Disusun Oleh :
Lokal/NIM : 2B/194210407
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul:‘’NEONATUS
DENGAN KELAINAN BAWAAN’’. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah di D-III Kebidanan Bukittingi Poltekkes Kemenkes RI Padang. Pada penulisan
makalah ini, penulis telah banyak mendapat bantuan, dorongan, petunjuk dan bimbingan
dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, izinkan penulis mengucapkan rasa hormat dan terimakasih kepada Ibu
Yosi Sefrina, Sst, M.Keb selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah Asuhan Kebidanan
Neonatus, Bayi Dan Balita dan rekan-rekan yang telah berpartisipasi dalam pembuatan
makalah ini. Mudah-mudahan Allah SWT membalas segala bantuan yang telah diberikan
dengan pahala yang berlipat ganda.Aamiin.
Makalah ini masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun
materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki. Untuk untuk kritik dan saran dari semua
pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Labioskhiziz 3
2.2 Labiopalatoskhiziz 9
2.3 Atresia esofagus 14
2.4 Atresia Rekti 17
2.5 Atresia Ani 21
2.6 Hisprung 25
2.7 Omfalokel 28
2.8 Hernia Diafragma 30
2.9 Meningokel 33
2.10 Ensefalokel 39
2.11 Hidrocephalus 42
2.12 Fimosis 46
2.13 Hiposfadia 49
DAFTAR PUSTAKA 53
ii
BAB I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Upaya pemeliharaan kesehatan anak ditujukan untuk mempersiapkan
generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk
menurunkan angka kematian anak. Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan
sejak janin masih dalam kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan, dan sampai
berusia delapan belas tahun (Kemenkes, RI, 2016: 124). Upaya kesehatan anak
antara lain diharapkan mampu menurunkan angka kematian anak. Indikator angka
kematian yang berhubungan dengan anak yakni Angka Kematian Neonatal
(AKN), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Balita (AKABA).
Perhatian terhadap upaya
Kelainan kongenital adalah kelainan dalam pertumbuhan janin yang terjadi
sejak konsepsi dan selama dalam kandungan. Diperkirakan 10-20% dari kematian
janin dalam kandungan dan kematian neonatal disebabkan oleh kelainan
kongenital. Khusunya pada bayi berat badan rendah diperkirakan kira-kiraa 20%
diantaranya meninggal karena kelainan kongenital dalam minggu pertama
kehidupannya. Malformasi kongenital merupakan kausa penting terjadinya
keguguran, lahir mati, dan kematian neonatal. Mortalitas dan morbiditas pada bayi
pada saat ini masih sangat tinggi pada bayi yang mengalami penyakit bawaan.
Salah satu sebab morbiditas pada bayi adalah atresia duedoni esophagus,
meningokel eosephalokel, hidrosephalus, fimosis, hipospadia dan kelainan
metabolik dan endokrin. Sebagian besar penyakit bawaan pada bayi disebabkan
oleh kelainan genetik dan kebiasaan ibu pada saat hamil mengkonsumsi alkohol,
rokok dan narkotika. Dari uraian diatas diharapkan seorang bidan dapat
melakukan penanganan secara terpadu.
penatalaksanaannya sehingga sebagai seorang bidan kita mampu memberikan
asuhan neonatus dengan tujuan meminimalisir angka kematian dan kesakitan pada
neonatus sehingga tugas mutlak seorang bidan dan terpenuhi dengan baik.
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan neonatus dengan kelainan bawaan dan
penatalaksanaannya?
2. Apa yang dimaksud dengan Labioskizis dan Labiopalatoskizis dan
bagaimana cara penanganannya?
3. Apa yang dimaksud dengan Atresia Oesophagus dan cara penanganannya?
4. Apa yang dimaksud dengan Atresia Rekti dan Atresia Ani dan cara
penanganannya?
5. Apa yang dimaksud dengan Hirschprung dan cara penanganannya?
6. Apa yang dimaksud dengan Omfalokel dan cara penanganannya?
7. Apa yang dimaksud dengan Hemia Diaframatika dan cara penanganannya?
8. Apa yang dimaksud dengan Meningokel dan cara penanganannya?
9. Apa yang dimaksud dengan Ensefalokel dan cara penanganannya?
10. Apa yang dimaksud dengan Hidrocephalus dan cara penanganannya?
11. Apa yang dimaksud dengan Fimosis dan cara penanganannya?
12. Apa yang dimaksud dengan Hipospadia dan cara penanganannya?
1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang diatas maka tujuannya adalah:
Mahasiswa mampu Memahami Penyulit dan Komplikasi Pada
Neonatus, Bayi, dan Balita. “NEONATUS DENGAN KELAINAN
BAWAAN”:
1. Dapat mengetahui apa itu Labioskhiziz & Labiospalatokhiziz
2. Dapat mengetahui apa itu Atresia esofagus
3. Dapat mengetahui apa itu atresia rekti & atresia ani
4. Dapat mengetahui apa itu Hisprung
5. Dapat mengetahui apa itu Omfalokel
6. Dapat mengetahui apa itu Diaframatika
7. Dapat menetahui apa itu Meningokel
8. Dapat menetahui apa itu Ensefalakel
9. Dapat mengetahui apa itu Hidrocephalus
10. Dapat mengetahui apa itu Fimosis
11. Dapat mengetahui apa itu Hipospadia
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Labioskhiziz
a. Pengertian
1) Labio = bibir
Schisis = celah / belahan
Jadi labioschisis adalah celah congenital pada lateral bibir atas.
