Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Hypoxic-ischemic encephalopathy (HIE) merupakan cidera otak yang


disebabkan oleh adanya kombinasi antara aliran darah dan suplai oksigen ke otak
yang tidak adekuat.1 HIE pada neonatus didefinisikan sebagai suatu sindrom yang
ditandai dengan kelainan klinis dan laboratorium yang timbul karena adanya
cedera pada otak yang akut yang disebabkan karena asfiksia neonatorum.
Diagnosis HIE dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis.2,3
Angka kejadian HIE pada neonatus berkisar pada 1-3 per 1000 kelahiran di
Amerika Serikat. Secara global, 10-60% diantaranya meninggal pada periode
postnatal dan 25% sisanya selamat dengan sekuele neuropsikologis yang berat dan
permanen berupa retardasi mental, gangguan visuomotor atau visuo-perseptif,
hiperaktivitas, cerebral palsy, dan epilepsi.3 Prognosis tergantung pada onset
cidera, durasi cidera, derajat keparahan cidera, dan manajemen terapi. Bayi dengan
pH darah arteri umbilical yang kurang dari 6,7 memiliki risiko kematian atau
gangguan perkembangan neurologis berat di usia 18 bulan sebesar 90%.10
Centella asiatica merupakan tanaman yang dapat tumbuh di daerah yang
beriklim tropis. Kandungan bahan aktif dari Centella asiatica adalah asiatikosida,
tankunisida, isotankunisida, madekasosida, brahmosida, brahminosida, asam
brahmik, asam madasiatik, meso-inositol, sentelosida, karotenoid, hidrokotilin,
vellarin, tanin, serta garam mineral seperti kalium, natrium, magnesium, kalsium,
dan besi.11 Centella asiatica memiliki berbagai aktivitas, yang meliputi aktivitas
penyembuh luka, antikanker, antioksidan, antimikroba, antifungi, antiinflamasi,
neuropretektif, antidepresan, dan hepatoprotektif.12,13
Kondisi hipoksia dapat berpengaruh pada multiorgan, salah satunya adalah
muskuloskeletal. Hipoksia dapat menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob,
peningkatan asam laktat, penurunan ATP, penurunan transpor transeluler, serta
peningkatan kadar natrium, air, dan kalsium intrasel. Selanjutnya dapat terjadi
kematian sel dan nekrosis. Hipoksia dapat mengganggu proses osteogenesis yang
berpengaruh pada massa tulang. Kondisi rendahnya konsentrasi oksigen dalam

1
darah merupakan faktor perangsang dan penghambat diferensiasi berbagai macam
sel seperti osteoblas, kondrosit, dan osteoklas.19
Makalah ini akan membahas mengenai HIE, Centella asiatica, pengaruh
hipoksia terhadap panjang badan dan osifikasi, serta pengaruh pemberian ekstrak
Centella asiatica terhadap panjang badan dan osifikasi. Tujuan dari penyusunan
makalah ini adalah mengetahui pengaruh pemberian ekstrak Centella asiatica
terhadap panjang badan dan osifikasi. Hal ini berkaitan dengan terapi pencegahan
stunting pada anak yang mengalami HIE.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Hypoxic-ischemic encephalopathy
1. Definisi
Hypoxic-ischemic encephalopathy (HIE) merupakan cidera otak
yang disebabkan oleh adanya kombinasi antara aliran darah dan suplai
oksigen ke otak yang tidak adekuat.1 HIE pada neonatus didefinisikan
sebagai suatu sindrom yang ditandai dengan kelainan klinis dan
laboratorium yang timbul karena adanya cedera pada otak yang akut yang
disebabkan karena asfiksia neonatorum. Diagnosis HIE dibuat
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis.2,3
2. Epidemiologi
Angka kejadian HIE pada neonatus berkisar pada 1-3 per 1000
kelahiran di Amerika Serikat. Secara global, 10-60% diantaranya
meninggal pada periode postnatal dan 25% sisanya selamat dengan
sekuele neuropsikologis yang berat dan permanen berupa retardasi
mental, gangguan visuomotor atau visuo-perseptif, hiperaktivitas,
cerebral palsy, dan epilepsi.3
3. Etiologi
HIE pada neonatus disebabkan oleh adanya kondisi asfiksia
intrauterin maupun asfiksia postnatal. Asfiksia intrauterin terjadi apabila
terdapat gangguan pertukaran udara dan aliran darah plasenta. Gangguan
tersebut disebabkan faktor janin, perfusi plasenta yang tidak adekuat,
gangguan oksigenasi maternal, dan terputusnya sirkulasi umbilikal seperti
pada kondisi lilitan tali pusat dan tali pusat menumbung. Sedangkan
asfiksia postnatal dapat disebabkan oleh penyakit membran hialin,
pneumonia, aspirasi mekonium, dan penyakit jantung kongenital.4

