Anda di halaman 1dari 13

Nama : Hary Anwar Laksono

NPM : 1806193924
Kelas : Obat Gangguan Karciovaskular-B

Stroke
Seorang kakek berumur 72 tahun dilarikan ke IGD karena mengalami kesulitan berbicara
dan kelemahan pada bagian kanan tubuh. Sebelumnya, Kakek tersebut merasa lemas dan jatuh
saat berada di kamar mandi. Dia kesulitan dalam berbicara dan menggerakan kaki dan tangan
bagian kanan. Hasil CT scan tidak menunjukkan adanya hemoragik. Tekanan darah 160/90
mmHg. Pengukuran nilai platelet, kadar glukosa, dan waktu prothrombin normal.

Pertanyaan :
1. Apakah yang dimaksud stroke? Kondisi patologis seperti apa yang dialami pasien di
atas dan bagaimana hal itu bisa terjadi?
Stroke adalah cedera vaskular akut pada otak dimana terjadi suatu cedera mendadak dan
berat pada pembuluh-pembuluh darah otak. Cedera dapat disebabkan oleh sumbatan bekuan
darah, penyempitan pembuluh darah, atau pecahnya pembuluh darah. Stroke adalah kondisi
medis serius yang mengancam jiwa yang terjadi ketika suplai darah ke bagian otak terputus.
Stroke dapat disebabkan oleh gumpalan yang menghalangi aliran darah ke otak (stroke
iskemik, 88%) atau oleh pembuluh darah yang pecah dan mencegah aliran darah ke otak
(stroke hemoragik, 12%). Penyumbatan darah menyebabkan otak tidak mendapatkan asupan
oksigen dan nutrisi, sehingga sel-sel pada sebagian area otak akan mati. Kondisi ini
menyebabkan bagian tubuh yang dikendalikan oleh area otak yang rusak tidak dapat
berfungsi dengan baik, seperti kesulitan berbicara, lumpuh, dan hilang kesseimbangan.
Tingkat keparahan stroke seseorang bergantung pada bagaimana stroke itu terjadi di otak dan
seberapa banyak bagian otak tersebut yang rusak.
Sumber : https://www.heartandstroke.ca/stroke/what-is-stroke
Kondisi pasien :
 Kesulitan dalam berbicara dan menggerakan kaki dan tangan bagian kanan, pasien
diduga mengalami stroke
 Hasil CT scan tidak menunjukkan adanya hemoragik, sehingga pasien diduga
mengalami stroke iskemik
 Tekanan darah 160/90 mmHg, mengalami tekanan darah tinggi yang dapat
meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis
 Nilai platelet dan waktu prothrombin normal, tidak terdapat clot darah pada peredaran
darah
 Kadar glukosa normal, menunjukkan bahwa pasien tidak diabetes
 Berdasarkan hal tersebut, pasien diduga mengalami penyumbatan darah diotak akibat
terjadinya pembentukan trombus lokal atau fenomena emboli, yang mengakibatkan
oklusi arteri serebral

2. Jelaskan klasifikasi dan patofisiologis dari stroke?


Sumber : Wells BG, Dipiro JT, Dipiro CV, Schwinghammer TL. Pharmacotherapy
Handbook. Vol. 7. 2009.

