Anda di halaman 1dari 63

MAKALAH ASKEB NEONATUS DAN BBL

PENYULIT DAN KOMPLIKASI PADA NEONATUS, BAYI DAN BALITA

“NEONATUS DENGAN KELAINAN BAWAAN’’

Disusun Oleh :

Nama : Nafa Putri

Lokal/NIM : IIB/194210404

Dosen : YOSI SEFRINA S.ST, M.Keb

PRODI DIII KEBIDANAN BUKITTINGGI

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

2020/2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dankarunia-Nya sehinggapenulis dapat menyelesaikan makalahdengan judul:‘’neonatus
dengan kelainan bawaan’’.Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
di D-III Kebidanan BukittingiPoltekkesKemenkes RI Padang. Pada penulisan makalah ini,
penulis telah banyak mendapat bantuan, dorongan, petunjuk dan bimbingan dari berbagai
pihak.

Oleh karena itu, izinkan penulismengucapkan rasa hormat dan terimakasih kepada Ibu YOSI
SEFRINA, S.ST, M.Keb. selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah Asuhan Kebidanan
neonatus dan BBL dan rekan-rekan yang telah berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.
Mudah-mudahan Allah SWT membalas segala bantuan yang telah diberikan dengan pahala
yang berlipat ganda.Aamiin.

Makalah ini masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun
materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki. Untuk untuk kritik dan saran dari semua
pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Payakumbuh, 02 Oktober 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii

BAB I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Penulisan 1
BAB II. Tinjauan Teoritis
2.1 Labioskhiziz 2
2.2 Labiopalatoskhiziz 7
2.3 Atresia esofagus 13
2.4 Atresia Rekti 16
2.5 Atresia Ani 19
2.6 Hisprung 22
2.7 Omfalokel 26
2.8 Hernia Diafragma 32
2.9 Meningokel 33
2.10 Ensefalokel 37
2.11 Hidrocephalus 40
2.12 Fimosis 49
2.13 Hiposfadia 53

BAB III.Penutup
3.1 Kesimpulan 58
3.2 Saran 58
Daftar Pustaka 59
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Anak merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap pasangan.
Setiap manusia tau pasangan tentunya ingin memiliki anak yang sempurna baik secara fisik
maupun psikis. Namun kenyataannya masih banyak kita jumpai bayi yang dilahirkan dalam
keadaan cacat bawaan/kelainan kongenital.

Kelainan kongenital adalah kelainan dalam pertumbuhan janin yang terjadi sejak
konsepsi dan selama dalam kandungan. Diperkirakan 10-20% kematian janin dalam
kandungan dan kematian neonatal disebabkan oleh kelainan kongenital. Khususnya pada bayi
berat badan rendah diperkirakan 20% diantaranya meninggal karena kelainan kongenital
dalam minggu pertama kehidupannya.

1.2. Tujuan Penulisan

 Dapat mengetahui apa itu Labioskhiziz


 Dapat mengetahui apa itu Labiospalatokhiziz
 Dapat mengetahui apa itu Atresia esofagus
 Dapat mengetahui apa itu atresia rekti
 Dapat mengetahui apa itu atresia ani
 Dapat mengetahui apa itu Hisprung
 Dapat mengetahui apa itu Omfalokel
 Dapat mengetahui apa itu Diaframatika
 Dapat menetahui apa itu Meningokel
 Dapat menetahui apa itu Ensefalakel
 Dapat mengetahui apa itu Hidrocephalus
 Dapat mengetahui apa itu Fimosis
 Dapat mengetahui apa itu Hipospadia

1
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 LABIOSKHIZIZ

A. PENGERTIAN

Labioskizis adalah kelainan congenital sumbing yang terjadi akibat kegagalan fusi
atau penyatuan prominen maksilaris dengan prominen nasalis medial yang dilikuti disrupsi
kedua bibir, rahang dan palatum anterior. Sedangkan Palatoskizis adalah kelainan congenital
sumbing akibat kegagalan fusi palatum pada garis tengah dan kegagalan fusi dengan septum
nasi.
Labioskizis atau cleft lip atau bibir sumbing adalah suatu kondisi dimana terdapatnya
celah pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa takik kecil pada
bahagian bibir yang berwarna sampai pada pemisahan komplit satu atau dua sisi bibir
memanjang dari
bibir ke hidung.

B. Etiologi

Umumnya kelainan kongenital ini berdiri sendiri dan penyebabnya tidak diketahui
dengan jelas. Selain itu dikenal dengan beberapa syndrom atau malformasi yang disertai
adanya sumbing bibir, sumbing palatum atau keduanya yang disebut kelompok syndrom
clefts dan kelompok sumbing yang berdiri sendiri non syndromik clefts.
Beberapa cindromik clefts adalah sumbing yang terjadi pada kelainan kromosom
( trysomit 13, 18, atau 21 ) mutasi genetik atau kejadian sumbing yang berhubungan dengan
akobat toksisitas selama kehamilan ( kecanduan alkohol ), terapi fenitoin, infeksi rubella,
sumbing yang ditemukan pada syndrom pierrerobin, penyebab non sindromik clefts dafat
bersifat multifaktorial seperti masalah genetik dan pengaruh lingkungan.

2
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing. faktor tersebut antara lain
yaitu :

1. Faktor Genetik atau keturunan Dimana material genetic dalam kromosom


yang mempengaruhi/. Dimana dapat terjadi karena adanya mutasi gen ataupun kelainan
kromosom. Pada setiap sel yang normal mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22
pasang kromosom non-sex (kromosom 1 s/d 22 ) dan 1 pasang kromosom sex ( kromosom X
dan Y ) yang menentukan jenis kelamin. Pada penderita bibir sumbing terjadi Trisomi 13 atau
Sindroma Patau dimana ada 3 untai kromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah
total kromosom pada tiap selnya adalah 47. Jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan
bibir sumbing akan menyebabkan gangguan berat pada perkembangan otak, jantung, dan
ginjal. Namun kelainan ini sangat jarang terjadi dengan frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi
yang lahir.

2. Kurang Nutrisi contohnya defisiensi Zn dan B6, vitamin C pada waktu


hamil, kekuranganasam folat.

3. Radiasi

4. Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama.

5. Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya seperti infeksi rubella dan
sifilis, toxoplasmosis dan klamidia.

6. Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal, akibat toksisitas
selama kehamilan, misalnya kecanduan alkohol, terapi penitonin.

7. Multifaktoral dan mutasi genetic.

8. Diplasia ektodermal

9. Syndrome atau malformasi yang disertai adanya sumbing bibir, sumbing


palatum atau keduanya disebut kelompok syndrome cleft dan kelompok sumbing yang
berdiri sendiri non syndromik clefts.

10. Beberapa syndromik cleft adalah sumbing yang terjadi pada kelainan kromosom
(trysomit 13, 18 atau 21) mutasi genetik atau kejadian sumbing yang berhubungan dengan
akibat toksikosis selama kehamilan (kecanduan alkohol, terapi fenitoin, infeksi rubella,
sumbing yang ditemukan pada syndrome peirrerobin

3
C. Tanda dan gejala

Ada beberapa gejala dari bibir sumbing yaitu :


1. Terjadi pemisahan langit-langut
2. Terjadi pemisahan bibir
3. Terjadi pemisahan bibir dan langit-langit
4. Infeksi telinga berulang, berat badan tidak bertambah
5. Pada bayi tidak terjadi regurgitas nasal ketika menyusui yaitu keluarnya air susu dari
hidung.

D. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik daerah wajah. Labioskizis


dapat terjadi dalam beberapa derajat malforasi, mulai dari takik ringan pada tepi bibir
dikanan/kiri garis tengah, hingga sumbing lengkap menjalar sampai ke hidung. Terdapat
variasi lanjutan yang melibatkan sumbing palatum.
Labipalatoskizis merupakan deformitas yang dibedakan menjadi 4 tingkatan/ derajat
yaitu derajat 1 (sumbing palatum mole) derajat 2 (sumbing palatum durum dan mole), derajat
3 (derajat unilateral total) dan derajat 4 (sumbing bilateral total). Bayi yang mengalam
labiopalatoskizis sering mengalami gangguan makan dan bicara. Regurgitasi makanan dapat
menimbulkan masalah pernafasan, iritasi paru dan infeksi pernafasan kronis. Pembedahan
umum sebelum anak mulai berbicara, pembedahan ulang pada usia 15 bulan. Sumbing bibir
(labioskizis) tidak banyak gangguan dan bayi masih bisa minum dengan dot. Sumbing
palatum (palatoskizis) sering menumbulkan bayi sukar minum, bahaya tersedak yang dapat
menyebabkan terjadinya aspirasi, infeksi pernafasan dan gangguan pertumbuhan.

E. Penatalaksanaan

Penanganan untuk bibir sumbing adalah dengan cara operasi. Operasi ini dilakukan
setelah bayi berusia 2 bulan, dengan berat badan yang meningkat, dan bebas dari infeksi oral
pada saluran napas dan sistemik. Dalam beberapa buku dikatakan juga untuk melakukan
operasi bibir sumbing dilakukan hukum Sepuluh (rules of Ten) yaitu, Berat badan bayi
minimal 10 pon, Kadar Hb 10 g%, dan usianya minimal 10 minggu dan kadar leukosit
minimal 10.000/ui.

4
Ada tiga tahap penatalaksanaan labioschisis yaitu :

1. Tahap sebelum operasi

Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh bayi menerima
tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari keseimbangan berat badan yang dicapai
dan usia yang memadai. Patokan yang biasa dipakai adalah rule of ten meliputi berat badan
lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg , Hb lebih dari 10 gr % dan usia lebih dari 10 minggu
, jika bayi belum mencapai rule of ten ada beberapa nasehat yang harus diberikan pada orang
tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah parah. Misalnya memberi
minum harus dengan dot khusus dimana ketika dot dibalik susu dapat memancar keluar
sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat bayi
tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan gizi menjadi tidak cukup, jika dot
dengan besar lubang khusus ini tidak tersedia bayi cukup diberi minum dengan bantuan
sendok secara perlahan dalam posisi setengah duduk atau tegak untuk menghindari masuknya
susu melewati langit-langit yang terbelah.
Selain itu celah pada bibir harus direkatkan dengan menggunakan plester khusus non
alergenik untuk menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh akibat proses
tumbuh kembang yang menyebabkan menonjolnya gusi kearah depan (protrusio pre maxilla)
akibat dorongan lidah pada prolabium , karena jika hal ini terjadi tindakan koreksi pada saat
operasi akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir yang didapat tidak sempurna.
Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai waktu operasi tiba.

2. Tahap sewaktu operasi

Tahapan selanjutnya adalah tahapan operasi, pada saat ini yang diperhatikan adalah
soal kesiapan tubuh si bayi menerima perlakuan operasi, hal ini hanya bisa diputuskan oleh
seorang ahli bedah Usia optimal untuk operasi bibir sumbing ( labioplasty ) adalah usia 3
bulan. Usia ini dipilih mengingat pengucapan bahasa bibir dimulai pada usia 5-6 bulan
sehingga jika koreksi pada bibir lebih dari usia tersebut maka pengucapan huruf bibir sudah
terlanjur salah sehingga kalau dilakukan operasi pengucapan huruf bibir tetap menjadi kurang
sempurna.
Operasi untuk langit-langit ( palatoplasty ) optimal pada usia 18 – 20 bulan mengingat
anak aktif bicara usia 2 tahun dan sebelum anak masuk sekolah.Palatoplasty dilakukan sedini
mungkin ( 15-24 bulan ) sebelum anak mulai bicara lengkap sehingga pusat bicara di otak
belum membentuk cara bicara. Kalau operasi dikerjakan terlambat, sering hasil operasi dalam
hal kemampuan mengeluarkan suara normal atau tidak sengau sulit dicapai. Operasi yang
dilakukan sesudah usia 2 tahun harus diikuti dengan tindakan speech teraphykarena jika
tidak, setelah operasi suara sengau pada saat bicara tetap terjadi karena anak sudah terbiasa
melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada
posisi yang salah. Bila gusi juga terbelah ( gnatoschizis ) kelainannya
menjadi
labiognatopalatoschizis, koreksi untuk gusi dilakukan pada saat usia 8–9 tahun bekerja sama
dengan dokter gigi ahli ortodonsi.

5
3. Tahap setelah operasi.

Tahap selanjutnya adalah tahap setelah operasi, penatalaksanaanya tergantung dari


tiap-tiap jenis operasi yang dilakukan, biasanya dokter bedah yang menangani
akan memberikan instruksi pada orang tua pasien misalnya setelah operasi bibir sumbing luka
bekas operasi dibiarkan terbuka dan tetap menggunakan sendok atau dot khusus untuk
memberikan minum bayi. Banyaknya penderita bibir sumbing yang datang ketika usia sudah
melebihi batas usia optimal untuk operasi membuat operasi hanya untuk keperluan kosmetika
saja sedangkan secara fisiologis tidak tercapai, fungsi bicara tetap terganggu seperti sengau
dan lafalisasi beberapa huruf tetap tidak sempurna, tindakan speech teraphy pun tidak banyak
bermanfaat.

I. Perawatan
 Menyusu ibu
Menyusui adalah metode pemberian makan terbaik untuk seorang bayi dengan
bibir sumbing tidak menghambat pengisapan susu ibu. Ibu dapat mencoba sedikit
menekan payudara untuk mengeluarkan susu. Dapat juga menggunakan pompa
payudara untuk mengeluarkan susu dan memberikannya kepda bayi dengan
menggunakan botol setelah dioperasi, karena bayi tidak menyusu sampai 6 minggu.
 Menggunakan alat khusus, seperti :
 Dot domba (dot yang besar, ujung halus dengan lubang besar) yaitu suatu dot yang
diberi
pegangan yang menutupi sumbing udara bocor disekitar sumbing dan makanan dimuntahkan
melalui hidung, atau hanya dot biasa dengan lubang besar.
 Dapat juga diberikan dengan menggunakan botol peras, dengan cara memeras botol,
maka
susu dapat didorong jatuh di bagian belakang mulut hingga dapat dihisap bayi.
 Ortodonsi, yakni pemberian plat/dibuat okulator untuk menutup sementara celah
palatum
agar memudahkan pemberian minum dan sekaligus mengurangi deformitas palatum sebelum
dapat dilakukan tindakan bedah definitif.
 Posisi mendekati duduk dengan aliran yang langsung menuju bagian sisi atau belakang
lidah
bayi, kemudian bayi ditepuk-tepuk pada punggungnya berkali-kali secara lembut
untuk mengeluarkan udara/bayi disendawakan, dikarenakan bayi dengan sumbing pada
bibirnya cenderung untuk menelan banyak udara. Periksalah bagian bawah hidung dengan
teratur, kadang-kadang luka terbentuk pada bagian pemisah lubang hidung, hal ini suatu
kondisi yang sangat sakit dapat membuat bayi menolak menyusu. Jika hal ini terjadi arahkan
dot ke bagian sisi mulut untuk memberikan kesempatan pada kulit yang lembut tersebut
untuk sembuh.
6

2.2 LABIOPALATOSKHIZIZ

A. Pengertian

LabioPalatoskisis adalah suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut, palatosisis
(sumbing palatum), dan labiosisis (sumbing pada bibir) yang terjadi akibat gagalnya jaringan
lunak (struktur tulang) untuk menyatu selama perkembangan embroil. (Aziz Alimul Hidayat,
2006)
LabioPalatoskisis adalah penyakit congenital anomaly yang berupa adanya kelainan
bentuk pada struktur wajah.(Suriadi, S.Kp. 2001)
Labiopalatoskisis adalah kelainan congenital pada bibir dan langit-langit yang dapat
terjadi secara terpisah atau bersamaan yang disebabkan oleh kegagalan atau penyatuan
struktur fasial embrionik yang tidak lengkap. Kelainan ini cenderung bersifat diturunkan
(hereditary), tetapi dapat terjadi akibat faktor non-genetik.
Labiopalatoschizis adalah suatu kondisi dimana terdapat celah pada bibir atas diantara
mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa celah kecil pada bagian bibir yang berwarna
sampai pada pemisahan komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari bibir ke
hidung. Kelainan ini terjadi karena adanya gangguan pada kehamilan trimester
pertama yang menyebabkan terganggunya proses tumbuh kembang janin. Faktor yang
diduga dapat menyebabkan terjadinya kelainan ini adalah kekurangan nutrisi, stress pada
kehamilan, trauma dan factor genetic..
Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan
oleh kegagalan penyatuan susunan palate pada masa kehamilan 7-12 minggu. Komplikasi
potensial meliputi infeksi, otitis media, dan kehilangan pendengaran.