4. Klasifikasi

3
HIE terdiri dari 2 fase patologis yaitu fase kegagalan energi primer
dan fase kegagalan energi sekunder. Fase kegagalan energi primer adalah
cedera otak yang terjadi dalam beberapa minggu. Fase kegagalan energi
primer ditandai dengan penurunan aliran darah otak yang menyebabkan
penurunan transpor oksigen dan nutrisi ke jaringan otak. Hal ini
menyebabkan metabolisme anaerob, peningkatan asam laktat, penurunan
ATP, penurunan transpor transeluler, serta peningkatan kadar natrium,
air, dan kalsium intrasel. Fase ini diakhiri dengan kematian sel dan
nekrosis. Sedangkan fase kegagalan energi sekunder adalah gangguan
perkembangan saraf yang terjadi dalam beberapa bulan atau tahun. Fase
kegagalan energi sekunder ini dapat menyebabkan terjadinya apoptosis
sel.5
5. Penegakan diagnosis
HIE pada neonatus ditandai dengan nilai APGAR rendah saat
persalinan dan adanya kondisi asidosis metabolik pada darah umbilikal
yang terjadi dalam 24 jam kehidupan. Selain itu, HIE pada neonatus juga
dapat ditandai dengan munculnya gejala apnea, kejang, dan gelombang
EEG yang abnormal. Defisit neurologis yang dapat terjadi pada HIE pada
neonatus antara lain gangguan penglihatan, gangguan pendengaran,
gangguan pertumbuhan dan perkembangan, serta retardasi mental.6
Menurut American Academy of Pediatrics (AAP) dan American
College of Obstetricians and Gynecologist (ACOG), HIE pada neonatus
merupakan kondisi intrapartum akut yang menyebabkan cidera saraf yang
ditandai dengan beberapa kondisi dibawah berikut.
a. Asidosis metabolik, dimana pH darah arteri umbilical fetus lebih dari
7,0
b. APGAR rendah saat persalinan sampai dengan 5 menit
c. Adanya sekuel neurologis neonatus, seperti kejang, koma, dan
hipotonia
d. Kegagalan organ multiple, seperti ginjal, paru, hepar, dan usus

4
e. Kebutuhan alat suportif pernafasan yang diperlukan pada awal
kehidupan.7
6. Penatalaksanaan
Secara umum, penatalaksanaan HIE dilakukan secara
farmakologis dan non-farmakologis. Penatalaksanaan farmakologis
dilakukan dengan cara pemberian antioksidan, antiinflamasi, dan
antiapoptosis. Efek antioksidan diharapkan dapat mengurangi radikal
bebas yang toksik dan menghambat masuknya kalsium yang berlebih ke
dalam sel saraf. Agen farmakologi yang memiliki efek antioksidan,
antiinflamasi, atau antiapoptosis adalah statin, xenon, argon, fenobarbital,
MgSO4, melatonin, dan N-asetilsistein. Sedangkan penatalaksanaan non-
farmakologis yang dapat dilakukan adalah terapi induksi hipotermi dan
terapi sel punca.3,8
7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul akibat HIE pada neonatus adalah
sebagai berikut.
a. Kardiomiopati
b. Nekrosis hepar
c. Nekrosis tubular akut
d. Insufisiensi adrenal
e. Enterocolitis nekrotikan
f. Sindrom aspirasi mekonium
g. Trombositopenia
h. Hipoglikemia
i. Hipokalsemia
j. Hiperamonemia
k. Sindrom defisiensi hormon antidiuretik.9
8. Prognosis
Prognosis tergantung pada onset cidera, durasi cidera, derajat
keparahan cidera, dan manajemen terapi. Bayi dengan pH darah arteri
umbilical yang kurang dari 6,7 memiliki risiko kematian atau gangguan

5
perkembangan neurologis berat di usia 18 bulan sebesar 90%. Berikut
merupakan faktor yang dapat meningkatkan risiko kecacatan dan
kematian.
a. Skor APGAR sebesar 0-3 pada 5 menit
b. Defisit basa tinggi (lebih dari 20-25 mmol/L)
c. Postur deserebrasi
d. Lesi basal ganglia-thalamus berat
e. HIE berat hingga usia 72 jam
f. Kurangnya aktivitas spontan.10

B. Centella asiatica
1. Toksonomi
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Umbillales
Famili : Umbilliferae (Apiaceae)
Genus : Centella
Spesies : Centella asiatica (L.) Urban.
Centella asiatica sering disebut juga sebagai pegagan, antanan,
kaki kuda, tikusan, taiduh, kori-kori, panigowang, pegago, sandanan,
kalotidi, bebile, brahma butu, Bao-bog, Tiger Herbal, Pennywort, dan
Gotu kola.11
2. Karakteristik
Centella asiatica merupakan tanaman yang dapat tumbuh di
daerah yang beriklim tropis. Centella asiatica tumbuh baik pada tanah
yang agak lembap dengan intensitas cahaya yang rendah sehingga
Centella asiatica tumbuh optimun di dataran medium pada ketinggian
sekitar 700 mdpl, namun juga mampu tumbuh di daerah tinggi hingga
2.500 mdpl. Komponen tanaman Centella asiatica terdiri dari akar,
tangkai, daun, dan bunga.11

6
3. Bioaktif
Kandungan bahan aktif dari Centella asiatica adalah asiatikosida,
tankunisida, isotankunisida, madekasosida, brahmosida, brahminosida,
asam brahmik, asam madasiatik, meso-inositol, sentelosida, karotenoid,
hidrokotilin, vellarin, tanin, serta garam mineral seperti kalium, natrium,
magnesium, kalsium, dan besi. Asiatikosida, asam asiatik, madekasida,
dan madekasosida termasuk dalam golongan triterpenoid, sedangkan
sitosterol dan stigmasterol termasuk dalam golongan steroid serta vallerin
brahmosida termasuk dalam golongan saponin.11
Triterpenoid berfungsi meningkatkan fungsi mental dan
merevitalisasi pembuluh darah sehingga memperlancar peredaran darah
menuju otak. Asiatikosida merupakan glikosida triterpen, derivat
alfaamarin dengan molekul gula yang terdiri atas dua glukosa dan satu
rhamnosa. Aglikon triterpen pada Centella asiatica disebut asiatikosida
yang mempunyai gugus alkohol primer, glikol, dan satu karboksilat
teresterifikasi dengan gugus gula. Asiatikosida berfungsi menguatkan sel-
sel kulit dan meningkatkan perbaikannya, menstimulasi sel darah dan
sistem imun, dan sebagai antibiotik alami. Brahmosida adalah senyawa
yang berfungsi memperlancar aliran darah dan merupakan protein penting
bagi sel otak.11
Centella asiatica juga mengandung kalsium, magnesium, fosfor,
seng, tembaga, betakaroten, serta vitamin B1, B2, B3, dan C. Kandungan
kimiawi lainnya ialah tankunisida, isotankunisida, madekasosida, asam
brahmik, asam madasiatik, meso-inositol, sentelosa, karotenoid,
garamgaram mineral seperti kalium, natrium, magnesium, kalsium, dan
besi, vellarine dan zat samak yang bermanfaat untuk menjaga kesehatan
tubuh.11

