Anda di halaman 1dari 26

PENGUKURAN ANTROPOMETRI PADA ANAK DOWN SYNDROME

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tumbuh Kembang Anak


Dosen Pengampu: Prof. Moersintowarti BN. dr., MSc., SpA (K)

OLEH:

Septi Fitrah Ningtyas 101314153026


Qunia Andayani 101314153039
Mega Octamelia 101314153041
Brivian Florentis Yustanta 101314153054
Aldi Febrian Wieminaty 101314153058
Rahmadhanin Kurnia Pratiwi H. 101314153061

PROGRAM MAGISTER FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


MINAT KESEHATAN IBU DAN ANAK
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2014
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan
Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun “Pengukuran Antropometri Pada Anak
Down Syndrome” ini dapat selesai tepat pada waktunya. Penyusunan makalah ini
merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Tumbuh
Kembang Anak di Magister Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga,
Surabaya.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah analisis kasus ini.

Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih belum sempurna, maka
saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan demi perbaikan makalah
selanjutnya. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini berguna baik bagi penulis
maupun pembaca.

Surabaya, Juni 2014

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Down syndrome adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan
mental pada anak yang disebabkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom
(Cuncha, 1992). Down syndrome dinamai sesuai nama dokter berkebangsaan Inggris
bernama Langdon Down, yang pertama kali menemukan tanda-tanda klinisnya pada
tahun 1866. Pada tahun 1959 seorang ahli genetika Perancis Jerome Lejeune dan para
koleganya, mengidentifikasi basis genetiknya. Manusia secara normal memiliki 46
kromosom, sejumlah 23 diturunkan oleh ayah dan 23 lainnya diturunkan oleh ibu.
Para individu yang mengalami down syndrome hampir selalu memiliki 47 kromosom,
bukan 46. Ketika terjadi pematangan telur, 2 kromosom pada pasangan kromosom 21,
yaitu kromosom terkecil gagal membelah diri. Jika telur bertemu dengan sperma, akan
terdapat kromosom 21 yang istilah teknisnya adalah trisomi 21. Down syndrome
bukanlah suatu penyakit maka tidak menular, karena sudah terjadi sejak dalam
kandungan.
Bayi yang mengalami down syndrome jarang dilahirkan oleh ibu yang berusia di
bawah 30 tahun, tetapi risiko akan bertambah setelah ibu mencapai usia di atas 30
tahun. Pada usia 40 tahun, kemungkinannya sedikit di atas 1 dari 100 bayi, dan pada
usia 50 tahun, hampir 1 dari 10 bayi. Risiko terjadinya down syndrome juga lebih
tinggi pada ibu yang berusia di bawah 18 tahun.
Masalah ini penting, karena seringkali terjadi di berbagai belahan dunia,
sebagaimana menurut catatan Indonesia Center for Biodiversity dan Biotechnology
(ICBB) Bogor, di Indonesia terdapat lebih dari 300 ribu anak pengidap down
syndrome. Sedangkan angka kejadian penderita down syndrome di seluruh dunia
diperkirakan mencapai 8 juta jiwa (Aryanto, 2008). Angka kejadian kelainan down
syndrome mencapai 1 dalam 1000 kelahiran. Di Amerika Serikat, setiap tahun lahir
3000 sampai 5000 anak dengan kelainan ini. Sedangkan di Indonesia prevalensinya
lebih dari 300 ribu jiwa (Sobbrie, 2008). Dalam beberapa kasus, terlihat bahwa umur
wanita terbukti berpengaruh besar terhadap munculnya down syndrome pada bayi
yang dilahirkannya. Kemungkinan wanita berumur 30 tahun melahirkan bayi dengan
down syndrome adalah 1:1000. Sedangkan jika usia kelahiran adalah 35 tahun,
kemungkinannya adalah 1:400. Hal ini menunjukkan angka kemungkinan munculnya
down syndrome makin tinggi sesuai usia ibu saat melahirkan (Elsa, 2003).
Salah satu gangguan inteligensi yang banyak terjadi disekitar kita adalah
gangguan mental retardasi dengan tipe mongol atau biasa disebut dengan down
syndrome. Down syndrome adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik
dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom.
Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling
memisahkan diri saat terjadi pembelahan (Kaplan & Sadock, 2010).
Kaplan & Sadock (2010) menyatakan bahwa anak-anak dengan gangguan down
syndromememiliki ciri-ciri fisik yang dapat dikenali dengan mudah oleh tiap orang.
Kanak-kanak Down syndromemempunyai ciri-ciri fisikal yang unik :
1. Sifat pada kepala, muka dan leher : Mereka mempunyai paras muka yang
hampir sama seperti muka orang Mongol. Pangkal hidung terlihat sangat rendah.
Jarak diantara 2 mata jauh dan berlebihan kulit di sudut dalam.
2. Ukuran mulut yang kecil dan ukuran lidah yang besar menyebabkan lidah
selalu terjulur. Pertumbuhan gigi lambat dan tidak teratur. Letak telinga terlihat
