Anda di halaman 1dari 16

TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN ANAK

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DOWNSINDROM

Disusun Oleh Kelompok 4 :

1. Dela Karita Silvi ( 21121182 )


2. Devani Sumber Sukmaningsih ( 21121183 )
3. Dila Nanda Puspita ( 21121184 )
4. Dimas Sofian Adiansah ( 21121185 )
5. Dimas Zendy Pratama ( 21121186 )

POLTEKKES BHAKTI MULIA SUKOHARJO

PRODI D3 KEPERAWATAN

2023
A. Pengertian Down Syndrome
Down Syndrome adalah abnormalitas jumlah kromosom yang sering di jumpai
kebanyakan kasus (92,5%) nondisjunction pada 80% kasus kejadian nondisjunction
terjadi pada meosis ibu fase I. Hasil dari nondisjunction adalah tiga kopi kromosom 21
(trimosom 21) berdasarkan nomenklatur standar sitogenik trisomy 21 dituliskan sebagai
47, XX, +21 (Marcdante & Kliegman, 2014).
Down Syndrome merupakan suatu kondisi keterbelakangan fisik dan mental yang
diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom yang gagal memisahkan diri
saat terjadi pembelahan (Wiyani, 2014)
Kelainan bawaan sejak lahir yang terjadi pada I antara 800-900 bayi. Mongolisma
(Down Syndrome) ditandai oleh kelainan jiwa atau cacat mental mulai dari yang sedang
sampai berat. Tetapi hamper semua anak yang menderita kelainan ini dapat belajar
membaca dan merawat dirinya sendiri (Nurarif, 2015)
Down Syndrome merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak
terjadi pada manusia di perkirakan 20% anak dengan down syndrome dilahirkan oleh ibu
berusia diatas 35 tahun. Syndrom Down merupakan cacat bawaan yang di sebabkan oleh
adanya kelebihan kromosom menggantikan yang normal, 95% kasus syndrome down di
sebabkan oleh kelebihan kromosom (Nurarif, 2015).
B. Klasifikasi
Berdasarkan kelainan struktur dan jumlah kromosom, Sindrom Down terbagi menjadi 3
jenis, yaitu:
1. Trisomi 21 klasik adalah bentuk kelainan yang paling sering terjadi pada
penderita Sindrom Down, di mana terdapat tambahan kromosom pada kromosom
21. Angka kejadian trisomi 21 klasik ini sekitar 94% dari semua penderita
Sindrom Down.
2. Translokasi adalah suatu keadaan di mana tambahan kromosom 21 melepaskan
diri pada saat pembelahan sel dan menempel pada kromosom yang lainnya.
Kromosom 21 ini dapat menempel dengan kromosom 13, 14, 15, dan 22. Ini
terjadi sekitar 3-4% dari seluruh penderita Sindrom Down. Pada beberapa kasus,
translokasi Sindrom Down ini dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya.
Gejala yang ditimbulkan dari translokasi ini hampir sama dengan gejala yang
