Anda di halaman 1dari 11

Nama : Hary Anwar Laksono

NPM : 1806193924
Kelas : Obat Gangguan Kardiovaskuler-B

Aritmia

Seorang pasien wanita, berumur 60 tahun mengalami palpitasi dan dyspnea. Hasil pemeriksan
EKG menunjukkan laju ventrikular 200 kali/menit, adanya kompleks QRS (0,15 s) sama dan
depolarisasi yang berulang, serta berlangsung selama 20 detik.

Pertanyaan
1. Jelaskan kondisi yang dialami pasien di atas dan diagnosis apa yang dapat
menggambarkan kondisi pasien di atas!
Pasien tersebut mengalami palpitasi dan dyspnea yang merupakan gejala aritmia. Aritmia
merupakan kondisi dimana jantung menunjukan ritme jantung yang tidak normal.
Ketidaknormalan tersebut dapat berupa ritme jantung yang dipercepat (takikardia), ritme
jantung yang diperlambat (bradikardia), dan ritme tidak teratur (fibrilasi). Pasien tersebut
menunjukan laju ventrikular 200 kali/menit yang mengindikasikan takikardia (ritme jantung
>100 kali/menit), sedangkan kompleks QRS yang berada diatas normal (normal = 0,06-0,10
detik). Keadaan tersebut merujuk pada takikardia ventrikel.
2. Apakah kemungkinan faktor-faktor penyebab dari aritmia?
a. Penyebab aritmia jantung biasanya merupakan satu atau gabungan dari kelainan dalam
sistem ritme jantung, seperti berikut ini.
 Irama picu jantung abnormal
 Pergeseran picu jantung dari nodus sinus ke tempat lain di jantung
 Blok di beberapa tempat berbeda pada daerah penyebaran impuls di jantung
 Jalur penjalaran impuls abnormal di jantung
 Pembentukan impuls palsu spontan pada hampir semua bagian jantung
b. Faktor Risiko
 Ketidakseimbangan kadar elektrolit dalam darah. Kadar elektrolit seperti kalium,
natrium, kalsium, dan magnesium mampu mengganggu konduksi impuls listrik di
jantung, sehingga meningkatkan risiko terjadinya aritmia
 Penggunaan narkoba. Penggunaan obat-obatan terlarang seperti amfetamin dan
kokain dapat memengaruhi kinerja jantung secara langsung sehingga meningkatkan
risiko untuk terjadinya fibrilasi ventrikel dan jenis-jenis aritmia yang lain.
 Efek samping obat-obatan. Sebagai contoh obat anti alergi seperti diphenhydramine,
obat flu seperti pseudoephedrine, obat asma seperti theophylline, obat anti malaria
chloroquine, bahkan beberapa obat anti aritmia pun bisa memperparah keadaan
aritmia seperti propanolol, amiodaron, digoxin. 
 Terlalu banyak mengonsumsi alkohol. Konsumsi alkohol dalam jumlah yang
berlebihan mampu memengaruhi impuls listrik jantung sehingga meningatkan risiko
terjadinya fibrilasi atrium
 Terlalu banyak mengonsumsi kafein maupun nikotin (merokok). Kafein dan nikotin
menyebabkan jantung berdetak lebih cepat dari normal, dan dapat berkontribusi
terjadap terjadinya aritmia.
 Gangguan kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid yang terlalu aktif atau kurang aktif mampu
meningkatkan risiko terjadinya aritmia.
 Sleep apnea obstruktif. Kelainan ini, di mana pernapasan menjadi terganggu pada saat
tidur, dapat meningkatkan risiko bradikardia, fibrilasi atrium, serta jenis aritmia yang
lainnya.
 Diabetes. Selain meningatkan risiko aritmia, diabetes yang tidak terkontrol juga
mampu meningkatkan risiko penyakit jantung koroner dan tekanan darah tinggi.
 Hipertensi atau tekanan darah tinggi. Hipertensi akan menyebabkan dinding bilik kiri
jantung menebal dan menjadi kaku, sehingga aliran listrik jantung akan terganggu.
 Penyakit jantung koroner, gangguan lain pada jantung, atau riwayat operasi jantung
 Penyempitan pembuluh darah arteri jantung, serangan jantung, kelainan pada katup
jantung, gagal jantung, dan kerusakan jantung lainnya merupakan faktor risiko dari
hampir segala jenis aritmia.
 Stress merupakan salah satu penyebab aritmia jantung. Stress mempengaruhi
keseimbangan saraf autonom yang merupakan pemicu mayor untuk ventrikular
takiaritmia
 Coronary Artery Disease menghasilkan iskemi atapun infark yang mengakibatkan sel
jantung kekurangan oksigen. Hal ini menyebabkan mereka depolarisasi yang
menyebabkan berubahnya formasi impuls dan/atau berubahnya kondusi impuls.
Perubahan konduksi impuls mampu menyebabkan aritmia pada jantung.

