Anda di halaman 1dari 63

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS, BAYI DAN BALITA

‘’NEONATUS DENGAN KELAINAN BAWAAN ’’

Disusun Oleh :

Nama : Putri Melani

Lokal/NIM : 2B/194210407

DOSEN : YOSI SEFRINA, SST, M. Keb

PRODI DIII KEBIDANAN BUKITTINGGI


POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
2020/2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul:‘’NEONATUS
DENGAN KELAINAN BAWAAN’’. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah di D-III Kebidanan Bukittingi Poltekkes Kemenkes RI Padang. Pada penulisan
makalah ini, penulis telah banyak mendapat bantuan, dorongan, petunjuk dan bimbingan
dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, izinkan penulis mengucapkan rasa hormat dan terimakasih kepada Ibu
Yosi Sefrina, Sst, M.Keb selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah Asuhan Kebidanan
Neonatus, Bayi Dan Balita dan rekan-rekan yang telah berpartisipasi dalam pembuatan
makalah ini. Mudah-mudahan Allah SWT membalas segala bantuan yang telah diberikan
dengan pahala yang berlipat ganda.Aamiin.

Makalah ini masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun
materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki. Untuk untuk kritik dan saran dari semua
pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Pesisir Selatan, 1 Oktober 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii

BAB I.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Labioskhiziz 3
2.2 Labiopalatoskhiziz 9
2.3 Atresia esofagus 14
2.4 Atresia Rekti 17
2.5 Atresia Ani 21
2.6 Hisprung 25
2.7 Omfalokel 28
2.8 Hernia Diafragma 30
2.9 Meningokel 33
2.10 Ensefalokel 39
2.11 Hidrocephalus 42
2.12 Fimosis 46
2.13 Hiposfadia 49

BAB III PENUTUP


3.1 KESIMPULAN 52
3.2 SARAN 52

DAFTAR PUSTAKA 53

ii
BAB I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Upaya pemeliharaan kesehatan anak ditujukan untuk mempersiapkan
generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk
menurunkan angka kematian anak. Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan
sejak janin masih dalam kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan, dan sampai
berusia delapan belas tahun (Kemenkes, RI, 2016: 124). Upaya kesehatan anak
antara lain diharapkan mampu menurunkan angka kematian anak. Indikator angka
kematian yang berhubungan dengan anak yakni Angka Kematian Neonatal
(AKN), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Balita (AKABA).
Perhatian terhadap upaya
Kelainan kongenital adalah kelainan dalam pertumbuhan janin yang terjadi
sejak konsepsi dan selama dalam kandungan. Diperkirakan 10-20% dari kematian
janin dalam kandungan dan kematian neonatal disebabkan oleh kelainan
kongenital. Khusunya pada bayi berat badan rendah diperkirakan kira-kiraa 20%
diantaranya meninggal karena kelainan kongenital dalam minggu pertama
kehidupannya. Malformasi kongenital merupakan kausa penting terjadinya
keguguran, lahir mati, dan kematian neonatal. Mortalitas dan morbiditas pada bayi
pada saat ini masih sangat tinggi pada bayi yang mengalami penyakit bawaan.
Salah satu sebab morbiditas pada bayi adalah atresia duedoni esophagus,
meningokel eosephalokel, hidrosephalus, fimosis, hipospadia dan kelainan
metabolik dan endokrin. Sebagian besar penyakit bawaan pada bayi disebabkan
oleh kelainan genetik dan kebiasaan ibu pada saat hamil mengkonsumsi alkohol,
rokok dan narkotika. Dari uraian diatas diharapkan seorang bidan dapat
melakukan penanganan secara terpadu.
penatalaksanaannya sehingga sebagai seorang bidan kita mampu memberikan
asuhan neonatus dengan tujuan meminimalisir angka kematian dan kesakitan pada
neonatus sehingga tugas mutlak seorang bidan dan terpenuhi dengan baik.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan neonatus dengan kelainan bawaan dan
penatalaksanaannya?
2. Apa yang dimaksud dengan Labioskizis dan Labiopalatoskizis dan
bagaimana cara penanganannya?
3. Apa yang dimaksud dengan Atresia Oesophagus dan cara penanganannya?
4. Apa yang dimaksud dengan Atresia Rekti dan Atresia Ani dan cara
penanganannya?
5. Apa yang dimaksud dengan Hirschprung dan cara penanganannya?
6. Apa yang dimaksud dengan Omfalokel dan cara penanganannya?
7. Apa yang dimaksud dengan Hemia Diaframatika dan cara penanganannya?
8. Apa yang dimaksud dengan Meningokel dan cara penanganannya?
9. Apa yang dimaksud dengan Ensefalokel dan cara penanganannya?
10. Apa yang dimaksud dengan Hidrocephalus dan cara penanganannya?
11. Apa yang dimaksud dengan Fimosis dan cara penanganannya?
12. Apa yang dimaksud dengan Hipospadia dan cara penanganannya?

1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang diatas maka tujuannya adalah:
Mahasiswa mampu Memahami Penyulit dan Komplikasi Pada
Neonatus, Bayi, dan Balita. “NEONATUS DENGAN KELAINAN
BAWAAN”:
1. Dapat mengetahui apa itu Labioskhiziz & Labiospalatokhiziz
2. Dapat mengetahui apa itu Atresia esofagus
3. Dapat mengetahui apa itu atresia rekti & atresia ani
4. Dapat mengetahui apa itu Hisprung
5. Dapat mengetahui apa itu Omfalokel
6. Dapat mengetahui apa itu Diaframatika
7. Dapat menetahui apa itu Meningokel
8. Dapat menetahui apa itu Ensefalakel
9. Dapat mengetahui apa itu Hidrocephalus
10. Dapat mengetahui apa itu Fimosis
11. Dapat mengetahui apa itu Hipospadia

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Labioskhiziz
a. Pengertian
1) Labio = bibir
Schisis = celah / belahan
Jadi labioschisis adalah celah congenital pada lateral bibir atas.
2) Teori sekarang : tidak terbentuk ectoderm di tempat tersebut sehingga
ektoderm dan endoderm diserap. Jadi sudah bersatu tapi tidak kuat
sehingga pecah lagi.
3) Labioskizis adalah kelainan congenital sumbing yang terjadi akibat
kegagalan fusiatau penyatuan prominen maksilaris dengan prominen
nasalis medial yang dilikuti disrupsikedua bibir, rahang dan palatum
anterior. Sedangkan
4) Labioskizis atau cleft lip atau bibir sumbing adalah suatu kondisi dimana
terdapatnya celah pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini
dapat berupa takik kecil pada bahagian bibir yang berwarna sampai pada
pemisahan komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari bibir ke
hidung.
5) Adapun berapa pembagian labioschisis adalah sebagai berikut:
Labioschisis unilateral / bilateral:
a) Inkomplet (hanya kena bibir)
b) Komplet (bibir, lantai hidung dan prosesus alveolaris)

3
b. Etiologi

Beberapa penyebab labioschisis adalah herediter (mutasi gen,kelainan


kromosom),faktor lingkungan, faktor usia ibu, obat-obatan, nutrisi, daya pembentukan

embrio yang menurun, penyakit infeksi,radiasi,stres emosional,trauma, terutama pada

kehamilan trimester pertama. 

Teori yang Menggambarkan terjadinya labio schisis:

1. Teori Fusi

Disebut teori klasik. Pada akhir minggu keenam dan awal minggu ketujuh
masa kehamilan, prosesus maksilaris berkembang ke arah depan menuju garis
median, mendekati prosesus nasomedialis dan kemudian bersatu. Bila terjadi
kegagalan fusi antara prosesus maksilaris dengan proses medialis maka celah
bibir akan terjadi.

2. Teori hambatan perkembangan.

Disebut juga teori penyusupan dari mesoderm. Mesoderm mengadakan


penyusupan menyeberangi celah sehingga bibir atas berkembang normal. Victor
Veau bersama dengan Hochsteter menyatakan bila terjadi kegagalan migrasi
mesodermal menyeberangi celah maka celah bibir akan terbentuk

3. Teori Mesodermal sebagai kerangka membran brankhial

Pada minggu kedua kehamilan, membran brankhial memerlukan jaringan


mesodermal yang bermigrasi melalui puncak kepala dan kedua sisi ke arah muka.
Bila mesodermal tidak ada maka dalam pertumbuhan embrio membran brankhial
akan pecah sehingga akan terbentuk celah bibir.

4. Gabungan teori fusi dan penyusupan mesodermal

4
c. Tanda dan Gejala
Tanda-tanda Labioschisis

1. Celah pada bibir

2. Gangguan gizi : susah menyusui

3. Gigi tumbuh tak normal : menonjol

4. Sering disertai infeksi mulut

Bibir sumbing dan langit-langit sumbing bisa dideteksi selama kehamilan


atau saat bayi baru lahir. Umumnya, saat bayi mengalami langit-langit atau bibir
sumbing, akan muncul gejala berupa:
 Adanya celah di bibir bagian atas atau di langit-langit mulut yang bisa
terjadi di salah satu sisi atau kedua sisi
 Adanya celah yang terlihat seperti sobekan kecil dari bibir ke gusi atas
dan langit-langit mulut hingga ke bawah hidung
 Adanya celah pada langit-langit mulut yang tidak memengaruhi tampilan
wajah
 Adanya perubahan bentuk hidung akibat celah yang terbentuk di bibir
atau langit-langit mulut
 Adanya gangguan pertumbuhan gigi atau susunan gigi yang tidak teratur
Bibir sumbing tidak selalu disertai dengan munculnya langit-langit
sumbing, begitu pun sebaliknya. Selain yang dijelaskan di atas, ada juga
jenis sumbing atau celah yang cukup jarang terjadi, yaitu sumbing
submukosa. Sumbing jenis ini akan menyebabkan munculnya celah di
bagian yang kurang terlihat. Biasanya, di bagian langit-langit mulut yang
lunak dan ditutupi lapisan mulut. Jenis sumbing ini tidak terlihat saat
lahir dan biasanya akan terdiagnosis saat muncul gejala berupa:

5
 Sulit makan dan menyusui
 Sulit menelan, bahkan makanan dan minuman bisa keluar lagi dari
hidung
 Suara sengau atau terdengar tidak jelas
 Infeksi telinga kronis

d. Diagnosis
Diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik di daerah wajah.
Labioskizis dapat terjadi dalam beberapa derajat malformasi, mulai dari takik
ringan pada tepi bibir dikanan/ kiri garis tengah, hingga sumbing lengkap
menjalar sampai kehidung. Terdapat variasi lanjutan yang melibatkan sumbing
palatum.

Bibir sumbing bisa diketahui saat bayi lahir sampai 72 jam setelahnya. Saat
bayi mengalami bibir sumbing, dokter akan menanyakan riwayat kesehatan ibu
dan keluarga, termasuk ada tidaknya riwayat mengonsumsi obat atau suplemen
selama kehamilan. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan pada wajah
anak, termasuk mulut, hidung, dan langit-langit mulut.

