks
g) Tekanan darah
h) Tingkat denyut nadi radial
i) Apical denyut jantung
NIC
1) Perawatan Intrapartum
Definisi: monitor dan manajemen kala satu
Aktivitas-aktivitas:
1) Tentukan apakah pasien dalam proses persalinan.
2) Tentukan apakah ketubah telah pecah.
3) Pindahkan (ibu) ke ruang persalinan.
4) Tentukan persiapan persalinan dan tujuan.
5) Dukung keluarga untuk berpartisipasi dalam proses persalinan, konsisten
dengan tujuan.
6) Siapkan pasien untuk protocol persalinan, permintaan praktisi, dan apa
yang disukai pasien.
7) Tutupi pasien dengan menjamin privasi pasien selama pemeriksaan.
8) Lakukan maneuver leopoled untuk menentukan posisi janin.
9) Lakukan pemeriksaan vagina dengan cara yang tepat.
10) Monitor tanda-tanda vital maternal diantara kontraksi (yang terjadi),
sesuai protocol atau sesuai dengan kebutuhan.
11) Auskultasi denyut janin setiap 30-60 menit di awal persalinan, setiap 15-
30 menit selama persalinan aktif.
12) Auskultasi frekuensi denyut janin diantara kontraksi (yang terjadi) untuk
mendapatkan data dasar.
13) Monitor denyut janin selama dan setelah kontraksi untuk mendeteksi
penurunan atau peningkatan.
14) Lakukan monitor janin secara elektronik sesuai protocol atau dengan
tepat, untuk mendapatkan informasi tambahan.
15) Laporkan perubahan frekuensi denyut jantung janin yang tidak normal
pada praktisi.
16) Palpasi kontraksi untuk menentukan frekuensi, durasi, intensitas dan
kapan istirahat.
17) Dukung abulansi selama awal persalinan.
18) Monitor tingkat nyeri selama persalinan.
19) Eksplorasi posisi yang meningkatkan kenyamanan maternal dan perfusi
plasenta.
20) Ajarkan nafas, relaksasi dan teknik visualisasi.
21) Sediakan alternative metode pengurangan nyeri yang konsisten dengan
tujuan pasien (misalnya pemijatan sederhana, effurage, aroma terapi,
hypnosis, dan transcutaneous electrical nerve stimulation (TENSI)
22) Dukung pasien untuk mengosongkan kandung kemih setiap 2 jam.
23) Bantu mengarahkan persalinan atau keluarga untuk menyediakan
kenyamanan dan dukungan selama persalinan.
24) Amati efek dari pengobatan pada ibu dan janin.
25) Dokumentasikan karakteristik cairan, frekuensi denyut jantung janin, dan
pola kontraksi setelah ketuban pecah baik sepontan atau dipecahkan.
26) Bersihkan perineum
27) Monitor kemajuan persalinan, meliputi pengeluaran vagina, dilatasi
serviks, effacement, posisi dan penurunan janin.
28) Jaga pasien dan yang mengarahkan tetap mendapatkan informasi terkait
kemajuan (persalinan).
29) Jelaskan tujuan intervensi persalinan yang diperlukan.
30) Dapatkan informed consen sebelum dilakukan prosedur invasif.
31) Monitor koping keluarga selama persalinan.
32) Lakukan pemeriksaan vagina untuk menentukan dilatasi servikal
lengkap, posisi dan kondisi janin.
Persalinan
Definisi: keluarnya seorang bayi
Aktivitas-aktivitas:
(1) Siapkan panduan antisipasi untuk persalinan.
(2) Libatkan orang-orang yang mendukung dalam persalinan jika
diperlukan.
(3) Lakukan pemeriksaan vagina untuk mengetahui letak dan posisi janin.
(4) Jaga privasi dan keamanan pasien serta lingkungan yang tenang selama
persalinan.
(5) Ikuti permintaan pasien dalam management persalinan selama
permintaannya masih sesuai dengan standar perawatan perinatal.
