OLEH :
KELAS B3
KELOMPOK IV
PROGRAM DV KEBIDANAN
STIKES TRI MANDIRI SAKTI
2018
KATA PENGANTAR
1
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya lah sehingga kami mampu menyusun makalah yang kami kumpulkan dari
berbagai sumber ini, yang kemudian kami susun sedemikian rupa, hingga menjadi sebuah
makalah dalam mata kuliah kegawatdaruratan maternal neonatal dengan tema “Eklampsia”.
Kami sangat mengharapkan makalah ini sekiranya dapat berguna dalam rangka
mengurangi angka kematian ibu (AKI) melalui pembelajaran mengenai eklampsia yang
sering terjadi pada masyarakat yang disertai dengan cara pencegahan dan penanganannya
yang telah dijelaskan dalam makalah. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari apa yang diharapkan. Semoga
makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang hendak membacanya.
Atas perhatiannya, tidak lupa pula kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang membantu hingga terciptanya makalah ini. Kritik dan saran sangat kami harapkan dari
pemerhati demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
2
KATA PENGANTAR .................................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan masalah ........................................................................................ 1
C. Tujuan makalah ............................................................................................ 2
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
3
A. Latar belakang
Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskuler yang terjadi sebelum
kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada permulaan nifas. Golongan penyakit ini
ditandai dengan hypertensi dan kadang – kadang disertai proteinuria, odema, convulsi coma
atau gejala – gejala lainnya.
Penyakit ini cukup sering dijumpai dan masih merupakan salah satu sebab dari kematian
ibu. Di USA misalnya 1/3 dari kematian ibu disebabkan penyakit ini. Hypertensi dalam
kehamilan juga menjadi penyebab yang penting dari kelahiran mati dan kematian neonatal.
Hypertensi biasa akan berakhir dengan Eklampsia.
Eklampsia merupakan penyebab dengan peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas
maternal dan perinatal. Kejadian Eklampsia di Negara berkembang berkisar 1 dari 100
hingga 1 dari 700 kelahiran. Di Indonesia pre Eklampsia Dan Eklampsia berkisar 1,5 %
sampai 25 %. Koknifikan yang mengancam jiwa ibu akibat eklampsia adalah edema
pulmonalis, gagal hati dan ginjal, DIC, sindrom HELLP, dan perdahan otak.
Eklampsia disebut dengan antepartum, intrapartum, atau pascapartum. Bergantung pada
apakah kejang muncul sebelum, selama atau sesudah persalinan. Eklampsia paling sering
terjadi pada trimester terakhir dan menjadi semakin sering menjelang aterm.
Masalah utama dalam mencegah dan mengobati Eklampsia adalah penyebab kondisi
yang tidak diketahui. Terdapat hubungan yang kuat antara hipertensi dan penyakit serebral
yang mengidentifikasi persamaan klinis antara Eklampsia dan ensefalopati hipertensif
( Vaughan & Delanty 2000 ).
Dengan adanya uraian di atas maka penulis akan membahas masalah Eklampsia untuk
mengurangi AKI dan AKB sekaligus menyelesaikan tugas kelompok yang diberikan.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Eklampsia?
2. Berapa jenis Eklampsia?
3. Bagaimana gejala Eklampsia?
4. Bagimana patologi penyakit Eklampsia?
5. Apa etiologi dari Eklampsia?
6. Apa diagnosa dari Eklampsia?
7. Bagaimana prognosis Eklampsia?
4
8. Bagaimana perawatan Eklampsia?
9. Bagaimana penanganan saat kejang?
BAB II
LANDASAN TEORI
5
A. Pengertian eklampsia
Menurut sarwono( 2015), Eklamsia berasal dari bahasa yunani berarti “halilintar” . kata
tersebut di pakai karena seolah-olah gejala” eklamsia timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului
oleh tanda-tanda lain. Sekarang kita ketahui bahwa eklamsia pada umumnya timbul pada
wanita hamil atau dalam keadaan nifas dengan tanda-tanda preeklamsia. pada wanita yang
menderitaeklamsia timbul serangan kejangan yang diikuti oleh koma. Tergantung dari saat
timbulnya eklamsia dibedakan menjadi eklamsia gravidarum dan eklamsia parturientum, dan
eklamsia puerperale. Perlu dikemukakan bahwa pada eklamsia gravidarum sering kali
persalinan mulai tidak lam kemudian.
Eklampsia adalah penyakit akut dengan kejang dan coma pada wanita hamil dan
dalam masa nifas disertai dengan hypertensi oedema dan proteinuria. (obstetric
patologi,unpad,1984).
Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau masa nifas
yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelianan neurologik) dan atau
koma dimana sebeblumnya sudah menunjukkan gejala – gejala pre eklampsia (asuhan
patologi kebidanan, 2009).
Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeclampsia, yang disertai dengan
kejang menyeluruh dan koma. ( ilmu kebidanan, 2010).
Eklampsia lebih sering terjadi pada primagravidae dari pada multiparae. Eklampsia juga
sering terjadi pada : kehamilan kembar, hydramnion, mola hidatidosa. Eklampsia post partum
umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan.
B. Klasifikasi eklampsia
Pada pemeriksaan darah kehamilan normal terdapat peningkatan angiontensin, renin
dan aldosteron sebagai kompensasi sehingga peredaran darah dan metabolisme dapat
berlangsung. Pada eklampsia maka terjadi penurunan angiotensin, renin dan aldosteron tetapi
dapat dijumpai edema, hipertensi dan proteinuria.
6
1. Eklampsia gravidarum (Kejang yang terjadi sebelum persalinan)
· Batas dengan eklampsia gravidarum sukar di tentukan terutama saat mulai inpartu
· Kejadian jarang 10 %
· Berlangsung 30 – 35 detik
· Mata melotot
· Mulut berbuih
Gejala klinis :
1. Kehamilan lebih 20 minggu atau persalinan atau masa nifas
2. Tanda – tanda pre eklampsia (hipertensi, edema dan proteinuria)
3. Kejang dan atau koma
4. Kadang – kadang disertai gangguan fungsi organ.
Kejang dapat menimbulkan komplikasi pada ibu dan janin.
1. Komplikasi ibu :
· Perdarahan
8
· Gangguan fungsi hati dan menimbulkan ikhterus
· Asfiksia mendadak
· Solusio plasenta
· Persalinan prematuritas
D. Patologi Eklampsia
Pada wanita yang mati karena eklampsia terdapat kelainan pada hati, ginjal, otak, dan
paru – paru dan jantung. Pada umumnya dapat ditemukan necrose, haemorrhagia, odema,
hyperaemia atau ischaemia dan thrombosis. Pada placenta terdapat infakt – infarct karena
degenarasi syncytium. Perubahan lain yang terdapat ialah retensi air dan natrium,
haemokonsentrasi dan kadang – kadang acidosis.
Kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan cairan yang
berlebihan dalam ruang interstitial. Bahwa pada eklampsia dijumpai kadar aldosteron yang
rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi dari pada kehamilan normal. Aldosteron penting
untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air dan natrium. Serta pada
eklampsia permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat.
Pada plasenta dan uterus terjadi penurunan aliran darah ke plasenta mengakibatkan
gangguan fungsi plasenta. Pada hipertensi pertumbuhan janin terganggu sehingga terjadi
gawat-janin sampai menyebabkan kematian karena kekurangan oksigenisasi. Kenaikan tonus
uterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering terjadi pada eklampsia, sehingga mudah
terjadi partus prematurus.
Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah ke dalam ginjal menurun,
sehingga menyebabkan filtrasi glomerulus berkurang. Kelainan pada ginjal yang penting
ialah dalam hubungan dengan proteinuria dan mungkin dengan retensi garam dan air.
Mekanisme retensi garam dan air akibat perubahan dalam perbandingan antara tingkat filtrasi
glomelurus dan tingkat penyerapan kembali oleh tubulus. Pada kehamilan normal penyerapan
ini meningkat sesuai dengan kenaikan filtrasi glomerulus. Penurunan filtrasi glomelurus
akibat spasmus arteriolus ginjal menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun,
yang menyebabkan retensi garam dan retensi air. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50%
9
dari normal, sehingga menyebabkan diuresis turun pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria
atau anuria.