ditimbulkan oleh trisomi 21.
3. Mosaik adalah bentuk kelainan yang paling jarang terjadi, di mana hanya
beberapa sel saja yang memiliki kelebihan kromosom 21 (trisomi 21). Bayi yang
lahir dengan Sindrom Down mosaik akan memiliki gambaran klinis dan masalah
kesehatan yang lebih ringan dibandingkan bayi yang lahir dengan Sindrom Down
trisomi 21 klasik dan translokasi. Trisomi 21 mosaik hanya mengenai sekitar 2-
4% dari penderita Sindrom Down.
C. Etiologi
Menurut Soetjiningsih (2016) down syndrome pada anak terjadi karena kelainan
kromosom. Kelainan kromosom kemungkinan disebabkan oleh :
1. Faktor Genetik
Keluarga yang mempunyai anak dengan down syndrome memiliki kemungkinan
lebih besar keturunan berikutnya mengalami down syndrome dibandingkan dengan
keluarga yang tidak memiliki anak dengan down syndrome.
2. Usia Ibu Hamil
Usia ibu hamil yang diatas 35 tahun kemungkinan melahirkan anak dengan down
syndrome semakin besar karena berhubungan dengan perubahan endokrin terutama
hormone seks antara lain peningkatan sekresi androgen, peningkatan kadar LH
(Luteinizing Hormone) dan peningkatan kadar FSH (Follicular Stimulating
Hormone).
3. Radiasi
Ibu hamil yang terkena atau pernah terkena paparan radiasi terutama diarea sekitar
perut memiliki kemungkinan melahirkan anak dengan down syndrome
4. Autoimun
Autoimun tiroid pada ibu yang melahirkan anak dwn syndrome berbeda dengan ibu
yang melahirkan anak normal
5. Umur Ayah
Kasus kelebihan kromosom 21 sekitar 20-30% bersumber dari ayahnya
D. Manifestasi Klinis
Menurut Soetjiningsih (2013), anak dengan down syndrome seringkali memiliki
berbagai kelainan mental dan malformasi karena ada bahan ekstragenetik dari kromosom
21. Fenotipnya bervariasi, tetapi umumnya di dapat gambaran konstitusional yang cukup
bagi klinis untuk menduga down syndrome seperti : derajat gangguan mental bervariasi
antara ringan (IQ=50-70), sedang (IQ=35-50), berat (IQ=20-35). Terjadi pula
peningkatan risiko kelainan jantung kongential sebesar 50% dan <1% akan kehilangan
pendengaran.
Adapun ciri fisik pada anak dengan down syndrome antara lain :
1. Brakisefali
2. Celah antara jari kaki pertama dan kedua
3. Kulit berlebih di pangkal leher
4. Hiperfleksibilitas
5. Telinga yang abnormal (letak rendah, terlipat, stenosis meatus)
6. Protursi lidah akibat palatum kecil dan sempit
7. Batang hidung datar
8. Jari kelima pendek dan bengkok ke dalam
9. Tangan pendek dan lebar
10. Gemuk dan garis transversal tunggal pada telapak tangan