rendah. Kepala biasanya lebih kecil dan agak lebar dari bahagian depan ke
belakang. Lehernya agak pendek.
3. Sifat pada tangan dan lengan : Sifat-sifat yang jelas pada tangan adalah
mereka mempunyai jari-jari yang pendek dan jari kelingking membengkok ke
dalam. Pada telapak tangan mereka biasanya hanya terdapat satu garisan urat
dinamakan “simian crease”.
4. Sifat pada kaki : Kaki agak pendek dan jarak di antara ibu jari kaki dan jari
kaki kedua agak jauh terpisah.
5. Sifat pada otot : Kanak-kanak down syndrom mempunyai otot yang lemah
sehingga cukup mengalami masalah dalam motorik kasar. Anak-anak down
syndrom dapat mengalami masalah kelainan organ-organ dalam terutama sekali
jantung dan usus.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan anak down
syndrome
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengukuran antropometri anak down syndrome
b. Untuk mengidentifikasi pengukuran antropometri yang normal pada anak
down syndrome
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Down Syndrome
Sindrom Down (bahasa Inggris: Down syndrome) merupakan kelainan genetik
yang terjadi pada kromosom 21 pada berkas q22 gen SLC5A3, yang dapat dikenal
dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas. Kelainan yang berdampak pada
keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental ini pertama kali dikenal pada tahun
1866 oleh Dr.John Longdon Down. Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi
badan yang relative pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang
Mongoloid maka sering juga dikenal dengan mongolisme. Pada tahun 1970an para
ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari kelainan yang terjadi pada anak
tersebut dengan merujuk penemu pertama kali sindrom ini dengan istilah sindrom
Down dan hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah yang sama.
1. Definisi Down Syndrome
Sindrom Down merupakan kelainan genetik yang dikenal sebagai trisomi,
karena individu yang mendapat sindrom Down memiliki kelebihan satu
kromosom. Mereka mempunyai tiga kromosom 21 dimana orang normal hanya
mempunyai dua saja. Kelebihan kromosom ini akan mengubah keseimbangan
genetik tubuh dan mengakibatkan perubahan karakteristik fisik dan kemampuan
intelektual, serta gangguan dalam fungsi fisiologi tubuh (Pathol, 2003).
Terdapat tiga tipe sindrom Down yaitu trisomi 21 reguler, translokasi dan
mosaik. Tipe pertama adalah trisomi 21 reguler. Kesemua sel dalam tubuh akan
mempunyai tiga kromosom 21. Sembilan puluh empat persen dari semua kasus
sindrom Down adalah dari tipe ini (Lancet, 2003).
Tipe yang kedua adalah translokasi. Pada tipe ini, kromosom 21 akan
berkombinasi dengan kromosom yang lain. Seringnya salah satu orang tua yang
menjadi karier kromosom yang ditranslokasi ini tidak menunjukkan karakter
penderita sindrom Down. Tipe ini merupakan 4% dari total kasus (Lancet, 2003).
Tipe ketiga adalah mosaik. Bagi tipe ini, hanya sel yang tertentu saja yang
mempunyai kelebihan kromosom 21. Dua persen adalah penderita tipe mosaik ini
dan biasanya kondisi si penderita lebih ringan (Lancet, 2003).
2. Faktor Resiko
Risiko untuk mendapat bayi dengan sindrom Down didapatkan meningkat
dengan bertambahnya usia ibu saat hamil, khususnya bagi wanita yang
hamil pada usia di atas 35 tahun. Walaubagaimanapun, wanita yang hamil pada
usia muda tidak bebas terhadap risiko mendapat bayi dengan sindrom Down.
Harus diingat bahwa kemungkinan mendapat bayi dengan sindrom Down
adalah lebih tinggi jika wanita yang hamil pernah mendapat bayi dengan
sindrom Down, atau jika adanya anggota keluarga yang terdekat yang
pernah mendapat kondisi yang sama. Walaubagaimanapun kebanyakan kasus
yang ditemukan didapatkan ibu dan bapaknya normal (Livingstone, 2006).
Berikut merupakan rasio mendapat bayi dengan sindrom Down
berdasarkan umur ibu yang hamil:
a. 20 tahun: 1 per 1,500
b. 25 tahun: 1 per 1,300
c. 30 tahun: 1 per 900
d. 35 tahun: 1 per 350
e. 40 tahun: 1 per 100
f. 45 tahun: 1 per 30
3. Penyebab
Ibu hamil dengan usia diatas 35 tahun, mempunyai risiko yang lebih tinggi
melahirkan anak dengan kelainan Down Syndrom. Dan diketahui bahwa 95%
penderita down syndrom disebabkan oleh kelebihan kromosom 21, yang
disebabkan oleh non-dysjunction kromosom yang terlibat yaitu kromosom 21. Hal
ini menyebabkan proses pembagian sel secara mitosis pemisahan kromosom 21
tidak berlaku dengan sempurna.
5 % penderita down syndrom disebabkan oleh mekanisma yang dinamakan
Translocation. Hal ini disebabkan pemindahan bahan genetik dari kromosom 14
kepada kromosom 21. Bilangan kromosomnya normal yaitu 23 pasang atau
berjumlah 46 kromosom. Untuk penyebab yang kedua ini biasanya terjadi pada