B. Etiologi

1. Faktor Genetik
Merupakan penyebab beberapa palatoschizis, tetapi tidak dapat ditentukan
dengan pasti karena berkaitan dengan gen kedua orang tua. Diseluruh dunia ditemukan
hampir 25 – 30 % penderita labio palatoscizhis terjadi karena faktor herediter. Faktor
dominan dan resesif dalam gen merupakan manifestasi genetik yang menyebabkan
terjadinya labio palatoschizis. Faktor genetik yang menyebabkan celah bibir dan palatum
merupakan manifestasi yang kurang potensial dalam penyatuan beberapa bagian kontak.

2. Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional, baik kualitas
maupun kuantitas

 Asam folat
 Vitamin C
 Zn
3. Apabila pada kehamilan, ibu kurang mengkonsumsi asam folat, vitamin C dan Zn dapat
berpengaruh pada janin. Karena zat - zat tersebut dibutuhkan dalam tumbuh kembang
organ selama masa embrional. Selain itu gangguan sirkulasi foto maternal juga
berpengaruh terhadap tumbuh kembang organ selama masa embrional.

4. Pengaruh obat teratogenik.Yang termasuk obat teratogenik adalah:


- Jamu.
Mengkonsumsi jamu pada waktu kehamilan dapat berpengaruh pada janin, terutama
terjadinya labio palatoschizis. Akan tetapi jenis jamu apa yang menyebabkan
kelainan kongenital ini masih belum jelas. Masih ada penelitian lebih lanjut
- Kontrasepsi hormonal.
Pada ibu hamil yang masih mengkonsumsi kontrasepsi hormonal, terutama untuk
hormon estrogen yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya hipertensi sehingga
berpengaruh pada janin, karena akan terjadi gangguan sirkulasi fotomaternal.
- Obat – obatan yang dapat menyebabkan kelainan kongenital terutama labio
palatoschizis. Obat – obatan itu antara lain :

~ Talidomid, diazepam (obat – obat penenang)


~ Aspirin (Obat – obat analgetika)
~ Kosmetika yang mengandung merkuri & timah hitam (cream
pemutih)
- Faktor lingkungan. Beberapa faktor lingkungan yang dapat menyebabkan Labio
palatoschizis, yaitu:
~ Zat kimia (rokok dan alkohol). Pada ibu hamil yang masih
mengkonsumsi rokok dan alkohol dapat berakibat terjadi kelainan
kongenital karena zat toksik yang terkandung pada rokok dan alkohol
yang dapat mengganggu pertumbuhan organ selama masa embrional.
~ Gangguan metabolik (DM). Untuk ibu hamil yang mempunyai
penyakit diabetessangat rentan terjadi kelainan kongenital, karena dapat
menyebabkan gangguan sirkulasi fetomaternal. Kadar gula dalam darah
yang tinggi dapat berpengaruh padatumbuh kembang organ selama masa
embrional.h
~ Penyinaran radioaktif. Untuk ibu hamil pada trimester pertama
tidak dianjurkan terapi penyinaran radioaktif, karena radiasi dari terapi
tersebut dapat mengganggu proses tumbuh kembang organ selama masa
embrional.
- Infeksi, khususnya virus (toxoplasma) dan klamidial . Ibu hamil yang terinfeksi virus
(toxoplasma) berpengaruh pada janin sehingga dapat berpengaruh terjadinya
kelainan kongenital terutama labio palatoschizis.
8

C. Tanda dan gejala


Bibir sumbing dapat dideteksi dengan USG prenatal mulai dari bulan ke-4 kehamilan. Jika
tidak, bibir sumbing dan celah langit-langit biasanya segera diidentifikasi selama
pemeriksaan pertama bayi setelah lahir. Tingkat keparahan gejala dapat sangat bervariasi.
Celah Langit-langit 
Sumbing mengacu pada kondisi di mana langit-langit (atap mulut) tidak benar ditutup,
mungkin meninggalkan pembukaan yang meluas ke rongga hidung. Seperti membuka dapat
muncul di depan mulut (langit-langit keras) dan bagian ke arah tenggorokan (langit-langit
lunak), atau bisa ada lubang besar yang membentang dari langit-langit keras untuk langit-
langit lunak.
Celah Langit-langit Submucous 
Sumbing submukosa mengacu sumbing langit-langit yang mempengaruhi hanya langit-langit
lembut. Jenis langit-langit sering kurang terlihat dan tidak dapat dideteksi sejak lahir. Tanda-
tanda dan gejala sumbing submukosa umum termasuk:
 Kesulitan memberi makan
 Kesulitan menelan (cairan atau makanan dapat keluar dari hidung)
 Bicara Berbunyi Sengau
 Infeksi Telinga Selamanya 
Bibir Sumbing 
Bibir sumbing mengacu cacat bibir di mana bibir atas tidak dibentuk dengan benar selama
perkembangan janin. Tingkat cacat dapat sangat bervariasi, dari yang relatif ringan (takik
kecil di bibir atas) sampai yang sangat berat (celah yang terbuka dari bibir atas dan meluas
melalui hidung ke bagian belakang mulut). Sebuah celah di satu sisi (kiri atau kanan) dari
bibir disebut "unilateral"; celah yang melibatkan kedua sisi bibir disebut "bilateral". Sebuah
celah yang memanjang ke dalam hidung disebut "lengkap"; jika tidak, hal itu disebut "tidak
lengkap".
D. Diagnosis
palatoskizis dapat terlihat dengan mudah pada saat lahir dan merupakan defek pada
bayi yang menimbulkan reaksi emosional yang berat bagi orangtuannya.Palatoskizis dapat
terjadi sebagai defek yang terpisah atau menyertai plabioskizis.Palatoskizis mungkin tidak
dapat dideteksi jika tidak dilakukan pemeriksaan yang cermat unutk menilai rongga mulut
bayi.Deformitas dapat dikenali dengan meletakkan langsung jari tangan pemeriksa pada
palatum.Celah pada palatum durum membentuk lubang yang kontinu antara mulut dan
kavum nasi. Instensitas palatoskizis akan memberikan dampak pada proses penyusu. Bayi
tidak mampu menghasilkan tekanan negatif dalam kavum oral yang memeberikan kepadanya
kemampuan mengisap air susu. Pada kebanyakan kasus kemampuan bayi untuk menelan
masih normal.

E. Penatalaksanaan

Tujuan dan intervensi bedah dan pembedahan adalah memulihkan struktur anatomi,

mengoreksi cacat dan memungkinkan anak mempunyai fungsi yang normal dalam menelan,
bernapas dan berbicara. Pembedahan biasanya dilakukan ketika anak berumur ± 3 bulan,
tetapi
pada beberapa rumah sakit dilakukan segera setelah lahir.
a. Manajemen perawatan celah bibir
 Perawatan pra bedah

1) Pemberian makan
Pemberian makan pertama kali sukar, tetapi tergantung pada derajat deformitas yang
dialami pada kasus ringan, ada kemungkinan memberi ASI langsung kepada bayi.
Jika tidak, pemberian susu botol mudah dilakukan. Akan tetapi, bila menghisap susu
dari botol sulit dilakukan bayi, makanan dapat diberikan menggunakan sendok atau
biarkan bayi menghisap dari sendok.
- Bila celah bibir tidak disertai celah palatum, bayi hanya mengalami sedikit
kesukaran dalam makan atau sama sekali tidak kesukaran.
- Jika celah bibir disertai celah palatum, bayi mengalami masalah bukan saja
dalam menelan tetapi juga dalam menghisap karena palatum yang lengkap dan
utuh diperlukan untuk memanifulasi puting dan menghisap ASI. Regurgitasi ASI
melalui hidung menimbulkan masalah lain yang membahayakan. Inhalasi ASI
harus dicegah dengan mempersiapkan penyedot setiap saat. Pemenuhan
kebutuhan nutrisi adekuat penting agar menjamin bahwa bayi dalam keadaan
fisik yang baik, mengalami kenaikan BB dan tidak mengalami anemia. Bila
dijumpai adanya anemia, harus ditangani kapan saja terjadi.

2) Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik sebagai profilaksis bertujuan menjamin bahwa pada masa
pascabedah, anak tidak mengalami bahaya yang disebabkan oleh mikroorganisme
yang telah ada ataupun yang masuk selama masa bedah dan pascabedah .

3) Persiapan Prabedah
Prinsip manajemen prabedah bertujuan mencapai atau mempertahankan status
fisik yang menjamin bahwa anak mampu mengatasi trauma akibat intervensi bedah.
Tujuan selanjutnya adalah menghilangkan atau mengurangi terjadinya komplikasi
selama atau setelah pembedahan melalui antisipasi yang saksama dan pengobatan
yang tepat.
4) Perawatan pascabedah
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat merawat anak yang sudah selesai
mengalami operasi perbaikan celah bibir meliputi

10

a. Imobilisasi lengan merupakan aspek penting perawatan, untuk mencegah bayi


menyentuh garis jahitan
b. Sedasi, anak yang menangis dapat mengingkatkan tegangan pada garis jahitan.
Pemberian sedasi sering kali dianjurkan untuk mengurangi tegangan, walaupun
tegangan sudah dikurangi dengan mengenakan peralatan seperti busur logam
c. Pembalutan garis sedasi, biasanya jahitan sudah dibuka antar hari ke-5 dan ke-8.
Garis jahitan biasanya ditinggal tanpa penutup dan kebersihan dipertahankan
dengan mengelap area tersebut dengan air steril atau salin normal setelah selesai
makan.
d. Pemberian makan dapat segera dimulai setelah bayi sadar dan refleks menelan
positif.

b. Manajemen perawatan celah palatum


Saat optimum untuk operasi perbaikan celah palatum tetap merupakan masalah
konvensional. Tindakan pembedahan umumnya dilakukan sebelum anak mulai
berbicara. Sebagian besar ahli bedah plastik melakukan pembedahan diantara usia 15
dan 18 bulan tetapi beberapa berpendapat bahwa operasi harus ditunda sampai usia 7
tahun untuk memungkinkan perkembangan tulang wajah secara lengkap. Operasi lebih
baik dilakukan oleh ahli bedah dengan pengalaman khusus dalam pekerjaan ini. Infeksi
luka harus dicegah dengan antibiotik yang sesuai.
Pemberian makan dapat merupakan masalah yang sulit pada anak tersebut,
karena adanya lubang antara rongga mulut dan hidung. Namun, pemberian ASI dapat
dilakukan pada sebagian besar kasus. Bila pemberian ASI tidak dapat dilakukan secara
langsung, sebaiknya digunakan puting karet besar yang menutup sebagian lubang
palatum. Pembesaran lubang puting karet dapat menolong banyak anak penderita celah
palatum. Banyak percobaan yang mungkin diperlukan untuk membentuk kebiasaan
makan yang benar. Terkadang, penggunaan pipet mengatasi masalah pemberian makan.
Pemberian makan melalui sonde harus dihindari karena akan menghalangi penggunaan
otot orofaring Diet pascabedah langsung harus terdiri atas cairan jernih, seperti
minuman glukosa. Sekali diberikan diet normal harus terdiri atas makanan lunak disusul
dengan air steril. Makanan keras dan manisan harus diberikan selama 2/3 minggu
setelah pembedahan. Pengangkatan jahitan biasanya dilakukan di kamar bedah dibawah
sedasi diantara hari ke-8 atau ke-10 Bila kemampuan bicara anak tidak berkembang
secara memuaskan, berikan terapi wicara. Ahli terapi wicara harus dijadikan sumber
konsultasi pada semua kasus dan rencana disusun untuk memastikan perkembangan bicara
yang adekuat. Kuantitas pengobatan atau latihan yang akan diberikan oleh seorang ahli terapi
wicara terbatas, sehingga beban utama ditanggung oleh ibu. Oleh sebab itu, baik ibu maupun
anak harus ambil bagian dalam pelajaran ini dengan ahli terapi wicara sehingga
ibu dapat melanjutkan terapi dirumah. Melalui latihan yang cermat, ada kemungkinan bagi
anak untuk mencapai tingkat bercakap yang memungkinkan anak untuk berkomunikasi bebas
dengan orang lain pasa saat mulai sekolah. Orang tua memerlukan dukungan dan banyak
dari unit celah palatum menyimpan album foto gambaran sebelum dan sesudah dari
kasus yang berhasil untuk memperlihatkan kepada orang tua dan menenteramkannya
bahwa bayinya akan terlihat baik setelah operasi.

11

c. Pemberian makan dan minum


Pemberian makan dan minum pada pasien dengan labioschisis dan palatoschisis
bertujuan untuk membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit
sesuai program pengobatan.
12

2.3 Atresia Esophagus

A. Pengertian Atresia Esophagus

Atresia esophagus adalah


malformasi yang disebabkan
oleh kegagalan esophagus
untuk melakukan pasase
yang kontinu, esophagus
mungkin tidak membentuk
sambungan dengan trakea
(fistula trajeoesofagus).

Menurut [ CITATION Sol11 \l 1033 ] ada berbagai tipe kelainan esophagus adalah
sebagai berikut :
1. Tipe A (5-8%), kantong buntu disetiap esofagus, terpisah jauh, dan tanpa
hubungan ke trakea. Kedua ujung esofagus terpisah 1 cm atau lebih.
2. Tipe B (jarang) kantong buntu disetiap esofagus dengan fistula dari trakea
kesegmen esofagus bagian atas, dimana esofagus bagian bawah tidak
mempunyai hubungan dengan trakea, kantong bagian bawah sangat pendek
dan hanya menonjol sedikit diatas diafragma.
3. Tipe C (80-95%), segmen esofagus proksimal berakhir pada kantong buntu
dan segmen distl dihubungkan ke trakea atau bronkus primer dengan fistula
pada atau dekat bifurkasi dimana hanya kantong bagian atas yang
berhubungan dengan trakea.
4. Tipe D (jarang) kedua segmen esofagus atas dan bawah dihubungkan
ketrakea.
5. Tipe E (lebih jarang disbanding A atau C), trakea dan esofagus normal
diubungkan dengan fistula umum.

