Anda di halaman 1dari 32

Perdarahan intracerebral adalah tipe stroke yang disebabkan oleh perdarahan yang

disebabkan oleh perdaharahan dari jaringan otak itu sendiri.Stroke terjadi apabila jaringan
otak kekurangan oksigen kerana adanya gangguan pada suplai darah3.ICH paling senang
terjadi disebabkan oleh Hipertensi,arterivenous Malformasi (AVM)4, atau trauma kepala.
Pengobatan harus di fokuskan pada penghentian pendarahan ,membersihkan hematom dan
menurunkan tekanan pada otak

Gambar 1 : Perdarahan intraserebral (ICH) biasanya disebabkan oleh pecahnya arteri


kecil di dalam jaringan otak (kiri).Darah yang terkumpul, hematoma atau darah bekuan
menyebabkan peningkatan tekanan pada otak. Malformasi arteri (AVMs) dan tumor juga bisa
menyebabkan perdarahan ke dalam jaringan otak (kanan)3.

ETIOLOGI3

 Hipertensi 80% 9: Meningkatnya tekanan darah yang dapat menyebabkan pembuluh


darah kecil pecah di dalam otak.
 Blood thinner therapy : obat-obatan seperti coumadin, heparin, dan warfarin
digunakan untuk mengobati jantung dan kondisi stroke.
 AVM: jalinan arteri dan vena yang abnormal tanpa kapiler
 Aneurisma: tonjolan atau melemahnya dinding arteri.
 Trauma kepala : Patah tulang pada tengkorak dan luka tembus (tembak) dapat
merusak arteri dan menyebabkan perdarahan.
 Gangguan perdarahan: hemofilia, anemia sel sabit, DIC, trombositopenia.
 Tumor : Tumor yang sangat vaskular seperti angioma dan tumor metastasis dapat
menyebabkan terjadinya perdarahan ke dalam jaringan otak.
 Amyloid angiopathy 80% 9: penyakit degeneratif arteri.
 Penggunaan obat: kokain dan obat terlarang lainnya dapat menyebabkan perdarahan
intraserebral.
 Spontan: ICH oleh penyebab yang tidak diketahui.

II.5. KLASIFIKASI

1
STROKE DIKLASIFIKASIKAN SEBAGAI BERIKUT10 :
1.Bedasarkan kelainan patologis
a) Stroke hemoragik
- Perdarahan intra serebral
- Perdarahn ekstra serebral (Subarachnoid)
b) Stroke non-hemoragik (stroke iskemik,infrak otak,penyumbatan
- Stroke akibat thrombosis serebri
- Emboli serebri
- Hipoperfusi sitemik
. Berdasarkan waktu terjadinya
a) Transient Ischemic Attack (TIA)
b) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
c) Stroke in evolution (SIE)/ Progressing stroke
d) Completed stroke

3. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler

a) Sistem karotis
-motorik: himeparese kontralateral, disartria
-sensorik : Hemihipestesi kontralateral, parestesia
-Gangguan visual : Hemianopsia homonym kontralateral,amaurosis fugaks
-gangguan fungsi luhur : afasia,agnosia
b) Sistem vertebrobasiler
-motorik : hemiparese alternans, disartria
-sensorik : hemihipestesi alternans,parestesia
-Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia

PATOFISIOLOGI

Etiologi dan patofisiologi perdarahan intracerebral primer masih


kontroversi.Perdarahan intraserebral primer adalah disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah arterioles, pada kebanyakan kasus dengan hipertensi arterial.Pecahnya pembuluh darah
spontan adalah disebabkan berkurangnya elastisiti pembuluh darah dan meningkatnya
suseptibiliti. Cerebral amyloid angiopati adalah penyakit yang tersering pada orang
berusia.Perdarahan intrserebral mengambil jalan yang paling rendah resistensinya dan
menyebar sepanjang neuronal fiber.Perdarahan intrserebral yang belokasi pada suprtatentorial
menyebabkan meningkatnya tekanan intracranial jika volume lebih dari 60cc atau adanya
lebih banyak atrofi pada otak.Akhirnya meningkatkan tekanan pada jaringan dan hemostasis
akhirnya menghentikan perdarahan. Meningkatnya tekanan pada jaringan seterusnya ICH
menyebabkan bahaya Iskemik pada area tersebut dimana menyebabkan sitotoksik edema otak
dalam waktu 24 sampai 48 jam.Mekanisme ini menyebabkan peningkatan intracranial
sekunder dimana merosakkan neurologis sekunder dan memerlukan pengobatan yang lebih.1
Perdarahan terkumpul dan membeku disebut sebagai hematom,dimana akan terus
membesar dan meningkatkan tekanan pada jaringan sekitar otak.Peningkatan tekanan
intracranial menyebabkan pasien konfius dan letargi. Pada tempat perdarahan suplai darah
berkurang dan menyebabkan stroke.Sel darah yang mati melepaskan toksin dan
menambahkan lagi kerusakan jaringan di sekitar hematoma.Perdarahan intraserebral bisa
terjadi pada superfisial atau terjadi lebih dalam pada otak.Perdarahan yang dalam boleh
menyebar sampai ke ventrikel3.
Efek Patologis
2
Gambar3 : Efek patologis9
1. Efek dari space occupaying – Otak bergeser
2. Hematoma dapat menyebabkan pelebaran untuk beberapa jam pertama jika perdarahan
terus berlanjut. Dalam waktu 48 jam darah dan plasma akan mengelilingi otak dan
menyebabkan gangguan pada sawar darah otak, edema vasogenik dan sitotoksik, kerusakan
neural dan nekrosis. Resolusi hematoma terjadi dalam 4-8 minggu meninggalkan kavitas
kista8.

DIAGNOSA
Faktor Resiko (Perdarahan Intracerebral Spontan11)

Sering Jarang
Hipertensi Trombosis vena cerebral
Umur Infeksi (aneurisme mikotik,vaskulitis)
Ras Neoplasma
Pengunaan alcohol yang berlebihan Malformasi vascular
Pengunaan Tembakau Apolipoprotein E
Pengunaan obat antikoagulan/ penyakit
koagulopati
kokain
Tabel 1 : Faktor risiko ICH11

Evaluasi
Riwayat
Semua percaya Pasien dengan ICH mempunyai gejala yang berat mirip acute
ischemic stroke (AIS) dan perdarahan subarachnoid (SAH), beberapa penelitian
menunjukkan kebanyakan dari pasien memiliki gejala yang progresif dari mula. Penyelidikan
konsisten dari tahun 1990s, dimana menunjukkan perdarahan bertambah kira kira 40% dari

3
pasien dalam masa 3 jam dari onset.Permulaan gejala ICH termasuk bekurangnya kesadaran
(medekati 50%), sakit kepala (40%), muntah (40-50%) dan hipertensi (80-90%).Pasien ICH
di rekomendasi pemeriksaan neuroimaging untuk membezakan iskemik atau stroke
perdarahan11.
Gejala Klinis10
a) Onset perdarahan bersifat mendadak,terutama sewaktu melakukan aktivitas dan dapat
didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah yaitu nyeri
kepala,mual muntah,gangguan memori,bingung,perdarahan retina dan epistaksis.
b) Penurunan kesadarn yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparase dan
dapat disertai kejang fokal/umum
c) Tanda-tanda penekanan batang otak,gejala pupil unilateral,reflex pergerakan bola
mata menghialang dan deserebrasi
d) Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intracranial (TTIK), misalnya papilledema
dan perdarahan subhialoid.
Mendiagnosa dengan Cepat ICH sangat penting . Perkembangan klinis yang cepatselama
beberapa jam pertama dengan cepat dapat menyebabkan kerusakan neurologis dan
ketidakstabilan kardio - paru .Presentasi klasik dalam ICH adalah timbulnya progresif defisit
neurologis fokal selama menit ke jam dengan disertai sakit kepala, mual , muntah, penurunan
tingkat kesadaran dan peningkatan tekanan darah.Relatif ,pada stroke iskemik dan perdarahan
subarachnoid , ada biasanya lebih mendadak fokus deficits.Gejala sakit kepala dan muntah
juga diamati lebih sering pada stroke iskemik dibandingkan dengan ICH. Gejala ICHbiasanya
karena peningkatan ICP . Hal ini sering dibuktikanmelalui kehadiran triad Cushing –
hipertensi , bradikardia dan respirasi tidak teratur - dipicu oleh Cushing refleks.
Dysautonomia juga sering terjadi di ICH ,termasuk juga hiperventilasi , takipnea , bradikardia
, demam , hipertensi dan hyperglycemia12.
Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisis dicari ada tidaknya tanda-tandanya trauma, yang bisa
menyebabkan terjadinya ICH dan tanda-tanda cedera. Spesifik neurologi defisit berkolerasi
dengan lokasi ICH dan defisit mirip pada AIS berhubung juga dengan distribusi vaskular11.

Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium harus dilakukan termasuk pemeriksaam darah lengkap,
parameter koagulasi ( fibrinogen,PT,PTT,INR), serum elektrolit,pemeriksaan fungsi hepar.
Pemeriksaan lab tambahan dan diagnostik ( foto rontgen thorax dan EKG)11.

Neuroimaging

4
Gambar 4 :CT-scan adalah X-ray non-invasif untuk melihat struktur anatomi dalam otak
untuk melihat apakah ada darah di otak. Sebuah teknologi baru yang disebut CT angiography
melibatkan injeksi kontras ke dalam aliran darah untuk melihat arteri otak3.