bayi yang dilahirkan dari ibu-ibu dengan umur yang terlalu muda.
4. Gejala atau Tanda
Penderita sindrom down memiliki jarak antar jari kaki yang melebar. Gejala
yang muncul akibat sindrom down dapat bervariasi mulai dari yang tidak tampak
sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang khas.
Penderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya
penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari
normal (microchephaly) dengan bagian anteroposterior kepala mendatar. Pada
bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar, mulut yang mengecil dan
lidah yang menonjol keluar (macroglossia). Seringkali mata menjadi sipit dengan
sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds). Tanda klinis pada
bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta
jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar.
Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics).
Kelainan kromosom ini juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan kerusakan
pada sistem organ yang lain. Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa
congenital heart disease. kelainan ini yang biasanya berakibat fatal karena bayi
dapat meninggal dengan cepat. Pada sistem pencernaan dapat ditemui kelainan
berupa sumbatan pada esofagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal
atresia).
Apabila anak sudah mengalami sumbatan pada organ-organ tersebut
biasanya akan diikuti muntah-muntah. Pencegahan dapat dilakukan dengan
melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil
terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah
mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40
tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka
memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi. Pada otak
penderita sindrom Down, ditemukan peningkatan rasio APP (bahasa Inggris:
amyloid precursor protein) seperti pada penderita Alzheimer.
5. Skrining
Terdapat du tipe uji yang dapat dilakukan untuk mendeteksi bayi sindrom
Down. Pertama adalah uji skrining yang terdiri daripada blood test dan/atau
sonogram. Uji kedua adalah uji diagnostik yang dapat memberi hasil pasti apakah
bayi yang dikandung menderita sindrom Down atau tidak (American College of
Nurse-Midwives, 2005).
Pada sonogram, tehnik pemeriksaan yang digunakan adalah Nuchal
Translucency (NT test). Ujian ini dilakukan pada minggu 11 – 14 kehamilan. Apa
yang diuji adalah jumlah cairan di bawah kulit pada belakang leher janin. Tujuh
daripada sepulah bayi dengan sindrom Down dapat dikenal pasti dengan tehnik
ini (American College of NurseMidwives, 2005).
Hasil ujian sonogram akan dibandingkan dengan uji darah. Pada darah ibu
hamil yang disuspek bayinya sindrom Down, apa yang diperhatikan adalah
plasma protein-A dan hormon human chorionic gonadotropin (HCG). Hasil yang
tidak normal menjadi indikasi bahwa mungkin adanya kelainan pada bayi yang
dikandung (Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER),
2011).
Terdapat beberapa uji diagnostik yang boleh dilakukan untuk mendeteksi
sindrom Down. Amniocentesis dilakukan dengan mengambil sampel air ketuban
yang kemudiannya diuji untuk menganalisa kromosom janin. Kaedah ini
dilakukan pada kehamilan di atas 15 minggu. Risiko keguguran adalah 1 per 200
kehamilan.
Chorionic villus sampling (CVS) dilakukan dengan mengambil sampel
sel dari plasenta. Sampel tersebut akan diuji untuk melihat kromosom janin.
Tehnik ini dilakukan pada kehamilan minggu kesembilan hingga 14. Resiko
keguguran adalah 1 per 100 kehamilan.
Percutaneous umbilical blood sampling(PUBS) adalah tehnik di mana
darah dari umbilikus diambil dan diuji untuk melihat kromosom janin.
Tehnik dilakukan pada kehamilan diatas 18 minggu. Tes ini dilakukan
sekiranya tehnik lain tidak berhasil memberikan hasil yang jelas. Resiko
keguguran adalah lebih tinggi (Mayo Foundation for Medical Education and
Research (MFMER), 2011).
6. Gejala Klinis
a. Gejala klinis pada sindrom ini, ditandai perkembangan lambat. Demikian
pula memperlihatkan beberapa karakteristik fisik sebagai berikut: microgenia
(dagu abnormal kecil), celah mata mengalami kemiringan pada sudut dalam
mata, otot-otot mengalami pengecilan atau hipotonia, hidung yang data, lidah
yang menonjol dan disebabkan rongga mulut mengecil, dan lidah membesar
dekat amandel atau wajah yang tampak datar, leher pendek, bintik-bintik
putih di iris dikenal sebagai bintik-bintik Brushfield, kelemahan sendi yang
berlebihan, ruang yang berlebihan antara jari kaki denga bentuk yang tidak
normal.
b. Pertumbuhan terganggu, dapat dilihat pada tinggi dan berat badan, serta
lingkar kepala lebih kecil dibanding anak-anak seusianya. Orang dewasa
dengan DS cenderung memiliki perawakan pendek dan membungkuk dengan