Klasifikasi Stroke :
a. Stroke Iskemik
Stroke iskemik disebabkan oleh pembentukan trombus lokal atau oleh fenomena emboli,
yang mengakibatkan oklusi arteri serebral.
 Stroke trombotik, terjadi ketika gumpalan darah (trombus) terbentuk di salah satu
arteri yang memasok darah ke otak Anda. Gumpalan dapat disebabkan oleh timbunan
lemak (plak) yang menumpuk di arteri dan menyebabkan berkurangnya aliran darah
(aterosklerosis) atau kondisi arteri lainnya.
 Stroke emboli, terjadi ketika gumpalan darah atau puing-puing lain terbentuk dari
otak Anda - biasanya di jantung Anda - dan tersapu melalui aliran darah Anda untuk
dimasukkan ke dalam arteri otak yang lebih sempit. Jenis bekuan darah ini disebut
embolus.
b. Stroke Hemoragik
Stroke ini terjadi ketika pembuluh darah di otak bocor atau pecah. Pendarahan otak dapat
disebabkan oleh banyak kondisi yang memengaruhi pembuluh darah, antara lain :
 Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol (hipertensi)
 Perawatan dengan antikoagulan (pengencer darah)
 Aneurisma
Jenis-jenis stroke hemoragik meliputi:
 Perdarahan intraserebral. Dalam perdarahan intraserebral, pembuluh darah di otak
pecah dan masuk ke jaringan otak sekitarnya, merusak sel-sel otak. Sel-sel otak di
luar kebocoran dirampas darah dan juga rusak.
 Hematoma subdural paling sering disebabkan oleh trauma. Kehadiran darah di
parenkim otak menyebabkan kerusakan jaringan di sekitarnya melalui efek massa dan
neurotoksisitas komponen darah dan produk degradasinya. Kompresi jaringan di
sekitar hematoma dapat menyebabkan iskemia sekunder. Sebagian besar kematian
dini stroke hemoragik disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial yang dapat
menyebabkan herniasi dan kematian.
 Perdarahan subaraknoid. Dalam perdarahan subaraknoid, arteri di atau dekat
permukaan otak pecah dan masuk ke ruang antara permukaan otak dan tengkorak.
Pendarahan ini sering ditandai dengan sakit kepala mendadak dan parah. Perdarahan
subarakhnoid umumnya disebabkan oleh pecahnya aneurisma. Setelah pendarahan,
pembuluh darah di otak dapat melebar dan menyempit tak menentu (vasospasme),
menyebabkan kerusakan sel otak dengan semakin membatasi aliran darah

3. Jelaskan faktor-faktor resiko yang terlibat pada kondisi stroke?


Sumber : Wells BG, Dipiro JT, Dipiro CV, Schwinghammer TL. Pharmacotherapy
Handbook. Vol. 7. 2009.
a. Kelompok pertama ditentukan secara genetik atau berhubungan dengan fungsi tubuh
yang normal sehingga tidak dapat dimodifikasi. Yang termasuk kelompok ini adalah usia,
jenis kelamin, ras, riwayat stroke dalam keluarga dan serangan Transient Ischemic Attack
atau stroke sebelumnya.
b. Kelompok yang kedua merupakan akibat dari gaya hidup seseorang dan dapat
dimodifikasi. Faktor risiko utama yang termasuk kelompok kedua adalah hipertensi,
diabetes mellitus, merokok, hiperlipidemia dan intoksikasi alkohol.

4. Pemeriksaan apa saja yang perlu dilakukan untuk menilai kondisi stroke?
a. Melihat gejala utama stroke yang mudah terlihat
1. Face (wajah). Wajah akan terlihat menurun pada satu sisi dan tidak mampu
tersenyum karena mulut atau mata terkulai.
2. Arms (lengan). Orang dengan gejala stroke tidak mampu mengangkat salah satu
lengannya karena terasa lemas atau mati rasa. Tidak hanya lengan, tungkai yang satu
sisi dengan lengan tersebut juga mengalami kelemahan.
3. Speech (cara bicara). Ucapan tidak jelas, kacau, atau bahkan tidak mampu berbicara
sama sekali meskipun penderita terlihat sadar.
b. Pemeriksaan laboratorium
Tes untuk keadaan hiperkoagulasi (defisiensi protein C, antibodi antiphospholipid) harus
dilakukan hanya ketika penyebab stroke tidak dapat ditentukan berdasarkan adanya faktor
risiko stroke yang terkenal. Protein C, protein S, dan antitrombin III paling baik diukur
dalam "steady state", bukan pada tahap akut. Antiphospholipid antibodi yang diukur
dengan antibodi anticardiolipin, β 2-glikoprotein I, dan lupus anticoagulant screen adalah
hasil yang lebih tinggi daripada protein C, protein S, dan antithrombin III tetapi harus
disediakan untuk pasien yang masih muda (<50 tahun), telah memiliki beberapa kejadian
trombotik vena / arteri, atau mengalami retikularis (ruam kulit).
c. Pemeriksaan Lainnya
1. CT scan kepala akan menunjukkan area hyperintensity (putih) di area hemorrhage
dan akan normal atau hypointense (gelap) di area infark. CT scan bisa memakan
waktu 24 jam (dan jarang lagi) untuk mengungkapkan area infark.
2. MRI kepala akan mengungkapkan area iskemia dengan resolusi lebih tinggi dan lebih
awal dari CT scan. Pencitraan difusi-weighted (DWI) akan mengungkapkan infark
yang berkembang dalam beberapa menit.
3. Studi Carotid Doppler (CD) akan menentukan apakah pasien memiliki tingkat
stenosis tinggi dalam arteri karotid yang memasok darah ke otak (penyakit
ekstrakranial).
4. Elektrokardiogram (EKG) akan menentukan apakah pasien memiliki fibrilasi atrium,
faktor etiologi kuat untuk stroke.
5. Transthoracic echocardiography (TTE) akan menentukan apakah kelainan katup atau
kelainan dinding-gerak adalah sumber emboli ke otak. “Tes gelembung” dapat
dilakukan untuk mencari shunt intraatrial yang menunjukkan defek septum atrium
atau foramen ovale paten.
6. Transesophageal echocardiography (TEE) adalah tes yang lebih sensitif untuk
trombus di atrium kiri. Ini efektif dalam memeriksa lengkungan aorta untuk ateroma,
sumber emboli yang potensial.
7. Transcranial Doppler (TCD) akan menentukan apakah pasien cenderung memiliki
stenosis intrakranial (misalnya, stenosis arteri serebral tengah).