Selain bisa diketahui saat bayi lahir, bibir sumbing juga bisa terdeteksi
selama kehamilan. Pemeriksaan USG kehamilan yang dilakukan pada minggu ke-
18 hingga ke-21 biasanya akan menunjukkan adanya kelainan pada area wajah
janin. Jika janin dicurigai mengalami kelainan pada wajah dan bibir, biasanya
dokter akan menyarankan ibu hamil untuk menjalani prosedur amniosentesis,
yaitu tes yang dilakukan dengan cara mengambil sampel air ketuban. Prosedur ini
bertujuan untuk mengetahui penyebab bibir sumbing.

e. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Labioschisis

1. Mempertahankan jalan nafas agar tetap terbuka, caranya:

6
2. Pemberian nutrisi yang cukup dan hati-hati dengan pipet,pakai pompa
susu,sendok dan lain-lain

3. Perawatan dokter gigi

4. Memberikan dukungan emosional pada ortu

5. Tindakan operasi:

a) Labioplasty untuk labio schisis unilateral

b) Labioplasti untuk penanganan labioschisis bilateral

c) Rhinoplasty supaya lubang hidung simetris kiri kanan

d) Osteotomi Maksila

Pengobatan melibatkan beberapa disiplin ilmu, yaitu bedah plastic, ortodonis,


terapi wicara dan lainnya. Tujuan pengobatan labioskizis, antara lain memulihkan
struktur anatomi, mengoreksi cacat dan memungkinkan fungsi menelan, bernafas
dan berbicara secara normal. Pembedahan untuk menutup celah bibir biasanya
dilakukan pada saat bayi berusia 3- 6 bulan.

Penutupan celah langit- langit biasanya ditunda sampai terjadi perubahan


langit- langit, yang biasanya berjalan seiring dengan pertumbuhan anak

7
(maksimal sampai anak berumur 1 tahun dengan BB minimal 10 kg). Sebelum
pembedahan dilakukan, bisa dipasang alat tiruan pada langit- langit untuk
membantu pemberian makan/ susu.

Perawatan preoperasional pembedahan, yang paling penting adalah,


pemenuhan nutrisi. Pada kasus sumbing bibir ringan, tidak ada sumbing palatum,
cobalah agar bayi menetek/ minum minum pasa botol susu/ menghisap dari
sendok. Pada sumbing palatum, umumnya bayi mengalami kesulitan menghisap
dan menelan serta dapat mengakibatkan regurgitasi lewat hidung. Untuk
mengantisipasi, maka peralatan suction selalu disiapkan. Masalah utama pada
bayi adalah bahaya tersendak, sehingga perlu diantisipasi dengan cara
mengangkat kepala waktu bayi minum, pemakaian dot panjang, lubang dot tidak
ditengah, tetapi di pinggir, lubang dot diletakkan dilidah bayi dan sering
dikeluarkan agar bayi berkesempatan istirahat, serta penggunaan protese palatum
bila perlu. Bayi masuk rumah sakit 1-2 hari sebelum operasi, untuk keperluan
adaptasi serta mengurangi trauma psikis.

Penanganan pasca operasi pembedahan celah bibir, diantaranya adalah


melakukan imobilisasi lengan, pemb l erian sedative, perawatan luka, dengan cara
luka jahitan dibiarkan terbuka, sehingga perlu menjaga kebersihan, melepas
jahitan pada hari ke-5 dan ke-8, pemenuhan bayi saat bayi sadar dan reflex
menelan positif. Penanganan pasca operasi pada celah langitlangit sama seperti
pada penanganan pasca operasi celah bibir. Antara lain imobilisasi lengan dan
pemberian nutrisi.

Pemberian nutrisi pada pasca bedah langsung adalah diit cair, dilanjutkan
makanan lunak ditambah air steril. Makanan keras diberikan pada hari ke-2
sampai ke-3 pasca operasi. Mengangkat jahitan dilakukan diruang operasi, pada

8
hari ke- 8 dan ke- 10 pasca operasi. Pemberian terapi bicara dilakukan 1 bulan
pasca operasi.

Pengobatan mungkin berlangsung selama bertahun- tahun dan mungkin perlu


dilakukan beberapa kali pembedahan( tergantung kepada luasnya kelainan), tetapi
kebanyakan anak akan memiliki penampilan yang normal serta bicara normal
pula. Beberapa diantara mereka mungkin tetap memiliki gangguan bicara.

Apabila bidan menemukan kasus bayi pada celah bibir dan/ atau celah langit-
langit, maka pertolongan pertama yang harus diberikan antara lain, memberi
dukungan dan keyakinan ibu, menjelaskan ibu hal terpenting saat ini adalah
memberi bayi cukup minum untuk memastikan pertumbuhan sampai operasi
dapat dilanjutkan. Apabila hanya labioskizis saja, menganjurkan ibu untuk tetap
menyusui> bila bayi dapat menyusu dengan baik, bayi boleh pulang, kontrol 1
minggu lagi. Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI peras.

9
2.2 Labiopalatoskhiziz

a. Pengertian
1. Palato = langit-langit, Schisis = celah

Adanya celah kongenital pada langit-langit (Palatum durum dan mole )

2. Platoschisis: gagalnya fusi normal palatum dari regio premaxilariskearah


posterior menuju uvula

3. LabioPalatoskisis adalah suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah


mulut, palatosisis (sumbing palatum), dan labiosisis (sumbing pada
bibir) yang terjadi akibat gagalnya jaringanlunak (struktur tulang) untuk
menyatu selama perkembangan embroil. (Aziz Alimul Hidayat,2006)

4. LabioPalatoskisis adalah penyakit congenital anomaly yang berupa


adanya kelainanbentuk pada struktur wajah.(Suriadi, S.Kp. 2001)

5. Labiopalatoskisis adalah kelainan congenital pada bibir dan langit-langit


yang dapatterjadi secara terpisah atau bersamaan yang disebabkan oleh
kegagalan atau penyatuan struktur fasial embrionik yang tidak lengkap.
Kelainan ini cenderung bersifat diturunkan (hereditary), tetapi dapat
terjadi akibat faktor non-genetik.

6. Labiopalatoschizis adalah suatu kondisi dimana terdapat celah pada bibir


atas diantaramulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa celah kecil
pada bagian bibir yang berwarna sampai pada pemisahan komplit satu
atau dua sisi bibir memanjang dari bibir ke hidung. Kelainan ini terjadi
karena adanya gangguan pada kehamilan trimester pertama yang
menyebabkan terganggunya proses tumbuh kembang janin.

7. Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang


disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palate pada masa
kehamilan 7-12 minggu. Komplikasi potensial meliputi infeksi, otitis
media, dan kehilangan pendengaran.
b. Etiologi
Penyebab dari labiopalatoschzisis adalah : Lingkungan, genetik, gangguan
transmisi chromosom:

1. Trisomy 13-15-18-21(Down syndrome). Dapat diikuti ± 300 macam


kel.kongenital lain (Syndroma Labio Platoschisis)

2. Familier ( sering disertai kelainan lain)

a. Salah satu orang tua sumbing kemungkinan anak sumbing 15 %

b. Orang tua tidak sumbing anak pertama sumbing kemungkinan anak


berikut sumbing 7 %.

Celah bibir dan celah langit- langit (labiopalatoskizis), bisa terjadi secara
bersamaan maupun sendiri- sendiri. Kelainan ini juga bisa terjadi bersamaan
dengan kelainan bawaan lainnya. Penyebabnya adalah mungkin mutasi genetic
atau teratogen (zat yang dapat menyebabkan kelainan pada janin, contohnya virus
atau bahan kimia). Selain tidak sedap dipandang, kelainan ini juga bisa
menyebabkan anak mengalami kesulutan makan, gangguan perkembangan
berbicara dan infeksi teliga. Faktor resiko untuk kelainan ini adalah riwayat celah
bibir atau celah langit- langit pada keluarga serta adanya kelaianan bawaan
lainnya.

c. Tanda dan Gejala


Tanda Labiopalatoschizis

1. Celah pada langit

2. Gangguan mengisap / makan


3. Otitis Media Purulenta / Infeksi Saluran Pernapasan Akut dan
akhirnya berdampak pada tuli

4. Suara sengau

5. Pertumbuhan gigi terganggu

Gejala dari labiopalatoskizis, antara lain berupa pemisahan bibir,


pemisahan langit- langit, pemisahan bibir dan langitlangit, distorsi hidung,
infeksi telinga berulang, berat badan tidak bertambah, serta regurgitasi nasal
ketika menyusu (air susu keluar dari lubang hidung).

d. Diagnosis
Diagnosis sumbing atau orofacial cleft, baik pada bibir (cleft lip atau
labioschisis), pada palatum (cleft palate atau palatoschisis) atau kombinasi
keduanya (cleft lip and palate atau labiopalatoschisis), dapat dilakukan dengan
inspeksi dan palpasi palatum pada bayi baru lahir. Pemeriksaan penunjang
biasanya dilakukan untuk skrining saat kehamilan, mencari keterkaitan dengan
sindrom, dan persiapan operasi.
palatoskizis dapat terlihat dengan mudah pada saat lahir dan merupakan
defek pada bayi yang menimbulkan reaksi emosional yang berat bagi
orangtuannya.Palatoskizis dapat terjadi sebagai defek yang terpisah atau
menyertai plabioskizis.Palatoskizis mungkin tidak dapat dideteksi jika tidak
dilakukan pemeriksaan yang cermat unutk menilai rongga mulut bayi.
Deformitas dapat dikenali dengan meletakkan langsung jari tangan pemeriksa
pada palatum.Celah pada palatum durum membentuk lubang yang kontinu
antara mulut dan kavum nasi. Instensitas palatoskizis akan memberikan
dampak pada proses penyusu. Bayi tidak mampu menghasilkan tekanan
negatif dalam kavum oral yang memeberikan kepadanya kemampuan
mengisap air susu. Pada kebanyakan kasus kemampuan bayi untuk menelan
masih normal.

e. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Labiopalatoschizis
1. Pemberian nutrisi yang cukup dengan memakai pompa
susu,sendok,pipet dan lain-lain

2. Bimbingan psikolog

3. Perawatan dokter gigi

4. Tindakan operasi

a. Platoplasty

b. Sphincteroplasty

Penatalaksanaan utama untuk sumbing atau orofacial cleft, baik pada bibir


(cleft lip atau labioschisis), pada palatum (cleft palate atau palatoschisis) atau
kombinasi keduanya (cleft lip and palate atau labiopalatoschisis), adalah
pembedahan. Pembedahan dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik dan
bertujuan untuk memperbaiki anatomi palatum sehingga tidak menimbulkan
gangguan perkembangan pada anak.

