Anda di halaman 1dari 45

PRESENTASI KASUS

TETRALOGY OF FALLOT

Pembimbing :
dr. Daniel Effendi, Sp.A

Disusun Oleh :
Hana Ananda Irivani - 03013088

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
4 JUNI 2018 - 25 AGUSTUS 2018
Lembar Pengesahan

Presentasi Kasus yang berjudul:

“Tetralogy of Fallot”

Yang disusun oleh

Hana Ananda Irivani

030.13.088

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing:

dr. Daniel Effendi Sp.A

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Budhi Asih

Periode 4 Juni – 25 Agustus 2018

Jakarta, Juni 2018

Pembimbing

dr. Daniel Effendi Sp.A

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga presentasi kasus ini yang berjudul
“Tetralogy of Fallot” dapat diselesaikan. Presentasi kasus ini disusun sebagai salah
satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit anak di
RSUD Budhi Asih.
Presentasi kasus ini dapat diselesaikan berkat dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih
kepada yang terhormat dr. Daniel Effendi Sp.A atas keluangan waktu dan bimbingan
yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun presentasi kasus ini masih memiliki
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat terbuka untuk menerima berbagai
kritik dan saran yang diberikan demi kesempurnaan presentasi kasus ini.
Demikian presentasi kasus ini disusun semoga dapat bermanfaat bagi banyak
pihak dan pembaca pada umumnya.

Jakarta, Juni 2018

Hana Ananda Irivani


030.13.088

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR
PENGESAHAN......................................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN......................................................................................1
BAB II. LAPORAN KASUS..................................................................................2
BAB III. PEMBAHASAN KASUS.......................................................................19
BAB IV. TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................34

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Tetralogy of fallot (ToF) merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang


terdiri dari empat kelainan khas, yaitu defek septum ventrikel (ventricular septal
defect, VSD), stenosis infundibulum ventrikel kanan atau biasa disebut stenosis
pulmonal, hipertrofi ventrikel kanan, dan overriding aorta.1,2
ToF merupakan jenis penyakit jantung bawaan tersering. Sekitar 3-5% bayi
yang lahir dengan penyakit jantung bawaan menderita jenis ToF.3 Di AS, 10%
kasus penyakit jantung kongenital adalah ToF, sedikit lebih banyak pada laki-laki
dibandingkan perempuan. Seiring dengan meningkatnya angka kelahiran di
Indonesia, jumlah bayi yang lahir dengan penyakit jantung juga meningkat. Dua per
tiga kasus penyakit jantung bawaan di Indonesia memperlihatkan gejala pada masa
neonatus. Sebanyak 25-30% penderita penyakit jantung bawaan yang
memperlihatkan gejala pada masa neonatus meninggal pada bulan pertama usianya
jika tanpa penanganan yang baik. Sekitar 25% pasien ToF yang tidak diterapi akan
meninggal dalam 1 tahun pertama kehidupan, 40% meninggal sampai usia 4 tahun,
70% meninggal sampai usia 10 tahun, dan 95% meninggal sampai usia 40 tahun.4
Penyakit jantung bawaan sering dapat dideteksi dengan USG pada masa
kehamilan. Pemeriksaan fetal echocardiography juga baik dilakukan pada pelayanan
antenatal sebagai salah satu cara deteksi dini penyakit jantung bawaan.5 Diagnosis
dini ToF dapat menentukan langkah selanjutnya harus diambil. Penetapan langkah
yang tepat setelah deteksi dini penyakit jantung bawaan ToF pada anak dapat
mengurangi mortalitas dan morbiditas.Dengan penegakan diagnosis yang tepat dan
cepat, komplikasi penyakit jantung bawaan ToF dapat diminimalkan.

