Anda di halaman 1dari 32

Case Report Session

Pneumonia neonatal + Sepsis neonatorum awitan dini+

Hipoksik-Iskemik Ensefalopati

Oleh :

Anjas Adisena

1610070100001

Preseptor :

dr. Irwandi, Sp.A

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

RSUD M.NATSIR

2021
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, dan segala
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Pneumonia neonatal + Sepsis + syok sepsis + Hipoksi-Iskemik Ensefalopati”
ini dengan sebagaimana mestinya.

Laporan kasus ini merupakan salah satu tugas kepaniteraan klinik di


Bagian Ilmu Anak RS M. Natsir Solok. Penulis mengucapkan terimakasih kepada
pembimbing dr. Irwandi, Sp. A yang telah memberikan pengarahan dalam
menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan
laporan kasus ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Atas
perhatiannya, penulis mengucapkan terimakasih.

Solok, Agustus 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1

1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1


1.2 Tujuan Penulisan................................................................................. 2
1.3 Manfaat Penulisan............................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 3

2.1 Hipoksik-iskemik ensefalopati ........................................................... 8


2.1.1 Definisi ...................................................................................... 8
2.1.2 Faktor risiko ............................................................................... 8
2.1.3 Etiologi ...................................................................................... 8
2.1.4 Patofisiologi................................................................................ 8
2.1.5 Gejala Klinis............................................................................... 9
2.1.6 Diagnosis.................................................................................... 10
2.1.7 Pemeriksaan penunjang.............................................................. 10
2.1.8 Penatalaksanaan ......................................................................... 11
2.1.9 Prognosis ................................................................................... 12
BAB III LAPORAN KASUS.................................................................. 20
BAB IV ANALISIS KASUS................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 35

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asfiksia neonatorum merupakan salah satu penyebab tersering kematian


neonatus di Neonatal Intensive Care Unit (NICU), dan masih merupakan
penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada bayi baru lahir baik di negara
maju maupun di negara berkembang. Asfiksia akan menyebabkan hipoksia dan
iskemia pada bayi, yang mengakibatkan kerusakan berbagai sistem organ
seperti ginjal, saraf pusat, kardiovaskular, dan paru.1Asfiksia dapat terjadi pada
waktu prenatal, perinatal dan postnatal. American Academy of Pediatrics
(AAP) and the American College of Obstetricians and Gynecologists
(ACOG) membuat definisi asfiksia perinatal sebagai berikut: adanya asidosis
metabolik atau mixed acidemia (pH<7.00) pada darah umbilikus atau analisa
gas darah arteri apabila fasilitas tersedia, adanya persisten nilai apgar 0-3
selama >5 menit, manifestasi neurologis segera pada waktu perinatal dengan
gejala kejang, hipotonia, koma, ensefa lopati hipoksik iskemik dan adanya
2
gangguan fungsi multiorgan segera pada waktu perinatal.

Hypoxic-ischemic encephalopathy (HIE) merupakan salah satu penyebab


utama disabilitas dan kematian pada bayi baru lahir di seluruh dunia. Neonatal
HIE adalah sindrom klinis dengan gangguan fungsi neurologis pada awal
kehidupan neonatus yang lahir pada atau lebih dari 35 minggu gestasi, dengan
manifestasi penurunan kesadaran atau kejang, sering disertai gangguan untuk
memulai dan menjaga pernapasan, dan depresi tonus otot dan refleks. HIE juga
merupakan penyebab penting kerusakan otak pada bayi baru lahir dengan
konsekuensi jangka panjang yang buruk.3

Asfiksia perinatal yang berakibat HIE terjadi setiap 1-3 per 1000
kelahiran di Amerika Serikat. Secara global, 10-60% bayi akan meninggal pada
periode postnatal; dari yang selamat paling tidak 25% akan mendapat sekuele
neuropsikologis berat dan permanen, berupa retardasi mental, gangguan
visuomotor atau visuo-perseptif, hiperaktivitas, serebral palsi, dan epilepsi.2,4

1
1.2 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui dan menambah wawasan mengenai hipoksi iskemik


ensefalopati
2. Melengkapi syarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di bagian ilmu
kesehatan anak RSUD M.Natsir Solok tahun 2021.
1.3 Manfaat Penulisan
1. Sebagai informasi dan menambah wawasan mengenai hipoksi iskemik
ensefalopati
2. Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda untuk menjalankan
kepaniteraan klinik senior terutama di SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD
M. Natsir Solok.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1 Pengertian

Hipoksia adalah turunnya konsentrasi oksigen dalam darah arteri. Iskemia


adalah penurunan aliran darah ke sel atau organ (perfusi) yang menyebabkan
insufisiensi fungsi pemeliharaan organ tersebut. Kedua faktor tersebut
menyebabkan asfiksia. Menurut American Academy of Pediatrics (AAP) and the
American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) definisikan
asfiksia perinatal yaitu adanya persisten nilai apgar 0-3 selama >5 menit, adanya
asidosis metabolik (pH<7.00) pada darah umbilikus atau analisa gas darah arteri,
manifestasi neurologis segera pada waktu perinatal dengan gejala kejang,
hipotonia, koma, ensefalopati hipoksik iskemik dan adanya gangguan fungsi
multiorgan segera pada waktu perinatal.2
Ensefalopati hipoksik iskemik adalah suatu sindrom yang ditandai dengan
kelainan klinis dan laboratorium yang timbul karena adanya cedera pada otak
yang akut yang disebabkan karena asfiksia berat pada neonatus.5

