Anda di halaman 1dari 17

1

MAKALAH

“DOWN SYNDROME”

MATA KULIAH ASUHAN KEBIDANAN PADA KEHAMILAN

DOSEN PENGAMPU :

Heni Purwati, SST., M.Keb

Disusun Oleh :

1. Musyarifah Nurul U. A. (202005015)


2. Alif Mujayana (202005017)

STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO

TAHUN 2020/2021

PRODI S1 KEBIDANAN

1
2

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya, memohon pertolongan dari-Nya, meminta ampunan
dari-Nya dan meminta perlindungan kepada-Nya dari kejahatan diri kita serta keburukan amal perbuatan
kita. Shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Karena hidayah-Nya pula, Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Down Syndrome” ini sebagai tugas dari mata kuliah Asuhan Kebidanan pada Kehamilan tepat pada
waktunya. Pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Heni Purwati, SST, M.Keb selaku
dosen pengampu mata kuliah Asuhan Kebidanan pada Kehamilan yang telah banyak memberikan
bimbingan dan pengarahan sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya.

Penulis berharap agar apa yang tercantum dalam makalah ini, bisa menjadi pelajaran dan
menambah wawasan buat pembaca dan terutama buat diri penulis sendiri. Kritik dan saran yang bertujuan
membangun dari para pembaca, penulis akan terima dengan senang hati, untuk penulisan Makalah yang
lebih baik lagi.

Mojokerto, 13 September 2021

Penulis

2
3

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang.........................................................................................................4
B. Rumusan Masalah....................................................................................................4
C. Tujuan......................................................................................................................5

BAB II Pembahasan

A. Definisi Down Syndrome........................................................................................6


B. Etiologi Down Syndrome........................................................................................7
C. Patofisiologi Down Syndrome.................................................................................8
D. Pemeriksaan Diagnostik..........................................................................................11
E. Penatalaksanaan.......................................................................................................13
F. Jenis-Jenis Terapi yang dibutuhkan Penderita Down Syndrome............................14

BAB III Penutup

A. Kesimpulan..............................................................................................................16
B. Saran........................................................................................................................17

Daftar Pustaka

3
4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hampir saat ini pada bayi yang baru lahir 1 dari 700 diantaranya mengalami
kelainan bawaan pada kromosom 21 karena berlebihnya nukleosom pada komorom
tersebut atau sering disebut dengan nama Trisomi 21 (Sindrom Down). Mongolisma
(Sindrom down) ditandai oleh kelainan jiwa atau cacat mental mulai dari yang sedang
sampai berat.
Sejauh ini di Indonesia masih kurang pengetahuan masyarakat tentang penyebab
sindrom down dan bagaimana cara menangani anak – anak yang terkena sindrom down. 
Banyak keluarga yang memperlakukan anak – anak sindrom down dengan tidak wajar,
dan ada juga kluarga yang menyembunyikan anak mereka yang terkena sindrom down. 
Seseorang dengan sindrom down mampu melakukan hal – hal yang dapat dilakukan oleh
anak – anak pada umumnya asalkan mereka dilatih dengan diberikan terapi dan bisa di
sekolahkan disekolah luar biasa (SLB).
Sering juga kita lihat anak –anak dengan sindrom down di perlakukan kasar,
karena perlakuan kasar inilah tak jarang anak sindrom down berperilaku kasar dan sering
disebut pengganggu di lingkungannya. Dampak negatif dari perlakuan inilah yang
membuat anak dengan sindrom down akan kehilangan waktu untuk mengembangkan
potensi dirinya.

B. Rumusan Masalah

1. Definisi Down Syndrome


2. Etiologi Down Syndrome
3. Patofisiologi Down Syndrome

4
5

4. Pemeriksaan Diagnostik
5. Penatalaksanaan
6. Jenis-Jenis Terapi yang dibutuhkan Penderita Down Syndrome

C. Tujuan

1. Mengetahui definisi down syndrome.


2. Mengetahui etiologi down syndrome.
3. Mengetahui patofisiologi down syndrome.
4. Mengetahui pemeriksaan diagnostic dari down syndrome.
5. Mengetahui penatalaksanaan down syndrome.
6. Mengetahui jenis-jenis terapi yang dibutuhkan penderita down syndrome.