BAB II

1
LAPORAN KASUS

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH

STATUS PASIEN KASUS II

Nama Mahasiswa : Hana Ananda I Pembimbing: dr. Daniel Effendi, Sp.A

NIM : 030.13.088 Tanda tangan :

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. A

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 10 bulan 21 hari

Tempat/ tanggal lahir : Jakarta, 2 Agustus 2017

Suku bangsa : Batak

Agama : Kristen Protestan

Pendidikan : Belum Sekolah

Alamat : Jl. Bekasi Timur II No.16 RT 17 / RW 04 Jakarta


Timur

2
Ayah Ibu

Nama : Tn. G Nama : Ny. T


Umur : 28 tahun Umur : 28 tahun
Pekerjaan : Pedagang Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SLTA Pendidikan : S1
Suku bangsa : Batak Suku bangsa : Batak
Agama : Kristen Protestan Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jl. Bekasi Timur II Alamat : Jl. Bekasi Timur II
No.16 RT 17 / RW 04 Jakarta No.16 RT 17 / RW 04 Jakarta
Timur Timur

Hubungan dengan orang tua : Pasien merupakan anak kandung.

I. ANAMNESIS

Dilakukan secara alloanamnesis pasien di bangsal Dahlia Timur pada


tanggal 11 Juni 2018 pukul 14.00 WIB.

Keluhan utama : Pasien datang dengan BAB cair sejak 4 hari sebelum
masuk rumah sakit

Keluhan tambahan : Batuk pilek sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.

A. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Budi Asih dibawa orangtuanya dengan keluhan
BAB cair sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Menurut keterangan orangtua
pasien dalam sehari pasien dapat BAB cair hingga 5-6 kali dengan pampers yang
penuh BAB. BAB tersebut berwarna kuning, terdapat ampas, berlendir, dan tidak
terdapat bau ataupun bercampur darah. Orang tua pasien tidak mengetahui alasan
yang jelas mengapa pasien dapat BAB cair. Makan dan minum seperti biasa dan
tidak ada riwayat mengganti susu.

Semakin hari BAB cair yang dialami oleh pasien semakin sering dan
membuat pasien menjadi lemas. Orangtua pasien mengatakan sebelumnya belum

3
dibawa berobat, hanya diberikan cukup air dan makanan. Pasien mengalami demam
hilang-timbul sejak 5 hari yang lalu dan sudah diberikan pengobatan paracetamol
dan demam menurun jika diberikan obat tersebut. Batuk dan pilek sejak 4 hari
sebelumnya juga dialami pasien. Batuk berdahak yang dialami pasien dengan
frekuensi yang sering namun dahak tidak dapat keluar serta sekret hidung yang
keluar berwarna putih. Orangtua pasien menyangkal adanya keluhan mual, muntah
dan sesak.

Diketahui bahwa pasien menderita penyakit jantung bawaan yang diketahui


sejak usia pasien 2 bulan. Orangtua pasien awalnya membawa pasien ke bidan untuk
dilakukan tindik pada telinga pasien. Ketika dilakukan penindikan, pasien menangis
dan bidan menyadari bahwa pada saat menangis anak terlihat biru sehingga
menyarankan pada orangtua pasien untuk konsultasi ke dokter spesialis anak. Setelah
dilakukan pemeriksaan echo diketahui bahwa pasien menderita penyakit jantung
bawaan. Hingga saat ini pasien mengkonsumsi obat rutin seperti furosemide
3x2,5mg dan captopril 2x5mg.

B. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur

Alergi (-) Difteria (-) Penyakit ginjal (-)

Cacingan (-) Diare (-) Penyakit jantung 2 bulan

DBD (-) Kejang (-) Radang paru (-)

Otitis (-) Varicella (-) TBC (-)

Hiperreaktif
Parotitis (-) Operasi (-) (-)
bronkus

Kesimpulan riwayat penyakit yang pernah diderita: Pasien didiagnosis


menderita penyakit jantung bawaan sejak usia 2 bulan.

C. Riwayat Kehamilan/ Persalinan

4
Morbiditas kehamilan Anemia (-), hipertensi (-), diabetes
mellitus (-), penyakit jantung (-),
penyakit paru (-), merokok (-),
infeksi (-), minum alkohol (-)
KEHAMILAN
Perawatan antenatal Rutin kontrol puskesmas 1 bulan
sekali dan selalu datang sesuai
anjuran.