13

B. Etiologi Atresia Esophagus


Ateresia esophagus terjadi sekitar 1 dari 4.425 kelahiran hidup.Menurut
[ CITATION Sol11 \l 1033 ] Penyakit ini, secara embriologis anomaly ini terjadi
akibat :
1. Diferensiasi usus depan yang tidak sempurna dalam memisahkan diri masing-
masing untuk menjadi esophagus dan trachea.
2. Perkembangan sel entodermal yang tidak lengkap sehingga menyebabkan
terjadinya atresia.
3. Perlekatan dinding lateral usus depan yang tidak sempurna sehingga terjadi
fistula tracheosofagus. Faktor genetic tidak berperan dalam pathogenesis
kelainan ini. [ CITATION Ren05 \l 1033 ]

C. Tanda dan Gejala Atresia Esophagus


Adanya penemuan khas terlihat pada jam-jam awal kehidupan, dan penentuan
penyakit harus dibuat sebelum diberikan makanan pertama[ CITATION Ren05 \l 1033
]. Tanda ataupun gejala dapat berupa :
1. Salivasi yang berlebihan dimana saliva cenderung mengalir dari mulut dalam
bentuk seperti buih
2. Apabila diusahakan pemberian makanan maka akan terjadi batuk dan
sumbatan, kesukaran bernapas dan ditemukan sianosis.
3. Terdapat kesukaran pemberian makanan yang mengarah pneumonia aspirasi,
walaupun demikian hal ini jarang terbukti mencapai 2-3 hari setelah
dimulainya pemberian makanan
4. Dapat terjadi pneumonitis yang disebabkan kerusakan akibat refluks cairan
lambung melalui kantong bagian bawah.
D. Diagnosis
Dalam pemeriksaan USG pada usia kehamilan sekitar 26 mingu ditemukan
polyhidramnion tetapi pembesaran perut ibu tidak sesuai dengan umur kehamilan
(lebih kecil). Kesulitan memasukkan kateter ke dalam lambung akan memperkuat
kecurigaan. Kateter biasanya berhenti mendadak pada 10-11 cm dari garis gusi
atas, dan gambaran rontgen menunjukkan kateter menggulung di kantong
esophagus atas.

14
Kadang-kadang, pada foto rontgen polos dada terlihat esophagus melebar dengan
udara di dalamnya.Adanya udara dalam perut menunjukkan fistula diantara trakea
dan esophagus distal. Media kontras yang digunakan pada foto rontgen
seharusnya larut dalam air ; jumlah kurang dari 1 ml yang diberikan di bawah
pengamatan fluoroskopi cukup untuk memberikan gambaran kebuntuan kantong
bagian atas. Gambaran video esophagus, saat pengisian bahan kontras, biasanya
efektif.Lubang fistula pada trakea mungkin dapat ditemukan dengan
bronkoskopi.Pencarian malformasi yang menyertai dengan teliti harus
dilakukan.Banyak orang menganjurkan ultrasonografi jantung praoperatif untuk
mendeteksi yang cukup berat.[ CITATION Beh02 \l 1033 ]

E. Penatalaksanaan Atresia Esophagus


1. Pada anak segera dipasangkan kateter ke dalam esophagus dan bila mungkin
dilakukan penghisapan terus-menerus.
2. Pemberian antibiotic pada kasus dengan resiko infeksi

Kadang-kadang keadaan bayi memerlukan tindakan bedah dalam 2 tahap, tahappertama


berupa pengikatan fistula serta pemasangan pipa gastrostomi untuk pemberian makanan,
tahap kedua berupa tindakan anastomosis kedua ujung esophagus.
15

2.4 ATRESIA REKTI


A. Definisi

Atresia ani adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang
untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat
kehamilan. Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal,
adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna,
termasuk Agenesis ani, Agenesis rekti dan Atresia rekti. Insiden 1 : 5000 kelahiran
yang dapat muncul sebagai penyakit tersering yang merupakan syndrom VACTRERL
( Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb). Dalam asuhan neonatus tidak
sedikit dijumpai adanya kelainan cacat kongenital pada anus dimana anus tidak
mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan
kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah
terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang
cermat atau pemeriksaan perineum. Kelainan kongenital pada anus ini biasanya
disebabkan karena putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur,
kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu /3 bulan, dan
adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum
bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai
keenam usia kehamilan.
16

B. Etiologi
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
a)      Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir
tanpa lubang dubur.
b)      Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan
c)      Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus,
rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat
sampai keenam usia kehamilan

C.Tanda dan Gejala atres :

 Bayi muntah – muntah pada umur 24 – 48 jam.


 Sejak lahir tidak ada defekasi mekpnium
 Anus tampak merah, usus melebar, kadang-kadang ileus obstruksi.
 Termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan.
 Pada auskultasi terdengar hiperperistaltik.
 Pada fistula trakeoesofagus, cairan lambung juga dapat masuk ke dalam paru, oleh
karena itu bayi sering sianosis.
D. diagnosis

 Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir


 Tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula
 Bila ada fistula pada perineum (mekonium +) kemungkinan letak rendah Untuk
menegakkan diagnosis Atresia Ani adalah dengan anamnesis dan pemeriksaan
perineum yang teliti .Cara penegakan diagnosis pada kasus atresia ani atau anus
imperforata adalah semua bayi yang lahir harus dilakukan pemasukan termometer
melalui anusnya, tidak hanya untuk mengetahui suhu tubuh, tapi juga untuk
mengetahui apakah terdapat anus imperforata atau tidak.
E.Penatalaksanaan

  Pembedahan Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan
keparahan kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya.
Untuk kelainan dilakukan kolostomi beberapa lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat
anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12
bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk memberi waktu
pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga
memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan bertambah baik status nutrisnya.
Gangguan ringan diatas dengan menarik kantong rectal melalui afingter sampai lubang pada
kulit anal fistula, bila ada harus tutup kelainan membranosa hanya memerlukan tindakan
pembedahan yang minimal membran tersebut dilubangi degan hemostratau skapel.

17

  Pengobatan, antara lain :


1.      Aksisi membran anal (membuat anus buatan)
2.      Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan dilakukan
korksi sekaligus (pembuat anus permanen)
  Pemeriksaan Penunjang, antara lain :
a.       Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum
dilakukan pada gangguan ini
b.      Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel meonium.
c.       Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan
adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada mekonium yang mencegah
udara sampai keujung kantong rectal.
d.      Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.
e.       Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut
sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm
Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
f.        Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan seperti di bawah ini :
        Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut.
        Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan gambaran
ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan anus
impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon/rectum.
        Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah dan
kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara benda radio-
opak dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.

18

2.5 ATRESIA ANI

1. Pengertian
Atresia ani disebut juga anorektal anomali atau imperforata anus.
Merupakan kelainan kongenital dimana terjadi perkembangan abnormal
pada anorektal di saluran gastrointestinal. Atresia ani atau anus
imperporata adalah malformasi congenital dimana rectum tidak
mempunyai lubang ke luar (Wong,2004). Atresia ani / Atresia rekti
adalah ketiadaan atau tertutupnya rectal secara kongenital (Dorland,
1998). Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus
imperforate meliputi anus, rektum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun
2002). Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak
adanya lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003).
2. Etiologi

Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun ada sumber
yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan oleh :
1. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan
pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.

2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir tanpa
lubang anus.

3. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada


kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.

4. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan otot
dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak
memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal
resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui apakah
mempunyai gen carier penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua orang tua yang
menjadi carier saat kehamilan mempunyai peluang sekitar 25 % - 30 % dari bayi yang
mempunyai sindrom genetik, abnormalitas kromosom, atau kelainan kongenital lain
juga beresiko untuk menderita atresia ani

19

3. Gejala dan tanda


Tanda dan gejala atresia ani bisa berbeda-beda pada tiap penderita. Namun beberapa
gejalanya yang umum meliputi:

 Tidak adanya anus.


 Lokasi anus yang tidak normal. Pada penderita perempuan, saluran anus
mungkin berada sangat dekat dengan vagina.
 Tinja yang keluar melalui vagina maupun penis.
 Perut bengkak.
 Bayi baru lahir  tidak bisa buang air besar dalam waktu 24-48 jam.
Tingkat keparahan akibat atresia ani dapat muncul dalam bentuk-bentuk di bawah ini:

 Saluran rektum yang tidak terhubung dengan usus besar.


 Adanya penyempitan atau stenosis pada anus.
 Rektum dengan saluran yang tidak normal, seperti terhubung pada vagina dan
penis.

4. Diagnosis

Beberapa metode diagnosis atresia ani meliputi:

 Pemeriksaan fisik

Kasus anus imperforata sering ditemukan langsung oleh dokter saat memeriksa kondisi
bayi tepat setelah lahir. Pada pemeriksaan ini, dokter akan mengecek area sekitar alat
kelamin dan bokong bayi.

Pemeriksaan fisik umumnya sudah cukup untuk memastikan diagnosis dan menentukan
tingkat keparahan atresia ani yang terjadi.

20

 Rontgen dan USG

Pada pemeriksaan ini, akan dilakukan rontgen pada area perut (abdominal) guna


menentukan lokasi atresia ani. Beberapa jenis USG juga dapat membantu dalam
mendiagnosis penyakit ini, seperti USG ginjal, panggul, serta tulang belakang.

Rontgen dan USG bertujuan mengetahui secara lebih detail mengenai anus imperforata
yang dialami oleh bayi. Contohnya, untuk melihat posisi ujung saluran usus besar
dalam tubuh penderita. Dengan ini, penanganan yang tepat bisa diberikan.

 MRI
Prosedur MRI  berfungsi mendeteksi ketidaknormalan pada tulang belakang, organ
kelamin, hingga otot-otot panggul.

 Ekokardiogram

Ekokardiogram  bertujuan memeriksa ada tidaknya kelainan pada jantung, yang juga
dapat ditemukan pada penderita anus imperforata.

 Colostogram

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengecek ada tidaknya kelainan pada usus, yang juga
mungkin dialami oleh penderita atresia ani.

 Cystourethrogram

Cystourethrogram  bertujuan mengecek ada tidaknya masalah pada saluran kemih.


Kondisi ini juga dapat dialami oleh penderita anus imperforata.

5. Penatlaksanaaan

Penatalaksanaan dalam tindakan atresia ani yaitu :

a. Pembuatan kolostomi Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli
bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang biasanya
sementara atau permanen dari usus besar atau colon iliaka. Untuk anomali tinggi, dilakukan
kolostomi beberapa hari setelah lahir.

21

b. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty) Bedah definitifnya, yaitu anoplasty dan
umumnya ditunda 9 sampai 12 bulan. Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu
pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga
memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan bertambah baik status nutrisinya.

c. Tutup kolostomi Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah
operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan sering tetapi seminggu
setelah operasi BAB berkurang frekuensinya dan agak padat.

2.6 HISPRUNG

A. Penertian Hirschprung
Penyakit Hirschsprung adalah gangguan pada usus besar yang menyebabkan feses
atau tinja terjebak di dalam usus. Penyakit bawaan lahir yang tergolong langka ini bisa
mengakibatkan bayi tidak buang air besar (BAB) sejak dilahirkan. Penyakit Hirschsprung
terjadi karena kelainan saraf yang mengontrol pergerakan usus besar.
Penyakit Hirschprung adalah suatu gangguan perkembangan dari sistem saraf enterik
dengan karakteristik tidak adanya sel-sel ganglion (tidak adanya pleksus meintrik) pada
bagian distal kolon dan kolon tidak bisa mengembang dengsn memberikan manifestasi
perubahan struktur dari kolon. Pada kondisi klinik penyakit Hirschprung lebih dikenal
dengan mengkolon kongenital.
Pada tahun 1886, Harold Hirchprung pertama kali mendeskripsikan penyakit
hirscprung sebagai penyebab dari konstripasi pada awal masa bayi. Penyakit hirscprung
terjadi pada sekitar 1 per 5.000 kelahiran hidup. Penyakit hirschsprung sekitar 4 kali lebih
sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan. Hampir semua anak dengan penyakit
hirschsprung didiagnosis selama 2 tahun pertama kehidupan. Sekitar satu setengah anak-
anak terkena penyakit ini didiagnosis sebelum mereka berumir 1 tahun.

22
B. Etiologi dan patogenesis
Penyebab penyakit hirschprung tidak diketahui, tetapi ada hubungan dengan kondisi
genetik. Mutasi pada Ret Proto-onkogen telah dikaitkan dengan neoplasia endokrin 2A
atau 2B pada penyakit hirschsprung familiar. Gen lain yang berhubungan dengan
penyakit hirschsprung termasuk sel neurotrofik glial yang diturunkan dari faktor gen,
respon gen endothelin-B dan gen endothelin-3. Penyakit hirschsprung juga terkait dengan
Down syndrome, sekitar 5-15% dari pasien dengan penyakit hirschsprung juga memiliki
trisomi.
C. Tanda dan gejala
Tanda dan gejalah pada neonatus meliputi:
a. Kegagalan mengeluarkan mekonium dalam tempo 24 hingga 48 jam karena usus
tidak mampu mendorong isinya ke arah distal.
b. Muntah dengan muntahan yang mengandung feses atau empedu sebagai akibat
obstruksi intestinal.
c. Distensi abdomen yang terjadi sekunder karena retensi isi usus dan obstruksi
usus.
d. Iritabilitas (anak menjadi rewel) akibat distensi abdomen yang ditimbulkan.
e. Kesulitan menyusu dan kegagalan tumbuh kembang yang berhubungan dengan
retensi isi usus dan distensi abdomen.

23

f. Dehidrasi yang berhubungan dengan kesulitan menyusu dan ketidakmampuan


mengonsumsi cukup cairan.
g. Diare overflow yang terjadi sekunder karena peningkatan sekresi air kedalam
usus disertai obstruksi usus.

D. DIAGNOSIS

1. Anamnesis Pada heteroanamnesis, sering didapatkan adanya keterlambatan pengeluaran


mekonium yang pertama, mekonium keluar >24 jam; adanya muntah bilious (berwarna
hijau); perut kembung; gangguan defekasi/ konstipasi kronis; konsistensi feses yg encer;
gagal tumbuh (pada anak-anak); berat badan tidak berubah; bahkan cenderung menurun;
nafsu makan menurun; ibu mengalami polyhidramnion; adanya riwayat keluarga. (Hidayat
M,2009; Lorijn,2006).
2. Pemeriksaan fisik Pada inspeksi, perut kembung atau membuncit di seluruh lapang
pandang. Apabila keadaan sudah parah, akan terlihat pergerakan usus pada dinding abdomen.
Saat dilakukan pemeriksaan auskultasi, terdengar bising usus melemah atau jarang. Untuk
menentukan diagnosis penyakit Hirschsprung dapat pula dilakukan pemeriksaan rectal touche
dapat dirasakan sfingter anal yang kaku dan sempit, saat jari ditarik terdapat explosive stool
(Izadi,2007; Lorijn,2006; Schulten,2011).

3. Pemeriksaan Biopsi
Memastikan keberadaan sel ganglion pada segmen yang terinfeksi, merupakan langkah
penting dalam mendiagnosis penyakit Hirschsprung. Ada beberapa teknik, yang dapat
digunakan untuk mengambil sampel jaringan rektum. Hasil yang didapatkan akan lebih
akurat, apabila spesimen/sampel adekuat dan diambil oleh ahli patologi yang berpengalaman.
Apabila pada jaringan ditemukan sel ganglion, maka diagnosis penyakit Hirschsprung
dieksklusi. Namun pelaksanaan biopsi cenderung berisiko, untuk itu dapat di pilih teknik lain
yang kurang invasive, seperti Barium enema dan anorektal manometri, untuk menunjang
diagnosis(Lorijn,2006;Schulten,201 1).