(6) Minta ijin dari pasien dan pasangan ketika tenaga kesehatan lain ada
yang akan memasuki ruangan bersalin.
b. Kala 2
a. Tujuan dan Kriteria Hasil
NOC :
1) Pain control, pain level, comfort level
dengan kriteria hasil
a) Mampu mengontrol nyeri dengan teknik nonfarmakologi (relaksasi napas
dalam dan distraksi)
b) Mampu beradpatasi dengan nyeri yang merupakan tujuan dalam proses
persalinan
c) Bayi lahir spontan
d) TTV dalam batas normal
2) Adaptasi bayi baru lahir
dengan kriteria hasil
a) Score Apgar
b) Denyut jantung apikal (100-160)
c) Laju pernafasan (30-60)
d) Rasio tekanan darah lengan ke kaki
e) Saturasi Oksigen > 90 %
f) Warna kulit
g) Suhu tubuh
3) Status Maternal : Intrapartum
dengan kriteria hasil
a) Intensitas kontraksi uterus
b) Perkembangan dilatasi serviks
c) Tekanan darah
d) Tingkat denyut nadi radial
e) Perdarahan divagina
f) Nyeri epigastrium
g) Nyeri dengan kontraksi
b. Intervensi
NIC :
1) Persalinan
a) Bantu pasien dalam posisi bersalin
b) Renggangkan jaringan perineal, jika diperlukan untuk menggurangi
laserasi dan episiotomi
c) Beritahu pasien tentang pentingnya episiotomi
d) Berikan anastesi local sebelum persalinan atau episiotomi sesuai indikasi
e) Lakukan episiotomy seusai kebutuhan
f) Intruksikan pasien untuk bernafas dangkal ( misalnya, terengah-engah)
saat melahirkan kepala janin
g) Lahirkan kepala janin secara perlahan, biarkan tetap fleksi sampai tulang
pariental keluar
h) Sokong perineum selama persalinan
i) Periksa adanya lilitan tali pusat
j) Kurangi lilitan tali pusat jika diperlukan (misalnya, di klem lalu di potong
atau dilewatkan diatas kepala )
k) Hisap sekresi dari lubang hidung dan bayi dengan spet bulat setelah kepala
lahir
l) Hisap cairan yang bercampur mekonium, jika diperlukan
m) Bersihkan dan keringkan kepala bayi setelah di lahirkan
n) Bantu lahirkan bahu
2) Pain management
a) Kaji faktor pencetus ketidaknyaman pasien
b) Observasi kemajuan persalinan
HIS : setiap 5-10 menit
c) Anjurkan pasien untuk memilih posisi bersalin yang nyaman
d) Ajarkan pasien cara meneran yang benar (meneran saat terjadi his dengan
menarik napas lewat hidung, membuangnya lewat jalan lahir)
e) Anjurkan suami untuk mendampingi pasien
f) Pimpin pasien meneran saat his timbul, puji pasien saat relaksasi
3) Perawatan bayi baru lahir
a) Bersihkan sekresi dari saluran mulut dan hidung
b) Lakukan evaluasi apgar pada menit pertama dan kelima setelah kelahiran
c) Jaga suhu tubuh yang adekuat dari bayi baru lahir (misalnya, keringkan
bayi setelah lahir, membedong bayi dalam selimut jika tidak letak di
tempat yang hangat, pakaikan topi rajut bayi dan intruksikan orangtua
untuk menjaga kepala tetap tertutup dan letakkan bayi baru lahir dalam
ruang isolasi atau tempatkan bayi di bawah pemanas sesuai kebutuhan )
d) Monitor frekuensi pernafasan dan pola nafas
e) Respon pada tanda-tanda distres ( misalnya, takpnea, cuping hidung ,
mendengkur,retraksi, ronchi dan rales)
f) Monitor frekuensi denyut nadi bayi baru lahir
g) Bandingkan berat badan bayi baru lahir dengan perkiraan usia janin
4) Perawatan Intrapartum
a) Ajarakan teknik mendorong pada kala dua persalinan, didasarkan pada
persiapan dan apa yang diinginkan ibu
b) Arahkan pada kala dua persalinan
c) Monitor kemajuan mendorong, penurunan janin, frekuensi denyut
jantung bayi dan tanda-tanda vital maternal, sesuai protokol
d) Dukung usaha menurunkan secara spontan pada kala dua