Pada retina tampak edema retina, spasmus setempat atau menyeluruh pada beberapa
arteri jarang terlihat perdarahan atau eksudat. Pelepasan retina disebabkan oleh edema
intraokuler dan merupakan indikasi untuk pengakhiran kehamilan . Setelah persalinan
berakhir, retina melekat lagi dalam 2 hari sampai 2 bulan. Skotoma, diplopia, dan ambiliopia
merupakan gejala yang menunjukkan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan
oleh perubahan aliran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.
Edema paru-paru merupakan sebab utama kematian penderita eklampsia. Komplikasi
disebabkan oleh dekompensasio kordis kiri. Perubahan pada otak bahwa resistensi pembuluh
darah dalam otak pada hipertensi dalam kehamilan lebih tinggi pada eklampsia. Sehingga
aliran darah ke otak dan pemakaian oksigen pada eklampsia akan menurun.
Metabaolisme dan elektrolit yaitu hemokonsentrasi yang menyertai eklampsia
sebabnya terjadi pergeseran cairan dan ruang intravaskuler ke ruang interstisial. Kejadian ini,
diikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan protein serum, dan bertambahnya edema,
menyebabkan volume darah berkurang, viskositet darah meningkat, waktu peredaran darah
tepi lebih lama. Karena itu, aliran darah ke jaringan diberbagai bagian tubuh berkurang
akibatnya hipoksia. Dengan perbaikan keadaan, hemokonsentrasi berkurang, sehingga
turunnya hematokrit dapat dipakai sebagai ukuran perbaikan keadaan penyakit dan
berhasilnya pengobatan.
Pada eklampsia, kejang dapat menyebabkan kadar gula darah naik untuk sementara.
Asidum laktikum dan asam organik lain naik, dan bikarbonas natrikus, sehingga
menyebabkan cadangan alkali turun. Setelah kejang, zat organik dioksidasi sehingga natrium
dilepaskan untuk dapat bereaksi dengan asam karbonik menjadi bikarbaonas natrikus.
Dengan demikian, cadangan alkali dapat pulih kembali. Pada kehamilan cukup bulan kadar
fibrinogen meningkat. Waktu pembekuan lebih pendek dan kadang-kadang ditemukan kurang
dari 1 menit pada eklampsia.
E. Etiologi eklampsia
Sebab eklampsia belum diketahui benar, salah satu teori yang dikemukakan ialah bahwa
eklampsia disebabakan ischaemia rahim dan plasenta (ischaemia uteroplacenta). Selama
kehamilan uterus memerlukan darah lebih banyak. Pada molahydatidosa, hidramnion,
kehamilan ganda, multipara, pada akhir kehamilan, pada persalinan, juga pada penyakit
pembuluh darah ibu, diabetes, perdarahan darah dalam dinding rahim kurang, maka keluarlah
zat- zat dari plasenta atau decidua yang menyebabkan vasospasmus dan hypertensi.
10
F. Diagnose Eklampsia
Untuk diagnose eklampsia harus dikesampingkan keadaan –keadaan lain dengan kejang
dan coma seperti ureami, keracunan, epilepsy, hysteri, ebcephalitis, meningitis, tumor
otak,dan atrofi kuning akut dari hati. Diagnose eklampsia lebih 24 jam postpartum harus
dicurigai.
Eklampsia selalu didahului oleh pre eklampsia. Perawatan prenatal untuk kehamilan
dengan predisposisi pre eklampsia perlu ketat dilakukan agar dapat dideteksi sedini mungkin
gejala – gejala eklampsia. Sering di jumpai perempuan hamil yang tampak sehat mendadak
menjadi kejang – kejang eklampsia karena tidak terdeteksi adanya pre eklampsia sebelumnya.
Menurut sarwono diagnosis eklamsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan
adanya tanda dan gejalah preeklamsia yang disusul oleh serangan kejangan disertai telah
diuraikan, maka diagnosis eklamsia sudah tidak diragukan . walaupun demikian , eklamsia
harus dibedakan dari (1) epilepsi; dalam anamesis diketahui adanya serangan sebelum hamil
atau pada hamil muda dan tanda preeklamsia tidak ada; (2) Kejangan karena obat anatesia;
Apabila obat anatesia lokal disuntikanke dalam vena, dapat menimbulkan kejang; (3) koma
karena sebab lain , seperti diabetes, pendarahan otak, menginitis dll.
G. Komplikasi Eklampsia
Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin, usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre eklampsia dan eklampsia. Komplikasi
yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada pre eklampsia berat dan eklampsia :
1. Solusio plasenta
Karena adanya takanan darah tinggi, maka pembuluh darah dapat mudah pecah, sehingga
terjadi hematom retropalsenta yang dapat menyebabkan sebagian plasenta dapat terlepas.
2. Hipofibrinogenemia
Adanya kekurangan fibrinogen yang beredar dalam darah , biasanya di bawah 100 mg
persen. Sehingga pemeriksaan kadar fibrinogen harus secara berkala.
3. Hemolisis
Kerusakan atau penghancuran sel darah merah karena gangguan integritas membran sel
darahmerah yang menyebabkan pelepasan hemoglobin. Menunjukkan gejala klinik
hemolisis yang dikenal karena ikterus.
4. Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal pada penderita eklampsia.
5. Kelainan mata
11
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu. Perdarahan
kadang-kadang terjadi pada retina yang merupakan tanda gawat akan terjadinya
apopleksia serebri.
6. Edema paru – paru
7. Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada eklampsia merupakan akibat vasopasmus arteriol umum.
Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan
enzim-enzimnya.
8. Sindroma HELLP
Merupakan suatu kerusakan multisistem dengan tanda-tanda : hemolisis, peningkatan
enzim hati, dan trombositopenia yang diakibatkan disfungsi endotel sistemik. Sindroma
HELLP dapat timbul pada pertengahan kehamilan trimester dua sampai beberapa hari
setelah melahirkan.
9. Kelainan ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endotelial
tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria
sampai gagal ginjal.
10. Kopmlikasi lain yaitu lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat kejang
- kejang pneumonia aspirasi, dan DIC.
11.Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intra uterin.
H. Prognosa eklampsia
Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan yang meminta
korban besar dari ibu dan bayi ( Hanifa dalam Prawiroharjo, 2005 ).
Eklampsia adalah suatu keadaan yang sangat berbahaya maka prognosa kurang baik
untuk ibu maupun anak. Prognosa juga dipengaruhi oleh paritas artinya prognosa bagi
multiparae lebih buruk, dipengaruhi juga oleh umur terutama kalau umur melebihi 35 tahun
dan juga oleh keadaan pada waktu pasien masuk rumah sakit. Juga Diurese dapat dipegang
untuk prognosa jika diurese lebih dari 800 cc dalam 24 jam atau 200 cc tiap 6 jam maka
prognosa agak baik. Sebaiknya oliguri dan anuri merupakan gejala yang buruk.
Gejala –gejala lain memberikan prognosa dikemukakan oleh Eden ialah :
1. Coma yang lama
2. Nadi di atas 120
3. Suhu di atas 390 C
4. Tensi di atas 200 mmHg
5. Lebih dari 10 serangan
12
6. Proteinuria 10 gram sehari sehari atau lebih
7. Tidak adanya odema.
Odema paru –paru dan apoplexy merupakan keadaan yang biasanya mendahului kematian.
I. Pencegahan eklampsia
Pada umumnya timbulnya eklampsia dapat dicegah atau frekuensinyadi kurangi.
Usaha – usaha untuk menurunkan eklampsia terdiri atas meningkatkan jumlah balai
pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua wanita haiml memeriksa diri sejak
hamil muda, mencari pada tiap pemeriksaan tanda – tanda pre eklampsia dan mengobatinya
segera apabila ditemukan, mengakhiri kehamilan sedapatnya pada kehamilan 37 minggu ke
atas apabila dirawat tanda – tanda pre eklampsia tidak juga dapat hilang. ( Hanifa dalam
Prawiroharjo, 2005 )
13
Pemberian magnesium sulfat pada dasarnya sama seperti pemberian magnesium
sulfat pada preeclampsia berat. Pengobatan suportif terutama ditujukan untuk gangguan
fungsi organ-organ penting, misalnya tindakan-tindakan untuk memperbaiki asidosis,
mempertahankan pentilasi paru-paru, mengatur tekanan darah, mencegah dekompensasi
kordis.