4. Pemeriksaan Radiologi

Pada foto polos, dapat dijumpai gambaran distensi gas pada usus, tanda obstruksi usus
(Lakhsmi, 2008) Pemeriksaan yang digunakan sebagai standar untuk menentukan diagnosis
Hirschsprung adalah contrast enema atau barium enema. Pada bayi dengan penyakit
Hirschsprung, zona transisi dari kolon bagian distal yang tidak dilatasi mudah terdeteksi
(Ramanath,2008). Pada total aganglionsis colon, penampakan kolon normal. Barium enema
kurang membantu penegakan diagnosis apabila dilakukan pada bayi, karena zona transisi
sering tidak tampak. Gambaran penyakit Hirschsprung yang sering tampak, antara lain;
terdapat penyempitan di bagian rectum proksimal dengan panjang yang bervariasi; terdapat
zona transisi dari daerah yang menyempit (narrow zone) sampai ke daerah dilatasi; terlihat
pelebaran lumen di bagian proksimal zona transisi (Schulten,2011).

24

5. Pemeriksaan Anorectal Manometry

Pada individu normal, distensi pada ampula rectum menyebabkan relaksasi sfingter internal
anal. Efek ini dipicu oleh saraf intrinsic pada jaringan rectal, absensi/kelainan pada saraf
internal ini ditemukan pada pasien yang terdiagnosis penyakit Hirschsprung. Proses relaksasi
ini bisa diduplikasi ke dalam laboratorium motilitas dengan menggunakan metode yang
disebut anorectal manometry

E. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Tanpa penegakan diagnosis dini dan penatalaksanaan yang tepat, maka
kondisi penderita Hirschsprung’s disease akan berkembang kearah komplikasi yang
serius seperti enterokolitis akut atau toxic megacolon (Ekenze, et al., 2011). Setelah
Hirschsprung’s disease terdiagnosa, pembedahan merupakan terapi definitif utama
(Kessmann, 2006; Sharp, et al., 2013). Tujuan dilakukannya pembedahan adalah
mereseksi bagian abnormal usus (aganglionic) dan menganastomis bagian usus yang
normal dengan rectum tanpa mempengaruhi kontinensia (Moore, 2010; Ekenze, et al.,
2011). Sebelum dilakukan pembedahan, penderita harus mendapatkan beberapa tindakan,
antara lain pemberian cairan dan elektrolit, antibiotik serta irigasi menggunakan salin
hangat melalui rektal secara berkala untuk mengurangi tekanan intraabdomen
(dekompresi usus) dan mencegah enterokolitis (Wang, et al., 2009; Moore, 2010).
Berbagai teknik pembedahan sudah dilakukan untuk mengatasi Hirschsprung’s disease.
Prosedur Swenson adalah teknik pembedahan pertama yang diperkenalkan Swenson dan
Bill (1948), yaitu dengan merese ksi bagian usus aganglionic dan anastomosis.
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain trauma pada saraf pelvis dan pembuluh
darah akibat diseksi perirektal. Kemudian Rehbein memperkenalkan teknik dengan
prinsip mereseksi aganglonic colon sampai di atas rektum (± 2 cm dari peritoneal
reflection) diikuti tindakan dilatasi adekuat pada sisa rektum dan anal kanal. Namun, pada
studi menunjukkan bahwa konstipasi paska-operasi lebih banyak terjadi dan dianggap
kurang radikal digunakan sebagai terapi definitif (Wilkinson, et al., 2015). Pada tahun
1960, Duhamel memperkenalkan teknik pembedahan yang berbeda, yaitu dengan prinsip
bypass partially rectum dan end to end anastomosis menggunakan anal approach.
Dibandingkan dengan teknik sebelumnya, teknik ini relatif tidak menimbulkan
komplikasi pada persarafan sekitar anus. Soave pada tahun 1964 menyempurnakan
prosedur Duhamel dengan menggunakan transabdominal approach. Prinsip prosedur
Soave adalah mencegah diseksi luar pada rektum dan mempertahankan normal muscular
cuff untuk menjaga inervasi di sekitar anal sphincter (Wang, et al., 2009). Total transanal
endorectal pull-through (TTEP) diperkenalkan pertama kali oleh De La Torre dan Ortega
pada tahun 1998 dengan prinsip prosedur complete dissection dan mobisasi aganglionic
colon secara keseluruhan serta anastomosis kolon normal ke anus melalui muscular tube.
Teknik ini paling banyak digunakan oleh para ahli bedah karena komplikasi konstipasi
dan inkontinensia yang minimalinimally invasive surgery (MIS) saat ini menjadi teknik
pembedahan pilihan pada banyak kasus thoraks, abdomen, dan cervical. Georgeson
adalah ahli bedah pertama yang melakukan pendekatan ini pertama kali sebagai terapi
pada neonatus penderita Hirschsprung’s disease, dimana dilakukan reseksi pada coloanal
dan dikeluarkan menggunakan laparoskopi tanpa melakukan colostomy secara cepat dan
hati-hati sehingga meminimalisasi komplikasi metode laparotomi

25

2.7 OMFALOKEL

A. PENGERTIAN

Omfalokel adalah penonjolan dari usus atau isi perut lainnya melelui akar pusat
lainnya melalui akar pusat yang hanya dilapisi oleh peritoneum ( selaput perut ) dan tidak
dilapisi oleh kulit
Omfalokel secara bahasa berasal dari bahasa yunani omphalos yang berarti umbilicus
tali pusat dan cele yang berarti bentuk hernia. Omphalokel diartikan sebagai suatu defek
sentral dinding abdomen pada daerah cincin umbilikus (umbilical ring) atau cincin tali pusar
sehingga terdapat herniasi organ-organ abdomen dari cavum abdomen namun masih dilapiasi
oleh suatu kantong atau selaput. Selaput terdiri atas lapisan amnion dan peritoneum. Diantara
lapisan tersebut kadang-kadang terdapat lapisan wharton'sJells.
            Omfalokel suatu keadaan dimana viseral abdominal terdapat di luar cavum abdomen
tetapi masih di daiam kantong amnion. Omphalocele dapat diartikan sebagai kantong bening
tidak berpembuluh darah yang terdiri dari lapisan peritoneum dan lapisan amnion pada
pangkal tali pusat. Omphalokel adalah herniasi sebagian isi intra abdomen melalui cincin
umbilikus yang terbuka ke dalam dasar tali pusat. Ukurannya bervariasi dalam sentimeter, di
dalamnya berisi seluruh midgut, raster dan lepar. Sekitar 70°% kasus, omphalokel
berhubungan dengan kelainan yang lain. Kelainan terbanyak adalah kelainan kromosom.
Sudah lama dikenal bahwa omphalokel sering berhubungan dengan kelainan penyerta
lain, hal ini menunjukkan keikutsertaan perkembangan embriologi secara umum. Kelainan
penyerta terjadi antara 30% sampai dengan no o termasuk kelainan kromosom. Frekwensinya
cenderung menurun, kelainan jantung kongenital, sindrom Beckwith-Wiedemann (bayi
dengan besar masa kehamilan; hiperinsulinisme; viseromegali dari ginjal, glandula
suprarenalis dan pankreas; makrolosia; tumor hepatorenal; ekstrofia kloaka.

26

B. Etiologi

Penyebab pasti terjadinya omphalokel belum jelas sampai sekarang. Beberapa faktor
resiko atau faktor-faktor yang berperan menimbulkan terjadinya omphalokel
diantaranya adalah infeksi, penggunaan obat dan rokok pada ibu hamil, defisiensi
asam folat, hipoksia, pengunaan salisilat, kelainan genetik serta polihidramnion.
Walaupun omphalokel pernah dilaporkan terjadi secara herediter, namun sekitar 50-
70 % penderita berhubungan dengan sindrom kelainan kongenital yang lain.
 Sindrom kelainan kongenital yang sering berhubungan dengan omphalokel
diantaranya:
1.                  Syndrome of upper midline development atau thorako abdominal
syndrome (pentalogy of Cantrell) berupa upper midline omphalocele, anterior
diaphragmatic hernia, sternal cleft, cardiac anomaly berupa ektopic cordis dan vsd.
2.   Syndrome of lower midline development benzpa bladder (hipogastric
omphalocele) a.tau cloacal extrophv, inferforate anus, colonie atresia, vesicointestinal
fistula, sacrovenebral anomaly dan menin.wmyelocele dan sindrom-sindrom vang lain
seperti Beckwith-Wiedemann syndrome, Reiger syndrome, Prune-belly syndrome dan
sindrom-sindrome kelainan kromosom seperti yang telah disebutkan.
Menurut Glasser (2003) ada beberapa penyebab omphalokel, yaitu:
1.                  Faktor kehamilan dengan resiko tinggi, seperti ibu hamil sakit daa
terinfeksi; penggunaan obat-obatan, merokok dan kelainan genetik. Faktor-faktor
tersebut berperan pada timbulnya insufisiensi plasenta dan lahir pada umur kehamilan
kurang atau bayi prematur, diantaranya bayi dengan gastroschizis dan omphalokel
paling sering dijumpai

2. Defisiensi asam folat hipoksia dan salisilat menimbulkan defek dindin~ abdomen
pada percobaan den;an tikus tetapi kemaknaannya secara klinis masih sebatas
perkiraan. Secara jelas peningkatan MSAFP (Maternal Serum Alfa Feto Protein) pada
pelacakan dengan ultrasonografi memberikan suatu kepastian telah terjadi kelainan
struktural pada fetus Bila suatu kelainan didapati bersamaan den-an adanya
omphalokel, layak untuk dilakukan amniosintesis guna melacak kelainan genetik.

3.      Polihidramnion.
dapat diduga adanva atresia intestinal fetus dan kemungkinan tersebut harus dilacak
denganUSG.

C. Tanda dan Gejala

Beberapa tanda dan gejala omphalocele atau omfalokele adalah sebagai berikut:

 Ada lubang pada pusar bayi


 Usus yang berada di luar perut tertutup oleh kantung atau lapisan pelindung
Omphalocele atau omfalokel adalah kondisi yang bisa terjadi pada ukuran kecil maupun
besar.

27

Omphalocele ukuran kecil adalah adanya sebagian kecil organ yang berada di luar perut,
misalnya hanya sebagian usus. Sebaliknya, omphalocele ukuran besar adalah adanya banyak
organ di luar perut, contohnya usus, hati, serta limpa.

Omphalocele atau omfalokel besar adalah kondisi yang bisa terjadi karena adanya kegagalan
dalam proses perkembangan embrio sehingga membuat rongga perut tidak kuat menahan
berat organ perut.

Pasalnya, di masa tersebut rongga perut hanya dilapisi oleh selaput tipis yang disebut dengan
kantung omphalocele atau omfalokel.

D. Diagnosis

Diagnosis omphalokel adalah sederhana, namun perlu waktu khusus sebelum


operasi dikerjakan, pemeriksaan fisik secara iengkap dan perlu suatu rontgen dada
serta ekokardiogram pada saat lahir, ornphalokel diketahui sebagai defek dinding
abdomen pada dasar cincin urnbilikus. Defek tersebut lebih dari 4 cm (bila defek
kurang dari 4 cm secara umum dikenal sebagai hernia umbilikalis ) dan dibungkus
oleh suatu kantong membran atau amnion. Pada 10°,o sampai 18°,10, kantong
mungkin ruptur dalam rahim atau sekitar 4° o saat proses kelahiran.
Omphalokel raksasa (gnant omphalocele) mempunyai suatu kantong vani),
menempati harnpir seluruh dinding, abdomen, berisi hampir semua organ
intraabdomen dan berhubungan dengan tidak berkembangnya r ongga peritoneum
serta hipoplasi pulrnoner.

Diagnosis omphalokel ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan dapat ditegakkan


pada waktu prenatal dan pada waktu postnatal

1.      Diagnosis prenatal
Diagnosis prenatal terhadap omphalokel sering ditegakkan dengan bantuan USG.
Defek dinding abdomen janin biasanya dapat dideteksi pada saat minggu ke 13
kehamilan, dimana pada saat tersebut secara normal seharusnya usus telah masuk
seluruhnya kedalam kavum abdomen janin.

2.      Diagnosis postnatal (setelah kelahiran)


Gambaran klinis bayi baru lahir dengan omphalokel ialah terdapatnya defek sentral
dinding abdomen pada daerah tali pusat. Defek bervarasi ukurannya, dengan diameter
mulai 4 cm sampai dengan 12 cm, mengandung herniasi organ¬-organ abdomen baik
solid maupaun berongga dan masih dilapisi oleh selaput atau kantong serta tampak
tali pusat berinsersi pada puncak kantong. Kantong atau ,elaput tersusun atas 2 lapisan
yaitu lapisan luar berupa selaput amnion dan lapisan dalam berupa peritoneum.
Diantara lapisan tersebut kadang-kadang terdapat lapisan Warton's jelly. Warton's
jelly adalah jaringan mukosa yang merupakan hasil deferensiasi dari jaringan
mesenkimal (mesodermal).

28

E. Penatalaksanaan

1.      Penatalaksanaan prenatal
Apabila terdiagnosa omphalokel pada masa prenatal maka sebaiknya dilakukan
informed consent pada orang tua tentan; keadaa.n janin, resiko tehadap ibu, dan
prognosis. Informed consent sebaiknya melibatkan All kandungan, ahli anak dan ahli
bedah anak.
Keputusan akhir dibutuhkan guna perencanaan dan penatalaksanaan berikutnya
bempa melanjutkan kehamilan atau mengakhiri kehamilan. Bila melanjutkan
kehamilan sebaiknya dilakukan abservasi melaui pemeriksaan USG berkala juga
ditentukan tempat dan cara melahirkan. Selama kehamilan omphalokel mungkin
berkurang ukurannya atau bahkan nzptur sehingga mempengaruhi prognosis.
2.      Penatalaksanan postnatal (setelah kelahiran)
Penatalaksannan postnatal meliputi penatalaksanaan segera setelah lahir (immediate
postnatal), kelanjutan penatalakasanaan awal apakah berupa operasi atau nonoperasi
(konservatif) dan penatalaksanaan postoperasi. Secara umum penatalaksanaan bayi
dengan omphalokele dan gastroskisis adalah hampir sama.
Bayi sebaiknya dilahirkan atau segera dirujuk ke suatu pusat yang memiliki fasilitas
perawatan intensif neonatus dan bedah anak. Bayi-bayi dengan omphalokel biasanya
mengalami lebih sedikit kehilangan panas tubuh sehingga lebih sedikit kehilangan
panas tubuh sehingga lebih membutuhkan resusitasi awal cariran dibanding bayi
dengan gastrokisis.

Penatalaksanaan segera bayi dengan omphalokel adalah sbb:


1.      Tempatkan bayi pada ruangan vang asaeptik dan hangat untuk mencegah
kehilangan cairan, hipotermi dan infeksi.
2.      Posisikan bayi senyaman mungkin dan lembut untuk menghindari bayi menagis
dan air swallowing. Posisi kepala sebaiknya lebih tinggi untuk memperlancar
drainase.
3.      Lakukan penilaian ada/tidaknva distress respirasi yang mungkin membutuhkan
alai bantu verltilasi seperti intubasi endotrakeal. Beberapa macam alat bantu ventilasi
seperti mask tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan masuknya udara kedalam
traktus gastrointestinal.
4.      Pasang pipa nasogastrik atau pipa orogastrik untuk mengeluarkan udara dan
cairan dari sistem usus sellinop dapat mencegah muntah, mencegah aspirasi,
mengurangi distensi dan tekanan (dekompresi) dalam sistem usus sekaligus
mengurangi tekanan intra abdomen, demikian pula perlu dipasang rectal tube untuk
irigasi dan untuk dekompresi sistem usus.
5.      Pasang kateter uretra untuk mengurangi distensi kandung kencing dan
mengurangi tekanan intra abdomen.
6.      Pasang jalur intra vena (sebaiknva pada ektremitas atas) untuk pemberian cairan
dan nutrisi parenteral sehingga dapat menjaga tekanan intravaskuler dan menjaga
kehilangan protein vang mun(jkin terjadi karena ganggLlan sistem usus, dan untuk
pemberian antibitika broad spektrum.

