Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

SUB ARAKHNOID HEMORAGIC (SAH)

I. Konsep Penyakit Sub abarakhnoid hemoragic (SAH)


1. Definisi
Sub arakhnoid hemoragic (sah) adalah perdarahan tiba – tiba ke
dalam rongga diantara otak dan selaput otak. (Harsono, 2013)
Sub arakhnoid hemoragic (sah) merupakan penemuan yang sering
pada trauma kepala akibat dari yang paling sering adalah robeknya
pembuluh darah leptomeningeal pada vertex dimana terjadi pergerakan
otak yang besar sebagai dampak , atau pada sedikit kasus, akibat
rupturnya pembuluh darah serebral major (Harsono, 2013).

2. Etiologi
Trauma, Kelemahan pembuluh darah akibat infeksi, misalnya emboli
septik dari endokarditis infektif ( aneurisma mikotik ), Koagulapati,
Gangguan lain yang mempengaruhi vessels, Gangguan pembuluh darah
pada sum- sum tulang belakang dan berbagai jenis tumor.

3. Tanda gejala
a. Gejala prodromal: nyeri kepala hebat dan perakut, hanya 10 %
sementara 90% lainnya tanpa keluhan sakit kepala.
b. kesadaran sering terganggu, dan sangat bervariasi dari tak sadar
sebentar, sedikit delirium sampai koma.
c. Gejala / tanda rangsangan: kaku kudug, tanda kernig ada.
d. Fundus okuli 10% penderita mengalami edema pupil, beberapaa jam
setelah perdarahan. Sering terdapat perdarahan subhialoid karena
pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior atau arteri
karortis interna.
e. Gejala – gejala neurologi fokal: bergantung pada lokasi lesi.
f. Gangguan saraf otonom: demam setelah 24 jam, demam ringan karena
rangsangan mening, dan demam tinggi bila dilihatkan hipotalamus.
Bila berat, maka terjadi ulkus peptikum disertai hematemesis dan
melena ( stress ulcer ), dan seringkali disertai peninggian kadar gula
darah, glukosuria, albuminuria, dan perubahan pada EKG.
4. Patofisiologi
Aneurisma merupakan luka yang disebabkan oleh karena tekanan
hemodinamik pada dinding arteri percabangan dan perlekukan.Saccular
atau biji aneurisma dispesifikasikan untuk arteri intracranial kaarena
dindingnya kehilangan suatu selaput tipis bagian luar dan mengandung
faktor adventitia yang membantu pembentukan aneurisma.Suatu bagian
tambahan yang tidak didukung dalam ruang subarachnoid.Aneurisma
kebanyakan dihasilkan dari terminal pembagi dalam arteri karotid
bagian dalam dan dari cabang utama bagian anterior pembagi dari
lingkaran wilis.

5. Pemeriksaan Penunjang
a. CT Scan
Pemeriksaan CT Scan berfungsi untuk mengetahui adanya massa
intracranial pada pembesaran ventrikel yang berhubungan dengan
darah ( densitas tinggi ) dalam ventrikel atau dalam ruang
subarachnoid.
b. MRI
Hasil tahapan control perdarahan subarachnoid kadang – kadang
tampak MRI lapisan tipis pada sinyal rendah.
c. Pungsi lumbal
Untuk konfirmasi diagnosis. Tidak ada kontraindikasi pungsi
lumbal selama diyakini tidak ada lesi massa dari pemeriksaan
pencitraan dan tidak kelainan perdarahan.
d. EKG dan Foto Thorax
Edema paru dan aritmia jantung dapat terlihat dari rontgen
dada.Kadang terjadi glikosuria.
I.6 Komplikasi
Pada beberapa keadaan, gejala awal adalah katastrofik.Pada kasus lain,
terutama dengan penundaan diagnosis, pasien mungkin mengalami
perjalanan penyakit yang dipersulit oleh perdarahan ulang ( 4 % ),
hidrosefalus, serangan kejang atau vasospasme. Perdarahan ulang
dihubungkan dengan tingkat mortalitas sebesar 70% dan merupakan
komplikasi segera yang paling memprihatinkan

I.7 Penatalaksanaan
a. Penderita segera dirawat dan tidak boleh melakukan aktifitas berat.
b. Obat pereda nyeri diberikan untuk mengatasi sakit kepala hebat.
c. Kadang dipasang selang drainase di dalam otak untuk mengurangi
tekanan.
d. Pembedahan untuk memperbaiki dinding arteri yang lemah, bisa
mengurangi resiko perdarahan fatal di kemudian hari.
e. Sebagian besar ahli bedah menganjurkan untuk melakukan
pembedahan dalam waktu 3 hari setelah timbulnya gejala.
Menunda pembedahan sampai 10 hari atau lebih dapat
memungkinkan terjadinya perdarahan hebat.
f. Pasien dengan SAH memerlukan observasi neurologik ketat dalam
ruang perawatan intensif, kontrol tekanan darah dan tatalaksana
nyeri sementara menunggu perbaaikan aneurisma defisit.
g. Pasien pasien harus menerima profilaksis serangan kejang dan
bloker kanal kalsium untuk vasospasme.
h. Tatalaksana ditujukan pada resusitasi segera dan pencegahan
perdarahan ulang.
i. Tirah baring dan analgesik diberikan pada awal tatalaksana.
j. Antagonis kalsium nimodipin dapat menurunkan mor komplikasi
dini perdarahan subarachnoid meliputi hidrosefalus sebagai akibat
obstruksi aliran cairan serebrospinal oleh bekuaan darah.
k.  Jika pasien sadar atau hanya terlihat mengantuk, maka
pemeriksaan sumber perdarahan dilakukan angiografi serebral.
l. Identifikasi aneurisma memunkinkan dilakukan sedini mungkin,
dilakukannya intervensi jepitan ( clipping ) leher aneurisma, atau
jika mungkin membungkus ( wropping ) aneurisma tersebut.
m. Malformasi arteriovenosa yang terjadi tanpa adanya perdarahan,
misalnya epilepsi biasanya tidak ditangani dengan pembedahan.
II. Rencana asuhan keperawatan
1. Pengkajian
1. Riwayat keperawatan
a. Riwayat penyakit sekarang
b. Riwayat penyaki dahulu
c. Riwayat penyakit kelurga
d. Riwayat psikososial