Pada penderita yang mengalami kejang dan koma, nursing care sanga penting,
misalnya meliputi cara-cara perawatan penderita dalam suatu kamar isolasi, mencegah
aspirasi, mengatur infuse penderita, dan monitoring produksi urin.
c. Perawatan pada waktu kejang
Pada penderita yang mengalami kejang, tujuan pertama pertologan ialah mencegah
penderita mengalami trauma akibat kejang-kejang tersebut.
Dirawat di kamar isolasi cukup terang, tidak di kamar gelap, agar bila terjadi
sianosis segera dapat diketahui. Penderita dibaringkan di tempat tidur yang lebar, dengan
rail tempat tidur harus dipasang dan dikunci dengan kuat. Selanjutnya masukkan sudap
lidah ke dalam mulut penderita dan jangan mencoba melepas sudap lidah yang sedang
tergigit karena dapat mematahkan gigi. Kepala direndahkan dan daerah orofarim diisap.
Hendaknya dijaga agar kepala dan ekstremitas penderita yang kejang tidak terlalu kuat
menghentak-hentak benda keras disekitarnya. Fiksasi badan pada tempat tidur harus
cukup kendor, guna menghindari fraktur. Bila penderita selesai kejang-kejang, segera
beri oksigen45.
d. Perawatan koma
Perlu diingat bahwa penderita koma tidak dapat beraksi atau mempertahankan diri
terhadap suhu yang ekstrim, posisi tubuh yang menimbulkan nyeri dan aspirasi, karena
hilangnya reflex muntah. Ahaya terbesar yang mengancam penderita koma, ialah
terbuntunya jalan napas atas. Setiap Penderita Eklampsia yang jatuh dalm koma harus
dianggap bahwa jalan napas atas terbuntu, kecuali dibuktikan lain.
Oleh karena itu, tindakan pertama-tama pada penderita yang jatuh, (tidak sadar), ialah
menjaga dan mengusahakan agar jalan napas atas tetap terbuka. Untuk menghindari
terbuntunya jalan napas atas oleh pangkal lidah dan epiglottis dilakukan tindakan sebagai
berikut. Cara yang sederhana dan cukup efektif dalam menjaga terbukanya jalan napas
atas, ialah dengan maneuver head tilt-neck lift, yaitu kepala direndahkan dan leher dalam
posisi ekstensi ke belakang atau head tilt- chain lift, dengan kepala direndahkan dan dagu
ditarik ke atas, atau jaw-thrust, yaitu mandibula kiri-kanan di ekstensikan ke atas sambil
14
mengangkat kepala ke belakang. Tindakan ini kemudian dapat dilanjutkan dengan
pemasangan orophary haringeal airway . hal penting ke dua yang perlu diperhatikan ialah
bahwa penderita, akan kehilangan reflex muntah sehingga kemungkinan terjadinya
aspirasi bahan lambung sangat besar. Lambung ibu hamil harus selalu dianggap sebagai
lambung penuh. Oleh karena itu, semua benda yang ada dalam rongga mulut dan
tenggorokan, baik berupa lender maupun sisa makanan, hars segera diiasap secara
intermiten. Penderita ditidurkan dalam posisi stabil untuk drainase lendir.
Monitoring kesadaran dan dalamnya, memakai Glasgow, coma escale. pada perawatan
koma perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita. Pada koma yang
lama, bila nutrisi tidak mungkin; dapat diberikan melalui nasograstrik tube (NGT).
e. Perawatan edema paru
Bila terjadi edema paru sebaiknya penderita di rawat di ICU karena membutuhkan
perawatan animasi dengan respirator.
2. Pengobata obstetric
Sikap terhadap kehamilan ialah semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri,
tanpa memandang kehamilan dan keadaan janin. Persalinan diakhiri bila sudah mencapai
stabilisasi (pemulihan). Hemodinamika dan metabolism ibu.
pada perawatan pasca persalinan, bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring
tanda-tanda vital dilakukan sebagaimana lazimnya.
Tujuan utama penanganan eklampsia adalah menghentikan berulangnya serangan kejang
dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan ibu
mengizinkan. Penanganan yang dilakukan :
1. Selalu ingat ABC (airway, breathing, circulation)
2. Beri obat anti kejang
3. Beri oksigen 4-6 liter per menit
4. Lindungi pasien dari kemungkinan trauma, tetapi jangan diikat terlalu keras
5. Baringkan pasien pada sisi kiri untuk mengurangi resiko aspirasi
6. Setelah kejang, aspirasi mulut dan tenggorokan jika perlu
L. Pengobatan eklampsia
Eklampsia merupakan gawat darurat kebidanan yang memerlukan pengobatan di
rumah sakit untuk memberikan pertolongan yang adekuat.
Konsep pengobatannya :
a. Menghindari terjadinya :
· Kejang berulang
15
· Mengurangi koma
· Meningkatkan jumlah dieresis
b. Perjalanan kerumah sakit dapat diberikan :
· Obat penenang dengan injeksikan 20 mgr valium
· Pasang infuse glukosa 5 % dan dapat di tambah dengan valium 10 sampai 20 mgr
c. Sertai petugas untuk memberikan pertolongan:
· Hindari gigitan lidah dengan memasang spatel pada lidah
· Lakukan resusitasi untuk melapangkan nafas dan berikan O2
· Hindari terjadinya trauma tambahan
2. Pengobatan medis
Banyak pengobatan untuk menghindari kejang yang berkelanjutan dan meningkatkan
vitalitas janin dalam kandungan. Dengan pemberian :
- Sistem stroganof
- Sodium pentothal dapat menghilangkan kejang
- Magnesium sulfat dengan efek menurunkan tekanan darah , mengurangi sensitivitas
saraf pada sinapsis, meningkatkan deuresis dan mematahkan sirkulasi iskemia plasenta
sehingga menurunkan gejala klinis eklampsia.
- Diazepam atau valium
- Litik koktil
16
- Gagal pengobatan konservatif
BAB III
TINJAUAN KASUS
C. Riwayat Menstruasi
Menarche : 15 tahun
Siklus : 28 hari
Lama : 6 hari
Disminorhe : kadang-kadang
D. Riwayat Obstetri
G1P0A0
F. Riwayat Kesehatan
1. Ibu tidak mempunyai riwayat penyakit jantung, paru-paru ginjal, dan diabetes militus
(DM
2. Ibu mempunyai riwayat hipertensi
3. Ibu tidak pernah dioperasi atau transfuse darah
4. Ibu tidak pernah merokok dan minum minuman yang beralkohol
5. Ibu tidak ada alergi obat obatan dan makanan
19
Porsi : 1 gelas
Jenis : Air Putih, Susu
b. Pola Eliminasi
BAB
Frekuens : 1x/hari
Konsistensi : Padat
Warna : kuning
BAK
Frekuensi : 3-4x perhari
Konsistensi : Cair
Warna : kekuningan dan keruh
c. Pola Istirahat
Tidur Siang
Lama : lama ±1 jam (13.00-14.00)
Tidur Malam
Lama : lama ±5 jam (24.00-05.00)
d. Personal Hygiene
Mandi : 2x/hari
Ganti baju : 2x/sehari
Gosok Gigi : 2x/sehari
Keramas : 3x/seminggu
e. Pola Seksualitas
Frekuensi : 3x/seminggu
f. Pola Aktifitas ( terkait kegiatan fisik, olahraga)
1. Ibu mengatakan melakukan kegiatan sebagai IRT(menyapu, mencuci pakaian,
memasak)
2. Kebiasaan yang mengganggu kesehatan (merokok, minum jamu, minuman beralkohol)
3. Ibu mengtakan tidak memiliki kebiasaan yang mengganggu kesehatan seperti
merokok, minum jamu, minuman beralkohol.
