Puji syukur kami ucapkan atas kehadiran Tuhan YME karena atas rahmat
dan karunianya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Endokrin
Addison Disease”. Terimakasih kami ucapkan kepada dosen pembimbing yang
sudah memberikan kami pengarahan dalam penyusunan makalah ini. Makalah ini
berisikan berbagai ulasan mengenai penyakit Endokrin Addison Disease yang
kami sajikan dengan singkat dan jelas. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
untuk pembaca serta penulis.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
2.2 Etiologi
2
Penyebab lain dari ketidakcukupan adrenal sekunder adalah
operasi pengangkatan dari tumor-tumor yang jinak atau yang tidak
bersifat kanker dari kelenjar pituitary yang memproduksi ACTH
(Penyakit Cushing). Pada kasus ini, sumber dari ACTH secara tiba-tiba
diangkat, dan hormon pengganti harus dikonsumsi hingga produksi
ACTH dan cortisol yang normal pulih kembali. Pada satu waktu,
kebanyakan kasus penyakit addison adalah merupakan komplikasi dari
TBC. Saat ini, 70% dianggap idiopatik. Sejak satu setengah hingga dua
per tiga klien dengan Addison idiopatik memiliki sirkulasi antibody yang
bereaksi secara spesifik menyerang jaringan adrenal, kondisi ini mungkin
merupakan suatu dasar autoimun. Sebagai tambahannya, beberapa kasus
penyakit Addison disebabkan oleh neoplasma, amyloidosis, atau infeksi
jamur sistemik.
2.3 Patofisiologi
3
kelenjar adrenal merupakan penyebab pada 75% kasus penyakit Addison
(Stren & Tuck, 1994). Penyebab lainnya mencakup operasi pengangkatan
kedua kelenjar tersebut. Tuberkolosis (TB) dan hitoplasmosis merupakan
infeksi yang paling sering ditemukan dan menyebabkan kerusakan pada
kedua kelenjar adrenal. Meskipun kerusakan kelenjar adrenal akibat proses
autoimun telah menggantikan tuberkolosis yang terjadi akhir-akhir ini
harus mempertimbangkan pencantuman penyakit infeksi ini ke dalam
daftar diagnosis. Sekresi ACTH yang tidak adekuat dari kelenjar hipofisis
juga akan menimbulkan insufisiensi adrenal akibat penurunan stimulasi
korteks adrenal.
Gejala insufisiensi adrenokortikal dapat pula terjadi akibat
penghentian mendadak terapi hormon adrenokortikol yang akan menekan
respond normal tubuh terhadap keadaan stress dan mengganggu
mekanisme umpan balik normal. Terapi dengan pemberian kortikosteroid
setiap hari selama 2 hingga 4 hingga dapat menekan fungsi korteks
adrenal; oleh sebab itu, kemungkinan penyakit Addison harus diantisipsi
pada pasien yang mendapat pengobatan kortikosteroid. (Brunner &
Suddart, 2002)
4
2.4 Pathway
SEKUNDER : PRIMER :
1. Infeksi 1. Tumor infeksi di otak atau ke 1
2. Kanker pitoytary
2. Radiasi
3. Amyoidosis
3. Operasi pengangkatan bagian
4. Pengangkatan kelenjar adrenalin hipotalamus
Produksi hormone
Glukoneogenesis ACTH testosterone dan
progesteron
Hipoglikemi MSH
Penyerapan Na+
MK : MK :
Ketidakseimbangan Gangguan
nutrisi citra tubuh
Kurangnya
kebutuhan tubuh
5
2.5 Manifestasi Klinis
6
2. Pemeriksaan darah yang mengukur kadan CRH, ACTH, dan
glukokortikoid yang berbeda akan memungkinkan diagnosis kondisi
dan lokalisasi masalah ditingkat SSP atau kelenjar adrenal.
3. Hiponatrenia, hiperkalemia, dan hipotensi dapat terjadi apabila sel
adrenal yang menghasilkan aldosteron rusak atau apabila kadar ACTH
tidak terdeteksi
2.7 Kompikasi
Dapat terjadi krisis adrenal setelah stres fisik atau emntal pada
individu yang terkena. Hal ini dapat mengancam jiwa dan ditandai dengan
deplesi volume, hipotensi, dan kolaps vaskular.
2.8 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis :
a. Farmakologi
- Penggantian glukokortikoid seperti penggunaan hidrokortison
atau kortison asetat diperlukan subtitusi hormon yang tidak
dapat dihasilkan kelenjar adrenal. Kortisol digantikan dengan
prednison oral 1-2mg/kgBB/hari, deksametason 0,25-
0,75mg/kgBB/hari, hidrokortison injeksi dan oraldengan dosis
0,5-2 mg/kgBB/hari diberikandalam dua atau tiga kali
sehari.Pada keadaan stress, masa pertumbuhan, penyakit, atau
pembedahan, dibutuhkan lebih banyak dosis glukokortikoid .