2) Teori sekarang : tidak terbentuk ectoderm di tempat tersebut sehingga
ektoderm dan endoderm diserap. Jadi sudah bersatu tapi tidak kuat
sehingga pecah lagi.
3) Labioskizis adalah kelainan congenital sumbing yang terjadi akibat
kegagalan fusiatau penyatuan prominen maksilaris dengan prominen
nasalis medial yang dilikuti disrupsikedua bibir, rahang dan palatum
anterior. Sedangkan
4) Labioskizis atau cleft lip atau bibir sumbing adalah suatu kondisi dimana
terdapatnya celah pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini
dapat berupa takik kecil pada bahagian bibir yang berwarna sampai pada
pemisahan komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari bibir ke
hidung.
5) Adapun berapa pembagian labioschisis adalah sebagai berikut:
Labioschisis unilateral / bilateral:
a) Inkomplet (hanya kena bibir)
b) Komplet (bibir, lantai hidung dan prosesus alveolaris)
3
b. Etiologi
1. Teori Fusi
Disebut teori klasik. Pada akhir minggu keenam dan awal minggu ketujuh
masa kehamilan, prosesus maksilaris berkembang ke arah depan menuju garis
median, mendekati prosesus nasomedialis dan kemudian bersatu. Bila terjadi
kegagalan fusi antara prosesus maksilaris dengan proses medialis maka celah
bibir akan terjadi.
4
c. Tanda dan Gejala
Tanda-tanda Labioschisis
5
Sulit makan dan menyusui
Sulit menelan, bahkan makanan dan minuman bisa keluar lagi dari
hidung
Suara sengau atau terdengar tidak jelas
Infeksi telinga kronis
d. Diagnosis
Diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik di daerah wajah.
Labioskizis dapat terjadi dalam beberapa derajat malformasi, mulai dari takik
ringan pada tepi bibir dikanan/ kiri garis tengah, hingga sumbing lengkap
menjalar sampai kehidung. Terdapat variasi lanjutan yang melibatkan sumbing
palatum.
Bibir sumbing bisa diketahui saat bayi lahir sampai 72 jam setelahnya. Saat
bayi mengalami bibir sumbing, dokter akan menanyakan riwayat kesehatan ibu
dan keluarga, termasuk ada tidaknya riwayat mengonsumsi obat atau suplemen
selama kehamilan. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan pada wajah
anak, termasuk mulut, hidung, dan langit-langit mulut.
Selain bisa diketahui saat bayi lahir, bibir sumbing juga bisa terdeteksi
selama kehamilan. Pemeriksaan USG kehamilan yang dilakukan pada minggu ke-
18 hingga ke-21 biasanya akan menunjukkan adanya kelainan pada area wajah
janin. Jika janin dicurigai mengalami kelainan pada wajah dan bibir, biasanya
dokter akan menyarankan ibu hamil untuk menjalani prosedur amniosentesis,
yaitu tes yang dilakukan dengan cara mengambil sampel air ketuban. Prosedur ini
bertujuan untuk mengetahui penyebab bibir sumbing.
e. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Labioschisis
6
2. Pemberian nutrisi yang cukup dan hati-hati dengan pipet,pakai pompa
susu,sendok dan lain-lain
5. Tindakan operasi:
d) Osteotomi Maksila
7
(maksimal sampai anak berumur 1 tahun dengan BB minimal 10 kg). Sebelum
pembedahan dilakukan, bisa dipasang alat tiruan pada langit- langit untuk
membantu pemberian makan/ susu.
Pemberian nutrisi pada pasca bedah langsung adalah diit cair, dilanjutkan
makanan lunak ditambah air steril. Makanan keras diberikan pada hari ke-2
sampai ke-3 pasca operasi. Mengangkat jahitan dilakukan diruang operasi, pada
8
hari ke- 8 dan ke- 10 pasca operasi. Pemberian terapi bicara dilakukan 1 bulan
pasca operasi.
Apabila bidan menemukan kasus bayi pada celah bibir dan/ atau celah langit-
langit, maka pertolongan pertama yang harus diberikan antara lain, memberi
dukungan dan keyakinan ibu, menjelaskan ibu hal terpenting saat ini adalah
memberi bayi cukup minum untuk memastikan pertumbuhan sampai operasi
dapat dilanjutkan. Apabila hanya labioskizis saja, menganjurkan ibu untuk tetap
menyusui> bila bayi dapat menyusu dengan baik, bayi boleh pulang, kontrol 1
minggu lagi. Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI peras.
9
2.2 Labiopalatoskhiziz
a. Pengertian
1. Palato = langit-langit, Schisis = celah
Celah bibir dan celah langit- langit (labiopalatoskizis), bisa terjadi secara
bersamaan maupun sendiri- sendiri. Kelainan ini juga bisa terjadi bersamaan
dengan kelainan bawaan lainnya. Penyebabnya adalah mungkin mutasi genetic
atau teratogen (zat yang dapat menyebabkan kelainan pada janin, contohnya virus
atau bahan kimia). Selain tidak sedap dipandang, kelainan ini juga bisa
menyebabkan anak mengalami kesulutan makan, gangguan perkembangan
berbicara dan infeksi teliga. Faktor resiko untuk kelainan ini adalah riwayat celah
bibir atau celah langit- langit pada keluarga serta adanya kelaianan bawaan
lainnya.