4. Manfaat

7
Centella asiatica merupakan pengobatan tradisional yang diyakini
dapat menurunkan tekanan darah, menyembuhkan luka, menyembuhkan
bruit, dan mengobati gejala diuretik. Sedangkan dalam pengobatan
tradisional India, Centella asiatica digunakan untuk mengatasi gangguan
pada sistem saraf pusat, kulit, dan saluran pencernaan. Selain itu, Centella
asiatica memiliki berbagai aktivitas, yang meliputi aktivitas penyembuh
luka, antikanker, antioksidan, antimikroba, antifungi, antiinflamasi,
neuropretektif, antidepresan, dan hepatoprotektif.12,13
a. Aktivitas penyembuh luka
Dalam hal terapeutik, ekstrak Centella asiatica digunakan
pada penatalaksanaan infeksi luka kronik. Esktrak Centella asiatica
dapat berupa krim maupun gel, yang kemudian diaplikasikan pada
luka akan mempercepat proses epitelisasi dan meningkatkan
kontraksi luka. Deksametason dapat meningkatkan proses
penyembuhan pada luka yang diaplikasi dengan menggunakan
ekstrak daun Centella asiatica. Ekstrak ini dapat digunakan pada
pasien dengan luka diabetikum tanpa menimbulkan efek samping.
Pengaruh asiatikosida terhadap proliferasi, sintesis protein, dan
diferensiasi osteogenik HPDL bernilai positif.12
b. Aktivitas antikanker
Ekstrak Centella asiatica menunjukan aktivitas antikanker
dengan mekanisme induksi apoptosis. Kandungan methanol dalam
ekstrak Centella asiatica terbukti dapat menginduksi apoptosis sel
MCF-7 pada karsinoma payudara secara in vitro serta menghambat
proliferasi pada sel MK-1 pada karsinoma gaster, sel HeLa pada
karsinoma uterus, dan sel B16F10 pada melanoma. Selain itu,
kandungan cairan dalam ekstrak Centella asiatica juga dapat
menginduksi apoptosis pada kripte kolon dan meningkatkan efek
kemopreventif pada pembentukan tumor colon. Kandungan asam
asiatik dalam Centella asiatica dapat menginduksi apoptosis sel SK-
MEL-2 pada melanoma dan sel SW480 pada karsinoma kolon.12

8
c. Aktivitas antioksidan
Ekstrak Centella asiatica menunjukan aktivitas antioksidan
terutama pada kandungan etanol dan petroleum. Aktivitas
antioksidan pada Centella asiatica diduga merupakan hasil dari
penurunan tingkat hidroperoksida yang berfungsi dalam
menonaktifkan radikal bebas dan/atau ion logam kelasi. Aktivitas
antioksidan dari Centella asiatica dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa kelas fungsional, yaitu pengikat ROS, penghambat
pembentukan radikal bebas, penghambat pemecahan rantai, dan
kelasi logam.12
d. Aktivitas antimikroba
Ekstrak Centella asiatica menunjukan aktivitas antibakterial
dalam melawan patogen di saluran pencernaan seperti Bacillus
cereus, Salmonella enterica Typhimurium, dan Listeria
monocytogenes. Selain itu, ekstrak Centella asiatica terbukti efektif
dalam menghambat pertumbuhan koloni Staphylococcus aureus,
Bacillus subtilis, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, dan
Shigella sonnei.12
e. Aktivitas antifungi
Kandungan petroleum, ethanol, kloroform, n-hexane, dan
cairan dalam ekstrak Centella asiatica menunjukan aktivitas
antifungi dengan cara menghambat pertumbuhan dari Aspergillus
niger dan Candida albicans. Sedangkan kandungan etanol dalam
ekstrak Centella asiatica terbukti dapat menghambat pertumbuhan
dari Aspergillus flavus dan Penicillium citrinum.13
f. Aktivitas antiinflmasi
Aktivitas antiinflamasi dari ekstrak Centella asiatica,
terutama pada kandungan triterpen pentasiklik dan saponin, dapat
menghambat pemecahan sel darah merah yang disebabkan oleh
adanya hipotonik sehingga mengurangi edema yang terjadi pada
proses inflamasi. Selain itu, adanya regulasi katalase, dismutase

9
seperoksida, dan glutathion pada jaringan hepar juga dapat
mengurangi edema.13
g. Aktivitas neuroprotektif
Aktivitas neuroprotektif dari ekstrak Centella asiatica
terutama terdapat pada penghambatan enzim, pencegahan
pembentukan plak amiloid pada penyakit Alzheimer, neurotoksisitas
pada penyakit Parkinson, dan mengurangi adanya stress oksidatif.
Kandungan air dalam ekstrak Centella asiatica terutama pada subtipe
fosfolipase A2 berpotensi memiliki sifat neuroprotektif dalam hal
kematian sel dan regulasi kognitif yang tidak baik.y Sebuah
penelitian membuktikan tentang peran Centella asiatica dalam
memacu kecakapan kognitif dan kadar neurotransmiter monoamine
pada hipokampus tikus serta meningkatkan β amyloid hipokampus
pada penderita Alzheimer.14
h. Antidepresan
Ekstrak Centella asiatica dapat bersifat sebagai antianxietas
terutama pada kandungan triterpen dan imipramin. Hal ini berkaitan
dengan penurunan durasi dan regulasi dari asam amino. Sebuah
penelitian menyebutkan bahwa ekstrak Centella asiatica
menunjukan adanya penurunan kadar kortikosteroid dalam serum
serta merangsang sekresi 5-HT, NE, DA, dan hasil metabolit lain
seperti 5-HIAA dan MHPG.15