Beberapa bentuk kelainan pada anak dengan down syndrome :

1. Sutura sagitalis yang terpisah


2. Fisura parpebralis yang miring
3. Jarak yang lebar antara kaki
4. Fontanela palsu
5. Peningkatan jaringan di sekitar leher
6. Bentuk palatum yang abnormal
7. Jarak pupil yang melebar
8. Mulut terbuka dan lidah menjulur
9. Kelainan mata, tangan, kaki, mulut
10. Bentuk / struktur telinga yang abnormal
(Nurarif, 2015)
E. Patofisiologi
Menurut Soetjiningsih (2016) down syndrome disebabkan oleh kelainan pada
perkembangan kromosom. Kromosom merupakan serat khusus yang terdapat pada setiap
sel tubuh manusia dan mengandung bahan genetic yang menentukan sifat seseorang.
Pada bayi normal terdapat 46 kromosom (23 pasang) dimana kromosom nomor 21
berjumlah 2 buah (sepasang). Bayi dengan down syndrome memiliki 47 kromosom
karena kromosom 21 berjumlah 3 buah. Akibat dari ekstrakromosom muncul fenotip
dengan kode (21q22.3) yang bertanggung jawab atas gambaran wajah khas, kelainan
pada tangan dan retardasi mental. Anak dengan down syndrome lahir semua perbedaan
sudah terlihat dank arena memiliki sel otak yang lebih sedikit maka anak dengan down
syndrome lebih lambat dalam perkembangan kognitifnya.
F. Pathway
Soetjiningsih (2016)