3. Jelaskan klasifikasi dari aritmia!


a. Berdasarkan frekuensi jantung :
 Bradikardia (frekuensi < 60 kali/menit). Bradikardia dapat terdiri dari :
o Sinus bradikardia
o Sinus berhenti
o Sindrom sinus sakit
o Sindrom bradycardia-tachycardia
o Blok konduksi atrio-ventrikel (AV)
o Kelainan konduksi intraventrikular
 Takikardia (frekuensi >100 kali/menit). Takikardia dapat terdiri dari :
o Tachyarrhythmias supraventricular
o Takikardia atrium
o Fibrilasi atrium (AF)
o V takiaritmia entrikular
o Ekstrasistol ventrikel
o Ventricular tachycardia (VT)
o Fibrilasi ventrikel (VF)
o Kematian jantung mendadak
b. Berdasarkan lokasinya :
 Aritmia supraventrikular, terjadi di atrium (bilik atas jantung) berasal dari
supraventrikular (di atas ventrikel). Jenis aritmia supraventrikular meliputi:
o Fibrilasi atrium. Ini adalah salah satu jenis aritmia yang paling umum. Jantung
dapat berdetak lebih dari 400 denyut per menit.
o Atrial flutter. Atrial flutter dapat menyebabkan ruang atas berdetak 250
hingga 350 kali per menit. Sinyal yang memberitahu ruang atas untuk
berdetak mungkin terganggu ketika bertemu jaringan yang rusak, seperti
bekas luka. Sinyal mungkin menemukan jalur alternatif, membuat loop yang
menyebabkan ruang atas berdetak berulang kali. Seperti halnya fibrilasi
atrium, beberapa tetapi tidak semua sinyal ini bergerak ke ruang bawah.
Akibatnya, bilik atas dan bilik bawah berdetak pada tingkat yang berbeda.
o Takikardia supraventrikular paroksismal (PSVT). Dalam PSVT, sinyal listrik
yang dimulai di ruang atas dan perjalanan ke ruang bawah menyebabkan
detak jantung tambahan. Aritmia ini dimulai dan berakhir tiba-tiba. Itu bisa
terjadi selama aktivitas fisik yang kuat. Biasanya tidak berbahaya dan
cenderung terjadi pada orang muda.
 Aritmia ventrikel, ketika berasal dari ventrikel.
Contoh aritmia ventrikel, antara lain :
o Takikardia ventrikel adalah denyut ventrikel yang cepat dan teratur, yang dapat
berlangsung hanya beberapa detik atau lebih lama. Beberapa denyut takikardia
ventrikel seringkali tidak menimbulkan masalah. Namun, episode yang
berlangsung lebih dari beberapa detik bisa berbahaya. Takikardia ventrikel
dapat berubah menjadi aritmia lain yang lebih serius, seperti fibrilasi ventrikel,
atau v-fib. Torsades de pointes adalah jenis aritmia yang menyebabkan pola
unik pada EKG dan sering menyebabkan v-fib.
o Fibrilasi ventrikel terjadi jika sinyal listrik yang tidak teratur membuat ventrikel
bergetar daripada memompa secara normal. Tanpa ventrikel memompa darah
ke tubuh, henti jantung mendadak dan kematian dapat terjadi dalam beberapa
menit.