C. Zebrafish
1. Toksonomi
Genus : Danio
Famili : Cyprinidae
Spesies : Danio reiro.16
2. Karakteristik
Zebrafish (Danio rerio) merupakan jenis ikan tropis berukuran
kecil yang dapat ditemukan di sungai-sungai di negara India dan Asia

10
Selatan. Zebrafish merupakan salah satu ikan berjenis ikan tawar yang
dapat hidup di suhu yang tinggi.16
3. Anatomi dan fisiologi
Zebrafish memiliki garis-garis sebagai corak yang ada pada tubuh
ikan terdiri dari beberapa tipe sel pigmen. Garis berwarna biru hitam
terdiri dari dua sel pigmen, yaitu melanofor dan iridiofor, sedangkan pada
garis berwarna kuning perak terdiri dari sel pigmen xantofor dan iridiofor.
Garis-garis pada ikan berfungsi untuk adaptasi terhadap lingkungannya
melalui mekanisme kamuflase.16
Zebrafish memiliki kemampuan dalam merasakan sensasi rasa,
sentuhan, keseimbangan, dan pendengaran. Selain itu, zebrafish memiliki
pola sirkadian yang menyerupai mamalia yaitu aktivitas yang dilakukan
pada siang hari dan istirahat pada saat malam hari. Zebrafish juga
merupakan binatang yang sangat sensitif sehingga zebrafish mengalami
penurunan kecepatan makan dan peningkatan agresi pada kondisi
tertentu.16
4. Manfaat dalam penelitian
Penggunaan zebrafish sebagai organisme model penelitian sudah
luas digunakan untuk pengembangan genetik, toksikologi, gangguan
metabolisme, serta gangguan tubuh manusia. Aplikasi zebrafish secara
eksperimental pada beberapa model penyakit, meliputi obesitas, diabetes,
gangguan kardiovaskular, gangguan ginjal, perlemakan hati, dan
beberapa penyakit lainnya.16,17
a. Obesitas
Sebagaimana pada manusia, zebrafish juga memiliki reseptor
leptin dan sistem melanokortin yang terlokasi pada hipotalamus.
Pemberian Neuropeptide Y (NPY), ghrelin, dan Agouti-Gene
Related Peptide (AgRP) pada zebrafish dapat menstimulasi efek
makan, sedangkan pemberian Cocaine Amphetamine Regulated
Transcript (CART) dan Melanokortin dapat menghambat keinginan
untuk makan. Pada manusia, adanya mutasi gen monogenik atau

11
single-gene pada system reseptor melanokortin-4 (MC4R) dapat
menyebabkan obesitas. Sedangkan pada zebrafish, adanya
overekspresi AgRP yang memiliki peran sebagai inverse agonis
endogen MC4R akan menghasilkan efek peningkatan pertumbuhan
pada ikan yang linier dan hipertrofi jaringan adiposa.16
b. Diabetes melitus
Zebrafish telah digunakan secara terus menerus untuk studi
perkembangan organ pankreas. Pankreas pada Zebrafish memiliki
fungsi endokrin dan eksokrin yang terhubung dengan sistem duktal
sampai sistem digestif sebagaimana yang ada pada mamalia. Sel islet
pankreas Zebrafish terdiri dari sel beta (untuk menghasilkan insulin),
sel alfa (untuk menghasilkan glukagon), sel delta (untuk
menghasilkan somatostatin, dan sel penghasil ghrelin. Zebrafish
merupakan model yang sangat baik bila dibandingkan dengan model
hewan pengerat untuk memahami kondisi dan patologi dari
vertebrata.16
c. Penyakit jantung
Jantung embrio zebrafish secara struktur menyerupai struktur
jantung embrio manusia yang tersusun atas atrium dan ventrikel.
Zebrafish tidak tergantung pada sistem sirkulasi untuk bertahan di
tahap awal perkembangan kehidupan. Oleh karena itu, gangguan
pada perkembangan jantung pada embrio tidak menghasilkan efek
kematian yang segera.17
d. Gangguan ginjal
Zebrafish sangat sesuai pada aplikasi model gangguan ginjal
yang meliputi penyakit ginjal polisistik, model gagal ginjal akut,
model nefrolitiasis, dan beberapa model lainnya. Pada model
penyakit ginjal polisistik, beberapa studi menjelaskan bahwa bagian
yang disebut sebagai silia memiliki peranan penting terhadap
terjadinya penyakit ini.17
e. Gangguan neurologis

12
Secara anatomi dan struktural dari sistem syaraf pusat
zebrafish menyerupai pada manusia. Model gangguan yang dapat
diterapkan pada zebrafish untuk sistem syaraf pusat antara lain
alzheimer, kecemasan (anxiety), depresi, autisme, schizophrenia,
parkinson, penyakit huntington, dan beberapa gangguan lainnya.
Dalam hal ini, untuk mengembangkan model gangguan sistem syaraf
pusat pada zebrafish sangatlah memungkinkan, relevan, dan sesuai
untuk dieksplorasi lebih lanjut. Sebagai tambahan, dalam sistem
syaraf pusat zebrafish juga tersusun atas berbagai neurotransmitter
yang meliputi kolinergik, dopaminergik, dan noradrenergik.16,17
f. Massa tulang
Pemberian glukokortikoid dalam jangka waktu yang lama
dapat memberikan efek pengeroposan tulang dan memberikan resiko
peningkatan terhadap fraktur tulang pada manusia. Hal inilah yang
menyebabkan keterbatasan penggunaan dari glukokortikoid. Model
glukokortikoid untuk menginduksi osteoporosis juga dapat
diaplikasikan pada embrio zebrafish.16
5. Zebrafish dalam penelitian mengenai HIE
Penelitian mengenai kerusakan otak yang disebabkan oleh kondisi
hipoksia menggunakan model berupa binatang. Hal ini dilakukan dengan
tujuan untuk memudahkan kita dalam mengetahui patofisiologi dari
kerusakan otak yang terjadi akibat kondisi hipoksia. Zebrafish banyak
digunakan dalam penelitian ini, karena zebrafish memiliki organ yang
sama pada mamalia pada umumnya, terutama manusia. Sampai dengan
saat ini, zebrafish masih digunakan dalam penelitian sebagai model
penyakit pada manusia terutama gangguan neurologis dan stress.18
Beberapa manfaat penggunaan zebrafish dalam penelitian
mengenai kerusakan otak yang disebabkan oleh kondisi hipoksia adalah
kemudahan dalam memberikan paparan pada zebrafish. Hal ini
disebabkan karena zebrafish sangat mudah menyerap zat kimia yang ada

