Anda di halaman 1dari 46

Case Report

Session

Stroke Hemoragik

Oleh:

Bella Yolanda 1740312129

Pembimbing :

dr. Restu Susanti, Sp.S, M.


Biomed

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG


PADANG

2018

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendahuluan

Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO) atau penyakit


serebrovaskuler

(​Cerebro Vascular Disease /​ CVD) atau yang lebih di kenal dengan stroke
adalah

gangguan fungsi saraf otak yang timbul secara mendadak (beberapa detik
atau

secara cepat / beberapa jam) dengan gejala atau tanda sesuai dengan
daerah yang

terganggu, sehingga dapat menimbulkan defisit neurologis atau


kematian.

Secara garis besar GPDO dapat di bagi


menjadi:
1. GPDO karena perdarahan.

2. GPDO bukan karena perdarahan.

Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya GPDO secara umum


adalah:

1. Penyumbatan pembuluh darah oleh trombus atau


embolus.

2. Robek atau pecahnya pembuluh


darah.

3. Adanya penyakit pada dinding pembuluh


darah.

4. Ada gangguan susunan komplemen


darah.

Berdasarkan onset penyakitnya stadium stroke terbagi


atas:

1. ​Transient Ischaemic Attack ​(TIA), yaitu gangguan pembuluh darah

sepintas yang sembuh dalam 24


jam.

2. ​Reversible Ischaemic Neurologic Defisit ​(RIND), yaitu gangguan yang

onsetnya lebih dari 24 jam sampai beberapa


hari.

3. ​Progressive Stroke ​atau ​Stroke


inevolution​.

2
4. Completed Stroke

Terdiri dari:

- Non-hemorrhagic stroke (infark), baik karena trombus atau

embolus.

- Hemorrhagic completed stroke

Klasifikasi stroke berdasarkan penyebab


adalah:

1. Stroke iskemik atau stroke non hemoragik, berupa TIA, trombosis dan

emboli.

​ troke hemoragik, terdiri atas:


2. S

- Perdarahan Intra Serebral (PIS)

- Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)

Gambar 1. Penyebab stroke


hemorragik
3
Faktor resiko terjadinya stroke di bagi
atas;

1. Yang tidak dapat di ubah, seperti; usia, jenis kelamin, ras, riwayat

keluarga, riwayat TIA atau stroke sebelumnya, penyakit jantung


koroner,

fibrilasi atrium.

2. Yang dapat di ubah, seperti hipertensi, diabetes mellitus, merokok,

penyalahgunaan obat dan alkohol, kontrasepsi oral, hematokrit yang

meningkat, bruit karotis asimtomatis, hiperurisemia dan


dislipidemia.

a. Hipertensi

Merupakan faktor resiko yang potensial, karena pada hipertensi dapat


meyebabkan pecahnya atau menyempitnya pembuluh darah otak. Jika
pembuluh

darah otak pecah maka terjadi perdarahan dan jika menyempit akan
menyebabkan

penurunan aliran darah ke otak sehingga sel otak dapat mengalami


kematian.

b. Diabetes mellitus

Pada pasien diabetes mellitus akan terjadi penebalan dinding


pembuluh

darah otak yang berukuran besar. Hal ini jelas akan mengganggu aliran
darah otak

, yang pada akhirnya menyebabkan infark sel


otak.

c. Penyakit Jantung

Penyakit jantung koroner dengan infark jantung, penyakit jantung


rematik,

dan gangguan irama jantung dapat menimbulkan GPDO dengan jalan

menimbulkan hambatan aliran darah ke otak, karena jantung melepaskan

gumpalan darah atau sel-sel jaringan yang mati ke dalam aliran darah yang

disebut emboli.

d. Hiperkolesterolemia
Tingginya kadar kolesterol LDL dengan rendahnya HDL dapat

meningkatkan terjadinya aterosklerosis, penebalan dinding pembuluh darah


yang

diikuti dengan penurunan elastisitas pembuluh darah, akibatnya terjadi


gangguan

aliran darah ke otak.

e. Merokok

Merokok dapat meningkatkan konsenterasi fibrinogen. Hal ini akan

memudahkan terjadinya penebalan dinding pembuluh darah dan peningkatan

viskositas pembuluh darah, yang akhirnya mempengaruhi aliran darah ke


otak.

Selain itu, merokok dapat menyebabkan resiko infark


jantung.

f. Lain-lain, diantaranya obesitas, peningkatan asam urat, penyakit paru, dan

penyakit darah.

B. Perdarahan Subarachnoid (PSA)

Perdarahan subaraknoid (PSA) menduduki 7-15% dari seluruh kasus


GPDO.