4. Suara sengau
d. Diagnosis
Diagnosis sumbing atau orofacial cleft, baik pada bibir (cleft lip atau
labioschisis), pada palatum (cleft palate atau palatoschisis) atau kombinasi
keduanya (cleft lip and palate atau labiopalatoschisis), dapat dilakukan dengan
inspeksi dan palpasi palatum pada bayi baru lahir. Pemeriksaan penunjang
biasanya dilakukan untuk skrining saat kehamilan, mencari keterkaitan dengan
sindrom, dan persiapan operasi.
palatoskizis dapat terlihat dengan mudah pada saat lahir dan merupakan
defek pada bayi yang menimbulkan reaksi emosional yang berat bagi
orangtuannya.Palatoskizis dapat terjadi sebagai defek yang terpisah atau
menyertai plabioskizis.Palatoskizis mungkin tidak dapat dideteksi jika tidak
dilakukan pemeriksaan yang cermat unutk menilai rongga mulut bayi.
Deformitas dapat dikenali dengan meletakkan langsung jari tangan pemeriksa
pada palatum.Celah pada palatum durum membentuk lubang yang kontinu
antara mulut dan kavum nasi. Instensitas palatoskizis akan memberikan
dampak pada proses penyusu. Bayi tidak mampu menghasilkan tekanan
negatif dalam kavum oral yang memeberikan kepadanya kemampuan
mengisap air susu. Pada kebanyakan kasus kemampuan bayi untuk menelan
masih normal.
e. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Labiopalatoschizis
1. Pemberian nutrisi yang cukup dengan memakai pompa
susu,sendok,pipet dan lain-lain
2. Bimbingan psikolog
4. Tindakan operasi
a. Platoplasty
b. Sphincteroplasty
Persiapan Rujukan
Sumbing merupakan kompetensi 2 sehingga dokter umum perlu merujuk
kasus ini. Penatalaksanaan kasus membutuhkan tim multidisiplin yang terdiri
dari dokter spesialis anak, dokter spesialis bedah, dokter spesialis THT,
konselor genetik, dokter gigi, tim rehabilitasi medik, dan psikolog. Sebelum
merujuk, pastikan tidak ada masalah pada jalur napas yang dapat
menyebabkan kematian mendadak.
Pembedahan
Pembedahan merupakan tata laksana utama pada kasus sumbing. Tujuan
dari pembedahan adalah memperbaiki penampilan bibir dan hidung;
menyatukan primary palate dan secondary palate; memperbaiki kemampuan
bahasa, berbicara, dan pendengaran; membuka jalan napas; dan memperbaiki
fungsi mastikasi sehingga perkembangan tidak terganggu. Jika ada risiko
obstruksi jalan napas selama pembedahan, maka tonsil dan kelenjar adenoid
dapat diambil terlebih dahulu melalui pembedahan beberapa bulan sebelum
dilakukannya pembedahan korektif.
Pembedahan pada kasus bibir sumbing biasanya dilakukan pada usia 10–
12 minggu.Pada pasien yang memiliki celah unilateral komplit yang lebar atau
celah bilateral dengan protrusi premaksilar, pembedahan bertahap dapat
dilakukan. Pembedahan tahap pertama adalah melakukan adhesi pada bibir
pada usia 3 bulan dan dilanjutkan dengan pembedahan definitif untuk
memperbaiki celah pada usia 5–6 bulan.
Terapi Suportif
Pasien bibir sumbing tetap membutuhkan nutrisi dengan jumlah yang
sama. Beberapa alat bantu mungkin dibutuhkan untuk membantu proses
pemberian makan, seperti obturator palatum untuk menutup jalur
oronasal; Haberman feeder untuk membatasi udara yang masuk; dan cross cut
nipples untuk meningkatkan aliran susu yang masuk sehingga usaha
menghisap berkurang.
Jika dengan alat bantu tersebut pasien masih mengalami kesulitan, pipa
nasogastrik dapat dipasang. Penilaian asupan nutrisi dan peningkatan berat
badan perlu dipantau setiap minggu selama bulan awal kehidupan.
2.3 Atresia Esofagus
a. Pengertian
Atresia Esophagus adalah
perkembangan embrionik abnormal
esophagus yang menghasilkan
pembentukan suatu kantong (blind
pouch), atau lumen berkurang tidak
memadai yang mencegah perjalanan makanan / sekresi dari faring ke perut.
Atresia esophagus adalah gangguan kontinuitas esophagus dengan atau tanpa
hubungan dengan trachea atau esophagus (kerongkongan) yang tidak terbentuk secara
sempurna. Variasi dari atresia esophagus ini antara lain bagian atas esophagus
berakhir pada kantong buntu, bagian atas esophagus berakhir dalam trachea, serta
bagian atas dan bawah esophagus berhubungan dengan trakhea setinggi karina (atresia
esophagus dengan fistula). Kebanyakan bayi yang menderita atresia esophagus juga
memiliki fistula trakeaesofagus (suatu hubungan abnormal antara kerongkongan dan
trakea/ pipa udara).
b. Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan
terjadinya kelainan Atresia Esofagus, hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 % jika
salah satu dari saudara kandung yang terkena. Atresia Esofagus lebih berhubungan
dengan sindroma trisomi 21,13 dan 18 dengan dugaan penyebab genetik. Namun saat
ini, teori tentang tentang terjadinya atresia esofagus menurut sebagian besar ahli tidak
lagi berhubungan dengan kelainan genetik. Perdebatan tetang proses embriopatologi
masih terus berlanjut, dan hanya sedikit yang diketahui.