Gambar : CT scan pada AVM


Pemeriksaan CT-scan adalah gold standard untuk permulaan neuroimaging pada
suspek ICH dan akankekal beberapa decade kedepan. CT imaging bukan sahaja memeriksaa
saiz dan lokasi pada perdarahan tetapi boleh memberitahu penyebab lain perdarahan dan
komplikasi kedua11
Angiography/ CT angiography dilakuakan secepatnya jika didapatkan gejala klinis yang
memerlukan operasi secepatnya.Untuk mengidentifikasi penyebab sekunder seperti AVM
dan aneurysma atau vaskulitis9.Pemeriksaan imaging lain seperti MRI atau cerebral
angiography diperlukan untuk mengetahui lebih lanjut perdarahan pada kasus tidak khas11.
Metode yang mudah untuk mengetahui volume hematom yang pertama kali di publisi
oleh Kothari dan kawan-kawan adalah, mereka eringkaskan rumus volume ellipsoid menjadi
ABC/2 , dimana A B dan C merupakan diameter diameter terbesar di setiap aksis ortoganal,
dengan C sebagai dasar penomoran CT slide hematom yang dilihat berdasarkan tingkat
ketebalan potongannnya.Pengukuran sangat berguna dalam perkembangan hemoragik dan
penentuan prognosis awal11.
SKOR ICH

Komponen Skor ICH


Skor GCS
3-4 2
5
5-12 1
13-15 0
Volume ICH,cm3
≥ 30 1
<30 0
IVH
Ya 1
Tidak 0
ICH yang berasal dari infratentorial
Ya 1
Tidak 2
Umur
≥ 80 1
< 80 0
Total Skor ICH 0-6

Tabel2 : Penetuan ICH13


Skor ICH adalah dikembangkan dari model regresi logistik untuk semua pasien ICH.
5 karakteristik prediktor mortalitas 30 hari (dan karena itu termasuk dalam model regresi
logistik) yang masing-masing diberi titik pada dasar kekuatan hubungan dengan hasilnya.
Jumlah Skor ICH adalah jumlah poin dari berbagai karakteristik. Tabel menunjukkan point
tertentu yang digunakan dalam menghitung Skor ICH.
Skor GCS palingsangat terkait dengan hasil, itu diberikan palingberat dalam skala.
GCS dibagi menjadi 3 subkelompok (GCS skor dari 3 sampai 4, 5 sampai 12, dan 13 sampai
15) lebih akurat mencerminkan pengaruh yang sangat kuat dari skor GCS pada hasil. Dari
catatan, di UCSF (University of California, SanFrancisco) ICH kohort, hanya 1 dari 35 pasien
dengan skor GCS menunjukkan 3- 4 selamat sampai 30 hari, dan hanya 5 dari 60 pasien
dengan skor GCS menunjukkan dari 13-15 meninggal, sedangkan 29 dari 57 pasien dengan
skor GCS dari 5-12 meninggal dalam waktu 30 hari.
Umur lebih atau lebih 80 tahun juga sangat sangat terkait dengan mortalitas 30 hari.
Karena usia di model prediksi yang pendikotomian sekitar titik potong dari 80 tahun dan
tidak terkait dengan hasil di Kelompok infratentorial pasien, hanya 1 poin ditugaskan untuk
pasien berusia lebih sama dengan 80 tahun.
IVH, infratentorial asal ICH, dan Volume ICH semua memiliki kekuatan yang relatif
sama hasil asosiasi dan karena itu ditimbang sama di Skor ICH. IVH dan infratentorial asal
ICH yang dikotomis variabel dengan poin yang ada. Volume ICH adalah pendikotomian
untuk, < 30 dan ≥ 30 cm3.Tiga puluh sentimeter kubik dipilih karena merupakan titik potong
untuk meningkat kematian di kohort UCSF ICH, mudah diingat, dan mirip dengan volume
ICH titik potong yang digunakan dalam sebelum models. Selanjutnya, tidak ada pasien
dengan ICH infratentorial di UCSF ICH kohort memiliki volume hematoma ≥ 30 cm 3. Poin
tambahan tidak ditugaskan untuk hematoma lebih besar (misalnya, >60 cm3) karena, ketika
diuji, ini tidak meningkatkan akurasi Skor ICH dan akan diwakili sama dengan skor GCS,
yang tidak dibenarkan pada dasar kekuatan asosiasi hasil dalam logistic model regresi.
Skor ICH adalah dari 0-5 dari kohort yang dari berbagai kategori. Semakin bertambah
Skor ICH semakin bertambah kematian dalam masa 30 hari.Pasien dengan Skor ICH 0
biasanya tidak ada yang mati, dan Skor ICH 5 kebanyakan semua pasien meninggal. Tingkat
kematian tiga puluh hari untuk pasien dengan Skor ICH dari 1, 2, 3, dan 4 adalah 13%, 26%,
72%, dan 97%, masing-masing. Tidak pasien di UCSF ICH kohort memiliki Skor ICH dari 6
karena tidak ada pasien dengan ICH infratentorial memiliki hematoma Volume ≥ 30 cm3.
6
Namun, mengingat bahwa tidak ada pasien dengan ICH Skor dari 5 selamat, Skor ICH dari 6
akan diharapkan untuk dikaitkan dengan risiko mortalitas yang sangat tinggi13.

Gambar5 :Lokasi perdarahan Intraserebral14

II.8. Penanganan

Step 1
Pasien harus dirawat dan distabilisasi menurut ATLS
 Pasien dengan GCS dibawah 9 dilakukan pemasangan ETT

Step 2
Riwayat Penyakit- Pertanyaan sebaiknya mencakup riwayat
trauma, riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya,
diabetes, merokok, alcohol, riwayat pengobatan (khususnya
kokain, warfarin, aspirin, antikoagulan yang lain), penyakit
hematologi, penyakit hati, neoplasma, dan infeksi, atau AVM

7
Step 3
Penilaian gejala dengan menggunakan skala ROSIER (skor >
0,90 % berpotensi untuk stroke) untuk diagnose, dan ICH
(skor yang lebih besar, hasil yang lebih jelek) dan skor FUNC
(skor yang lebih besar,berpeluang mempengaruhi kualitas
hidup) untuk prognosis.

Step 4
Tes laboratorium dilakukan untuk pemeriksaan penunjang,
menilai faktor resiko ICH dan penyebab lain yang dapat
menyebabkan ICH, pemeriksaannya meliputi darah rutin,
elektrolit, INR, PT, tes kehamilan, tes toksikologi, matrix
metalloproteinase, foto thorax dan ECG.

Step 5
Pemeriksaan Radiologi- CT-scan dan MRI merupakan pilihan
pertama untuk pemeriksaan radiologi. Dengan menggunakan
CTA “spot sign” dapat diindikasi dimana merupakan faktor
risiko terhadap perluasan hematom dan sebagai peringatan
terhadap prognosis yang jelek jika tidak segera ditangani.

Step 6
Terapi 2
 Terapi potensial untuk ICH: menghentikan atau
memperlambat perdarahan dini pada awal kejadian
setelah onset (farmakoterapi, pembedahan, coiling
endovaskular)
 Penatalaksanaan terhadap gejala,tanda,dan komplikasi
seperti peningkatan intra cranial,penurunan perfusi otak,
Tabeldan
3:terapi
Flowchart
suportifuntuk
untuk pendekatan
pasien denganstroke,
traumakhususnya
kepala perdarahan intraserebral (ICH),
dalamberat.
pengaturan perawatan akut dimulai dengan riwayat, pemeriksaan laboratorium,
pencitraan diagnostic dan pengobatan akut12.

Komponen Poin
Volume ICH (m3)
<30 4
30-60 2
>60 0
Umur (thn)
<70 2
70-79 1
>80 0
Lokasi ICH
Lobus 2
Perdarahan yang lebih dalam 1
Infra tentorial 0
Skor GCS
≥9 2
8
≤8 0
Gangguan kognitif pre-ICH
Ada 1
Tidak ada 0

Tabel 4 :The FUNC (Functional outcome risk stratification)skor menilai pasien untuk risiko
gangguan fungsional pada 90 hari pasca-stroke. Skor berkisar 0-11 berdasarkan pada volume
ICH, usia, lokasi ICH, skor GCS, dan pra-ICH gangguan kognitif. Sebuah skor yang lebih
besar dikaitkan dengan kesempatan lebih besar untuk kemandirian fungsional, yang
didefinisikan sebagai GCS > 4, pada 90 hari12.
Komponen Poin
Kelemahan wajah asimetris 1
Kelemahan lengan asimetris 1
Gangguan bicara 1
Gangguan lapangan pandang 1
Kejang -1
Hilang kesadaran -1

Tabel 5 : Rosier Skala adalah alat penilaian stroke yang cepatyang menggunakan tanda-tanda
klinis untuk membantu menyingkirkan mimik stroke. Itu berkisar skala dari -2 ke +5 poin,
dengan skor pasien lebih besar dari 0 menjadi cenderung memiliki stroke.12

Penanganan

1. Non operatif
2. Operatif

Non Operatif

Tanda-tanda vital pasien harus segera distabilkan menurut ATLS guidelines.Pasien


dengan ICH sering mempunayi masalah pada jalan napas dan mungkin perlu intubasi
endotrakeal (kriteria intubasi, GCS <8). urutan cepat intubasi adalah pendekatan yang lebih
disukai dengan administrasishort-acting IV thiopental (1-5 mg / kg) atau lidocaine (1 mg / kg)
untuk mencegah peningkatan ICP yang mungkin timbul dari trakea stimulation. X-rayfoto
dan EKG harus dilalukan untuk menilai fungsi kardiopulmoner.CT scan kemudian harus
diperoleh untuk menentukan lanjut manajemen dan membuat diagnosis.Pasien ICH sering
kali ada kebutuhan untuk mentransfer pasien ke unit perawatan intensif untuk pemantauan
ICP dan intervensi bedah saraf . Dokter harus menentukan apakah tingkat perawatan yang
dibutuhkanmelebihi kapasitas fasilitas mereka dan jika pasien mereka perlu ditransfer ke
terdekat tersier centre Stroke. Pendarahan , kejang , tekanan darah , dan tekanan intracranial
harus dipantau dan dikendalikan secara aktif . Terbaru pedoman dari AHA / ASA
menyatakan bahwa glukosa harus dipantau dan normoglycemiadianjurkan ( Kelas I : Tingkat
9
Bukti : C ). Perhatian khusus harus diberikan kepada risiko iatrogenic hipoglikemia dikaitkan
dengan peningkatan risiko mortality. Antasida diberikan untuk mencegah ulkus lambung
yang berkaitan .Demam harus dikontrol dan profilaksis tromboemboli dilakukan dengan
stoking kompresi . Normothermia direkomendasikan sebagai hipertermia ringan bahkan dapat
menyebabkan kerusakan sel di daerah iskemik penumbra pasca stroke .Setelah 1-2 hari
pengobatan , terapi heparin dapat dipertimbangkan untuk profilaksis tromboemboli lebih
lanjut saat tidak ada peningkatan risiko perdarahan berulang pada pasien.Reversibel warfarin
antikoagulan dilakukan untuk mengendalikan pendarahan dan ICH.Ini harus diselesaikan
secepat mungkin untuk menghentikan perluasan hematoma lanjut. Agen untuk Terapi
reversibel termasuk intravena vitamin K (VAK), segarbeku plasma (FFP), protrombin
kompleks konsentrat (PCC) dan rFVIIa.Vitamin K harus diberikan dengan baikFFP atau PCC
karena membutuhkan lebih dari enam jam untuk menormalkanINR. Tekanan darah harus
dikontrol untuk mencegah perdarahan kembali dan expansi hematoma .Beta-blocker, seperti
Labetalol, dan ACE inhibitor, seperti enalapril, sering digunakan untuk mencapai kontrol
tekanan darah. Nitroprusside dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan harus dihindari,
kecuali bila diperlukan pada pasien dengan asma atau gagal jantung di mana betablocker
kontraindikasi.Kontrol hipertensi tergantung pada tekanan sistolik, berarti tekanan arteri
(MAP) dan ada tidaknya tekanan intrakranial pada masuk dan berada di luar lingkup makalah
ini, terdapat pada 2010 AHA / ASA guidelines. Tekanan Intrakranial( ICP ) manajemen
bergantung pada elevasi dari kepala tempat tidur untuk 40 derajat untuk meningkatkan
jugularis vena keluar . Terapi yang lebih agresif, seperti terapai osmotic ( manitol , hipertonik
salin ) membutuhkan tekanan intrakranial dan BP pemantauan untuk mempertahankan otak
yang memadai tekanan perfusi lebih besar dari 70 mmHg.Berikut adalah rutin digunakan
selama transfer pasien dari pusat perifer . Perhatian khusus harus diberikan kepada risiko
iatrogenic hipotensi yang disebabkan oleh hipertensi yang cepat dan agresif , yang dapat
menyebabkan ischemia serebral Untuk control kejang, pedoman 2010 AHA / ASA
merekomendasikan bahwa pasien dengan kejang disertai dengan perubahan status mental
harus diperlakukan dengan benzodiazepin untuk kejang control yang cepat dan Phenytoin
untuk manajemen jangka panjang.Tabel 3merupakan flowchart untuk pendekatan untuk ICH
mengidentifikasiberbagai langkah yang terlibat dari presentasi melalui diagnose terhadap
pengobatan12.
Operatif
Tujuan ideal pengobatan bedah ICH seharusnya membuang sebanyak bekuan darah
secepat mungkin dengan sedikitnya jumlah trauma otak dari operasi itu sendiri.Jika
memungkinkan, operasi juga harus menghapus penyebab yang mendasari ICH, seperti
malformasi arteri, dan mencegah komplikasi ICH seperti efek hidrosefalus dan massa dari
bekuan darah. Kraniotomi telah menjadi pendekatan standar untuk ICH.Keuntungan
utamanya adalah eksposur yang memadai untuk membuang darah yang
menggumpal.Menghilangkan bekuan lebih lengkap dapat menurunkan ICP dan efek tekanan
lokal dari bekuan darah di sekitarnya otak.Kerugian utama dari bedah lebih luasPendekatan
adalah bahwa hal itu dapat menyebabkan kerusakan otak lebih lanjut, khususnyapada pasien
dengan perdarahan yang dalam.Selain itu,efektivitas menghilangkan bekuan oleh kraniotomi
jauh dari Ideal.