Insiden PSA di negara maju sebesar 10-15 kasus setiap 100.000 penduduk.
62%

timbul pertama kali pada usia 40-60 tahun, kejadian mati mendadak karena
PSA

sebesar 2% dari seluruh kasus, sebagian besar (9%) terjadi pada umur
dibawah 45

tahun. Pada AVM (Atrio Vena Malformasi) laki-laki lebih banyak dari

perempuan.

a. Definisi

Perdarahan subarkniod adalah keadaan terdapatnya/masuknya darah

kedalam ruang subarknoid baik dari tempat lain (PSA sekunder) atau sumber

perdarahan berasal dari rongga subaraknoid itu sendiri (PSA


primer).

b. Klasifikasi

1. PSA spontan primer, yakni PSA yang bukan akibat trauma atau

perdarahan intraserebral.

2. PSA sekunder, yakni perdarahan yang berasal di luar subaraknoid

umpamanya dari perdarahan intraserebral atau dari tumor


otak.

c. Etiologi
Perdarahan subaraknoid terjadi
karena:

1. Pecahnya aneurisma, aneurisma tersebut biasanya kongenital dan


90%

terjadi di sekitar ​sirkulus willisi ​pada dasar


otak:

• Arteri komunikans posterior

• Kompleks arteri komunikan anterior

• Arteri serebri media

• Aneurisma sedikit terdapat pada arteri oftalmika, sinus

kavernosus, dan arteri


basilaris.

2. AVM (Arteri Vena Malformasi) yang pecah.

3. Hemangioma pecah

4. Sekunder terhadap perdarhan


intraserebral.

d. Patofisiologi

Aneurisma hampir selalu terletak dipercabangan arteri, aneurisma itu


manifestasi akibat suatu gangguan perkembangan emrional, sehingga
dinamakan

juga ​aneurisma sakular (​ berbentuk seperti saku) ​kongenital.​ Aneurisma

berkembang dari dinding arteri yang mempunyai kelemahan pada tunika

medianya. Tempat ini merupakan tempat dengan daya ketahanan yang


lemah

(​lokus minoris resaistensiae)​ , yang karena beban tekanan darah tinggi dapat

menggembung dan terbentuklah aneurisma. Aneurismna dapat juga


berkembang

akibat trauma, yang biasanya langsung bersambung dengan vena, sehingga

membentuk ”​shunt​ ” arterivenous.

Apabila oleh lonjakan tekanan darah atau karena lonjakan


intraabdominal,

aneurisma intraserebral itu pecah, maka terjadilah perdarahan yang


menimbulkan

gambaran penyakit yang menyerupai perdarahan intraserebral akibat


pecahnya

aneurisma ​Charcot-Bouchard.​ Pada umumnya faktur presipitasi tidak jelas,


oleh

karena tidak teringat oleh


penderita.

7
e. Tanda dan gejala klinik

Sebelum muncul tanda dan gejala klinis yang mendadak dan hebat

sebenarnya sudah ada berbagai tanda peringatan yang pada umumnya tidak

memperoleh perhatian sepenuhnya oleh penderita maupun dokter yang

merawatnya

- Rangsangan meningeal : Kaku kuduk Brudzinky, dll

- Nyeri kepala yang hebat dan mendadak, mual, muntah,


fotofobia.

- Gangguan kesadaran bervariasi: ringan sampai


koma

- Gejala motorik dan sensorik: sesuai lesi

- Keringat↑, mengigil, takikardi, stress ulcer

- Funduskopi: Edem papil 10%

- Sekitar perdarahan: Vasospasme→ iskemik→ infark

Peringkat klinis

Tingkat I : Asimtomatik

Tingkat II : Nyeri kepala hebat tanpa defisit neurologik kecuali paralisis


nervus

kranialis
Tingkat III : Somnolen dan defisit ringan

Tingkat IV : Stupor, hemiparese/ hemiplegi, dan mungkin ada rigiditas awal


dan

gangguan vegetatif

Tingkat V : Koma, rigiditas reserebrasi, dan kemudian meninggal


dunia.

E. Komplikasi

- Perdarahan ulang (rekuren)

- Hidrosefalus

- Vasospasme

- Edem serebri

f.Penatalaksanaan

a. Terapi Umum

- Breathing : menjaga jalan nafas dengan memposisikan kepala sedikit

ekstensi untuk mencegah lidah jatuh kebelakang, pemberian oksigen


2-3
liter/menit

- Brain : mengurangi edema (intake dengan output diseimbangkan)

memenuhi intake cairan dengan pemberian isotonis, seperti asering

12jam/kolf, atasi gelisah dan


kejang

- Bladder : pasang kateter untuk miksi dan mengetahui output ureum.