Gejala atresia esophagus dapat dideteksi sejak masa prenatal, yaitu adanya
gelembung perut (bubble stomach) pada USG kehamilan 18 minggu serta kejadian
polihidramnion. Gejala yang terlihat pada jam- jam pertama kehidupan dan
didiagnosis sebelum makanan pertama diberikan antara lain, hypersaliva dan saliva
selalu mengalir dalam bentuk buih, setiap pemberian makan, bayi batuk dan ada
sumbatan, sesak nafas dan sianosis, sukar member makan dan cenderung terjadi
aspirasi pneumoni (2-3 hari setelah pemberian), pneumonitis akibat refluks cairan
lambung melalui kantong bagian bawah, perut buncit karena udara masuk usus
melalui fistula trakeaesofagus, bila dimasukkan kateter melalui mulut, kateter akan
terbentur pada ujung esophagus dan melingkar- lingkar. Pemeriksaan diagnostic dapat
pula dilakukan untuk menegakan diagnosis, dengan cara memasukan cateter radiopag/
larutan kontras lipiodol lewat hidung ke esophagus.
d. Diagnosis
Dalam pemeriksaan USG pada usia kehamilan sekitar 26 mingu ditemukan
polyhidramnion tetapi pembesaran perut ibu tidak sesuai dengan umur kehamilan
(lebih kecil). Kesulitan memasukkan kateter ke dalam lambung akan memperkuat
kecurigaan. Kateter biasanya berhenti mendadak pada 10-11 cm dari garis gusi atas,
dan gambaran rontgen menunjukkan kateter menggulung di kantong esophagus atas.
Kadang-kadang, pada foto rontgen polos dada terlihat esophagus melebar dengan
udara di dalamnya.Adanya udara dalam perut menunjukkan fistula diantara trakea dan
esophagus distal. Media kontras yang digunakan pada foto rontgen seharusnya larut
dalam air ; jumlah kurang dari 1 ml yang diberikan di bawah pengamatan fluoroskopi
cukup untuk memberikan gambaran kebuntuan kantong bagian atas. Gambaran video
esophagus, saat pengisian bahan kontras, biasanya efektif.Lubang fistula pada trakea
mungkin dapat ditemukan dengan bronkoskopi.Pencarian malformasi yang menyertai
dengan teliti harus dilakukan.Banyak orang menganjurkan ultrasonografi jantung
praoperatif untuk mendeteksi yang cukup berat.[ CITATION Beh02 \l 1033 ]
e. Penatalaksanaan
Atresia merupakan kasus gawat darurat. Prabedah, penderita seharusnya
ditengkurapkan untuk mengurangi kemungkinan isi lambung masuk ke paru-paru.
Kantong esofagus harus secara teratur dikosongkan dengan pompa untuk mencegah
aspirasi sekret. Perhatian yang cermat harus diberikan terhadap pengendalian suhu,
fungsi respirasi, dan pengelolaan anomali penyerta.
1. Penatalaksanaan Medis
2. Penatalaksanaan Keperawatan
d. Diagnosis
Sindrom Down
Penyakit Hirschsprung
e. penatalaksanaan
Pada bayi harus diperiksa permasalahan lain, terutama pada genital, saluran
kemih dan tulang belakang.Rekonstruksi bedah untuk pembuatan anus
diperlukan. Dan jika rektum mengalami perlengketan dengan organ lain, maka
organ tersebut harus dibebaskan dan diperbaiki. Kolostomi sementara mungkin
diperlukan.Jika anus tidak berkembang baik, pembedahan akan dilakukan untuk
membuat lubang, atau anus baru agar kotoran dapat keluar. Pengobatan dapat
berbeda bergantung pada jenis anorektal anomali. Jika ujung usus berada pada
letak tinggi, pengobatan umumnya dilakukan dalam tiga prosedur, pertama adalah
pembuatan stoma pada usus yang dikenal dengan kolostomi.
Bayi baru lahir dengan stoma akan membutuhkan kantung khusus untuk
mengumpulkan feses. Prosedur kedua adalah anoplasti yaitu menarik turun
rektum ke posisi anus dimana akan dibuat anus buatan. Jika terdapat fistula atau
penghubung yang abnormal antara kandung kemih atau vagina, maka fistula ini
harus ditutup. Beberapa bulan kemudian setelah anus baru telah sembuh, maka
dilakukan prosedur ketiga yaitu penutupan stoma.Jika ujung usus berada pada
letak rendah di pelvis, pembuatan lubang anus dapat dilakukan dengan operasi
tunggal. Rektum ditarik turun ke posisi anus dan lubang anus yang baru dibuat,
dengan teknik minimal invasif yang dikenal dengan laparoskopi.
Pada kasus ini, stoma tidak diperlukan. Jika anus baru berada pada posisi
yang salah, maka anus tersebut akan ditutup dan dipindahkan ke posisi yang
benar.Segera setelah operasi, peristaltik bayi meningkat yang dapat
mengakibatkan diaper rash yang berat. Sehingga salep pelindung kulit diperlukan.