13
pada air dengan cara memasukannya melalui insang. Zebrafish memiliki
sirkulasi tunggal yaitu jantung-insang-badan-jantung.18

D. Pengaruh hipoksia terhadap osifikasi dan panjang badan


Kondisi hipoksia dapat berpengaruh pada multiorgan, salah satunya
adalah muskuloskeletal. Hipoksia dapat menyebabkan terjadinya metabolisme
anaerob, peningkatan asam laktat, penurunan ATP, penurunan transpor
transeluler, serta peningkatan kadar natrium, air, dan kalsium intrasel.
Selanjutnya dapat terjadi kematian sel dan nekrosis. Hipoksia dapat
mengganggu proses osteogenesis yang berpengaruh pada massa tulang.19
Keadaan hipoksia pada tulang dapat mengganggu homeostasis tulang,
yang selanjutnya dapat menyebabkan osteolisis. Pasien yang mengalami
keadaan hipoksia dalam jangka panjang berisiko untuk mengalami kehilangan
massa tulang yang terakselerasi. Penurunan aliran darah pada ektrimitas
inferior dapat berhubungan dengan peningkatan laju kehilangan massa tulang
pada pinggul dan calcaneus. Kegagalan pernafasan yang berlangsung secara
kronik yang disertai dengan pO2 yang rendah akan menyebabkan kehilangan
densitas massa tulang yang signifikan.19
Tulang akan mengalami proses resorbsi dan osifikasi oleh osteoklas
dan osteroblas secara terus-menerus. Penurunan tekanan oksigen dapat
menyebabkan berbagai respon biologis. Kondisi rendahnya konsentrasi
oksigen dalam darah merupakan faktor perangsang dan penghambat
diferensiasi berbagai macam sel seperti osteoblas, kondrosit, dan osteoklas.19
1. Osteoblas
Osteoblas merupakan sel pembentuk tulang yang berasal dari sel
punca mesenkimal. Selain itu, osteoblas merupakan sel progenitor yang
dapat berdiferensiasi menjadi kondrosit, adiposa, myoblas, dan fibroblas
dengan faktor pemicu yang berbeda. Kondisi hipoksia ringan dengan
kadar O2 8% dapat meningkatkan laju diferensiasi sel punca mesenkimal
baik menjadi osteogenik maupun adipogenik. Dalam penelitian, osteoblas
tikus yang dikultur dalam kadar O2 2-5% akan membentuk nodul tulang

14
yang termineralisasi minimal dengan kandungan alkali fosfatase yang
rendah. Sedangkan pada keadaan anoksia yaitu kadar O2 0,2% tidak
menunjukan adanya pembentukan nodul.19
Pengaruh hipoksia terhadap osifikasi tulang berkaitan dengan
penurunan laju proliferasi dan diferensiasi osteoblas. Hal ini juga
berkaitan dengan penurunan ekspresi gen Runx2, yaitu faktor transkripsi
yang sangat penting dalam diferensiasi osteoblas. Selain ekspresi gen
Runx2, ditemukan penurunan ekspresi kolagen tipe 1, osteokalsin, dan
ALP pada sel MG3 manusia yang disebabkan oleh tekanan oksigen yang
rendah.19
2. Kondrosit
Tulang endokondral terbentuk pada lingkungan oksigen yang
rendah. Lempeng pertumbuhan kartilago pada ujung tulang panjang
bersifat avaskular dan selanjutnya mengalami hipoksia. Tekanan oksigen
yang rendah dapat mempengaruhi metabolisme energi kondrosit.
Pembentukan kondrosit dalam keadaan hipoksia dapat menyebabkan
peningkatan penggunaan glukosan dan peningkatan sintesis laktat.
Keterbatasan persediaan oksigen dapat mempengaruhi kondrosit pada
pertumbuhan kartilago.19
Dalam keadaan hipoksia, sel punca mesenkimal lebih dominan
untuk berdiferensiasi menjadi kondrosit dan memsintesis matrik
kartilago. Selain itu, kondisi hipoksia juga dapat menurunkan sintesis
mediator angiogenesis berupa VEGFA. Meskipun lempeng pertumbuhan
bersifat avaskular, namun diperlukan invasi pembuluh darah dan resorpsi
kalsifikasi kartilago dengan osteoklas yang akan digantikan oleh tulang.
VEGFA berperan penting pada vaskularisasi kartilago baik tahap awal
maupun akhir. Adanya kadar VEGFA yang rendah pada penelitian yang
dilakukan pada tikus menyebabkan penurunan invasi pembuluh darah
pada pusat osifikasi primer dan keterlambatan perubahan kondrosit
hipertropik minimal.19
3. Osteoklas