4. Data Psikososial, spiritual dan ekonomi ( Penerimaan ibu/ suami/ keluarga terhadap
kehamilan, dukungan keluarga, hubungan dengan suami/keluarga/tetangga, perawatan
bayi, kegiatan ibadah, kegiatan sosial, keadaan ekonomii keluarga)
Ibu mengatakan senang dengan kehamilannya
20
Suami dan keluarga sangat mendukung kehamilannya
Ibu menjalin silaturahmi dengan tetangga sekitar
Ibu rajin ibadah sholat 5 waktu
Ibu mengikuti kegiatan PKK di desanya
Ibu sudah menabung sedikit demi sedikit untuk biaya persalinan dan kemungkinan
komplikasi
H. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Umum
a.Keadaan Umum : tidak baik
b. Kesadaran : stupor
c. Status Emosional : tidak stabil
d. Tanda Vital
TekananDarah : 210/120 mmHg
Nadi : 120 x/menit
Pernapasan : 26 x/menit
Suhu : 38,60C
2. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala : Mesochephalus, tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa, rambut hitam, lurus
b. Wajah : terdapat odema, tidak ada bekas luka, ada nya cloasma grapidarum
c. Mata : terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar
d. Hidung :tidak ada polip, bersih, tidak ada pernapasan cuping hidung
e. Mulut : mulut membuka
f. Telinga : simetris, tidak ada serumen, terdapat lubang telinga
g. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, parotis, limfe dan vena jugularis
h. Dada : simetris, tidak ada retraksi dinding dada
i. Payudara : simetris putting susu menonjol hiperpigmentsi areola mamae
j. Abdomen : adanya odema, adanya linea nigra dan strie gravidarum
k.Palpasi Leopold
Leopold I : Tfu 3 jari diatas pusat, teraba bulat, lunak dan tidak melenting (bokong)
Leopold II : Punggung kanan
Leopold III : bagian terendah janin teraba bulat, (kepala)
Leopold IV : kepala belum masuk panggul
21
Osborn Test : tidak dilakukan
Pemeriksaan Mc. Donald
Tinggi Fundus Uteri : 28 cm
Lingkar Perut : 88,5 cm
Tafsiran Berat Janin : 2480 gram
Auskultasi DJJ : 140x/ menit
l. Ekstremitas Atas : terdapat odema, tangan bergetar, jari tangan menggenggam
m. Ekstremitas Bawah : terdapat odema
n. Genetalia luar : bersih, tidak berbau, tidak ada tanda – tanda infeksi
o. Pemeriksaaan panggul : tidak dilakukan
I. Pemeriksaan Laboraturium
Tanggal 14 juni 2018 pukul 08.30 wita
- Hemoglogin : 9,2 gr/dl
- Protein urin : (++++)
- Albumin : negative
A. Diagnosa Kebidanan
Ny. “S” umur 23 tahun G1P0A0 usia kehamilan 30 minggu dengan eklampsia
Data Subjektif :
1. Keluarga mengatakan ibu mengalami kejang-kejang sejak 30 menit yang lalu
2. Keluarga mengatakan ibu berusia 23 Tahun
3. Keluarga mengatakan bahwa ini kehamilan yang pertama
4. Kelurga mengatakan HPHT 06 november 2018
5. Ibu mengatakan tidak pernah keguguran
Data Objektif :
1. Keadaan Umum : tidak baik
2. Kesadaran : stupor
3. Tanda-Tanda Vital :
- Tekanan D arah : 210/120 mmHg
- Nadi : 120 x/menit
22
- Pernafasan : 26 x/menit
- Suhu : 38,60 C
4. Pemeriksaan fisik
- kepala dalam posisi mesochephalus
- Terdapat odema pada wajah
- Mata terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar
- Mulut membuka
5. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat hasil protein urin (++++)
B. Masalah
Terjadi serangan kejang tingkat konvulsi (tingkat kejang clonis).
23
1. Beritahu keluarga pasien bahwa akan dilakukan tindakan
Rasional : dengan memberitahu keluarga pasien petugas kesehatan dapat bebas dari
gugatan jika terjadi sesuatu pada pasien.
2. Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
Rasional : menghindarkan pasien dari kemungkinan trauma
3. Beritahu keluarga pasien akan di Pasang infuse
Rasional : dengan memasang infuse dapat memenuhi kebutuhan cairan pasien.
4. Beritahu keluarga pasien bahwa pasien akan diberikan obat anti kejang
Rasional : dengan pemberian obat anti kejang, kejang dapat mengurangi terjadinya kejang
susulan.
5. Beritahu keluarga pasien bahwa pasien akan dipasangkan oksigen
Rasional : dengan memasng oksigen kebutuhan oksigen pasien terpenuhi.
6. Baringkan pasien pada sisi kiri
Rasional : untuk mengurangi resiko aspirasi
7. Beritahu keluarga pasien bahwa akan di lakukan rujukan
Rasional : dengan dilakukannya rujukan pasien dapat memperoleh pelayanan kesehatan
dengan fasilitas lebih lengkap.
LANGKAH VI IMPLEMENTASI
Tanggal 14 juni 2018 pukul 08.05 wita
1. Memberitahu keluarga pasien bahwa akan dilakukan tindakan
Hasil : keluarga menyetujui tindakan yang akan dilakukan
2. Melindungi pasien dari kemungkianan trauma dengan mengikat pasien tetapi jangan diikat
terlalu kuat.
Hasil : Pasien sudah dilindungi dari kemungkinan terjadinya trauma
3. Memberitahu keluarga psien bahwa akan dipasang infuse RL (Ringer Laktat).
Hasil : Infuse RL (ringer laktat) sudah dipasang pada pasien
4. Memberitahu keluarga pasien bahwa pasien akan diberikan obat anti kejang berupa
MgSO4 dengan syarat pemberian
a. Frekuensi pernafasan minimal 16x/ menit
b. Reflex patella positif
c. Urun minimal 30ml/jam dalam 4 jam terakhir atau 0,5 ml/kgBB/ jam
d. Menyiapkan ampul Kalsium Glukonas 10% dam 10 ml
24
Hasil : Obat anti kejang berupa MgSO4 sudah diberikan kepada pasien.
5. Memberitahu keluarga pasien akan bahwa pasien akan diberikan oksigen 4-6 liter per
menit
Hasil : Oksigen sudah diberikan 4-6 liter per menit.
6. Membaringkan posisi pasien ke sebelah kiri
Hasli : Pasien sudah dibaringkan ke posisi kiri untuk mengurangi resiko aspirasi.
7. Memberitahu keluarga pasien akan dilakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan
yang lebih tinggi
Hasil : Rujukan sudah dilakukan ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi
25
Pendidikan : Sma/Sma
Pekerjaan : Irt/Petani
Alamat : Jl. Lawang Agung
ASSESMENT (A)
Ny. “S” umur 23 tahun G1P0A0 usia kehamilan 30 minggu dengan eklampsia.
PENATALAKSANAAN (P)
Tanggal 14 juni 2018 pukul 08.05 wita
1. Memberitahu keluarga pasien bahwa akan dilakukan tindakan
Hasil : keluarga menyetujui tindakan yang akan dilakukan
2. Melindungi pasien dari kemungkianan trauma dengan mengikat pasien tetapi jangan diikat
terlalu kuat.
Hasil : Pasien sudah dilindungi dari kemungkinan terjadinya trauma
3 Memberitahu keluarga psien bahwa akan dipasang infuse RL (Ringer Laktat).
Hasil : Infuse RL (ringer laktat) sudah dipasang pada pasien
4. Memberitahu keluarga pasien bahwa pasien akan diberikan obat anti kejang berupa
MgSO4 BOKA BOKI dengan syarat pemberian
26
a. Frekuensi pernafasan minimal 16x/ menit
b. Reflex patella positif
c. Urun minimal 30ml/jam dalam 4 jam terakhir atau 0,5 ml/kgBB/ jam
d. Menyiapkan ampul Kalsium Glukonas 10% dam 10 ml
Hasil : Obat anti kejang berupa MgSO4 sudah diberikan kepada pasien.
5 Memberitahu keluarga pasien akan bahwa pasien akan diberikan oksigen 4-6 liter per menit
Hasil : Oksigen sudah diberikan 4-6 liter per menit.
6. Membaringkan posisi pasien ke sebelah kiri
Hasli : Pasien sudah dibaringkan ke posisi kiri untuk mengurangi resiko aspirasi.
7. Memberitahu keluarga pasien akan dilakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan
yang lebih tinggi
Hasil : Rujukan sudah dilakukan ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia, yang disertai dengan
kejang menyeluruh dan koma. Eklampsia lebih sering terjadi pada primagravidae dari
pada multiparae. Eklampsia juga sering terjadi pada : kehamilan kembar, hydramnion,
mola hidatidosa. Eklampsia post partum umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam
pertama setelah persalinan. Pemeriksaan antenatal care sangatlah penting untuk
mendeteksi secara dini dan mencegah eklmapsia.