Tempat persalinan Rumah sakit

Penolong persalinan Dokter

Sectio Caesaria
Cara persalinan
Penyulit : Mioma uteri

Masa gestasi Cukup bulan

Berat lahir : 2553 gr


KELAHIRAN
Panjang lahir : 43 cm

Lingkar kepala : 30 cm

Langsung menangis (+)


Keadaan bayi
Kemerahan (+)
Kuning (-)
Nilai APGAR : 8/9
Kelainan bawaan : Tidak
ditemukan

Kesimpulan riwayat kehamilan/ persalinan :. Pasien lahir cukup bulan


dengan sectio caesaria atas indikasi mioma uteri

D. Riwayat Perkembangan

5
- Pertumbuhan gigi I : 8 bulan (Normal: 5-9 bulan)

- Gangguan perkembangan mental : Tidak ada

- Psikomotor :

Tengkurap : 4 bulan (Normal: 3-4 bulan)

Duduk : 7 bulan(Normal: 6-9 bulan)

Berdiri : 9 bulan(Normal: 9-12 bulan)

Berjalan : - (Normal: 12-18 bulan)

Bicara : - (Normal: 9-12 bulan)

Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan : Tidak terdapat


keterlambatan perkembangan pasien, baik sesuai usia .

E. Riwayat Makanan

Umur (bulan) ASI/PASI Buah/ Biskuit Bubur Susu Nasi Tim


0–1 ASI - - -
1–4 ASI - - -
4–6 ASI - - -
6–8 ASI + - -
8 – 10 ASI + - +
10-12 ASI + - +
12-24 ASI + - +

Jenis Makanan Frekuensi dan Jumlah

Nasi 3x/hari (1/2 piring)


Sayur 2 hari 1 kali (1 mangkuk kecil)

6
Daging 3x/ hari (1 potong)
Telur 6x/minggu (1 butir/1x makan)
Ikan 3-4x/minggu (1 ekor)
Tahu 5-6x/ minggu (1-2 potong)
Tempe 5-6x/ minggu (1-2 potong)
Susu Setiap hari
Kesimpulan Riwayat Makanan : Pasien mendapatkan asi eksklusif dan
rutin mengkonsumsi makanan dengan kualitas dan kuantitas cukup

F. Riwayat Imunisasi

Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)


3 4
Hepatitis B Lahir 2 bulan
bulan bulan
Polio Lahir 2 bulan 3 bulan 4 bulan
BCG 1 bulan
DPT 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Hib 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Campak 9 bulan
Kesimpulan riwayat imunisasi: Imunisasi dasar sudah lengkap.

G. Riwayat Keluarga

Jenis Lahir Mati Keterangan


No Usia Hidup Abortus
Kelamin Mati (sebab) Kesehatan

1. 10 bulan Perempuan + - - - Pasien

Kesimpulan corak reproduksi : Pasien merupakan anak ke-1

H. Riwayat Pernikahan

Ayah Ibu
Nama Tn.G Ny.T

7
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 25 tahun 25 tahun
Pendidikan terakhir SLTA S1
Suku Batak Batak
Agama Kristen protestan Kristen protestan
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -
Riwayat Penyakit - -
Kesimpulan Riwayat Keluarga : Ayah dan ibu pasien dalam kondisi sehat.

I. Riwayat Lingkungan
Pasien tinggal bersama dengan kedua orang tua. Ventilasi dan
pencahayaan baik. Sumber air bersih dari aqua galon. Rumah pasien terletak
di kawasan penduduk yang padat, rumah berdempet-dempetan. Dan di
sekitar rumah terdapat lapangan kosong tempat truk beraktivitas sehingga
polusi.
Kesimpulan Riwayat lingkungan pasien: Rumah pasien berada di
lingkungan yang padat penduduk dan berpolusi.

A. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALISATA
KEADAAN UMUM
Kesan Sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Kesan Gizi : Gizi kurang
DATA ANTROPOMETRI
Berat Badan sekarang : 5,1 kg
Berat Badan sebelum sakit : kg
Tinggi Badan : cm

STATUS GIZI
- BB / U = 20/23 x 100% = 87 %

8
- TB/U = 120/122 x 100% = 98 %
- BB/TB = 20/22,5 x 100% = 89%
Kesimpulan status gizi : Dari ketiga parameter yang digunakan diatas
didapatkan kesan gizi kurang.