10
Tabel 6 : Indikasi operasi pada pasien ICH15

Kandidat nonbedah

1. Pasien dengan perdarahan yang kecil (<10cm3) atau dengan defisit neurologis minimal
(tingkat bukti II melalui V, rekomendasi kelas B)
2. Pasien dengan GCS ≤ 4 (tingkat bukti II melalui V , rekomendasi kelas B). Bagaimanapun,
pasien dengan GCS yang mempunyai perdarahan cerebelar dengan depresi batang otak
masih bisa menjadi kandidat untuk pembedahan dengan situasi klinis tertentu.

Kandidat bedah

1. Pasien dengan perdarahan cerebelar > 3 cm dengan defisit neurologis yang memburuk
atau terdapat kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus
dilakukan operasi untuk mengangkat bekuan darah sesegara mungkin (tingkat bukti II
melalui V, rekomendasi kelas C).
2. ICH terkait dengan lesi struktural seperti aneurisma, malformasi arterivena, atau angioma
kavernosa bisa di angkat jika pasien memiliki keluaran yang baik dan akses yang mudah
untuk dilakukan pembedahan pada lesi vaskular, (tingkat bukti II melalui V, rekomendasi
kelas C)
3. Pasien muda dengan perdarahan sedang atau besar yang memiliki keadaan klinis yang
buruk (tingkat bukti II melalui V, rekomendasi kelas B)

Terapi terbaik tidak jelas

Semua pasien lain.

11
PIVH

Definisi primary Intraventricular hemorrhage (PIVH) dikemukakan pertama kali oleh


Sanders, pada tahun 1881, yaitu terdapatnya darah hanya dalam sistem ventrikuler, tanpa
adanya ruptur atau laserasi dinding ventrikel. Disebutkan pula bahwa PIVH merupakan
perdarahan intraserebral non-traumatik yang terbatas pada sistem ventrikel. Sedangkan
perdarahan sekunder intraventrikuler muncul akibat pecahnya pembuluh darah intraserebral
dalam dan jauh dari daerah periventrikular, yang meluas ke sistem ventrikel. Darah
memasuki ventrikel melalui robekan ependim. PIVH merupakan kejadian yang jarang pada
dewasa, dan kadang-kadang dapat dibedakan dari malformasi pembuluh darah atau
neoplasma dari pleksus koroideus atau salah satu arteri koroideus, ketika darah masuk ke
ventrikel tanpa menyebabkan bekuan besar pada parenkim.4

Mayoritas pasien mengalami nyeri kepala akut dan penurunan kesadaran yang
berkembang cepat sampai keadaan koma. Pada pemeriksaaan biasanya di dapati hipertensi
kronik. Gejala dan tanda tergantung lokasi perdarahan. Herniasi uncal dengan hiiangnya
fungsi batang otakdapat terjadi. Pasien yang selamat secara bertahap mengalami pemulihan
kesadaran dlam beberapa hari. Pasien dengan perdarahan pada lobus temporal atau lobus
frontal dapat mengalami seizure tiba-tiba yang dapat diikuti kelumpuhan kontralateral 4,5

Gejala klinis Sindrom klinis PIVH menurut Caplan menyerupai gejala SAH yang
merupakan manifestasi dari gangguan pembuluh darah otak (GDPO), pada pasien ini
didapatkan gejala klinis berupa Sakit kepala mendadakMuntah dan Penurunan kesadaran.6
Penurunan kesadaran Secara fisiologik kesadaran memerlukan interaksi yang terus-
menerus dan efektif antara hemisfer otak dan formasio retikularis di batang otak. Kesadaran
dapat digambarkan sebagai kondisi awas-waspada dalam kesiagaan yang terus menerus
terhadap keadaan lingkungan atau rentetan pikiran kita. Hal ini berarti bahwa seseorang
menyadari seluruh asupan dari panca indera dan mampu bereaksi secara optimal terhadap
seluruh rangsangan baik dari luar maupun dari dalam tubuh. Orang normal dengan tingkat
kesadaran yang normal mempunyai respon penuh terhadap pikiran atau persepsi yang
tercermin pada perilaku dan bicaranya serta sadar akan diri dan lingkungannya. Dalam
keseharian, status kesadaran normal bisa mengalami fluktuasi dari kesadaran penuh (tajam)
atau konsentrasi penuh yang ditandai dengan pembatasan area atensi menjadi berkurangnya
konsentrasi dan perhatian, tetapi pada individu normal dapat segera mengantisipasi untuk
kemudian bisa kembali pada kondisi kesadaran penuh lagi. Mekanisme ini hasil dari interaksi
yang sangat kompleks antara bagian formasio retikularis dengan korteks serebri dan batang
otak serta semua rangsang sensorik.7,8
Bagian rostral substansia retikularis disebut sebagai pusat penggugah atau
arousalcentre yang merupakan pusat aktivitasmenghilangkan sinkronisasi (desinkronisasi),
maka keadaan tidur di ubah menjadi keadaan awas waspada. Bila pusat tidur tidak diaktifkan
maka pembebasan dari inhibisi mesensefalik dan nuklei retikularis pons bagian atas membuat
area ini menjadi aktif secara spontan. Keadaan ini sebaliknya akan merangsang korteks
serebri dan sistem saraf tepi, yang keduanya kemudian mengirimkan banyak sinyal umpan
balik positif kembali ke nuklei retikularis yang sama agar sistem ini tetap aktif.8

12
Begitu timbul keadaan siaga, maka ada kecenderungan secara alami untuk
mempertahankan kondisi ini, sebagai akibat dari seluruh ativitas umpan balik positif
tersebut.Masukan impuls yang menuju sistem saraf pusat yang berperan pada mekanisme
kesadaran pada prinsipnya ada dua macam, yaitu input yang spesifik dan non spesifik. Input
spesifik merupakan impuls aferen khas yang meliputi impuls protopatik, propioseptif dan
panca-indera. Penghantaran impuls ini dari titik reseptor pada tubuh melalui jaras
spinotalamik, lemniskus medialis, jaras genikulo-kalkarina dan sebagainya menuju ke suatu
titik di korteks perseptif primer.6.7.8
Setelah impuls aferen spesifik ini sampai di korteks akan menghasilkan kesadaran
yang sifatnya spesifik yaitu perasaan nyeri di kaki atau tempat lainnya, penglihatan,
penghiduan atau juga pendengaran tertentu. Sebagian impuls aferen spesifik ini melalui
cabang kolateralnya akan menjadi impuls non spesifik karena penyalurannya melalui lintasan
aferen non spesifik yang terdiri dari neuron-neuron di substansia retikularis medulla spinalis
dan batang otak menuju ke inti intralaminaris thalamus (dan disebut neuron penggalak
kewaspadaan) berlangsung secara multisinaptik, unilateral dan lateral dan menggalakkan inti
tersebut untuk memancarkan impuls yang menggiatkan seluruh korteks secara difus dan
bilateral yang dikenal sebagai diffuse ascendingreticular system dan neuron di seluruh
korteksserebri yang digalakkan oleh impuls aferen non spesifik tersebut dinamakan neuron
pengemban kewaspadaan.6.7.8
Lintasan aferen non spesifik ini menghantarkan setiap impuls dari titik manapun pada
tubuh ke titik-titik pada seluruh sisi korteks serebri. Jadi pada kenyataannya, pusat-pusat
bagian bawah otaklah yaitu substansia retikularis yang mengandung lintasan non spesifik
difus, yang menimbulkan “kesadaran” dalam korteks serebri.9
Derajat kesadaran itu sendiri ditentukan oleh banyak neuron penggerak atau neuron
pengemban kewaspadaan yang aktif. Unsur fungsional utama neuron-neuron ialah
kemampuan untuk dapat digalakkan sehingga menimbulkan potensial aksi. Untuk itu juga
didukung oleh proses-proses yang memelihara kehidupan neuron-neuron serta unsur-unsur
selular otak melalui proses biokimiawi, karena tergantung pada jumlah neuron-neuron
tersebut yang aktif, derajat kesadaran bisa tinggi atau rendah. Adanya gangguan baik pada
neuron-neuron pengemban kewaspadaan ataupun penggerak kewaspadaan akan
menimbulkan gangguan kesadaran.9,10

Penurunan dapat terjadi sebagai akibat dari dua kelompok masalah besar, yaitu (a) lesi
di batang otak bagian atas dan bagian bawah diensefalon serta (b) gangguan metabolik atau
submikroskopis yang mengakibatkan supresi aktivitas neuronal. Dari studi kasus-kasus koma
yang kemudian meninggal dapat dibuat kesimpulan bahwa ada tiga tipe lesi yang masing-
masing merusak fungsi ARAS baik secara langsung maupun tidak langsung:11,12
Lesi anatomik
o Jarang terjadi
o Lesi destruktif terletak di talamus atau midbrain dimana neuron-neuron ARAS
terlibat langsung.
Cidera korteks dan subkorteks bilateral yang luas, meliputi kontusio serebri, difuse
axonal injury, infark atauperdarahan otak bilateral, meningitis, ensefalitis, hipoksia
atau iskemia yang bias terjadi pada kasus henti jantung.
o Koma terjadi sebagai akibat
terputusnya impuls-impuls talamokortikal atau akibat destruksi neuron-neuron
korteks.