- Bowel : memenuhi asupan makanan (diet rendah garam), kalori

dan elektrolit

- Burn : demam diatasi dengan pemberian antiseptik

b. Terapi Khusus

- Analgetik

- Kortikosteroid IV dengan dosis rendah

- Antikonvulsan profilak : perlu di pertimbangkan

- Anti hipertensi

- Anti fibrinolitik

- Antagonis calsium : anti iskemia dan anti vasokontriksi

- Operasi bila perlu

g. Pemeriksaan penunjang
1. Darah,urin,feses rutin

2. Profil lipid

3. LP

4. CT Scan dengan kontras

5. MRI

6. Angiorafi

h. Prognosis

Bergantung kepada:

1. Etiologi: lebih buruk pada aneurisma

2. Lesi tunggal/ multipel: aneurisma multipel lebih buruk

3. Lokasi aneurisma/ lesi: pada a.komunikan anterior dan a.serebri


anterior

lebih buruk, karena sering perdarahan masuk ke intraserebral atau ke

ventrikel (perdarahan ventrikel)

4. Umur: prognosis jelek pada usia lanjut

5. Gejala: bila kejang memperburuk gejala


/prognosis

6. Kesadaran: bila koma lebih dari 24 jam, buruk hasil


akhrinya

7. Spasme, hipertensi,dan perdarahan ulang semuanya merugikan bagi


prognosis.

10

C. Perdarahan Intra Serebral (PIS)

Perdarahan intraserebral (PIS) merupakan salah satu bagian dari


stroke

hemoragik di samping perdarahan subaraknoidal (PSA). Perdarahan


intraserebral

(PIS) meliputi 10% dari seluruh kasus gangguan peredaran darah otak
(GPDO),

terjadi di hemisfer serebri (80%) dan batang otak serta serebelum (20%).
Sebuah

penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa stroke hemoragik merupakan


8-13

% dari semua stroke di USA, 20-30% stroke di Jepang dan China.


Sedangkan di

Asia Tenggara menurut penelitian stroke (Misbach, 1997) menunjukkan


stroke

perdarahan 26% terdiri dari lobus 10%, ganglionik 9%, serebelar 1%, brain
stem

2%, dan perdarahan sub arachnoid


4%.
a. Definisi dan Epidemiologi

Perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang terjadi akibat


pecahnya

pembuluh darah otak intraserebral sehingga darah keluar dari pembuluh


darah dan

masuk ke dalam jaringan otak dan menyebabkan timbulnya tekanan


intrakranial

sehingga terjadi penekanan pada struktur otak dan pembuluh darah otak
secara

menyeluruh yang pada akhirnya akan terjadi kematian sel saraf sehingga
timbul

klinis defisit neurologis.

Usia rata-rata kejadian perdarahan intraserebral yaitu pada umur 55


tahun,

interval 40-75 tahun/ jenis kelamin. Insiden pada laki-laki sama dengan pada

wanita. Angka kematian 60-90 %.

b. Etiologi

Penyebab perdarahan intraserebral dibagi


atas:

11

1. Perdarahan intraserebral primer


Perdarahan intraserebral primer (perdarahan intraserebral hipertensif)

disebabkan oleh hipertensif kronik yang menyebabkan vaskulopati

serebral dengan akibat pecahnya pembuluh darah


otak.

2. Perdarahan intraserebral
sekunder

Perdarahan intraserebral sekunder (bukan hipertensif) terjadi antara


lain

akibat anomali vaskular kongenital, koagulopati, tumor otak,


vaskulopati

non hipertensif (amiloid serebral), vaskulitis, post stroke iskemik dan


obat

anti koagulan.

Di perkirakan hampir 50% penyebab perdarahan intraserebral adalah

hipertensi kronik, 25% karena anomali kongenital dan sisanya penyebab


lain.

Faktor risiko untuk perdarahan intraserebral adalah hipertensi,


kelainan

jantung, hiperkolesterolemia, diabetes mellitus, obesitas, polisitemia vera,

merokok, usia lanjut, dan


herediter.

Perdarahan intraserebral ini juga dicetuskan oleh stress fisik, emosi,


peningkatan tekanan darah mendadak yang mengakibatkan pecahnya
pembuluh

darah intraserebral. Sekitar 80 % kasus terjadi pada orang sehat dalam


keadaan

aktif, 20 % sisanya terdapat manifestasi yang mendahuluinya, seperti TIA


atau

stroke non-hemoragik ringan.

c. Patofisiologi

Hipertensi kronik menyebabkan terjadinya perubahan patologik pada

dinding pembuluh darah arteriola berupa hipohialinosis dan nekrosis fibrinoid.