2.1.2 Faktor Risiko3

Faktor resiko yang dapat menyebabkan asfiksia perinatal yaitu :


- Faktor maternal : hipertensi, penyakit vaskuler, diabetes, drug abuse,
penyakit jantung, epilepsi, preeklamsia, hipotensi, infeksi ruptur uteri
dan panggul sempit.
- Faktor kelainan plasenta dan tali pusat: infark dan fibrosis plasenta,
solusio plasenta, plasenta previa, prolaps atau kompresi tali pusat,
kelainan pembuluh darah umbilikus.
- Faktor kelainan fetus dan neonatus: anemia, perdarahan,
hidropsefalus, infeksi, pertumbuhan janin terhambat (intrauterine
growth retardation).
- Faktor lain pada intrapartum : induksi persalinan, ketuban pecah dini,
cesarian section, penggunaan vacuum/forcep

3
2.1.3 Etiologi7

HIE dapat terjadi selama perkembangan janin, baik selama masa


kehamilan, saat persalinan ataupun awal masa kelahiran. Penyebab asfiksia
perinatal yang dapat menyebabkan HIE yaitu

 Fetal hipoksia :

‐ Oksigenasi darah ibu yang tidak adekuat sebagai akibat hipoventilasi:


anestesi, penyakit jantung sianosis, gagal napas, keracunan karbon
monoksida

‐ Tekanan darah ibu rendah: komplikasi dari anestesi spinal, kompresi


vena cava dan aorta oleh uterus

‐ Relaksasi uterus yang tidak adekuat à memungkinkan pengisian


plasenta sebagai akibat dari tetani uterus: pemberian oksitosin
berlebihan

‐ Premature separation of the placenta

‐ Impedansi terhadap sirkulasi darah melalui tali pusat: kompresi atau


lilitan tali pusat yg kuat

‐ Vasokonstriksi uterus

‐ Insufisiensi plasenta: toksemia, postmaturity

 Hipoksia setelah lahir


- Anemia berat: perdarahan berat, penyakit hemolitik
- Syok berat: infeksi hebat, kehilangan darah masif, perdarahan
intrakranial atau adrenal
- Defisit pada saturasi oksigen arteri: gagal napas secara adekuat karena
cedera serebral, narkosis, cedera
- Kegagalan oksigenasi jumlah darah yang cukup: penyakit jantung
bawaan sianotik berat, penyakit paru

4
2.1.4 Patofisiologi

Cedera otak karena cedera hipoksik-iskemik dapat disederhanakan


menjadi dua fase patologis berupa cedera otak dalam beberapa minggu disebut
fase kegagalan energi primer dan fase kegagalan energi sekunder, yaitu gangguan
perkembangan saraf dalam beberapa bulan atau tahun, serta periode laten di antara
dua fase tersebut. Fase kegagalan energi primer ditandai dengan penurunan aliran
darah otak yang menyebabkan penurunan transpor oksigen dan substrat lain ke
jaringan otak. Kejadian ini menyebabkan metabolisme anaerob, peningkatan asam
laktat, penurunan ATP, penurunan transpor transeluler, serta peningkatan kadar
natrium, air, dan kalsium intrasel. Proses tersebut berakhir pada kematian sel dan
nekrosis. Setelah fase kegagalan energi primer, metabolisme serebral kembali
pulih karena reperfusi dan reoksigenasi, namun berlanjut ke fase kegagalan energi
sekunder yang berakibat apoptosis sel dan hasil akhir yang lebih buruk. Saat onset
dan resolusi fase kegagalan energi primer pada bayi dengan HIE tidak selalu
diketahui pasti. Fase laten yang berada di antara fase kegagalan energi primer dan
fase kegagalan energi sekunder merupakan saat optimal untuk memulai terapi
agar mengurangi cedera otak, karena terhindar dari fase kegagalan energi
sekunder.6 Seperti pada gambar 1.1

2.1.5 Gejala Klinis


Gejala HIE seringkali tergantung pada tingkat keparahan dan luasnya cedera otak,
serta area otak yang terpengaruh.7

1. Menjadi floppy dan tidak reaktif terhadap pemandangan atau suara.


Beberapa bayi dengan HIE sangat tegang dan bereaksi lebih banyak
terhadap rangsangan daripada bayi baru lahir yang sehat.7
2. Memiliki gerakan atau kejang yang tidak normal.
3. Memiliki masalah makan karena otot yang lemah di mulut dan
tenggorokan mereka.
4. Menangis dengan lemah.

5
5. Menunjukkan tanda-tanda disfungsi organ terutama jantung, paru-paru,
ginjal, hati dan darah.

Hipoksi - iskemik

Gambar 1. Patofisiologi Hipoksik-iskemik ensefalopati

6
Neonatus dengan ensefalopati dapat disertai nilai APGAR rendah saat
persalinan dan asidosis metabolik dalam 24 jam kehidupan, dapat muncul gejala
apnea dan kejang serta abnormalitas EEG (electroencephalography).Sekuele
defisit neurologis dapat berupa gangguan belajar, retardasi mental, dan gangguan
penglihatan dan pendengaran. Sarnat membuat klasifikasi derajat HIE pada
neonatus

Tabel 1. Pembagian ensefalopati hipoksik iskemik pada bayi aterm.7

Stadium Stadium 2 Stadium


Tanda Klinis 1 (Sedang) 3
Tingkat kesadaran (Ringan)
Hyperalert/irritable Letargi (Berat)
Stupor, koma
Tonus otot Normal Hipotonik Flacid
Postur Normal Flexi Decerebrate
Reflek tendon/klonus Hiperaktif Hiperaktif Tidak ada
Mioklonus Tampak Tampak Tidak tampak
Reflek moro Kuat Lemah Tidak ada
Tidak sama, reflek
Pupil Midriasis Miosis cahaya lemah
Kejang Tidak ada Sering Deserebrasi
Voltase rendah sampai Burst suppression
EEG Normal bangkitan kejang ke isoelektrik