13
o Pada kasus prolonged coma, dijumpai perubahan patologik yang terkait lesi
seluruh bagian sistim saraf korteks dan diensefalon.
Berdasar anatomi-patofisiologi koma dibagi dalam:
o Koma kortikal-bihemisferik, yaitu koma yang terjadi oleh sebab neuron
pengemban kewaspadaansama sekali tidak berfungsi.
o Komadiensefalik,yaitusupratentorial, infratentorial, kombinasi supratentorial
dan infratentorial; dalam hal ini neuron penggalak kewaspadaantidak berdaya
untuk mengaktifkan neuron pengemban kewaspadaan.
Masalah yang paling sulit dalam membicarakan kesadaran adalah bahwa sampai saat
ini mekanisme neuronal belum diketahui secara pasti, di mana kerusakan sebagian besar
korteks serebri menyebabkan penurunan derajat kesadaran terhadap sekelilingnya. Derajat
yang paling rendah adalah koma dan akan terjadi jika korteks serebri bilateral tidak lagi
menerima impuls aferen nonspesifik. Dalam eksperimen jika dilakukan dekortikasi atau
perusakan inti intralaminar talamik atau jika substansia grisea di sekitar akuaduktus sylvii di
rusak akan mengakibatkan penyaluran impuls asenden nonspesifik tersumbat sehingga terjadi
koma. 13

Studi terkini yang dilakukan oleh Parvizi dan Damasio melaporkan bahwa lesi pada
pons juga bisa menyebabkan koma.Koma juga bisa terjadi apabila terjadi gangguan baik pada
neuron penggalak kewaspadaan maupun neuron pengembankewaspadaan yang menyebabkan
neuron-neuron tersebut tidak bisa berfungsi dengan baik dan tidak mampu bereaksi terhadap
pacuan dari luar maupun dari dalam tubuh sendiri. Adanya gangguan fungsi pada neuron
pengemban kewaspadaan, menyebabkan koma kortikal bihemisferik, sedangkan apabila
terjadi gangguan pada neuron penggalak kewaspadaan, menyebabkan koma diensefalik,
supratentorial atau infratentorial.14
Penurunan fungsi fisiologik dengan adanya perubahan-perubahan patologik yang
terjadi pada koma yang berkepanjangan berhubungan erat dengan lesi-lesi sistem neuron
kortikal diensefalik. Jadi prinsipnya semua proses yang menyebabkan destruksi baik
morfologis (perdarahan, metastasis, infiltrasi), biokimia (metabolisme, infeksi) dan kompresi
pada substansia retikularis batang otak paling rostral (nuklei intralaminaris) dan gangguan
difus pada kedua hemisfer serebri menyebabkan gangguan kesadaran hingga koma. Derajat
kesadaran yang menurun secara patologik bisa merupakan keadaan tidur secara berlebihan
(hipersomnia) dan berbagai macam keadaan yang menunjukkan daya bereaksi di bawah
derajat awas-waspada. Keadaan-keadaan tersebut dinamakan letargia, mutismus akinetik,
stupor dan koma.15
Bila tidak terdapat penjalaran impuls saraf yang kontinyu dari batang otak ke
serebrum maka otak menjadi tidak bermanfaat. Hal ini bisa dilihat jika batang otak
mengalami kompresi berat pada sambungan antara mesensefalon dan serebrum akibat tumor
hipofisis biasanya menyebabkan koma yang ireversibel. Saraf kelima adalah nervus tertinggi
yang menjalarkan sejumlah besar sinyal somatosensoris ke otak. Bila seluruh sinyal ini
hilang, maka tingkat aktivitas pada area eksitatorik akan menurun mendadak dan aktivitas
otakpun dengan segera akan sangat menurun, sampai hampir mendekati keadaan koma yang
permanen.15,16
Syok (shock) adalah kondisi medis tubuh yang mengancam jiwa yang diakibatkan oleh
kegagalan sistem sirkulasi darah dalam mempertahankan suplai darah yang memadai.
Berkurangnya suplai darah mengakibatkan berkurangnya suplai oksigen ke jaringan tubuh.
Jika tidak teratasi maka dapat menyebabkan kegagalan fungsi organ penting yang dapat
mengakibatkan kematian.17

14
Berkurangnya darah yang diedarkan dapat terjadi pada perdarahan besar maupun,
hilangnya cairan tubuh akibat diare berat, muntah maupun luka bakar yang luas.Shock bisa
disebabkan oleh bermacam-macam masalah medis dan luka-luka traumatic, tetapi dengan
perkecualian cardiac tamponade dan pneumothorax, akibat dari shock yang paling umum
yang terjadi pada jam pertama setelah luka-luka tersebut adalah haemorrhage (pendarahan).18
Shock didefinasikan sebagai ‘cellular hypoperfusion’ dan menunjukan adanya
ketidakmampuan untuk memelihara keseimbangan antara pengadaan ‘cellular oxygen’ dan
tuntutan ‘oxygen’. Progress Shock mulai dari tahap luka hingga kematian cell, kegagalan
organ, dan pada akhirnya jika tidak diperbaiki, akan mengakibatkan kematian organ tubuh.
Adanya peredaran yang tidak cukup bisa cepat diketahui dengan memasang alat penerima
chemosensitive dan pressure-sensitive pada carotid artery. 17,18
Hal ini, pada gilirannya dapat mengaktivasi mekanisme yang membantu mengimbangi
akibat dari efek negative, termasuk pelepasan catecholamines (norepinephrine dan
epinephrine) dikarenakan oleh hilangnya syaraf sympathetic ganglionic; tachycardia, tekanan
nadi yang menyempit dan hasil batasan disekeliling pembuluh darah (peripheral vascular)
dengan mendistribusi ulang aliran darah pada daerah sekitar cutaneous, splanchnic dan
muscular beds. Dengan demikian, tanda-tanda awal dari shock tidak kentara dan mungkin
yang tertunda hanyalah pemasukkan dari pengisian kapiler, tachycardia yang relatip dan
kegelisahan17,18
Nyeri kepala dan muntah merupakan suatu respon terhadap peningkatan tekanan intra
kranial, Ruang intrakranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai dengan
kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan: cairan serebrospinal (± 75 ml), dan
darah (± 75 ml), otak (1400 g).19
Nyeri kepala akibat peregangan dura dan pembuluh darah; papiledema akibat tekanan
dan pembengkakan diskus optikus.. Nyeri kepala terutama terjadi pada waktu bangun tidur,
karena selama tidur PCO2 arteri serebral meningkat sehingga mengakibatkan peningkatan
dari serebral blood flow dan dengan demikian mempertinggi lagi tekanan intrakranium. Juga
lonjakan tekanan intrakranium sejenak karena batuk, mengejan atau berbangkis akan
memperberat nyeri kepala. 18.19
Pada anak kurang dari 10-12 tahun, nyeri kepala dapat hilang sementara dan biasanya
nyeri kepala terasa didaerah bifrontal serta jarang didaerah yang sesuai dengan lokasi tumor.
Pada tumor didaerah fossa posterior, nyeri kepala terasa dibagian belakang dan leher.20

Muntah dijumpai pada 1/3 penderita dengan gejala peningkatan Tekanan Intra Cranial
dan biasanya disertai dengan nyeri kepala. Muntah tersebut dapat bersifat proyektil atau tidak
dan sering tidak disertai dengan perasaan mual serta dapat hilang untuk sementara waktu.19
Papil edem juga merupakan salah satu gejala dari tekanan tinggi intrakranial. Udem
papilla nervus optikus merupakan tanda yang paling menyakinkan. Karena tekanan tinggi
intrakranial akan menyebabkan oklusi vena sentralis retina, sehingga terjadilah edem papil.20
Otak terdiri dari batang otak, serebelum, diensefalon, sistim limbik dan
sererum.Peningkatan volume salah satu diantara ketiga unsur utama ini mengakibatkan
desakan pada ruangan yang ditempati oleh unsur lainnya dan menaikan tekanan
intrakranial.21
Manifestasi klinik peningkatan tekanan intrakranial banyak dan bervariasi dan dapat
tidak jelas. Perubahan tingkat kesadaran penderita merupakan indikator yang paling sensitif
dari semua tanda peningkatan tekanan intrakranialTrias klasik21
peningkatan tekanan intrakranial adalah ;
1. Nyeri kepala karena regangan dura dan pembuluh darah
2. Papiledema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus optikus.
3. Muntah proyektil
Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial lainnya;
15
1. Hipertermia
2. Perubahan motorik dan sensorik
3. Perubahan berbicara
4. Kejang

Perdarahan intraventrikular primer jarang terjadi dan berjumlah sekitar 3% dari


seluruh perdarahan intrakranial spontan. Hipertensi yang umumnya berkaitan dengan faktor
resiko, tetapi dapat juga timbul akibat arteriovenous malformation (AVM), aneurysms,
moyamoya disease (MMD), koagulopati, dan arteriovenousfistula 22,23
Sistem ventrikel terdiri dari dua buah ventrikel lateral, sebuah ventrikel III dan sebuah
ventrikel IV. Masing - masing ventrikel lateral terdiri dari 5 bagian yaitu frontal horn
(anterior horn), temporal horn (inferior horn), oksipital horn (posterior horn), badan (body)
dan atrium. Kedua ventrikel lateralis ini dihubungkan denganventrikel III melalui foramen
Monroe (foramen intervertebrale).22,23