12

Kedua hal ini dapat melemahkan muskularis arteriol. Hipertensi yang terus

berlangsung akan mendesak dinding pembuluh darah yang lemah dan


membuat

herniasi atau pecahnya tunika intima yang kemudian menjadi aneurisma atau

terjadi robekan-robekan. Hal ini meninbulkan perdarahan yang dapat


berlanjut

sampai 6 jam dan jika volumenya besar akan merusak struktur anatomi otak
dan

menimbulkan gejala klinik.

Jika perdarahan yang ditimbulkan ukurannya kecil maka massa darah


hanya dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih
“dissecan

splitting” ​tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorpsi darah akan diikuti
oleh

pulihnya fungsi-fungsi neurologis. Sedangkan pada perdarahan yang luas


terjadi

destruksi massa otak, peninggian TIK, dan yang lebih berat dapat
menyebabkan

herniasi otak pada falx cerebri atau lewat foramen


magnum.

Kematian dapat di sebabkan karena kompresi batang otak, hemisfer


otak,

dan perdarahan batang otak sekunder. Perembesan darah ke ventrikel otak


terjadi

pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, pons.


Elemen-elemen

vasoaktif darah yang keluar serta cascade iskemik akibat menurunnya


tekanan

perfusi menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan


sekitarnya

lebih tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila

volume darah lebih dari 60cc, maka risiko kematian sebesar 93% pada
perdarahan

dalam dan 71% perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan


serebelal
dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar
75%.

Volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat


fatal.

13

d. Gejala Klinik

Secara umum gejala perdarahan pada otak


adalah:

1. Sakit kepala, muntah, pusing, vertigo, dan gangguan


kesadaran.

2. Defisit neurologis tergantung lokasi


perdarahan

3. Bila perdarahan kapsular maka ditemukan: hemiparese kontralateral,

hemiplegi, koma.

4. Defisit hemisensorik

5. Hemiparese atau hemiplegi kontralateral

6. Afasia, anosmia, dan mutisme bisa mengenai hemisfer yang


dominant

e. Pemeriksaan Rutin

• Kimia darah : GDR, ureum, kreatinin


• Urin lengkap : protein, reduksi, sediment, bilirubin, urobilin,
keton

• Pemeriksaan elektrolit: natrium, kalium, klorida

• Analisa gas darah : PCO2, PO2

• Profil lipid : kolesterol total, kolesterol HDL, kolesterol LDL, trigliserida

• Elektrokardiografi

g. Pemeriksaan Penunjang

• Rontgen thorak

• CT-Scan / MRI

• Ekokardiografi

h. Penatalaksanaan

1. Terapi umum : 6B

14

a. Breathing

b. Brain

c. Bladder

d. Bowel

e. Burn

2. Terapi khusus.
a. Anti edem.

Manitol 20% bolus 1 gr/ kg berat badan dalam 20-30 menit, dilanjutkan

dengan dosis 0,25-0,5 gr/kgBB/jam sampai maksimal 48 jam. Target


osmolaritas

300-320 mosm/l atau dengan gliserol 10 % 10 ml/kgBB IV. Pemberian steroid

tidak diberikan secara rutin, bila ada indikasi harus diikuti dengan
pengamatan

yang cepat.

b. Obat homeostasis:

Transamic acid 6 gram/hari IV ( 2 minggu), berperan sebagai anti

inflamasi dan mencegah peradangan


ulang.

c. Anti hipertensi:

Bila tekanan darah systole > 230 mmHg atau tekanan darah diastolik >

140 mmHg diberikan : Nikardipin 5-15 mg/ jam infus kontiniu atau Diltiazem
5-

40 mg/kg BB/menit infus kontinyu. Bila tekanan sistolik 180-230 mmHg atau

tekanan sistolik 105-140 mmHg, atau tekanan darah arterial rata-rata 130
mmHg

berikan : Labetalol 10-20 mg IV selama 1-2 menit ulangi atau gandakan


setiap 10

menit sampai maksimum 300 mg atau berikan dosis awal bolus diikuti oleh
Labetalol drip 2-8 mg /menit atau Nikardipin 5- 15 mg/ jam infuse kontinyu

Diltiazem 5-40 mg/kg/menit infuse kontiniyu atau Nimodipin. Bila tekanan


darah

15

sistolik <180 mmHg atau tekanan diastole < 105 mmHg, tangguhkan
pemberian

obat anti hipertensi.

d. Bila terdapat kejang diatasi sementara dengan Diazepam IV perlahan atau

dengan antikonvulsan yang lain.

e. Neurotropik agent : Piracetam 4 x 300 mg.

f. Tindakan bedah dilakukan dengan pertimbangan usia atau skala Glasgow


> 4,

atau hanya dilakukan dengan : perdarahan serebelum dengan diameter


lebih

dari 3 cm dilakukan kraniotomi dekompresi, hidrosepalus akut akibat

perdarahan intra ventrikel atau serebelum dapat dilakukan VP shunting,

perdarahan lobus diatas 60 cc dengan tanda- tanda peningkatan tekanan

intrakranial akut disertai dengan ancaman


herniasi.

g. Rehabilitasi ; penderita perlu perawatan lanjutan secara intensif dan di

mobilisasi sesegera mungkin bila klinis neorologis dan hemodinamik


stabil.
Perubahan posisi badan dan ektemitas setiap 2 jam untuk mencegah
dekubitus.