5. Agen terapi apa saja yang dapat digunakan untuk stroke sesuai dengan kondisi
patofisiologisnya? (Jelaskan mekanisme kerja, indikasi pengobatan, lengkap hingga
contoh obatnya!)
Iskemik :

Sumber : Neal, Michael. (2012). Medical Pharmacology at a Glance Seventh Edition.


London : Willey-Blackwell
a. Alteplase (t-PA)
 Alteplase adalah enzim serin-protease dari sel endotel pembulih darah yang dibentuk
dengan teknik rekombinan DNA.
 Alteplase bekerja sebagai fibrinolitik dengan cara mengikat pada fibrin dan
mengaktivasi plasminogen jaringan. Plasmin yang terbentuk kemudian mendegradasi
fibrin sehingga melarutkan thrombus.
b. Antiplatelet
 Penggunaan antiplatelet adalah untuk melancarkan aliran darah, menghindari
terjadinya komplikasi, memelihara agar tekanan darah normal.
 Pemberian antiplatelet bertujuan untuk mencegah terbentuknya platelet jika suatu saat
plak yang ada di pembluh darah pecah dan mencegah terbentuknya platelet langsung
di dalam darah selain dari plak.
 Memperbaiki aliran darah dengan mencegah terjadinya klot (penggumpalan darah)
kembali.
 Inhibitor platelet merupakan pilhan utama dalam penanganan stroke iskemik.
Inhibitor platelet mencegah terbentuknya thrombus karena penggumpalan trombosit
darah.
 Contoh: asam asetil salisilat (asetosal), aspirin, tiklopidin, pentoksiflin, clorpidogrel,
kombinasi asetosal dengan dipiridamol, dan cilostazol.
c. Antikoagualan
 Antikoagulan digunakan untuk mencegah perluasan thrombus yang menyebabkan
bertambhanya deficit neurologic dan untuk mencegah kambuhnya episode gangguang
serebrovaskular
 Contoh : Warfarin. Warfarin meruapkan pengobatan paling efektif untuk pencegahan
stroke pada pasien dengan fibrilasi atrium.
d. Thrombolytic agent
 Penggunan trombolisis pada 3 jam pertama serangan diharapkan menunjukkan
“excellent outcome” yaitu minimal disability dalam skala neurologi.
e. Statin
 Golongan statin dapat menurunkan risiko stroke sebesar 30% pada pasien dengan
penyakit jantung coroner dan dyslipidemia.
 Menghambat kerja dari enzim HMG-CoA reduktase sehingga menurunkan kadar
LDL dalam tubuh karena pembentukkan kolesterol dihambat
f. Reseptor Angiotensi II Inhibitor
 Menurunkan BP dan mencegah terjadinya penyakit kardiovaskular
 Contoh : Losartan dan metoprolol
Hemoragik
a. Hemostatic agents, untuk mengurangi pertumbuhan dari hematoma.
Contoh: faktor VII
b. Calcium channel blocker (CCB), untuk mengurangi angka kejadian dan keparahan
neurologis.
Contoh: nimodipine