5
6

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Down Syndrome


Sindrom Down (bahasa Inggris : Down syndrome) adalah suatu kumpulan gejala
akibat dari abnormalitas kromosom, biasanya kromosom 21, yang tidak berhasil
memisahkan diri selama meiosis sehingga terjadi individu dengan 47 kromosom.
Sindrom ini pertama kali diuraikan oleh Langdon Down pada tahun 1866.
Syndrom Down merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak
terjadi pada manusia. Diperkirakan 20 % anak dengan down syndrom dilahirkan oleh ibu
yang berusia diatas 35 tahun. Syndrom down merupakan cacat bawaan yang disebabkan
oleh adanya kelebihan kromosom x. Syndrom ini juga disebut Trisomy 21, karena 3 dari
21 kromosom menggantikan yang normal.95 % kasus syndrom down disebabkan oleh
kelebihan kromosom.
Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relative pendek,
kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang Mongoloid maka sering juga
dikenal dengan mongolisme. Pada tahun 1970an para ahli dari Amerika dan Eropa
merevisi nama dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan merujuk penemu
pertama kali sindrom ini dengan istilah sindrom Down dan hingga kini penyakit ini
dikenal dengan istilah yang sama.
Semua penyandang Down Syndrome mengalami keterlambatan kognitif yang
efeknya biasanya dalam taraf ringan ke sedang, dan tidak diindikasikan terhadap
banyaknya kekuatan dan bakat yang dimiliki tiap individu. Anak-anak penyandang Down
Syndrome juga memiliki keterlambatan dalam aspek motorik kasar, motorik halus,
bahasa dan personal sosial, antara lain hipotonus, perhatian penglihatan yang inkonsisten,
ketidakmampuan membuat frase yang bermakna setelah 24 bulan menurut acuan

6
7

perkembangan yang dipakai yaitu Denver (Lampiran 1) (National Down Syndrome


Society, 2005).

B. Etiologi Down Syndrome


Penyebab dari Sindrom Down adalah adanya kelainan kromosom yaitu terletak
pada 21 dan 15, dengan kemungkinan-kemungkinan :

1. Non Disjunction sewaktu osteogenesis ( Trisomi )


Bagi ibu-ibu yang berumur 35 tahun keatas, semasa mengandung mempunyai
risiko yang lebih tinggi untuk melahirkan anak Down Syndrom. Sembilan puluh lima
penderita down syndrom disebabkan oleh kelebihan kromosom 21. Keadaan ini
disebabkan oleh “non-dysjunction” kromosom yang terlibat yaitu kromosom 21 dimana
semasa proses pembahagian sel secara mitosis pemisahan kromosom 21 tidak berlaku
dengan sempurna.
2. Translokasi kromosom 21 dan 15
Di kalangan 5 % lagi, kanak-kanak down syndrom disebabkan oleh mekanisma
yang dinamakan “Translocation“. Keadaan ini biasanya berlaku oleh pemindahan bahan
genetik dari kromosom 14 kepada kromosom 21.
3. Postzygotic non disjunction ( Mosaicism )
Bilangan kromosomnya normal iaitu 23 pasang atau jumlah kesemuanya 46
kromosom. Mekanisme ini biasanya berlaku pada ibu-ibu di peringkat umur yang lebih
muda. Sebagian kecil down syndrom disebabkan oleh mekanisme yang dinamakan
“mosaic”.
Faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya kelainan kromosom (Kejadian
NonDisjunctional ) adalah :
 Genetik
Karena menurut hasil penelitian epidemiologi mengatakan adanya peningkatan
resiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan syndrom down.
 Radiasi
Ada sebagian besar penelitian bahwa sekitar 30 % ibu yang melahirkan ank
dengan syndrom down pernah mengalami radiasi di daerah sebelum terjadi konsepsi.