ketinggian rata-rata padak pria adalah 5 kaki 1 inci (154 cm) dan bagi
perempuan adalah 4 kaki 9 inci (144 cm).
c. Individu dengan sindrom Down memiliki risiko lebih tinggi untuk berbagai
kondisi , seperti: dapat mempengaruhi fungsi semua organ atau sistem tubuh
proses, sebagian besar individu dengan sindrom Down memiliki cacat
intelektual ringan (IQ 50-70) sampai sedang (IQ 35-50). Demikian pula
kemampuan berbahasa yang kurang fasih. Demikian pula mengalami
ketertinggalan dalam perkembangan keterampilan motorik dan dapat
mengganggu perkembangan kognitif. Efek dari kondisi pada pengembangan
keterampilan motorik kasar cukup bervariasi.
d. Secara umum, penderita Down Syndrome, mengalami peningkatan risiko
untuk mengembangkan epilepsi dan juga penyakit Alzheimer, penyakit
jantung bawaan, meningkatan predisposisi menderita kanker, Gangguan
hormonal tiroid, gangguan sistem pencernaan, dan infertilitas tau penurunan
kesuburan, serta gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, serta
peningkatan gangguan genetic lainnya.
7. Pencegahan Down Syndrome
Konseling Genetik maupun amniosentesis pada kehamilan yang dicurigai
akan sangat membantu mengurangi angka kejadian Sindrom Down. Dengan
Biologi Molekuler, misalnya dengan “ gene targeting “ atau yang dikenal juga
sebagai “ homologous recombination “ sebuah gen dapat dinonaktifkan.
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom
melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal
kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom
down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati
memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan
anak dengan sindrom down lebih tinggi. Sindrom down tidak bisa dicegah, karena
DS merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom.
Jumlsh kromosm 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3. Penyebabnya masih tidak
diketahui pasti, yang dapat disimpulkan sampai saat ini adalah makin tua usia ibu
makin tinggi risiko untuk terjadinya DS.
Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan, diagnosis pasti dengan analisis
kromosom dengan cara pengambilan CVS (mengambil sedikit bagian janin pada
plasenta) pada kehamilan 10-12 minggu) atau amniosentesis (pengambilan air
ketuban) pada kehamilan 14-16 minggu.
8. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk mendeteksi adanya kelainan pada kromosom, ada beberapa pemeriksaan
yang dapat membantu menegakkan diagnosa ini, antara lain:
a) Pemeriksaan fisik penderita
b) Pemeriksaan kromosom
Cara Mencegah down syndrome yang kedua adalah dengan melakukan
pemeriksaan kromosom. Melakukan pemeriksaan kromosom selama proses
kehamilan bisa menjadi salah satu cara untuk mendeteksi sedini mungkin
adanya kelainan kromosom yang mungkin terjadi yang bisa menyebabkan
down syndrome. Terlebih jika anak pertama lahir dengan down syndrome.
Melakukan pemeriksaan kromosom sendiri dengan bantuan alat
amniocetensis pada awal kehamilan bisa sangat membantu Anda mencegah
down syndrome.
c) Ultrasonografi (USG)
d) Ekokardiogram (ECG)
e) Pemeriksaan darah (Percutaneus Umbilical Blood Sampling)
f) Melakukan tes diagnostik dan skrining
Melakukan tes diagnostik dan tes krining merupakan cara mencegah down
syndrome berikutnya. Down syndrome diketahui terjadi saat proses
pembuahan karena kegagalan pembelahan kromosom yang mengakibatkan
kromosom terbelah menjadi 3 bukan 2. Adanya tes diagnostik dan tes krining
bisa menjadi salah satu cara mengetahui lebih dini adanya kelebihan
kromosom yang akan berakibat pada down syndorme sehingga
perkembangan down syndrome dapat dicegah.
g) Melakukan perawatan kehamilan
Cara Mencegah down syndrome yang pertama bisa Anda lakukan dengan
melakukan perawatan selama kehamilan. Adanya tambahan 1 kromosom
pada kromosom 21 menyebabkan anak terlahir dengan down syndrome.
Melakukan perawatan selama proses kehamilan bisa Anda lakukan dengan
makan makanan bergizi, olahraga secara teratur, menghindari rokok maupun
alkohol, menghindari paparan radiasi berbahaya seperti sinar-X maupun
bahan radioaktif lain yang dapat menyebabkan mutasi genetik.
Kehamilan yang terjadi pada usia 35 tahun memiliki resiko yang lebih besar
untuk melahirkan anak dengan down syndrome. Untuk itu, mempersiapkan
kehamilan pada usia yang lebih muda bisa menjadi salah satu cara mencegah
down syndrome.
h) Melakukan terapi gen
Cara mencegah down syndrome yang terakhir adalah dengan melakukan
terapi gen. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh tim dari University of
Massachusetts Medical School telah ditemukan bahwa terapi gen dapat
menjadi salah satu cara mencegah down syndrome dengan mematikan salah
satu dari 3 kromosom yang menjadi penyebab down syndrome.