Menurut sarwono diagnosis eklamsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan
adanya tanda dan gejalah preeklamsia yang disusul oleh serangan kejangan disertai telah
diuraikan, maka diagnosis eklamsia sudah tidak diragukan . walaupun demikian , eklamsia
27
harus dibedakan dari (1) epilepsi; dalam anamesis diketahui adanya serangan sebelum
hamil atau pada hamil muda dan tanda preeklamsia tidak ada; (2) Kejangan karena obat
anatesia; Apabila obat anatesia lokal disuntikanke dalam vena, dapat menimbulkan kejang;
(3) koma karena sebab lain , seperti diabetes, pendarahan otak, menginitis dll.
Beberapa yang harus diperhatikan dalam pengawasan preeklamsia dan
eklamsia:
1. Pemeriksaan tekanan darah atau kenaikannya
2. Pemeriksaan tinggi fundus uteri
3. Pemeriksaan kenaikan berat badan atau edema
4. Pemeriksaan protein dalam urin
5. Kalau mungkin dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal, fungsi hati,
gambaran darah umum dan pemeriksaan retina mata.
B. Saran
Setelah membaca makalah ini, diharapkan kepada para pembaca agar menyampaikan
kepada masyarakat lainnya akan pentingnya pemeriksaan antenatar care secara rutin
terutama kepada para ibu hamil dengan menjelaskan resiko apa yang bisa terajadi bila
tidak mengikuti anjuran.
DAFTAR PUSTAKA
28
LAMPIRAN
Kesehatan
ARTIKEL I
Eklampsia Menyebabkan Kejang pada Ibu Hamil
Eklampsia adalah serangan pada wanita hamil yang mengalami preeklampsia, berupa
kejang atau koma. Kondisi yang sangat jarang terjadi ini dialami setidaknya 5% dari
wanita hamil yang mengalami preeklampsia. Seseorang dapat mengalami eklampsia
bahkan ketika ia tidak pernah memiliki riwayat kejang.
Sekitar 10 persen Ibu hamil di seluruh dunia mengalami hipertensi atau tekanan darah
tinggi. Preeklampsia dan eklampsia cenderung terjadi pada ibu hamil dengan hipertensi.
Preeklampsia sendiri adalah komplikasi kehamilan akibat tekanan darah tinggi atau pun hal
lain.
29
Meski demikian, eklampsia tidak terjadi pada sebagian besar wanita hamil yang mengalami
preeklampsia. Hanya sebagian kecil yang mengalaminya tanpa bisa diprediksi secara pasti.
Walau penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang dapat
berperan menyebabkan eklampsia, antara lain: gangguan pada pembuluh darah, diet atau
asupan gizi, gen, sistem saraf dan otak (neurologis), gangguan pada sistem kekebalan tubuh,
faktor hormonal, gangguan jantung, dan infeksi. Berbeda dengan epilepsi, kejang pada
eklampsia tidak berhubungan dengan gangguan di otak secara langsung meskipun kelainan
saraf pada otak bisa menjadi faktor yang berperan dalam munculnya gangguan ini.
30
Sulit buang air kecil.
Selain itu, obesitas, gangguan pembekuan darah, dan lupus juga diduga menjadi faktor risiko
pada eklamsia. Ciri utama eklampsia adalah hipertensi dan tingginya kadar protein dalam
urinesetelah usia kehamilan 20 minggu. Tekanan darah tinggi pada preeklampsia akan
menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah yang mengganggu aliran darah. Kondisi ini
mengakibatkan pembengkakan pembuluh darah yang akhirnya mengganggu kerja otak,
sehingga memicu kejang. Sedangkan proteinuria atau adanya protein dalam urine akan terjadi
karena preeklampsia memengaruhi fungsi ginjal. Meski demikian, terdapat kasus di mana
eklampsia terjadi tanpa adanya hipertensi atau pun protein dalam urine.
Mendeteksi Gejala dan Menangani Eklampsia
Gejala eklampsia umumnya diawali dengan gejala-gejala preeklampsia seperti sakit perut,
mual dan muntah, sakit kepala, gangguan penglihatan seperti pandangan kabur, nyeri otot,
serta bengkak pada tangan dan wajah. Dengan kata lain, eklampsia adalah preeklampsia yang
telah memburuk dan memengaruhi otak sehingga menimbulkan kejang. Gejala eklampsia
sendiri adalah kejang, pingsan, dan gelisah berat. Jika terdapat gejala-gejala tersebut selama
kehamilan, Anda perlu segera ke dokter untuk mendapat pemeriksaan dan penanganan yang
tepat.
Eklampsia merupakan kegawatdaruratan medis pada ibu hamil. Jika tidak ditangani sejak
dini, maka ibu hamil dengan preeklampsia, atau lebih parah lagi yang sudah mengalami
eklampsia, berisiko mengalami komplikasi berupa: kerusakan saraf otak permanen,
perdarahan otak, kerusakan ginjal dan hati, atau yang paling fatal yaitu kematian. Sekitar 13
persen angka kematian ibu di seluruh dunia diduga disebabkan oleh eklampsia.
Kejang dalam eklampsia umumnya terjadi selama 60-75 detik, dan dapat terbagi
menjadi dua fase. Fase pertama berlangsung sekitar 15-20 detik, dan fase kedua 60 detik.
Sementara fase koma tidak memiliki durasi yang pasti. Setelah serangan, pasien akan sadar
tanpa ingat sempat mengalami kejang. Trauma pada kepala, lidah tergigit dan patah tulang
adalah komplikasi yang mungkin terjadi saat kejang. Selama kejang terjadi, aktivitas otak
akan terganggu sehingga menyebabkan pandangan terpaku, tubuh terguncang, dan
menurunnya tingkat kesadaran.
Selain pemeriksaan fisik, memeriksa tekanan darah dan laju pernapasan secara teratur
sebagai langkah awal penanganan eklampsia, dokter juga akan melakukan pemeriksaan urine
untuk melihat apakah terdapat protein pada urine. Tes kreatinin juga diperlukan untuk
mendeteksi kadar kreatinin dalam darah. Kreatinin adalah sisa metabolisme atau zat limbah
yang diproduksi otot. Kreatinin tinggi dapat menandakan terdapat gangguan ginjal. Kondisi
ini juga bisa terjadi pada preeklampsia, namun kreatinin tinggi pada pemeriksaan darah tidak
selalu menandakan bahwa Ibu hamil pasti mengalami preeklampsia. Penting juga
memeriksakan diri untuk mendeteksi kemungkinan bahwa gejala-gejala ini bukan disebabkan
preeklampsia, tetapi bisa disebabkan oleh kondisi lain seperti diabetes atau penyakit ginjal.
Oleh karena itu, pemeriksaan dan kontrol kehamilan rutin ke dokter atau bidan saat hamil
merupakan langkah yang penting untuk mendapatkan evaluasi akan kondisi kesehatan bagi
Ibu hamil. Pemeriksaan antenatal atau kontrol kehamilan juga berperan penting untuk
mendiagnosis dini kemungkinan preeklampsia agar kesehatan Ibu dan janin di dalam
kandungan dapat terjaga.
Pengobatan definitif untuk mengatasi preeklampsia adalah dengan proses persalinan.
Oleh karena itu, ibu hamil dengan preeklampsia akan dimonitor secara ketat saat menjelang
persalinan untuk menentukan langkah persalinan yang tepat. Kondisi ini umumnya akan
31
hilang segera setelah bayi lahir. Namun jika terjadi komplikasi, dokter mungkin akan
melakukan pemecahan plasenta dan prosedur operasi Caesar untuk menyelamatkan bayi.
Mengeluarkan bayi sesegera mungkin adalah langkah terbaik agar preeklampsia berat tidak
menjadi eklampsia. Namun, bayi yang lahir prematur tentu lebih rentan mengalami
komplikasi.
Cara terbaik mencegah eklampsia adalah dengan menangani preeklampsia dengan
tepat. Antara lain dengan memeriksakan kesehatan kehamilan ke dokter agar tekanan darah
dan kadar protein dalam urine terpantau. Dokter juga dapat memberikan obat antikejang dan
obat untuk menangani hipertensi. Selain itu, selama hamil, pastikan Anda mengonsumsi
cukup kalsium dalam menu harian Anda. Pada ibu hamil dengan risiko tinggi mengalami
preeklampsia, penting dilakukan pengobatan dini untuk mencegah preeklampsia menjadi
eklampsia. Dokter mungkin akan memberikan aspirin dosis rendah pada ibu hamil dengan
preeklampsia di usia kehamilan sekitar 12 hingga 16 minggu. Pemberian aspirin dosis rendah
pada ibu hamil risiko tinggi juga berguna untuk mengurangi risiko bayi lahir prematur dan
kematian bayi.