29

7.      Lakukan monitoring dan stabilisiasi suhu, status asam basa, cairan dan elektrolit.
8.      Pemeriksaan darah lain seperti fungsi ginal, glukosa dan hematokrit perlu
dilakukan guna persiapan operasi bila diperlukan.
9.      Fvaluasi adanya kelainan kongenital lain yang ditunjang oleh pemeriksaan
rongent thoraks dan ekhokardiogram.
10.  Bila bayi akan dirujuk sebaiknya bayi ditempatkan dalam suatu inkubator hangat
dan ditambah oksigen.

Penatalaksanaan nonnoperasi (konservatif)

            Penatalaksanaan omphalokel secara konservatif dilakukan pada kasus


omphalokel besar atau terdapat perbedaan yang besar antara volume organ-organ
intraabdomen yang mengalami herniasi atau eviserasi dengan rongga abdomen seperti
pada giant omphalocele atau terdapat status klinis bayi yang buruk sehingga ada
kontra indikasi terhadap operasi atau pembiusan seperti pada bayi¬bayi prematur
yang memiliki hyaline membran disease atau bayi yang memiliki kelainan kongenital
berat yang lain seperti gagal jantung. Pada giant ornphalocele bisa terjadi hernias] dari
seluruh organ-organ intraabdomen dan dinding abdomen berkernbang sangat buruk,
sehingga sulit dilakukan penutupan (operasi/repair) secara primer dan dapat
mernbahayakan bayi. Beberapa All, walaupun demikian, perllah mencoba rnelakukan
operasi pada giant otnphalocele secara primer dengan moditikasi dan berhasil.
Tindakan nonaperatif secara sederhana dilakukan dengan dasar
merangsang  epitelisasi dari kanton- atau selaput. Suatu saat setelah -ranulasi
terbentuk maka dapat dilakukan skin graft yang nantinya akan terbentuk hernia
ventralis yang akan dinepair pada waktu kemudian dan setelah status kardiorespirasi
membaik.
            Beberapa obat yang biasa digunakan untuk merangsang epitelisasi adalah
0.25% merbromin (mercurochrome), 0,25% silver nitrat, silver sulvadiazine dan
povidone iodine (betadine). Obat-obat tersebut merupakan agen antiseptik yang pada
awalnya memacu pembentukan eskar bakteriostatik dan perlahan-lahan akan
'terangsang epitelisasi. Obat tersebut berupa krim dan dioleskan pada permukaan
selaput atau kantumg dengan elastik dressing yang sekaligus secara perlahan dapat
menekan dari mengurangi isi kantong.Tindakan nonoperatif lain dapat berupa
penekanan secara eksternal pada kanong. Beberapa material yang biasa digunakan
ialah Ace wraps, Velcro binder, in poliamid mesh yang dilekatkan pada kulit. Glasser
(2003) menyatakan bahwa tinakan nonoperatif pada omphalokel memerlukan waktu
yang lama, membutuhkan nutrisi yang banyak dan angka metabolik yang tinggi serta
omphalokel dapat ruptur sehingga dapat menimbulkan infeksi organ-organ abdomen.

Indikasi terapi non bedah adalah:

1.      Bayi dengan ompalokel raksasa (giant ornphalocele) dan kelainan penyerta yang
mengancam jiwa dimana penanganannva harus didahulukan daripada umphalokel ya.
2.      Neonatus dengan kelainan yang menimbulkan komplikasi bila dilakukan
pembedahan.
3.      Bayi dengan kelainan lain vang berat yang sangat mempengaruhi daya tahan
hidup.

30

Penatalaksanaan dengan operasi

            Tujuan mengembalikan organ visera abdomen ke dalam rongga abdomen dan


menutup defek. Dengan adanya kantong yang intak, tak diperlukan operasi emergensi,
sehingga seluruh pemeriksaan fisik dan pelacakan kelainan lain yang mungkin ada
dapat dikerjakan.
Keberhasilan penutupan primer tergantung pada ukuran defek serta kelainan lain yang
mungkin ada (misalnya kelainan paru) Tujuan operasi atau pembedahan ialah
memperoleh lama ketahanan hidup yang optimal dan menutup defek dengan cara
mengurangi herniasi organ-organ intraabomen, aproksimasi dari kulit dan fascia serta
dengan lama tinggal di RS yang pendek.
Operasi dilakukan setelah tercapai resusitasi dan status hemodinamik stabil. Operasi
dapat bersifat darurat bila terdapat ruptur kantong dan obstruksi usus.
            Operasi dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu primary closure (penutupan
secara primer atau langsung ) dan staged closure (penutupan secara bertahap). Standar
operasi balk pada primary ataupun staged closure yang banyak dilakukan pada
sebagiaan besar pusat adalah dengan membuka dan mengeksisi kantong.
Organ-organ intraabdomen kemudian dieksplorasi, dan jika ditemukan malrotasi
dikoreksi.

Primary Closure
Primary closure merupakan treatment of choice pada omphalokel kecil dan medium
atau terdapat sedikit perbedaan antara volume organ-organ intraabdomen yang
mengalami herniasi atau eviserasi dengan rongga abdomen. Primary closure biasanya
dilakukan pada omphalokel dengan diameter defek

31

2.8 HERNIA DIAFRAGMATIKA

A.Pengertian
 
Hernia Diafragmatika adalah cacat lahir bawaan yang ditandai dengan adanya lubang yang
abnormal pada diafragma akibat penyatuan yang tidak sempurna dari struktur-struktur
diafragma selama perkembangan janin. Diafragma adalah struktur otot yang memisahkan
rongga dada dengan rongga perut dan mempermudah pernafasan. Pada hernia diafragmatika,
lubang yang terbentuk pada diafragma tersebut membuat organ-organ perut dapat memasuki
rongga dada, yang mana hal ini dapat menyebabkan kesulitan bernafas yang berat, kulit
berwarna kebiruan, denyut jantung dan nafas yang cepat ketika bayi lahir.
B. ETIOLOGI
Etiologi pasti HDK belum diketahui tetapi diduga gangguan pembentukan membran
pleuroperitoneal. Pada mingguminggu pertama pembentukannya, kavum pleura dan kavum
peritoneum bersatu melalui sepasang kanal pleuroperitoneal. Pada minggu ke delapan, kavum
pleura berpisah dari kavum peritoneal dengan terbentuknya membran pleuroperitoneal.
Apabila membran pleuraperitoneal gagal terbentuk, maka penutupan kanal pleuroperitoneal
tidak komplit maka terjadilah defek diafragma posterolateral. Hipotesis terbaru telah muncul
berdasarkan model HDK pada tikus yang terpajan nitrofen. Pemeriksaan dengan mikroskop
elektron pada tikus yang terpajan nitrofen menunjukkan bahwa HDK disebabkan oleh
gangguan pembentukan “posthepatic mesenchymal plate” dimana lempeng ini juga berperan
untuk penutupan kanal pleuroperitoneual. Walaupun pernah dilaporkan kasus yang bersifat
familial (genetik), tetapi pada umumnya kasus HDK bersifat sporadik. HDK berkaitan
dengan trisomi kromosom 18, 21, dan 22 tetapi etiologi genetiknya yang spesifik belum
diketahui. Hernia Morgagni disebabkan oleh kegagalan fusi (penyatuan) bagian sternal dan
bagian krural diafragma. Pada lokasi yangdilintasioleharteri epigastrikasuperior. Hernia
Morgagni berkaitan dengan penyakit jantung kongenital dan trisomi kromosom 21. Terdapat
varian hernia retrosternal yang berkaitan dengan pentalogy Cantrell yaitu omphalokel,
inferior sternal cleft, defek jantung berat (misalnyaectopiacordis), hernia diafragmatika dan
defek perikardial. Varian ini disebabkan oleh kegagalan pembentukan
septumtransversumpadamasaembrio.

32

C. Tanda dan Gejala

Gejala Hernia Diafragmatika

Masalah pernapasan yang berat dapat terjadi segera setelah bayi lahir. Hal ini disebabkan
karena adanya organ pencernaan yang masuk mendesak pada rongga dada.

Organ tersebut dapat menghalangi paru-paru untuk berkembang. Beberapa gejala lainnya
dapat timbul sebagai berikut:

 Kebiruan pada kulit karena kekurangan oksigen.


 Denyut jantung yang cepat.
 Laju pernapasan yang cepat.
Penyebab Hernia Diafragmatika

Penyebab pasti dari hernia diafragmatika sampai saat ini masih belum diketahui, peneliti
meyakini bahwa hernia diafragmatika disebabkan oleh kelainan gen.

D. Diagnosis Hernia Diafragmatika

Diagnosis hernia diafragmatika dapat dilakukan dengan uji penapisan sebelum persalinan
untuk melihat ada tidaknya kelainan genetik pada bayi. Dokter dapat melakukan diagnosis
hernia diafragmatika sebelum persalinan dengan menggunakan pencitraan USG saat
kehamilan.

E.Penatalaksanaan

Penatalaksanaan utama pada kasus hernia diafragma, baik kongenital dan akuisata,
adalah pembedahan. Namun, karena etiologi dari masing-masing berbeda, maka pendekatan
dalam penatalaksanaan juga berbeda. Sebagai contoh, pada kasus hernia diafragma
congenital, tata laksana akan meliputi asuhan prenatal, resusitasi dan monitoring bayi saat
persalinan, serta tindakan pembedahan. Sedangkan, pada kasus hernia diafragma akuisata,
tata laksana awal berfokus pada resusitasi dan stabilisasi pasien (terutama apabila disebabkan
oleh trauma), kemudian  dilakukan tindakan pembedahan.

2.9 MENINGOKEL

A. Pengertian

Meningokel adalah menonjolnya selaput yang menutupi tulang belakang dan bagian
saraf tulang belakang. Penyakit ini biasanya ditandai dengan adanya benjolan pada
punggung bayi. Meningokel disebabkan oleh kelainan pada pembentukan tulang
belakang dan jaringan saraf janin di dalam kandungan.

33
Meningokel merupakan bagian dari penyakit akibat gangguan pembentukan tabung
saraf pada janin atau spina bifida. Kantung atau kista meningokel muncul melalui
celah di tulang belakang.
Tonjolan ini dipenuhi oleh sebagian selaput tulang belakang dan cairan tulang
belakang. Selain memengaruhi penampilan tulang belakang bayi, meningokel juga
bisa memengaruhi saraf di sekitarnya.
Deteksi dini meningokel bisa dilakukan sebelum bayi lahir. Saat usia kehamilan
memasuki 15–20 minggu, dokter dapat melakukan pemeriksaan USG untuk
memantau perkembangan janin dan mendeteksi apakah terdapat kelainan
pembentukan tabung saraf.
Untuk hasil yang lebih akurat, dokter dapat melakukan pemeriksaan genetik dengan
mengambil sampel cairan ketuban guna melihat apakah terdapat kelainan bawaan
pada janin.

B. Etiologi
Penyebab terjadinya meningokel adalah karena adanya defek pada penutupan spina
bifida yang berhubungan dengan pertumbuhan yang tidak normal dari korda spinalis
atau penutupnya, biasanya terletak di garis tengah. Resiko melahirkan anak dengan
spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan asam folat, terutama terjadi pada
awal kehamilan.
Meningokel terbentuk saat meninges berherniasi melalui defek pada lengkung
vertebra posterior. Medulla spinalis biasanya normal dan menerima posisi normal
pada medulla spinalis, meskipun mungkin terhambat, ada siringomeielia atau
diastematomielia.. Meningokel membentuk sebuah kista yang diisi oleh cairan
serebrospinal dan meninges. Massa linea mediana yang berfluktuasi yang dapat
bertaransiluminasi terjadi sepanjang kolumna vertebralis, biasanya terjadi dibawah
punggung. Sebagian bessar meningokel terutup dengan baik dengan kulit dan tidak
mengancam penderita (Behrman dkk, 2000).
Penyebab spesifik dari meningokel belum diketahui. Banyak factor seperti keturunan
dan lingkungan diduga terlibat dalam terjadinya defek ini. Tuba neural umumnya
lengkap empat minggu setelah konsepsi. Hal- hal berikut ini telah ditetapkan sebagai
faktor penyebab :
1.      Kadar vitamin maternal rendah, termasuk asam  folat dan hipertermia selama
kehamilan. Diperkirakan hampir 50% defek tuba neural dapat dicegah jika wanita
bersangkutan meminum vitamin-vitamin prakonsepsi, termasuk asam folat. (buku
saku keperawatan pediatric Cecila L. Betz & Linda A. Sowden.2002)

34
2.      Kelainan konginetal SSP yang paling sering dan penting ialah defek
tabung neural yang terjadi pada 3-4 per 100.000 lahir hidup. Bermacam-macam
penyebab yang berat menentukan  morbiditas dan mortalitas, tetapi banyak dari
abnormalitas ini mempunyai makna klinis yang kecil dan hanya dapat dideteksi pada
kehidupan lanjut yang ditemukan secara kebetulan. (Patologi Umum Dan Sistematik
Vol 2, J.C.E. Underwood. 1999)
3.      Gangguan pembentukan komponen janin saat dalam kandungan.
4.      Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan pada
korda spinalis dan akar saraf, sehingga terjadi penurunan atau gangguan fungsi pada
bagian tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut atau bagian bawahnya.

C. Tanda dan Gejala

Gejala-Gejala Meningokel yang Muncul pada Anak Bayi:

Beberapa gejala yang muncul, seperti: Pada bayi yang baru lahir, muncul benjolan
seperti kantung di punggung tengah atau bawah. Jika diberi sinar, kantung tersebut tidak
tertembus cahaya. Kelumpuhan atau kelemahan pada area pinggul, tungkai, atau kaki.
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan
akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala, sedangkan
yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis
maupun akar saraf yang terkena (Wafi Nur, 2010). Kebanyakan terjadi di punggung bagian
bawah, yaitu daerah lumbal atau sakral, karena penutupan vertebra di bagian ini terjadi paling
akhir.
Kelainan bawaan lainnya yang juga ditemukan pada penderita spina bifida:
hidrosefalus, siringomielia, serta dislokasi pinggul. Beberapa anak memiliki gejala ringan
atau tanpa gejala, sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang
dipersarafi oleh korda spinalis maupun akar saraf yang terkena.

D. Diagnosis
 Diagnosis meningokel ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut triple
screen. Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindrom down, dan
kelainan bawaan lainnya.
 Sebanyak 85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida, akan memiliki
kadar serum alfa petoprotein yang tinggi. Tes ini memiliki angka positif yang palsu
tinggi, karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk
memperkuat diagnosis. Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan adanya
spina bifida. Kadang-kadang dilakukan amniosentesis (analisa cairan ketuban).

35
 Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan rontgen tulang belakang untuk menentukan
luas dan lokasi kalainan, pemeriksaan USG tulang belakang bisa menunjukkan
adanya kelainan pada korda spinalis maupun vertebra, serta pemeriksaan CT-scan
atau MRI tulang belakang kadang-kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan
luasnya kelainan.(Wafi Nur, 2010).
 Pemeriksaan neurologis yang cermat sangat dianjurkan. Anak yang tidak bergejala
dengan pemeriksaan neurologis normal dan keseluruhan tebal kulit menutup
meningokel dapat menunda pembedahan. Sebelum koreksi defek dengan pembedahan
penderita harus secara menyeluruh diperiksa dengan menggunakan rontgenogram
sederhana, ultrasonografi, dan tomografi komputasi (CT) dengan metrizamod atau
resonansi magnetik (MRI) untuk menentukkan luasnya keterlibatan jaringan syaraf
jika ada dan anomali yang terkait, termasuk diastematomelia, medulla spinalis
terlambat dan lipoma. Penderita dengan kebocoran cairan serebrospinalis (CSS) satu
kulit yang menutupi tipis harus dilakukan pembedahan segera untuk mencegah
meningitis. Scan CT  kepala dianjurkan pada anak dengan meningokel karena
kaitannya dengan hidrosefalus pada beberapa kasus. Meningokel anterior menonjol ke
dalam pelvis melalui defek pada sakrum (Behrman dkk, 2000).