 Persiapan Rujukan
Sumbing merupakan kompetensi 2 sehingga dokter umum perlu merujuk
kasus ini. Penatalaksanaan kasus membutuhkan tim multidisiplin yang terdiri
dari dokter spesialis anak, dokter spesialis bedah, dokter spesialis THT,
konselor genetik, dokter gigi, tim rehabilitasi medik, dan psikolog. Sebelum
merujuk, pastikan tidak ada masalah pada jalur napas yang dapat
menyebabkan kematian mendadak.
 Pembedahan
Pembedahan merupakan tata laksana utama pada kasus sumbing. Tujuan
dari pembedahan adalah memperbaiki penampilan bibir dan hidung;
menyatukan primary palate dan secondary palate; memperbaiki kemampuan
bahasa, berbicara, dan pendengaran; membuka jalan napas; dan memperbaiki
fungsi mastikasi sehingga perkembangan tidak terganggu. Jika ada risiko
obstruksi jalan napas selama pembedahan, maka tonsil dan kelenjar adenoid
dapat diambil terlebih dahulu melalui pembedahan beberapa bulan sebelum
dilakukannya pembedahan korektif.
Pembedahan pada kasus bibir sumbing biasanya dilakukan pada usia 10–
12 minggu.Pada pasien yang memiliki celah unilateral komplit yang lebar atau
celah bilateral dengan protrusi premaksilar, pembedahan bertahap dapat
dilakukan. Pembedahan tahap pertama adalah melakukan adhesi pada bibir
pada usia 3 bulan dan dilanjutkan dengan pembedahan definitif untuk
memperbaiki celah pada usia 5–6 bulan.

Pembedahan untuk memperbaiki celah pada palatum biasanya dilakukan


pada usia 9–12 bulan. Usia ini dianggap sesuai untuk mencegah terlambatnya
perkembangan berbicara dan bahasa pada anak. Perbaikan palatum dapat
dilakukan secara bertahap sehingga efek perbaikan tidak membatasi
pertumbuhan maksilar. Perbaikan pada mukoperiosteal dari hard palate dapat
menimbulkan jaringan parut subperiosteal sehingga mengganggu pertumbuhan
daerah midfacial.
Perbaikan pertama pada soft palate dilakukan pada usia 3–8 bulan,
dilanjutkan perbaikan pada hard palate pada usia 15 bulan sampai 15 tahun.
Pembedahan pada soft palate mencakup penutupan sisi anterior dari hard
palate dan defek alveolar serta memperbaiki basis alar sehingga penutupan
mulut simetris.
Perawatan pasca operasi bibir sumbing mencakup pengawasan terhadap
saturasi oksigen dalam 24–48 jam pasca operasi. Pengawasan ini dilakukan
karena terdapat risiko edema dan perdarahan pada saluran napas atas.
Analgetik juga perlu diberikan sampai pasien dapat menerima asupan
makanan dengan baik. Pada hari-hari pertama makanan diberikan dalam
bentuk cair melalui spuit atau sendok. Pasien dapat dipulangkan jika makanan
lewat oral dapat diterima dengan baik.

 Terapi Suportif
Pasien bibir sumbing tetap membutuhkan nutrisi dengan jumlah yang
sama. Beberapa alat bantu mungkin dibutuhkan untuk membantu proses
pemberian makan, seperti obturator palatum untuk menutup jalur
oronasal; Haberman feeder untuk membatasi udara yang masuk; dan cross cut
nipples untuk meningkatkan aliran susu yang masuk sehingga usaha
menghisap berkurang.
Jika dengan alat bantu tersebut pasien masih mengalami kesulitan, pipa
nasogastrik dapat dipasang. Penilaian asupan nutrisi dan peningkatan berat
badan perlu dipantau setiap minggu selama bulan awal kehidupan. 
2.3 Atresia Esofagus
a. Pengertian
Atresia Esophagus adalah
perkembangan embrionik abnormal
esophagus yang menghasilkan
pembentukan suatu kantong (blind
pouch), atau lumen berkurang tidak
memadai yang mencegah perjalanan makanan / sekresi dari faring ke perut.
Atresia esophagus adalah gangguan kontinuitas esophagus dengan atau tanpa
hubungan dengan trachea atau esophagus (kerongkongan) yang tidak terbentuk secara
sempurna. Variasi dari atresia esophagus ini antara lain bagian atas esophagus
berakhir pada kantong buntu, bagian atas esophagus berakhir dalam trachea, serta
bagian atas dan bawah esophagus berhubungan dengan trakhea setinggi karina (atresia
esophagus dengan fistula). Kebanyakan bayi yang menderita atresia esophagus juga
memiliki fistula trakeaesofagus (suatu hubungan abnormal antara kerongkongan dan
trakea/ pipa udara).

b. Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan
terjadinya kelainan Atresia Esofagus, hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 % jika
salah satu dari saudara kandung yang terkena. Atresia Esofagus lebih berhubungan
dengan sindroma trisomi 21,13 dan 18 dengan dugaan penyebab genetik. Namun saat
ini, teori tentang tentang terjadinya atresia esofagus menurut sebagian besar ahli tidak
lagi berhubungan dengan kelainan genetik. Perdebatan tetang proses embriopatologi
masih terus berlanjut, dan hanya sedikit yang diketahui.

c. Tanda dan Gejala


Ada beberapa keadaan yang merupakan gejala dan tanda atresia esofagus, antara
lain:mulut berbuih (gelembung udara dari hidung dan mulut) dan liur selalu meleleh
dari mulut bayi, sianosis,batuk dan sesak napas,gejala pneumonia akibat regurgitasi
air ludah dari esofagus yang buntu dan regurgitasi cairan lambung melalui fistel ke
jalan napas,perut kembung atau membuncit, karena udara melalui fistel masuk
kedalam lambung dan usus,oliguria, karena tidak ada cairan yang masuk dan biasanya
juga disertai dengan kelainan bawaan yang lain, seperti kelainan jantung, atresia
rectum atau anus.

Gejala atresia esophagus dapat dideteksi sejak masa prenatal, yaitu adanya
gelembung perut (bubble stomach) pada USG kehamilan 18 minggu serta kejadian
polihidramnion. Gejala yang terlihat pada jam- jam pertama kehidupan dan
didiagnosis sebelum makanan pertama diberikan antara lain, hypersaliva dan saliva
selalu mengalir dalam bentuk buih, setiap pemberian makan, bayi batuk dan ada
sumbatan, sesak nafas dan sianosis, sukar member makan dan cenderung terjadi
aspirasi pneumoni (2-3 hari setelah pemberian), pneumonitis akibat refluks cairan

lambung melalui kantong bagian bawah, perut buncit karena udara masuk usus
melalui fistula trakeaesofagus, bila dimasukkan kateter melalui mulut, kateter akan
terbentur pada ujung esophagus dan melingkar- lingkar. Pemeriksaan diagnostic dapat
pula dilakukan untuk menegakan diagnosis, dengan cara memasukan cateter radiopag/
larutan kontras lipiodol lewat hidung ke esophagus.

d. Diagnosis
Dalam pemeriksaan USG pada usia kehamilan sekitar 26 mingu ditemukan
polyhidramnion tetapi pembesaran perut ibu tidak sesuai dengan umur kehamilan
(lebih kecil). Kesulitan memasukkan kateter ke dalam lambung akan memperkuat
kecurigaan. Kateter biasanya berhenti mendadak pada 10-11 cm dari garis gusi atas,
dan gambaran rontgen menunjukkan kateter menggulung di kantong esophagus atas.
Kadang-kadang, pada foto rontgen polos dada terlihat esophagus melebar dengan
udara di dalamnya.Adanya udara dalam perut menunjukkan fistula diantara trakea dan
esophagus distal. Media kontras yang digunakan pada foto rontgen seharusnya larut
dalam air ; jumlah kurang dari 1 ml yang diberikan di bawah pengamatan fluoroskopi
cukup untuk memberikan gambaran kebuntuan kantong bagian atas. Gambaran video
esophagus, saat pengisian bahan kontras, biasanya efektif.Lubang fistula pada trakea
mungkin dapat ditemukan dengan bronkoskopi.Pencarian malformasi yang menyertai
dengan teliti harus dilakukan.Banyak orang menganjurkan ultrasonografi jantung
praoperatif untuk mendeteksi yang cukup berat.[ CITATION Beh02 \l 1033 ]
e. Penatalaksanaan
Atresia merupakan kasus gawat darurat. Prabedah, penderita seharusnya
ditengkurapkan untuk mengurangi kemungkinan isi lambung masuk ke paru-paru.
Kantong esofagus harus secara teratur dikosongkan dengan pompa untuk mencegah
aspirasi sekret. Perhatian yang cermat harus diberikan terhadap pengendalian suhu,
fungsi respirasi, dan pengelolaan anomali penyerta.

1. Penatalaksanaan Medis

Pengobatan dilakukan dengan operasi.

2. Penatalaksanaan Keperawatan

Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk


mencegah terjadinya regurgitasi cairan lambung kedalam paru. Cairan
lambung harus sering diisap untuk mencegah aspirasi. Untuk mencegah
terjadinya hipotermia, bayi hendaknya dirawat dalam incubator agar
mendapatkan lingkungan yang cukup hangat. Posisinya sering di ubah-ubah,
pengisapan lender harus sering dilakukan. Bayi hendaknya dirangsang untuk
menangis agar paru berkembang.

3. Pendekatan Post Operasi

Segera setelah operasi pasien dirawat di NICU dengan perawatan


sebagai berikut :

a) Monitor pernafasan,suhu tubuh, fungsi jantung dan ginjal

b) Oksigen perlu diberikan dan ventilator pernafasan dapat diberi jika


dibutuhkan.

c) Analgetik diberi jika dibutuhkan

d) Pemeriksaan darah dan urin dilakukan guna mengevaluasi keadaan janin


secara keseluruhan
e) Pemeriksaan scaning dilakukan untuk mengevalausi fungsi esofagus

f) Bayi diberikan makanan melalui tube yang terpasang lansung ke


lambung (gastrostomi) atau cukup dengan pemberian melalui intravena
sampai bayi sudah bisa menelan makanan sendiri.

g) Sekret dihisap melalui tenggorokan dengan slang nasogastrik.

h) Perawatan di rumah sakit lebih kurang 2 minggu atau lebih, tergantung


pada terjadinya komplikasi yang bisa timbul pada kondisi ini.
Pemeriksaan esofagografi dilakukan pada bulan kedua, ke enam, setahun
setelah operasi untuk monitor fungsi esofagus.

2.4 ATRESIA REKTI


a. Pengertian
Atresia ani atau anus imperforata adalah kelainan kongenital
yang menyebabkan anus tidak terbentuk dengan sempurna. Akibatnya,
penderita tidak dapat mengeluarkan tinja secara normal. Kondisi ini
biasanya terjadi akibat gangguan perkembangan saluran cerna janin
saat usia kehamilan 5–7 minggu.
Atresia ani merupakan kondisi yang cukup jarang terjadi.
Kondisi ini hanya terjadi pada 1 dari 5.000 kelahiran dan lebih sering
terjadi pada bayi laki-laki. Atresia ani perlu mendapatkan penanganan
segera untuk mencegah komplikasi
b. Etiologi
Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti,
namun ada sumber yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus
di sebabkan oleh :
1. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara
komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi, atau
pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur,
sehingga bayi lahir tanpa lubang anus.
3. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab
atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi
dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
4. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan
rektum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namum demikian
pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak
memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang
terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab
atresia ani. Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai
gen carier penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua
orang tua yang menjadi carier saat kehamilan mempunyai
peluang sekitar 25 % - 30 % dari bayi yang mempunyai
sindrom genetik, abnormalitas kromosom, atau kelainan
kongenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani
(Purwanto, 2001).
Faktor Predisposisi Atresia ani dapat terjadi disertai dengan
beberapa kelainan kongenital saat lahir, seperti :
1. Kelainan sistem pencernaan terjadi kegagalan
perkembangan anomali pada gastrointestinal.
2. Kelainan sistem perkemihan terjadi kegagalan pada
genitourinari.

c. Tanda dan gejala


Atresia ani ditandai dengan bentuk rektrum (bagian akhir usus
besar) sampai lubang anus bayi tidak berkembang dengan sempurna.