Bayi diperbolehkan pulang jika sudah dapat minum, peristaltik normal, tidak
merasakan nyeri dan bebas demam. Posterior Sagital Anorektal Plasty (PSARP)
Insisi dibuat dari fistula yang nampak ke arah rektum. Sfingter rektal
sebenarnya terdiri dari saraf dan otot yang dapat diidentifikasi dan fistula
dipisahkan dari rektum. Pembuatan lubang anus dimana saraf dan otot rektum
berada, bertujuan untuk memaksimalkan kemampuan bayi dalam mengontrol
pergerakan usus. Kolostomi tidak ditutup selama prosedur operasi. Kotoran akan
tetap keluar melalui kolostomi dan memberi waktu bagi lubang anus yang baru
untuk sembuh.
a. Pengertian
Atresia ani adalah tidak adanya anus. Terdapat 3 tipe:
1. Tipe rendah : bila ujung usus mendekati kulit di tempat anus
seharusnya
2. Tipe tinggi (Kelainan ini lebih banyak ditemukan pada bayi laki-
laki, sebaliknya kelinan letak redah sering ditemukan pada bayi
perempuan. Pada perempuan dapat ditemukan fistula rektoperinium
dan fistula rektovagina juga dapat ditemukan tipe cloaca,sedangkan
pada laki-laki dapat ditemukan fistula yaitu ektourinaria.
b. Etiologi
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur
sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur
Gejala
7) Dapat terjadi fistula, bila terjadi fistula tinja keluar dari vagina atau
uretra. Pada bayi perempuan sering terjadi fistula rektovaginal, dan pada
laki- laki sering terjadi fistula rektourinal.
Untuk mengetahui kelainan pada bayi baru lahir dengan tidak keluarnya
mekoneum dalam 24 jam sesudah lahir.
d. Diagnosis
Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan pemeriksaan radiologis. Pada
pemeriksaaan ini akan ditemukan beberapa hal berikut:
1. Udara dalam usus terhenti tiba- tiba. Hal ini menandakan adanya
obstruksi di daerah tersebut
2. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bayi baru lahir
e. Penatalaksanaan
1) Penanganan secara preventif antara lain: Kepada ibu hamil hingga
kandungan menginjak usia tiga bulan untuk berhati-hati terhadap
obat-obatan, makanan awetan dan alkohol yang dapat menyebabkan
atresia ani.
Penatalaksanaan Medis :
a. Pengertian
Merupakan keadaan tidak ada atau kecilnya sel saraf ganglion
parasimpatik pada fleksus meinterikus dari kolon ditalis sehingga
peristaltic pada daerah yang terkena tidak ada.
b. Etiologi
Penyebab penyakit hirschprung tidak diketahui, tetapi ada hubungan
dengan kondisi genetik. Mutasi pada Ret Proto-onkogen telah dikaitkan
dengan neoplasia endokrin 2A atau 2B pada penyakit hirschsprung familiar.
Gen lain yang berhubungan dengan penyakit hirschsprung termasuk sel
neurotrofik glial yang diturunkan dari faktor gen, respon gen endothelin-B
dan gen endothelin-3. Penyakit hirschsprung juga terkait dengan Down
syndrome, sekitar 5-15% dari pasien dengan penyakit hirschsprung juga
memiliki trisomi.
c. Tanda dan Gejala
Tanda-tanda Hirshprung
4. Muntah terus-menerus
6. Anamnesis
Trias Hirschprung
Kembung
Muntah Hijau/fekal
Konstipasi Kronis/berulang \
7. Pemeriksaan Fisik:
Distensi abdomen
Neonatus:
d. Diagnosis
Dilakukan pemeriksaan barium enema melalui anus. Pemeriksaanin
akan memperlihatkan sejauh mana penyempitan usus terjadi dan
seberapa panjang kerusakan usus yang terjadi.
Biopsi usus
e. Penatalaksanan
Bagian usus yang tidak ada persyarafan harus dibuang lewat
pembedahan atau operasi, pembedahan kasus ini dilakukan 2 kali.
Pertama usus yang tidak ada persyarafan dibuang. Kedua, jika usus dapat
ditarik kebawah, langsung disambung ke dalam anus. Kalau belum bisa
ditarik, maka dilakukan operasi kolostomi. Bila ususnya sudah cukup
panjang dapat dioperasi kembali untuk diturunkan dan disambung
langsung ke anus. Namun terkadang proses ini cukup memakan waktu
lebih dari 3 bulan, bahkan mungkin hingga 6- 12 bulan. Setelah dioperasi
biasanya BAB bayi akan normal, kecuali pada kasus yang parah seperti
perforasi.
2.7 Omfalokel
a. Pengertian
Omfalokel adalah penonjolan dari usus atau isi perut lainnya melalui
akar pusar yang hanya dilapisi oleh peritoneum (selaput perut) dan tidak
dilapisi oleh kulit. Usus terlihat dari luar melalui selaput peritoneum yang
tipis dan transparan (tembus pandang). Omfalokel terjadi 1 dari 5000
kelahiran bayi
b. Etiologi
Penyebab omfalokel tidak diketahui. Pada 20- 40 % bayi yang menderita
omfalokel, kelainan ini disertai oleh kelainan bawaan lainnya, seperti
kelainan kromosom, hernia diagfrahmatika, dan kelainan jantung
1. Protrusi dari kantong yang berisi usus dan visera abdomen melalui defek
dinding abdomen pada umbilicus (Umbilikus terlihat menonjol keluar).
2. Pada omfalokel tampak kantong yang terisi usus dengan atau tanpa hepar
di garis tengah pada bayi baru lahir.