TANDA VITAL
 Tekanan darah :-
 Nadi : 132 x/ menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri,
regular
 Pernapasan : 36 x/ menit
 Suhu : 38 o C
 SPO2 :%

Kepala : Normosefali
Rambut : Rambut hitam, lurus, lebat, distribusi merata, dan tidak mudah
dicabut
Wajah : Wajah simetris, tidak ada pembengkakan, luka, ataupun jaringan
parut
Mata :
Visus : Tidak dilakukan Ptosis : -/-
Sklera ikterik : -/- Lagofthalmus : -/-
Konjungtiva anemis : -/- Cekung : -/-
Exophtalmus : -/- Kornea jernih : +/+
Enophtalmus : -/- Strabismus : -/-
Lensa jernih : +/+ Nistagmus : -/-
Oedem : -/-
Refleks konvergensi : tidak dilakukan Pupil : 2 mm, bulat, isokor
Refleks cahaya : langsung +/+, tidak langsung +/+

Telinga :
Bentuk : Normotia Tuli : -/-
Nyeri tarik aurikula : -/- Nyeri tekan tragus : -/-

9
Liang telinga : lapang Membran timpani : sulit dinilai
Serumen : -/- Refleks cahaya : sulit dinilai
Cairan : -/- Ruam merah : -/-
Hidung :
Bentuk : simetris Napas cuping hidung : -/-
Sekret : +/+ Deviasi septum :-
Mukosa hiperemis : -/-
Bibir : Mukosa bibir sianosis (+), pucat (-)
Mulut : Trismus (-), oral hygiene baik, halitosis (-), mukosa gigi
berwarna merah muda, mukosa pipi berwarna merah muda,
arcus palatum simetris dengan mukosa palatum berwarna merah
muda
Lidah : Normoglosia, mukosa berwarna merah muda, hiperemis (-),
atrofi papil (-), tremor (-), lidah kotor (-)
Tenggorokan :Tonsil T1-T1,hiperemis (-),detritus (-),dinding posterior
faring hiperemis(-) arcus faring tidak hiperemis, uvula terletak
ditengah.
Leher : Bentuk tidak tampak kelainan, edema (-), massa (-), tidak teraba
pembesaran tiroid maupun kelenjar getah bening.
Thoraks
 Jantung
Auskultasi : BJ I & BJ II regular, murmur (+), gallop (-)
 Paru-paru
Inspeksi : Bentuk thoraks simetris , gerak dinding dada simetris kanan dan
kiri, tampak pernapasan cepat, retraksi intercostal (-) retraksi
subcostal (-) retraksi suprasternal (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), benjolan (-), gerak napas simetris kanan dan kiri
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen

10
Inspeksi : Warna kulit sawo matang, tidak tampak distensi , ruam (-), kulit
keriput (-), umbilikus normal, gerak dinding perut saat pernapasan simetris,
gerakan peristaltik (-)
Auskultasi : Bising usus (+), frekuensi 3x/menit
Perkusi : Timpani seluruh lapang perut
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), turgor kulit kembali cepat, hepar dan lien
tidak teraba membesar
Genitalia : Jenis kelamin perempuan

Kelenjar getah bening :


Preaurikuler : tidak teraba membesar
Postaurikuler : tidak teraba membesar
Submandibula : tidak teraba membesar
Supraclavicula : tidak teraba membesar
Axilla : tidak teraba membesar
Inguinal : tidak teraba membesar
Ekstremitas :
Inspeksi : Simetris, tidak terdapat kelainan pada bentuk tulang, posisi tangan
dan kaki, serta sikap badan, sianosis (+), edema (-), ruam (-) pada
keempat ekstremitas
Palpasi : akral hangat pada keempat ekstremitas, sianosis (+), edema (-),
capillary refill time <2 detik.
Kulit : Warna sawo matang merata, tidak ikterik, tidak sianosis, tidak
lembab, , tidak terdapat efloresensi yang bermakna

J. PEMERIKSAAN PENUNJANG

11
Tanggal 22/6/18 Hasil Nilai normal
Hematologi Rutin
Eritrosit 6.8 4,4-5,9 juta/ uL
Hemoglobin 20.1 11,8-15,0 g/ dL
Hematokrit 60 35-47%
Leukosit 8.3 4.5-13 ribu/ μL
Trombosit 173 156-406 ribu/ μL
MCV 87.0 80-100 fL
MCH 29.4 26-34 pg
MCHC 33.8 32-36 g/ dL
RDW 14.2 <14%
Metabolisme Karbohidrat
Glukosa Darah 126 <110 mg/dL
Sewaktu
Elektrolit
Natrium 135 135-155 mmol/L
Kalium 4.4 3.6-5.5 mmol/L
Klorida 106 98-109 mmol/L