B. Antropometri
1. Definisi Antropometri
Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya
tubuh dan metros artinya ukuran. Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh
manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan
dengan berbagai macam pengukuruan dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari
berbgai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri secara umum digunakan
untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan
ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti
lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.
Pengukuran antropometri adalah pengukuran yang dilakukan untuk
mengetahui ukuran-ukuran fisik seorang anak dengan menggunakan alat ukur
tertentu, seperti timbangan dan pita pengukur (meteran).
Pengukuran antropometri ada 2 tipe yaitu pertumbuhan, dan ukuran
komposisi tubuh yang dibagi menjadi pengukuran lemak tubuh dan massa tubuh
yang bebas lemak. Penilaian pertumbuhan merupakan komponen esensial dalam
surveilan kesehatan anak karena hampir setiap masalah yang berkaitan dengan
fisiologi, interpersonal, dan domain sosial dapat memberikan efek yang buruk
pada pertumbuhan anak. Alat yang sangat penting untuk penilaian pertumbuhan
adalah kurva pertumbuhan (growth chart) pada gambar terlampir, dilengkapi
dengan alat timbangan yang akurat, papan pengukur, stadiometer dan pita
pengukur.
Langkah-langkah Manajemen Tumbuh Kembang Anak
a. Pengukuran antropometri : berat, tinggi, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar
lengan, tebal kulit.
b. Penggunaan kurva pertumbuhan anak (KMS,NCHS)
c. Penilaian dan analisa status gizi & pertumbuhan anak
d. Penilaian perkembangan anak, dan maturasi
e. Intervensi (preventif, Promotif, Kuratif, Rehabilitatif).
Perlu ditekankan bahwa pengukuran antropometri hanyalah satu dari
sejumlah teknik-teknik yang dapat untuk menilai status gizi. Pengukuran dengan
cara-cara yang baku dilakukan beberapa kali secara berkala pada berat dan tinggi
badan, lingkaran lengan atas, lingkaran kepala, tebal lipatan kulit (skinfold)
diperlukan untuk penilaian pertumbuhan dan status gizi pada bayi dan anak.
a. Berat dan Tinggi Badan terhadap umur :
1) Pengukuran antropometri sesuai dengan cara-cara yang baku, beberapa
kali secara berkala misalnya berat badan anakdiukur tanpa baju,
mengukur panjang bayi dilakukan oleh 2 orang pemeriksa pada papan
pengukur (infantometer), tinggi badan anak diatas 2 tahun dengan berdiri
diukur dengan stadiometer.
2) Baku yang dianjurkan adalah buku NCHSsecara Internasional untuk
anak usia 0-18 tahun yang dibedakan menurut jender laki-laki dan
wanita.
3) Cara canggih yang lebih tepat untuk menetapkan obesitas pada anak
dengan kalkulasi skor Z (atau standard deviasi) dengan mengurangi nilai
berat badan yang dibagi dengan standard deviasi populasi referens. Skor
Z =atau > +2 (misalnya 2SD diatas median) dipakai sebagai indikator
obesitas.
b. Lingkar kepala, lingkar lengan, lingkaran dada diukur dengan pita pengukur
yang tidak molor. Baku Nellhaus dipakai dalam menentukan lingkaran kepala
(dikutip oleh Behrman, 1968). Sedangkan lingkaran lengan menggunakan
baku dari Wolanski, 1961 yang berturut-turut diperbaiki pada tahun 1969.
c. Tebal kulit di ukur dengan alat Skinfold caliperpada kulit lengan, subskapula
dan daerah pinggul., penting untuk menilai kegemukan. Memerlukan latihan
karena sukar melakukannya dan alatnyapun mahal (Harpenden Caliper).
Penggunaan dan interpretasinya yang terlebih penting.
d. Body Mass Index (BMI)adalah Quetelet’s index, yang telah dipakai secara
luas,yaitu berat badan(kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m2). BMI mulai
disosialisasikan untuk penilaian obesitas pada anak dalam kurva persentil
juga (lihat pada lampiran,CDC tahun 2004). Tingkat kelebihan berat badan
harus dinyatakan dengan SDdari mean (rerata) BMI untuk populasi umur
tertentu. Mean BMI juga bervariasi seperti pada berat badan normal pada
status gizi dan frekuensi kelebihan berat pada rerata BMI dan standard
deviasi yang dihitung. Misalnya anak dengan rerata BMI +1 SD di suatu
negara tidak harus sama dengan rerata BMI +1 dinegara lain.
Suatu kurva persentil dari BMI atas dasar referens populasi internasional
yang dikembangkan oleh IOTF (International Obesity Task Force) pada tahun
1997 untuk mengatasi keterbatasannya. Batas (cut off points) obesitasdalam
kaitan persentil adalah BMI 25 kg/m2 dan BMI 30kg/m2 pada orang dewasa.
2. Ruang Lingkup Antropometri
Antropometri bisa sangat luas terapannya, tergantung pada pemahaman
teoritis ilmuwan untuk mengaplikasikannya. Pemahaman teoritis ini mencangkup
paling tidak ilmu kedokteran, kesehatan, biologi, pertumbuhan, gizi, dan patologi.
Antropometri terbagi menjadi antropometri hidup dan antropometri