Ventrikel IIIberhubungan dengan ventrikel IV melalui aquaductus sylvii. Ventrikel IV


berhubungan dengan ruang subarakhnoid melalui 3 buah lubang, yaitu 2 buah foramen
luschka (berada disekitar pontomedullary angle) dan sebuah foramen Magendi. 22,23

Gambar 3 : Anatomi Sistem Ventrikel otak dan aliran cairan cerebro spinal
Plexus koroid mendapatkan suplai darah dari Arteri Karotis Interna dan Arteri
Vertebralis, pada kedua ventrikel lateral mendapatkan suplai darah dari arteri koroidal
anterior yang merupakan percabangan dari arteri karotis interna via arteri cerebri media, dan
dari arteri koroid posterior cabang dari arteri vertebralis via arteri cerebri posterior, yang juga
ikut mensuplai darah ke ventrikel tiga. Plexus koroida pada ventrikel empat disuplai oleh
arteri cerebelar anterior dan posterior inferior yang merupakan cabang dari arteri basilaris dan
arteri vertebralis. Plexus koroid mendapatkan suplai darah rata – rata 4 ml/menit per gram
dari seluruh jaringan plexus koroid dan kira –kira 10 kali lebih tinggi dari rata – rata suplai
darah ke parenkim otak. 24
Peningkatan tekanan perfusi aliran darah ke plexus koroid akan mempengaruhi proses
sekresi dari cairan serebro spinal (CSS). Cairan serebrospinal (CSS) adalah cairan jernih yang
mengelilingi otak dan korda spinalis. CSS melindungi otak terhadap getaran fisik. Antara
CSS dan jaringan saraf terjadi pertukaran zat-zat gizi dan produk sisa. Walaupun CSS
16
dibentuk dari plasma yang mengalir melalui otak, konsentrasi elektrolit dan glukosanya
berbeda dari plasma.24,25

CSS dibentuk sebagai hasil filtrasi, difusi, dan transport aktif melintasi kapiler-kapiler
khusus kedalam ventrikel (rongga) otak, terutama ventrikel lateralis. Jaringan kapiler yang
berperan dalam pembentukan CSS disebut pleksus koroideus. Setelah berada didalam
ventrikel, CSS mengalir kebatang otak. Melalui lubang-lubang kecil dibatang otak, CSS
beredar kepermukaan otak dan korda spinalis. Dipermukaan otak, CSS masuk ke sistem vena
dan kembali ke jantung. Dengan demikian CSS terus-menerus mengalami resirkulasi melalui
susunan saraf pusat. Apabila saluran CSS diventrikel mengalami sumbatan, maka dapat
terjadi penimbunan cairan. Akibatnya akan terjadi peningkatan tekanan didalam atau
dipermukaan otak.24,25

Gambar 4 ; Vaskularisasi pada Plexus Choroid

Sawar darah otak mengacu kepada kemampuan sistem vaskular otak untuk
memanipulasi komposisi cairan interstisium serebrum sehingga berbeda dibandingkan
dengan cairan interstisium dibagian tubuh lainnya. Sawar darah otak terbentuk dari sel-sel
endotel yang saling berkaitan erat dikapiler otak, dan dari sel-sel yang melapisi ventrikel
yang membatasi filtrasi dan difusi. 24,25
Fungsi transfor khusus mengatur cairan apa yang keluar dari sirkulasi umum untuk
membasahi sel-sel otak. Sawar darah otak melindungi sel-sel otak yang halus dari pajanan
bahan-bahan yang pontensial berbahaya. Banyak obat dan zat kimia tidak dapat menembus
sawar darah otak.24,25

Otak menerima aliran darah otak sekitar 15% curah jantung. Tingginya tingkat aliran
darah ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan otak yang terus-menerus akan glukosa dan
oksigen.Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam seluruh tubuh
manusia dan terutama berasal dari proses metabolisme oksidasi glukosa.25
Jaringan otak sangat rentan dan kebutuhan oksigen dan glukosa melalui aliran darah
adalah konstan.metabolisme otak merupakan proses tetap dan kontinu, tanpa ada masa
istirahat. Aktivitas otak yang tak pernah berhenti ini berkaitan dengan fungsinya yang kritis
sebagai pusat integrasi dan koordinasi organ-organ sensorik dan system efektor perifer tubuh,
17
dan fungsi sebagai pengatur informasi yang masuk, simpan pengalaman, impuls yang keluar
dan tingkah laku.26
Perdarahan intraserebral primer (perdarahan intraserebral hipertensif) disebabkan oleh
hipertensif kronik yang menyebabkan vaskulopati serebral dengan akibat pecahnya pembuluh
darah otak. Sedangkan perdarahan sekunder (bukan hipertensif) terjadi antara lain akibat
anomali vaskuler kongenital, koagulopati, tumor otak, vaskulopati non hipertensif (amiloid
serebral), vaskulitis, moya-moya, post stroke iskemik, obat anti koagulan (fibrinolitik atau
simpatomimetik). Diperkirakan hampir 50 % penyebab perdarahan intraserebral adalah
hipertensif kronik, 25 % karena anomali kongenital dan sisanya penyebab lain.27
Perdarahan intraventikulerl biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma (Berry
aneurysm) akibat hipertensi maligna. malformasi pembuluh darah otak yang pecah, atau
penyakit pada dinding pembuluh darah otak primer misalnya Congophilic angiopathy, tetapi
dapat juga akibat hipertensi maligna dengan frekuensi lebih kecil dari pada perdarahan
subkortikal.27
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100 – 400
mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah tersebut berupa
hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. 27,28
Arteriol-arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus arteriotalamus
(thalamo perforate arteries) dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-basilar
mengalami perubahan-perubahan degeneratif yang sama. Kenaikan tekanan darah yang
mendadak (abrupt) atau kenaikan dalam jumlah yang sangat mencolok dapat menginduksi
pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari (early afternoon). . 27,28

Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan
6 jam dan jika volumenya besar akan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala
klinik.23,27
Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk
dan menyela di antara selaput akson massa putih “dissecan spilitting” tanpa merusaknya.
Pada keadaan ini absorpsi darah akan diikuti oleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi.
Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan
intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan hermiasi otak pada falks serebri atau
lewat foramen magnum.28
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya
lebih tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah
lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada
perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebellar dengan volume antara 30 – 60
cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 %, tetapi volume darah 5 cc dan terdapat
di pons sudah berakibat fatal.26
Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang
menyebabkan nekrosis. Akhir-akhir ini para ahli bedah otak di Jepang berpendapat bahwa
pada fase awal perdarahan otak ekstravasasi tidak langsung menyebabkan nekrosis. Pada
saat-saat pertama, mungkin darah hanya akan mendesak jaringan otak tanpa merusaknya,
karena saat itu difusi darah ke jaringan belum terjadi. Pada keadaan ini harus
dipertimbangkan tindakan pembedahan untuk mengeluarkan darah agar dapat dicegah gejala
sisa yang lebih parah. Absorpsi darah terjadi dalam waktu 3-4 minggu. Gejala klinik
perdarahan di korteks mirip dengan gejala infark otak, tetapi mungkin lebih gawat apabila
perdarahan sangat luas.26,27,28

18
Perdarahan intraventrikular primer terbatas pada sistem ventrikular, yang timbul dari
sumbernya di intraventrikuler atau suatu lesi yang dekat dengan ventrikel. Misalnya termasuk
trauma intraventrikular, aneurisma, malformasi vaskular, dan tumor, biasanya melibatkan
pleksus koroideus. Sekitar 70% perdarahan intraventrikular adalah sekunder, perdarahan
intraventrikular sekunder mungkintimbul akibat perluasan dari perdarahan intraparenkim atau
subaraknoid yang menuju sistem ventrikel. Faktor resiko untuk perdarahan intraventrikel
termasuk usia tua, volume dasar ICH yang tinggi, nilai mean arterial pressure lebih besar
dari 120 mmHg, dan lokasi perdarahan intraserebral primer.26,27,28
Dalam struktur subkortikal cenderung lebih beresiko untuk terjadinya perdarahan
intraventrikel; lokasi yang sering terjadi termasuk putamen (35% - 50%), lobus (30%),
thalamus (10%-15%), pons (5% - 12%), dan serebellum (5%) 25,27
Sistem ventrikular serebral menyediakan low pressure pathway yang berfungsi untuk
pergerakan cairan serebrospinal. Sistem ini sering rusak akibat darah masuk pada saat
mendekati tekanan sistolik melalui dinding arteri yang rusak, membentuk perdarahan spontan
intraserebral yang dapat merusak jaringan otak. Perdarahan otak dapat timbul akibat defek
pada pembuluh darah, misalnya aneurisma, malformasi arteri - vena atau mikroaneurisma
pembuluh darah kecil, profil koagulasi, atau terjadinya peningkatan tekanan darah yang
menyebabkan timbulnya perdarahan. 27,28
Banyak penyakit yang berbeda, misalnya trauma, tumor, dan peningkatan tekanan
darah dapat menyebabkan penumpukan darah dan memungkinkan timbulnya penyumbatan
atau obstruksi pada ruangan intraventrikular. Perdarahan pada daerah intrakranial dalam yang
dekat dengan ventrikel memudahkan rupturnya intraventrikular secara dini dan merusak
regulasi normal tekanan didalam ruangan kranial, ketika lokasi perdarahan lebih jauh dari
ventrikel memungkinkan terjadinya akumulasi gumpalan darah sebelum tekanan mekanik
dan ukuran perdarahan mengakibatkan terjadinya ruptur yang kemudian menuju ke ventrikel.
Ruptur sering berkaitan dengan timbulnya penurunan kesadaran yang dapat diketahui secara
klinis dan sering berkaitan dengan timbulnya kematian 27