Lamanya <24 jam 24 jam sampai 14 hari Beberapa hari - minggu

Saat terjadinya asfiksia berhubungan dengan lokasi cedera otak dan tipe
disabilitas yang terjadi dapat dibagi menjadi akut dan berlanjut. Cedera otak akut
(misal karena ruptur uteri) biasanya disertai bradikardia janin, umumnya akan
menyebabkan cedera otak di bagian sentral, sedangkan cedera otak berlanjut dan
parsial (misal karena insufisiensi plasenta) biasanya disertai deselerasi intermiten
denyut jantung janin umumnya akan menyebabkan cedera otak di zona watershed.
Perpanjangan kedua tipe asfiksia tersebut berakibat kerusakan yang lebih luas.8

7
2.1.6 Diagnosis

Tidak ada satu tes darah yang spesifik untuk mendiagnosis asfiksia
perinatal.5 Pada pH<7.0 secara klinis menimbulkan asidosis, tetapi belum pasti
cedera hipoksik telah terjadi. Nilai apgar menurut AAP/ACOG tidak bisa
digunakan sebagai bukti bahwa kerusakan neurologi karena hipoksia yang
diakibatkan cedera saraf atau penatalaksanaan intrapartum yang tidak optimal
tetapi dapat membantu menentukan tingkat asfiksia.9

Thompson score & Sarnat staging untuk deteksi HIE


Kriteria Thompson & Sarnat staging:
• Digunakan untuk penentuan tanda & gejala HIE
• Dapat digunakan sebagai pengganti kriteria sementara pada fasilitas terbatas,
pada keadaan tidak tersedia EEG atau AGD

Tabel 2. Skor Thompson

Interpretasi :
 Nilai <10 = HIE derajat ringan,
untuk nilai >6 = indikasi memulai terapi hipotermia
 Nilai 11-14 = HIE derajat sedang
 Nilai >15 = HIE derajat berat

8
Tabel 3. Sarnat Staging12

Diagnosis dengan Sarnat staging ditegakkan jika terdapat minimal 3 tanda


Perlu diperiksa serial sejak usia 1 jam setelah lahir hingga 7 hari pasca resusitasi.

HIE Derajat Ringan (Mild HIE):4


• Tonus otot dapat meningkat sedikit dan refleks tendon yang dalam dapat
cepat selama beberapa hari pertama.
• Kelainan perilaku sementara, seperti poor feeding, iritabilitas, atau
tangisan atau mengantuk berlebihan.
• Saat 3-4 hari awal kehidupan, pemeriksaan klinis SSP menjadi normal.

HIE Derajat sedang (Moderate HIE):4


• Bayi letargis/lesu, dengan hipotonia signifikan dan refleks tendon dalam
berkurang.
• Refleks grasping, moro, dan menghisap mungkin lamban atau tidak ada.
• Bayi mungkin mengalami periode apnea sesekali.
• Kejang dapat terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan
• Pemulihan penuh dalam 1-2 minggu dimungkinkan dan berkaitan dengan
luaran jangka panjang yang lebih baik

9
HIE Derajat berat( Severe HIE):4
• Stupor atau koma adalah tipikal. Bayi mungkin tidak menanggapi stimulus
fisik apa pun.
• Bernapas mungkin tidak teratur, dan bayi sering membutuhkan dukungan
ventilasi.
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
1. EEG
Dapat memprediksi keadaan klinis termasuk kemungkinan untuk hidup dan
sekuele neurologis jangka panjang, seperti kuadriplegia spastik atau diplegia.10
2. USG
Penggunaan USG (ultrasonography) menguntungkan karena nyaman, tidak
invasif, murah, dan tanpa paparan radiasi pada neonatus yang hemodinamis tidak
stabil. Selain itu, USG Doppler kranial dapat menilai resistive index (RI), yang
memberikan informasi perfusi otak. Peningkatan nilai RI menunjukkan prognosis
buruk.10
3. CT-Scan
CT-scan merupakan modalitas yang paling kurang sensitif untuk menilai
HIE karena tingginya kandungan air pada otak neonatus dan tingginya kandungan
protein cairan serebrospinal mengakibatkan buruknya resolusi kontras parenkim.
Selain itu, paparan radiasinya tinggi. Namun, CT-scan dapat menscreen
perdarahan pada neonatus sakit tanpa sedasi.10
4. MRI
Merupakan pencitraan yang paling sensitif dan spesifik untuk bayi yang
diduga cedera otak hipoksik-iskemik. Lokasi, distribusi, dan derajat keparahan
lesi hipoksik-iskemik dapat dideteksi oleh MRI (magnetic resonance imaging)
dan berhubungan dengan hasil akhir. MRI pada hari-hari pertama kehidupan juga
dapat berguna untuk prognosis dan membantu pengambilan keputusan seperti
terminasi kehidupan. MRI juga dapat menyingkirkan penyebab ensefalopati lain,
seperti perdarahan, infark serebral, neoplasma, dan malformasi kongenital.10

10
2.1.8 Penatalaksanaan
Prinsip manajemen bayi baru lahir yang mengalami cedera hipoksik-iskemik dan
berisiko cedera sekunder adalah:
 Resusitasi. Segera lakukan resusitasi bayi yang mengalami apnea dan atau
ensefalopati hipoksik iskemik.7
1. Ventilasi yang adekuat. Usahakan memberikan ventilasi sehingga
PCO2 dalam kadar yang fisiologis. Hiperkarbia akan menyebabkan
asidosis serebral dan vasodilatasi pembuluh darah serebral yang
menyebabkan aliran perfusi pada daerah yang tidak terkena menjadi
meningkat dengan relatif iskemia merusak jaringan tersebut (steal
phenomenon) memperluas infark, dan menimbulkan pendarahan
intrakranial. Sebaliknya hipokarbia (Paco2 < 20-25 mm Hg) akan
menyebabkan menurunnya aliran darah otak dengan akibat ischemic
injury.7
2. Oksigenasi yang adekuat. Hypoxia akan menyebabkan pressure-
passive circulation dan neuronal injury yang disebabkan karena
adanya gangguan autoregulasi vaskuler serebral. Sebaliknya
hyperoxia akan menyebabkan neuronal injury karena berkurangnya
aliran darah otak dan adanya perubahan vaso-obliterative yang
menyebabkan retinopathy of prematurity. Di samping itu, hyperoxia
akan menyebabkan kerusakan jaringan bertambah berat karena adanya
peningkatan radikal bebas.7
3. Perfusi yang adekuat. Mempertahankan tekanan darah arterial dalam
batas normal sesuai dengan umur kehamilan dan beratnya. Jika terlalu
rendah akan menyebabkan iskemik, bila terlalu tinggi akan
menyebabkan pendarahan pada daerah germinal matrix dan
intraventrikular pada bayi prematur. Hindarilah hematrokrit lebih dari
65% (hiperviskositas).7
4. Koreksi asidosis metabolik. Tujuan utama untuk memelihara
keseimbangan asam basa dalam jaringan tetap normal. Perfuse or
lose gunakan bikarbonat hanya bila resusitasi kardiopulmonar
berkepanjangan dan bayi tidak ada respon serta ventilasi sudah baik.

11
Diberikan NaBic 4,2% dosis 1-2 mEq/Kg BB atau 2 ml/Kg BB.
Penggunaan bikarbonat mungkin menyebabkan hiperkarbia dan asidosis
intraselular dan meningkatnya asam laktat.7
5. Pertahankan kadar glukosa dalam darah antara 75 sampai 100 mg/dL,
untuk menyediakan bahan yang adekuat bagi metabolisme otak.
Hindarilah hiperglikemia untuk mencegah hiperosmolality dan
kemungkinan meningkatnya kadar asam laktat dalam otak. Hal ini
dapat menyebabkan edem serebri dan mengganggu autoregulasi
vaskuler sehingga timbul pendarahan. Bila kadar glukosa rendah dapat
menimbulkan neuronal injury dan memperluas daerah yang mengalami
infark.7
6. Kadar kalsium harus dipertahankan dalam kadar yang normal.
Hipokalsemia adalah suatu kelainan elektrolit yang sering dijumpai
pada sindroma postasfiksia neonatal dengan gejala kejang. Diberikan
Ca glukonas 10% 200 mg/kg BB intravena atau 2 ml/kg BB diencerkan
dalam aquades sama banyak diberikan secara intravena dalam waktu 5
menit.7
7. Atasi kejang. Bila ada kejang maka phenobarbital adalah obat

pilihan. Perawatan awal dengan fenobarbital harus dipertimbangkan. Jika


kejang terus berlanjut, fenitoin harus ditambahkan. Kejang persisten
mungkin memerlukan penggunaan benzodiazepin intravena, seperti
lorazepam atau midazolam.7
8. Terapi Hipotermia
Tujuan utama terapi hipotermi adalah menurunkan metabolisme otak,
menyimpan energi, dan mencegah kegagalan energi sekunder dan
kematian sel, sehingga tidak terjadi fase cedera sekunder. Menurunkan
temperature struktur dalam otak yang rentan, yaitu ganglia basal, hingga
suhu 32-34°C selama 72 jam yang diterapkan segera setelah resusitasi
atau maksimal 6 jam setelah terjadi hipoksik iskemik.1,9
a. Selective Head Cooling with Mild Systemic Hypothermia
Tujuan dari terapi pendinginan selektif pada kepala adalah untuk
mencapai proses penurunan suhu yang adekuat pada temperature serebral

12
yang akan berefek pada pendinginan sistemik ringan (suhu inti tubuh).
Ini dilakukan dengan melakukan pendinginan pada permukaan kepala.11
b. Whole Body Cooling
Pendinginan seluruh tubuh (whole body cooling) memfasilitasi
proses pendinginan yang homogen pada seluruh struktur otak, termasuk
regio perifer maupun sentral. Metode ini dapat dilakukan dengan
menggunakan alat sederhana seperti kipas atau cold packs yang ditaruh
di sekitar bayi, atau yang lebih terpercaya dengan menggunakan selimut
atau matras pendingin.11

Terapi hipotermia bersifat neuroprotektif dengan cara mengurangi


laju metabolism otak, melemahkan pelepasan zat eksitatorik (glutamate,
dopamine), memperbaiki cedera iskemik, menaikkan reuptake glutamate
dan menghambat produksi nitrit oksida yang bersifat toksik dan radikal
bebas sehingga mengurangi kerusakan sel saraf dan memperbaiki fungsi
saraf, mencegah kejadian kecacatan dan menurunkan angka mortalitas.11