Atresia ani terdiri dari beberapa bentuk, yaitu:

 Lubang anus menyempit atau tertutup total

 Rektrum tidak terhubung dengan usus besar

 Terbentuk fisula atau saluran yang menghubungkan rektum


dengan kandung kemih, uretra, pangkal penis, atau vagina. Pada
kondisi normal, perkembangan lubang anus, saluran kemih, dan
kelamin, pada janin terjadi pada trimester pertama kehamilan
atau saat usia kehamilan mencapai 7–8 minggu. Atresia ani
terjadi jika perkembangan organ-organ ini mengalami gangguan
pada masa ini.

 Bayi yang mengalami atresia ani umumnya memiliki gejala


sebagai berikut:

 Lubang anus tidak berada di tempat yang semestinya, atau tidak


justru lahir tanpa lubang anus

 Lubang anus sangat dekat dengan vagina pada bayi perempuan

 Tinja pertama (mekonium) tidak keluar dalam jangka waktu 24–


48 jam setelah lahir

 Perut tampak membesar

 Tinja keluar dari vagina, pangkal penis, skrotum, atau uretra

d. Diagnosis

 Saat bayi baru lahir, dokter atau petugas medis akan


melakukan pemeriksaan bayi baru lahir yang menyeluruh
termasuk memastikan ada tidaknya lubang anus. Jika saat
pemeriksaan tidak ditemukan lubang anus, dokter akan
melakukan serangkaian pemeriksaan lanjutan untuk memastikan
kondisi bayi.

 Atresia ani merupakan kelainan bawaan lahir akibat adanya


gangguan perkembangan janin. Ada beberapa kelainan bawaan
lahir lain yang bisa muncul bersamaan dengan kondisi ini, yaitu:

 Kelainan pada saluran urine dan ginjal

 Kelainan pada tulang belakang

 Kelainan pada saluran pernapasan

 Kelainan pada kerongkongan

 Kelainan pada lengan dan tungkai

 Sindrom Down

 Penyakit jantung bawaan

 Penyakit Hirschsprung

 Atresia duodenum (kelainan pada usus halus)

 Untuk mendeteksi kelainan bawaan yang sering muncul


bersamaan dengan atresia ani, dokter akan melakukan beberapa
pemeriksaan lain, seperti:

 Pemindaian dengan Rontgen, USG, dan MRI, untuk mendeteksi


apakah ada kelainan tulang dan memeriksa kondisi
kerongkongan, tenggorokan, serta organ-organ yang terkait

 Ekokardiografi, untuk memeriksa kondisi jantung bayi

e. penatalaksanaan

Pada bayi harus diperiksa permasalahan lain, terutama pada genital, saluran
kemih dan tulang belakang.Rekonstruksi bedah untuk pembuatan anus
diperlukan. Dan jika rektum mengalami perlengketan dengan organ lain, maka
organ tersebut harus dibebaskan dan diperbaiki. Kolostomi sementara mungkin
diperlukan.Jika anus tidak berkembang baik, pembedahan akan dilakukan untuk
membuat lubang, atau anus baru agar kotoran dapat keluar. Pengobatan dapat
berbeda bergantung pada jenis anorektal anomali. Jika ujung usus berada pada
letak tinggi, pengobatan umumnya dilakukan dalam tiga prosedur, pertama adalah
pembuatan stoma pada usus yang dikenal dengan kolostomi.

Bayi baru lahir dengan stoma akan membutuhkan kantung khusus untuk
mengumpulkan feses. Prosedur kedua adalah anoplasti yaitu menarik turun
rektum ke posisi anus dimana akan dibuat anus buatan. Jika terdapat fistula atau
penghubung yang abnormal antara kandung kemih atau vagina, maka fistula ini
harus ditutup. Beberapa bulan kemudian setelah anus baru telah sembuh, maka
dilakukan prosedur ketiga yaitu penutupan stoma.Jika ujung usus berada pada
letak rendah di pelvis, pembuatan lubang anus dapat dilakukan dengan operasi
tunggal. Rektum ditarik turun ke posisi anus dan lubang anus yang baru dibuat,
dengan teknik minimal invasif yang dikenal dengan laparoskopi.

Pada kasus ini, stoma tidak diperlukan. Jika anus baru berada pada posisi
yang salah, maka anus tersebut akan ditutup dan dipindahkan ke posisi yang
benar.Segera setelah operasi, peristaltik bayi meningkat yang dapat
mengakibatkan diaper rash yang berat. Sehingga salep pelindung kulit diperlukan.
Bayi diperbolehkan pulang jika sudah dapat minum, peristaltik normal, tidak
merasakan nyeri dan bebas demam. Posterior Sagital Anorektal Plasty (PSARP)

Insisi dibuat dari fistula yang nampak ke arah rektum. Sfingter rektal
sebenarnya terdiri dari saraf dan otot yang dapat diidentifikasi dan fistula
dipisahkan dari rektum. Pembuatan lubang anus dimana saraf dan otot rektum
berada, bertujuan untuk memaksimalkan kemampuan bayi dalam mengontrol
pergerakan usus. Kolostomi tidak ditutup selama prosedur operasi. Kotoran akan
tetap keluar melalui kolostomi dan memberi waktu bagi lubang anus yang baru
untuk sembuh.

2.5 Atresia Ani

a. Pengertian
Atresia ani adalah tidak adanya anus. Terdapat 3 tipe:
1. Tipe rendah : bila ujung usus mendekati kulit di tempat anus
seharusnya

2. Tipe tinggi (Kelainan ini lebih banyak ditemukan pada bayi laki-
laki, sebaliknya kelinan letak redah sering ditemukan pada bayi
perempuan. Pada perempuan dapat ditemukan fistula rektoperinium
dan fistula rektovagina juga dapat ditemukan tipe cloaca,sedangkan
pada laki-laki dapat ditemukan fistula yaitu ektourinaria.

3. Membran anus menetap.

b. Etiologi
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur
sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur

2. Gangguan organogenesis dalam kandungan kegagalan pertumbuhan


saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan

3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik


didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang
terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.

4. Berkaitan dengan sindrom down

Atresia anus adalah suatu kelainan bawaan. Keadaan ini terjadi


akibat ketidaksempurnaan proses pemisahan septum anorektal. Insiden
dari atresia anus ini adalah 1: 5000 kelahiran, serta merupakan penyakit
tersering dari syndrome VACTERL, yaitu kumpulan dari beberapa
kelainan meliputi vertebral defect, anorectal malformation,
cardiovascular defect, trakeaesofagel defect, renal anomaly, serta limbs
defect.

c. Tanda dan Gejala

Tanda-tanda Atresia Ani


1) Tidak ada anus

2) Perut kembung, tidak bisa defekasi, ileus obstruksi-muntah

Gejala

1) Selama 24- 48 jam pertama kelahiran, bayi menglami muntah- muntah


dan tidak ada defekasi mekonium. Bayi cepat kembung 4- 8 jam setelah
lahir

2) Perut kembung baru kemudian disususl muntah

3) Tampak gambaran gerak usus dan bising usus meningkat


(hyperperistaltik) pada auskultasi

4) Tidak ada lubang anus

5) Invertogram dilakukan setelah bayi berusia 12 jam untuk menentukan


tingginya atresia.

6) Terkadang tampak ileus obstruktif

7) Dapat terjadi fistula, bila terjadi fistula tinja keluar dari vagina atau
uretra. Pada bayi perempuan sering terjadi fistula rektovaginal, dan pada
laki- laki sering terjadi fistula rektourinal.

Untuk mengetahui kelainan pada bayi baru lahir dengan tidak keluarnya
mekoneum dalam 24 jam sesudah lahir.

d. Diagnosis
Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan pemeriksaan radiologis. Pada
pemeriksaaan ini akan ditemukan beberapa hal berikut:

1. Udara dalam usus terhenti tiba- tiba. Hal ini menandakan adanya
obstruksi di daerah tersebut

2. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bayi baru lahir

3. Dibuat foto anterior posterior dan lateral, bayi diangkat dengan


kepala di bawah dan kaki diatas (wangen steen dn rice) pada anus
diletakkan radio- opak, sehingga foto, daerah antara benda radio-
opak dengan bayangan udara yang tertinggi dapat diukur.

e. Penatalaksanaan
1) Penanganan secara preventif antara lain: Kepada ibu hamil hingga
kandungan menginjak usia tiga bulan untuk berhati-hati terhadap
obat-obatan, makanan awetan dan alkohol yang dapat menyebabkan
atresia ani.

2) Pemeriksaan segera setelah bayi lahir

a) Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya


terancam jika sampai tiga hari tidak diketahui mengidap atresia
ani karena hal ini dapat berdampak feses atau tinja akan
tertimbun hingga mendesak paruparunya.

b) Segera Rujuk RS untuk penatalaksanaan medis

Penatalaksanaan Medis :

1. Letak rendah : fistelektomi di tempat yg lunak / anus

2. Letak tinggi : colostomy

Untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat penyumbatan usus,


segera dilakukan kolostomi sementara. Kolostomi adalah pembuatan
lubang pada dinding perut yang disambungkan dengan ujung usus besar.
Pengangkatan bagian usus yang terkena dan penyambungan kembali
usus besar biasanya dilakukan pada saat anak berusia 6 bulan atau lebih.
Jika terjadi perforasi (perlubangan usus) atau enterokolitis, diberikan
antibiotik.
2.6 Hirsprung

a. Pengertian
 Merupakan keadaan tidak ada atau kecilnya sel saraf ganglion
parasimpatik pada fleksus meinterikus dari kolon ditalis sehingga
peristaltic pada daerah yang terkena tidak ada.