skeletal-subdental. Hal ini karena antropologi biologis mencangkup rentang
waktu, masa lalu dan masa kini, maka pengukuran dalam antropologi
diaplikasikan ke rangka dan gigi maupun ke badan manusia hidup. Tiga tipe
ukuran antropometri adalah ukuran vertikal, horizontal dan lingkaran. Pada
ukuran gigi, 3 ukuran penting adalah mesiodisal, bukolinual, dan tinggi mahkota.
Aplikasi antropometri mencangkup berbagai bidang karena dapat dipakai untuk
menilai status pertumbuhan, status gizi dan obesitas, identifikasi individu,
olahraga, dan lanjut usia.
Antropometri untuk identifikasi, misalnya penentuan laki-laki atau
perempuan pada sisa hayat yang hanya berupa tulang. Contohnya, diameter caput
humeri dan fosa glenoidea, dan ukuran-ukuran kepala. Bila panjang fossa
glonoidea lebih dari 32 mm, identifikasi rangka cenderung merujuk pada individu
laki-laki Antropometri pada neonatal dan anak-anak menilai status gizi dan
pertumbuhan, ukuran-ukuran yang penting adalah lingkar kepala, lingkar lengan
atas, berat badan, dan tinggi badan. Hal ini karena ukuran tersebut berkaitan
dengan pertumbuhan besar otak, maturitas tulang dan status gizi. Prinsip
pertumbuhan anak adalah cepahlocaudal dan proximodistal, contohnya,
pertumbuhan otak lebih dahulu optimal dibanding pertumbuhan organ disebelah
kaudal otak. Demikian pula truncus lebih optimal pertumbuhannya dibandingkan
tungkai. Pengetahuan ini merefleksikan mengapa ukuran lingkar kepala lebih
penting daripada lingkar paha, misalnya, dalam menilai status pertumbuhan anak.
Aplikasi antropometri sebagai metode bioantropologi ke dalam kedokteran
menjadi bermakna apabila disertai latar belakang teori yang adekuat dan intregatif
dengan cabang ilmu kedokteran, terutama faal, anatomi, dan biokimia. Dalam faal
aplikasinya berupa pengukuran kebugaran kardiovaskuler dan respirasi; dalam
anatomi berupa kebugaran musculo skeletal, dan dalam biokimia berupa
hemodinamaika. Penelitian integratif setidaknya pada keempat bidang ini akan
menghasilkan keluaran yang bermakna pada penilaina status gizi, obesitas,
pertumbuhan, menua, dan kebugaran jantung dan paru-paru dalam kedokteran
olahraga. Antropometri yang mula-mula dikembangkan para ahli antropologi
biologis untuk meneliti variasi biologis manusia, kini telah dengan luas
diaplikasikan ke bidang-bidang terkait.
3. Jenis Parameter
a. Berat Badan
Merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan
pada bayi baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan untuk mendiagnosa
bayi normal atau BBLR.
Berat badan merupakan pilihan utama karena berbagai pertimbangan:
1) Parameter yang baik, mudah terlihat perubahan dalam waktu singkat.
2) Memberi gambaran status gizi sekarang dan gambaran yang baik tentang
pertumbuhan
3) Merupakan ukuran antropometri yang sudah dipakai secara umum dan
luas.
4) Ketelitian pengukuran tidak banyak dipengaruhi oleh ketrampilan
pengukur
5) KMS (Kartu Menuju Sehat) yang digunakan sebagai alat yang baik untuk
pendidikan dan monitor kesehatan anak menggunakan juga berat badan
sebagai dasar pengisian.
Alat yang digunakan di lapangan sebaiknya memenuhi beberapa persyaratan:
1) Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat lain.
2) Mudah diperoleh dan relatif murah harganya.
3) Ketelitian penimbangan sebaiknya maksimum 0,1 kg
4) Skala mudah dibaca
5) Cukup aman untuk menimbang anak balita.
Cara menimbang/mengukur berat badan:
1) Langkah I
Gantungkan dacin pada: dahan pohon dan palang rumah atau penyangga
kaki ketiga
2) Langkah 2
Periksalah apakah dacin sudah tergantung kuat
3) Langkah 3
Sebelum dipakai, letakkan bandul geser pada angka 0 (nol)
4) Langkah 4
Pasanglah celana timbang, kotak timbang, atau sarung timbang yang
kosong pada dacin.
5) Langkah 5
Seimbangkan dacin yang sudah dibebani celana timbang
6) Langkah 6
Anak di timbang dan seimbangkan dacin
7) Langkah 7
Tentukan berat badan anak dengan membaca angka diujung bandul
geser.
8) Langkah 8
Catat hasil penimbangan di atas pada secarik kertas
9) Langkah 9
Geserlah bandul ke angka nol, letakkan batang dacin dalam tali
pengaman, setelah itu bayi baru anak dapat diturunkan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menimbang berat badan anak:
1) Pemeriksaan alat timbangan
2) Anak balita yang ditimbang
3) Keamanan
4) Pengetahuan dasar petugas.
b. Umur
Faktor umur sangat penting dalam menentukan status gizi. Menurut
Puslitbang Gizi Bogor (1980), batasan umur digunakan adalah tahun umur
penuh dan untuk anak 0-2 tahun digunakan bulan penuh. Contoh : tahun usia
penuh. Umur : 7 tahun 2 bulan dihitung 7 tahun. 6 tahun 11 bulan dihitung 6
tahun.
c. Tinggi Badan
Cara mengukur:
1) Tempelkan dengan paku mikrotoa tersebut pada dinding yang lurus datar
sehingga tepat 2 meter.
2) Lepaskan sepatu atau sandal.
3) Anak harus berdiri tegak seperti sikap siap sempurna