E.Penatalaksanaan
Tujuan dari pengobatan awal spina bifida, termasuk meningokel adalah mengurangi
kerusakan saraf akibat spina bifida, meminimalkan komplikasi (misalnya infeksi), serta
membantu keluarga dalam menghadapi kelainan ini. Pembedahan dilakukan untuk menutup
lubang yang terbentuk dan untuk menutup lubang yang terbentuk  dan untuk mengobati
hidrosefalus, kelainan ginjal dan kandung kemih serta kelainan bentuk fisik yang sering
menyertai spina bifida.
Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk memperkuat
fungsi otot. Untuk mengobati atau mencegah meningitis, infeksi saluran kemih dan infeksi
lainnya, diberikan antibiotik. Untuk membantu memperlancar aliran air kemih bisa dilakukan
penekanan lembut diatas kandung kemih. Pada kasus yang berat kadang harus dilakukan
pemasangan kateter. Diet kaya serat dan program pelatihan buang air besar bisa membantu
memperbaiki fungsi saluran pencernaan.
Untuk mengatasi gejala muskuloskeletal (otot dan kerangka tubuh) perlu campur
tangan dari ortopedi (bedah tulang) maupun terapi fisik. Kelainan saraf lainnya diobati sesuai
dengan jenis dan luasnya gangguan fungsi yang terjadi. Seksio terencana sebelum mulainya
persalinan penting dalam mengurangi kerusakan neurologis yang terjadi pada bayi dengan
defek medula spinalis (Corwin, 2009). Apabila dilakukan perbaikan melalui pembedahan,
pemasangan pirau (shunt) untuk memungkinkan drainase CSS perlu di lakukan untuk
mencegah hidrosefalus dan peningkatan tekanan intrakranial selanjutnya. Kadang-kadang
pembedahan shunting untuk memperbaiki hidrisefalus akan menyebabkan berkurangnya
mielimeningokel secara spontan.

36

Tindakan yang harus dilakukan antara lain :


1.      Sebelum dioperasi, bayi dimasukkan ke dalam inkubator dengan kondisi tanpa baju.
2.      Bayi dalam posisi telungkup atau tidur jika kantongnya besar untuk mencegah infeksi.
3.      Berkolaborasi dengan dokter anak, ahli bedah, ahli ortopedi, dan ahli urologi, terutama
untuk tindakan pembedahan, dengan sebelumnya melakukan informed consent dan informed
choice pada keluarga.
4.      Lakukan pengamatan dengan cermat terhadap adanya tanda-tanda hidrosefalus (dengan
mengukur lingkar kepala setiap hari) setelah dilakukan pembedahan atau juga kemungkinan
terjadinya meningitis (lemah, tidak mau minum, mudah terangsang , kejang, dan ubun-ubun
besar menonjol). Selain itu, perhatikan pula banyak tidaknya gerakan tungkai dan kaki,
clbbed feet, retensi urine, dan kerusakan kulit akibat iritasi urine dan feses. 

2.10 ENSEFALOKEL

A.    Pengertian
Enesefalokel  adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya penonjolan
meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti kantung melalui suatu lubang
pada tulang tengkorak. Ensephalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf
selama perkembangan janin. Jaringan otak yang menonjol, bisa di belakang kepala,
puncak kepala, atau di antara dahi dan hidung. Melalui celah inilah, sebagian struktur
otak dan selaput otak keluar. Akibat kelainan ini: kelumpuhan anggota gerak,
keterlambatan perkembangan, retardasi mental, dan kejang berulang.
Ensephalokel adalah kelainan pada bagian oksipital. Terdapat kantong berisi cairan
jaringan saraf atau sebagian otak karena adanya celah pada bagian oksipital.

37

B.     Etiologi
Ada beberapa faktor penyebab ensefalokel diantaranya :
1.      Infeksi
2.      Faktor usia ibu yang terlalu muda atau tua ketika hamil
3.      Mutasi genetik
4.      Pola makan yang tidak tepat sehingga mengakibatkan kekurangan asam folat.
5.      Kegagalan penutupan tabung saraf selama perkembangan janin. Kegagalan
penutupan tabung saraf ini disebabkan oleh gangguan pembentukan tulang cranium saat
dalam uterus seperti kurangnya asupan asam folat selama kehamilan, adanya infeksi pada
saat kehamilan terutama infeksi TORCH, mutasi gen (terpapar bahan radiologi), obat –
obatan yang mengandung bahan yang terotegenik.
6.      Defek tulang kepala, biasanya terjadi dibagian occipitalis, kadang – kadang juga
dibagian nasal, frontal, atau parietal.

C. Tanda dan gejala

Gejala dari ensefalokel, antara lain berupa :


1.      Hidrosefalus
2.      kelumpuhan keempat anggota gerak (kuadriplegia stastik)
3.      Gangguan perkembangan
4.      Mikrosefalus
5.      Gangguan penglihatan, keterbelakangan mental, dan pertumbuhan.
6.      Ataksia
7.      Kejang.
Beberapa anak memiliki kecerdasan yang normal. Ensefalokel seringkali disertai
dengan kelainan kraniofasial atau kelainan otak lainnya.

D. Diagnosis

Luasnya defek dan besarnya herniasi jaringan otak akan menentukan prognosis enchephalus.
Enchephalocele mudah dideteksi dengan USG bila defek tulang kepala cukup besar, apalagi
bila sudah disertai herniasi. Akan tetapi lesi pada tulang kepala menjadi sulit di kenali bila
terdapat oligohidramnion.

E.Penatalaksanaan

untuk ensefalokel biasanya dilakukan pembedahan untuk mengembalikan jaringan


otak yang menonjol ke dalam tulang tengkorak, membuang kantung dan memperbaiki
kelainan kraniofasial yang terjadi. Untuk hidrosefalus mungkin perlu dibuat suatu shunt.
Pengobatan lainnya bersifat simtomatis dan suportif.

38

Penanganan Pra Bedah:
1.      Segera setelah lahir daerah yang terpakai harus dikenakan kasa steril yang direndam salin
yang ditutupi plastik, atau lesi yang terpapar harus ditutupi kasa steril yang tidak melekat
untuk mencegah jaringan saraf yang terpapar menjadi kering.
2.      Perawatan pra bedah neonatus rutin dengan penekanan khusus pada saat mempertahan suhu
tubuh yang dapat menurun dengan cepat. Pada beberapa pusat tubuh bayi ditempatkan dalam
kantong plastik untuk mencegah kehilangan panas yang dapat terjadi akibat
permukaan lesi yang basah.
3.      Lingkaran occipito frontalis kepala diukur dan dibuat grafiknya.
4.      Akan diminta X-Ray medulla spinalis.
5.      Akan diambil photografi dari lesi.
6.      Persiapan operasi.       
7.      Suatu catatan aktifitas otot pada anggota gerak bawah dan sringter anal akan dilakukan
oleh fisioterapi.
8.      Pembedahan medulla spinalis yang terpapar ditutupi dengan penutup durameter dan kulit
dijahit diatas dura yang diperbaiki. Jika celah besar, maka perlu digunakan kulit yang lebih
besar untuk menutupi cacat. Pada bayi ini drain sedot diinsersikan dibawah flap.
Perawatan pasca bedah :
1.      Pemberian makan per oral dapat diberikan 4 jam setelah pembedahan.
2.      Jika ada drain penyedotan luka makan harus diperiksa setiap jam untuk menjamin tidak
adanya belitan atau tekukan pada saluran dan terjaganya tekanan negatif dan wadah.
Lingkar kepala diukur dan dibuat grafik sekali atau dua kali seminggu. Sering kali
terdapat peningkatan awal dalam pengukuran setelah penutupan cacat spinal dan jika
peningkatan ini berlanjut dan terjadi perkembangan hidrochephalus maka harus diberikan
terapi yang sesuai.
Tindakan yang harus dilakukan adalah :
1.      Cegah infeksi perlukaan ensefalokel waktu lahir, menutup luka dengan kasa steril setelah
lahir.
2.      Persiapan operasi dilakukan sedini mungkin untuk mencegah infeksi otak yang sangat
berbahaya. Biasanya dilakukan pembedahan untuk mengembalikan jaringan otak yang
menonjol kedalam tulang tengkorak, membuang kantung dan memperbaiki kelainan
kraniofasil yang terjadi :
a.       Sebelum operasi, bayi dimasukkan ke dalam inkubator dengan kondisi tanpa baju.
b.      Jika kantong Bayi besar tidurkan bayi dengan posisi terlungkup untuk mencegah infeksi.
c.       Berkolaborasi dengan dokter anak, ahli bedah saraf, ahli ortopedi , dan ahli urologi,
terutama pada tindakn pembedahan.
d.      Melakukan informed consent dan informed choice pada keluarga.
3.      Pasca operasi perhatikan luka agar tidak basah, ditarik atau digaruk bayi perhatikan
mungkin terjadi hidrosefalus ukur lingkar kepala, pemberian antibiotik dan kolaborasi.
39

2.11 HIDROCEPHALUS

A. Pengertian

Hydrocephalus adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam ventrikel serebral, ruang
subarachnoid atau ruang subdural (Suriadi daan Yuliani, 2001).
Hydrochepalus yaitu timbul bila ruang cairan serebro spinalis interna atau eksternal melebar (
Mumenthaler, 1995).

Hydrocephalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan


cerebro spinalis tanpa atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi sehingga
terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya cairan serebro spinal (Ngatisyah, 1997).

Hydrocephalus berkembang jika aliran serebro spinal terhambat pada tempat sepanjang
perjalanannya, timbulnya hydrocephalus akibat produksi berlebihan cairan serebrospinal
dianggap sebagai proses yang intermitten setelah suatu infeksi atau trauma. Ini dapat terjadi
kelainan yang progresif pada anak – anak yang disebabkan oleh papyloma pleksus dapat
diatasi dengan operasi (Mumenthaler, 1995). Pembagiaan hydrocephalus pada anak dan bayi
Hydrocephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Kongenital

Merupakan hydrocphalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan sehingga pada saat lahir
keadaan otak bayi terbentuk kecil, terdesak oleh banyaknya cairan dalam kepala dan
tingginya tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.

1. Non Kongenital

Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar dengan penyebabnya yaitu penyakit –
penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana pengobatannya tidak
tuntas.Pada hydrocephalus didapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi kemudian
teganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan intrakranial sehingga perbedaan antara
hydrocephalus kongenital dan hydrocephalus non kongenital terletak pad pembentukan otak
dan kemungkinan prognosanya.

40

Berdasarkan letak obstruksi CSF hydrocephalus pada bayi dan anak ini juga dalam 2 bagian,
terbagi yaitu;

1. Hydrocephalus Komunikan (kommunucating hydrocephalus)

Pada hydrocephalus Komunikan obstruksinya terdapat pada rongga subarachnoid, sehingga


terdapat aliran bebas CSF dalam sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan.

2. Hydricephalus Non komunukan (nonkommunican hydrocephalus)

Pada hydrocephalus nonkomunikan obstruksinya terdapat dalam system ventrikel sehingga


menghambat aliran bebas dari CSF. Biasanya gangguan yang terjadi pada hydrocephalus
kongenital adalah pada sistem ventikel sehingga terjadi bentuk hydrocephalus
nonkomunikan.

B. Etiologi

Etiologi Hidrosefalus menurut L.Djoko Listiono (1998 );


1. Sebab-sebab Prenatal

Sebab prenatal merupakan faktor yang bertanggung jawab atas terjadinya hidrosefalus
kongenital yang timbul in- utero ataupun setelah lahir. Seabb-sebab ini mencakup malformasi
( anomali perkembangan sporadis ), infeksi atau kelainan vaskuler. Pada sebagian besar
pasien banyak yang etiologi tidak dapat diketahui dan untuk ini diistilahkan sebagai
hidrosefalus idiopatik.

2. Sebab-sebab Postnatal
3. Lesi masa menyebabkan peningkatan resistensi aliran liquor serebrospinal dan
kebanyakan tumor berlokasi di fosa posterior.Tumor lain yang menyebabkan
hidrosefalus adalah tumor di daerah mesencephalon. Kista arachnoid dan kista
neuroepitalial merupakn kelompok lesi masa yang menyebabkan aliran gangguan
liquor berlokasi di daerah supraselar atau sekitar foramen magmum.
4. Perdarahan yang disebabkan oleh berbagai kejadian seperti prematur, cedera kepala,
ruptura malformasi vaskuler.
5. Meningitis. Semua meningitis bakterialis dapat menyebabkan hidrosefalus akibat dari
fibrosis leptomeningeal. Hidrosefalus yang terjadi biasanya multi okulasi, hal ini
disebabkan karena keikutsertaan adanya kerusakan jaringan otak
6. Gangguan aliran vena. Biasanya terjadi akibat sumbatan antomis dan fungsional
seperti akhondroplasia dimana terjadi gangguan drainase vena pada basis krani,
trombosis jugularis.

41

Penyebab sumbatan aliran CSF, Penyebab sumbatan aliran CSF yang sering terdapat pada
bayi dan anak – anak. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi
adalah:

1. Kelainan bawaan
2. Stenosis Aquaductus sylvi

Merupakan penyebab yang paling sering pada bayi/anak (60-90%) Aquaductus dapat berubah
saluran yang buntu sama sekali atau abnormal ialah lebih sempit dari biasanya. Umumnya
gejala Hidrocefalus terlihat sejak lahir/progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama
setelah lahir.

1. Spina bifida dan cranium bifida

Biasanya berhubungan dengan sindrom Arnold-Chiari akibat tertariknya medula spinalis


dengan medula oblongata dan cerebelum, letaknya lebih rendah dan menutupi foramen
magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian/total.

2. Sindrom Dandy-Walker
Merupakan atresia congenital foramen luscha dan mengendie dengan akibat Hidrocefalus
obstruktif dengan pelebran sistem ventrikel terutama ventrikel IV sehingga merupakan krista
yang besar di daerah losa posterior.

3. Kista Arachnoid

Dapat terjadi   conginetal membai etiologi menurut usia

1. Anomali Pembuluh Darah


2. Infeksi

Infeksi mengakibatkan perlekatan meningen (selaput otak) sehingga terjadi obliterasi ruang
subarakhnoid,misalnya meningitis.

3. Perdarahan
4. Neoplasma

Terjadinya hidrosefalus disini oleh karena obstruksi mekanis yang dapat terjadi di setiap
aliran CSS. Neoplasma tersebut antara lain:

Ø  Tumor Ventrikel kiri

Ø  Tumorfosa posterior

42

Ø  Pailoma pleksus khoroideus

Ø  Leukemia, limfoma

5. Degeneratif.

Histositosis incontentia pigmenti dan penyakit krabbe.