15
Osteoklas terbentuk dari penggabungan prekursor hematopoetik
monosit dan makrofag. Pembentukan osteoklas dirangsang baik secara
langsung maupun tidak langsung oleh kondisi hipoksia. Dalam penelitian
yang dilakukan pada tikus menunjukan hasil bahwa penurunan tekanan
oksigen dapat menyebabkan peningkatan laju pembentukan osteoklas
multinuklear. Pengaruh hipoksia pada sel stroma makrofag sumsum
tulang secara tidak langsung berkaitan dengan peningkatan pembentukan
osteoklas melalui peningkatan regulasi IGF2 pada sel stroma.19
Sumber lain menyebutkan bahwa hipoksia dan proses inflamasi dapat
menyebabkan induksi episodik osifikasi endokondral heterotopik. Hypoxia-
Inducible Factor 1-Alpha (HIF-1A) merupakan faktor transkripsi yang dapat
meningkatkan regulasi terhadap respon untuk menurunkan kondisi oksigen
selama proses osifikasi tulang setelah fraktur atau osteotomi, yang disebut
sebagai angiogenesis dan osteogenesis. HIF-1A dapat mengintegrasi respon
seluler baik pada keadaan hipoksia maupun proses inflamasi. Penelitian yang
dilakukan oleh Haitao et al, bertujuan untuk mengetahui peran hipoksia dan
HIF-1A pada proses osifikasi fibrodisplasia progesif. Hasil penelian ini
menunjukan bahwa HIF-1A dapat meningkatkan intensitas dan durasi BMP
terhadap RABEP1-AVR.20,21
Penelitian yang dilakukan Sang Min et al, bertujuan untuk mengetahui
pengaruh HIF-1A eksogen terhadap osifikasi tulang di sekitar implan dengan
mengaplikasikan HIF-1A pada tikus yang terinduksi diabetes. Hasil penelitian
ini menunjukan bahwa proses osifikasi meningkat pada kelompok tikus yang
diberikan paparan HIF-1A. Selain itu, didapatkan peningkatan aktivitas
genetik NOS2, GPNMB, CCL2, CCL5, CXCL16, dan TRIM63. gen-gen
tersebut berkaitan dengan gen yang berperan dalam penyembuhan luka. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan bahwa kondisi hipoksia dapat meningkatkan
aktivitas osteogenesia dalam proses osifikasi tulang dan menginduksi ekspresi
gen yang berkaitan dengan regenerasi jaringan.22

16
E. Pengaruh pemberian ekstrak Centella asiatica terhadap panjang badan
pada model zebrafish
Mekanisme stunting dapat dikaitkan dengan keadaan malnutrisi,
gangguan pada hormon pertumbuhan dan inflamasi. Hormon pertumbuhan
berperan menstimulasi pembentukan Insulin Like Growth Factor-1 (IGF-1)
sebagai mediator pertumbuhan prenatal dan postnatal, pada otot, tulang rawan,
dan diferensiasi tulang lainnya. Sedangkan insulin reseptor substrat (IRS)
sebagai efektor, melaksanakan fungsi utama pada reseptor untuk transduksi
sinyal, menghasilkan diferensiasi sel, proliferasi dan anti apoptosis,
pengaturan metabolisme, umur dan ukuran organisme.24
Centella asiatica mengandung campuran dari komposisi yang
mencakup 3 macam triterpen yaitu asam asiatika, asam madecasic, dan
asiatikosida. Ketiga kandungan ini memiliki manfaat sebagai antioksidan dan
memiliki kemampuan dalam menstimulasi sintesis kolagen yang berperan
dalam regenerasi jaringan. Selain itu, ketiga kandungan ini juga
mempengaruhi pembentukan kolagen pada tulang, kartilago, dan jaringan ikat.
Oleh karena itu, ekstrak Centella asiatica memiliki peran dalam proses
osteogenesis.25
Penelitian mengenai pengaruh ekstrak Centella asiatica terhadap
panjang badan masih terbatas. Penelitian yang dilakukan oleh Darwati et al,
dilakukan pada larva zebrafish yang diberikan rotenone dan Centella asiatica
pada usia 2 hingga 72 hpf, selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap
panjang badan dan rasio panjang kepala dilakukan pada hari ke 3,6 dan 9. Hasil
penelitian menunjukan bahwa pada usia 3 dpf yang merupakan analog bayi
baru lahir, tidak ada perbedaan signifikan panjang badan antara semua
kelompok. Sedangkan pada usia 6 dpf yang merupakan analog usia 2 tahun
dan usia 9 dpf yang merupakan analog usia 8 tahun ada perbedaan signifikan
panjang badan yaitu kelompok rotenon lebih pendek dibandingkan dengan
kelompok kontrol dan kelompok Centella asiatica. Ekspresi IGF-1 mengalami
penurunan signifikan pada kelompok rotenon, penambahan Centella asiatica
mampu meningkatkan ekspresi IGF-1 yang tergantung dosis.26

17
Adanya kecenderungan peningkatan ekspresi IRS yang diberikan
ekstrak Centella asiatica, walaupun tidak berbeda signifikan dengan
kelompok rotenon. Korelasi pemberian Centella asiatica dengan IGF-1
didapatkan hubungan yang sangat kuat. Korelasi pemberian Centella asiatica
dengan IRS didapatkan hubungan yang lemah. Dapat disimpulkan bahwa
rotenon 12,5 ppb mampu menginduksi stunting pada larva zebrafish. Dari
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian Centella asiatica mampu
meningkatkan pertumbuhan panjang badan larva zebrafish melalui peingkatan
ekspresi IGF-1 serta IRS pada konsentrasi 5 g/mL.26