7
8

 Infeksi Dan Kelainan Kehamilan


 Autoimun dan Kelainan Endokrin Pada ibu
Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang dikaitkan dengan tiroid.
 Umur Ibu
Apabila umur ibu diatas 35 tahun diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang
dapat menyebabkan “non dijunction” pada kromosom. Perubahan endokrin seperti
meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar hidroepiandrosteron, menurunnya
konsentrasi estradiolsistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormon danpeningkatan
kadar LH dan FSH secara tiba-tiba sebelum dan selam menopause. Selain itu kelainan
kehamilan juga berpengaruh.
 Umur Ayah
Selain itu ada faktor lain seperti gangguan intragametik, organisasi nukleolus,
bahan kimia dan frekuensi koitus.

C. Patofisiologi Down Syndrome

Kromosom 21 yang lebih akan memberi efek ke semua sistem organ dan
menyebabkan perubahan sekuensi spektrum fenotip. Hal ini dapat menyebabkan
komplikasi yang mengancam nyawa, dan perubahan proses hidup yang signifikan secara
klinis. Down Syndrome akan menurunkan survival prenatal dan meningkatkan morbiditas
prenatal dan postnatal. Anak – anak yang terkena biasanya mengalami keterlambatan
pertumbuhan fisik, maturasi, pertumbuhan tulang dan pertumbuhan gigi yang lambat.

Tubuh manusia terbuat dari sel, yang terdiri dari bagian utamanya yaitu nukleus,
dimana nukleus merupakan tempat menyimpanan gen, kumpulan gen yang mempunyai
struktur disebut kromosom. Normalnya, setiap nukleus dari tiap sel berjumlah 23 pasang
kromosom, dimana setengahnya diwarisi dari masing-masing orang tua. Pada tiap
individu penyandang Down Syndrome sel berjumlah 47, bukan 46 dimana kromosom
ekstra adalah kromosom ke 21. Ini merupakan kelebihan jumlah materi genetik pada
Down Syndrome. Kromosom ke 21 ini dideteksi dengan menggunakan prosedur yang
dinamakan karotype. (National Down Syndrome Society, 2005)

8
9

Kromosom adalah suatu bentuk bahan genetik yang ditemukan pada nukleus sel.
Kromosom membentuk blok-blok yang memberi karekteristik pada tiap individu,
misalnya membentuk warna dari rambut kita, mata kita dan penampilan fisik lainnya. Sel
manusia secara normalnya terdiri dari 23 pasang kromosom, dimana setengahnya
diwariskan dari kedua orang tua. Pada kasus Down Syndrome, beberapa sel dari individu
yang terkena mempunyai sel ganda dari kromosom 21. Bentuk yang paling terlihat dari
Down Syndrome dikenal dengan sebutan Trisomi 21. Kondisi tersebut menyebabkan
kesalahan pada divisi sel yang disebut gagal berpisah. (National Down Syndrome
Society, 2005)

Down Syndrom biasanya disebabkan karena kesalahan dalam memisahkan


kromosom abnormal dari sel, dua tipe kromosom yang abnormal adalah mosiacism dan
transovation. Semua penyandang Down Syndrome memiliki kromosom ekstra 21 pada
tiap sel. Kromosom inilah yang menyebabkan keterlambatan dan menyebabkan anak
mempunyai sindrom-sindrom tersebut. (National Down Syndrome Society, 2005)

Translokasi merupakan kasus perpindahan kromosom yang terjadi pada badan sel.
Sebanyak 5% kasus Down Syndrome merupakan translokasi badan sel, misalnya
translokasi antara kromososm 14 dan 21, translokasi dapat mempunyai 46 kromososm
yang salah satunya mempunyai badan genetik dari kromosom 14 dan 21. Down
Syndrome tipe translokasi tidak berhubungan dengan usia ibu saat kehamilan, namun
akan meningkat resikonya pada orang tua yang merupakan pembawa sifat. (Sudiono
Janti, 2007)

9
10

Gambar 1 Kromosom Trisomi 21 pada Wanita


Sumber : National Down Syndrome Society

Gambar 2 Regio Kromosom 21


Sumber : National Down Syndrome Society

Indikasi dari region kromosom 21 tampak berasosiasi dengan berbagai


karakteristik yang berhubungan dengan down syndrome.