Bagan 1 : Patofisiologi perdarahan intraventrikuler


Etiologi PIVH bervariasi dan pada beberapa pasien tidak diketahui. Pia et al
melaporkan rasio dari hipertensi, aneurisma dan AVM berturut-turut yaitu 54%, 19%, dan
27%.Pada pasien ini diketahui terdapat riwayat hipertensi, didapatkan tekanan darah yang
tinggi pada saat datang dan selama perawatan dan dari EKG terdapat LVH (Left Ventricel
19
Hypertrofi).Fabregas et al menyatakan bahwa lebih baik hipertensi dikatakan berhubungan
(sebagai faktor risiko), dibandingkan sebagai penyebab (etiologi) PIVH.26,27
Caplan menyatakan bahwa PIVH tersering berasal dari perdarahan hipertensi pada
arteri parenkim yang sangat kecil dari jaringan yang sangat dekat dengan sistem ventrikuler.
Spekulasi mengenai hubungan antara IVH dengan faktor risiko penyakit vaskuler dijelaskan
melalui kombinasi faktor risiko yang telah ada sebelumnya, yang menyebabkan melemahnya
dinding arteri dan mengurangi vasoreaktivitas endotel.27,28
Etiologi lain yang mendasari IVH di antaranya adalah anomali pembuluh darah
serebral, malformasi pembuluh darah termasuk angioma kavernosa dan aneurisma serebri
merupakan penyebab tersering IVH pada usia muda.29
Pada orang dewasa, IVH disebabkan karena penyebaran perdarahan akibat hipertensi
primer dari struktur periventrikel.IVH juga dapat terjadi pada trauma dan tumor yang
biasanya melibatkan pleksus koroideus.29
Tatalaksana peningkatan TIK adalah dengan resusitasi cairan intravena, elevasi kepala
pada posisi 30°.Usaha awal untuk fokus menangani peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
sangat beralasan, karena peningkatan tekanan intrakranial yang berat berhubungan dengan
herniasi dan iskemi. 29
Rasio mortalitas yang lebih rendah konsisten ditemukan pada kebijakan terapi
dengan:
(1) penggunaan keteter intraventrikuler untuk mempertahankan TIK dalam batas normal
(2) usaha untuk menghilangkan bekuan darah dengan menyuntikkan trombolitik dosis
rendah.
Rekomendasi AHA Guideline 2009:
1. Pasien dengan nilai GCS <8, dan dengan bukti klinis herniasi transtentorial, atau
dengan IVH yang nyata atau hidrosefalus dipertimbangkan untuk monitor dan tatalaksana
TIK. Cerebral perfusion pressure (CPP) 50-70 mmHg beralasan untuk dipertahankan
tergantung dari autoregulasi serebri.
2. Drainase ventrikuler sebagai terapi untuk hidrosefalus beralasan pada pasien
dengan penurunan tingkat kesadaran. Terapi hidrosefalus pada pasien dilanjutkan dengan
konsul ke bagian bedah saraf dengan rencana tindakan VP shunt cito. 29
Ventriculoperitoneal (VP) Shunt merupakan tehnik operasi yang paling popular untuk
tatalaksana hidrosefalus, yaitu LCS dialirkan dari ventrikel otak ke rongga peritoneum.
Sebuah studi tentang hidrosefalus menunjukkan rasio kesuksesan perbaikan gejala dan tanda
klinis pada 50% - 90% penelitian pada anjing yang mendapatkan tatalaksana
ventriculoperitoneal shunting.
Drainase ekstraventrikel + fibrinolisis merupakan teknik yang menjanjikan untuk
mengurangi volume bekuan intraventrikuler dan menangani komplikasi yang menyertai pada
IVH.Trombolitik muncul sebagai solusi untuk membantu menghilangkan bekuan darah,
sehingga mencegah hidrosefalus dan inflamasi. 30

20
Gambar 3 : Biochemical reactions within the cerebral ventricle after administration
of intraventricular tissue plasminogen activator (t-PA, alteplase) in patients with
intraventricular hemorrhage (IVH).
Penelitian Clot Lysis: Evaluating Accelerated Resolution of IVH(CLEAR-IVH)
secara prospektif mengevaluasi keamanan dan dosis terbuka recombinant tissue-type
plasminogen activator (rt-PA) dalam membantu pembukaan sistem ventrikuler terbawah, dan
sekali bekuan darah dihilangkan, proses lisis bekuan darah lebih cepat dibandingkan dengan
kelompok plasebo.30
Pencegahan perdarahan ulang dengan obat antifibrinolitik menurunkan rata-rata
perdarahan ulang, namun gagal untuk memperbaiki keluaran. Risiko perdarahan ulang
menurun secara nyata, tetapi disertai dengan peningkatan yang seimbang dari resiko iskemi
serebri sekunder. Dari sebuah metaanalisis, antifibrinolitik tidak mempunyai bukti terhadap
perbaikan keluaran.30
Perdarahan intraserebral yang menyebar ke intraventrikular merupakan prediktor
independen untuk outcome buruk. Volume IVH kemungkinan penting untuk prediksi
outcome dan penanganan, bagaimanapun, volume IVH sangat sulit diukur secara rutin.
Kebanyakan penelitian menginvestigasi volume IVH dengan menggunakan alat analisa
volumetrik yang canggih dan banyak memakan waktu yang tidak praktis untuk penggunaan
klinis sehari – hari dan para klinisi masih kekurangan metode untuk menghitung volume IVH
yang mudah.30
Beberapa sistem skoring dikembangkan untuk menghitung banyaknya IVH dan juga
menilai keparahan IVH , Untuk menghitung volume IVH dan menilai keparahan IVH dapat
dipergunakan beberapa sistem skoring, yaitu :Volume IVH mempengaruhi morbiditas dan
mortalitas pada 30 hari. Sebuah review tentang 47 pasien dengan ICH oleh Young dkk
mengidentifikasi 20 mlsebagai volume mematikan, lebih dari volume tersebut pasien
mempunyai outcome yang buruk. Sama dengan, perluasan dini IVH memperburuk outcome
klinis dan meningkatnya mortalitas 50 - 75%).Studi lainnya mengidentifikasi 40 ml volume
total sebagai nilai cutoff, diatas nilai tersebut pasien memiliki 41 kali lebih beresiko
mempunyai prognosis yang buruk, dan 50 ml sebagai ambang batas outcome yang buruk,
diatas nilai tersebut dimana 100% pasien akan mempunyai outcome yang tidak baik.31

21
1. Modified Graeb Score (mGS)
Graeb Score digunakan untuk menilai keparahan IVH. Penelitian yangdilakukan oleh
Morgan dkk (2013) bertujuan untuk mengembangkan dan memvalidasi suatu modifikasi dari
Graeb Score yang lama (original Graeb Score atau oGS), yang dikenal dengan Modified
Graeb Score (mGS) untuk mendapatkan penilaian IVH yang cepat. Original Graeb Score
(oGS) dinilai hanya berdasarkan ventrikel ketiga, ventrikel keempat, ventrikel lateralis kiri
dan kanan. Skor maksimum 4 diberikan pada tiap ventrikel lateralis, jika ventrikelnya
dijumpai melebar dan terisi penuh dengan darah dan skor maksimum 2 diberikan untuk
ventrikel ketiga dan keempat jika ventrikel ketiga dan keempat tersebut sama – sama terisi
penuh darah. Maksimal skor yang mungkin adalah 12.

Penilaian untuk original Graeb Score, yaitu :

a. Ventrikel lateralis kanan :

Skor 0 = tidak ada darah

Skor 1 = sedikit darah atau perdarahan ringan

Skor 2 = kurang dari setengah ventrikel (< 50%) dipenuhi darah

Skor 3 = lebih dari setengah ventrikel (> 50%) dipenuhi darah


Skor 4 = ventrikel dipenuhi darah dan melebar

b.Ventrikel lateralis kiri :

Skor 0 = tidak ada darah


Skor 1 = sedikit darah atau perdarahan ringan
Skor 2 = kurang dari setengah ventrikel (< 50%) dipenuhi darah
Skor 3 = lebih dari setengah ventrikel (> 50%) dipenuhi darah
Skor 4 = ventrikel dipenuhi darah dan melebar

Ventrikel ketiga :

Skor 0 = tidak ada darah


Skor 1 = ada darah, ukuran ventrikel normal
Skor 2 = ventrikel terisi darah sampai penuh dan melebar

Ventrikel keempat :
Skor 0 = tidak ada darah
Skor 1 = ada darah, ukuran ventrikel normal
Skor 2 = ventrikel terisi darah sampai penuh dan melebar

Dimana : Range original Graeb Score = 0 - 12


Perdarahan intraventrikular dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori yang berdasarkan
nilai original Graeb Score (oGS), yaitu :
Ringan : nilai original Graeb Score (oGS) = 0 - 5
Sedang : nilai original Graeb Score (oGS) = 6 – 8

22
Berat : nilai original Graeb Score (oGS) = 9 - 12 (Avila dkk, 2011)

Gambar 7 . Original Graeb Score


Dikutip dari : Hwang, B.Y., Bruce, S.S., Appelboom, G., Piazza, M., Carpenter, A.M.,
Gigante, P.R., et al. 2011. Evaluation of intraventricular hemorrhage assessment methods
for predicting outcome following intracerebral hemorrhage.J Neurosurg. 116(1):185-192
Untuk Modified Graeb Score (mGS), skornya ditujukan untuk kompartemen
ventrikular yang terpisah untuk menggambarkan volume total IVH yang lebih baik dan
akumulasi regional yang selektif atau pengeluaran darah. Pada Modified GraebScore (mGS),
dinilai berdasarkan ventrikel keempat (skor maksimum 4), ventrikelketiga (skor maksimum
4), ventrikel lateralis kanan dan kiri (skor maksimum 4 untuk setiap ventrikel lateralis), right
and left occipital horns (skor maksimum 2 untuk masing - masing occipital horn), right and
left temporal horns (skor maksimum untuk masing – masing temporal horn) 32

23
Gambar 7. Komponen ventrikel yang dinilai pada Modified Graeb Score
Dikutip dari : Morgan, T.C., Dawson, J., Spengler, D., Lees, K.R., Aldrich, C., Mishra, N.K.,
et al. 2013. The Modified Graeb Score An Enhanced Tool for Intraventricular Hemorrhage
Measurement and Prediction of Functional Outcome. Stroke. 44: 635-641

Penambahan skor +1 diberikan untuk tiap – tiap kompartemen jika dijumpai melebar
melebihi batas normal anatomi yang diakibatkan karena bekuan darah.Batas antara ventrikel
lateralis, occipital horn, dan temporal horn terdiri dari 3 bidang yang memotong didalam
(dan memproyeksikan keluar dari) trigonum, atau daerah sentral dimana 3 kompartemen
bertemu. Maksimal skor yang mungkin adalah 32, dimana setiap kompartemen terisi penuh
oleh darah dan melebar. Skor 0 diberikan jika tidak ada ditemukan darah pada
intraventrikular 32

Gambar 8. Penilaian untuk Modified Graeb Score


Dikutip dari : Morgan, T.C., Dawson, J., Spengler, D., Lees, K.R., Aldrich, C., Mishra, N.K.,
et al . 2013. The Modified Graeb Score An Enhanced Tool for Intraventricular Hemorrhage
Measurement and Prediction of Functional Outcome. Stroke. 44: 635-6