Apabila terdapat defisiensialdosteron, maka dapat digantikan
dengan mineralokortikoid oral yang disebut fludrokortison
asetat 0,1-0,2 mg/hari diberikansatu kali perharinya. Pasien
yang mendapatkan terapi sulih aldosteron biasanya dianjurkan
oleh dokter untuk meningkatkan asupan garamnya. Karena
pasien dengan insufisiensi adrenal sekunder biasanya mampu
mempertahankan produksi aldosteron, maka mereka tidak
membutuhkan terapi sulih aldosteron. Pada keadaan krisis
Addison, tekanan darah rendah, gula darah rendah, dan kadar
7
potasium yang tinggi dapat mengakibatkan kematian. Terapi
standar pada keadaan krisis Addison yaitu dengan pemberian
injeksi intravena hidrokortison, saline (cairan garam), dan
dekstrosa. Terapi ini biasanya memberikan perbaikan yang
cepat. Jika pasien dapat menerima asupan cairan dan
pengobatan secara oral, jumlah hidrokortison diturunkan
sampai dosis perawatan dicapai. Jika terjadi defisiensi
aldosteron, terapi perawatan juga
meliputi fludrokortison asetat oral.
- Penggantian aldosteron (hanya pada Addison) dapat
diperlukan.
- Pemberian glukokortikoid mungkin perlu ditingkatkan selama
periode stres, yang mencakup infeksi, trauma, dan
pembedahan. Morbiditas dan mortalitas tinggi tanpa terapi.
b. Bedah
- Apabila penyebab Addison berkaitan dengan tumor hipofisis,
Addison dapat diobati dengan kemoterapi, radiasi, atau
pembedahan
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Kuratif
Pemantauan tekanan darah, edema perifer, antrium serum, kalium
serum, dan aktivitas renin plasma memberi petunjuk keefektifan
terapi.
b. Rehabilitatif
Memberi perawatan kesehatan harus memantau riwayat
penyesuaian dosis glukokortikoid, kejadian merugikan yang
potensial mencakup setiap krisis sejak kunjungan terakhir,
kemampuan individu untuk mengatasi stresosr setiap hari, berat
badan individu, dan tanda yang menunjukkan penggantian yang
berlebihan atau penggantian yang kurang.
8
2.9 Asuhan Keperawatan
1. Data Demografi
Identitas pasien: nama, alamat, umur (semua usia), jenis
kelamin (laki-laki dan perempuan).
2. Riwayat Penyakit
a. Penyakit sekarang
Pada pasien dengan penyakit Addison gejala yang
sering muncul ialah pada gejala awal : kelemahan, fatiquw,
anoreksia, nausea, muntah, BB turun, hipotensi dan
hipoglikemi, astenia (gejala cardinal). Pasien lemah yang
berlebih, hiperpigmentasi, rambut pubis dan axila
berkurang pada perempuan, hipotensi arterial (TD : 80/50
mm/Hg)
b. Penyakit dahulu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita
tuberkulosis, hipoglikemia maupun Ca paru, payudara dan
limpoma.
c. Penyakit keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah
mengalami penyakit yang sama / penyakit autoimun yang
lain.
3. Pemeriksaan Fisik (ADL)
a. Aktivitas/istirahat
Gejala:
Lelah, nyeri/kelemahan pada otot (terjadi perburukan
setiap hari)
Tidak mampu beraktivitas atau bekerja.
Tanda:
Peningkatan denyut jantung/denyut nadi aktivitas yang
minimal.
Penurunan kekuatan dan rentang gerak sendi.
9
Depresi, gangguan kosentrasi, penurunan inisiatif/ide.
Latergi.
b. Sirkulasi
Tanda:
Hipotensi termasuk hipotensi postural.
Takikardia, disritmia, suara jantung melemah.
Nadi perifer melemah.
Pengisisan kapiler memanjang.
Ekstermitas dingin, sianosis, dan pucat. Membran
mukosa hitam keabu-abuan (peningkatan pigmentasi).
c. Integritas ego
Gejala:
Adanya riwayat faktor stres yang baru dialami,
termasuk sakit fisik/pembedahan, perubahan gaya
hidup.
Ketidakmampuan menghadapi stres.
Tanda:
Ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil.
d. Eleminasi
Gejala:
Diare sampai dengan adanya kontipasi
Kram abdomen.
Perubahan frekuensi dan karateristik urine.
Tanda:
Diuresis yang diikuti dengan oliguria.
e. Makanan/cairan
Gejala:
Anoreksia berat (gejala utama), mual/muntah
Kekurangan zat garam
Berat badan menurun dengan cepat.
Tanda:
Turgor kulit jelek, membran mukosa kering.
10
f. Neurosensori
Gejala:
Pusing, sinkope (pingsan sejenak), gemetar.
Sakit kepala yang berlangsung lama yang diikuti oleh
diaforesis, kelemahan otot.
Penurunan toleransi terhadap keadaan dingin atau stres.
Kesemutan/baal/lemah.