e) Evaluasi usaha dorongan dan lama waktu kala dua
f) Rekomendasikan perubahan mendorong untuk mendukung penurunan
janin
g) Aplikasikan kompresi hangat dengan tepat
h) Bantu mengarahkan untuk melanjutkan aktivitas mendukung yang
berkelanjutan
i) Siapkan alat-alat untuk persalinan
j) Dokumentasikan kejadian persalinan
k) Beritahukan praktisi utama saat yang tepat untuk menggantikan ( personil
) yang mendampingi
c. Kala 3
DIAGNOSA
NO NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Resiko Perdarahan - Blood lose severity Bleeding precautions
- Blood koagulation
Definisi : - Observasi tanda-tanda
Kriteria hasil :
perdarahan
Berisiko mengalami - Tidak ada hematuria dan - Observasi TTV
penurunan volume darah hematemesis - Pertahankan bedrest
yang dapat mengganggu - Kehilangan darah yang selama perdarahan aktif
kesehatan terlihat - Pertahankan intake
- Tekanan darah dalam cairan yang adekuat
Faktor risiko :
batas normal - Mobilisasi dini post
- Aneurisme Tidak ada perdarahan partum untuk
- Sirkumsisi pervaginam meningkatkan kontraksi
- Defisiensi pengetahuan uterus
- Koagulopati Bleeding reduction
intravaskuler diseminata
- Identifikasi penyebab
- Riwayat jatuh
perdarahan
- Gangguan
- Observasi status cairan
gastrointestinal
- Pertahankan intake
- Gangguan fungsi hati
cairan yang adekuat
- Koagulopati inheren
Anjurkan pasien untuk
- Komplikasi pasca partum
meningkatkan makanan
(atonia uteri, retensi
yang banyak mengandung
plasenta)
vit. K
- Komplikasi terkait
kehamilan (plasenta
previa, kehamilan mola,
solusio plasenta)
Trauma
2. Nyeri persalinan b/d trauma Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji kultur yang
jaringan setelah melahirkan keperawatan mempengaruhi respon
Batasan Karakteristik: selama.,diharapkan nyeri nyeri
-Perubahan tekanan darah terkontrol dengan criteria 1. Anjurkan tehnik
-Perilaku distraksi (berjalan hasil: distraksi dan
mondar-mandir -Pasien dapat control nyeri relaksasi nafas dalam
-Sikap melindungi area nyeri -Menyatakan rasa nyaman 2. Kaji TTV pasien
-Melaporkan nyeri secara setelah nyeri berkurang 3. Massase uterus
verbal dengan perlahan
Faktor yang berhubungan: setelah pengeluaran
-Agen cidera (biologis, zat plasenta
kimia, fisik, psikologis) 4. Kolaborasi
perbaikan
episiotomy
d. Kala 4
N DIAGNOSA
NOC NIC
O KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan 1. Pain Control Pain Management
dengan trauma jaringan 2. Pain Level 1. Lakukan pengkajian nyeri
Batasan Karakteristik: 3. Comfort Level secara komprehensif
- Perubahan tekanan darah Setelah dilakukan asuhan termasuk lokasi,
- Perilaku distraksi (berjalan keperawatan karakteristik, durasi,
mondar-mandir selama.,diharapkan nyeri frekuensi, kualitas
- Sikap melindungi area nyeri terkontrol dengan criteria danfaktor presipitasi
- Melaporkan nyeri secara hasil: 2. Observasi reaksi
verbal 1. Mampu mengontrol nonverbal dari
nyeri (tahu penyebab, ketidaknyamanan kalau
Faktor yang berhubungan: mampu menggunakan perlu
- pasca persalinan, trauma teknik nonfarmakologi 3. Ajarkan tentang teknik
perineum untuk mengurangi nyeri, non farmakologi:
mencari bantuan) relaksasi, distraksi,
2. Melaporkan nyeri visualisasi
berkurang setelah 4. Berikan analgetik untuk
menggunakan mengurangi nyeri
manajemen nyeri
3. Mampu mengenali nyeri
(penyebab, kualitas,
skala, intensitas,
frekuensi)
4. Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
C. Daftar Pustaka\