2. Pemeriksaan fisik
a. Abdomen
Pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena, distensi bladder,
pembesaran ginjal, nyeri tekan, terderness, bising usus.
b. Genetalia wanita
Inflamasi, nodul, lesi, adanya sekret dari meatus, keadaan atropi
jaringan vagina.
c. Genetalia laki-laki
Kebersihan, adanya lesi, terdeness, adanya pembesaran
skrotum.

3. Pemeriksaan penunjang
a.       CT Scan
Pemeriksaan CT Scan berfungsi untuk mengetahui adanya massa
intracranial pada pembesaran ventrikel yang berhubungan dengan
darah ( densitas tinggi ) dalam ventrikel atau dalam ruang
subarachnoid.
b.      MRI
Hasil tahapan control perdarahan subarachnoid kadang – kadang
tampak MRI lapisan tipis pada sinyal rendah.
c.       Pungsi lumbal
Untuk konfirmasi diagnosis. Tidak ada kontraindikasi pungsi
lumbal selama diyakini tidak ada lesi massa dari pemeriksaan
pencitraan dan tidak kelainan perdarahan.
d.      EKG dan Foto Thorax
Edema paru dan aritmia jantung dapat terlihat dari rontgen
dada.Kadang terjadi glikosuria.

2. Diagnosa Keperawatan

1. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial


2. Resiko perfusi serebral tidak efektif
3. Nyeri akut

3. Intervensi

1. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial


SLKI :
Kapasitas adaptif intrakranial

- Tingkat kesadaran meningkat (5)


- Fungsi kognitif meningkat (5)
- Sakit kepala menurun (5)
- Gelisah menurun (5)
- Tekanan darah membaik (5)
- Tekanan intrakranial membaik (5)
SIKI :
Pemantauan tekanan intrakranial

1. Tindakan
- Observasi
- Identifikasi oenyebab peningkatan TIK (mis. Lesi menempati ruang,
gangguan metabolisme tubuh, edema serebral, peningkatan tekanan
vena, obstuksi aliran cairan serebrospinal, hipertensi itrakranial
idiopatik)
- Monitor peningkatan TD
- Monitor pelebaran tekanan nadi (selisih TDS dan TDD)
- Monitor penurunan frekuensi jantung
- Monitor ireguleritas irama nafas
- Monitor penurunan tingkat kesadaran
- Monitor perlambatan atau ketidaksimetrisan respon pupil
- Monitor kadar CO2 dan pertahankan dalam rentang yang diindikasikan
- Monitor tekanan perfusi serebral
- Monitor jumlah, kecepatan, dan karakteristik drainase cairan
serebrospinal
- Monitor efek stimulus lingkungan terhadap TIK
2. Terapeutik
- Ambil sampel drainase cairan serebrospinal
- Kalibrasi transduser
- Pertahankan strerilitas sistem pemantauan
- Pertahankan posisi kepala dan leher netral
- Bilas sistem pemantauan, jika perlu
- Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
3. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

2. Resiko perfusi serebral tidak efektif


SLKI :

Perfusi serebral

- Tingkat kesadaran meningkat

- Sakit kepala menurun

- Gelisah menurun

SIKI:
Pemantauan Tekanan Intrakranial

1. Observasi

- Observasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi menempati


ruang, gangguan metabolism, edema sereblal, peningkatan
tekanan vena, obstruksi aliran cairan serebrospinal, hipertensi
intracranial idiopatik)
- Monitor peningkatan TD
- Monitor pelebaran tekanan nadi (selish TDS dan TDD)
- Monitor penurunan frekuensi jantung
- Monitor ireguleritas irama jantung
- Monitor penurunan tingkat kesadaran
- Monitor perlambatan atau ketidaksimetrisan respon pupil
- Monitor kadar CO2 dan pertahankan dalm rentang yang
diindikasikan
- Monitor tekanan perfusi serebral
- Monitor jumlah, kecepatan, dan karakteristik drainase cairan
serebrospinal
- Monitor efek stimulus lingkungan terhadap TIK
2. Terapeutik

- Ambil sampel drainase cairan serebrospinal


- Kalibrasi transduser
- Pertahankan sterilitas system pemantauan
- Pertahankan posisi kepala dan leher netral
- Bilas sitem pemantauan, jika perlu
- Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
3. Edukasi

- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan


- Informasikan hasil pemantauan, jika PERLU
III. Daftar Pustaka

Ana keliat, Budi, dkk. 2015. Diagnoses Keperawatan Difinisi & Klasifikasi 2015-
2017. Edisi 10. Jakata : EGC
American Association of Neuroscience Nurses (AANN). 2013. Care of the
Patient with Aneurysmal Subarachnoid Haemorrhage. www.aann.org
Batticaca, Fransisca B. 2013. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika. Hal: 58.
Muttaqin A. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Weiner, Howard L. 2013. Buku Saku Neurologi. Jakarta: EGC.
Satyanegara, dkk. 2010. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara. Ed. 4. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Dewanto G, et al. 2013. Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit
Saraf. Jakarta: EGC.
Price, Wilson. 2014. Patofisiologi. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai