TETRALOGY OF FALLOT
Pembimbing :
dr. Daniel Effendi, Sp.A
Disusun Oleh :
Hana Ananda Irivani - 03013088
“Tetralogy of Fallot”
030.13.088
Pembimbing
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga presentasi kasus ini yang berjudul
“Tetralogy of Fallot” dapat diselesaikan. Presentasi kasus ini disusun sebagai salah
satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit anak di
RSUD Budhi Asih.
Presentasi kasus ini dapat diselesaikan berkat dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih
kepada yang terhormat dr. Daniel Effendi Sp.A atas keluangan waktu dan bimbingan
yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun presentasi kasus ini masih memiliki
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat terbuka untuk menerima berbagai
kritik dan saran yang diberikan demi kesempurnaan presentasi kasus ini.
Demikian presentasi kasus ini disusun semoga dapat bermanfaat bagi banyak
pihak dan pembaca pada umumnya.
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR
PENGESAHAN......................................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN......................................................................................1
BAB II. LAPORAN KASUS..................................................................................2
BAB III. PEMBAHASAN KASUS.......................................................................19
BAB IV. TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................34
iii
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
1
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A
2
Ayah Ibu
I. ANAMNESIS
Keluhan utama : Pasien datang dengan BAB cair sejak 4 hari sebelum
masuk rumah sakit
Keluhan tambahan : Batuk pilek sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien datang ke IGD RSUD Budi Asih dibawa orangtuanya dengan keluhan
BAB cair sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Menurut keterangan orangtua
pasien dalam sehari pasien dapat BAB cair hingga 5-6 kali dengan pampers yang
penuh BAB. BAB tersebut berwarna kuning, terdapat ampas, berlendir, dan tidak
terdapat bau ataupun bercampur darah. Orang tua pasien tidak mengetahui alasan
yang jelas mengapa pasien dapat BAB cair. Makan dan minum seperti biasa dan
tidak ada riwayat mengganti susu.
Semakin hari BAB cair yang dialami oleh pasien semakin sering dan
membuat pasien menjadi lemas. Orangtua pasien mengatakan sebelumnya belum
3
dibawa berobat, hanya diberikan cukup air dan makanan. Pasien mengalami demam
hilang-timbul sejak 5 hari yang lalu dan sudah diberikan pengobatan paracetamol
dan demam menurun jika diberikan obat tersebut. Batuk dan pilek sejak 4 hari
sebelumnya juga dialami pasien. Batuk berdahak yang dialami pasien dengan
frekuensi yang sering namun dahak tidak dapat keluar serta sekret hidung yang
keluar berwarna putih. Orangtua pasien menyangkal adanya keluhan mual, muntah
dan sesak.
Hiperreaktif
Parotitis (-) Operasi (-) (-)
bronkus
4
Morbiditas kehamilan Anemia (-), hipertensi (-), diabetes
mellitus (-), penyakit jantung (-),
penyakit paru (-), merokok (-),
infeksi (-), minum alkohol (-)
KEHAMILAN
Perawatan antenatal Rutin kontrol puskesmas 1 bulan
sekali dan selalu datang sesuai
anjuran.
Sectio Caesaria
Cara persalinan
Penyulit : Mioma uteri
Lingkar kepala : 30 cm
D. Riwayat Perkembangan
5
- Pertumbuhan gigi I : 8 bulan (Normal: 5-9 bulan)
- Psikomotor :
E. Riwayat Makanan
6
Daging 3x/ hari (1 potong)
Telur 6x/minggu (1 butir/1x makan)
Ikan 3-4x/minggu (1 ekor)
Tahu 5-6x/ minggu (1-2 potong)
Tempe 5-6x/ minggu (1-2 potong)
Susu Setiap hari
Kesimpulan Riwayat Makanan : Pasien mendapatkan asi eksklusif dan
rutin mengkonsumsi makanan dengan kualitas dan kuantitas cukup
F. Riwayat Imunisasi
G. Riwayat Keluarga
H. Riwayat Pernikahan
Ayah Ibu
Nama Tn.G Ny.T
7
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 25 tahun 25 tahun
Pendidikan terakhir SLTA S1
Suku Batak Batak
Agama Kristen protestan Kristen protestan
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -
Riwayat Penyakit - -
Kesimpulan Riwayat Keluarga : Ayah dan ibu pasien dalam kondisi sehat.
I. Riwayat Lingkungan
Pasien tinggal bersama dengan kedua orang tua. Ventilasi dan
pencahayaan baik. Sumber air bersih dari aqua galon. Rumah pasien terletak
di kawasan penduduk yang padat, rumah berdempet-dempetan. Dan di
sekitar rumah terdapat lapangan kosong tempat truk beraktivitas sehingga
polusi.
Kesimpulan Riwayat lingkungan pasien: Rumah pasien berada di
lingkungan yang padat penduduk dan berpolusi.
A. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALISATA
KEADAAN UMUM
Kesan Sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Kesan Gizi : Gizi kurang
DATA ANTROPOMETRI
Berat Badan sekarang : 5,1 kg
Berat Badan sebelum sakit : kg
Tinggi Badan : cm
STATUS GIZI
- BB / U = 20/23 x 100% = 87 %
8
- TB/U = 120/122 x 100% = 98 %
- BB/TB = 20/22,5 x 100% = 89%
Kesimpulan status gizi : Dari ketiga parameter yang digunakan diatas
didapatkan kesan gizi kurang.
TANDA VITAL
Tekanan darah :-
Nadi : 132 x/ menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri,
regular
Pernapasan : 36 x/ menit
Suhu : 38 o C
SPO2 :%
Kepala : Normosefali
Rambut : Rambut hitam, lurus, lebat, distribusi merata, dan tidak mudah
dicabut
Wajah : Wajah simetris, tidak ada pembengkakan, luka, ataupun jaringan
parut
Mata :
Visus : Tidak dilakukan Ptosis : -/-
Sklera ikterik : -/- Lagofthalmus : -/-
Konjungtiva anemis : -/- Cekung : -/-
Exophtalmus : -/- Kornea jernih : +/+
Enophtalmus : -/- Strabismus : -/-
Lensa jernih : +/+ Nistagmus : -/-
Oedem : -/-
Refleks konvergensi : tidak dilakukan Pupil : 2 mm, bulat, isokor
Refleks cahaya : langsung +/+, tidak langsung +/+
Telinga :
Bentuk : Normotia Tuli : -/-
Nyeri tarik aurikula : -/- Nyeri tekan tragus : -/-
9
Liang telinga : lapang Membran timpani : sulit dinilai
Serumen : -/- Refleks cahaya : sulit dinilai
Cairan : -/- Ruam merah : -/-
Hidung :
Bentuk : simetris Napas cuping hidung : -/-
Sekret : +/+ Deviasi septum :-
Mukosa hiperemis : -/-
Bibir : Mukosa bibir sianosis (+), pucat (-)
Mulut : Trismus (-), oral hygiene baik, halitosis (-), mukosa gigi
berwarna merah muda, mukosa pipi berwarna merah muda,
arcus palatum simetris dengan mukosa palatum berwarna merah
muda
Lidah : Normoglosia, mukosa berwarna merah muda, hiperemis (-),
atrofi papil (-), tremor (-), lidah kotor (-)
Tenggorokan :Tonsil T1-T1,hiperemis (-),detritus (-),dinding posterior
faring hiperemis(-) arcus faring tidak hiperemis, uvula terletak
ditengah.
Leher : Bentuk tidak tampak kelainan, edema (-), massa (-), tidak teraba
pembesaran tiroid maupun kelenjar getah bening.
Thoraks
Jantung
Auskultasi : BJ I & BJ II regular, murmur (+), gallop (-)
Paru-paru
Inspeksi : Bentuk thoraks simetris , gerak dinding dada simetris kanan dan
kiri, tampak pernapasan cepat, retraksi intercostal (-) retraksi
subcostal (-) retraksi suprasternal (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), benjolan (-), gerak napas simetris kanan dan kiri
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen
10
Inspeksi : Warna kulit sawo matang, tidak tampak distensi , ruam (-), kulit
keriput (-), umbilikus normal, gerak dinding perut saat pernapasan simetris,
gerakan peristaltik (-)
Auskultasi : Bising usus (+), frekuensi 3x/menit
Perkusi : Timpani seluruh lapang perut
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), turgor kulit kembali cepat, hepar dan lien
tidak teraba membesar
Genitalia : Jenis kelamin perempuan
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
11
Tanggal 22/6/18 Hasil Nilai normal
Hematologi Rutin
Eritrosit 6.8 4,4-5,9 juta/ uL
Hemoglobin 20.1 11,8-15,0 g/ dL
Hematokrit 60 35-47%
Leukosit 8.3 4.5-13 ribu/ μL
Trombosit 173 156-406 ribu/ μL
MCV 87.0 80-100 fL
MCH 29.4 26-34 pg
MCHC 33.8 32-36 g/ dL
RDW 14.2 <14%
Metabolisme Karbohidrat
Glukosa Darah 126 <110 mg/dL
Sewaktu
Elektrolit
Natrium 135 135-155 mmol/L
Kalium 4.4 3.6-5.5 mmol/L
Klorida 106 98-109 mmol/L
12
Tanggal 22/6/18 Hasil Nilai normal
Faeces Rutin
Makroskopik :
Warna Coklat Coklat
Konsistesi Cair Lunak
Lendir Positif Negatif
Darah Negatif Negatif
Mikroskopik :
Leukosit Positif Negatif
Eritrosit Positif Negatif
Amoeba cell Negatif Negatif
Amoeba Histolitika Negatif Negatif
Telur Cacing Negatif Negatif
Pencernaan
Lemak Negatif Negatif
Amilum Negatif Negatif
Serat Negatif Negatif
Sel Ragi Negatif Negatif
IV. RESUME
13
pasien mengatakan sebelumnya belum dibawa berobat, hanya diberikan cukup air
dan makanan. Pasien mengalami demam hilang-timbul sejak 5 hari yang lalu dan
sudah diberikan pengobatan paracetamol dan demam menurun jika diberikan obat
tersebut. Batuk dan pilek sejak 4 hari sebelumnya juga dialami pasien. Batuk
berdahak yang dialami pasien dengan frekuensi yang sering namun dahak tidak
dapat keluar serta sekret hidung yang keluar berwarna putih. Orangtua Pasien
menyangkal adanya keluhan mual, muntah dan sesak.
Pemeriksaan fisik didapatkan nadi 132 x/ menit, kuat, isi cukup, ekual
o
kanan dan kiri, regular, pernapasan 36 x/ menit, suhu 38,0 C, SPO2 %. Pada
auskultasi jantung didapatkan murmur, serta didapatkan sianosis pada bibir serta
pada jari-jari tangan dan kaki. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan eritrosit 6.8
juta, Hb 20.1 g/dl, Ht 60%, dan glukosa 125 mg/dl. Pada pemeriksaan feses
didapatkan konsistensi cair, lendir positif, leukosit positif dan eritrosit positif.
V. DIAGNOSIS KERJA
14
VII. PEMERIKSAAN ANJURAN
Kultur feces
VIII. TATALAKSANA
Non- Medikamentosa
- Rawat inap
- Oksigen 1/2 L/menit
Medikamentosa
- IVFD kaen 1B 3cc/KgBB/Jam (jika urin banyak, turun menjadi 2cc/kgBB/jam)
- Paracetamol 60 mg
- Probiokid 1x1 sachet
- Obat rutin dilanjutkan :
Captopril 3x2,5 mg p.o
Furosemide 2x5mg p.o
IX. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
X. FOLLOW UP
Tanggal S O A P
15
of Fallot ) Furosemide 2x5mg p.o
16
- Salbutamol 3x0,25mg
17
- Cetirizin syr 2x2,5cc
- Ambroxol 3x3mg
- Salbutamol 3x0,25mg
-Cefotaxime 3x125 mg
stop
- Besok BLPL
28/6/2018 Hari rawat ke 7 CM,TSS Gastroenteri -BLPL
N : 138x/m, RR : 32x/m, tis akut
BB : 5,6 kg o
BAB cair 2x T:36,6 C dehidrasi
Usia : 10 ampas dan lendir ringan-
bulan (+), demam (-), Auskultasi : murmur + sedang
batuk berdahak (+), Abdomen : BU + normal Penyakit
pilek (+) Sianosis pada bibir & Jantung
ujung jari tangan & kaki Bawaan
Clubbing finger (Tetralogy
of Fallot )
18
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Semakin hari BAB cair yang dialami oleh pasien semakin sering dan
membuat pasien menjadi lemas. Orangtua pasien mengatakan sebelumnya belum
dibawa berobat, hanya diberikan cukup air dan makanan. Pasien mengalami demam
hilang-timbul sejak 5 hari yang lalu dan sudah diberikan pengobatan paracetamol
dan demam menurun jika diberikan obat tersebut. Batuk dan pilek sejak 4 hari
sebelumnya juga dialami pasien. Batuk berdahak yang dialami pasien dengan
frekuensi yang sering namun dahak tidak dapat keluar serta sekret hidung yang
keluar berwarna putih. Orangtua pasien menyangkal adanya keluhan mual,
muntah dan sesak.
19
Kondisi maternal selama kehamilan dalam keadaan baik, tanpa penyulit yang
berpengaruh terhadap janin. Pasien memiliki riwayat perkembangan sesuai usianya.
Selain itu, pasien juga telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap sesuai usianya.
Pasien tinggal di tempat yang padat penduduk dengan sanitasi yang buruk.
Pada pasien ini ditemukan gejala berupa tubuh kebiruan pada saat menangis
yang terjadi sejak lahir. Gejala ini menunjukan adanya sianosis perifer, yang
menandakan adanya gangguan sirkulasi yang terjadi secara kongenital. Gejala ini
dapat menyingkirkan diagnosis banding berupa penyakit infeksi maupun penyakit
akuisita. Keluarga pasien menyangkal bahwa pasien mengalami sesak nafas. Hal ini
menunjukan bahwa tubuh pasien masih dapat mengkompensasi kondisi hipoksia
yang terjadi akibat gangguan sirkulasi yang dialami. Selain itu, tidak ditemukan
adanya tanda gangguan perkembangan pada pasien. Keluarga pasien juga
menyangkal adanya riwayat penyakit jantung bawaan pada keluarga sehingga tidak
ada pengaruh genetik yang menyebabkan
Pemeriksaan fisik didapatkan nadi 132 x/ menit, kuat, isi cukup, ekual
o
kanan dan kiri, regular, pernapasan 36 x/ menit, suhu 38,0 C, SPO2 %. Pada
auskultasi jantung didapatkan murmur. Pada pemeriksaan ekstrimitas didapatnya
adanya jari tabuh, serta didapatkan sianosis pada bibir dan jari-jari tangan dan kaki.
20
Pemeriksaan fisik pada pasien dengan tetralogy of fallot dapat ditemukan
adanya sianosis perifer, clubing fingers, dan tanda gagal jantung kongestif. Sianosis
perifer dapat ditemukan secara sentral pada saat bayi menangis atau anak
melakukan aktivitas yang berat. Clubbing fingers dapat diamati pada beberapa
bulan pertama kehidupan. Sedangkan tanda gagal jantung kongestif jarang
ditemukan, kecuali pada kasus regurgitasi pulmonal berat atau tetralogy of fallot
yang disertai dengan tidak adanya katup pulmonal. Pada auskultasi, dapat
ditemukan murmur sistolik grade III dan IV. Selain itu bisa ditemukan klik ejeksi
aorta, S2 tunggal (penutupan katup pulmonal tidak terdengar). Sering pula pasien
ToF mengalami skoliosis dan retinal engorgement.
Pada pasien ini, laju nadi dan laju pernafasan dalam rentang normal sesuai
usianya yaitu laju nadi pada bayi dalam rentang 120-140 kali/menit, sedangkan laju
pernafasan pada bayi dalam rentang 30-40 kali/menit. Pada pemeriksaan
ekstrimitas didapatkan jari tabuh dan sianosis di ujung jari. Pada auskultasi jantung
didapatkan murmur. Murmur disebabkan oleh aliran darah dari ventrikel kanan ke
saluran paru. Murmur ejeksi sistolik tergantung dari derajat obstruksi aliran darah
di ventrikel kanan. Semakin berat sianosis yang terjadi maka obstruksi yang terjadi
lebih hebat dan murmur akan terdengar lebih halus.
21
berbentuk sepatu (boot-shaped heart/ couer-en-sabot) dan penurunan vaskularisasi
paru karena berkurangnya aliran darah yang menuju ke paru akibat penyempitan
katup pulmonal paru (stenosis pulmonal).
Tekanan antara ventrikel kiri dan kanan pada pasien tetralogy of fallot
adalah sama akibat adanya VSD. Hal ini menyebabkan darah bebas mengalir
bolak-balik melalui celah ini. Tingkat keparahan hambatan pada jalan keluar darah
di ventrikel kanan akan menentukan arah aliran darah pasien tetralogy of fallot.
Aliran darah ke paru akan menurun akibat adanya hambatan pada jalan aliran darah
dari ventrikel kanan; hambatan yang tinggi di sini akan menyebabkan makin
22
banyak darah bergerak dari ventrikel kanan ke kiri. Hal ini berarti makin banyak
darah miskin oksigen yang akan ikut masuk ke dalam aorta sehingga akan
menurunkan saturasi oksigen darah yang beredar ke seluruh tubuh, dapat
menyebabkan sianosis.
Pada pasien ini, tidak ditemukan adanya kelainan pada saat lahir yang
dibuktikan dengan skor APGAR yang baik dan tidak adanya kelainan fisik bawaan
yang ditemukan. Kemudian saat pasien berusia 2 bulan, petugas kesehatan
menemukan adanya sianosis saat pasien menangis. Hal ini sesuai dengan
manifestasi klinis yang khas pada pasien dengan tetralogy of fallot yaitu murmur
asimptomatik dan sianosis yang terjadi pada usia 2-6 bulan pertama kehidupan.
23
meningkatkan suplai darah dan oksigen ke jantung. Pada pasien dengan gagal
jantung, captopril berperan mengurangi kadar cairan yang berlebihan dalam
tubuh sehingga meringankan beban jantung dan memperlambat perkembangan
gagal jantung.
BAB IV
24
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 DEFINISI
Tetralogy of fallot (ToF) merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang
terdiri dari empat kelainan khas, yaitu defek septum ventrikel (ventricular septal
defect, VSD), stenosis infundibulum ventrikel kanan atau biasa disebut stenosis
pulmonal, hipertrofi ventrikel kanan, dan overriding aorta. 1,2
4.2 EPIDEMIOLOGI
ToF merupakan jenis penyakit jantung bawaan tersering. Sekitar 3-5% bayi
yang lahir dengan penyakit jantung bawaan menderita jenis ToF.3 Di AS, 10%
kasus penyakit jantung kongenital adalah ToF, sedikit lebih banyak pada laki-laki
dibandingkan perempuan. Seiring dengan meningkatnya angka kelahiran di
Indonesia, jumlah bayi yang lahir dengan penyakit jantung juga meningkat. Dua per
tiga kasus penyakit jantung bawaan di Indonesia memperlihatkan gejala pada masa
neonatus. Sebanyak 25-30% penderita penyakit jantung bawaan yang
memperlihatkan gejala pada masa neonatus meninggal pada bulan pertama usianya
jika tanpa penanganan yang baik. Sekitar 25% pasien ToF yang tidak diterapi akan
meninggal dalam 1 tahun pertama kehidupan, 40% meninggal sampai usia 4 tahun,
70% meninggal sampai usia 10 tahun, dan 95% meninggal sampai usia 40 tahun.4
4.3 ETIOLOGI
25
4.4 PATOFISIOLOGI
Embriologi jantung bermulai dari adanya tuba. Terdapat dua bagian tuba, yaitu
trunkus arteriosus dan bulbus kordis yang berkembang menuju satu sama lainnya.
Trunkus arteriosus akan mengalami perputaran 180o dan tumbuh ke arah bawan,
menuju bulbus kordis. Peprutaran ini akan memisahkan aorta dengan arteri
pulmonal. Deviasi ke arah anterior dari perputaran ini menyebabkan ToF. Deviasi
antero-sefalad pada pembentukan lubang septum ventrikular dapat disertai dengan
pembentukan jaringan fibrosa pada septum yang gagal mengalami proses
muskularisasi. Deviasi ini dapat ditemukan pada absennya obsrtuksi subpulmonal,
seperti pada defek septum ventrikel Eisenmenger. Oleh karena itu, pada pasien
dengan ToF, perlu dipastikan adanya morfologi abnormal dari trabekula
septoparietal yang melingkari traktur aliran subpulmonal. Kombinasi adanya deviasi
septum dan trabekulasi septoparietal yang hipertrofi menghasilkan karakteristik
adanya obstruksi aliran ventrikel kanan. Deviasi jaringan muskular pada
lubang septum juga menyebabkan adanya defek septum ventrikel dengan
gangguan alignment dan menyebabkan munculnya overriding dari aorta. Hipertrofi
miokardium ventrikel kanan merupakan konsekuensi hemodinamik akibat adanya
lesi yang disebabkan oleh deviasi lubang septum.6,8,9
Sirkulasi darah penderita ToF berbeda dibanding pada anak normal. Kelainan
yang memegang peranan penting adalah stenosis pulmonal dan VSD. Tekanan antara
ventrikel kiri dan kanan pada pasien ToF adalah sama akibat adanya VSD. Hal ini
menyebabkan darah bebas mengalir bolak-balik melalui celah ini. Tingkat keparahan
hambatan pada jalan keluar darah di ventrikel kanan akan menentukan arah aliran
darah pasien ToF. Aliran darah ke paru akan menurun akibat adanya hambatan pada
jalan aliran darah dari ventrikel kanan;
hambatan yang tinggi di sini akan menyebabkan
makin banyak darah bergerak dari ventrikel
kanan ke kiri. Hal ini berarti makin banyak
darah miskin oksigen yang akan ikut masuk ke dalam
26
aorta sehingga akan menurunkan saturasi oksigen darah yang beredar ke seluruh
tubuh, dapat menyebabkan sianosis. Jika terjadi hambatan parah, tubuh akan
bergantung pada duktus arteriosus dan cabang-cabang arteri pulmonalis untuk
mendapatkan suplai darah yang mengandung oksigen. Onset gejala, tingkat
keparahan sianosis yang terjadi sangat bergantung pada tingkat keparahan hambatan
yang terjadi pada jalan keluar aliran darah di ventrikel kanan.3
4.5 KLASIFIKASI
27
tidak menunjukkan sianosis pada saat lahir, gejala mulai berkembang antara umur
2-6 bulan. Manifestasi klinis paling umum adalah murmur asimtomatik dan sianosis.
Saturasi oksigen arteri bayi ToF bisa tiba-tiba menurun dengan nyata. Fenomena ini
disebut “hypercyanotic spell”, biasanya merupakan hasil penyempitan secara
mendadak aliran darah ke paru. Serangan dapat terjadi setiap waktu antara usia 1
bulan dan 12 tahun, terutama terjadi antara bulan ke-2 dan ke-3. Paling sering terlihat
setelah bangun tidur, menangis, buang air besar, dan makan. Serangan ditandai
dengan meningkatnya kecepatan dan kedalaman pernapasan (hiperpnea) dengan
sianosis yang bertambah parah.11
Anak ToF menjadi iritatif dalam keadaan kadar oksigen berkurang, atau
memerlukan asupan oksigen yang lebih banyak, anak dapat menjadi mudah lelah,
mengantuk, atau bahkan tidak merespons ketika dipanggil, menyusu yang
terputus-putus. Anak dengan hypercyanotic spell akan melakukan gerakan jongkok
(squating), agar aliran darah ke paru menjadi bertambah, dan serangan sianosis dan
sesak menjadi berkurang. Pada anak ToF, biasanya dijumpai keterlambatan
pertumbuhan, tinggi dan berat badan dan ukuran tubuh kurus yang tidak sesuai
dengan usia anak.11
4.7 DIAGNOSIS
ToF dapat didiagnosis sebelum bayi lahir saat gambaran anatomi jantung mulai
terlihat jelas pada fetal echocardiography, biasanya pada usia gestasi 12 minggu.
Segera setelah ToF didiagnosis, disarankan pengamatan antenatal serial dengan
interval 6 minggu untuk mengikuti pertumbuhan arteri pulmonalis, untuk menilai
kembali arah arteri paru utama dan aliran duktal dan untuk mengevaluasi, jika ada,
kelainan di luar jantung.5
28
Bagan 1 Pendekatan penyakit jantung kongenital pada anak
4.7.1 Anamnesis
Pada pasien ToF biasanya terdapat keluhan utama sianosis, pernafasan cepat.
Selanjutnya perlu ditanyakan kepada orang tua atau pengasuh pasien, kapan pertama
kali munculnya sianosis, apakah sianosis ditemukan sejak lahir, tempat sianosis
muncul, misalnya pada mukosa membran bibir dan mulut, jari tangan atau kaki,
apakah munculnya tanda-tanda sianosis didahului oleh faktor pencetus, salah
satunya aktivitas berlebihan atau menangis. Riwayat serangan sianotik
(hypercyanotic spell) juga harus ditanyakan kepada orang tua pasien atau pengasuh
pasien. Jika anak sudah dapat berjalan apakah sering jongkok (squating) setelah
berjalan beberapa langkah sebelum melanjutkan kembali berjalan. Penting juga
ditanyakan faktor risiko yang mungkin mendukung diagnosis ToF yaitu seperti
faktor genetik, riwayat keluarga yang mempunyai penyakit jantung bawaan. Riwayat
tumbuh kembang anak juga perlu ditanyakan, pemeriksaan tumbuh kembang dapat
digunakan juga untuk mengetahui apakah terjadi gagal tumbuh kembang akibat
perjalanan penyakit ToF.6
29
4.7.2 Pemeriksaan Fisik
Sianosis sentral dapat diamati pada sebagian besar kasus ToF; desaturasi arteri
ringan mungkin tidak menimbulkan sianosis klinis. Clubbing fingers dapat diamati
pada beberapa bulan pertama kehidupan. Tanda-tanda gagal jantung kongestif juga
jarang ditemukan, kecuali pada kasus regurgitasi pulmonal berat atau ToF yang
dibarengi dengan tidak adanya katup pulmonal. Impuls ventrikel kanan yang lebih
kuat mungkin didapatkan pada palpasi. Systolic thrill bisa didapatkan di perbatasan
sternal kiri bawah. Murmur sistolik grade III dan IV disebabkan oleh aliran darah
dari ventrikel kanan ke saluran paru. Selama serangan hypercyanotic spell muncul,
murmur menghilang atau menjadi sangat lembut. Sama halnya pada ToF dengan
atresia paru, tidak akan terdengar murmur karena tidak ada aliran darah balik ke
ventrikel kanan. Aliran darah yang menuju atau melewati celah antar ventrikel
tidak menimbulkan turbulensi, sehingga biasanya tidak terdengar kelainan
auskultasi. Murmur ejeksi sistolik tergantung dari derajat obstruksi aliran darah di
ventrikel kanan. Makin sianosis berarti memiliki obstruksi lebih hebat dan murmur
lebih halus. Pasien asianotik dengan ToF (pink tet) memiliki murmur sistolik yang
panjang dan keras dengan thrill sepanjang aliran darah ventrikel kanan. Selain itu
bisa ditemukan klik ejeksi aorta, S2 tunggal (penutupan katup pulmonal tidak
terdengar). Sering pula pasien ToF mengalami skoliosis dan retinal engorgement.
30
Gambar 3 Clubbing Finger
31
Gambar 5 Gambaran Right Axis Deviation pada ToF
MRI dapat mengukur volume ventrikel kanan dan kiri, menilai jalur aliran
darah ventrikel kanan, arteri pulmonal, aorta, defek septum ventrikel. MRI juga
dapat menilai stenosis cabang arteri pulmonal yang berkontribusi dalam
menyebabkan insufi siensi pulmonal dan kolateral aortopulmonal yang dapat
32
menyebabkan overload volume ventrikel kiri. Hal ini sering dijumpai pada pasien
yang disertai atresia pulmonal.13
Kateterisasi bukan pemeriksaan yang rutin; dapat dilakukan jika data yang
diperlukan untuk pengambilan keputusan koreksi bedah tidak dapat diperoleh
dengan pemeriksaan penunjang lainnya. Penting untuk mendapatkan data saturasi
oksigen arteri sistemik dan desaturasi berhubungan dengan stenosis saluran keluar
ventrikel kanan. Tujuan kateterisasi jantung adalah untuk menilai ukuran anulus
pulmonal dan arteri pulmonal, menilai keparahan obstruksi aliran darah ventrikel
kanan, lokasi dan ukuran defek septum ventrikel, serta menyingkirkan
kemungkinan anomali arteri koroner. Angiografi merupakan bagian integral dari
kateterisasi jantung. Angiografi paru juga harus dilakukan untuk mengetahui
ukuran arteri pulmonalis utama dan cabang serta untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya stenosis cabang arteri pulmonal. Angiografi aorta juga
33
diperlukan untuk memvisualisasikan anatomi arteri koroner, terutama untuk
menyingkirkan adanya arteri koroner melintasi infundibulum ventrikel kanan. 4,5
4.9 PENATALAKSANAAN
Tata laksana ToF tergantung dari beratnya gejala dan dari tingkat hambatan
pulmoner. Operasi merupakan satu-satunya terapi kelainan ini, bertujuan
meningkatkan sirkulasi arteri pulmonal. Prostaglandin (0,2 μg/kg/menit) dapat
diberikan untuk mempertahankan duktus arteriosus sambil menunggu operasi.
Dapat dilakukan dua jenis operasi yakni operasi paliatif dan operasi korektif.
Operasi paliatif adalah dengan membuat sambungan antara aorta dengan arteri
pulmonal. Metode yang paling dikenal ialah Blalock-Taussig shunt, yaitu a.
subklavia ditranseksi dan dianastomosis end-to-side ke a. pulmonal ipsilateral.
Tingkat mortalitas metode ini dilaporkan kurang dari 1%. Dikenal pula modifi ed
Blalock-Taussig shunt menggunakan Goretex graft untuk menghubungkan a.
subklavia dengan a pulmonal. Potts shunt yaitu anastomosis side-to-side antara
aorta desenden dengan a.pulmonal. Waterston-Cooley shunt, mirip dengan Potts
shunt yaitu anastomosis side-toside antara aorta asenden dengan a. pulmonal.4,13
34
Gambar 9 Blalock Taussig shunt Keterangan: kiri – normal, kanan – pasca-Blalock
Taussig shunt, RSC – a. subklavia kanan, A - aorta, RPA – a. pulmonal kanan
35
Bedah koreksi menjadi pilihan tata laksana ToF ideal yang bertujuan menutup
defek septum ventrikel, reseksi area stenosis infundibulum, dan menghilangkan
obstruksi aliran darah ventrikel kanan. Kebanyakan pusat kesehatan hanya akan
melakukan operasi korektif pada usia tiga sampai enam bulan. Jika operasi harus
dilakukan sebelumnya, maka operasi paliatif menjadi pilihan utama. Kapan saat
operasi untuk mendapatkan hasil yang optimal masih belum dapat ditentukan.3,5
Hypercyanotic spell
Mayoritas pasien yang sudah dioperasi mengalami tumbuh kembang yang baik
hingga dewasa. Kontraindikasi operasi primer pada ToF adalah adanya arteri
36
koroner yang anomali, berat lahir sangat rendah, arteri pulmonal kecil, multipel
VSD, multipel malformasi intrakardiak.16
37
GASTROENTERITIS
Gastroenteritis (GEA) adalah adanya inflmasi pada membran mukosa
saluran pencernaan dan ditanda dengan diare dan muntah (Chow et al 2009).Diare
adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200
gram atau 200ml/24 jam (Simadibrata K et al, 2009).
Epidemiologi GEA merupakan salah satu penyakit yang sangat sering
ditemui. Lebih sering mengenai anak-anak. Anak-anak dinegara berkembang lebih
beresiko dari segi morbiditas maupun mortalitasnya. Penyakit ini mengenai 3-5
miliar anak setiap tahun dan menyebabkan sekitar 1.5-2.5 juta kematan per tahun
atau merupakan 12% dari seluruh penyebab kematian pada anak-anak usia dibawah
20
5 tahun. Di Indonesia pada tahun 2010 diare dan gastroenteritis oleh penyebab
infeksi tertentu masih menduduki peringkat pertama penyakit terbanyak pada
pasien rawat inap di Indonesia yaitu sebanyak 96.278 kasus dengan angka kematian
(Case Fatality Rate/CFR) sebesar 1,92%. GEA dapat disebabkan oleh disebabkan
oleh beberapa faktor seperti virus (rotavirus, enteric adenovirus, astrovirus, human
calcivirus, dan virus lainnya), bakteri (Salmonella, Shigella, Campylobacter,
E.coli), parasit dan protozoa (G.lamblia, Entamoeba histolytica, faktor makanan
dan keracunan makanan. 21
Gambaran klinis yang seringkali muncul adalah diare, mual muntah, nyeri
perut dan demam. Kelainan-kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik
sangat berguna dalam menentukan keparahan penyakit. Status volume dinilai
dengan menilai perubahan pada tekanan darah dan nadi, temperature tubuh dan
tanda toksisitas. Pemeriksaan tinja dan pemeriksaan darah sangat membantu dalam
menentukan diagnosis. 21
Hal yang paling ditakutkan adalah dehidrasi, gangguan keseimbangan asam
basa, hipoglikemia, gangguan sirkulasi. Penatalaksaan kasus GEA berdasarkan
guideline WHO 2012, yaitu21 :
1. Melakukan penilaian awal
2. Tangan dehidrasi
38
3. Cegah dehidrasi pada pasien yang tidak terdapat gejala dehidrasi
menggunakan cairan rehidrasi oral, menggunakan cairan yang dibuat
sendiri atau larutan oralit.
4. Rehidrasi pasien dengan dehidrasi sedang menggunakan larutan oralit,
dan pasien
dengan dehidrasi berat dengan terapi cairan intravena yang sesuai.
5. Pertahankan hidrasi dengan larutan rehidrasi oral
6. Atasi gejala-gejala lain
7. Lakukan pemeriksaan spesimen tinja untuk analisis
8. Pertimbangkan terapi antimikroba untuk pathogen spesifik
39
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
40
13. Fox D, Devendra GP, Hart SA, Krasuski RA. When ‘blue babies’ grow up:
What you need to know about tetralogy of Fallot. Cleve Clin J Med.
2010;77(11):821-8
14. Senzaki H, Ishido H, Iwamoto Y, Taketazu M, Kobayashi T, Katogi T, et al.
Sedation of hypercyanotic spells in a neonate with tetralogy of Fallot using
dexmedetomidine. J Pediatr (Rio J). 2008;84(4):377-80. 16.
15. Chrysostomou C, Sanchez TJ, Avolio T, Motoa MV, Berry D, Morell VO, et
al. Dexmedetomidine use in a pediatric cardiac intensive care unit: can we
use it in infants after cardiac surgery?. Pediatr Crit Care Med.
2009;10(6):654-60.
16. Al Habib HF, Jacobs JP, Mavroudis C, Tchervenkov CI, O’Brien SM,
Mohammadi S, et al. Contemporary patterns of management of tetralogy of
Fallot: data from the Society of Thoracic Surgeons Database. Ann Thorac
Surg. 2010;90(3):813-9.
17. Park CS, Lee JR, Lim HG, Kim WH, Kim YJ. The long-term result of total
repair for tetralogy of Fallot. Eur J Cardiothorac Surg. 2010;38(3):311-7.
18. Robinson JD, Rathod RH, Brown DW, Del Nido PJ, Lock JE, McElhinney
DB, et al. The evolving role of intraoperative balloon pulmonary
valvuloplasty in valve-sparing repair of tetralogy of Fallot. J Thorac
Cardiovasc Surg. 2011;142(6):1367-73
19. Jacob G, Mathews C. Unrepaired Tetralogy of Fallot Presenting of Brain
Abscess. Calicut Medical Journal 2010; 8(3):e5.3:3
20. Chow, C, M., Leung.A.K.C., Hon, K. L., 2010. Acute Gastroenteritis: From
Guideline to Real Life. Clinical and Experimental Gastroenterology, :97-112.
21. WGO, 2012. Acute Diarrrhea in Adults and Children: A Global Perspective.
World Gastroenterology Oganization.
41