3. Pada omfolokel yang besar, bisa terjadi distosia dan bias mengakibatkan
luka pada hepar
Banyaknya usus dan organ perut lainnya yang menonjol pada omfalokel
bervariasi, tergantung kepada besarnya lubang di pusar. Jika lubangnya kecil,
mungkin hanya usus yang menonjol. Jika lubangnya besar, hati juga bisa
menonjol melalui lubang tersebut
d. Diagnosis
Diagnosis omfalokel ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik,
dimana isi perut terlihat dari luar melalui selaput peritoneum
e. Penatalaksanaan
Dilakukan tindakan operasi dengan tujuan memasukkan protusi usus dan
menutup lubang hernia tersebut . Perawatan Omfalocel:
6) konsultasi
7) Bayi dirawat diruang perawatan intensif, dimana keadaan umumnya
dapat dievaluasi terus-menerus.
d. Diagnosis
e. Penatalaksanaan
Dilakukan operasi herniotomi. Asuhan pada bayi/ anak sebelum
menjalani operasi adalah: pemberian oksigen secara ET untuk mengurangi
masuknya oksigen dalam usus, posisi fowler, pemasangan sonde lambung
untuk dekompresi abdomen, bayi tidak diberikan minum hanya pemberian
infuse saja, serta pemberian antibiotika profilaksis.
a. Pengertian
b. Etiologi
Penyebab terjadinya meningokel adalah karena adanya defek pada
penutupan spina bifida yang berhubungan dengan pertumbuhan yang tidak
normal dari korda spinalis atau penutupnya, biasanya terletak di garis tengah.
Resiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan
kekurangan asam folat, terutama terjadi pada awal kehamilan.
d. Diagnosis
Diagnosis meningokel ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil
pemeriksaan fisik. Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani
pemeriksaan darah yang disebut triple screen. Tes ini merupakan tes
penyaringan untuk spina bifida, sindrom down, dan kelainan bawaan
lainnya.
Sebanyak 85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida,
akan memiliki kadar serum alfa petoprotein yang tinggi. Tes ini memiliki
angka positif yang palsu tinggi, karena itu jika hasilnya positif, perlu
dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis. Dilakukan
USG yang biasanya dapat menemukan adanya spina bifida. Kadang-
kadang dilakukan amniosentesis (analisa cairan ketuban).
Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan rontgen tulang belakang
untuk menentukan luas dan lokasi kalainan, pemeriksaan USG tulang
belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis maupun
vertebra, serta pemeriksaan CT-scan atau MRI tulang belakang kadang-
kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan luasnya kelainan.(Wafi
Nur, 2010).
Pemeriksaan neurologis yang cermat sangat dianjurkan. Anak yang
tidak bergejala dengan pemeriksaan neurologis normal dan keseluruhan
tebal kulit menutup meningokel dapat menunda pembedahan. Sebelum
koreksi defek dengan pembedahan penderita harus secara menyeluruh
diperiksa dengan menggunakan rontgenogram sederhana, ultrasonografi,
dan tomografi komputasi (CT) dengan metrizamod atau resonansi
magnetik (MRI) untuk menentukkan luasnya keterlibatan jaringan syaraf
jika ada dan anomali yang terkait, termasuk diastematomelia, medulla
spinalis terlambat dan lipoma. Penderita dengan kebocoran cairan
serebrospinalis (CSS) satu kulit yang menutupi tipis harus dilakukan
pembedahan segera untuk mencegah meningitis. Scan CT kepala
dianjurkan pada anak dengan meningokel karena kaitannya dengan
hidrosefalus pada beberapa kasus. Meningokel anterior menonjol ke
dalam pelvis melalui defek pada sakrum (Behrman dkk, 2000).
e. Penatalaksanaan
Tujuan dari pengobatan awal spina bifida, termasuk meningokel
adalah mengurangi kerusakan saraf akibat spina bifida, meminimalkan
komplikasi (misalnya infeksi), serta membantu keluarga dalam
menghadapi kelainan ini. Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang
yang terbentuk dan untuk menutup lubang yang terbentuk dan untuk
mengobati hidrosefalus, kelainan ginjal dan kandung kemih serta
kelainan bentuk fisik yang sering menyertai spina bifida.
Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk
memperkuat fungsi otot. Untuk mengobati atau mencegah meningitis,
infeksi saluran kemih dan infeksi lainnya, diberikan antibiotik. Untuk
membantu memperlancar aliran air kemih bisa dilakukan penekanan
lembut diatas kandung kemih. Pada kasus yang berat kadang harus
dilakukan pemasangan kateter. Diet kaya serat dan program pelatihan
buang air besar bisa membantu memperbaiki fungsi saluran pencernaan.
Untuk mengatasi gejala muskuloskeletal (otot dan kerangka tubuh)
perlu campur tangan dari ortopedi (bedah tulang) maupun terapi fisik.
Kelainan saraf lainnya diobati sesuai dengan jenis dan luasnya gangguan
fungsi yang terjadi. Seksio terencana sebelum mulainya persalinan
penting dalam mengurangi kerusakan neurologis yang terjadi pada bayi
dengan defek medula spinalis (Corwin, 2009). Apabila dilakukan
perbaikan melalui pembedahan, pemasangan pirau (shunt) untuk
memungkinkan drainase CSS perlu di lakukan untuk mencegah
hidrosefalus dan peningkatan tekanan intrakranial selanjutnya. Kadang-
kadang pembedahan shunting untuk memperbaiki hidrisefalus akan
menyebabkan berkurangnya mielimeningokel secara spontan.
Tindakan yang harus dilakukan antara lain :
1. Sebelum dioperasi, bayi dimasukkan ke dalam inkubator dengan
kondisi tanpa baju.