6. Gangguan Vaskuler

Ø  Dilatasi sinus dural

Ø  Thrombosis sinus venosus

Ø  Malformasi V. Galeni

Ø  Ekstaksi A. Basilaris

Ø  Arterio venosusmalformasi
C. TANDA DAN GEJALA

Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama kelamaan menjadi
besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh peningkatan dimensi ventrikel
lateral dan anterior – posterior diatas proporsi ukuran wajah dan bandan bayi. Puncak orbital
tertekan kebawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar dengan
penonjolan putih mata yang tidak biasanya. Tampak adanya dsitensi vena superfisialis dan
kulit kepala menjadi tipis serta rapuh.

43

Uji radiologis : terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang terpisah –
pisah dan pelebaranvontanela.

Ventirkulogram menunjukkan pembesaran pada sistim ventrikel . CT scan dapat


menggambarkan sistim ventrikuler dengan penebalan jaringan dan adnya massa pada
ruangan Occuptional.

Pada bayi terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas normal. Proses ini pada tipe communicating
dapat tertahan secara spontan atau dapat terus dengan menyebabkan atrofi optik, spasme
ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan kematian, jika anak hidup maka akan terjadi retardasi
mental dan fisik.

Manifestasi Klinik

Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama kelamaan menjadi
besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh peningkatan dimensi ventrikel
lateral dan anterior – posterior diatas proporsi ukuran wajah dan bandan bayi. Puncak orbital
tertekan ke bawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar dengan penonjolan putih mata
yang tidak biasanya. Tampak adanya dsitensi vena superfisialis dan kulit kepala menjadi tipis
serta rapuh.Uji radiologis : terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang
terpisah – pisah dan pelebaran vontanela. Ventirkulogram menunjukkan pembesaran pada
sistim ventrikel . CT scan dapat menggambarkan sistim ventrikuler dengan penebalan
jaringan dan adnya massa pada ruangan Occuptional. Pada bayi terlihat lemah dan diam tanpa
aktivitas normal. Proses ini pada tipe communicating dapat tertahan secara spontan atau dapat
terus dengan menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan
kematian, jika anak hidup maka akan terjadi retardasi mental dan fisik.

1. Bayi :

ü   Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.

ü   Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi tegang, keras,
sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.

ü   Tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial antara lain :

 Muntah
 Gelisah
 Menangis dengan suara ringgi
 Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan pernafasan
dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.

44

ü  peningkatan tonus otot ekstrimitas

ü  Dahi menonjol atau mengkilat dan pembuluh – pembuluh darah terlihat jelas

ü  Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera terlihat seolah – olah diatas iris

ü  Bayi tidak dapat melihat ke atas, ‘‘Sunset Eyes”

ü  Strabismus, nystagmus, atropi optic

ü  Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas

2. Anak yang telah menutup suturanya;

Tanda – tanda peningkatan intarakranial

 Nyeri kepala
 Muntah
 Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
 Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun
 Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
 Strabismus
 Perubahan pupil

D. Diagnostik

Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan fisik dan
psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
penunjang yaitu;

1. Rontgen foto kepala

Dengan prosedur ini dapat diketahui

1. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran sutura,


tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa imopressio digitate dan
erosi prosessus klionidalis posterior.
2. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari foto
rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial.

45

2`Transimulasi

Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini dilakukan dalam
ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat yang dipakai lampu
senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar
akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.

3. Lingkaran kepala

Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar kepala melampaui
satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis kisi 1 cm) dalam kurun
waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat normal hal ini disebabkan
oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan secara fungsional.

Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka penutupan
sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.

4. Ventrikulografi
Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel
yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk memasukkan
kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau oksipitalis.
Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah
memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.
5. Ultrasanografi

Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG diharapkan dapat
menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG
pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan
sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi
sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.

6. CT Scan Kepala

Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari ventrikel
lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari occipital horns pada
anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya penurunan densitas oleh
karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS.
Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua
sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan

46

7. MRI ( Magnetic Resonance Image )

Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan menggunakan teknik
scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh.

E. Penatalaksanaan

Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live sustaining” yang berarti
penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan tindakan bedah secepatnya.
Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip pengobatan
hidrocefalus harus dipenuhi yakni:

1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis dengan


tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid (diamox) yang
menghambat pembentukan cairan serebrospinal.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan tempat
absorbsi yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid
3. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
4. Drainase ventrikule-peritoneal
5. Drainase Lombo-Peritoneal
6. Drainase ventrikulo-Pleural
7. Drainase ventrikule-Uretrostomi
8. Drainase ke dalam anterium mastoid
9. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung melalui kateter
yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan pengaliran cairan
serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan cara yang dianggap terbaik namun,
kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai
terjadinya infeksi sekunder dan sepsis.
10. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah
diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah kepala
dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang pintasan
dipasang. Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut
lalu ditanam selang pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut dihubiungakan
dengan selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat dari luar.
11. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan jenis
silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus.

Ada 2 macam terapi pintas/ “ shunting “:
1. Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya sementara. Misalnya:
pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus tekanan normal.

47

2. Internal
a.   CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain :

 Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-Kjeldsen)
 Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior
 Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronhus.
 Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum
 Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum.

1. “Lumbo Peritoneal Shunt”

CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum dengan operasi
terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan.

Teknik Shunting:

1. Sebuah kateter ventrikular dimasukkan melalui kornu oksipitalis atau kornu


frontalis, ujungnya ditempatkan setinggi foramen Monroe.
2. Suatu reservoir yang memungkinkan aspirasi dari CSS untuk dilakukan analisis.
3. Sebuah katup yang terdapat dalam sistem Shunting ini, baik yang terletak proksimal
dengan tipe bola atau diafragma (Hakim, Pudenz, Pitz, Holter) maupun yang terletak di
distal dengan katup berbentuk celah (Pudenz). Katup akan membuka
pada tekanan yang berkisar antara 5-150 mm, H2O.
4. Ventriculo-Atrial Shunt. Ujung distal kateter dimasukkan ke dalam atrium kanan
jantung melalui v. jugularis interna (dengan thorax x-ray ® ujung distal setinggi 6/7).

Ventriculo-Peritneal Shunt
a. Slang silastik ditanam dalam lapisan subkutan
b. Ujung distal kateter ditempatkan dalam ruang peritoneum.

Pada anak-anak dengan kumparan silang yang banyak, memungkinkan tidak diperlukan
adanya revisi walaupun badan anak tumbuh memanjang.
Komplikasi yang sering terjadi pada shunting: infeksi, hematom subdural, obstruksi, keadaan
CSS yang rendah, ascites akibat CSS, kraniosinostosis.

48

2.12 FIMOSIS
A.    Pengertian Fimosis
Fimosis adalah penyempitan pada prepusium.Kelainan ini juga menyebabkan bayi/anak
sukar berkemih.Kadang-kadang begitu sukar sehingga kulit prepusium menggelembung
seperti balon. Bayi/anak sering menangis keras sebelum urine keluar.(Ngastiyah.2005)
Fimosis adalah keadaan kulit penis (preputium) melekat pada bagian kepala penis dan
mengakibatkan tersumbatnya lubang saluran kemih, sehingga bayi dan anak jadi kesulitan
dan kesakitan saat kencing.Sebenarnya yang berbahaya bukanlah fimosis sendiri, tetapi
kemungkinantimbulnya infeksi pada uretha kiri dan kanan, kemudian ke ginjal. Infeksi ini
dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal.( wafi nur.2010).
Sedangkan parafimosis merupakan kebalikan dari fimosis dimana kulit preputium setelah
ditarik ke belakang batang penis tidak dapat dikembalikan ke posisi semula (ke depan batang
penis) sehingga penis menjadi terjepit.
fimosis dan parafimosis yang didiagnosis secara klinis ini, dapat terjadi pada penis yang
belum disunat (disirkumsisi, circumcision) atau telah dikhitan namun hasilnya kurang baik.
Fimosis dan parafimosis dapat terjadi pada laki-laki semua usia, namun kejadiannya tersering
pada masa bayi dan remaja.
49

B.     Etiologi
Fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir terjadi karena ruang di antara kutup dan
penis tidak berkembang dengan baik.Kondisi ini menyebabkan kulup menjadi melekat pada
kepala penis, sehingga sulit ditarik ke arah pangkal.Penyebabnya bisa dari bawaan dari lahir,
atau didapat, misalnya karena infeksi atau benturan.
1.      Konginetal (fimosis fisiologis)
      Fimosis kongenital (fimosis fisiologis) timbul sejak lahir sebenarnya merupakan kondisi
normal pada anak-anak, bahkan sampai masa remaja. Kulit preputium selalu melekat erat
pada glans penis dan tidakdapatditarik ke belakang pada saat lahir, namun seiring
bertambahnya usia serta diproduksinya hormon dan faktor pertumbuhan terjadi proses
keratinisasi lapisan epitel dan deskuamasi antara glans penis dan lapis glan dalam preputium
sehingga akhirnya kulit preputium terpisah dari glan penis.
2.      Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true phimosis)
      Hal ini berkaitan dengan kebersihan hygiene alat kelamin yang buruk, peradangan kronik
glans penis dan kulit preputium (balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit
preputium (forceful retraction) pada fimosis kongenital yang akan menyebabkan
pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputium yang membuka.
C. Tanda dan Gejala

Fimosis kongenital seringkali menimbulkan fenomena ballooning, yakni kulit


preputium mengembang saat berkemih karena desakan pancaran air seni tidak diimbangi
besarnya lubang di ujung preputium. Fenomena ini akan hilang dengan sendirinya, dan tanpa
adanya fimosis patologik, tidak selalu menunjukkan adanya hambatan (obstruksi) air seni.
Selama tidak terdapat hambatan aliran air seni, buang air kecil berdarah (hematuria), atau
nyeri preputium, fimosis bukan merupakan kasus gawat darurat.
Jika fimosis menyebabkan hambatan aliran air seni, diperlukan tindakan sirkumsisi
(membuang sebagian atau seluruh bagian kulit preputium) atau teknik bedah plastik lainnya
seperti preputioplasty (memperlebar bukaan kulit preputium tanpa memotongnya).Indikasi
medis utama dilakukannya tindakan sirkumsisi pada anak-anak adalah fimosis patologik.
1.      Tanda dan gejala fimosis diantaranya :
a.       Penis membesar dan menggelembung akibat tumpukan urin
b.      Kadang-kadang keluhan dapat berupa ujung kemaluan menggembung saat mulai buang
air kecil yang kemudian menghilang setelah berkemih.Hal tersebut disebabkan oleh karena
urin yang keluar terlebih dahulu tertahan dalam ruangan yang dibatasi oleh kulit pada ujung
penis sebelum keluar melalui muaranya yang sempit
c.       Biasanya bayi menangis dan mengejan saat buang air kecil karena timbul rasa sakit.
d.      Kulit penis tak bisa ditarik kea rah pangkal ketika akan dibersihkan
e.       Air seni keluar tidak lancar.Kadang-kadang menetes dan kadang-kadang memancar
dengan arah yang tidak dapat diduga
f.       Bisa juga disertai demam
g.      Iritasi pada penis.

50

D. Diagnosis

Untuk mendiagnosis fimosis, biasanya dokter akan menanyakan riwayat penyakit dan
melakukan pemeriksaan fisik sederhana pada penis. Fimosis jarang membutuhkan
pemeriksaan lanjutan.

E.Penatalaksanaan

Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true phimosis) timbul
kemudian setelah lahir. Hal ini berkaitan dengan kebersihan (higiene) alat kelamin yang
buruk, peradangan kronik gtans penis dan kulit preputium (balanoposthitis kronik), atau
penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction) pada fimosis kongenital yang akan
menyebabkan pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputiurn yang
membuka. Fimosis kongenital seringkali menimbulkan fenomena ballooning, yakni kulit
preputium mengembang saat berkemih karena desakan pancaran air seni tidak diimbangi
besarnya tubang di ujung preputium. Fenomena ini akan hilang dengan sendirinya, dan tanpa
adanya fimosis patologik, tidak selalu menunjukkan adanya hambatan (obstruks) air seni.
Selama tidak terdapat hambatan aliran air seni, buang air kecil berdarah (hematuria), atau
nyeri preputium, fimosis bukan merupakan kasus gawat darurat.
Fimosis kongenital seyogyanya dibiarkan saja, kecuali bila terdapat alasan agama
dan/atau sosial untuk disirkumsisi. Hanva diperlukan penjelasan dan pengertian mengenai
fimosis kongenital yang memang normal dan lazim terjadi pada masa kanak-kanak serta
menjaga kebersihan alat kelamin dengan secara rutin membersihkannya tanpa penarikan kulit
preputium secara berlebihan ke belakang batang penis dan mengembalikan kembali kulit
preputium ke depan batang penis setiap selesai membersihkan. Upaya untuk membersihkan
alat kelamin dengan menarik kulit preputium secara berlebihan ke belakang sangat berbahaya
karena dapat menyebabkan luka, fimosis didapat, bahkan parafimosis. Seiring dengan
berjalannya waktu, perlekatan antara lapis bagian dalam kulit preputium dan glans penis akan
lepas dengan sendirinya. Walaupun demikian, jika fimosis menyebabkan hambatan aliran air
seni, dipertukan tindakan sirkumsisi (membuang sebagian atau seluruh bagian kulit
preputium) atau teknik bedah plastlk lainnya seperti preputioplasty (memperlebar bukaan
kulit preputiurn tanpa memotongnya).Indikasi medis utama dilakukannya tindakan
siricumsisi pada anak-anak adalah fimosis patologik.
Terapi fimosis pada anak-anak tergantung pada pilihan orang tua dan dapat berupa
sirkumsisi plastik atau sirkumsisi radikal setelah usia dua tahun, tetapi kadang orang tua tidak
tega karena bayi masih kecil. Untuk menolongnya dapat di coba dengan melebarkan lubang
prepusium dengan cara mendorong ke belakang kulit prepusium tersebut dan biasanya akan
terjadi luka. Untuk mencengah infeksi dan agar luka tidak merapat lagi pada luka tersebut
dioleskan salep antibiotic.Tindakan ini mula-mula di lakukan oleh dokter.Melakukannya
seperti yang di lakukan dokter.Selanjutya di rumah orang tua di minta melakukanny seperti
yang dilakukan dokter, tetapi jangan smpai di paksakan.

51
 Pada kasus dengan komplikasi, seperti infeksi saluran kemih berulang atau balloting
kulit prepusium saat miksi, sirkumsisi harus segera dilakukan tanpa memperhitungkan usia
pasien. Tujuan sirkumsisi plastik adalah untuk memperluas lingkaran kulit prepusium saat
retraksi komplit dengan mempertahankan kulit prepusium secara kosmetik. Pada saat yang
sama, periengketan dibebaskan dan dilakukan frenulotomi dengan ligasi arteri frenular jika
terdapat frenulum breve. Sirkumsisi neonatal rutin untuk mencegah karsinoma penis tidak
dianjurkan.Kontraindikasi operasi adalah infeksi tokal akut dan anomali kongenital dari
penis.
Phimosis yang di sertai balaniits xerotica obliterans dapat di berikan salep
deksamethasone, 0,1% yang di oleskan 3-4 kali sehari, dan diharapkan setelah 6 minggu
pemberian, preputium dapat di retraksi spontan.
Sebagai pilihan terapi konservatif dapat diberikan salep kortikoid (0,05-0,1%) dua
kali sehari selama 20-30 hari Terapi ini tidak dianjurkan untuk bayi dan anak-anak yang
masih memakai popok, tetapi dapat dipertimbangkan untuk usia sekitar tiga tahun
1.      Cara menjaga kebersihan pada fimosis
a.       Bokong
Area ini mudah terkena masalah, karena sering terpapar dengan popok basah dan terkena
macam-macam iritasi dari bahan kimia serta mikroorganisme penyebab infeksi air
kemih/tinja, maupun gesekan dengan popok atau baju. Biasanya akan timbul gatal-gatal dan
merah di sekitar bokong. Meski tak semua bayi mengalaminya, tapi pada beberapa bayi,
gatal-gatal dan merah di bokong cenderung berulang timbul.Tindak pencegahan yang penting
ialah mempertahankan area ini tetap kering dan bersih.

b.      Penis
a)       Sebaiknya setelah BAK penis dibersihkan dengan air hangat, menggunakan kasa.
Membersihkannya sampai selangkang.Jangan digosok-gosok. Cukup diusap dari atas ke
bawah, dengan cara satu arah sehingga bisa bersih dan yang kotor bisa hilang.
b)      Setiap selesai BAK, popok selalu diganti agar kondisi penis tidak iritasi.
c)      Setelah BAK penis jangan dibersihkan dengan sabun yang banyak karena bisa
menyebabkan iritasi.