4. Jelaskan patofisiologis yang dapat menggambarkan kondisi aritmia!


 Abnormal Automaticity : Node SA menunjukkan laju tercepat depolarisasi fase 4
dan, oleh karena itu, menunjukkan tingkat pelepasan yang lebih tinggi daripada yang
terjadi pada sel alat pacu jantung lainnya yang menunjukkan otomatisitas. Dengan
demikian, SA node biasanya mengatur laju kontraksi untuk miokardium. Jika situs
jantung selain dari SA node menunjukkan peningkatan otomatis, maka dapat
menimbulkan persaingan rangsangan, dan aritmia dapat muncul. Sebagian besar agen
antiaritmia menekan otomatisitas dengan memblokir baik saluran Na+ atau Ca2+ untuk
mengurangi rasio ion-ion ini ke K+. Ini mengurangi kemiringan depolarisasi fase 4
(diastolik) dan / atau meningkatkan ambang batas debit menjadi voltase yang kurang
negatif. Obat antiaritmia menyebabkan frekuensi keluarnya menurun. Efek ini lebih
jelas dalam sel dengan aktivitas alat pacu jantung ektopik daripada di sel normal.
 Abnormality Conduction : Impuls dari pusat alat pacu jantung yang lebih tinggi
biasanya dilakukan di jalur yang bercabang dua untuk mengaktifkan seluruh
permukaan ventrikel. Fenomena yang disebut reentry dapat terjadi jika blok searah
yang disebabkan oleh cedera miokard atau periode refrakter yang berkepanjangan
menghasilkan jalur konduksi abnormal. Masuk kembali adalah penyebab aritmia
yang paling umum, dan dapat terjadi pada semua tingkat sistem konduksi jantung.
Jalur hubung-pendek ini menghasilkan reexcitation otot ventrikel, menyebabkan
kontraksi prematur atau aritmia ventrikel berkelanjutan. Agen antiaritmia
mencegah masuk kembali dengan memperlambat konduksi (obat kelas I) dan/atau
meningkatkan periode refraktori (obat kelas III), sehingga mengubah blok searah
menjadi blok dua arah.

5. Sebutkan dan jelaskan target pengobatan dan obat apa saja yang dapat digunakan
sebagai agen terapi!
 Kelas I
Bloker kanal Na+ (direct membrane action)  Blok kanal Na+, pada sub unit.
Mempengaruhi aksi membran secara langsung, efek ke fase 0 (potensial aksi) dimana
terjadi reduksi laju maksimum depolarisasi. Blok pada eksitasi dengan frekuensi yg
tinggi
o Ia : blok kanal Na+ dan juga blok kanal K+  Blok konduksi, prolong periode
refraktori. Contoh : Quinidine, Disopyramide, Procainamide
o Ib : blok kanal Na+, lebih efektif pada laju yg tinggi  Blok konduksi,
menurunkan ERP purkinje. Contoh : Lidocaine, Mexiletine
o Ic : blok kanal Na+ tanpa dipengaruhi laju  blok konduksi di nodus AV, prolong
periode refraktori. Contoh : Flecainide, Encainide
 Kelas II
Antagonis βadrenoseptor  Adrenalin dapat menyebabkan aritmia melalui efeknya
thd potensial pacemaker dan influks kalsium secara lambat. Aritmia ventrikel yg
terjadi pada MI disebabkan oleh peningkatan aktivitas simpatis. Konduksi AV secara
kritikal tergantung pada aktivitas simpatis. Antagonis βadrenoseptor meningkatkan
periode refraktori dari nodus AV. Contoh obat : Propanolol
 Kelas III
Prolong repolarization/ durasi potensial aksi  Prolong potensial aksi miokardium
(prolong interval QT) dan periode refraktori. Contoh obat : Amiodarone dan Satolol.
Mekanisme belum jelas sepenuhnya:
o Terlibat dalam penghambatan kanal K+pada saat repolarisasi
o Meningkatkan influks Ca2+ selama prolong potensial aksi, sehingga menyebabkan
peningkatan fase after-depolarisation
o Interupsi reentrant takikardi
o Menekan aktivitas ektopik
 Kelas IV
Ca2+-channel blockers  Konduksi pada nodus SA dan AV diperlambat. Reduksi
fase after-depolarisation, sehingga menekan timbulnya denyut ektopik prematur.
Contoh obat: Verapamil, diltiazem