16

BAB 2

LAPORAN KASUS

2. 1 Identitas Pasien

Nama : Ny. S

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 63 tahun

Alamat : Mandailing, Sumatera Utara


Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

2.2 Anamnesis (​Allo +


Autoanamnesis)

Seorang pasien Perempuan umur 63 tahun datang ke IGD RSUP DR. M.

Djamil Padang dengan :

Keluhan Utama : ​penurunan


kesadaran

Riwayat Penyakit Sekarang :

- Penurunan kesadaran sejak 3 jam yang sebelum masuk rumah sakit.


Terjadi

tiba-tiba saat pasien sedang istirahat (tidur). Pasien sulit dibangunkan


saat pagi

hari, pasien tampak banyak tidur tapi masih menyahut dan membuka
mata saat

dipanggil pasien.

- Lemah ke empat anggota gerak disadari oleh keluarga sejak 3 jam sebelum

masuk rumah sakit.

- Sakit kepala (+) sebelum penurunan


kesadaran.

- Demam tidak ada

- Mulut mencong (+), bicara pelo tidak ada

- Mual (+) muntah (-), kejang tidak ada.


17

- BAB (-), BAK tidak dapat dikontrol sejak 2 bulan ini

Riwayat Penyakit Dahulu:

- Riwayat stroke 1x, dirawat di RSUD selama 1 minggu, lemah anggota gerak

sebelah kiri, kondisi terakhir berjalan dengan menyeret kaki kiri, kontrol
tidak

teratur

- Hipertensi sejak 10 tahun yang lalu, Tekanan darah sistolik tertinggi adalah

160 mmHg, kontrol tidak teratur.

- Riwayat sakit jantung dan dibetes tidak ada.

Riwayat penyakit keluarga :

• Tidak ada keluarga yang menderita keluhan yang sama seperti


pasien.

Riwayat pribadi dan sosial :

• Pasien seorang Ibu Rumah Tangga dengan aktifitas


ringan-sedang.

• Riwayat ekonomi sedang.

2.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : berat

Kesadaran : Somnolen GCS E​3​M​5​V​4 ​= 12


Nadi/ irama : 92 x/menit, nadi teraba kuat, teratur

Pernafasan : 20 x/menit, teratur

Tekanan darah : 190/100 mmHg

Suhu : 36,5 o​​ C

Turgor kulit : baik

Status Internus

Kulit : Tidak ditemukan kelainan

18

Kelenjar getah bening

Leher : tidak teraba pembesaran KGB

Aksila : tidak teraba pembesaran KGB

Inguinal : tidak teraba pembesaran KGB

Rambut : Hitam, tidak mudah


dicabut

Mata : Pupil isokor Ө 3mm/3mm , refleks cahaya +/+, reflek kornea


+/+,

Paru :

Inspeksi : simetris kiri dan kanan

Palpasi : fremitus kiri = kanan


Perkusi : sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronchi +/+, wheezing


-/-

Jantung :

Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : iktus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : irama reguler, teratur, bising (-) gallop


(-)

Abdomen :

Inspeksi : tidak membuncit

Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) Normal

Korpus vertebrae

Inspeksi : lurus, deformitas (-)

Palpasi : tidak terdapat deviasi, gibus (-)

19

Status Neurologikus
GCS : E3, M5, V4 = 12

1. Tanda rangsangan selaput otak

• Kaku kuduk : (-)

• Brudzinsky I : (-)

• Brudzinsky II : (-)

• Tanda Kernig : (-)

2. Tanda peningkatan tekanan intrakranial

• Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, reflek cahaya +/+, reflek kornea

+/+

• Muntah proyektil tidak ada

3. Pemeriksaan nervus kranialis

N. I (Olfaktorius) :

Penciuman Kanan Kiri

Subjektif Sulit dinilai Sulit dinilai

Objektif (dengan bahan) Tidak dilakukan tidak dilakukan

N. II (Optikus) :

Penglihatan Kanan Kiri

Tajam penglihatan Sulit dinilai Sulit dinilai

Lapangan pandang Sulit dinilai Sulit dinilai

Melihat warna Sulit dinilai Sulit dinilai


Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

20

N. III (Okulomotorius)

Kanan Kiri

Bola mata Bulat Bulat

Ptosis Tidak ada Tidak ada

Gerakan bulbus Segala arah segala arah

Strabismus Tidak ada Tidak ada

Nistagmus Tidak ada Tidak ada

Ekso/endotalmus Tidak ada Tidak ada

Pupil

• Bentuk (+)
(+)
• Refleks cahaya
(+)
• Refleks akomodasi (+)
• Refleks konvergensi (+)
Bulat (+)
(+)