F. Pengaruh pemberian ekstrak Centella asiatica terhadap osifikasi


zebrafish
Dalam jaringan tulang, ROS merupakan modulator kunci dari fungsi
sel tulang. Stres oksidatif dapat menghambat pertumbuhan tulang dengan cara
menghambat diferensiasi sel osteoblas melalui peningkatan osteoklastogenesis
oleh peningkatan RANKL. Stres oksidatif dapat diturunkan dengan
antioksidan.27
Ekstrak Centella asiatica menunjukan aktivitas antioksidan terutama
pada kandungan etanol dan petroleum. Aktivitas antioksidan pada Centella
asiatica diduga merupakan hasil dari penurunan tingkat hidroperoksida yang
berfungsi dalam menonaktifkan radikal bebas dan/atau ion logam kelasi.
Aktivitas antioksidan dari Centella asiatica dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa kelas fungsional, yaitu pengikat ROS, penghambat pembentukan
radikal bebas, penghambat pemecahan rantai, dan kelasi logam.12
Penelitian mengenai pengaruh ekstrak Centella asiatica terhadap
ossifikasi masih terbatas. Penelitian yang Ridlayanti, (2016) dan Wijayanti,
(2016) yang membuktikan bahwa rotenon 10 ppb mampu menurunkan panjang
badan larva zebrafish. Pada penelitian ini dibuktikan bahwa rotenon 12,5 ppb
secara optimum mampu untuk menciptakan larva zebrafish model stunting.
Selain itu, penelitian oleh Primihastuti et al, dilakukan dengan menggunakan

18
zebrafish yang diinduksi rotenon dan Centella asiatica, selanjutnya dilakukan
evaluasi terhadap osifikasi tulang pada larva zebrafish usia 9 dpf.27
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada hari ke-3 tidak ada
perbedaan rerata panjang badan pada semua kelompok. Pada usia 6 dpf yang
merupakan analog usia anak 2 tahun dan usia 9 dpf yang merupakan analog
usia anak 8 tahun menunjukkan panjang badan kelompok rotenon lebih pendek
dibandingkan kelompok kontrol. Rasio panjang kepala dan panjang badan antar
semua kelompok pada usia 3,6 dan 9 dpf memiliki rasio yang sama yaitu 1:5,
sehingga dapat disimpulkan stunting terjadi sejak usia 6 dpf hingga 9 dpf. Pada
kelompok rotenon dan Centella asiatica berbagai konsentrasi pada hari ke-3
juga tidak terdapat perbedaan rerata panjang badan yang signifikan.27
Pengukuran osifikasi tulang pada usia 9 dpf menunjukkan penurunan
osifikasi tulang pada larva zebrafish yang diinduksi rotenon. Osifikasi tulang
meningkat pada ketiga kelompok rotenon dan Centella asiatica dengan efek
maksimal dicapai pada konsentrasi 5 g/ml. Pengukuran ekspresi RANKL pada
usia 9 dpf menunjukkan peningkatan ekspresi RANKL yang diinduksi rotenon.
Ekspresi RANKL menurun pada kelompok rotenon dan Centella asiatica
berbagai konsentrasi. Pemberian ekstrak Centella asiatica mulai konsentrasi
terendah sudah dapat menurunkan ekspresi RANKL pada model stunting larva
zebrafish yang diinduksi rotenon.27
Hasil penelitian menunjukkan bahwa induksi rotenon 12,5 ppb dapat
menyebabkan model mild stunting pada larva zebrafish, hal ini terbukti dengan
pengukuran panjang badan ikan pada usia 6 dan 9 dpf. Korelasi pearson antara
konsentrasi Centella asiatica dengan osifikasi tulang menunjukkan adanya
hubungan positif (searah) dan kuat artinya semakin tinggi konsentrasi Centella
asiatica yang diberikan maka dapat meningkatkan osifikasi tulang pada larva
zebrafish yang diinduksi rotenon. Hal ini berkebalikan dengan korelasi antara
konsentrasi Centella asiatica dan ekspresi RANKL menunjukkan adanya
hubungan negatif (berlawanan) dan kuat yang artinya semakin tinggi
konsentrasi Centella asiatica maka dapat menurunkan ekspresi RANKL. Hal

19
yang serupa juga ditunjukkan pada korelasi antara panjang badan dengan
Osifikasi tulang dan ekspresi RANKL.27
Korelasi antara Osifikasi tulang dan ekspresi RANKL juga
menunjukkan hubungan yang negatif (berlawanan) dan kuat artinya osifikasi
tulang yang meningkat diikuti dengan penurunan ekspresi RANKL.
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah pemberian rotenon 12,5 ppb dapat
menginduksi stunting pada larva zebrafish. Penambahan ekstrak etanol
Centella asiatica dapat meningkatkan panjang badan larva zebrafish melalui
peningkatan osifikasi tulang dan penurunan ekspresi RANKL.27

20
BAB III
KESIMPULAN

1. Hypoxic-ischemic encephalopathy (HIE) merupakan cidera otak yang


disebabkan oleh adanya kombinasi antara aliran darah dan suplai oksigen ke
otak yang tidak adekuat.
2. Hipoksia yang berlangsung secara kronik yang disertai dengan pO2 yang
rendah akan menyebabkan kehilangan densitas massa tulang yang signifikan
melalui gangguan diferensiasi sel osteoblas, kondrosit, dan osteoklas.
3. Penambahan ekstrak etanol Centella asiatica dapat meningkatkan panjang
badan larva zebrafish melalui peningkatan osifikasi tulang dan penurunan
ekspresi RANKL.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. I. Vintila., Corina Roman-Filip., C. Rociu. Hypoxic-ischemic