6. Jelaskan management terapi farmakologi untuk aritmia!


Manajemen terapi yang diberikan bergantung pada jenis penyakit yang dialami oleh pasien
yaitu :
7. Jelaskan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan obat antiaritmia!
 Golongan I
Efek samping umum dapat menyebabkan Tdp karena elongasi fase QT. Urutannya
dari yang paljng kuat C, A, B.
o Golongan Ia
 Quinidin sulfat atau glukonat akan dimetabolisme oleh enzim CYP 450 3A4
pada hati membentuk metabolit aktif. Efek samping chinconisma.
 Procainamida akan diasetilasi oleh sel hati membentuk NAPA, yang
memberikan efek tambahan. Efek samping hipotensi.
 Disopyramida akan dimeta oleh jari oleh CYP450 3A4 membentuk metabolit
inaktif dan dibuang leqat urin. Efek samping antikolinergik.
o Golongan Ib
 Lidokain diadmin secara intravena karwna absorbsi yang buruk. Akan dimeta
oleh CYP1A2 membentuk metabolit inaktif. Efek samping dapat
mempengaruhi CNS. Indeks terapeutik tinggi.
 Mexiteline diabsorbsi secara norma dari GIT, dimeta oleh jati dan dieljminasi
melalui rute ekskresi bilus. Efek samping dapat menyebabkan nausea,
muntah- muntah. Indeks terapeutik rendah.
o Golongan Ic
 Feplecainida dimetabolisme oleh hati kemudian di ekskresi melalui urin. Efek
samping muntah-muntah.
 Propafenon dimeta di hati dibuang lewat urin dan feses. Efek samping
bronkomonstriksi.
 Golongan II
Merupakan golongan beta blocker. Bersifat simpatolitik terhadap nodus-nodus di
jantung. Untuk pengobatan SVT dan V tach. Digunakan beta-1 untum mencegah
timbulnya berbagai efek samping.
 Metoprolol merupakan obat yang paling umum digunakan dari golongan II.
 Esmolol digunakan sebagai lini pertama pada keadaan darurat karena durasi yang
lebih cepat.
 Golongan III
Golongam ini bekerja dengan cara memperpanjang ERP dengan menginhibisi kanal
ion kalium. Digunakan untuk pengobatan SVT dan V tach. Dapat memperpanjang
interval QT, dapat meyebabkan Tdp.
 Amiodaron, obat ini memiliki t 1/2 yang panjang, selain itu dapat terdeposit pada
lemak. Absorbsi melalui oral baik. Memiliki berbagai efek toksik seperti
neuropari, fibrosis, hepatotoksik sebagi efek samping, serta disfungsi tiroid.
 Dronedaron, tidak selipofil amiodaron, sehingga tidak banyak yang terseposit
pada jaringan. Efeknya tidak sekuat amiodaron, efek sampingnya berupa
kegagalan hati. Tidak menyebabkan disfungsi tiroid.
 Solatol, obat jni juga memiliki efek beta blocker selain aktivitas golongan III
 Golongan IV
Merupakan golongan CCB non-dihidropirodin, verapramil dan diltiazem. Bekerja
menghambat fase 0 pada nodus-nodus di jantung. Digunakam untuk pengobatan SVT.
Verapramil memberi efek lebih sari diltiazem. Dosis harus disesuailan pada pasien
dengan gangguan hati.

8. Setelah 6 minggu pasien mendapatkan terapi sesuai dengan kondisi yang dialami,
pasien mengeluhkan sering merasakan lelah. Pemerikasaan lanjutan menunjukkan
denyut jantung saat istirahat menjadi lebih rendah dari denyut jantung sebelumnya.
Pasien mengalami peningkatan kadar thyroid-stimulating hormone dan tiroksin
rendah dari hasil uji laboratorium. Dari kondisi di atas, obat apakah yang mungkin
sedang dikonsumsi pasien?
Dari kondisi di atas, obat yang mungkin sedang dikonsumsi pasien adalah amidarone (Kelas
III). Amiodarone memiliki tindakan pemblokiran pada beberapa saluran (K+ dan Na+) dan β-
adrenoceptor. Amiodarone sering efektif ketika obat lain gagal, tetapi penggunaan jangka
panjangnya terbatas pada pasien yang obatnya tidak efektif karena dapat menyebabkan efek
samping yang serius, termasuk kelainan tiroid berupa hipo- atau hipertiroidisme. Namun,
penggunaan dosis rendah dan pemantauan ketat mengurangi toksisitas, namun tetap
mempertahankan efek farmakologis.
Referensi
1. Brunton, L., et al. (2011). Goodman & Gilman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics
12th ed. New York: McGraw Hill.
2. Dipiro, dkk. (2009). Pharmacoterapy Handbook. 7th eddition. McGraw-Hill.
3. Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ. (2012). Basic & clinical pharmacology. 12th ed.
McGraw-Hill.
4. Neal, M. J. (2002). Medical pharmacology at a glance. Oxford: Blackwell Science.
5. Whalen, K., Finkel, R., & Panavelil, T. A. (2015). Lippincott’s Illustrated Review :
Pharmacology (Sixth edition.). Philadelphia: Wolters Kluwer.

Anda mungkin juga menyukai