24
Tabel 2. Penilaian skor untuk Modified Graeb Score pada tiap – tiap ventrikel

Dikutip dari : Morgan, T.C., Dawson, J., Spengler, D., Lees, K.R., Aldrich, C., Mishra, N.K.,
et al. 2013. The Modified Graeb Score An Enhanced Tool for Intraventricular Hemorrhage
Measurement and Prediction of Functional Outcome. Stroke. 44: 635-641

25
3. LeRoux Score
Penilaian untuk LeRoux Score, yaitu : setiap ventrikel diberikan nilai skor yang
terpisah, dan kemudian ditambahkan jumlah setiap nilai skor tersebut
Skor 0 = tidak ada darah
Skor 1 = sedikit darah
Skor 2 = kurang dari setengah (< 50%) dipenuhi darah
Skor 3 = lebih dari setengah (> 50%) dipenuhi darah
Skor 4 = ventrikel terisi darah sampai penuh dan melebar
Range LeRoux Score = 0 – 16

Gambar 8 . LeRoux Score


Dikutip dari : Hwang, B.Y., Bruce, S.S., Appelboom, G., Piazza, M., Carpenter, A.M.,
Gigante, P.R., et al. 2011. Evaluation of intraventricular hemorrhage assessment methods for
predicting outcome following intracerebral hemorrhage.J Neurosurg. 116(1):185-1IVH
diklasifikasikan menurut Graeb IVH grading system. Nilai sistem Graeb menilai jumlah
darah pada setiap masing-masing. Ventrikel lateralis: 0 = tidak terdapat darah 1 = sedikit
terisi darah 2 = <50% terisi darah 3 = >50% terisi darah 4 = diisi dan meluas dengan adanya
darahDan nilai untuk ventrikel ketiga dan keempat: 0 = tidak terdapat darah 1 = terdapat
beberapa darah 2 = diisi dan meluas dengan adanya darah. (kemungkinan total nilai sebanyak
0–12).
Skala Graeb merupakan skala yang paling banyak dilaporkan pada dewasa dan
berhubungan secara nyata dengan keluaran jangka pendek (Nilai Glasgow Outcome Score
dalam 1 bulan). Nilai Graeb >6 secara nyata berhu-bungan dengan hidrosefalus akut,
sedangkan nilai <5 berhubungan dengan Glasgow Coma Scale (GCS) >12 pada saat datang.
CT Scan kepala pada pasien ini setelah penurunan kesadaran menampakkan IVH
dengan nilai total Graeb 3+1+2+1 = 7. Diketahui bahwa nilai Graeb >6 secara nyata
berhubungan dengan hidrosefalus akut, yang juga terdapat pada pasien ini.

Secara garis besar terapi konvensional berpusat pada pengelolaan hipertensi dan
tekanan intrakranial sambil mengoreksi koagulopati dan menghindari komplikasi seperti
perdarahan ulang dan hidrosefalus. Terapi bedah saja tidak mengubah riwayat alami penyakit
secara signifikan. Namun, fibrinolisis dalam kombinasi dengan drainase extraventricular

26
menunjukkan janji sebagai teknik untuk mengurangi volume yang menggumpal
intraventrikular dan untuk mengelola komplikasi seiring IVH.33

Penatalaksanaan ini perlu, secara rinci sebagai berikut:

1. Dilakukan CT Scan kepala, karena sangat sensitive dalam mengidentifikasi


perdarahan acut dan dipertimbangkan sebagai Gold Standard.
2. Terapi konvensional PIVH berpusat pada tatalaksana hipertensi dan peningkatan
tekanan intrakranial bersamaan dengan koreksi koagulopati dan mencegah komplikasi
seperti perdarahan ulang dan hidrosefalus.34

Tatalaksana peningkatan TIK adalah dengan :

 Resusitasi cairan iv
 Elevasi kepala posisi 30 derajat
 Mengkoreksi demam dengan antipiretik
 Usaha awal untuk focus menangani peningkatan TIK sangat beralasan, karena
peningkatan TIK yang besar berhubungan dengan herniasi dan iscemik

Pada dasarnya terapi umum IVH juga mengacu pada stroke tipe perdarahan yaitu Indikasi
masuk ICU jika volume darah 30 cc, atau terdapat perdarahan intraventrikel dengan
hidrosefalus dan memburuk.

Perawatan berlanjut di unit perawatan intensif (ICU) pengaturan. Pasien harus


mendapatkan manfaat dari perawatan ICU neurologis konvensional termasuk resusitasi
dengan cairan intravena, penempatan kepala tempat tidur pada 30 °, koreksi demam dengan
antipiretik, dan profilaksis trombosis vena dalam dengan perangkat kompresi berurutan dan /
atau stoking kompresi. Dosis rendah antikoagulan profilaksis harus dimulai 48 jam setelah
cedera.

1. TD diturunkan 15-20% bila TDS >180, TDD >120, MAP >130, dan volume darah
bertambah.
2. Bila terdapat gagal jantung, tensi diturunkan dgn labetolol i.v. dosis 10 mg (dlm 2
mnt) sampai 20 mg (dlm 10 mnt) max 300 mg; enelapril i.v. 0,625-1.25 mg per 6 jam;
Captopril 3 kali 6,25-25 mg peroral.
3. Jika TIK meningkat, posisi kepala 300, bisa diberi manitol dan hiperventilasi
(PCO220-35 mmHg).

Bila terdapat kemungkinan peningkatan TIK, dipertimbangkan untuk memonitor TIK dan
reduksi tekanan darah dengan infus intravena intermiten atau kontinyu saat mempertahankan
cerebral perfusion pressure >60 mmHg.

Tatalaksana peningkatan TIK adalah dengan resusitasi cairan intravena, elevasi kepala
pada posisi 30p dan mengoreksi demam dengan antipiretik.11 Usaha awal untuk fokus
menangani peningkatan tekanan intrakranial (TIK) sangat beralasan, karena peningkatan
tekanan intrakranial yang berat berhubungan dengan herniasi dan iskemi.

Rasio mortalitas yang lebih rendah konsisten ditemukan pada kebijakan terapi dengan: (1)
penggunaan keteter intraventrikuler untuk mempertahankan TIK dalam batas normal dan (2)
usaha untuk menghilangkan bekuan darah dengan menyuntikkan trombolitik dosis rendah.

27
Rekomendasi AHA Guideline 2009: 1. Pasien dengan nilai GCS <8, dan dengan bukti klinis
herniasi transtentorial, atau dengan IVH yang nyata atau hidrosefalus dipertimbangkan untuk
monitor dan tatalaksana TIK. Cerebral perfusion pressure (CPP) 50-70 mmHg beralasan
untuk dipertahankan tergantung dari autoregulasi serebri. (IIb; C). (rekomendasi baru). 2.
Drainase ventrikuler sebagai terapi untuk hidrosefalus beralasan pada pasien dengan
penurunan tingkat kesadaran. (IIa; B). (rekomendasi baru).

1. Manajemen terapi umum sama dengan stroke iskemik.


2. Jika ada tukak dapat diberi antagonis H2, sukralfat, atau inhibitor pompa proton
Komplikasi respirasi → fisioterapi dan antibiotika.

Dan juga mengacu pada terapi khusus stroke perdarahan meliputi

1. Pemberian neuroprotektor kecuali bersifat vasodilator.


2. Pembedahan dgn pertimbangan usia dan letak lesi (serebelum dgn diameter >3 cm3),
hidrosefalus→ pemasangan VP-shuntdan perdarahan lobar >60 cc dgn tanda-tanda
TIK meningkat.
3. Jika kejang beridiazepam 5-20 mg i.v. pelan (3 mnt) maks100 mg perhari dan
dilanjutkan pemberian fenitoinatau carbamazepin selama 1 bulan. Bila kejang timbul
setelah 2 minggu beriantikonvulsan peroral jangka panjang.

Pasien dengan ICH, terutama lobar ICH, beresiko untuk kejang; 30-hari risiko pasca-ICH
mereka dikutip pada sekitar 8%. Kejang klinis dan secara electrographic harus ditangani
secara agresif, tetapi obat antiepilepsi (AED) profilaksis yang lebih kontroversial. AED
sering digunakan sebagai profilaksis pada ICH untuk menghindari kejang-terkait neurologis
kerusakan dan perdarahan ulang. Tahun 2007 American Heart Association pedoman untuk
perawatan ICH menyarankan bahwa “singkat” periode AED profilaksis dapat diberikan untuk
mencegah kejang awal lobar ICH. Dengan demikian, AED profilaksis harus dipilih dan
dikelola secara bijaksana untuk pasien pada risiko tertinggi untuk kejang.35

Pertumbuhan hematoma merupakan faktor penentu independen dari kedua mortalitas dan
hasil fungsional setelah ICH . Dalam analisis data sekunder 170 dari 374 pasien (45%)
memiliki ivh pada awal dan 12% (44 dari 374) memiliki peningkatan yang lebih besar dari 2
mL volume ivh antara baseline dan 24 jam CT scan . Membatasi pertumbuhan hematoma
intraventrikular mungkin menjadi target terapi yang penting.

Adapun indikasi bedah pada stroke hemoragik

1. Perdarahan serebelar > 3 cm dengan perburukan klinis atau kompresi batang otak dan
hidrosefalus akibat obstruksi ventrikel.
2. Perdarahan intra serebral dgn lesi struktural (aneurisma, MAV atau angioma
kavernosa), jika mempunyai harapan outcome baik dan lesi strukturnya terjangkau /
accessible
3. Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar (≥ 50 cm3 ) yang
memburuk

Rasio mortalitas yang lebih rendah konsisten ditemukan pada kebijakan terapi dengan
penggunaan kateter intreventrikuler untuk mempertahankan TIK dalam batas normal dan
usaha untuk menghilangkan bekuan darah dengan menyuntikan trmbolitik dosis rendah.36