12
Tanggal 22/6/18 Hasil Nilai normal
Faeces Rutin
Makroskopik :
Warna Coklat Coklat
Konsistesi Cair Lunak
Lendir Positif Negatif
Darah Negatif Negatif
Mikroskopik :
Leukosit Positif Negatif
Eritrosit Positif Negatif
Amoeba cell Negatif Negatif
Amoeba Histolitika Negatif Negatif
Telur Cacing Negatif Negatif
Pencernaan
Lemak Negatif Negatif
Amilum Negatif Negatif
Serat Negatif Negatif
Sel Ragi Negatif Negatif

Pemeriksaan Echo Doppler (2/8-2017)

IV. RESUME

Pasien datang ke IGD RSUD Budi Asih diantar orangtuanya dengan


keluhan BAB cair sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Menurut keterangan
orangtua pasien dalam sehari pasien dapat BAB cair hingga 5-6 kali dengan
pampers yang penuh BAB. BAB tersebut berwarna kuning, terdapat ampas,
berlendir, dan tidak terdapat bau ataupun bercampur darah. Orang tua pasien tidak
mengetahui alasan yang jelas mengapa pasien dapat BAB cair. Makan dan minum
seperti biasa dan tidak ada riwayat mengganti susu. Semakin hari BAB cair yang
dialami oleh pasien semakin sering dan membuat pasien menjadi lemas. Orangtua

13
pasien mengatakan sebelumnya belum dibawa berobat, hanya diberikan cukup air
dan makanan. Pasien mengalami demam hilang-timbul sejak 5 hari yang lalu dan
sudah diberikan pengobatan paracetamol dan demam menurun jika diberikan obat
tersebut. Batuk dan pilek sejak 4 hari sebelumnya juga dialami pasien. Batuk
berdahak yang dialami pasien dengan frekuensi yang sering namun dahak tidak
dapat keluar serta sekret hidung yang keluar berwarna putih. Orangtua Pasien
menyangkal adanya keluhan mual, muntah dan sesak.

Diketahui bahwa pasien menderita penyakit jantung bawaan yang diketahui


sejak usia pasien 2 bulan. Orangtua pasien awalnya membawa pasien ke bidan
untuk dilakukan tindik pada telinga pasien. Ketika dilakukan penindikan, pasien
menangis dan bidan menyadari bahwa pada saat menangis anak terlihat biru
sehingga menyarankan pada orangtua pasien untuk konsultasi ke dokter spesialis
anak. Setelah dilakukan pemeriksaan echo diketahui bahwa pasien menderita
penyakit jantung bawaan. Hingga saat ini pasien mengkonsumsi obat rutin seperti
furosemide 3x2,5mg dan captopril 2x5mg.

Pemeriksaan fisik didapatkan nadi 132 x/ menit, kuat, isi cukup, ekual
o
kanan dan kiri, regular, pernapasan 36 x/ menit, suhu 38,0 C, SPO2 %. Pada
auskultasi jantung didapatkan murmur, serta didapatkan sianosis pada bibir serta
pada jari-jari tangan dan kaki. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan eritrosit 6.8
juta, Hb 20.1 g/dl, Ht 60%, dan glukosa 125 mg/dl. Pada pemeriksaan feses
didapatkan konsistensi cair, lendir positif, leukosit positif dan eritrosit positif.

V. DIAGNOSIS KERJA

Gastroenteritis akut dehidrasi ringan-sedang

Penyakit Jantung Bawaan Sianotik ( Tetralogy of Fallot)

VI. DIAGNOSIS BANDING


Bronkitis Akut
Infeksi Saluran Pernafasan Akut

14
VII. PEMERIKSAAN ANJURAN

Kultur feces

VIII. TATALAKSANA

Non- Medikamentosa
- Rawat inap
- Oksigen 1/2 L/menit
Medikamentosa
- IVFD kaen 1B 3cc/KgBB/Jam (jika urin banyak, turun menjadi 2cc/kgBB/jam)
- Paracetamol 60 mg
- Probiokid 1x1 sachet
- Obat rutin dilanjutkan :
 Captopril 3x2,5 mg p.o
 Furosemide 2x5mg p.o