Mengingat bahwa eklampsia merupakan kondisi fatal yang dapat mengancam nyawa ibu dan
janin, maka ibu hamil, khususnya dengan preeklampsia, perlu memeriksakan kondisi
kehamilannya secara rutin agar kehamilan dapat berlangsung dengan baik.
ARTIKEL 2
A. LATAR BELAKANG
Angka kejadian eklampsia bervariasi di berbagai negara. Makin maju suatu negara,
tambah tinggi kesaran masyarakatnya terhadap pentingnya arti antenatal care, tambah rendah
angka kejadian eklamsinya.
32
Frekuensi di negara-negara maju : 0,05 – 0,1%
Frekuensi di negara-negara berkembang :0,3 – 0,7%
Malaysia (1953-1965) – kasus di rumah sakit:
Frekuensi di rumah sakit 1:320
Frekuensi seluruhnya 1:700
Di Indonesia preeklampsia - eklamsia masih merupakan penyebab utama kematian
maternal dan kematian perinatal yang tinggi. Karena itu, diagnosisi dini preeklamsia yang
merupakan tingkat pendahuluan eklamsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan
untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan anak.
Preeklampsia - Eklampsia adalah penyakit pada wanita hamil, yang secara langsung
disebabkan oleh kehamilan. Preeklamsia adalah hipertensi disertai proteinuri dan edema,
akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini
dapat timbul sebelum 20 minggu. Eklamsia adalah timbulnya kejang pada penderita
preeklamsia, yang disusul dengan koma. Kejang di sini bukan akibat kelainan neurologis.
Eklampsia selalu menjadi masalah yang serius, bahkan merupakan salah satu keadaan
paling berbahaya dalam kehamilan. Statistik menunjukkan di Amerika Serikat kematian
akibat eklampsia mempunyai kecenderungan menurun dalam 40 tahun terakhir, dengan
persentase 10 % - 15 %. Antara tahun 1991 – 1997 kira – kira 6% dari seluruh kematian ibu
di Amerika Serikat adalah akibat eklampsia, jumlahnya mencapai 207 kematian. Kenyataan
ini mengindikasikan bahwa eklampsia dan pre eklamsia berat harus selalu dianggap sebagai
keadaan yang mengancam jiwa ibu hamil.
Sesuai dengan data diatas, untuk itu kami dari kelompok II tingkat II C dalam makalah
ini bertujuan agar pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang Eklampsia, penanganan
eklampsia, dan rujukannya baik secara umum, medis, dan didalam kebidanan komunitas.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang tersebut diatas maka perumusan masalah pada makalah ini
diantaranya :
1. Apa itu eklampsia ?
2. Bagaimana penanganan eklampsia (umum, medis, komunitas) ?
3. Bagaimana sistem rujukan dari eklampsia ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN EKLAMPSIA
Eklampsia adalah gangguan yang ditandai dengan terjadinya kejang sebanyak satu kali
atau lebih saat preeklamsi. Telah dilaporkan bahwa angka fatalitas kasusnya adalah 1,8% dan
sampai dengan 35 % ibu mengalami komplikasi mayor. (buku patologi pada kehamilan :
manajemen dan asuhan kebidanan, 2013:36)
Eklampsia merupakan kelanjutan dari preeklamsia ringan dan berat serta dapat terjadi
antepartum, intrapartum dan pascapartum sekitar 24 jam pertama. Eklampsia selalu ditandai
oleh stadia “impending eklampsia” (manuaba, 2001:421)
Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia, yang disertai dengan
kejang menyeluruh dan koma. (sarwono,edisi keempat, 2010:550)
33
Disamping eklamsia, preeklampsi berat harus di dipertimbangkan secara tepat.
Preeklamsia berat. Preeklamsia berat lebih sulit didefinisikan, tetapi tekanan darah sistolik >
170 mmHg atau tekanan diastolik >110 mmHg dengan proteinuria >1 g/l adalah definisi yang
dapat diterima.
B. MANIFESTASI KLINIK
Pada penderita preeklampsia, yang akan kejang, umumnya memberi gejala-gejala atau
tanda-tanda yang has, yang dapat dianggap sebagai tanda prodoma akan terjadinya kejang.
Tanda dan gejalanya sebagai berikut:
1. Sakit kepala hebat
2. Gangguan penglihatan
3. Nyeri epigastrik
4. Muntah
5. Nyeri tekan dihati
6. Klonus/hiperrefleksia
7. Trombosit rendah
8. Papiloedema
9. Fungsi hati abnormal (ALT [alanine transminase] atau AST [aspartate transaminase] > 70
IU/l)
Preeklampsia berat dan eklampsia dapat terjadi dalam periode kehamilan atau
pascapartum. Sampai dengan 44% kasus eklampsia telah dijelaskan terjadi di masa postnatal
(sampai dengan empat minggu). Sampai dengan 13% ibu pengidan eklampsia mengalami
hipertensi kronis atau hipertensi esensial yang mendasari terjadinya eklampsia.
34
inkontinensia disertai dengan oligouria atau anuria dan kadang-kadang terjadi aspirasi bahan
muntah.
Koma yang terjadi setelah kejang ,berlangsung sangat bervariasi dan bila tidak segera
diberi obat-obat antikejang akan segera disusul dengan episode kejang berikutnya. Setelah
berakhirnya kejang, frekuensi pernafasan meningkat, dapat mencapai 50 kali permenit akibat
hiperkardia, atau hipoksia. Pada beberapa kasus bahkan dapat menimbulkan sianosis.
Penderita yang sadar kembali dari koma, umumnya mengalami diorientasi dan sedikit
gelisah. Untuk menilai derajat hilangnya kesadaran, dapat dipakai beberapa cara. Dirumah
sakit Dr.soetomo telah diperkenalkan suatu cara untuk menilai derajat kedalaman koma
tersebut yaituGlasgow coma scale.
F. KOMPLIKASI
Proteinuria hampir selalu didapatkan, produksi urin berkurang, bahkan kadang – kadang
sampai anuria dan pada umumnya terdapat hemoglobinuria. Setelah persalinan urin output
akan meningkat dan ini merupakan tanda awal perbaikan kondisi penderita. Proteinuria dan
edema menghilang dalam waktu beberapa hari sampai 2 minggu setelah persalinan. Apabila
keadaan hipertensi menetap setelah persalinan maka hal ini merupakan akibat penyakit
vaskuler kronis.
Edema pulmo dapat terjadi setelah kejang eklampsia. Hal ini dapat terjadi karena
pneumonia aspirasi dari isi lambung yang masuk ke dalam saluran nafas yang disebabkan
penderita muntah saat kejang. Selain itu dapat pula karena penderita mengalami
dekompensasio kordis, sebagai akibat hipertensi berat dan pemberian cairan yang berlebihan.
Pada kira – kira 10 % kasus, kejang eklampsia dapat diikuti dengan kebutaan dengan
variasi tingkatannya. Kebutaan jarang terjadi pada pre eklampsia. Penyebab kebutaan ini
adalah terlepasnya perlekatan retina atau terjadinya iskemia atau edema pada lobus
oksipitalis. Prognosis penderita untuk dapat melihat kembali adalah baik dan biasanya
pengelihatan akan pulih dalam waktu 1 minggu.
Pada kira- kira 5 % kasus kejang eklampsia terjadi penurunan kesadaran yang berat
bahkan koma yang menetap setelah kejang. Hal ini sebagai akibat edema serebri yang luas.
35
Sedangkan kematian pada kasus eklampsia dapat pula terjadi akibat herniasi uncus trans
tentorial.
Pada kasus yang jarang kejang eklampsia dapat diikuti dengan psikosis, penderita
berubah menjadi agresif. Hal ini biasanya berlangsung beberapa hari sampai sampai 2
minggu namun prognosis penderita untuk kembali normal baik asalkan tidak terdapat
kelainan psikosis sebelumnya. Pemberian obat – obat antipsikosis dengan dosis yang tepat
dan diturunkan secara bertahap terbukti efektif dalam mengatasi masalah ini.