10
11

Gambar 2.3 Pembelahan Sel yang Normal


Sumber :National Down Syndrome Society
Selama fertilisasi, 23 kromosom dari sel telur dan sperma menyatu. Hasil dari
fertilisasi adalah 46 kromosom. Selama proses mitosis, sel mereplika dirinya sendiri
menjadi dua sel menjadi 46 kromosom.

Ciri-ciri Down Syndrom

Down Syndrom terjadi hampir merata pada laki-laki dan wanita. Penderita Down
Syndrom memiliki ciri yang khas, diantaranya yaitu:

1. Abnormalitas pada tengkorak


2. Abnormalitas pada muka
3. Tubuh pendek
4. Dagu atau mulut kecil
5. Leher pendek
6. Kaki dan tangan terkadang bengkok
7. Mulut selalu terbuka
8. Ujung lidah besar
9. Hidung lebar dan rata
10. Kedua lubang hidung terpisah lebar
11. Jarak antara kedua mata lebar
12. Kelopak mata mempunyai lipatan epikantus

11
12

D. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk mendeteksi adanya kelainan pada kromosom, ada beberapa pemeriksaan
yang dapat membantu menegakkan diagnosa ini, antara lain:

 Pemeriksaan fisik penderita


 Chorionic Villus Sampling (CVS) Chorionic Villus Sampling (CVS)
Dalam prosedur ini, bukan cairan ketuban yang diambil, jumlah kecil
jaringan diambil dari plasenta muda (juga disebut lapisan chorionic). Sel-sel ini
berisi kromosom janin yang dapat diuji untuk sindrom Down. Sel dapat
dikumpulkan dengan cara yang sama seperti amniosentesis, tetapi metode lain
untuk memasukkan sebuah tabung ke dalam rahim melalui vagina.
 Pemeriksaan kromosom
 Ultrasonografi (USG)
Kegunaan utama USG (juga disebut sonografi) adalah untuk
mengkonfirmasi usia kehamilan janin (dengan cara yang lebih akurat daripada
yang berasal dari ibu siklus haid terakhir). Manfaat lain dari USG juga dapat
mengambil masalah-masalah alam medis serius, seperti penyumbatan usus kecil
atau cacat jantung. Mengetahui ada cacat ini sedini mungkin akan bermanfaat
bagi perawatan anak setelah lahir.
 Ekokardiogram (ECG)
 Pemeriksaan darah (Percutaneus Umbilical Blood Sampling)
 Amniosentesis
Prosedur ini digunakan untuk mengambil cairan ketuban, cairan yang ada
di rahim. Ini dilakukan di tempat praktek dokter atau di rumah sakit. Sebuah
jarum dimasukkan melalui dinding perut ibu ke dalam rahim, menggunakan USG
untuk memandu jarum. Sekitar satu cairan diambil untuk pengujian. Cairan ini
mengandung sel-sel janin yang dapat diperiksa untuk tes kromosom. Dibutuhkan
sekitar 2 minggu untuk menentukan apakah janin sindrom Down atau tidak.

12
13

Amniosentesis tidak dianjurkan sebelum minggu ke-14 kehamilan karena risiko


komplikasi lebih tinggi dan kehilangan kehamilan.