IX. PROGNOSIS

Ad vitam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

X. FOLLOW UP

Tanggal S O A P

22/06/2018 IGD CM,TSS Gastroenteri -IVFD kaen 1B


N : 132x/m, RR : 36x/m, tis akut 3cc/KgBB/Jam
01.43 WIB o
BAB cair (+), T:38,0 C dehidrasi
BB : - ringan- - O2 nasal ½ lpm
demam (+), batuk Auskultasi : murmur +
berdahak (+), pilek Abdomen : BU + normal sedang - Paracetamol 60 mg
Usia: 10
(+) Sianosis pada bibir & Penyakit - Probiokid 1x1 sachet
bulan 21 hari
ujung jari tangan & kaki Jantung - Captopril 3x2,5 mg p.o -
Clubbing finger Bawaan
(Tetralogy

15
of Fallot ) Furosemide 2x5mg p.o

22/6/2018 Hari rawat ke 1 CM,TSS Gastroenteri -IVFD kaen 1B


N : 138x/m, RR : 28x/m, tis akut 3cc/KgBB/Jam
BB : 5,1 kg BAB cair 1x, ampas T:36,8oC dehidrasi
Usia : 10 (+), demam (-), ringan- - O2 nasal ½ lpm
bulan 21 hari Batuk (+), pilek (+) sedang - Paracetamol 60 mg
Auskultasi : murmur +
Abdomen : BU + normal Penyakit - Probiokid 1x1 sachet
Sianosis pada bibir & Jantung - Captopril 3x2,5 mg p.o -
ujung jari tangan & kaki Bawaan
Clubbing finger (Tetralogy Furosemide 2x5mg p.o
of Fallot ) Visite :
- Similac 8x120cc/ngt
- Oralit 50cc/BAB/ngt

23/6/2018 Hari rawat ke 2 CM,TSS Gastroenteri -Venflon


N : 121x/m, RR : 26x/m, tis akut - O2 nasal ½ lpm
BB : 5,5kg o
BAB cair 6x T:36,8 C dehidrasi
Usia : 10 sedikit-sedikit, ringan- - Paracetamol 60 mg
bulan batuk (+), pilek (+) Auskultasi : murmur + sedang - Probiokid 1x1 sachet
Abdomen : BU + normal Penyakit - Captopril 3x2,5 mg p.o
Sianosis pada bibir & Jantung - Furosemide 2x5mg p.o
ujung jari tangan & kaki Bawaan
Clubbing finger (Tetralogy - Similac 8x150cc/ngt
of Fallot ) - Oralit 50cc/BAB/ngt
Visite :
- Cetirizin syr 2x2,5cc
- Ambroxol 3x3mg
- Salbutamol 3x0,25mg
24/6/2018 Hari rawat ke 3 CM,TSS Gastroenteri -Venflon
N : 141x/m, RR : 40x/m, tis akut - O2 nasal 1 lpm
BB : 5,6 kg BAB cair 2x, batuk T:36,6oC dehidrasi
Usia : 10 berdahak (+), pilek ringan- - Paracetamol 60 mg
bulan (+) sedang - Probiokid 1x1 sachet
Auskultasi : murmur +
Abdomen : BU + normal Penyakit - Captopril 3x2,5 mg p.o -
Sianosis pada bibir & Jantung Furosemide 2x5mg p.o
ujung jari tangan & kaki Bawaan
Clubbing finger (Tetralogy - Similac 8x150cc/ngt
of Fallot ) - Oralit 50cc/BAB/ngt
- Cetirizin syr 2x2,5cc
- Ambroxol 3x3mg

16
- Salbutamol 3x0,25mg

25/6/2018 Hari rawat ke 4 CM,TSS Gastroenteri -Venflon


N : 125x/m, RR : 32x/m, tis akut - O2 nasal 1 lpm
BB : 5,4 kg o
BAB (+), batuk T:36,9 C dehidrasi
Usia : 10 berdahak (+), pilek ringan- - Paracetamol 60 mg
bulan (+) sedang - Probiokid 1x1 sachet
Auskultasi : murmur +
Abdomen : BU + normal Penyakit - Captopril 3x2,5 mg p.o -
Sianosis pada bibir & Jantung Furosemide 2x5mg p.o
ujung jari tangan & kaki Bawaan
Clubbing finger (Tetralogy - Similac 8x150cc/ngt
of Fallot ) - Oralit 50cc/BAB/ngt
- Cetirizin syr 2x2,5cc
- Ambroxol 3x3mg
- Salbutamol 3x0,25mg
Visite :
-Cefotaxime 3x125 mg
26/6/2018 Hari rawat ke 5 CM,TSS Gastroenteri -Venflon
N : 130x/m, RR : 34x/m, tis akut - O2 nasal 1 lpm
BB : 5,6 kg o
BAB cair 1x ampas T:37,2 C dehidrasi
Usia : 10 dan lendir (+), ringan- - Paracetamol 60 mg
bulan demam hingga Auskultasi : murmur + sedang - Probiokid 1x1 sachet
menggigil pada Abdomen : BU + normal Penyakit - Captopril 3x2,5 mg p.o -
malam hari, batuk Sianosis pada bibir & Jantung Furosemide 2x5mg p.o
berdahak (+), pilek ujung jari tangan & kaki Bawaan
(+) Clubbing finger (Tetralogy - Similac 8x150cc/ngt
of Fallot ) - Oralit 50cc/BAB/ngt
- Cetirizin syr 2x2,5cc
- Ambroxol 3x3mg
- Salbutamol 3x0,25mg
-Cefotaxime 3x125 mg
27/6/2018 Hari rawat ke 6 CM,TSS Gastroenteri -Venflon
N : 102x/m, RR : 42x/m, tis akut - O2 nasal 1 lpm
BB : 5,6 kg o
BAB cair 2x ampas T:37,1 C dehidrasi
Usia : 10 dan lendir (+), ringan- - Paracetamol 60 mg
bulan demam (-), batuk Auskultasi : murmur + sedang - Probiokid 1x1 sachet
berdahak (+), pilek Abdomen : BU + normal Penyakit - Captopril 3x2,5 mg p.o -
(+) Sianosis pada bibir & Jantung Furosemide 2x5mg p.o
ujung jari tangan & kaki Bawaan
Clubbing finger (Tetralogy - Similac 8x150cc/ngt
of Fallot ) - Pedialit 50cc/BAB/ngt

17
- Cetirizin syr 2x2,5cc
- Ambroxol 3x3mg
- Salbutamol 3x0,25mg
-Cefotaxime 3x125 mg
stop
- Besok BLPL
28/6/2018 Hari rawat ke 7 CM,TSS Gastroenteri -BLPL
N : 138x/m, RR : 32x/m, tis akut
BB : 5,6 kg o
BAB cair 2x T:36,6 C dehidrasi
Usia : 10 ampas dan lendir ringan-
bulan (+), demam (-), Auskultasi : murmur + sedang
batuk berdahak (+), Abdomen : BU + normal Penyakit
pilek (+) Sianosis pada bibir & Jantung
ujung jari tangan & kaki Bawaan
Clubbing finger (Tetralogy
of Fallot )

18
BAB III

PEMBAHASAN KASUS

Pasien datang ke IGD RSUD Budi Asih diantar orangtuanya dengan


keluhan BAB cair sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Menurut keterangan
orangtua pasien dalam sehari pasien dapat BAB cair hingga 5-6 kali dengan
pampers yang penuh BAB. BAB tersebut berwarna kuning, terdapat ampas,
berlendir, dan tidak terdapat bau ataupun bercampur darah. Orang tua pasien tidak
mengetahui alasan yang jelas mengapa pasien dapat BAB cair. Makan dan minum
seperti biasa dan tidak ada riwayat mengganti susu.

Semakin hari BAB cair yang dialami oleh pasien semakin sering dan
membuat pasien menjadi lemas. Orangtua pasien mengatakan sebelumnya belum
dibawa berobat, hanya diberikan cukup air dan makanan. Pasien mengalami demam
hilang-timbul sejak 5 hari yang lalu dan sudah diberikan pengobatan paracetamol
dan demam menurun jika diberikan obat tersebut. Batuk dan pilek sejak 4 hari
sebelumnya juga dialami pasien. Batuk berdahak yang dialami pasien dengan
frekuensi yang sering namun dahak tidak dapat keluar serta sekret hidung yang
keluar berwarna putih. Orangtua pasien menyangkal adanya keluhan mual,
muntah dan sesak.