28
Komplikasi dari IVH antara lain:
1. Hidrosefalus.
Hal ini merupakan komplikasi yang sering dan kemungkinan disebabkan karena
obstruksi cairan sirkulasi serebrospinal atau berkurangnya absorpsi meningeal.
Hidrosefalus dapat berkembang pada 50% pasien dan berhubungan dengan keluaran
yang buruk.Hidrosefalus merupakan dilatasi sistem ventrikel, terdapat dua macam
hidrosefalus yaitu noncommunicating dan communicating.Noncommunicating
(obstructive) hydrocephalus, terjadi pada saat aliran LCS dari ventrikel tidak dapat
masuk ke ruang subaraknoid karena terdapat obstruksi pada satu atau kedua foramen
interventrikuler, akuaduktus serebri (tempat obstruksi paling banyak) atau aliran
keluar melalui foramen ventrikel keempat (celah medial dan lateral). Hambatan ini
menyebabkan dilatasi secara cepat satu atau lebih ventrikel.
Communicating hydrocephalus, obstruksi terdapat pada ruang subaraknoid yang
disebabkan karena perdarahan maupun meningitis, menyebabkan hambatan pada
reabsorbsi LCS. Patofisiologi gangguan reasorbsi hidrosefalus komunikan tidak
sepenuhnya dimengerti, namun disfungsi granula Pacchioni araknoid dalam
reabsorbsi LCS karena efek bekuan-bekuan darah pada ventrikel menganggu kerja
aliran fisiologis arachnoid.
Terdapatnya hidrosefalus dievaluasi dengan ventriculocranial ratio, merupakan
rasio dari lebarnya ventrikel di belakang tanduk frontal di antara nukleus kaudatus
yang secara sejajar dengan lebarnya otak pada tingkat yang sama. Batas atas yang
normal adalah 0,155. Rasio ini dikalkulasi pada CT pertama (rasio awal) dan pada
pasien dengan CT follow up.Menurut luasnya darah pada gambaran CT Scan kepala.
2. Perdarahan ulang (rebleeding), dapat terjadi setelah serangan hipertensi.
Tindakan medis untuk mencegah perdarahan ulang setelah SAH dari AHA
Guideline 2009 : 1). Tekanan darah sebaiknya dimonitor dan dikontrol untuk
mengimbangi risiko stroke, hipertensi yang berhubungan dengan perdarahan ulang,
dan mempertahankan CPP (cerebral perfusion pressure) (I, B). 2). Tirah baring saja
tidak cukup untuk mencegah perdarahan ulang setelah SAH. Dapat dipertimbangkan
strategi tatalaksana yang lebih luas, bersamaan dengan pengukuran yang lebih
definitif (IIb, B). 3). Meskipun studi yang lalu menunjukkan keseluruhan efek negatif
dari antifibrinolitik, bukti sekarang menyarankantatalaksana awal dengan pemberian
antifibrinolitik jangka pendek dilanjutkan dengan penghentian antifibrinolitik dan
profilaksis melawan hipovolemi dan vasospasme (IIb, B).
3. Vasospasme.
Beberapa laporan telah menyimpulkan hubungan antara intraventricular
hemorrhage (IVH) dengan kejadian dari vasospasme serebri, yaitu : yaitu: 1).
Disfungsi arteriovena hipotalamik berperan dalam perkembangan vasospasme
intrakranial. 2). Penumpukkan atau jeratan dari bahan spasmogenik akibat gangguan
dari sirkulasi cairan serebrospinal.Rekomendasi tatalaksana vasospasme serebri dari
AHA Guideline pada SAH, yaitu: Nimodipin oral diindikasikan untuk mengurangi
keluaran yang buruk yang berhubungan dengan SAH aneurisma (I, A). Nilai dari
pemberian antagonis kalsium secara oral atau intravena masih belum jelas. Dosis oral
yang dianjurkan adalah 60 mg setiap 6 jam.37

29
Prognosis ad vitam pada pasien ini dubia ad malam, karena kegawatdaruratan pasien
yaitu hidrosefalus komunikan yang meningkatkan TIK dan dapat berakhir dengan herniasi
serebri, sudah ditatalaksana dengan baik sehingga tidak mengancam nyawa lagi. Namun
untuk renal insuffisiensi dan hipertensi maligna pada pasien belum stabil maka hal ini dapat
berulang kembali. 38
Prognosis ad functionam dubia ad bonam, karena tidak terdapat defisit motorik berupa
hemiparesis dekstra yang terjadi pada pasien mengalami perbaikan pada saat pasien pulang.
Sedangkan prognosis ad sanactionam dubia ad malam, karena telah terdapatnya beberapa
faktor risiko untuk stroke berulang berikutnya yang harus dikontrol dengan baik.39

Daftar pustaka

1. Adam PH (2003), Guidelines for The Early Management of Patients with Ischemic
Stroke. Stroke 34, 1056-83.
2. Adnan I. Qureshi, MD (2008),Acute Hypertensive Response in Patients With Stroke
Pathophysiology and Management. Circulation Vol 118, 176-187.
3. AHA/ASA Guideline. Guideline for the early management of adults with ischemic
stroke. Stroke 2007; 38:1655 - 1711.
4. Arthur M. Pancioli, MD and Scott E. Kasner, MD (2006). Hypertention Management
in Acute Neurovascular Emergencies. Emergency Medicine Cardiac Reserarch And
Education Group, Vol 3.
5. Butler AB, Partain RA, Netsky MG, Primary intraventricular hemorrhage: a mild and
remediable form. Neurology: 1972,22: 675.
6. Broderick et al, (2007). Guidelines for the Management of Spontaneous Intracerebral
Hemorrhage in Adults: 2007 Update: A Guideline From the American Heart
Association/ American Stroke Association Stroke Council, High Blood Pressure
Research Council, and the Quality of Care and Outcomes in Research
Interdisciplinary Working Group: The American Academy of Neurology affirms the
value of this guideline as an educational tool for neurologists. Stroke ;38;2001-2023.
7. Baehr M, Frotscher M .Diagnosis Topis Neurologi DUSS , Ed 4 ( 2016 )
8. Broderick J et al. Guideline for the Management of Spontaneous Intracerebral
Hemorrhage in Adults: 2007 Update. Stroke 2007, 38:2001 - 2023
9. Broderick , 2007, Guidelines for the management of spontaneous intracerebral
haemorrhage, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17478736, di akses 10 februari
2017
10. Caplan LR, editor. Brigido, Adrianne. Caplan’s stroke: a clinical approach, 4th ed.
USA: Saunders Elsevier; 2009.p.506-7.

30
11. Darby DG, Donnan GA, Saling MA, Walsh KW, Bladin PF. Primary intraventricular
hemorrhage: clinical and neuropsychological findIngs in a prospective stroke series.
Neurology. 1988;38:68.
12. Fabregas JM, Piles, Guardia, Vilalta Lluis. Spontaneous primary intraventricular
hemorrhage: clinical data, etiology and outcome. J Neurol. 1999.246:287-91.
13. Flint AC, Roebken A, Singh V. Primary intraventricular hemmorhage: yield of
diagnostic angiography and clinical outcome. Neurocritical care. 2008;330-6.
14. Giray S, Sen O, Sarica FB, Tufan K, Karatas M, Goksel BK, et al. Spontaneous
intraventricular hemorrhage in adults: clinical data, etiology and outcome. Turkish
Neurosurgery. 2009;19(4),334-8.
15. Gilroy J (2000), Cerebrovascular Disease. In : Basic Neurology. Third edition. Editor
Gilroy J. The Mc Graw-Hill Companies, pp 225-77.
16. Grehenson, 2011. Pasien Stroke Di Rumah Sakit Kian Meningkat,
http://www.ugm.ac.id. Amir, A, 2010. Diakses tgl 13 Februari 2017
17. Hart RG, Palacio S. Cardioembolic
Stroke.http://www.emedicine.com/neuro/topic45.htm
18. Hallevi H, Albright KC, Aronowski J, Barreto AD, Schild SM, Khaja AM, et al.
Intraventricular hemorrhage: anatomic relationships and clinical implications.
Neuroloogy. 2008;70:848-52.
19. Hameed Bilal, Khealani BA, Mozzafar T, Wasay M. Prognostic indicators in patients
with primary intraventricular haemorrhage. J Pak Med Association. 2005:Aug.55
(83):315-17.
20. Hinson HE, Hanley DF, Ziai, Wendy C. Management of intraventricular hemorrhage.
USA: Current Neurology Neuroscience Rep. Baltimore; 2010.p.73-82.
21. James C. Grotta, Gregory W. Albers, Joseph P. Broderick - 2015 - Cerebrovascular
disease, https://books.google.co.id/books?isbn=0323295444,di akses 10 Februari
2017
22. Kevin N. Sheth and David M. Greer, (200). Intensive Care Management of acute
Ischemic Stroke, In : Acute Ischemic Stroke An Evidence Based Approach. Editors :
David M. Greer. Published by John Wiley & Sons, Inc.,Hoboken, New Jersey, p 163-
198.

23. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.Guideline


Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis SarafIndonesia: Jakarta,
2007.
24. Kuramatsu JB1, Huttner HB, Schwab S- 2013 May 30 - Advances in the management
of intracerebral hemorrhage https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/237201892013, di
akses 10 februari 2017
25. Larry B. Goldstein (2004). Blood Pressure Management in Patients With Acute
Ischemic Stroke. Hypertension Vol 43; 137-141.
26. Mesiano, Taufik. Perdarahan Subarakhnoid Traumatik. FK UI/RSCM,2007
27. Morgenstern LB. Guidelines for the management of spontaneous intracerebral
hemorrhage: a guideline for healthcare professionals from the American Heart
Association/american stroke association. Dallas: Stroke; 2010.p.2108-29.

31
28. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010.[diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]
29. Perhimpunan Dokter Spesialis Syaraf Indonesia (Perdossi) (2004). Penatalaksanaan
Hipertensi pada stroke Akut. Guideline Stroke. Kelompok Studi Cerebrovaskular ed
3, p 3-13.
30. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakited.6. EGC,
Jakarta. 2006.
31. Qaisar A. Shah, MD and Adnan I. Qureshi, MD (2006). Acute Hypertension in
Intracerebral Hemorrhage- Pathophysiology ang Management. Stroke ; 38-42.
32. Robert J. Wityk and John J. Lewin III (2006). Blood Pressure Management During
Acute Ischemic Stroke. Expert Opin. Pharmacother. 7(3); 247-258.
33. Thompson G. Robinson and John F. Potter (2004). Blood Pressure in Acute Stroke.
Age and Ageing Vol 33 No. I
34. Ringleb PA et al. Guideline for Management of Ischemic Stroke and Transiengt
Ischemic Attack 2008. The European Stroke Organization (ESO) Executive
Committee and the ESO Writing Committee..
35. Report of the Joint Stroke Guideline Development Committee of the American
Academy of Neurology and the American Stroke Association (a Division of the
American Heart Association). Stroke. 2002;33;1934 - 1942.

36. Rohkamm, Reinhard. Color Atlas of Neurology. Edisi 2. BAB 3.Neurological


Syndrome. George Thieme Verlag: German, 2003.
37. Sastrodiningrat, Abdul. Perdarahan Intraserebral HipertensifDivisi Ilmu Bedah Saraf
Departemen Ilmu Bedah Fakultas KedokteranUniversitas Sumatera Utara, Medan,
2006
38. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC:Jakarta,
2007.
39. Thomas Brott, MD and Julien Bogousslavsky, MD (2000). Treatment Of Acute
Ischemic Stroke. The New England Journal of Medicine, p 710-722.

32

Anda mungkin juga menyukai