Pada pemeriksaan radiologi didapatkan “brachyaphalic” sutura dan frontale yang


terlambat menutup. Tulang ileum dan sayapnya melebar disertai sudut asetabular yang
lebar. Pemeriksaan kariotiping untuk mencari adanya translokasi kromosom. Diagnosis
antenatal dengan pemeriksaan cairan amnion atau vili karionik, dapat dilakukan
secepatnya pada kehamilan 3 bulan atau pada ibu yang sebelumnya pernah melahirkan
anak dengan syndrom down. Bila didapatkan janin yang dikandung menderita sydrom
down dapat ditawarkan terminasi kehamilan kepada orang tua.
Pada anak dengan Sindrom Down mempunyai jumlah kromosom 21 yang
berlebih ( 3 kromosom ) di dalam tubuhnya yang kemudian disebut trisomi 21. Adanya
kelebihan kromosom menyebabkan perubahan dalam proses normal yang mengatur
embriogenesis. Materi genetik yang berlebih tersebut terletak pada bagian lengan bawah
dari kromosom 21 dan interaksinya dengan fungsi gen lainnya menghasilkan suatu
perubahan homeostasis yang memungkinkan terjadinya penyimpangan perkembangan
fisik (kelainan tulang), SSP (penglihatan, pendengaran) dan kecerdasan yang terbatas.

E. Penatalaksanaan Down Syndrome


 Penanganan Secara Medis
a. Pendengarannya : sekitar 70-80 % anak syndrom down terdapat gangguan
pendengaran dilakukan tes pendengaran oleh THT sejak dini.
b. Penyakit jantung bawaan
c. Penglihatan : perlu evaluasi sejak dini.
d. Nutrisi : akan terjadi gangguan pertumbuhan pada masa bayi / prasekolah.
e. Kelainan tulang : dislokasi patela, subluksasio pangkal paha / ketidakstabilan
atlantoaksial. Bila keadaan terakhir ini sampai menimbulkan medula spinalis atau
bila anak memegang kepalanya dalam posisi seperti tortikolit, maka perlu
pemeriksaan radiologis untuk memeriksa spina servikalis dan diperlukan
konsultasi neurolugis.

13
14

 Pendidikan
i. Intervensi Dini
Program ini dapat dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk memberi
lingkunga yang memeadai bagi anak dengan syndrom down, bertujuan untuk
latihan motorik kasar dan halus serta petunjuk agar anak mampu berbahasa.
Selain itu agar ankak mampu mandiri sperti berpakaian, makan, belajar,
BAB/BAK, mandi,yang akan memberi anak kesempatan.Taman Bermain
Misal dengan peningkatan ketrampilan motorik kasar dan halus melalui
bermain dengan temannya, karena anak dapat melakukan interaksi sosial dengan
temannya.
ii. Pendidikan Khusus (SLB-C)
Anak akan mendapat perasaan tentang identitas personal, harga diri dan
kesenangan. Selain itu mengasah perkembangan fisik, akademis dan dan
kemampuan sosial, bekerja dengan baik dan menjali hubungan baik.
iii. Penyuluhan Pada Orang Tua

F. Jenis-Jenis Terapi yang Di butuhkan Penderita Down Syndrome


Pengobatan pada penderita down syndom belum ditemukan, karena cacatnya pada
sel benih yang dibawa dari dalam kandungan. Untuk membantu mempercepat kemajuan
pertumbuhan dan perkembangan anak, penderita ini bisa dilatih dan dididik menjadi
manusia yang mandiri untuk bisa melakukan semua keperluan pribadinya sehari-hari
seperti berpakaian dan buang air, walaupun kemajuannya lebih lambat dari anak biasa,
dengan terapi khusus, diantaranya yaitu:
1) Terapi wicara

Suatu terapi yang di pelukan untuk anak DS atau anak bermasalah dengan
keterlambatan bicara, dengan deteksi dini di perlukan untuk mengetahui seawal
mungkin menemukan gangguan kemampuan berkomunikasi, sebagai dasar untuk
memberikan pelayanan terapi wicara.