 Bagian yang terkena biaanya kecil dan diatasnya mengalami


hipertropi dan dilatasi

 Ulserasi mukosa pada nenatus dapat ditemukan

 Menimbulkan distensi dan obstruksi abdomen

 Hisrsprung disebut juga Hirschprung’s disease atau megacolon


congenital atau Aganglionik Megacolon yaitu tidak didapatkannya
syaraf simpatis dan para simpatis di tunica muscularis usus, terutama
di colon paling sering di rectosigmoid.

b. Etiologi
Penyebab penyakit hirschprung tidak diketahui, tetapi ada hubungan
dengan kondisi genetik. Mutasi pada Ret Proto-onkogen telah dikaitkan
dengan neoplasia endokrin 2A atau 2B pada penyakit hirschsprung familiar.
Gen lain yang berhubungan dengan penyakit hirschsprung termasuk sel
neurotrofik glial yang diturunkan dari faktor gen, respon gen endothelin-B
dan gen endothelin-3. Penyakit hirschsprung juga terkait dengan Down
syndrome, sekitar 5-15% dari pasien dengan penyakit hirschsprung juga
memiliki trisomi.
c. Tanda dan Gejala
Tanda-tanda Hirshprung

1. Konstipasi sejak lahir

2. Defekasi dibantu dengan pencahar

3. Colon makin membesar – perut buncit

4. Muntah terus-menerus

5. Pemeriksaan foto polos abdomen terdapat pelebaran usus besar

6. Anamnesis

 Trias Hirschprung

 Keterlambatan keluar mekoneum (24 jam atau 24 -48 jam)

 Kembung

 Muntah Hijau/fekal

 Konstipasi Kronis/berulang \

7. Pemeriksaan Fisik:

 Distensi abdomen

 Rectal toucher (mencengkram/penuh feses dilepas nyemprot )

 Neonatus:

a. Kadang pasien trias megacolon tidak nyata, tetapi dominan


konstipasi, diirigasi bab lancar kembali.

b. Irigasi dihentikan terjadi konstipasi berulang, maka setelah


penyebab ileus fungsional lainnya disingkirkan maka
mutlak dilakukan colon in loop.
c. Bila colon in loop normal lakukan retensi barium 24-48 jam
kemudian bila retensi(+) diagnosis sebagai ultrashort MH

 Bayi: Didapatkan konstipasi berulang, mutlak kolon in loop

d. Diagnosis
 Dilakukan pemeriksaan barium enema melalui anus. Pemeriksaanin
akan memperlihatkan sejauh mana penyempitan usus terjadi dan
seberapa panjang kerusakan usus yang terjadi.

 Untuk mengetahui gejala awal hirscprung dengan colok anus


dengan jari, jika jari merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan
diikuti keluarnya udara dan mekoneum yang menyemprot.

 Melakukan pemeriksaan radiologi (foto polos abdomen)

 Biopsi isap mukosa dan submukosa

 Pemeriksaan enzim asetilkolin esterase

 Biopsi otot rectal

 Biopsi usus

e. Penatalaksanan
 Bagian usus yang tidak ada persyarafan harus dibuang lewat
pembedahan atau operasi, pembedahan kasus ini dilakukan 2 kali.
Pertama usus yang tidak ada persyarafan dibuang. Kedua, jika usus dapat
ditarik kebawah, langsung disambung ke dalam anus. Kalau belum bisa
ditarik, maka dilakukan operasi kolostomi. Bila ususnya sudah cukup
panjang dapat dioperasi kembali untuk diturunkan dan disambung
langsung ke anus. Namun terkadang proses ini cukup memakan waktu
lebih dari 3 bulan, bahkan mungkin hingga 6- 12 bulan. Setelah dioperasi
biasanya BAB bayi akan normal, kecuali pada kasus yang parah seperti
perforasi.

 Asuhan pada bayi preoperasi adalah tindakan kolostomi dengan aau


tanpa pembilasan garam fisiologis, konseling pada orang tua (psikososial
family status), perbaikan keadaan umum, pencegahan obstipasi dengan
cara spuling setiap hari, pemberian diit TKTP, serta pencegahan infeksi.

2.7 Omfalokel

a. Pengertian
Omfalokel adalah penonjolan dari usus atau isi perut lainnya melalui
akar pusar yang hanya dilapisi oleh peritoneum (selaput perut) dan tidak
dilapisi oleh kulit. Usus terlihat dari luar melalui selaput peritoneum yang
tipis dan transparan (tembus pandang). Omfalokel terjadi 1 dari 5000
kelahiran bayi
b. Etiologi
Penyebab omfalokel tidak diketahui. Pada 20- 40 % bayi yang menderita
omfalokel, kelainan ini disertai oleh kelainan bawaan lainnya, seperti
kelainan kromosom, hernia diagfrahmatika, dan kelainan jantung

c. Tanda dan Gejala


Tanda-tanda Omfalocel

1. Protrusi dari kantong yang berisi usus dan visera abdomen melalui defek
dinding abdomen pada umbilicus (Umbilikus terlihat menonjol keluar).

2. Pada omfalokel tampak kantong yang terisi usus dengan atau tanpa hepar
di garis tengah pada bayi baru lahir.

3. Pada omfolokel yang besar, bisa terjadi distosia dan bias mengakibatkan
luka pada hepar

Banyaknya usus dan organ perut lainnya yang menonjol pada omfalokel
bervariasi, tergantung kepada besarnya lubang di pusar. Jika lubangnya kecil,
mungkin hanya usus yang menonjol. Jika lubangnya besar, hati juga bisa
menonjol melalui lubang tersebut

d. Diagnosis
Diagnosis omfalokel ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik,
dimana isi perut terlihat dari luar melalui selaput peritoneum

Diagnosis omphalokel ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan


dapat ditegakkan pada waktu prenatal dan pada waktu postnatal
1. Diagnosis prenatal
Diagnosis prenatal terhadap omphalokel sering ditegakkan dengan
bantuan USG. Defek dinding abdomen janin biasanya dapat dideteksi
pada saat minggu ke 13 kehamilan, dimana pada saat tersebut secara
normal seharusnya usus telah masuk seluruhnya kedalam kavum
abdomen janin.
2. Diagnosis postnatal (setelah kelahiran)
Gambaran klinis bayi baru lahir dengan omphalokel ialah
terdapatnya defek sentral dinding abdomen pada daerah tali pusat. Defek
bervarasi ukurannya, dengan diameter mulai 4 cm sampai dengan 12 cm,
mengandung herniasi organ¬-organ abdomen baik solid maupaun
berongga dan masih dilapisi oleh selaput atau kantong serta tampak tali
pusat berinsersi pada puncak kantong. Kantong atau ,elaput tersusun atas
2 lapisan yaitu lapisan luar berupa selaput amnion dan lapisan dalam
berupa peritoneum. Diantara lapisan tersebut kadang-kadang terdapat
lapisan Warton's jelly. Warton's jelly adalah jaringan mukosa yang
merupakan hasil deferensiasi dari jaringan mesenkimal (mesodermal).

e. Penatalaksanaan
Dilakukan tindakan operasi dengan tujuan memasukkan protusi usus dan
menutup lubang hernia tersebut . Perawatan Omfalocel:

1) Pada saat lahir kantung omfalokel dengan segera ditutupi menggunakan


kasa steril

2) Tubuh bayi dijaga agar jumlah penguapan tubuh tidak bertambah

3) Dipasang pipa nasogastrik untuk dekompresi perut sedangkan makanan


diberikan melalui intravena

4) Antibiotik dengan spektrum luas dapat segera diberikan.

5) Melindungi kantong omfalokel yang mudah pecah dari rupture dan


infeksi serta memenuhi kebutuhan bayi lainnya untuk bertahan.

6) konsultasi
7) Bayi dirawat diruang perawatan intensif, dimana keadaan umumnya
dapat dievaluasi terus-menerus.

8) Orang tua diberikan dorongan untuk berkunjungan dan menggendong


bayinya, berbicara dengannya dan memberikan mereka suatu lingkungan
yang merangsang seperti mobil-mobilan, boneka dan musik sampai
mereka cukup sembuh untuk kembali kerumah.

9) Bila bayi dipulangkan pesankan kepada ibunya untuk mencegah infeksi


dan ajarkan cara merawatnya seperti yang dilakukan dirumah sakit serta
kapan harus datang.

2.8 Hernia Diafragmatika


a. Pengertian
Hernia diafragmatika adalah lubang pada diafragma yang hanya ditutup
oleh lapisan pleura dan peritoneum, yang memungkinkan isi rongga perut
dapat masuk ke dalam rongga dada. Lokasi hernia diagfragmatika yang
paling sering adalah pada daerah posterolateral kiri atau lubang brochdaleck
akibat kegagalan penutupan kanalis pleura- peritoneal pada 10 minggu
pertama kehidupan janin.
b. Etiologi
Penyebabnya tidak diketahui. Ditemukan pada 1 diantara 2200-5000
kelahiran dan 80- 90% terjadi pada sisi tubuh bagian kiri.

Etiologi pasti HDK belum diketahui tetapi diduga gangguan


pembentukan membran pleuroperitoneal. Pada mingguminggu pertama
pembentukannya, kavum pleura dan kavum peritoneum bersatu melalui
sepasang kanal pleuroperitoneal. Pada minggu ke delapan, kavum pleura
berpisah dari kavum peritoneal dengan terbentuknya membran
pleuroperitoneal. Apabila membran pleuraperitoneal gagal terbentuk, maka
penutupan kanal pleuroperitoneal tidak komplit maka terjadilah defek
diafragma posterolateral. Hipotesis terbaru telah muncul berdasarkan model
HDK pada tikus yang terpajan nitrofen. Pemeriksaan dengan mikroskop
elektron pada tikus yang terpajan nitrofen menunjukkan bahwa HDK
disebabkan oleh gangguan pembentukan “posthepatic mesenchymal plate”
dimana lempeng ini juga berperan untuk penutupan kanal pleuroperitoneual.
Walaupun pernah dilaporkan kasus yang bersifat familial (genetik), tetapi
pada umumnya kasus HDK bersifat sporadik. HDK berkaitan dengan trisomi
kromosom 18, 21, dan 22 tetapi etiologi genetiknya yang spesifik belum
diketahui.
Hernia Morgagni disebabkan oleh kegagalan fusi (penyatuan) bagian
sternal dan bagian krural diafragma. Pada lokasi yangdilintasioleharteri
epigastrikasuperior. Hernia Morgagni berkaitan dengan penyakit jantung
kongenital dan trisomi kromosom 21. Terdapat varian hernia retrosternal
yang berkaitan dengan pentalogy Cantrell yaitu omphalokel, inferior sternal
cleft, defek jantung berat (misalnyaectopiacordis), hernia diafragmatika dan
defek perikardial. Varian ini disebabkan oleh kegagalan pembentukan
septumtransversumpadamasaembrio.
c. Tanda dan Gejala
Gejala

Berat ringannya gejala hernia diafragmatika tergantung pada


banyaknyaorgan perut yang masuk ke rongga dada. Kasus hernia
diafragmatika berat, menimbulkan beberapa gejala, gangguan pernapasan
pada hari- hari pertama, jantung bergeser ke arah dada yang sehat, bunyi
pernafasan pada paru- paru yang sakit melemah, perkusi pada paru- paru
yang sakit lebih pekak, serta dinding perut tampak cekung/ skapoid. Pada
kasus hernia diaframatika yang besar gejala dapat ditemukan sejak masa
prenatal. Pemeriksaan diagnostic dilakukan dengan pemeriksaan radiologic
ditemukan bayangan usus didaerah thorax.

d. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan


fisik,yaitu:

1. Gerakan dada pada saat bernafas tidak simetris

2. Tidak terdengar suara pernafasan pada sisi hernia

3. Bising usus terdengar di dada

4. Perut teraba kosong.

5. Rontgen dada menunjukkan adanya organ perut di rongga dada.

e. Penatalaksanaan
Dilakukan operasi herniotomi. Asuhan pada bayi/ anak sebelum
menjalani operasi adalah: pemberian oksigen secara ET untuk mengurangi
masuknya oksigen dalam usus, posisi fowler, pemasangan sonde lambung
untuk dekompresi abdomen, bayi tidak diberikan minum hanya pemberian
infuse saja, serta pemberian antibiotika profilaksis.