Encephalopathy. AMT 2010; 2(3): 189-191.
2. Ekaterine Tskitishvili, Renaud Viellevoye, dan Céline Gérard. Neonatal
Hypoxic-Ischemic Encephalopathy: a new view of an old problem. Ref
Gynecol Obstet 2016; 17(1):1-5.
3. Brandon J. Dixon, Cesar Reis, Wing Mann Ho, Jiping Tang, dan John H.
Zhang. Neuroprotective Strategies after Neonatal Hypoxic Ischemic
Encephalopathy. International Journal of Molecular Sciences 2015; 16:
22368-22401.
4. Yong Li., Pablo Gonzalez., dan Lubo Zhang. Fetal Stress and Programming of
Hypoxic/Ischemic-Sensitive Phenotype in the Neonatal Brain: Mechanisms
and Possible Interventions. Prog Neurobiol . 2012 August ; 98(2): 145–165.
5. Rehan Ahmed, Andrey Temko, dan William P. Marnane. Classification of
Hypoxic-Ischemic Encephalopathy Using Long Term Heart Rate Variability
Based Features. University College Cork 2015.
6. Azhar Munir Qureshi, Anees ur Rehman, Tahir Saeed Siddiqi. Hypoxic-
Ischaemic Encephalopathy in Neonatus. J Ayub Med Coll Abbottabad
2010;22(4): 190-193.
7. Martha Douglas Escobar dan Michael D. Weiss. Hypoxic Ischemic
Encephalopathy: A Review for the Clinician. JAMA Pediatrics 2015, 16: 1-
7.
8. Jayasree Nair dan Vasantha H.S. Kumar. Current and Emerging Therapies in
the Management of Hypoxic Ischemic Encephalopathy in Neonates. Children
2018, 5, 99:1-17.
9. Gregory M. Enns. Inborn Errors of Metabolism Masquerading as
HypoxicIschemic Encephalopathy. NeoReviews 2015; 6(12):549-560.
10. Girija Natarajan., Athina Pappas., dan Seetha Shankaran. Outcomes in
Childhood Following Therapeutic Hypothermia for Neonatal Hypoxic-

22
ischemic Encephalopathy. Semin Perinatol . 2016 December ; 40(8): 549–
555.
11. Sutardi. Bioactive Compounds in Pegagan Plant and Its Use for Increasing
Immune System. Jurnal Litbang Pertanian 2016; 35 (3): 121-130.
12. Patchanee Yasurin, Malinee Sriariyanun, and Theerawut Phusantisampan.
Review: The Bioavailability Activity of Centella asiatica. International
Journal of Appl Science Technology 2016; 9 (1): 1–9.
13. Ved Prakash, Nishita Jaiswal, Mrinal Srivastava. A review on medicinal
properties of Centella asiatica. Asian Journal of Pharmaceutical and Clininal
Research 2017; 10(10): 69-74.
14. Bayyinatul Muchtarohmah dan Leny Rusvita Umami. Efek Farmakologi
Pegagan(Centella asiatica(L.) Urban)Sebagai Suplemen Pemacu Daya Ingat.
Prosiding SeminarNasionalfromBasic Science to Comprehensive Education
2016.
15. Kashmira J. Gohil., Jagruti A. Patel., dan Anuradha K. Gajjar.
Pharmacological Review on Centella asiatica : A Potential Herbal Cure-all.
Indian Journal of pharmaceutical science 2010; 12(2): 546-556.
16. Rowena Spence, Gabriele Gerlach, Christian Lawrence, and Carl Smith. The
behaviour and ecology of the zebrafish, Danio rerio.University of Leicester.
2015.
17. Carla Lucini, Livia D’Angelo, Pietro Cacialli, Antonio Palladino, and Paolo
de Girolamo. BDNF, Brain, and Regeneration: Insights from Zebrafish. Int. J.
Mol. Sci. 2018, 19, 3155.
18. Xinge Yu dan Yang V Li. Zebrafish as an alternative model for hypoxic-
ischemic brain damage. Int J Physiol Pathophysiol Pharmacol 2011;3(2):88-
96.
19. Somying Patntirapong dan Peter Hauschka. Molecular Regulation of Bone
Resorption by Hypoxia. Biochem Biophys Res Commun 2010;328(4):885-94.
20. J. Fernandez Torres, Y. Zamudio Cuevas, G.A. Matinez Nava. Hypoxia-
Inducible Factors (HIFs) in the articular cartilage: a systematic review.

23
European Review for Medical and Pharmacological Sciences 2017; 21: 2800-
2810.
21. Haitao Wang, Carter Lindborg, Vitali Lounev, Jung-Hoon Kim. Cellular
Hypoxia Promotes Heterotopic Ossification by Amplifying BMP Signaling.
Journal of Bone and Mineral Research, 2017; 31: 1-25.
22. Elisa Araldi and Ernestina Schipani. Hypoxia, HIFs and bone development.
Bone. 2010 August ; 47(2): 190–196.
23. Sang Min Oh, Jin Su Shin, Il Koo Kim, Jae Seung Moon, dan Jung Ho Kim.
Therapeutic effects of hypoxia-inducible factor 1-alpha on bone formation
around implants in diabetic mice. Yonsei University 2018.
24. Cory’ah, Fitra Arsy Nur. Pengaruh Ekstrak Etanol Pegagan (Centella
Asiatica) Terhadap Panjang Badan, Ekspresi Insulin Like Growth Factor-1
(Igf-1) Dan Insulin Reseptor Substrat (Irs) Pada Larva Zebrafish (Danio
Rerio) Model Stunting Dengan Induksi Rotenon. Magister thesis, Universitas
Brawijaya. 2017.
25. Sushma Tiwari, Sangeeta Gehlot, Gambhir I.S. Centella Asiatica : A Concise
Drug Review with Probable Clinical Uses. Journal of Stress Physiology &
Biochemistry, Vol. 7 No. 1 2011, pp. 38-44.
26. Darwitri, Tri Yuliyani, Een Nuraenah, Evi Zahara, Husnul Khotimah, Umi
Kalsum, Nurdiana, and Mohammad Muljohadi Ali. Centella Asiatica
Increased the Body Length Through the Modulation of Antioxidant in
Rotenone-Induced Zebrafish Larvae. Biomedical & Pharmacology Journal,
2018; 11(2): 827-833.
27. Primihastuti, Dianita. Pengaruh Ekstrak Etanol Pegagan (Centella Asiatica)
Pada Osifikasi Tulang Dan Osteoklastogenesis Pada Model Stunting Larva
Zebrafish (Danio Rerio) Yang Diinduksi Rotenon. Magister thesis, Universitas
Brawijaya. 2017.

24

Anda mungkin juga menyukai