2) Terapi Okupasi

14
15

Terapi ini di berikan untuk dasar anak dalam hal kemandirian,


kognitif/pemahaman, dan kemampuan sensorik dan motoriknya. Kemandirian
diberikan kerena pada dasarnya anak “bermasalah” tergantung pada orang lain
atau bahkan terlalu acuh sehingga beraktifitas tanpa komunikasi dan
memperdulikan orang lain. Terapi ini membantu anak mengembangkan kekuatan
dan koordinasi, dengan atau tanpa menggunakan alat.
3) Terapi Remedial
Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan akademis skill,
jadi bahan bahan dari sekolah bias dijadikan acuan program.
4) Terapi Kognitif
Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan kognitif dan
perceptual, misal anak yang tidak bisa berkonsentrasi, anak yang mengalami
gangguan pemahaman, dll.
5) Terapi Sensori Integrasi
Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan pengintegrasian
sensori, misalnya sensori visual, sensori aktil, sensori pendengaran, sensori
keseimbangan, pengintegrasian antara otak kanan dan otak kiri, dll.
ruangan terapi sendori integrasi :
6) Terapi Snoefzelen
Snoezelen adalah suatu aktifitas terapi yang dilakukan untuk
mempengaruhi CNS melalui pemberian stimulasi pada system sensori primer
seperti visual, auditori, taktil. Taste, dan smell serta system sensori internal seperti
vestibular dan proprioceptif dengan tujuan untuk mencapai relaksasi dan atau
aktifiti.

Semua terapi ini dilaksanakan sesuai dengan rekomendasi dari tim dokter yang
telah memeriksa anak yang mengalami gangguan. Dengan melatih anak down syndrome,
diharapkan mereka memiliki skill yang makin lama makin berkembang dan mereka
diharapkan dapat mengurus dirinya sendiri dengan aktivitas-aktivitas yang sederhana.

15
16

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Syndrome Down atau dulu disebut juga mongolism merupakan gangguan
padakromosom yang ditandai dengan cranium kecil, bagian anteroposterior yang
mendatar, jembatan hidung yang dataar, lipatan epikantus, ruas-ruas jari yang pendek,
jarak yang lebar antaara jari tangan dan kaki pertama dan kedua, dan retardasi mental
sedang sampai berat,dengan penyakit Alzheimer yang berkembang pada dekade
keempatatau kelima. Kelainankromosom adalah trisomi kromosom 21 yang
berhubungan dengan usia ibu yang sudah lanjut.
Syndrome Down trisomi 21 dan mosaik tidak terkait faktor hereditas, sehingga
tidak diturunkan. Syndrome Down yang terkait faktor herediter adalah Down syndrome
jenis translokasi. Terapi pada penderita Syndrome Down lebih terkait dengan latihan
kemandirian penderita Syndrome Down dan perawatan kesehatan untuk meningkatkan
harapan hidup penderita.

16
17

B. Saran
Anak yang mengalami down syndrome sebaiknya segera diberikan berbagai dan
latihan fisik, sehingga tetap dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya serta
belajar hidup dengan mandiri.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Gangguan Genetik Sindrom Down.


http://gayasehatmu.blogspot.com/2012/06/gangguan-genetik-sindrom-down.html

Anonim. 2012. Down Sindrom. http://www.fk.unair.ac.id/ attachments/532_ Karya%20Ilmiah


%20-%20DownSyn_TrpGen.pdf (Diakses tanggal 30 Oktober 2012)

Aryulina, Diah, dkk. 2007. Biologi 3. Jakarta. ESIS

Cambell, Richee, Mitchel. 2002. Biologi Jilid 1. Jakarta: Erlangga

Hery Susanto, Agus. 2011. Genetika. Jakarta: Graha Ilmu

Judarwanto,Widodo. 2010. Down Syndrome Deteksi Dini Pean dan Penatalaksanaan Sindrom
Down. http://childrenclinic.wordpress. com/2010/10/24/down-syndrome-deteksi-dini-
pencegahan-dan-penatalaksanaan-sindrom-down/ (Diakses tanggal 22 Okttober 2012)

Suryo. 2008. Genetika Strata 1. Jogjakarta: UGM Press

17

Anda mungkin juga menyukai