(+) N. IV (Trochlearis)

(+) Kanan Kir


Bulat
Bulat

Gerakan mata ke bawah Sulit dinilai Sulit dinilai


Sikap bulbus Ortho Ortho

Diplopia Sulit dinilai Sulit dinilai

N. VI (Abdusen)

Kanan Kiri

Gerakan mata ke lateral Sulit dinilai Sulit dinilai

Sikap bulbus Ortho Ortho

Diplopia Sulit dinilai Sulit dinilai

21

N. V (Trigeminus) ulit dinilai


Sulit dinilai
Kanan Kiri Sulit dinilai

Motorik Sulit dinilai


Sulit dinilai
• Membuka mulut
Sulit dinilai Sulit dinilai
Sulit dinilai Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sensorik
• Menggerakkan rahang
I. Divisi oftalmika
• Menggigit
- Refleks kornea
• Mengunyah
- Sensibilitas
Sulit dinilai
(+)
Sulit dinilai
Baik
(+) (+)
(+)
Baik
Baik (+)
Baik (+)

II. Divisi maksila Baik


Baik
- Refleks masetter
III. Divisi mandibula
- Sensibilitas

- Sensibilitas Baik Baik

N. VII (Fasialis)

Kanan Kiri

Raut wajah Kanan dan kiri tidak simetris

(plica nasolabialis kanan lebih

datar)