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostic digunakan untuk mendeteksi adanya kelainan syndrome down,
ada beberapa pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosa ini :
1. Pemeriksaan fisik penderita
2. Pemeriksaan kromosom
3. Ultrasonography ( didapatkan brachycepahalic, suture a dan fontela terlambat
menutup, tulang ileum dan sayapnya melebar )
4. ECG (terdapat kelainan jantung)
5. Echocardiogram untuk mengetahui ada tidaknya kelainan jantung bawaan mungkin
terdapat ASD atau VSD
6. Pemeriksaan darah (percutaneous umbilical blood sampling) salah satunya adalah
dengan adanya leukemia akut menyebabkan penderita semakin rentan terkena infeksi)
(Nurarif, 2015)
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif
untuk mengatasi kelainan ini. Pada tahap perkembangannya penderitaDown Syndrom
juga dapat mengalami kemunduran dari sistem tubuhnya. Dengan demikian penderita
harus mendapatkan support maupun informasi yang cukup sertakemudahan dalam
menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai berkaitan dengankemunduran
perkembangan fisik maupun mentalnya. Hal yang dapat dilakukan antaralain :
1. Penatalaksanaan Medis
a. Pembedahan
Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi adanya efek
jantung, mengingat sebagian besar penderita lenih cepat emninggal dunia
akibatadanya kelainan pada jantung tersebut.
b. Pemeriksaan Dini
1) Pendengaran
Biasanya terdapat gangguan pada penderita sejak awal kelahiran,
sehinggadilakukan pemeriksaan secara dini sejak awal kehidupannya.
2) Penglihatan
Sering terjadi gangguan mata, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan secat
rutinoleh dokter ahli mata
3) Pemeriksaan Nutrisi
Pada perkembangannya anak dengan sindrom down kan mengalami gangguan
petumbuhan baik itu kekurangan gizi pada masa sekolah dan dewasa,
sehingga perlu adanya kerjasamna ahli gizi.
4) Pemeriksaan Radiologis
Diperlukan pemeriksaan radiologis untuk memeriksa keadaan tulang
yandianggap sangat mengganggu atau mengancam jiwa (spina servikalis).
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Soetjiningsih (2013) Penanganan lebih lanjut selama masa anak-anak, dan
perlu di bahas secara periodic sesuai tahap perkembangan adalah :
1. Dukungan personal bagi keluarga
2. Dukungan finansialdan medisbagi anak dan keluarga
3. Antisipasi terhadap trauma pada setiap fase perkembangan
4. Pengaturan diet dan olahraga untuk mencegah obesitas
Anak dengan kelainan ini memerlukan perhatian dan penanganan medis yang sama
dengan anak yang normal. Tetapi terdapat beberapa keadaan dimana anak
dengan syndrome down memerlukan perhatian khusus yaitu dalam hal :
1. Pendengaran: sekitar 70-80% anak down syndrome dilaporkan terdapat gangguan
pendengaran sejak dini dan secara berkala oleh ahli THT
2. Penyakit jantung bawaan : 30-40% down syndrome  disertai dengan penyakit
jantung bawaan yang memerlukan penanganan  jangka panjang oleh ahli jantung
3. Penglihatan : perlu evaluasi sejak dini karena sering mengalami gangguan
penglihatan atau katarak
4. Nutrisi : akan terjadi gangguan pertumbuhan pada masa  bayi/prasekolah maupun
obesitas pada masa remaja atau setelah dewasa sehingga butuh kerja sama dengan
ahli gizi
5. Kelainan tulang : dapat terjadi dislokasi patella, subluksasio  pangkal paha/
ketidakstabilan atlantoaksial. Bila keadaan terakhir ini sampai menimbulkan
medulla spinalis atau bila anak memegang kepalanya dalam posisi seperti
tortikolis, maka perlu pemeriksaan radiologis untuk memeriksa spina servikalis
dan diperlukan konsultasi neurolugis
6. Lain-lain : aspek medis lainnya yang memerlukan konsultasi dengan para ahli,
meliputi masalah imunologi, gangguan metabolisme atau kekacauan biokimiawi

I. Komplikasi
Menurut Bernstein & Shelov (2016), kelainan yang akan di alami oleh anak down
syndrome antara lain : kelainan saluran cerna (Atresia duodenum, pancreas anular, anus
imperforate), defek neurologic (hipotonia, kejang), kelainan tulang dan kelainan
hematologic.
Menurut Nurarif (2015), komplikasi down syndrome :
1. Sakit jantung berlubang
2. Mudah mendapat selesema, radang tenggorokan, radang paru paru
3. Pendengaran berkurang
4. Berbicara lambat
5. Penglihatan kurang jelas
6. Penyakit azheimer’s (penyakit kemunduran susunan syaraf pusat)
7. Leukemia