Hernia diafragmatika diatasi dengan pembedahan darurat. Organ perut


harus dikembalikan ke rongga perut dan lubang pada diafragma diperbaiki.
2.9 Meningokel

a. Pengertian

Meningokel adalah menonjolnya selaput yang menutupi tulang


belakang dan bagian saraf tulang belakang. Penyakit ini biasanya
ditandai dengan adanya benjolan pada punggung bayi. Meningokel
disebabkan oleh kelainan pada pembentukan tulang belakang dan
jaringan saraf janin di dalam kandungan.
Meningokel merupakan bagian dari penyakit akibat gangguan
pembentukan tabung saraf pada janin atau spina bifida. Kantung atau
kista meningokel muncul melalui celah di tulang belakang.
Tonjolan ini dipenuhi oleh sebagian selaput tulang belakang
dan cairan tulang belakang. Selain memengaruhi penampilan tulang
belakang bayi, meningokel juga bisa memengaruhi saraf di sekitarnya.
Deteksi dini meningokel bisa dilakukan sebelum bayi lahir. Saat usia
kehamilan memasuki 15–20 minggu, dokter dapat melakukan
pemeriksaan USG untuk memantau perkembangan janin dan mendeteksi
apakah terdapat kelainan pembentukan tabung saraf.
Untuk hasil yang lebih akurat, dokter dapat melakukan pemeriksaan
genetik dengan mengambil sampel cairan ketuban guna melihat apakah
terdapat kelainan bawaan pada janin.

b. Etiologi
Penyebab terjadinya meningokel adalah karena adanya defek pada
penutupan spina bifida yang berhubungan dengan pertumbuhan yang tidak
normal dari korda spinalis atau penutupnya, biasanya terletak di garis tengah.
Resiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan
kekurangan asam folat, terutama terjadi pada awal kehamilan.

Meningokel terbentuk saat meninges berherniasi melalui defek pada


lengkung vertebra posterior. Medulla spinalis biasanya normal dan menerima
posisi normal pada medulla spinalis, meskipun mungkin terhambat, ada
siringomeielia atau diastematomielia.. Meningokel membentuk sebuah kista
yang diisi oleh cairan serebrospinal dan meninges. Massa linea mediana yang
berfluktuasi yang dapat bertaransiluminasi terjadi sepanjang kolumna
vertebralis, biasanya terjadi dibawah punggung. Sebagian bessar meningokel
terutup dengan baik dengan kulit dan tidak mengancam penderita (Behrman
dkk, 2000).
Penyebab spesifik dari meningokel belum diketahui. Banyak factor
seperti keturunan dan lingkungan diduga terlibat dalam terjadinya defek ini.
Tuba neural umumnya lengkap empat minggu setelah konsepsi. Hal- hal
berikut ini telah ditetapkan sebagai faktor penyebab :
1. Kadar vitamin maternal rendah, termasuk asam  folat dan
hipertermia selama kehamilan. Diperkirakan hampir 50% defek
tuba neural dapat dicegah jika wanita bersangkutan meminum
vitamin-vitamin prakonsepsi, termasuk asam folat. (buku saku
keperawatan pediatric Cecila L. Betz & Linda A. Sowden.2002)
2. Kelainan konginetal SSP yang paling sering dan penting ialah
defek tabung neural yang terjadi pada 3-4 per 100.000 lahir
hidup. Bermacam-macam penyebab yang berat menentukan 
morbiditas dan mortalitas, tetapi banyak dari abnormalitas ini
mempunyai makna klinis yang kecil dan hanya dapat dideteksi
pada kehidupan lanjut yang ditemukan secara kebetulan.
(Patologi Umum Dan Sistematik Vol 2, J.C.E. Underwood. 1999)
3. Gangguan pembentukan komponen janin saat dalam kandungan.
4. Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan
kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf, sehingga terjadi
penurunan atau gangguan fungsi pada bagian tubuh yang
dipersarafi oleh saraf tersebut atau bagian bawahnya.

c. Tanda dan Gejala


Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada
korda spinalis dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki
gejala ringan atau tanpa gejala, sedangkan yang lainnya mengalami
kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun
akar saraf yang terkena (Wafi Nur, 2010). Kebanyakan terjadi di
punggung bagian bawah, yaitu daerah lumbal atau sakral, karena
penutupan vertebra di bagian ini terjadi paling akhir.
Kelainan bawaan lainnya yang juga ditemukan pada penderita spina
bifida: hidrosefalus, siringomielia, serta dislokasi pinggul. Beberapa
anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala, sedangkan yang lainnya
mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis
maupun akar saraf yang terkena.
Terdapat beberapa jenis spina bifida:
1. Spina bifida okulta : merupakan spina bifida yang paling
ringan. Satu atau beberapa vertebra tidak terbentuk secara
normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya (meningens) tidak
menonjol.
2. Meningokel : meningens menonjol melalui vertebra yang tidak
utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah
kulit.
3. Mielokel : jenis spina bifida yang paling berat, dimana korda
spinalis menonjol dan kulit diatasnya tampak kasar dan merah.

Contoh gejala dari spina bifida umumnya berupa:


a. Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah
pada bayi baru lahir.
b. Jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya.  
c. Kelumpuahn/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki.
d. Penurunan sensasi, inkontinensia uri (beser) maupun
inkontinensia tinja (diare).
e. Korda spinalis yang tertekan rentan terhadap infeksi
(meningitis).

 Gejala pada spina bifida okulta, adalah:


a. Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian
belakang).
b. Ada Lekukan pada daerah sakrum.
c. Korda tetap dalam korda spinalis (dalam durameter tidak
terdapat saraf).
Operasi akan mengoreksi kelainan, sehingga tidak terjadi
gangguan sensorik dan motorik dan bayi akan menjadi normal.

d. Diagnosis
Diagnosis meningokel ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil
pemeriksaan fisik. Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani
pemeriksaan darah yang disebut triple screen. Tes ini merupakan tes
penyaringan untuk spina bifida, sindrom down, dan kelainan bawaan
lainnya.
Sebanyak 85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida,
akan memiliki kadar serum alfa petoprotein yang tinggi. Tes ini memiliki
angka positif yang palsu tinggi, karena itu jika hasilnya positif, perlu
dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis. Dilakukan
USG yang biasanya dapat menemukan adanya spina bifida. Kadang-
kadang dilakukan amniosentesis (analisa cairan ketuban).
Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan rontgen tulang belakang
untuk menentukan luas dan lokasi kalainan, pemeriksaan USG tulang
belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis maupun
vertebra, serta pemeriksaan CT-scan atau MRI tulang belakang kadang-
kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan luasnya kelainan.(Wafi
Nur, 2010).
Pemeriksaan neurologis yang cermat sangat dianjurkan. Anak yang
tidak bergejala dengan pemeriksaan neurologis normal dan keseluruhan
tebal kulit menutup meningokel dapat menunda pembedahan. Sebelum
koreksi defek dengan pembedahan penderita harus secara menyeluruh
diperiksa dengan menggunakan rontgenogram sederhana, ultrasonografi,
dan tomografi komputasi (CT) dengan metrizamod atau resonansi
magnetik (MRI) untuk menentukkan luasnya keterlibatan jaringan syaraf
jika ada dan anomali yang terkait, termasuk diastematomelia, medulla
spinalis terlambat dan lipoma. Penderita dengan kebocoran cairan
serebrospinalis (CSS) satu kulit yang menutupi tipis harus dilakukan
pembedahan segera untuk mencegah meningitis. Scan CT  kepala
dianjurkan pada anak dengan meningokel karena kaitannya dengan
hidrosefalus pada beberapa kasus. Meningokel anterior menonjol ke
dalam pelvis melalui defek pada sakrum (Behrman dkk, 2000).

e. Penatalaksanaan
Tujuan dari pengobatan awal spina bifida, termasuk meningokel
adalah mengurangi kerusakan saraf akibat spina bifida, meminimalkan
komplikasi (misalnya infeksi), serta membantu keluarga dalam
menghadapi kelainan ini. Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang
yang terbentuk dan untuk menutup lubang yang terbentuk  dan untuk
mengobati hidrosefalus, kelainan ginjal dan kandung kemih serta
kelainan bentuk fisik yang sering menyertai spina bifida.
Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk
memperkuat fungsi otot. Untuk mengobati atau mencegah meningitis,
infeksi saluran kemih dan infeksi lainnya, diberikan antibiotik. Untuk
membantu memperlancar aliran air kemih bisa dilakukan penekanan
lembut diatas kandung kemih. Pada kasus yang berat kadang harus
dilakukan pemasangan kateter. Diet kaya serat dan program pelatihan
buang air besar bisa membantu memperbaiki fungsi saluran pencernaan.
Untuk mengatasi gejala muskuloskeletal (otot dan kerangka tubuh)
perlu campur tangan dari ortopedi (bedah tulang) maupun terapi fisik.
Kelainan saraf lainnya diobati sesuai dengan jenis dan luasnya gangguan
fungsi yang terjadi. Seksio terencana sebelum mulainya persalinan
penting dalam mengurangi kerusakan neurologis yang terjadi pada bayi
dengan defek medula spinalis (Corwin, 2009). Apabila dilakukan
perbaikan melalui pembedahan, pemasangan pirau (shunt) untuk
memungkinkan drainase CSS perlu di lakukan untuk mencegah
hidrosefalus dan peningkatan tekanan intrakranial selanjutnya. Kadang-
kadang pembedahan shunting untuk memperbaiki hidrisefalus akan
menyebabkan berkurangnya mielimeningokel secara spontan.
Tindakan yang harus dilakukan antara lain :
1. Sebelum dioperasi, bayi dimasukkan ke dalam inkubator dengan
kondisi tanpa baju.
2. Bayi dalam posisi telungkup atau tidur jika kantongnya besar untuk
mencegah infeksi.
3. Berkolaborasi dengan dokter anak, ahli bedah, ahli ortopedi, dan
ahli urologi, terutama untuk tindakan pembedahan, dengan
sebelumnya melakukan informed consent dan informed choice
pada keluarga.
4. Lakukan pengamatan dengan cermat terhadap adanya tanda-tanda
hidrosefalus (dengan mengukur lingkar kepala setiap hari) setelah
dilakukan pembedahan atau juga kemungkinan terjadinya
meningitis (lemah, tidak mau minum, mudah terangsang , kejang,
dan ubun-ubun besar menonjol). Selain itu, perhatikan pula banyak
tidaknya gerakan tungkai dan kaki, clbbed feet, retensi urine, dan
kerusakan kulit akibat iritasi urine dan feses.
2.10 Ensefalokel
a. Pengertian
Adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya
penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti
kantung melalui suatu lubang pada tulang tengkorak. Ensepalokel disebabkan
oleh kegagalan penutupan tabung saraf selama perkembangan janin (Wafi M.
N: 2010). Ensefalokel biasanya terjadi pada bagian oksipital. Pada bagian ini
terdapat kantong berisi cairan, jaringan saraf atau sebagian otak. Ensefalokel
akan berkaitan dengan kelainan mental yang berat meskipun sudah dilakukan
operasi. Angka kejadian 3: 1000 kelahiran

b. Etiologi
Umumnya, ensefalokel terjadi pada awal masa kehamilan. Tepatnya
pada awal minggu ke-4 kehamilan. Pada saat itu, terjadi perkembangan
embriologiyang melibatkan susunan saraf pusat. Persarafan berkembang
membentuk tabung serta memisahkan diri dari jaringan tulang kepala.
Kegagalan jaringan saraf untuk menutup menyebabkan terjadinya beberapa
kelainan, diantaranya ensephalocel.