Sekresi air mata Normal Normal

Fissura palpebral Normal Normal

Menggerakkan dahi Sulit dinilai Sulit dinilai

Menutup mata Sulit dinilai Sulit dinilai

Mencibir/ bersiul Sulit dinilai Sulit dinilai

Memperlihatkan gigi Sulit dinilai Sulit dinilai

Sensasi lidah 2/3 depan Sulit dinilai Sulit dinilai

Hiperakusis Tidak ada Tidak ada

22

N. VIII (Vestibularis)
Kanan Kiri

Suara berbisik Sulit dinilai Sulit dinilai

Detik arloji Sulit dinilai Sulit dinilai

Rinne tes Tidak dilakukan

Weber tes Tidak dilakukan

Schwabach tes - Pendular

- Memanjang - Vertikal

- Memendek - Siklikal
Tidak dilakukan idak ada tidak ada

Nistagmus

Pengaruh posisi kepala Tidak ada Tidak ada

N. IX (Glossopharyngeus)

Kanan Kiri

Sensasi lidah 1/3 belakang Sulit dinilai Sulit dinilai

Refleks muntah (Gag Rx) Sulit dinilai Sulit dinilai

N. X (Vagus)

Kanan Kiri

Arkus faring Sulit dinilai


Uvula Sulit dinilai

Menelan Sulit dinilai Sulit dinilai

Artikulasi Sulit dinilai Sulit dinilai

Suara Baik Baik

Nadi Reguler Regular

23
N. XI (Asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan Sulit dinilai Sulit dinilai
Menoleh ke kiri Sulit dinilai Sulit dinilai
Mengangkat bahu kanan Sulit dinilai Sulit dinilai
Mengangkat bahu kiri Sulit dinilai Sulit dinilai
N. XII (Hipoglosus)
Kedudukan lidah didalam
Sulit dinilai
Kedudukan lidah dijulurkan
Sulit dinilai
Tremor Sulit dinilai Sulit dinilai Fasikulasi Sulit dinilai Sulit dinilai Atrofi Sulit dinilai Sulit
dinilai Pemeriksaan Koordinasi dan Keseimbangan : Keseimbangan Tidak dilakukan
Romberg test Tidak dilakukan Romberg test dipertajam Tidak dilakukan Stepping gait
Tidak dilakukan Tandem gait Tidak dilakukan Koordinasi Jari-jari Tidak dilakukan
Hidung-jari Tidak dilakukan Pronasi-supinasi Tidak dilakukan Tes tumit lutut Tidak
dilakukan Rebound phenomen Tidak dilakukan
4. Pemeriksaan Fungsi Motorik : A. Badan Respirasi Spontan Spontan
Duduk - - B. Berdiri dan
berjalan
Gerakan spontan Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
Tremor (-) (-) Atetosis (-) (-) Mioklonik (-) (-) Khorea (-) (-)
24
Ekstremitas Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri Gerakan Aktif Aktif (-) (-) Kekuatan 222 444 222 444 Trofi Eutrofi
Eutrofi Hipotrofi Eutrofi Tonus Hipertonus Hipertonus Hipertonus Hipertonus
5. Pemeriksaan Sensibilitas: Sensibilitas Taktil Sulit dinilai Sensibilitas nyeri Sulit dinilai
Sensibilitas termis Sulit dinilai Sensibilitas sendi dan posisi Sulit dinilai Sensibilitas
Getar Sulit dinilai Sensibilitas Kortikal Sulit dinilai Stereognosis Sulit dinilai Pengenalan
2 tiitik Sulit dinilai Pengenalan rabaan Sulit dinilai
• Tanda Laseque :
• Tanda Kontra Laseque
• Tanda Patrick dan Kontra Patrick
Sulit dinilai
6. Sistem refleks 1.Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri Kornea (+) (+) Biseps (+++) (++)
Laring Tidak di
nilai
Tidak di nilai
APR (+++) (++)
Masseter (+) (+) KPR (+++) (++) Dinding Perut
• Atas
• Tengah
• Bawah
(+) (+) (+)
(+) (+) (+)
Bulbokavernosus Cremaster Sfingter
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
2. Patologis Lengan (-) (-) Tungkai Hoffman- Tromner
(-) (-) Babinski (+) (-)
Chaddoks (-) (-) Openheim (-) (-) Gordon (-) (-) Schaefer (-) (-) Klonus paha (-) (-)
Klonus kaki (-) (-)
25

7. Fungsi otonom

• Miksi : tidak bisa menahan

• Defekasi : bisa menahan

• Sekresi keringat : baik


• Fungsi
intelek
8. Fungsi Luhur tidak dilakukan
• Reaksi emosi
Kesadaran
Tanda Demensia
• Reaksi bicara
• Refleks glabela
• Refleks snout
• Refleks mengisap Laboratorium ​- Hb : 12,9 g/dl
• Refleks memegang
• Refleks
palmomental

2.4 Pemeriksaan Penunjang

- Leukosit : 10.720 /μl

- Hematokrit : 38 %

- Trombosit : 334.000/ μl

Kesan: Leukositosis

Kimia klinik

• Ureum Darah : 52 mg/dl

• Kreatinin Darah: 1,2 mg/dl

• Gula darah sewaktu : 124

• Ca : 9,2 mg/dl

• Na : 142 Mmol/L

• K : 4,0 Mmol/L

Kesan: ureum meningkat

26

Pemeriksaan Radiologi:

Rontgen Thorax
Brain CT Scan

2.5 Diagnosa Kerja

▪ ​Diagnosa Klinis : ​Penurunan kesadaran + hemiparese dextra

rest hemiparese sinistra + parese nervus VII dextra tipe


sentral
▪ ​Diagnosa Topik : ​Talamus sinistra + kapsula interna

27

▪ ​Diagnosa Etiologi : ​Perdarahan intraserebral

▪ ​Diagnosis Sekunder : ​hipertensi emergency, bronkopneumonia

2.6 Terapi

Umum : - Istirahat total, elevasi kepala 30o

- Oksigen 4L/menit via nasal kanul

- IVFD Asering 12 jam/kolf

- NGT → Diet MC RG II 1700 Kkal

- Kateter → balance cairan

Khusus :

- Drip nicardipin dalam 50 cc NaCl 0,9%, kecepatan awal 9cc/jam, titrasi

sesuai tekanan darah

- Asam traneksamat 6 x 1 Inj

- Ranitidine 2 x 50 mg

- Ceftriaxon 1 x 2 gr IV

- Asetazolamid 4 x 250 mg

2.7 Prognosis
• Quo ad vitam : dubia

• Quo ad functionam : dubia ad malam

• Quo ad sanationam : dubia ad malam

28

Follow Up

Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi

10–10–2018 S : penurunan kesadaran GCS 11 E3M6V5


(+)
TIK (-), TRM (-)
Mual muntah tidak ada
Pupil isokor Ø 3mm/3mm, RC +/+
Demam ada
Motorik : hemiparese dextra
O : KU: Tampak sakit berat
A : PIS + PIV OH-13
Kes : somnolen
Hipertensi grade II
TD : 140/80 mmHg
CAP
N : 90 X/i • Elevasi kepala 30o

RR : 18 X/I • O2 4 L/menit

T : 37,6 0​​ C • IVFD NaCl 0,9% 12

SI : SN bronkovesikular, Rh +/+, Wh -/- jam/kolf

SN : • Diet MC RG II 1700
kkal (via NGT)

• Asam tranexamat 6 x 1

gr

• Ranitidin 2 x 50 mg

• Ceftriaxon 2 x 1 gr

• Asetazolamid 4 x 250

mg

• KSR 2 x 600 mg

• Amlodipin 1 x 10 mg

• Candesartan 1 x 16 mg

• Levofloxasin 1 x 750

mg 29

BAB 3

DISKUSI

Telah diperiksa seorang pasien perempuan umur 63 tahun yang


dirawat di

bangsal neurologi RS Dr. M Djamil Padang, dengan diagnosis klinis


Penurunan

kesadaran + Hemiparese dekstra rest hemiparesis sinistra + parese N VII


sentral

dekstra tipe sentral.

Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemerikssan


fisik.

Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien mengalami penurunan kesadaran


tiba-

tiba saat pasien tidur, pasien tampak banyak tidur tapi masih menyahut dan
membuka mata saat dipanggil keluarga, riwayat sakit kepala sebelum
keluhan ada,

terdapat kelemahan pada ke empat anggota gerak menyebabkan pasien


tidak bisa

berdiri. Dari pemeriksaan fisik didapatkan GCS 12 dengan tekanan darah


190/100

mmHg. Dari pemeriksaan neurologi didapatkan plika nasolabialis kiri


menghilang

dan mulut mencong ke arah kanan. Ini menunjukkan parese N VII tipe sentral

dekstra. Dari pemeriksaan motorik didapatkan kelemahan anggota gerak


dextra

lebih berat dibandingkan dengan anggota gerak sinistra. Tidak ada tanda
rangsang

meningeal, tidak terdapat tanda peningkatan intrakranial. Berdasarkan skor


gajah

mada dipenuhi 2 dari kriteria yaitu penurunan kesadaran dan refleks babinski

positif. Berdasarkan skor sisiraj didapatkan skor 2,5 memenuhi kriteria untuk

stroke hemoragik.

Terdapat riwayat stroke 1 x satu tahun yang lalu, lemah anggota gerak
kiri,

kondisi terakhir berjalan dengan menyeret kaki kiri, kontrol tidak teratur.
Terdapat

riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang lalu dengan tekanan diastolik tertinggi

adalah 160 mmHg, kontrol tidak teratur. Faktor risiko pada pasien ini adalah

hipertensi, dimana hipertensi yang berlangsung kronik akan menyebabkan


proses

degeneratif dan dapat menimbulkan aneurisma-aneurisma yang dapat


berkembang
di arteri cerebri, sehingga ketika terjadi peningkatan tekanan darah secara
tiba-tiba

dapat menyebabkan pecahnya aneurisma tersebut dan terjadi stroke


hemoragik.

Tatalaksana pada pasien ini meliputi tatalaksana umum yaitu elevasi

kepala 30o, oksigen 4 L/menit, IVFD asering 12 jam/kolf, kateter balance


cairan

30

dan diet MC regimen II 1700 kkal. Tatalaksana khusus adalah koreksi


tekanan

darah, tekanan darah pasien adalah 190/100 dengan MAP 130 memenuhi
kriteria

untuk koreksi tekanan darah dengan target tekanan darah diturunkan 20%
dalam

24 jam pertama. Koreksi tekanan darah menggunakan nicardipin dalam 50 cc

NaCl 0,9%, kecepatan awal 9cc/jam, titrasi sesuai tekanan darah.


Selanjutnya

koreksi koagulopati dengan memberikan asam traneksamat 6 x 1 gr selama 2

minggu. Selanjutnya diberikan ranitidin inj 2 x 50 mg dan ceftriaxon 1 x 2 gr


IV

sebagai tatalaksana
bronkpneumonia.

.
31

DAFTAR PUSTAKA

1. Kumar R, Pitchal ADP, Mudali S. Diagnostic accuracy of magnetic


resonance

imaging in characterizing intracranial space occupying lession.


International

Journal of Scientific Study. 2016; 70-72.


2. Dawoud MA, Arabawy RA, Eldeinb AIM, Darwish NA. Intracranial solid

occupying lession. Tanta Medical Journal.


2016.

3. Perides G, Julian K. Molecular markers of metastatic disease. Dalam:


Black

PM, Loeffler JS. Cancer of the nervous sysem. Philadelphia: Lippcott


Williams

& wilkins. 2005;849-854.

4. Harsono. Tumor otak. Dalam: buku ajar neurologi klinis. Gajah Mada

University Press. 2005.

5. Price, Sylvia A. 2005. ​Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.​

Jakarta. EGC. Halaman


1167.

6. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis. Dian Rakyat. 2008;


391-402.

7. Amidei C, Khasner DS. Clinical implications of motor deficits related to


brain

tumors.Oxford University Press on behalf of the Society for


Neuro-Oncology.

2015; 2(4): 179 – 184.


32

Anda mungkin juga menyukai