J. Fokus Pengkajian
1. Identitas
a. Nama Harus lengkap dan jelas, umur perlu dipertanyakan untuk interpretasi
tingkat perkembangan anak yang sudah sesuai dengan umur, jenis kelamin.
b. Nama orang tua
c. Alamat d. Umur
d. Pendidikan
e. Agama
f. Pekerjaan
2. Riwayat Penyakit Sekarang Biasanya diawali dari pengalaman dan perasaan cemas
ibu klien yang melihat pertumbuhan dan perkembangan anaknya yangterlambat tidak
sesuai dengan kelompok seusianya.
3. Riwayat penyakit dahulu Penyakit seperti rubella, tetanus, difteri, meningitis, morbili,
polio,pertusis, vricella, dan ensefalitis dapat berkaitan atau mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan baik secara enteral maupun parenteral.
4. Riwayat antenatal, natal, dan pascanatal
a. Antenatal Kesehatan ibu selama hamil, penyakit yang pernah diderita serta upaya
yang dilakukan untuk mengatasi penyakitnya, berapa kali,  perawatan antenatal,
kemana serta kebiasaan minum jamu-jamuan dan obat yang pernah diminum serta
kebiasaan selama hamil.  
b. Natal Tanggal, jam, tempat pertolongan persalinan, siapa yang menolong, cara
persalinan (spontan, ekstraksi vacuum, ekstraksi forcep, sectiosesaria, dan
gamelli), presentasi kepala, dan komplikasi atau kelainan congenital. Keadaan
saat lahir dan morbiditas pada hari  pertama setelah lahir, masa kehamilan (cukup,
kurang, lebih) bulan.
c. Pascanatal Lama dirawat di rumah sakit , masalah-masalah yang  berhubungan
dengan gangguan system, masalah nutrisi, perubahan  berat badan, warna
kulit,pola eliminasi, dan respons lainnya. Selama neonatal perlu dikaji adanya
asfiksia, trauma, dan infeksi.
5. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan Berat badan, lingkar kepala, lingkar lengan
kiri atas, lingkar dada terakhir. Tingkat perkembangan anak yang telah dicapai
motorik kasar, motorik halus, kemampuan bersosialisasi, dan kemampuan bahasa.
6. Riwayat kesehatan keluarga Sosial, perkawinan orang tua, kesejahteraan dan
ketentraman, rumah tangga yang harmonis dan pola asuh, asah, dan asih. Ekonomi
dan adat istiadat berpengaruh dalam pengelolaan lingkungan internal eksternalyang
dapat memengaruhi perkembangan intelektual dan  pengetahuan serta keterampilan
anak. Di samping itu juga berhubungan dengan persediaan dan bahan pangan,
sandang, dan papan.
7. Pengkajian Berdasarkan Pola Gordon
Pengkajian Berdasarkan Pola Gordon meliputi :
a. Pola persepsi kesehatan dan pola managemen kesehatan  
b. Pola nutrisi Pola nutrisi, makanan pokok utama apakah ASI atau PASI pada umur
anak tertentu. Jika diberikan PASI ditanyakan jenis, takaran, dan frekuensi
pemberian serta makanan tambahan yang diberikan. Adakah makanan yang
disukai, alergi atau masalah makanan yang lainnya.
c. Pola eliminasi Pola eliminasi, system pencernaan dan perkemihan pada anak perlu
di kaji BAB atau BAK (konsistensi, warna, frekuensi, jumlah, serta bau).
Bagaimana tingkat toilet training sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
d. Pola aktivitas dan latihan Pola aktivitas, kegiatan dan gerakan yang sudah di capai
anak pada usia sekelompoknya mengalami kemunduran atau percepatan.
e. Pola istirahat dan tidur Pola istirahat, kebutuhan istirahat setiaphari, adakah
gangguan tidur, hal-hal yang mengganggu tidur dan yang mempercepat tidur.
f. Pola persepsi dan kognitif
g. Pola konsep diri dan persepsi diri
h. Pola peran dan hubungan
i. Pola seksualitas  
j. Pola koping dan stres
k. Pola nilai dan keyakinan
8. Fisik
a. Keadaan umum pasien saat dikaji , kesan kesadaran, tanda-tanda vital (perubahan
suhu, frekuensi pernapasan, system sirkulasi, dan perfusi  jaringan).  
b. Kepala dan lingkar kepala hendaknya diperiksa sampai anak usia 2 tahun dengan
pengukuran diameter oksipito-frontalis terbesar. Ubunubun normal : besar rata
atau sedikit cekung sampai anak usia 18 bulan.
c. Mata, reflex mata baik, sclera adakah ikterus, konjungtiva adakah anemis,
penurunan penglihatan (visus).
d. Telinga, simetris, fungsi pendengaran baik.
e. Mulut/leher , keadaan faring, tonsil (adakah pembesaran, hyperemia), adakah
pembesaran kelenjar limfe, lidah dan gigi (kotor atau tidak, adakah kelainan,
bengkak, dan gangguan fungsi). Kelenjar tiroid adakah pembesaran (gondok)
yang dapat mengganggu proses  pertumbuhan dan perkembangan anak.
f. Kulit, keadaan warna, turgor, edema, keringat, dan infeksi.
g. Thorak, bentuk simetris, gerakan
h. Paru, normal vesicular, adakah kelainan pernapasan (ronkhi ,wheezing).
i. Jantung, pembesaran, irama, suara jantung, dan bising.  
j. Genitalia, testis, jenis kelamin, apakah labia mayor menutupi labia minor pada
perempuan.
k. Ekstremitas, reflek fisiologis, reflek patologis, reflek memegang, sensibilitas,
tonus, dan motorik.

K. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko tinggi infeksi b/d hipotonia, peningkatan kerentanan terhadap infeksi
pernapasan.
2. Perubahan nutrisi (di neonatus) : kurang dari kebutuhan berafiliasi menggunakan
kesulitan pemberian makanan karena lidah yang menjulur serta palatum yang tinggi.
3. Risiko tinggi cedera hiperekstensibilitas sendi, instabilitas atlantoaksial
4. Kurangnya interaksi sosial anak b/d keterbatasan fisik dan mental yang mereka
miliki.
5. Defisit pengetahuan (orang tua) b/d perawatan anak syndrom down.

L. Intervensi/Perencanaan Keperawatan
1. Risiko tinggi infeksi b/d hipotonia, peningkatan kerentanan terhadap infeksi
pernapasan
Tujuan : pasien tidak menunjukkan bukti infeksi pernafasan
intervensi:
a. Ajarkan keluarga tentang teknik mencuci tangan yang baik.
Rasional: buat meminimalkan pemajanan pada organisme infektif
b. Tekankan pentingya mengubah posisi anak dengan acapkali, terutama penggunaan
postur duduk
Rasional: buat mencegah penumpukan sekresi dan memudahkan ekspansi paru
c. Dorong penggunaan vaporizer uap dingin
Rasional: buat mencegah krusta sekresi dan mengeringnya membrane mukosa
d. Ajarkan pada keluarga penghisapan hidung menggunakan spuit tipe-bulb
Rasional: sebab tulang hidung anak tidak berkembang menyebabkan persoalan
kronis ketidakadekuatan drainase mucus
e. Dorong kepatuhan terimunisasi yang dianjurkan
Rasional: buat mencegah infeksi
f. Tekankan pentingnya menuntaskan program antibiotic Jika diinstruksikan
Rasional: buat keberhasilan penghilangan infeksi serta mencegah pertumbuhan
organism resisten
2. Perubahan nutrisi (di neonatus) : kurang berasal kebutuhan bekerjasama
menggunakan kesulitan pemberian makanan karena lidah yang menjulur serta
palatum yang tinggi.
Tujuan : kesulitan hadiah makan pada masa bayi menjadi minimal
intervensi:
a. Hisap hidung setiap kali sebelum hadiah makan, Bila perlu
Rasional: buat menghilangkan mukus
b. Jadwalkan anugerah makan sedikit tapi seringkali: biarkan anak buat beristirahat
selama anugerah makan
Rasional: sebab menghisap dan makan sulit dilakukan dengan pernapasan mulut
c. Berikan kuliner padat denga mendorongnya ke ekspresi bagian belakang dan
samping
Rasional: karena refleks menelan di anak menggunakan sindrom down kurang
baik
d. Hitung kebutuhan kalori buat memenuhi energy sesuai tinggi serta berat badan
Rasional: memberikan kalori kepada anak sinkron menggunakan kebutuhan
e. Pantau tinggi dan BB dengan interval yang teratur
Rasional: buat mengealuasi asupan nutrisi
f. Rujuk ke seorang ahli untuk memilih persoalan makananyang spesifik
Rasional: Mengetahui diit yang sempurna
3. Risiko tinggi cedera hiperekstensibilitas sendi, instabilitas atlantoaksial
Tujuan: mengurangi risiko terjadinya cedera pada pasien dengan sindrom down
intervensi:
a. Anjurkan kegiatan bermain dan olahraga yang sesuai menggunakan maturasi fisik
anak, ukuran, koordinasi serta ketahanan
Rasional: untuk menhindari cedera
b. Anjurkan anak untuk dapat berpartisipasi dalam olahraga yang bisa melibatkan
tekanan di ketua dan leher
Rasional: Menjauhkan anak dari factor resiko cedera
c. Ajari keluarga serta pemberi perawatan lain (mis: pengajar, instruktur) tanda-
tanda gejala instabilitas atlatoaksial
Rasional: menyampaikan perawatan yang sempurna
d. Laporkan menggunakan segera adanya pertanda- pertanda kompresi medulla
spinalis (nyeri leher menetap, hilangnya ketrampilanmotorik stabil dan control
kandung kemih/usus, perubahan sensasi) buat mencegah keterlambatan
pengobatan
4. Kurangnya hubungan sosial anak b/d keterbatasan fisik serta mental yang mereka
miliki.
Tujuan: kebutuhan akan pengenalan terpenuhi
hegemoni:
a. Motivasi orang tua agar member kesempatan anak untuk bermain menggunakan
sahabat sebaya agar anak praktis bersosialisasi
Rasional: Pertukem anak tidak semaikin terhambat
b. Beri keleluasaan / kebebasan di anak untuk berekspresi
Rasional: Kemampuan berekspresi diharapkan bisa menggali potensi anak lima)
5. Defisit pengetahuan (orang tua) b/d perawatan anak syndrom down.
Tujuan: orang tua/keluarga mengerti wacana perawatan pada anaknya
hegemoni:
a. Berikan motivasi pada orang tua supaya memberi lingkungan yang memadai pada
anak
Rasional: lingkungan yang memadai mendukung anak buat berkembang
b. Dorong partisipasi orang tua pada memberi latihan motorik kasar dan halus serta
pentunjuk agar anak mampu berbahasa
Rasional: Kemampuan berbahasa di anak akan terlatih
c. Beri motivasi di orang tua dalam memberi latihan pada anak pada kegiatan sehari
hari.
Rasional: aktivitas sehari-hari akan membantu pertukem anak