4) Turunkan mikrotoa sampai rapat pada kepala bagian atas, siku-siku harus
lurus menempel pada dinding.
5) Baca angka pada skala yang nampak pada lubang dalam gulungan
mikrotoa
d. Lingkar Lengan Atas
1) Baku lingkar lengan atas yang digunakan sekarang belum dapat
mendapat pengujian memadai untuk digunakan di Indonesia.
2) Kesalahan pengukuran LLA (ada berbagai tingkat ketrampilan pengukur)
relatif lebih besar dibandingkan dengan tinggi badan, mengingat batas
antara baku dengan gizi kurang, lebih sempit pada LLA dari pada tinggi
badan.
3) Lingkar lengan atas sensitif untuk suatu golongan.
Cara mengukur:
1) Yang diukur adalah pertengahan lengan atas sebelah kiri
2) Lengan dalam keadaan bergantung bebas, tidak tertutup kain atau
pakaian
3) Pita dilingkarkan pada pertengahan lengan tersebut sampai cukup terukur
keliling lingkaran lengan.
e. Lingkar Kepala
Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak praktis,
yang biasanya untuk memeriksa keadaan patologi dari besarnya kepala atau
peningkatan ukuran kepala. Lingkar kepala bayi yang baru lahir di Indonesia
rata-rata 3 cm dan di Negara maju 3,5 cm. kemudian pada usia 6 bulan
menjadi 40 cm (bertambah 1,5 cm setiap bulan). Pada umur 1 tahun lingkar
kepala mencapai 45-47 cm (bertambah 0,5 cm tiap bulan). Pada usia 3 tahun
menjadi 50 cm dan pada umur 10 tahun 53 cm.
Lingkar kepala dihubungkan dengan ukuran otak dan tulang tengkorak.
Ukuran otak pun meningkat secara cepat selama tahun pertama, tetapi besar
lingkar kepala tidak menggambarkan keadaan kesehatan dan gizi.
Bagaimanapun ukuran otak dan lapisan tulang kepala dan tengkorak dapat
bervariasi sesuai keadaan gizi.
Alat dan tehnik pengukuran: Alat yang sering digunakan dibuat dari serat
kaca (fiber glas) dengan lebar kurang dari 1 cm, fleksibel, tidak mudah patah,
pengukuran sebaiknya dibuat mendekati 1 desimal, caranya dengan
melingkarkan pita dari pertengahan dahi (frontalis) ke tulang telinga terus ke
oksipitalis.kembali ke frontalis.
Alat dan tehnik pengukuran: Alat yang sering digunakan dibuat dari serat
kaca (fiber glas) dengan lebar kurang dari 1 cm, fleksibel, tidak mudah patah,
pengukuran sebaiknya dibuat mendekati 1 desimal, caranya dengan
melingkarkan pita pada kepala.
f. Lingkar Dada
Biasanya dilakukan pada anak berumur 2-3 tahun, karena rasio lingkar kepala
dan lingkar dada sama pada umur 6 bulan. Dilakukan pada bayi/anak dalam
keadaan bernafas biasa dengan titik ukur pada areola mammae. Biasanya
dilakukan pada anak berumur 2-3 tahun, karena rasio lingkar kepala dan
lingkar dada sama pada umur 6 bulan. Setelah umur ini lingkar kepala lebih
lambat dari pada lingkar dada. Pada anak yang mengalami KEP terjadi
pertumbuhan lingkar dada yang lambat : rasio dada dan kepala < 1.
Alat dan tehnik pengukuran: Alat yang digunakan adalah pita kecil, tidak
mudah patah, biasanya terbuat dari serat kaca (fiber glass). Pengukuran
dilakukan pada garis puting susu. Masalah yang sering dijumpai adalah
mengenai akurasi pengukuran (pembaca), karena pernapasan anak yang tidak
teratur.
4. Syarat Penggunaan Antropometri
a. Alatnya mudah didapat dan digunakan, seperti dacin, pita lingkar lengan atas,
mikrotoa, dan alat pengukur panjang bayi yang dapat dibuat sendiri dirumah
b. Pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan objektif
c. Pengukuran bukan hanya dilakukan dengan tenaga khusus profesional, juga
oleh tenaga lain setelah dilatih untuk itu.
d. Biaya relatif murah
e. Hasilnya mudah disimpulkan karena mempunyai ambang batas
f. Secara alamiah diakui kebenaranya.
5. Kelemahan Antropometri dan Kelebihan Antropometri
a. Kelemahan antropometri
1) Tidak sensitive
2) Faktor diluar gizi (penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan energi)
3) Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempungaruhi
presisi, akurasi, dan validitas pengukuran antropometri gizi. Kesalahan
terjadi karena:
a) Pengukuran
b) Perubahan hasil pengukuran baik fisik maupun komposisi jaringan
c) Analisis dan asumsi yang keliru
4) Sumber kesalahan, biasanya berhubungan dengan:
a) Latihan petugas yang tidak cukup
b) Kesalahan alat atau alat tidak ditera
c) Kesulitan pengukuran.
b. Kelebihan antropometri
1) Prosedur sederhana, aman, dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel
cukup besar.
2) Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli
3) Alat murah, mudah di bawa, tahan lama, dapat di pesan dan di buat di
daerah setempat
4) Metode ini tepat dan akurat, karena dapat di bakukan
5) Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau
6) Ummumnya dapat mengidentifikasi status buruk, kurang dan baik,
karena sudah ada ambang batas jelas.
7) Dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu, atau
dari satu generasi ke generasi berikutnya.