2. Bayi dalam posisi telungkup atau tidur jika kantongnya besar untuk
mencegah infeksi.
3. Berkolaborasi dengan dokter anak, ahli bedah, ahli ortopedi, dan
ahli urologi, terutama untuk tindakan pembedahan, dengan
sebelumnya melakukan informed consent dan informed choice
pada keluarga.
4. Lakukan pengamatan dengan cermat terhadap adanya tanda-tanda
hidrosefalus (dengan mengukur lingkar kepala setiap hari) setelah
dilakukan pembedahan atau juga kemungkinan terjadinya
meningitis (lemah, tidak mau minum, mudah terangsang , kejang,
dan ubun-ubun besar menonjol). Selain itu, perhatikan pula banyak
tidaknya gerakan tungkai dan kaki, clbbed feet, retensi urine, dan
kerusakan kulit akibat iritasi urine dan feses.
2.10 Ensefalokel
a. Pengertian
Adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya
penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti
kantung melalui suatu lubang pada tulang tengkorak. Ensepalokel disebabkan
oleh kegagalan penutupan tabung saraf selama perkembangan janin (Wafi M.
N: 2010). Ensefalokel biasanya terjadi pada bagian oksipital. Pada bagian ini
terdapat kantong berisi cairan, jaringan saraf atau sebagian otak. Ensefalokel
akan berkaitan dengan kelainan mental yang berat meskipun sudah dilakukan
operasi. Angka kejadian 3: 1000 kelahiran
b. Etiologi
Umumnya, ensefalokel terjadi pada awal masa kehamilan. Tepatnya
pada awal minggu ke-4 kehamilan. Pada saat itu, terjadi perkembangan
embriologiyang melibatkan susunan saraf pusat. Persarafan berkembang
membentuk tabung serta memisahkan diri dari jaringan tulang kepala.
Kegagalan jaringan saraf untuk menutup menyebabkan terjadinya beberapa
kelainan, diantaranya ensephalocel.
1. Infeksi,
2. Faktor usia ibu yang terlalu muda atau tua ketika hamil,
3. Mutasi genetik,
d. Diagnosis
Diagnosa ditegakkan berdasar :
3) CTscan segera setelah bayi lahir untuk menentukan luas dan lokasi
kelainan (medicastore.com)
e. Penatalaksanaan
Untuk ensefalokel biasanya dilakukan pembedahan untuk
mengembalikan jaringan otak yang menonjol ke dalam tulang tengkorak,
membuang kantung dan memperbaiki kelainan kraniofasial yang terjadi.
Untuk hidrosefalus mungkin perlu dibuat suatu shunt. Pengobatan lainnya
bersifat simtomatis dan suportif.
Penanganan Pra Bedah:
1. Segera setelah lahir daerah yang terpakai harus dikenakan kasa steril
yang direndam salin yang ditutupi plastik, atau lesi yang terpapar
harus ditutupi kasa steril yang tidak melekat untuk mencegah
jaringan saraf yang terpapar menjadi kering.
3. Lingkaran occipito frontalis kepala diukur dan dibuat grafiknya.
4. Akan diminta X-Ray medulla spinalis.
5. Akan diambil photografi dari lesi.
6. Persiapan operasi.
7. Suatu catatan aktifitas otot pada anggota gerak bawah dan sringter
anal akan dilakukan oleh fisioterapi.
2.11 Hidrocephalus
a. Pengertian
Suatu keadaan dilaktasi ventrikel yang progresif yang disebabkan adanya
timbunan cairan cerebrospinalis (CSS) yang berlebihan. Hidrosepalus adalah
penimbunan cairan serebrospinalis yang berlebihan didalam otak.
Hidrosepalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan
intracranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono,
2005). Insiden kejadian hidrosepalus 0,2- 4 setiap 1000 kelhiran hidup.
Kejang
d. Diagnosis
Disamping pemeriksaan fisik, gambaran klinis samar- samar
maupun khas, kepastian hidrosepalus dapat ditegakkan dengan
menggunakan alat- alat radiologic canggih. Pada neonates, USG cukup
bermanfaan untuk anak yang lebih besar, umumnya diperlukan CT- scan.
CT- scan dan MRI dapat memastikan diagnose hidrosepalus dalam
waktu relative singkat.
Diagnosis banding
Makrosepali
Tumor otak
Abses otak
Granuloma intracranial
Hidranensefali
e. Penatalaksanaan
1. Melakukan pengukuran lingkar kepala secara rutin untuk mengetahui
perubahan ukuran kepala sekecil mungkin.
Prinsip pengobatan
Penatalaksanaan
Observasi TPRS
Pencegahan hipotermi
Intake- output
Pengawasan kejang
Persiapan operasi
Pemberian nutrisi
Perawatan luka
Pencegahan dekubitus
2.12 Fimosis
a. Pengertian
Adalah keadaan kulit penis (preputium) melekat pada bagian kepala
penis dan mengakibatkan tersumbatnya lubang saluran air kemih,
sehinggabayi dan anak jadi kesulitan dan kesakitan 195 saat kencing.
Sebenarnya yang berbahaya bukanlah fimosis sendiri, tetapi kemungkinan
timbulnya infeksi pada uretra kiri dan kanan, kemudian ke ginjal. Infeksi ini
dapat mengakibatkan kerusakan pada ginjal.
b. Etiologi
Kelainan bawaan yang diderita sejak lahir yaitu adanya penyempitan
prepusium sejak lahir, dikarenakan kulit penis (preputium) melekat pada
bagian kepala (gland) dan mengakibatkan tersumbatnya saluran air seni.
Fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir terjadi karena ruang di antara
kutup dan penis tidak berkembang dengan baik.Kondisi ini menyebabkan
kulup menjadi melekat pada kepala penis, sehingga sulit ditarik ke arah
pangkal.Penyebabnya bisa dari bawaan dari lahir, atau didapat, misalnya
karena infeksi atau benturan.
1. Konginetal (fimosis fisiologis)
Fimosis kongenital (fimosis fisiologis) timbul sejak lahir
sebenarnya merupakan kondisi normal pada anak-anak, bahkan
sampai masa remaja. Kulit preputium selalu melekat erat pada glans
penis dan tidakdapatditarik ke belakang pada saat lahir, namun
seiring bertambahnya usia serta diproduksinya hormon dan faktor
pertumbuhan terjadi proses keratinisasi lapisan epitel dan
deskuamasi antara glans penis dan lapis glan dalam preputium
sehingga akhirnya kulit preputium terpisah dari glan penis.
2. Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true
phimosis)
Hal ini berkaitan dengan kebersihan hygiene alat kelamin yang
buruk, peradangan kronik glans penis dan kulit preputium
(balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit preputium
(forceful retraction) pada fimosis kongenital yang akan
menyebabkan pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian
kulit preputium yang membuka.
Tanda dan gejala yang tampak pada bayi/ anak dengan phimosis,
antara lain: gangguan atau perdarahan dari tepi kulup, pedih atau sakit
sewaktu BAK (disuria), air kencing tersumbat (terjadi akut atau kronik),
kulit penis tidak dapat ditarik kearah pangkal ketika akan dibersihkan,
anak mengejan saat buang air kecil karena muara urethra tertutup.
d. Diagnosis
Diagnosis fimosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis. Tidak ada
pemeriksaan penunjang khusus yang dibutuhkan dalam menegakkan
diagnosis fimosis.
Anamnesis
Fimosis fisiologis biasanya bersifat asimptomatik. Pasien
mayoritas dibawa berobat oleh orang tua karena preputium tidak
dapat ditarik pada saat dibersihkan atau saat mandi. Keluhan juga
dapat berupa penggembungan area preputium pada saat berkemih.
Nyeri dan infeksi lokal atau infeksi saluran kemih biasanya tidak
ditemukan pada kasus fimosis fisiologis
e. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Neonatus dengan Fimosis
1. Setiap bayi baru lahir harus diperhatikan apakah bayi telah berkemih
setelah lahir atau paling lambat 24 jam setelah lahir.
b. Etiologi
Penyebab pasti hipospadia tidak diketahui secara pasti. Beberapa
etiologi dari hipospadia telah dikemukakan.Sekitar 28% penderita
ditemukan adanya hubungan familial. Pembesaran tuberkel genitalia dan
perkembangan lanjut dari phallus dan uretra tergantung dari kadar
testosteron selama proses embriogenesis. Jika testis gagal memproduksi
sejumlah testosteron atau jika sel-sel struktur genital kekurangan
reseptor androgen atau tidak terbentuknya androgen converting enzyme
(5 alpha-reductase) maka hal-hal inilah yang diduga menyebabkan
terjadinya hipospadia (Oktavianus, 2008 : okto’s Site).
c. Tanda dan Gejala
Gejalanya adalah:
d. Diagnosis
Dagnosis hipospadia ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik. Jika
hipospadia terdapat dipangkal penis mungkin perlu dilakukan pemeriksaan
radiologis untuk memeriksa kelainan bawaan lainnya.
e. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan hipospadia adalah dengan jalan pembedahan.
Tujuan prosedur pembedahan pada hipospadia adalah:
Setiap ditemukannya kelainan kongenital pada bayi baru lahir, hal ini harus
dibicarakan dengan orang tuanya tentang jenis kemungkinan faktor
penyebab, langkah-langkah penanganan dan prognosisnya.
Kelainan congenital atau cacat bawaan tidak dapat dicegah, melainkan resiko
terjadinya dapat dikurangi dengan tidak mengkonsumsi alcohol, menghindari
rokok , obat terlarang, makan makanan yang bergizi, olahraga teratur,
menjalani vaksinasi, melakukan pemeriksaan prenatal dengan rutin, dan
menghindari zat-zat berbahaya lainnya.
3.2 Saran
Dari uraian diatas diharapkan seorang bidan dapat melakukan penanganan
secara terpadu. Penatalaksanaannya sehingga sebagai seorang bidan kita mampu
memberikan asuhan neonatus dengan tujuan meminimalisir angka kematian dan
kesakitan pada neonatus sehingga tugas mutlak seorang bidan dan terpenuhi
dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti Setiany, S.ST., M.Kes,dkk. 2016. Modul Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi,
Balita, Anak Prasekolah . Jakarta : Pusdik SDM Kesehatan
Siti Nurhasiyah Jamil, M.Keb ,Febi Sukma, M. Keb ,Hamidah, SST, MKM . 2017,
BUKU AJAR ASUHAN KEBIDANAN PADA NEONATUS, BAYI, BALITA DAN
ANAK PRA SEKOLAH. Jakatra: Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Jakarta
https://www.alomedika.com/+penyakit/urologi/fimosis/etiologi
http://uyettqhu.blogspot.com/2012/10/kelainan-bawaan-dan-
penatalaksanaan_18.html
http://wulan-midwifery.blogspot.com/2012/03/meningell-ensefalokel.html