2.1.9 PROGNOSIS

Prognosis HIE berkisar antara kesembuhan total hingga kematian,


berkorelasi dengan saat dan lamanya cedera, derajat keparahan cedera, dan
manajemen terapi. Bayi dengan pH awal darah tali pusat 20-25 mmol/L), postur
deserebrasi, lesi basal ganglia-thalamus berat, HIE berat hingga usia 72 jam, dan
kurangnya aktivitas spontan, meningkatkan risiko kecacatan dan kematian.12

13
BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : By. R
No.MR : 217900
Umur : 5 jam
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jorong dalam koto
Tanggal Kedatangan : 18/7/2021

Pasien bayi rujukan dari bidan


Keluhan Utama :

Tidak menangis saat lahir

Riwayat penyakit sekarang

 Bayi lahir spontan cukup bulan dibidan dengan BBL 3000g, aterm 39-40
minggu, ketuban tidak jernih, A/S=tidak dapat dinilai
 Bayi tidak menangis saat lahir, sudah diberikan oksigen bayi masih
tampak kebiruan, bayi kemudian dibawa ke puskesmas dilakukan resusitasi
dengan bagging dan tampak kemerahan, kemudian bayi baru dirujuk ke RS
 Demam tidak ada
 Muntah tidak ada
 Ibu bayi tidak memiliki riwayat infeksi sebelum melahirkan
 Ibu bayi tidak ada keputihan maupun penyakit genitalia sebelum
melahirkan
 Sebelumnya ibu bayi dilakukan induksi persalinan oleh bidan
Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang Sekarang
1.  Pemeriksaan Kehamilan
a. a.  Antenatal : Rutin ke bidan, tidak
diketahui berapa kali selama masa kehamilan
‐ b.  Penyakit yang diderita selama kehamilan : tidak ada

14
‐ c. HPHT : -
2.  Riwayat Persalinan
‐ a.  BB ibu : - kg
‐ b. Persalinan ditolong oleh : Bidan
‐ c.  Jenis persalinan : partus normal
‐ d.  Tempat persalinan : rumah bidan
Pemeriksaan Fisik
Vital Sign
‐ Keadaan Umum : Tampak sakit berat
‐ Frekuensi Nadi : 137x/i
‐ Frekuensi Nafas : 62x/i
‐ Suhu : 36 C
‐ SpO2 : 94%
 Kepala  
‐ Ukuran :  Normochepal
‐ Lingkar kepala : 38,5 cm
‐ Ubun-ubun besar : Teraba datar ukuran 3 x 3 cm
‐ Ubun-ubun kecil : Teraba datar, ukuran 2 X 2 cm
‐ Jejas persalinan : Tidak ada
 Mata
‐ Posisi                           : Simetris kanan dan kiri
‐ Konjungtiva : Anemis tidak ada
‐ Sklera : Ikterik tidak ada
 Hidung
‐ Lubang : Tidak ada sumbatan jalan nafas
‐ Cuping hidung  : Pernafasan cuping hidung tidak ada
 Mulut
‐ Bibir : Tidak labioskizis
‐ Sianosis : Kebiruan tidak ada
 Telinga
‐ Simetris : Simetris, kanan dan kiri      
‐ Daun telinga : Ada, normal

15
‐ Lubang telinga : Ada, kanan-kiri
 Leher
‐ Kelainan : Tidak ada kelainan
‐ KGB : Tidak ada pembesaran KGB
‐ Pergerakan : pasif
 Thorak
Inspeksi : simetris dinding kanan dan kiri, retraksi sedang (+)
Jantung : regular, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Paru : bronkovesikuler, wheezing tidak ada, rhonki tidak ada
 Abdomen
Inspeksi : Distensi tidak ada
Bising usus :  (+) normal
Hati : Tidak teraba
Limpa : Tidak teraba
Kelainan : Tidak ada kelainan
 Umbilikus
Bentuk : Tidak tampak infeksi tali pusat
Perdarahan : Tidak ada  perdarahan
Kelainan tali pusat : Baik, tidak ada kelainan
 Kulit
Warna : Kemerahan
Lanugo : Menipis
Vernik caseosa : Tidak ada
Turgor : Normal
 Ekstremitas
Atas : Akral hangat, simetris, hipotonus, sianosis (+),
CRT < 2”
Bawah : Akral hangat, simetris, hipotonus, sianosis (+),
CRT < 2”
Kelainan  : Tidak ada kelainan

16
Pemeriksaan Laboratorium :
 Pemeriksaan darah rutin tanggal : 20 Juli 2021
o Hb : 16,5 g/dL (N)
o Leukosit : 33.1 103mm3 (HH)
o Trombosit : 301 103mm3 (N)
 Hitung Jenis Leukosit :
o Basofil : 0% (N)
o Eosinofil : 0% (N)
o Neutrofil batang : 15% (L)
o Neutrofil segmen : 75% (H)
o Limfosit : 6% (L)
o Monosit : 2% (H)
 Kimia klinik 20 Juli 2021 :
o Albumin : 3,63 g/dL (N)
o Glukosa Darah : 51 mg/dL (N)
o Kalsium : 10,61 mg/dL (H)
 Elektrolit Serum (Na-K-Cl) 20 Juli 2021 :
o Natrium (Na) : 131,3 mEq/L (N)
o Kalium (K) : 5,0 mEq/L (N)
o Clorida : 103,0 mEg/L (N)

Diagnosis Kerja:
- Pneumonia neonatal
Diagnosa Banding :
- Aspirasi meconium
- Penyakit jantung bawaan
Rencana :
- Kultur darah
- Ro thorak