6. Jelaskan managemen terapi stroke!


a. Terapi akut stroke sistemik
 Terapi umum: mengatasi demam->kompres, pemberian antipiretik; pengontrolan
nutrisi, kadar gula darah; nyeri kepala; tekanan darah.
 Terapi khusus: Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti
aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA
(recombinant tissue Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen neuroproteksi,
yaitu sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia).
b. Terapi akut stroke hemoragik
 Terapi umum: Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma
>30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis
cenderung memburuk . Dilakukan penurunan tekanan darah. Penatalaksanaan umum
sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung diatasi dengan antagonis H2
parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa proton; komplikasi saluran napas dicegah
dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum luas.
 Terapi khusus:
o Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah
mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya
kian memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus
akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan
perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan
ancaman hernias.
o Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium (nimodipin)
atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika
penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous
malformation, AVM)

7. Hal-hal apa saja yang harus diperhatikan pada agen terapi yang digunakan untuk
stroke?
Hal-hal yang harus diperhatikan pada agen terapi yang digunakan untuk stroke adalah
memberikan pengobatan sesuai dengan gejala dan hasil pemeriksaan, dosis obat, dan efek
samping.

Sumber : Wells BG, Dipiro JT, Dipiro CV, Schwinghammer TL. Pharmacotherapy
Handbook. Vol. 7. 2009.
Sumber : https://www.americannursetoday.com/secondary-prevention-of-stroke/

8. Pada kasus di atas, terapi seperti apa yang sesuai untuk kondisi pasien tersebut?
Terapi yang sesuai untuk kondisi pasien tersebut adalah dengan mnggunakan obat, antara
lain:
 Aspirin, berperan sebagai penghambat COX-1, dengan terhambatnya COX-1 maka akan
menghambat sintesis prostaglandin, prostasiklin, dan tromboksan, sehingga dapat
mencegah agregasi platelet sehingga menghambat terjadinya trombosis. Trombosis
adalah proses koagulasi/penggumpalan darah di dalam pembuluh darah
 Tiklopidin dan Clopidogrel berperan sebagai antagonis ADP, yaitu antagonis kompetitif
reseptor ADP. ADP dilepaskan oleh trombosit yang aktif ke membran trombosit lain
yang kemudian akan mengaktifkan enzim fosfolipase yang pada akhirnya terbentuklah
tromboksan yang berperan dalam agregasi trombosit
 Abxicimab, eptifibatide, dan trifiban dan lamifiban berperan sebagai antagonis kompetitif
reseptor GPIIb/IIIa. Reseptor ini berperan dalam pembentukkan tromboksan.
Referensi

1. Katzung B.G., Masters S.B., Trevor A.J., (2012). Basic & clinical pharmacology. 12th
ed. New York: McGraw-Hill Companies.
2. Cara Rosenbloom. What is ultra-processed food? | Heart and Stroke Foundation
[Internet]. [cited 2020 Apr 29]. Available from:
https://www.heartandstroke.ca/stroke/what-is-stroke
3. Neal, Michael. Medical Pharmacology at a Glance Seventh Edition. London : Willey-
Blackwell. 2012. Pp. 44
4. Shinohara Y. Secondary prevention of stroke. No to shinkei Brain nerve [Internet]. 2004
[cited 2020 Apr 29];56(11):933–9. Available from:
https://www.myamericannurse.com/secondary-prevention-of-stroke/
5. Wells BG, Dipiro JT, Dipiro CV, Schwinghammer TL. Pharmacotherapy Handbook.
Vol. 7. 2009. Pp. 374, 376, 374, 377, 381
6. Whalen, K. (2015). Lippincott Illustrated Reviews: Pharmacology 6th Edition.
Philadelphia: Wolters Kluwer.

Anda mungkin juga menyukai