Ada beberapa dugaan penyebab penyakit ensephalocel, diantaranya:

1. Infeksi,

2. Faktor usia ibu yang terlalu muda atau tua ketika hamil,

3. Mutasi genetik,

4. Pola makan yang tidak tepat sehingga mengakibatkan


kekurangan asam folat.
c. Tanda dan Gejala
Gejala

Gejala dari ensefalokel antara lain berup hidrosepalus, kelumpuhan


keempat anggota gerak (kuadriplegia spastik), gangguan perkembangan,
mikrosepalus, gangguan penglihatan, keterbelakangan mental dan
pertumbuhan, ataksia, serta kejang. Beberapa anak memiliki kecerdasan
yang normal. Ensefalokel sering kali disertai dengan kelainan
kraniofasial atau kelainan otak lainnya.

d. Diagnosis
Diagnosa ditegakkan berdasar :

1) Gejala dan pemeriksaan fisik

2) Dilakukan USG yang bisa menemukan kelainan ini

3) CTscan segera setelah bayi lahir untuk menentukan luas dan lokasi
kelainan (medicastore.com)

e. Penatalaksanaan
Untuk ensefalokel biasanya dilakukan pembedahan untuk
mengembalikan jaringan otak yang menonjol ke dalam tulang tengkorak,
membuang kantung dan memperbaiki kelainan kraniofasial yang terjadi.
Untuk hidrosefalus mungkin perlu dibuat suatu shunt. Pengobatan lainnya
bersifat simtomatis dan suportif.

 Penanganan Pra Bedah:

1. Segera setelah lahir daerah yang terpakai harus dikenakan kasa steril
yang direndam salin yang ditutupi plastik, atau lesi yang terpapar
harus ditutupi kasa steril yang tidak melekat untuk mencegah
jaringan saraf yang terpapar menjadi kering.

2. Perawatan pra bedah neonatus rutin dengan penekanan khusus pada


saat mempertahan suhu tubuh yang dapat menurun dengan cepat.
Pada beberapa pusat tubuh bayi ditempatkan dalam kantong plastik
untuk mencegah kehilangan panas yang dapat terjadi akibat
permukaan lesi yang basah.

3. Lingkaran occipito frontalis kepala diukur dan dibuat grafiknya.

4. Akan diminta X-Ray medulla spinalis.

5. Akan diambil photografi dari lesi.

6. Persiapan operasi.       

7. Suatu catatan aktifitas otot pada anggota gerak bawah dan sringter
anal akan dilakukan oleh fisioterapi.

8. Pembedahan medulla spinalis yang terpapar ditutupi dengan penutup


durameter dan kulit dijahit diatas dura yang diperbaiki. Jika celah
besar, maka perlu digunakan kulit yang lebih besar untuk menutupi
cacat. Pada bayi ini drain sedot diinsersikan dibawah flap.

 Perawatan pasca bedah :


1) Pemberian makan per oral dapat diberikan 4 jam setelah
pembedahan.
2) Jika ada drain penyedotan luka makan harus diperiksa setiap jam
untuk menjamin tidak adanya belitan atau tekukan pada saluran dan
terjaganya tekanan negatif dan wadah.
Lingkar kepala diukur dan dibuat grafik sekali atau dua kali
seminggu. Sering kali terdapat peningkatan awal dalam pengukuran
setelah penutupan cacat spinal dan jika peningkatan ini berlanjut dan
terjadi perkembangan hidrochephalus maka harus diberikan terapi
yang sesuai.
Tindakan yang harus dilakukan adalah :
1. Cegah infeksi perlukaan ensefalokel waktu lahir, menutup luka dengan
kasa steril setelah lahir.
2. Persiapan operasi dilakukan sedini mungkin untuk mencegah infeksi
otak yang sangat berbahaya. Biasanya dilakukan pembedahan untuk
mengembalikan v jaringan otak yang menonjol kedalam tulang
tengkorak, membuang kantung dan memperbaiki kelainan kraniofasil
yang terjadi :
 Sebelum operasi, bayi dimasukkan ke dalam inkubator dengan
kondisi tanpa baju.
 Jika kantong Bayi besar tidurkan bayi dengan posisi terlungkup
untuk mencegah infeksi.
 Berkolaborasi dengan dokter anak, ahli bedah saraf, ahli
ortopedi , dan ahli urologi, terutama pada tindakn pembedahan.
 Melakukan informed consent dan informed choice pada
keluarga.
3. Pasca operasi perhatikan luka agar tidak basah, ditarik atau digaruk bayi
perhatikan mungkin terjadi hidrosefalus ukur lingkar kepala, pemberian
antibiotik dan kolaborasi.

2.11 Hidrocephalus
a. Pengertian
Suatu keadaan dilaktasi ventrikel yang progresif yang disebabkan adanya
timbunan cairan cerebrospinalis (CSS) yang berlebihan. Hidrosepalus adalah
penimbunan cairan serebrospinalis yang berlebihan didalam otak.
Hidrosepalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan
intracranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono,
2005). Insiden kejadian hidrosepalus 0,2- 4 setiap 1000 kelhiran hidup.

Ventrikel adalah suatu bagian otak, dimana terdapat pleksus koroideus


yang mengeluarkan CSS. Ventrikel ni terdisi dari 4 yaitu: ventrikel lateral
(V. 1 dan V. 2), Vemtrikel 3 dan V. 4
b. Etiologi
Hidrosepalus disebabkan karena terjadinya penyumbatan CSS pada salah
satu pembentukan CSS dalam system ventrikel dan tempat absorbsi dalam
ruangan subaraknoid, sehingga menyebabkan dilatasi ruangan CSS diatasnya
(foramen monrai, f. luschka, magendie, system magma, dan system basalis
merupakan tempat tersering terjadinya penyumbatan).

Hidrosepalus terutama menyerang anak usia 0- 2 tahun dengan penyebab


utamanya kelainan kongengital, infeksi intrauterine, anoreksia, perdarahan
intracranial akibat adanya trauma, meningoensepalitis bakteri dan viral, serta
tumor atau kista araknoid. Pada anak usia 2- 10 tahun penyebab utamanya
adalah tumor fossa posterior atau stenosis akuaduktus, sedangkan pada usia
dewasa penyebab utamanya adalah meningitis, subaraknoid hemoragi,
rupture aneurisma, tumor, dan idiopatik.

c. Tanda dan Gejala


 Tengkorak kepala mengalami pembesaran
 Muntah dan nyeri kepala
 Kepala terlihat lebih besar dari tubuh
 Ubun- Ubun besar melebar dan tidak menutup pada waktunya,
teraba tegang dan menonjol
 Dahi lebar, kulit kepala tipis, tegang dan mengkilat
 Pelebara vena kulit kepala
 Saluran tengkorak belum menutup dan teraba melebar
 Terdapat cracked pot sign bunyi seperti pot kembang retak saat
dilakukan perkusi kepala
 Adaya sunset sign dimana sclera berada diatas iris sehingga iris
seakan- akan menyerupai matahari terbenam
 Pergerakan bola mata tidak teratur
 Kerusakan saraf yang dapat memberikan gejala kelainan
neorologis berupa:
 Gangguan kesadaran

 Kejang

d. Diagnosis
Disamping pemeriksaan fisik, gambaran klinis samar- samar
maupun khas, kepastian hidrosepalus dapat ditegakkan dengan
menggunakan alat- alat radiologic canggih. Pada neonates, USG cukup
bermanfaan untuk anak yang lebih besar, umumnya diperlukan CT- scan.
CT- scan dan MRI dapat memastikan diagnose hidrosepalus dalam
waktu relative singkat.

Diagnosis banding

Yang sering dijumpai pada anak < 6 tahun

 Makrosepali

 Tumor otak

 Abses otak

 Granuloma intracranial

 Hematoma subdural perinatal

 Hidranensefali
e. Penatalaksanaan
1. Melakukan pengukuran lingkar kepala secara rutin untuk mengetahui
perubahan ukuran kepala sekecil mungkin.

2. Pada beberapa anak dengan keadaan yang semakin melemah serta


hilangnya nafsu makan memerlukan asupan nutrisi dengan memasang
NGT

3. Memberikan lingkungan yang nyaman tidak bising karena anak ini


mudah terangsang oleh suara akibat kelemahan kondisinya.

4. Memberitahu keluarga supaya terus menjaga kebersihan saat kontak


dengan anak, menjaga kebersihan lingkungan sekitar anak karena anak
dengan hidrosefalus mudah terinfeksi

5. Segera bekerjasama dengan dokter / rujuk di RS untuk mendapatkan


pengobatan lebih lanjut. Karena kelainan ini memerlukan tindakan
operatif.

Prinsip pengobatan

Tanpa pengobatan, sebanyak 40- 50 % kasus didapat anak dapat sembuh.


Pemberian Diamox atau furosemid dapat mengurangi penggunaann shunt,
efek samping dehidrasi, hipernatremi, asidosis. Pembedahan dilakukan untuk
memperbaiki hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbs.

Penatalaksanaan

Tiga prinsip dalam pengobatan hidrosepalus:

 Mengrangi produksi CSS194


 Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan
tempat absorbs

 Pengeluaran likuor kedalam organ eksrakranial

Penanganan hidrosepalus dibagi menjadi 3:

 Penanganan sementara (konservatif medikamentosa)

 Penanganan alternative (selain shunting) (perbaikan suatu mal


formasi)

 Operasi pemasangan shunting (membuat saluran baru anara aliran


likuor dengan kavitas drainase.

Yang perlu diperhatikan:

 Observasi TPRS

 Pencegahan hipotermi

 Intake- output

 Pengawasan dan pencegahan muntah

 Pengawasan kejang

 Persiapan operasi

 Pemberian nutrisi

 Perawatan luka

 Pencegahan dekubitus
2.12 Fimosis
a. Pengertian
Adalah keadaan kulit penis (preputium) melekat pada bagian kepala
penis dan mengakibatkan tersumbatnya lubang saluran air kemih,
sehinggabayi dan anak jadi kesulitan dan kesakitan 195 saat kencing.
Sebenarnya yang berbahaya bukanlah fimosis sendiri, tetapi kemungkinan
timbulnya infeksi pada uretra kiri dan kanan, kemudian ke ginjal. Infeksi ini
dapat mengakibatkan kerusakan pada ginjal.