6. Penggunaan dan Interpretasi Kurva Pertumbuhan Anak Baku (standard) NCHS


Penggunaan kurva pertumbuhan (growth chart)atau tabel NCHS sebagai
baku secara teratur merupakan alat yang paling tepat untuk menilai status gizi
pada pertumbuhan anak. Perlu difahami akan pengertian persentil dan standard
deviasi, sebagai patokan sebelum menggunakannya dilapangan. Terdapat 4
variasi kurva pertumbuhan tinggi badan terhadap umur yang harus
diklasifikasikan dalam menentukan pertumbuhan anak yang pendek yaitu
konstitusional, familial, patologis yang terjadi prenatal atau postnatal.
Pada anak adolesensi dengan memperhitungkan ukuran antropometri orang
tua (mean parental heigh Terdapat kurva khusus untuk Down’s Syndrome dan
Achondroplasia yang diusulkan untuk digunakan dalam tatalaksana di klinik
Tumbuh kembang
7. Antropometri Pada Anak Down Syndrome
Pada anak downsyndrom pertumbuhan terganggu, dapat dilihat pada tinggi
dan berat badan, serta lingkar kepala lebih kecil dibanding anak-anak seusianya.
Orang dewasa dengan down syndrom cenderung memiliki perawakan pendek dan
membungkuk dengan ketinggian rata-rata padak pria adalah 5 kaki 1 inci (154
cm) dan bagi perempuan adalah 4 kaki 9 inci (144 cm).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Down syndrome merupakan kelainan genetik yang dikenal sebagai trisomi,
karena individu yang mendapat sindrom Down memiliki kelebihan satu kromosom.
Mereka mempunyai tiga kromosom 21 dimana orang normal hanya mempunyai dua
saja.
Antropometri merupakan ukuran tubuh. Metode antropometri menjadikan
ukuran tubuh manusia sebagai alat menentukan status gizi manusia. Jenis parameter
antropometri yang harus di ukur sebagai indicator status gizi yaiti :
1. Umur
2. Berat badan
3. Tinggi badan
4. Lingkar lengan atas (LiLA)
5. Lingkar kepala
6. Lingkar dada
Pada anak downsyndrom pertumbuhan terganggu, dapat dilihat pada tinggi dan
berat badan, serta lingkar kepala lebih kecil dibanding anak-anak seusianya. Orang
dewasa dengan down syndrom cenderung memiliki perawakan pendek dan
membungkuk dengan ketinggian rata-rata padak pria adalah 5 kaki 1 inci (154 cm)
dan bagi perempuan adalah 4 kaki 9 inci (144 cm).

B. Saran
1. Agar petugas lebih terampil dan teliti dalam memberikan pelayanan pengukuran
antropometri pada anak down syndrome
2. Agar petugas mempelajari beda perlakuan pengukuran antropometri pada anak
down syndrome
DAFTAR PUSTAKA

Djitowiyono,Sugeng.2010.Asuhan Keperawatan Neonatus dan Anak.Yogyakarta : Nuha


Medika.

Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak ( untuk perawat dan bidan), Edisi
Pertama. Jakarta : Salemba Medika

Smeltzer,Suzanne C.2002.Keperawatan Medikal Bedah.volume1Jakarta:EGC

Soetjiningsih. 2005. Tumbuh Kembang pada Anak. Jakarta : EGC

Wong, Donna L.2003.Keperawatan Pediatrik.Edisi 4.Jakarta:EGC

http://www.growthcharts.com/charts/DS/charts.htm

Anda mungkin juga menyukai