Sindrom hellp dapat muncul sebagai gangguan yang berat dan mendadak dimasa
antepartum atau pascapartum. Pemulihan memerlukan waktu sampai dengan dua minggu dan
terdapat laporan tentang hiperkoagulabilitas setelah terjadinya kasus help. Dengan demikian
menyadari kemungkinan terjadinya penyakit tromboembolik yang dapat berakibat fatal.
Komplikasi lebih lanjut pada kasus berat dapat menyebabkan perdarahan dibawah
kapsula hati yang dapat menyebabkan terjadinya rupture kapsula, hemoperitoneum, dan tidak
jarang menyebabkan kematian.
G. PROGNOSIS
Eklampsia selalu menjadi masalah yang serius, bahkan merupakan salah satu keadaan
paling berbahaya dalam kehamilan. Statistik menunjukkan di Amerika Serikat kematian
akibat eklampsia mempunyai kecenderungan menurun dalam 40 tahun terakhir, dengan
persentase 10 % - 15 %. Antara tahun 1991 – 1997 kira – kira 6% dari seluruh kematian ibu
di Amerika Serikat adalah akibat eklampsia, jumlahnya mencapai 207 kematian. Kenyataan
ini mengindikasikan bahwa eklampsia dan pre eklamsia berat harus selalu dianggap sebagai
keadaan yang mengancam jiwa ibu hamil.
36
insidens abnormalitas CTG. Abnormalitas CTG dapat terlihat ketika agens antihipertensi
menurunkan tekanan darah.
Pembatasan cairan disarankan untuk mengurangi risiko kelebihan beban cairan di masa
intrapartum atau pascapartum.
Regimen yang bisa diberikan adalah 1 ml/kg/jam atau 80-85ml/jam
Regimen tersebut memperlihatkan penurunan yang signifikan pada edema paru dan
kematian akibat komplikas dari preeklampsia; pembatasan ciran biasanya terus diterapkan
sampai terdapat bukti terjadinya dieresis pascapartum
Situasi ini diperumit jika terjadi perdarahan sehingga penggantian cairan lebih baik
dikontrol melalui pemantauan tekanan vena sentral.
Penatalaksanaan Dan Asuhan Kebidanan
Observasi sering, pemantauan HDU/ITU dan dokumentasi, serta tinjauan pemeriksaan
darah setiap enam jam
Penatalaksanaan keseimbangan cairan dan pompa cairan per IV
Pemberian obat per IV dalam bentuk bolus dan infuse
2. Masalah persalinan
Asuhan kebidanan umum, observasi, dan dukungan harus diingat sebagai hal yang penting.
Penatalaksanaan Dan Asuhan Medis
Tekanan darah: terapi IV mungkin saja dibutuhkan
Keseimbangan cairan: keseimbangan cairan ketat yang diterapkan seringkali
membutuhkan pemantauan tekanan vena sentral secara invasive
Profilaksis eklampsia: mangnesium sulfat mungkin digunakan dalam peripartum
Penatalaksanaan Asuhan Kebidanan
Lanjutkan dengan asuhan dependensi yang tinggi dalam persalinan seperti diatas
Persiapkan untuk kemungkinan kelahiran prematur dan atau bayi yang kondisi kurang
baik
Asuhan pra dan pascaoperasi-bergantung pada cara pelahiran
3. Masalah pascapartum
Dapat terjadi eklampsia pasca partum
Penatalaksanaan Asuhan Medis
obat tekanan darah dilanjutkan sampai hipertensi teratasi
direkomendasikan untuk melakukan tinjauan postnataldan perencanaan prakonsepsi
Penatalaksanaan Dan Asuhan Kebidanan
Dokumentasi hipertensi dan proteinuria yang telah sembuh sangat penting untuk
menyingkirkan dugaan hipertensi kronis dan penyakit ginjal
Pertahankan observasi sampai kondisi stabil. Biasanya ibu tetap berada diruang rawat
inap sampai empat hari dan bayi mungkin ditempatkan diunit neonatal sehingga ibu
memerlukan bantuan suportif. Ibu dimotivasi untuk menyusui
37
Antikejang yang menjadi pilihan utama ialah mangnesium sulfat. Bila dengan jenis obat
ini kejang masih sukar diatasi, dapat dipakai obat jenis lain, misalnya thiopental. Diazepam
dapat dipakai sebagai alternative pilihan, namun mengingat dosis yang diperlukan sangat
tinggi, pemberian diazepam hanya dilakukan oleh mereka yang telah berpengalaman.
Pemberian diuretikum hendaknya selalu disertai dengan memonitor plasma elektrolit. Obat
kardiotonika ataupun obat-obat antihipertensi hendaknya selalu disiapkan dan diberikan
benar-benar atas indikasi.
2) Magnesium sulfat (MgSO4)
Pemberian magnesium sulfat pada dasarnya sama seperti pemberian magnesium sulfat
pada preeklampsia berat. Pengobatan suportif terutama ditujukan untuk gangguan fungsi
organ-organ penting, misalnya tindakan-tindakan untuk memperbaiki asidosis,
mempertahankan ventilasi paru-paru, mengatur tekanan darah, mencegah dekompensasi
kordis.
Magnesium sulfat harus dipertimbangkan untuk ibu dengan preeklampsia berat karena
dapat mengurangi risiko kejang eklamatik sekitar 58%. Jika berat, maka 63 ibu akan diterapi
untuk mencegah satu serangan eklampsia, sedangkan jika ringan dan kemudian diterapi maka
109 ibu akan diterapi untuk mencegah satu serangan. Apabila rencana penatalaksanaan
konservatif direkomendasikan, pemberian magnesium sulfat dapat ditunda sampai pelahiran
direncanakan; harus dilanjutkan untuk 24 jam setelah pelahiran pelahiran atau 24 jam setelah
kejang. Magnesium sulfat adalah terapi baris pertama: 4 gr dengan infus IV lambat (dalam 5-
10 menit) dan dilanjutkan dengan infus 1 g/jam selama 24 jam. Apabila kejang berulang
berikan, berikan bolus sebanyak 2 gr atau tigkatkan laju infuse menjadi 1,5-2 gr/jam.
Toksisitas magnesium dapat dideteksi dengan hilangnya refleks tendon profunda. Apabila
haluaran urin berkurang sampai kurang dari 20 ml/jam, terapi magnesium serum perlu diukur
untuk memantau toksisitas.
Pada penderita yang mengalami kejang dan koma, nursing care sangat penting, misalnya
meliputi cara-cara perawatan penderita dalam suatu kamar isolasi, mencegah aspirasi,
mengatur infuse penderita, dan monitoring produksi urine.
2. Pengobatan obstetric
Sikap terhadap kehamilahn ialah semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri,
tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Persalinan diakhiri bila sudah
mencapai stabilisasi (pemulihan) hemodinamika dan metabolisme ibu. Pada perawatan pasca
persalinan, bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-tanda vital dilakukan
sebagimana lazimnya.
Prognosis:
Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka gejala perbaikan akan
tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri. Segera setelah persalinan berakhir perubahan
patofisiologik akan segera pula mengalami perbaikan. Dieresis terjadi 12 jam kemudian
setelah persalinan. Keadaan ini merupakan tanda prognosis yang baik, karena hal ini
merupakan gejala pertama penyembuhan. Tekanan darah kembali normal dalam beberapa jam
kemudian.
Eklampsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali pada janin dari ibu yang
sudah mempunyai hipertensi kronik. Prognosis janin pada penderita eklampsia juga tergolong
buruk. Seringkali janin mati intrauterine atau mati pada fase neonatal karena memang kondisi
bayi sudah sangat inferior.
38
J. PERAWATAN EKLAMPSIA
Perawatan eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilasi fungsi vital, yang
harus selalu diingat airway, breathing, circulation (ABC), mengatasi dan mencegah kejang,
mengatasi hipoksemia dan asidemia mencegah trauma pada pasien pada waktu kejang,
mengendalikan tekanan darah, khususnya pada waktu krisis hipertensi, melahirkan janin pada
waktu yan tepat dan dengan cara yang tepat.