Merupakan kondisi penis dengan kulit yang melingkupi kepala penis


(gland penis) tidak bisa ditarik kebelakang untuk membuka seluruh bagian
kepala penis (kulup, prepuce, preputium, foreskin). Preputium terdiri dari 2
lapis, yaitu bagian dalam dan bagian luar, sehingga dapat ditarik kedepan dan
balakang pada batang penis. Pada phimosis, lapis bagian dalam preputium
melekat pada gland penis. Kadang kala perlekatan cukup luas sehingga hanya
bagian lubang untuk berkemih (meatus urethra externus) yang terbuka.
Apabila preputium melekat pada gland penis, maka cairan smegma, yaitu
cairan putih kental yang biasanya mengumpul di antara kulit kulup dan
kepala penis akan terkumpul di tempat itu, sehingga mudah terjadi infeksi.
Umumnya tempat yang diserang infeksi adalah ujung penis, sehingga disebut
balantis. Sewaktu anak buang air kecil, anak akan menjadi rewel, dan yang
terlihat adalah kulit preputium terbelit dan menggelembung.

b. Etiologi
Kelainan bawaan yang diderita sejak lahir yaitu adanya penyempitan
prepusium sejak lahir, dikarenakan kulit penis (preputium) melekat pada
bagian kepala (gland) dan mengakibatkan tersumbatnya saluran air seni.

Fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir terjadi karena ruang di antara
kutup dan penis tidak berkembang dengan baik.Kondisi ini menyebabkan
kulup menjadi melekat pada kepala penis, sehingga sulit ditarik ke arah
pangkal.Penyebabnya bisa dari bawaan dari lahir, atau didapat, misalnya
karena infeksi atau benturan.
1. Konginetal (fimosis fisiologis)
Fimosis kongenital (fimosis fisiologis) timbul sejak lahir
sebenarnya merupakan kondisi normal pada anak-anak, bahkan
sampai masa remaja. Kulit preputium selalu melekat erat pada glans
penis dan tidakdapatditarik ke belakang pada saat lahir, namun
seiring bertambahnya usia serta diproduksinya hormon dan faktor
pertumbuhan terjadi proses keratinisasi lapisan epitel dan
deskuamasi antara glans penis dan lapis glan dalam preputium
sehingga akhirnya kulit preputium terpisah dari glan penis.
2.  Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true
phimosis)
Hal ini berkaitan dengan kebersihan hygiene alat kelamin yang
buruk, peradangan kronik glans penis dan kulit preputium
(balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit preputium
(forceful retraction) pada fimosis kongenital yang akan
menyebabkan pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian
kulit preputium yang membuka.

c. Tanda dan Gejala


Gejala Fimosis

1) Anak sulit berkemih

2) Sering menangis keras sebelum urine keluar, atau terlihat sembab

3) Kulit kulup ( prepusium ) terbelit dan menggembung sewaktu anak


kencing (ballooning)

4) Kulit preputium yang melekat erat pada gland penis

Fimosis kongengital seringkali menimbulkan fenomena ballooning,


yakni kulit preputium mengembang saat berkemih karena desakan
pancaran air seni tidak diimbangi besarnya lubang diujung preputium.
Fenomena ini akan menghilang sendiri dengan sendirinya, dan tanpa
adanya fimosis patologik, 197 tidak selalu menunjukan adanya
hambatan (obstruksi) air seni. Selama tidak ada hambatan aliran air seni,
buang air kecil berdarah (hematuria), atau nyeri preputium, fimosis
bukan merupakan kasus gawat darurat.

Tanda dan gejala yang tampak pada bayi/ anak dengan phimosis,
antara lain: gangguan atau perdarahan dari tepi kulup, pedih atau sakit
sewaktu BAK (disuria), air kencing tersumbat (terjadi akut atau kronik),
kulit penis tidak dapat ditarik kearah pangkal ketika akan dibersihkan,
anak mengejan saat buang air kecil karena muara urethra tertutup.

d. Diagnosis
Diagnosis fimosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis. Tidak ada
pemeriksaan penunjang khusus yang dibutuhkan dalam menegakkan
diagnosis fimosis.

 Anamnesis
Fimosis fisiologis biasanya bersifat asimptomatik. Pasien
mayoritas dibawa berobat oleh orang tua karena preputium tidak
dapat ditarik pada saat dibersihkan atau saat mandi. Keluhan juga
dapat berupa penggembungan area preputium pada saat berkemih.
Nyeri dan infeksi lokal atau infeksi saluran kemih biasanya tidak
ditemukan pada kasus fimosis fisiologis

e. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Neonatus dengan Fimosis

1. Setiap bayi baru lahir harus diperhatikan apakah bayi telah berkemih
setelah lahir atau paling lambat 24 jam setelah lahir.

2. Bayi laki-laki yang akan dimandikan terutama yang mengalami


fimosis hendaknya prepusiumnya di dorong kebelakang, kemudian
ujungnya dibersihkan dengan kapas DTT.
3. Bila fimosis menyebabkan hambatan aliran air seni, diperlukan
tindakan sirkumsisi. Sirkumsisi pada fimosis berfungsi untuk
mengangkat prepusium yang menutupi gland penis. Perawatan
setelah dilakukan khitan adalah beri salep antibiotik sekitar luka
untuk mencegah infeksi. Luka bekas khitan harus dijaga
kebersihanya terutama setelah kencing, popok / celana dalam jangan
sampai lembab.
2.13 Hipospadia
a. Pengertian
Hipospadia adalah deformitas umum dimana uretra pada anak laki-
laki terbuka di suatu tempat sepanjang permukaan bawah penis
(Hamilton,1995 : 259). Hipospadia muara orifisium uretra eksterna
(lubang tempat air seni keluar) berada diproksimal dari normalnya yaitu
pada ujung distal glans penis, sepanjang ventral batang penis sampai
perineum (Lakshmi Nawasasi, 2005).

Hipospadia adalah suatu keadaan dimana lubang uretra terdapat di


penis bagian bawah, bukan di ujung penis (mediacastore.com 2008).

Hipospadia merupakan kelainan abnormal dari perkembangan uretra


anterior dimana muara dari uretra terletak ektopik pada bagian ventral
dari penis proksimal hingga glands penis (Oktavianus, 2008 : okto’s
Site).

b. Etiologi
Penyebab pasti hipospadia tidak diketahui secara pasti. Beberapa
etiologi dari hipospadia telah dikemukakan.Sekitar 28% penderita
ditemukan adanya hubungan familial. Pembesaran tuberkel genitalia dan
perkembangan lanjut dari phallus dan uretra tergantung dari kadar
testosteron selama proses embriogenesis. Jika testis gagal memproduksi
sejumlah testosteron atau jika sel-sel struktur genital kekurangan
reseptor androgen atau tidak terbentuknya androgen converting enzyme
(5 alpha-reductase) maka hal-hal inilah yang diduga menyebabkan
terjadinya hipospadia (Oktavianus, 2008 : okto’s Site).
c. Tanda dan Gejala
Gejalanya adalah:

1) Testis tidak turun

2) Lazim ditemukan hernia inguinalis

3) Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah


atau di dasar penis

4) Penis melengkung ke bawah

5) Penis tampak seperti berkerudung karena adanya kelainan pada


kulit depan penis

6) Jika berkemih, anak harus duduk (Oktavianus, 2008 : okto’s Site).

d. Diagnosis
Dagnosis hipospadia ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik. Jika
hipospadia terdapat dipangkal penis mungkin perlu dilakukan pemeriksaan
radiologis untuk memeriksa kelainan bawaan lainnya.

e. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan hipospadia adalah dengan jalan pembedahan.
Tujuan prosedur pembedahan pada hipospadia adalah:

a) Membuat penis yang lurus dengan memperbaiki chordee

b) Membentuk uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung


penis (Uretroplasti)

c) Untuk mengembalikan aspek normal dari genitalia eksterna


(kosmetik)

2. Jika hipospadia terdapat di pangkal penis, mungkin perlu dilakukan


pemeriksaan radiologis untuk memeriksa kelainan bawaan lainnya.
Bayi yang menderita hipospadia sebaiknya tidak disunat. Kulit
depan penis dibiarkan untuk digunakan pada pembedahan nanti.

3. Bayi sebaiknya tidak disunat, kulit depan penis dibiarkan untuk


digunakan pada pembedahan nanti. Rangkaian pembedahan
biasanya telah selesai dilakukan sebelum anak mulai sekolah. Pada
saat ini perbaikan hipospadia dianjurkan dilakukan sebelum anak
berumur 18 bulan.

4. Jika tidak diobati, mungkin akan terjadi kesulitan dalam pelatihan


BAK pada anak. Dan pada saat dewasa akan terjadi gangguan dalam
melakukan hubungan seksual.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya,
makakesimpulan yang dapat dikemukakan dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:

 Kelainan bawaan merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang


timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan bawaan dapat
dikenali sebelum kelahiran, pada saat kelahiran atau beberapa tahun
kemudian setelah kelahiran.

 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelainan kongenital atau cacat


bawaan pada neonatus yaitu kelainan genetik dan kromosom, faktor genetik,
faktor infeksi, faktor obat, faktor umur ibu, faktor hormonal, faktor radiasi,
faktor gizi, dan faktor-faktor lainnya.

 Kelainan kongenital yang biasanya terjadi pada neonatus yaitu Labiokhiziz,


Labio Paltoskiziz, atressia esofagus, atresia rekti, atresia ani, hirschprung,
omfalokel, hernia diafragmatika, meningokel, ensefalokel, Hidrochepalus,
fimosis, hipospadia.

 Setiap ditemukannya kelainan kongenital pada bayi baru lahir, hal ini harus
dibicarakan dengan orang tuanya tentang jenis kemungkinan faktor
penyebab, langkah-langkah penanganan dan prognosisnya.

 Kelainan congenital atau cacat bawaan tidak dapat dicegah, melainkan resiko
terjadinya dapat dikurangi dengan tidak mengkonsumsi alcohol, menghindari
rokok , obat terlarang, makan makanan yang bergizi, olahraga teratur,
menjalani vaksinasi, melakukan pemeriksaan prenatal dengan rutin, dan
menghindari zat-zat berbahaya lainnya.

3.2 Saran
Dari uraian diatas diharapkan seorang bidan dapat melakukan penanganan
secara terpadu. Penatalaksanaannya sehingga sebagai seorang bidan kita mampu
memberikan asuhan neonatus dengan tujuan meminimalisir angka kematian dan
kesakitan pada neonatus sehingga tugas mutlak seorang bidan dan terpenuhi
dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Astuti Setiany, S.ST., M.Kes,dkk. 2016. Modul Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi,
Balita, Anak Prasekolah . Jakarta : Pusdik SDM Kesehatan

Siti Nurhasiyah Jamil, M.Keb ,Febi Sukma, M. Keb ,Hamidah, SST, MKM . 2017,
BUKU AJAR ASUHAN KEBIDANAN PADA NEONATUS, BAYI, BALITA DAN
ANAK PRA SEKOLAH. Jakatra: Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Jakarta

https://www.alomedika.com/+penyakit/urologi/fimosis/etiologi
http://uyettqhu.blogspot.com/2012/10/kelainan-bawaan-dan-
penatalaksanaan_18.html

http://wulan-midwifery.blogspot.com/2012/03/meningell-ensefalokel.html

Anda mungkin juga menyukai