17
Penatalaksanaan:
• CPAP PEEP 6 FiO2 21%
• IVFD D10% + Ca glukonas 10 = 60cc/kgBB/hari=7,3cc/jam
• Ampisilin sulbactam 2x150mg
• Gentamisin 1x15mg
• Puasa sementara

18
Follow up :

Tanggal Hasil Pemeriksaan


19/07/21 S/ - Sesak nafas (+)
Rawatan - Muntah (-)
hari 1 - Demam tidak ada
- BAK dalam batas normal
O/ - Spo2 : 96%
- HR : 183x/menit
- N : 52x/menit
-T : 39,9° C
Thoraks : Retraksi (+)
Ekstermitas : Hipotonus
A/ - RD ec Pneumonia neonatal
P/ - CPAP PEEP 6, FiO2 21%
-SF = 2x5
2x10
4x15
-D10% + Ca(10) = 10cc/jam
-Gentamisin 1x16 mg
-Ampisilin 2x160 mg

Ro thorak :
Proyeksi AP

Interpretasi :
‐ Jantung tidak membesaar
‐ Aorta baik, mediastinum superior melebar (thymus)
‐ Trakea ditenga, kedua hilus suram
‐ Tampak infiltrate di suprahiller, perihiler dan parakardial

19
bilateral
‐ Hemidiafragma licin, sinus kostoprenikus lancip
‐ Jaringan lunak dinding dada terlihat baik

Kesan : suspek pneumonia neonatal

20/07/21 S/ - Sesak nafas berkurang


- Kejang 1x
Rawatan
- Muntah tidak ada
ke 2 - Demam tidak ada
BC: 36,6 - BAK tidak keluar
D: 2,13 O/ - HR : 177x/i
-N : 51x/menit
-Spo2 = 88%
-T : 38,5° C
Paru : Retraksi (+)
Ekstermitas : Hipotonus
A/- RD ec pneumonia neonatal
- Neonatal fit ec suspek HIE
-sepsis
P/ - CPAP PEEP 7 FiO2 40%
-Pasien puasa
-D10% + Ca(10) = 10cc/jam
-inj.Gentamisin 1x15 mg
-inj.Ampisilin 2x150 mg
-inj.sibital 60mg
-inj. pct 0,3 cc
21/07/21 S/ - Sesak nafas berkurang
- Pasien sudah diberi loading nacl 25cc 2x
Rawatan
- Muntah tidak ada
ke 3 - Bayi masih terlihat pasif/letargi
BC: -79 - Demam tidak ada
D: 4,3 - BAK ada dalam batas normal
O/ -RR : 60x/i
-Spo2 = 90%
-HR = 182x/i
-TD : 50/36
-T : 38° C
Thompson score : 17
tonus = flaccid (3), consciousness = letargi (2), fits = 3days (1),
posture = decerebrate (3), moro= absent (2), grasp = absent (2), suck
= absent (2), respiration = brief apnoe (2), dan fontanel = (0)
Paru : Retraksi (+)
Ekstermitas : hipotonus, CRT > 2 detik
A/ -Sepsis neonatorum awitan dini + syok sepsis
- HIE
P/ - CPAP PEEP 7 FiO2 40%
-KAEN Mg3 10,6cc/jam

20
-AS 6% = 6,6cc/jam
-ASI 4x10, 4x15
-drip Dobutamin 90 mg + Nacl 25 cc = 5 mcg/kg/jam – max 10
mcg/kg/jam = 0,3 cc/jam
-Inj. Gentamisin 1x15 mg
-Inj. Ampisilin 2x150 mg

22/07/21 S/ - Sesak nafas berkurang


- Kejang 1x
- Muntah tidak ada
- Bayi sering apneu periodik
- Bayi masih terlihat pasif
- Bayi demam
- BAK ada dalam batas normal
O/ -TD: 65/40
- RR : 54x/i
-Spo2 = 95%
-HR = 170x/i
-T : 38,6 C
Paru : Retraksi (+)
Ekstermitas : hipotonus, CRT > 2”
A/ - Sepsis neonatorum awitan dini + syok sepsis
- HIE
P/ - KAEN Mg3 10cc
-AS 6% 138cc/hari = 5,5cc/jam
-ASI 4x10, 4x15
-Dobutamin 0,2 cc/jam
-Inj. Gentamisin 1x16 mg
-Inj. Ampisilin sulbactam 2x160 mg
-inj. aminofilin 19 mg, lanjut 2x8 mg
-inj. Sibital 7,5 mg

Cek DPL + cek procalcitonin


23/07 /21 S/ - Sesak nafas sudah tidak ada
- Muntah tidak ada
- Riwayat apneu (+)
- Drip dobutamin sudah diberikan
- Bayi masih terlihat pasif
- Demam tidak ada
- BAK ada dalam batas normal
O/ - TD = 80/54
-RR = 48x/i
-Spo2 = 94%
-HR = 165x/i
-T : 36,1° C
Ekstermitas : Hipotonus
A/ - HIE
-riwayat syok septic

21
-Sepsis neonatorum awitan dini (SNAD)
- pneumonia neonatal
P/ - Kaen Mg3 10,8 cc/jam
- As 6% Aff
-ASI = 2x20
2x30
2x25
-inj. Gentamisin 1x15 mg
-inj. Ampisilin 2x150 mg
-inj aminofilin 2x8 mg

 Pemeriksaan darah rutin tanggal : 23 Juli 2021


o Hb : 15,9 g/dL (N)
o Leukosit : 20.7 103mm3 (N)
o Trombosit : 159 103mm3 (N)
 Procalcitonin : 0,25 mg/dL