39
K. PENANGANAN KASUS EKLAMPSI DIKOMUNITAS
Mengingat terbatasnya fasilitas yang tersedia di BPS maupun dipuskesmas, secara
prinsip pasien dengan PEB dan eklampsia harus sirujuk ke tempat pelayanan kesehatan
dengan fasilitas yang lebih lengkap. Persiapan yangperlu dilakukan dalam merujuk pasien
PEB atau eklampsia adalah sebagaiberikut :
1. Pada pasien PEB/eklampsia sebelum berangkat, pasang infuse RD5, berikan SM 20% 4
IV pelan-pelan selama 5 menit, bila timbul kejang ulangan berikan injeksi diazepam 10
mg IV secara pelan-pelan selama 2 menit, bila timbul kejang ulangan, ulangi dosis yang
sama.
2. Untuk pasien dengan eklampsia diberikan dosis rumatan setelah initialdose diatas dengan
cara: injeksi SM 40% masing-masng 5 g IM.
3. Pasang oksigen dengan kanul nasal atau sungkup.
4. Menyiapkan surat rujukan berisi riwayat penyakit dan obat-oat yang sudah diberikan.
5. Menyiapkan partus kit dan sudip lidah.
6. Menyiapkan obat-obatan: injeksi SM 20%, injeksi diazepam, cairan infuse, dan tabung
oksigen.
7. Antacid untuk menetralisirkan asam lambung sehingga bila mendadak kejang dapat
mencegah terjadinya aspirasi isi lambung yang sangat asam.
L. SISTEM RUJUKAN
Sistem rujukan adalah sistem yang dikelola secara strategis, proaktif, pragmatif dan
koordinatif untuk menjamin pemerataan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang
paripurna dan komprehensif bagi masyarakat yang membutuhkannya terutama ibu dan bayi
baru lahir, dimanapun mereka bearada dan berasal dari golongan ekonomi manapun agar
dapat dicapai peningkatan derajat kesehatan dan neonatal di wilayah mereka berada (Depkes
RI, 2006).
Menurut SK Menteri Kesehatan RI No 32 Tahun 1972 sistem rujukan adalah suatu
sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelipahan tanggung jawab
timbal balik terhadap satu kasus masalah kesehatan secara vertikal, dala arti unit yang
berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal dalam arti antar
unit-ubit yang setingkat kemampuannya.
Rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap jika :
Terdapat oliguria (<400ml/24 jam).
Terdapat sindrom HELLP.
Koma berlanjut lebih dari 24 jam setelah kejang.
1. Jenjang tingkat tempat rujukan
40
RUMAH SAKIT TIPE INAP
PUSKESMAS/BP/RB/BKIASWASTA
PUSKESMAS PEMBANTU/BIDAN
POSYANDU/ KADER/DUKUN BAYI
2. Jalur Rujukan
1) Dari kader, dapat langsung merujuk ke :
a. puskesmas pembantu
b. pondok bersalin/ bidan desa
c. puskesmas/ puskesmas rawat inap
d. rumah sakit pemerintah/ swasta
2) Dari posyandu, dapat langsung merujuk ke :
a. puskesmas pembantu
b. pondok bersalin/ bidan desa
c. puskesmas/ puskesmas rawat inap
d. rumah sakit pemerintah/ swasta
3) Dari puskesmas pembantu
Dapat langsung merujuk ke rumah sakit tipe D/C atau rumah sakit swasta
4) Dari pondok bersalin
Dapat langsung merujuk ke rumah sakit tipe D. atau rumah sakit swasta
3. Mekanisme rujukan
1) Menentukan kegawadaruratan penderita
a. Pada tingkat kader atau dukun bayi terlatih
Ditemukan penderita yang tidak dapat ditangani sendiri oleh keluarga atau kader/ dukun
bayi, maka segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang terdekat, oleh karena itu
mereka belum tentu dapat menerapkan ke tingkat kegawatdaruratan.
b. Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas
Tenaga kesehatan yang ada pada fasilitas pelayanan kesehatan tersebut harus dapat
menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui, sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawabnya, mereka harus menentukan kasus mana yang boleh ditangani sendiri dan
kasus mana yang harus dirujuk.
c. Memberikan informasi kepada penderita dan keluarga
Sebaiknya bayi yang akan dirujuk harus sepengathuan ibu atau keluarga bayi yang
bersangkutan dengan cara petugas kesehatan menjelaskan kondisi atau masalah bayi yang
akan dirujuk dengan cara yang baik.
d. Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju:
1. Memberitahukan bahwa akan ada penderita yang dirujuk
2. Meminta petunjuk apa yan perlu dilakukan dalam rangka persiapan dan selama dalam
perjalanan ke tempat rujukan
3. Meminta petunjuk dan cara penanganan untuk menolong penderita bila penderita tidak
mungkin dikirim.
41
e. Persiapan penderita (BAKSOKUDA)
Persiapan yang harus diperhatikan dalam melakukan rujukan disingkat “BAKSOKUDA”
yang diartikan sebagi berikut :
B (Bidan) : Pastikan ibu/ bayi/ klien didampingi oleh tenaga kesehatan yang kompeten
dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan kegawatdaruratan
A (Alat) : Bawa perlengkapan dan bahan-bahan yang diperlukan seperti spuit, infus set,
tensimeter dan stetoskop
K (keluarga) : Beritahu keluarga tentang kondisi terakhir ibu (klien) dan alasan mengapa
ia dirujuk. Suami dan anggota keluarga yang lain harus menerima ibu (klien) ke tempat
rujukan.
S (Surat) : Beri sura ke tempat rujukan yang berisi identifikasi ibu (klien), alasan
rujukan, uraian hasil rujuka, asuhan atau obat-obat yang telah diterima ibu
O (Obat) : Bawa obat-obat esensial yang diperlukan selama perjalanan merujuk
K (Kendaraan) : Siapkan kendaraan yang cukup baik untuk memungkinkan ibu (klien)
dalam kondisi yang nyaman dan dapat mencapai tempat rujukan dalam waktu cepat.
U (Uang) : Ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam jumlah yang cukup untuk
membeli obat dan bahan kesehatan yang diperlukan di tempar rujukan
DA (Darah) : Siapkan darah untuk sewaktu-waktu membutuhkan transfusi darah apabila
terjadi perdarahan
f. Pengiriman Penderita
Untuk mempercepat sampai ke tujuan, perlu diupayakan kendaraan/ sarana transportasi
yang tersedia untuk mengangkut penderita
g. Tindak lanjut penderita
Untuk penderita yang telah dikemalikan
Harus kunjungan rumah bila penderita yang memerlukan tindakan lanjut tapi tidak
melapor.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Eklampsia merupakan kelanjutan dari preeklamsia ringan dan berat serta dapat terjadi
antepartum, intrapartum dan pascapartum sekitar 24 jam pertama. Eklampsia selalu ditandai
oleh stadia “impending eklampsia” (manuaba, 2001:421)
Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia, yang disertai dengan
kejang menyeluruh dan koma. (sarwono,edisi keempat, 2010:550)
Penanganan kasus eklampsia dikomunitas:
1. Pada pasien PEB/eklampsia sebelum berangkat, pasang infuse RD5, berikan SM 20% 4
IV pelan-pelan selama 5 menit, bila timbul kejang ulangan berikan injeksi diazepam 10
mg IV secara pelan-pelan selama 2 menit, bila timbul kejang ulangan, ulangi dosis yang
sama.
2. Untuk pasien dengan eklampsia diberikan dosis rumatan setelah initialdose diatas dengan
cara: injeksi SM 40% masing-masng 5 g IM.
3. Pasang oksigen dengan kanul nasal atau sungkup.
4. Menyiapkan surat rujukan berisi riwayat penyakit dan obat-oat yang sudah diberikan.
5. Menyiapkan partus kit dan sudip lidah.
42
6. Menyiapkan obat-obatan: injeksi SM 20%, injeksi diazepam, cairan infuse, dan tabung
oksigen.
7. Antacid untuk menetralisirkan asam lambung sehingga bila mendadak kejang dapat
mencegah terjadinya aspirasi isi lambung yang sangat asam.
Persiapan yang harus diperhatikan dalam melakukan rujukan disingkat “BAKSOKUDA”
B. SARAN
Kami menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna, oleh karena itu saran dan kritik
yang sifatnya membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah
yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/06/pelayanan-kontrasepsi-dan-rujukannya.html (tan
ggal akses: 01 september 2018)
http://zesranita.blogspot.com/2015/03/penanganan-kegawat-daruratan-
pada-kasus.html (tanggal akses : 02 september 2018)
43