2.      Tindakan yang sebaiknya dilakukan:


a.       Jangan gunakan diapers sepanjang hari. Cukup saat tidur malam atau bepergian.
b.      Jangan ganti-ganti merek diapers. Gunakan hanya satu merek yang cocok untuk bayi
Anda.
c.       Lebih baik gunakan popok kain. Jika terpaksa memakai diapers, kendurkan bagian
paha untuk ventilasi dan seringlah menggantinya (tiap kali ia habis buang air kecil/besar).
d.      Tak ada salahnya sesekali membiarkan bokongnya terbuka. Jika perlu, biarkan ia tidur
dengan bokong terbuka. Pastikan suhu ruangan cukup hangat sehingga ia tak kedinginan.
e.       Jika peradangan kulit karena popok pada bayi Anda tak membaik dalam 1-2 hari atau
bila timbul lecet atau bintil-bintil kecil, hubungi dokter .

52

2.13 HIPOSPADIA
A. Pengertian

Hipospadia berasal dari dua kata yaitu hypo yang berarti di bawah dan spadon yang


berarti keratan yang panjang..Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan dimana meatus uretra
eksterna berada di bagian permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya
yang normal (ujung glanss penis) (Arif Mansjoer, 2000). Hipospadia adalah kelainan bawaan
berupa urethra yang terletak di bagian bawah dekat pangkal penis (Ngastiyah, 2005).
Berdasarkan dari dua definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa hipospadia adalah
suatu kelainan bawaan sejak lahir dimana lubang uretra terdapat di penis bagian bawah bukan
diujung penis. Sebagaian besar anak dengan kelainan hipospadia memiliki bentuk batang
penis yang melengkung. Biasanya di sekitar lubang kencing abnormal tersebut terbentuk
jaringan ikat (fibrosis) yang bersifat menarik dan mengerutkan kulit sekitarnya. Jika dilihat
dari samping, penis tampak melengkung seperti kipas (chordee, bahasa latin); secara spesifik
jaringan parut di sekitar muara saluran kencing kemudian disebut chordee. Tidak setiap
hipospadia memiliki chordee.
Seringkali anak laki-laki dengan hipospadia juga memiliki kelainan berupa testis yang
belum turun sampai kekantung kemaluannya (undescended testis). Hipospadia merupakan
kelainan bawaan yang jarang ditemukan, dengan angka kekerapan 1 kasus hipospadia pada
setiap 250-400 kelahiran bayi laki-laki hidup.

53

B. Etiologi

Hipospadia hasil dari fusi yang tidak lengkap dari lipatan uretra
terjadi pada usia kehamilan pada minggu ke 8 dan ke 14. Diferensiasi seksual laki-laki pada
umumnya tergantung pada hormone testosteron, dihydrotestosteron, dan ekspresi reseptor
androgen oleh sel target. Gangguan dalam keseimbangansistem endokrin baik faktor-faktor
endogen atau eksogen dapat menyebabkanhipospadia. Indikasi untuk beberapa faktor
risiko lain juga telah dilaporkan. Namun, etiologi hipospadia masih belum diketahui.
(Brouwers, 2006).
       1.      Metabolisme Androgen
Diferensiasi seksual yang normal tergantung pada testosteron dan metabolismenya
bersamaan dengan kehadiran reseptor androgen fungsional. Gangguan genetik dalam jalur
metabolisme androgen dapat menyebabkan hipospadia. Meskipun kelainan dalam
metabolism androgen dapat menyebabkan hipospadia yang berat, namun tidak dapat
menjelaskan etiologi terjadinya hipospadia yang sedang dan ringan. (Baskin, 2000)
      2.      Gangguan Endokrin
Salah satu penyebab hipospadia disebabkan adanya kontaminasi lingkungan, dimana
dapat mengintervensi jalur androgen yang normal dandapat mengganggu sinyal seluler. Hal
ini dapat diketahui dari beberapa bahan yang sering dikonsumsi oleh manusia yang banyak
mengandung aktivitas ekstrogen, seperti pada insektisida yang sering digunakan untuk
tanaman, estrogen alami pada tumbuhan, produk-produk plastik, dan produk farmasi. Selain
itu, banyak bahan logam yang digunakan untuk industry makanan, bagian dalamnya dilapisi
oleh bahan plastic yang mengandung substansi estrogen. Substansi estrogen juga dapat
ditemukan pada air laut dan air segar, namun jumlahnya hanya sedikit. Ketika estrogen
tersebut masuk ke dalam tubuh hewan, jumlah estrogen paling tinggi berada pada puncak
rantai makanan, seperti kain besar, burung, mamalia laut dan manusia, sehingga
menyebabkan kontaminasi estrogen yang cukup besar. Pada beberapa spesies, kontaminasi
estrogen dapat mempengaruhi fungsi reproduksi dan kesehatan. Sebagai contoh, terjadi
penipisan kulit telur karena pengaruh estrogen. (Baskin, 2000)
       3.      Faktor Genetik
Usia ibu saat melahirkan dapat menjadikan salah satu faktor resiko terjadinya
hipospadia. Sebuah langsung korelasi terlihat antara usia ibu yang tua dapat meningkatkan
kejadian hipospadia, dan lebih ditandai dengan bentuk parah dari cacat lahir. (Fisch, 2001)

54

C. Tanda dan gejala

a.    Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah penis
yang menyerupai meatus uretra eksternus.

b.   Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung penis.

c.    Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang
hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.

d.   Kulit penis bagian bawah sangat tipis.

e.    Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.

f.    Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.

g.   Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.


h.   Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).

i.     Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.

D. Diagnosis
Ketika pasien pertama kali datang, pertanyaan dibuat mengenai riwayat obat-obatan
diawal kehamilan, riwayat keluarga, arah dan kekuatan cairan kemih dan adanya
penyemprotan pada saat buang air kecil. Pemeriksaan fisik meliputi kesehatan umum dan
perkembangan pertumbuhan dengan perhatian khusus pada system saluran kemih seperti
pembesaran salah satu atau kedua ginjal dan amati adanya cacat lahir lainnya. Khas pada
hipospadia adalah maetus uretra pada bagian ventral dan perselubungan pada daerah dorsal
serta terdapat defisiensi kulit preputium, dengan atau tanpa chordee dan hipospadia berat
berupa suatu skrotum bifida. Ukuran meatus uretra dan kualitas dinding uretra (corpus
spongiosum) pada proksimal meatus juga berbeda. Derajat hipospadia sering digambarkan
sesuai dengan posisi meatus uretra dalam kaitannya dengan penis dan skrotum. Ini harus
dilakukan dengan hati-hati untuk kemungkinan timbul keraguan karena dengan adanya
Chordee yang signifikan.

55

 Sebuah meatus yang berada di wilayah subcoronal mungkin sebenarnya juga snagat
dekat dengan persimpangan penoscrotal dank arena itu setelah koreksi chordee, meatus akan
surut ke daerah proksimal batang penis memerlukan rekonstruksi uretra yang luas.
Sebaliknya, meatus yang terletak di wilayah subcoronal dalam ketiadaan chordeecocok
dengan hipospadia ringan. Oleh karna itu, karena kehadiran chordee yang signifikan, posisi
meatus uretra harus dijelaskan dalam kaitannya dengan persimpangan penoscrotal dan
korona. Tingkat chordee dapat secara akurat dinilai dengan induksi ereksi dengan
mengompresi kavernosum terhadap rami pubis. Kehadiran satu atau kedua testis di skrotum
harus dicatat. Pada sebagian besar kasus, pasien dengan testis hipospadia ringan sampai
sedang dan kedua testis yang dapat turun secara genotif adalah laki-laki normal. Namun
dalam kasus hipospadia yang berat terutama bila dikaiatkan dengan testis yang tidak turun
baik unilateral atau bilateral, muncul pertanyaan tentang interseks. (Man, 1958).

Bebrapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu urethtroscopy dan


cytosocopy untuk memasatikan organ-organ seksinternal terbentuk secara normal. Excretory
urography dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya abnormalitas congenital  pada ginjal dan
ureter. (Cafici, 2002).
E. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hipospadia adalah dengan jalan pembedahan. Tujuan prosedur


pembedahan pada hipospadia adalah:
      1.      Membuat penis yang lurus dengan memperbaiki chordee.
      2.      Membentuk uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung penis(Uretroplasti).
    3.      Untuk mengembalikan aspek normal dari genitalia eksterna (kosmetik).Pembedahan
dilakukan berdasarkan keadaan malformasinya. Padahipospadia glanular uretra distal ada
yang tidak terbentuk, biasanya tanpa recurvatum, bentuk seperti ini dapat direkonstruksi
dengan flap lokal (misalnya, prosedur Santanelli, Flip flap, MAGPI [meatal advance
and glanulo plasty], termasuk preputium plasty).
            Operasi sebaiknya dilaksanakan pada saat usia anak yaitu enam bulansampai usia
prasekolah. Hal ini dimaksudkan bahwa pada usia ini anak diharapkan belum sadar bahwa ia
begitu spesial, dan berbeda dengan teman-temannya yang lain yaitu dimana anak yang lain
biasanya miksi (buang air seni) dengan berdiri sedangkan ia sendiri harus
melakukannya dengan jongkok agar urin tidak merembes ke mana-mana. Anak
yang menderita hipospadia hendaknya jangan dulu dikhitan, hal ini berkaitan dengan
tindakan operasi rekonstruksi yang akan mengambil kulit preputium penis untuk menutup
lubang dari sulcus uretra yang tidak menyatu pada penderita hipospadia.

56

Tahapan operasi rekonstruksi antara lain:


1.      Meluruskan penis yaitu orifisium dan canalis uretra senormal mungkin.Hal ini dikarenakan
pada penderita hipospadia biasanya terdapat suatuchorda yang merupakan jaringan fibrosa
yang mengakibatkan penis penderita bengkok. Langkah selanjutnya adalah mobilisasi
(memotong dan memindahkan) kulit preputium penis untuk menutup sulcus uretra.
2.      (Uretroplasty). Tahap kedua ini dilaksanakan apabila tidak terbentuk fossa naficularis pada
glans penis. Uretroplasty yaitu membuat fassanaficularis baru pada glans penis yang nantinya
akan dihubungkan dengan canalis uretra yang telah terbentuk sebelumnya melalui
tahap pertama.
Tidak kalah pentingnya pada penanganan penderita hipospadia adalah penanganan
pascabedah dimana canalis uretra belum maksimal dapat digunakan untuk lewat urin karena
biasanya dokter akan memasang sonde untuk memfiksasi canalis uretra yang dibentuknya.
Urin untuk sementara dikeluaskan melalui sonde yang dimasukkan pada vesica urinaria
(kandungkemih) melalui lubang lain yang dibuat olleh dokter bedah sekitar daerah di bawah
umbilicus (pusar) untuk mencapai kandung kemih
57

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat
dikemukakan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Kelainan bawaan merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul
sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan bawaan dapat dikenali sebelum kelahiran,
pada saat kelahiran atau beberapa tahun kemudian setelah kelahiran.

2. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelainan kongenital atau cacat bawaan pada
neonatus yaitu kelainan genetik dan kromosom, faktor genetik, faktor infeksi, faktor obat,
faktor umur ibu, faktor hormonal, faktor radiasi, faktor gizi, dan faktor-faktor lainnya.
3. Kelainan kongenital yang biasanya terjadi pada neonatus yaitu Labiokhiziz, Labio
Paltoskiziz, atressia esofagus, atresia rekti, atresia ani, hirschprung, omfalokel, hernia
diafragmatika, meningokel, ensefalokel, Hidrochepalus, fimosis, hipospadia.

Setiap ditemukannya kelainan kongenital pada bayi baru lahir, hal ini harus dibicarakan
dengan orang tuanya tentang jenis kemungkinan faktor penyebab, langkah-langkah
penanganan dan prognosisnya.

Kelainan congenital atau cacat bawaan tidak dapat dicegah, melainkan resiko terjadinya dapat
dikurangi dengan tidak mengkonsumsi alcohol, menghindari rokok , obat terlarang, makan
makanan yang bergizi, olahraga teratur, menjalani vaksinasi, melakukan pemeriksaan
prenatal dengan rutin, dan menghindari zat-zat berbahaya lainnya.

B. Saran

Adapun saran yang diajukan dalam makalah ini, yaitu:

1. Dalam mempelajari asuhan neonates, seorang calon bidan diharapkan mengetahui


kelainan kongenital atau cacat bawaan yang biasanya terjadi pada neonatus sehingga mampu
memberikan asuhan neonates dengan baik dan sesuai dengan kewenangan profesi.

2. Kepada pembaca, jika menggunakan makalah ini sebagai acuan dalam pembuatan
makalah atau karya tulis yang berkaitan dengan judul makalah ini, diharapkan kekurangan
yang ada pada makalah ini dapat diperbaharui dengan lebih baik.

58

REFERENSI

http://iramakumalasari.blogspot.com/2013/05/meningokel-dan-ensefalokel.html

http://blogger-fhatmardi.blogspot.com/p/blog-page.html

http://dianhusadanicky.blogspot.com/p/meningokel-definisi-meningokel-adalah.html

http://uyettqhu.blogspot.com/2012/10/kelainan-bawaan-dan-penatalaksanaan_18.html

http://wulan-midwifery.blogspot.com/2012/03/meningell-ensefalokel.html
Healthline. https://www.healthline.com/health/mens-health/phimosis
Diakses pada 2 November 2018

NHS. https://www.nhs.uk/conditions/phimosis/
DHaws. Paulette . 2011. Asuhan Neonatus Rujukan Cepat.  Jakarta: EGC
Ngastiyah. 2010. Perawatan Anak Sakit. Jakarta:      EGC                                                    
Nur,Wafi. 2012. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta: Fitramaya.
Soleh, kosim. 2010.  Buku panduan manajemen bayi baru lahir. Jakarta : EGC
diakses pada 2 November 2018

Adam, George L. BOIES Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. Jakarta: Jakarta: EGC.
Artono dan Prihartiningsih. 2008. Labioplasti Metode Barsky Dengan Pemotongan Tulang
Vomer Pada Penderita Bibir Sumbing Dua Sisi Komplit Di Bawah Anestesi Umum.
Maj Ked Gi : 15(2) : 149-15
Wiknjosastro, Hanifa, 2006, Ilmu Kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, Jakarta: EGC

Haws., Paulette S., 2008, Asuhan Neonatus Rujukan Cepat, Jakarta: EGC

http://dokterbedahmalang.com/penyebab-timbulnya-celah-bibir-bibir-sumbing/

http://newbornclinic.wordpress.com/2009/04/19/kelainan-bawaan-bayi-baru-lahir-dan-
penyebabnya/

59

Anda mungkin juga menyukai