26/07/21 S/ - Sesak nafas sudah tidak ada


‐ Kejang tidak ada
- Muntah tidak ada
- Apneu tidak ada
- Bayi masih terlihat pasif/lesu
- Demam tidak ada
- BAK ada dalam batas normal
O/ TD =
-RR = 48x/i
-Spo2 = 95%
-HR = 165x/i
-T : 36,1° C
Ekstermitas : akral hangat, edem tungkai (-), sianosis(-), CRT <2’’
A/ - HIE
-riwayat syok septic
-SNAD
P/ -ASI = 4x50
4x60
-inj. Gentamisin 1x16 mg
-inj. Ampisilin 2x160 mg
-inj. Aminophilin 2x8 mg
-inj. Sibital 2x7,5 mg k/p

Kultur, identifikasi, dan uji kepekaan antibitoik :


- Tidak ditemukanya pertumbuhan kuman
Dapat disebabkan karena :
1. pasien sudah mendapat terapi antibiotic
2. infeksi oleh bakteri fastidious, termasuk kuman anaerob

22
Rencana USG kepala tanggal 29

29/7/21 S/ - Sesak nafas sudah tidak ada


‐ Kejang tidak ada
- Muntah tidak ada
- Bayi masih terlihat pasif/lesu
- Demam tidak ada
- BAK ada dalam batas normal
O/ -RR = 48x/i
-Spo2 = 98%
-HR = 155x/i
-T : 36,1° C
Ekstermitas :
A/ - HIE
-SNAD
-riwayat syok sepsis
-Pneumonia neonatal
P/ -ASI = 8x80cc

Pemeriksaan USG kepala tanggal 29 Juli 2021

23
Interpretasi :
 Sulci cerebri yang tervisualisasi tampak menebal.
 Ventrikel lateralis dan ventrikel III sedikit melebar. Tampak
ekogenitasperiventrikel lateralis dan basal ganglia lebih
meningkat.
 Tidak tampak lesi diparenkim cerebellum yang tervisualisasi
 Thalamus baik, tidak tampak lesi local
 Corpus callosum kesan baik
Kesan : Dapat sesuai gambaran neonatal hipoksi-iskemik ensefalopati
Suspek ventrikulomegali lateralis ringan
30/07/21 S/ - Sesak nafas sudah tidak ada
‐ Kejang tidak ada
- Muntah tidak ada
- Bayi masih terlihat pasif/lesu
- Demam tidak ada
- BAK ada dalam batas normal
O/ -Spo2 = 98%
-T : 36,1° C
Ekstermitas : Hipotonus
A/ - HIE
-SNAD
-riwayat syok sepsis
-Pneumonia neonatal

P/ - O2 ½ liter
-ASI = 8x80cc

3/8/21 S/ - Sesak nafas sudah tidak ada


- Toleransi minum baik
‐ Kejang tidak ada

24
- Muntah tidak ada
- Bayi masih terlihat pasif/lesu
- Demam tidak ada
- BAK ada dalam batas normal
O/ -Spo2 = 98%
-T : 36,1° C
Ekstermitas : hipotonus
A/ - HIE
-SNAD
-riwayat syok sepsis
-Pneumonia neonatal

P/ -ASI = 8x80cc

Pasien pulang

25
BAB IV

ANALISA KASUS

Telah didiagnosis seorang pasien bayi perempuan berusia 5 jam dengan


diagnosis pneumonia neonatal, sepsis neonatorum awitan dini, syok sepsis dan
hipoksi-iskemik ensefalopati. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan Penunjang.

Pneumonia neonatal adalah penyakit infeksi saluran pernapasan akut yang


disebabkan terutama oleh bakteri .Gejala awal yang sering timbul pada neonatus
adalah distress pernafasan dan juga demam yang biasanya muncul lebih lambat.
Dari anamnesis didapatkan bayi tidak menangis saat lahir, sudah diberikan
oksigen bayi masih tampak kebiruan, bayi kemudian dibawa ke puskesmas
dilakukan resusitasi dengan bagging dan tampak kemerahan, kemudian bayi baru
dirujuk ke RS. Apgar score tidak bisa dinilai pada 5 menit pertama. Bayi juga
mengalami kejang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah dan suhu
dalam batas normal, Nadi:156x/menit, nafas:62 x/menit, suhu:36,5C. Pada
inspeksi thorak didapatkan retraksi dinding dada dan jantung dalam batas normal.
Pada Ro thorax juga didapatkan kesan suspek pneumonia neonatal.

Bayi juga didiagnosis dengan sepsis neonatorum awitan dini. Karena


sebelumnya sudah terjadi infeksi intrauterine dan terjadi dalam 72 jam pertama
kehidupan. Diagnosis dini sepsis ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan terapi
diberikan tanpa menunggu hasil kultur. Bayi yang diduga menderita sepsis bila
terdapat gejala:

 Letargi, iritabel,
 Tampak sakit,
 Kulit berubah warna keabu-abuan, gangguan perfusi, sianosis, pucat,
kulit bintik-bintik tidak rata, petekie, ruam, sklerema atau ikterik,
 Suhu tidak stabil demam atau hipotermi,
 Perubahan metabolik hipoglikemi atau hiperglikemi, asidosis metabolik,
 gangguan pernapasan (merintih, napas cuping hidung, retraksi
dinding dada, takipnu), apnu dalam 24 jam pertama atau tiba-tiba,

26
takikardi, atau hipotensi (biasanya timbul lambat),
 Toleransi minum yang buruk, muntah, diare, kembung dengan atau
tanpa adanya bowel loop.
Pada kasus, ditemukan bayi tampak letargi, mengalami apneu dan kejang
1x. Pada pemeriksaan fisik suhu mencapai 39,4C, nadi 189x/menit, dan tekanan
darah 62/32. Sebelumnya bayi telah diberikan antibiotik dan juga sudah diloading
nacl 25cc 2x, selanjutnya bayi juga diberikan drip dobutamin 90 mg + Nacl 25 cc
= 5 mcg/kg/jam sampai maksimal 10 mcg/kg/jam = 0,3 cc/jam untuk
mempertahankan tekanan darah sistolik dan diastolik.