Tanda:
Disorentasi terhadap waktu, tempat, dan ruang (karna
kadar natrium rendah), latergi, kelemahan mental, peka
rangsang, cemas, koma (dalam keadaan krisis)
Parastesia, paralisis (gangguan fungsi motorik akibat
lesi), astenia (pada keadaan krisis).
Rasa kecap/penciuman berlebihan, ketajaman
pendengaran meningkat.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala:
Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala.
Nyeri tulang belakang, abdomen, ekstermitas (pada
keadaan krisis).
h. Pernapasan
Gejala:
Dipsnea
Tanda:
Kecepatan pernapasan meningkat, takipnea, suara
napas, krakel, ronki (pada keadaan infeksi)
i. Keamanan
Gejala:
Tidak toleran terhadap panas, cuaca (udara) panas.
Tanda:
11
Hiperpigmentasi kulit (coklat, kehitaman karena kena
sinar matahari atau hitam seperti perunggu) yang
menyeluruh atau berbintik-bintik.
Peningkatan suhu, demam yang diikuti dengan
hipotermia (keadaan krisis).
Otot menjadi kurur
Gangguan tidak mampu berjalan.
j. Seksualitas
Gejala:
Adanya riwayat menopouse dini, amenorea.
Hilangnya tanda-tanda seks sekunder (misal:
berkurangnya rambut-rambut pada tubuh terutama pada
wanita.
Hilangnya libido.
k. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala:
Adanya riwayat keluarga DM, TB, kanker
Adanya riwayat tiroiditis, DM, TB, anemia pernisiosa.
Pertimbangan:
DRG menunjukkan rerata lama dirawat; 4,3 hari.
Rencana pemulangan:
Membutuhkan bantuan dalam hal obat, aktivitas sehari-
hari, mempertahankan kewajibannya.
l. Pemerikasaan diagnostik
Kadar hormon
Kortisol plasma: menurun dengan tanpa respond pada
pemberian ACTH secara IM (primer)atau ACTH secara
IV.
ACTH: meningkat secara mencolok (pada primer) atau
menururn (sekunder).
- ADH: meningkat.
- Aldesteron: menurun.
12
Elektrolit: kadar dalam serum mungkin normal atau
natrium sedikit menururn, sedagkan kalium sedikit
meningkat. Walaupun demikian, natrium dan kalium
yang abnormal dapat terjadi sebagai akibat tidak adanya
aldesteron dan kekurangan kortisol (mungkin sebagai
akibat dari krisis).
Glukosa: hipoglikemia.
Ureum/kreatinin: mungkin meningkat (karena terjadi
penurunan perfusi ginjal).
Analisis gas darah: asidosis metabolik.
Eritrosit: normositik, anemia normokromik (mungkin
tidak nyata/terselubung dengan penurunan volume
cairan) dan hematokrit meningkat (karena
hemokosentrasi). Jumlah limfosit mungkin rendah,
eosinofil meningkat.
Sinar x: jantung kecil, klasifikasi kelenjar adreanal, atau
TB (paru, ginjal) mungkin akan ditemukan.
NOC NIC
DIAGNOSA
Defisiensi - keseimbangan cairan Manejemen cairan
volume cairan - -tekanan darah - jaga intake/asupan yang
13
- keseimbangan intake pasien
dan output dalam 24 jam -monitor status hidrasi
14
-kekuatan tubuh bagian
bawah
-kemudahan dalam
melakukan aktivitas hidup
harian
15
Ketidakseimbang Status nutrisi Manajemen nutrisi
an nutrisi kurang -asupan gizi -tentukan status gizi pasien dan
dari tubuh (d:2 -asupan makanan kemampuan (pasien) untuk
k:1 hal:177) -asupan cairan memenuhi kebutuhan gizi
-energi -identifikasi (adanya) alergi
-rasio berat badan/tinggi atau intoleransi makanan
badan yang dimiliki pasien
-hidrasi -tentukan apa saja yang
menjadi preferensi makanan
bagi pasien
-tentukan jumlah kalori dan
jenis nutrisi yang dibutuhkan
untuk memenuhi persyaratan
gizi
-monitor kalori dan aupan
makanan
-monitor kecenderungan
terjadinya penurunan dan
kenaikan berat badan pasien
DIAGNOSA NOC NIC
16
kejadian kejadian yang
pasien alami)sering merubah
fungsi seksual
-dorong pasien untuk
mengungkapkan ketakutan
dan untuk bertanya
mengenai fungsi seksual
-bantu pasien mengekspresikan
kesedihan dan kemarahan
mengenai perubahan dalam
fungsi bagian tubuh.
-diskusikan efek dari
perubahan seksualitas pada
orang terdekat pasien.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
17
Penyakit ini terjadi akibat kerusakan korteks adrenal ataupun infeksi
Tuberculosis pada kelenjar adrenal yang menyebabkan disfungsi kelenjar
adrenal dan dapat berakibat kurangnya produksi hormon adrenalin.
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
18
Price, Sylvia. 2006. Patofisiologi. Jakarta: EGC
19