M. Implementasi/Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi keperawatan bisa dilakukan oleh banyak komponen seperti klien
(individu atau keluarga), perawat dan anggota tim perawatan kesehatan yang lain,
keluarga dan orang lain yang masih satu jaringan kerja sosial keluarga (Friedman,
2010).
Menurut Murwani dalam Bakri (2020) dalam tindakan keperawatan keluarga terdapat
beberapa komponen yaitu:
1. Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga Mendiskusikan masalah
kesehatan dengan keluarga yang akan mendorong kesadaran keluarga berkaitan
dengan kesehatan serta informasi tentang kesehatan akan mudah diterima. Cara
yang bisa dilakukan, sebagai berikut:
a. Memberikan informasi.
b. Mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang kesehatan.
c. Mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah.
2. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan Perawat memberikan
informasi kepada keluarga sebagai bahan pertimbangan keluarga untuk memutuskan
perawatan yang tepat. Cara yang bisa dilakukan, sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi konsekuensi tidak melakukan tindakan.
b. Mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga.
c. Mengidentifikasi tentang konsekuensi tiap tindakan.
3. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga Perawat memotivasi
keluarga supaya percaya diri merawat anggota keluarganya yang sakit, supaya tidak
merasa kurang ilmu dan takut dalam merawat keluarga karena anggota keluarga
yang sakit membutuhkan bantuannya. Cara yang bisa dilakukan, sebagai berikut:
a. Melakukan demonstrasi cara perawatan.
b. Menggunakan alat dan fasilitas yang ada di rumah.
c. Mengawasi keluarga melakukan perawatan.
4. Membantu keluarga mewujudkan lingkungan sehat Perawat menjadi konsultan bagi
keluarga untuk mewujudkan lingkungan yang bersih dan sehat supaya
meningkatkan kualitas hidup anggota keluarganya. Cara yang bisa dilakukan,
sebagai berikut:
a. Menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga.
b. Melakukan perubahan lingkungan keluarga seoptimal mungkin.
5. Memotivasi keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan Perawat harus mampu
meningkatkan kesadaran masyarakat yang masih rendah dalam mengakses dasilitas
kesehatan bagi masyarakat. Cara yang bisa dilakukan, sebagai berikut:
a. Mengenalkan fasilitas kesehatan yang ada di lingkungan keluarga.
b. Membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.
N. Evaluasi Keperawatan
1. Diagnosa 1
Anak tidak menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi atau distress pernafasan
2. Diagnosa 2
Bayi mengkonsumsi kuliner dengan jumlah adekuat yang sinkron dengan usia dan 
ukurannya keluarga melaporkan kepuasan pada hadiah kuliner
Bayi bertambah berat badannya sinkron dengan tabel perkembangan
keluarga menerima manfaat asal pelayanan spesialis
3. Diagnosa 3
Anak berpartisipasi dalam aktivitas bermain dan  berolahraga
Anak tak mengalami cedera yang berkaitan menggunakan kegiatan fisik
4. Diagnosa 4
Anak bisa bersosialisasi serta berinteraksi dengan baik sehingga anak bisa menjalin
hubungan baik dengan orang lain tidak merasa minder
5. Diagnosa 5
keluarga mengetahui tentu perawatan pada anak menggunakan Sindrome Down
keluarga berpartisipasi aktif pada perawatan anaknya.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar(RISKESDAS)


2013. Laporan Nasional 2013, (online) 1-384.(https://doi.org/Desember2013) , diakses
pada tanggal 17 April 2023.

Marcdante, K,J., Kliegman, R, M., Jenson, H, B., Behrman, R, E. 2014. Ilmu Kesehatan Anak
Esensial. Edisi 6. Singapore: Elsevier.

Wiyani, N. A. 2014. Buku Ajar Penanganan Anak Usia Dini Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta :
Ar-Ruzz Media

Huda nurarif amin & kusuma hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosis Medis & NANDA NIC-NOC . Jilid 1. Yogyakarta : mediaction Hal 207 211.

Soetjiningsih. 2016. Tumbuh Kembang Anak. Edisi 2. Jakarta : EGC.

Bernstein, D. Shelov, S. 2016. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 3. Jakata : EGC

Syandora, dkk. 2015.  Laporan Pendahuluan Tentang Down Syndrom. Program Studi S1
Keperawatan Universitas Dharmas Indonesia.

Soetjiningsih dan Ranuh, G. 2013. Tumbuh Kembang Anak Ed 2. Jakarta: EGC

Irwanto. 2019. Sindrom Down. Surabaya : Airlangga University Press

Anda mungkin juga menyukai