Selain itu bayi juga didiagnosis dengan HIE akibat dari resusitasi yang
salah ataupun tidak dilakukan pada saat lahir. Pada pemeriksaan thomson score
didapatkan tonus = flaccid(3), consciousness = letargi(2), fits = 3days(1), posture
= decerebrate(3), moro= absent(2), grasp = absent(2), suck = absent(2),
respiration = brief apnoe(2), dan fontanel = (0), sehingga didapatkan skor
akhirnya adalah 17, yang mana sesuai dengan teori pasien didiagnosis dengan
HIE berat. Pada bayi ini terjadi keterlambatan dalam mendiagnosis HIE, dimana
seharusnya pasien dengan hipoksik-iskemik harus mendapatkan terapi hipotermi
dalam 6 jam pertama sehingga bayi mendapatkan pertolongan yang terbaik
dengan mencegah kematian sel maupun tidak terjadi fase cedere sekunder.

Terapi yang diberikan yaitu pemasangan CPAP dengan PEEP: 6, FiO2:


21%, IVFD D10% + CPAP 6/21, IVFD D10% + Ca glukonas 10 =
60cc/kgBB/hari=7,3cc/jam, Inj. ampisilin sulbactam 2x150mg, Inj. gentamisin
1x15mg. Terapi tersebut sesuai dengan teori dimana CPAP diberikan untuk
menjaga saluran udara tetap terbuka dan mempertahankan kapasitas residual
fungsional. Ampisilin sulbactam dan gentamicin diberikan sebagai antibiotik.
Pada pasien yang mengalami ensefalopati hipoksik iskemik prognosisnya
bervariasi, ada yang sembuh total, cacat, ataupun meninggal dunia.
Prognosis pada pasien ini yaitu pada stadium berat :
1. Quo ad vitam : dubia ad bonam
2. Quo ad fungsionam : malam, karena telah terjadi gejala yang berat

27
3. Quo ad sanationam : malam, karena tidak tercapainya terapi terbaik yang
diharuskan kepada pasien.
Orang tua atau keluarga penderita perlu diberi penjelasan kemungkinan
yang terbaik dan yang terburuk akibat ensefalopati hipoksik iskemik. Bila ada
kelainan fisik, rehabilitasi medis dilakukan sedini mungkin. perlu dipantau dan
diterapi secara berkesinambungan untuk hasil perkembangan neurologi karena
pengaruh lingkungan, psikososial, kebiasaan, dan pengaruh lainnya merupakan
faktor yang mempengaruhi outcome jangka panjang.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Cerio FG, Celador IL, Alvarez A, Hilario E. Neuroprotective therapies


after perinatal hypoxic-ischemic brain injury. Brain Sci. 2013;3:191-214

2. American College of Obstetricians and Gynecologists’ Task Force on


Neonatal Encephalopathy. Neonatal encephalopathy and neurologic outcome.
2nd Ed. Pediatrics 2014;133(5):1483-8.

3. Lai MC, Yang SN. Perinatal hypoxic-ischemic encephalopathy. Journal


of Biomedicine and Biotechnology 2011; 2011:1-6.
4. Portillo GSG, Reyes S, Aguirre D, Pabon MM, Boriongan CV. Stem cell
therapy for neonatal hypoxic-ischemic encephalopathy. Frontiers in Neurology
2014;5(147):1- 10.
5. Ambalavanan N. Hypoxic-ischemic encephalopathy. Dalam: Kliegman
RM, Stanton BF, St Geme III JW, Schor NF, Behrman RE, penyunting. Nelson
textbook of pediatrics. Edisi ke-20. Philadelphia : Elsevier; 2015.h.838-42.
6. Cotten CM, Shankaran S. Hypothermia for hypoxic-ischemic
encephalopathy. Expert Rev Obstet Gynecol. 2010; 5(2):227-39
7. Carlo WA. Hypoxic-ischemic encephalopathy. Dalam :Kliegman RM,
Stanton BF, St Geme III JW, Schor NF, Behrman RE. Nelson Textbook of
Pediatrics. 20th ed. Philadelphia: Elsevier; 2016.
8. Robertson CMT, Perlman M. Follow-up of the term infant after hypoxic-
ischemic encephalopathy. Paediatr Child Health 2006;11(5):278-82.
9. South Australian Perinatal Practice Guidelines. Hypoxic-ischaemic
encephalopathy including neonatal hypothermic neuroprotection. SA Maternal
&Neonatal Clinical Network 2013:1-15
10. Chao CP, Zaleski CG, Patton AC. Neonatal hypoxic-ischemic
encephalopathy: Multimodality imaging findings. RadioGraphics. 2006
11. Erny. Saharso, D. sudiatmika, IN. Ensefalopati Hipoksik Ischemic. Lab/SMF
Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR/RSUD dr. Sutomo. 2011
Sarnat HB, Sarnat MS. Neonatal encephalopathy following
12. Fetal distress. A clinical and electroencephalographic study. Arch
Neurol. 1976;33:696-705.

29

Anda mungkin juga menyukai