Diketahui bahwa pasien menderita penyakit jantung bawaan yang diketahui


sejak usia pasien 2 bulan. Orangtua pasien awalnya membawa pasien ke bidan
untuk dilakukan tindik pada telinga pasien. Ketika dilakukan penindikan, pasien
menangis dan bidan menyadari bahwa pada saat menangis anak terlihat biru
sehingga menyarankan pada orangtua pasien untuk konsultasi ke dokter spesialis
anak. Setelah dilakukan pemeriksaan echo diketahui bahwa pasien menderita
penyakit jantung bawaan. Hingga saat ini pasien mengkonsumsi obat rutin seperti
furosemide 3x2,5mg dan captopril 2x5mg.

Orangtua pasien mengatakan bahwa tidak ada riwayat penyakit jantung


bawaan pada keluarga dan tidak ada riwayat gangguan perkembangan pada pasien.

19
Kondisi maternal selama kehamilan dalam keadaan baik, tanpa penyulit yang
berpengaruh terhadap janin. Pasien memiliki riwayat perkembangan sesuai usianya.
Selain itu, pasien juga telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap sesuai usianya.
Pasien tinggal di tempat yang padat penduduk dengan sanitasi yang buruk.

Pada pasien yang menderita penyakit jantung bawaan berupa tetralogy of


fallot, terdapat keluhan utama berupa tubuh tampak kebiruan saat menangis pada
bayi atau saat melakukan aktivitas berat pada anak, yang disertai dengan pernafasan
cepat. Selain itu, didapatkan tanda khas berupa kebiasaan pada anak yang sering
berjongkok (squating) setelah berjalan beberapa langkah sebelum melanjutkan
kembali berjalan pada anak yang telah bisa berjalan.

Pasien yang menderita tetralogy of fallot juga sering mengalami gangguan


perkembangan dikarenakan gangguan sirkulasi yang dialaminya. Pasien yang
memiliki riwayat penyakit jantung bawaan di keluarganya memiliki risiko sebesar 3
kali lebih besar menderita penyakit jantung bawaan berupa trisomi 21, 18, dan 13
serta mikrodelesi dari kromosom 22. Tetralogy of fallot juga dikaitkan dengan
konsumsi meternal asam retinoat pada trimester pertama, diabetes yang tidak
terkontrol dan fenilketouria yang tidak teratasi.

Pada pasien ini ditemukan gejala berupa tubuh kebiruan pada saat menangis
yang terjadi sejak lahir. Gejala ini menunjukan adanya sianosis perifer, yang
menandakan adanya gangguan sirkulasi yang terjadi secara kongenital. Gejala ini
dapat menyingkirkan diagnosis banding berupa penyakit infeksi maupun penyakit
akuisita. Keluarga pasien menyangkal bahwa pasien mengalami sesak nafas. Hal ini
menunjukan bahwa tubuh pasien masih dapat mengkompensasi kondisi hipoksia
yang terjadi akibat gangguan sirkulasi yang dialami. Selain itu, tidak ditemukan
adanya tanda gangguan perkembangan pada pasien. Keluarga pasien juga
menyangkal adanya riwayat penyakit jantung bawaan pada keluarga sehingga tidak
ada pengaruh genetik yang menyebabkan

Pemeriksaan fisik didapatkan nadi 132 x/ menit, kuat, isi cukup, ekual
o
kanan dan kiri, regular, pernapasan 36 x/ menit, suhu 38,0 C, SPO2 %. Pada
auskultasi jantung didapatkan murmur. Pada pemeriksaan ekstrimitas didapatnya
adanya jari tabuh, serta didapatkan sianosis pada bibir dan jari-jari tangan dan kaki.

20
Pemeriksaan fisik pada pasien dengan tetralogy of fallot dapat ditemukan
adanya sianosis perifer, clubing fingers, dan tanda gagal jantung kongestif. Sianosis
perifer dapat ditemukan secara sentral pada saat bayi menangis atau anak
melakukan aktivitas yang berat. Clubbing fingers dapat diamati pada beberapa
bulan pertama kehidupan. Sedangkan tanda gagal jantung kongestif jarang
ditemukan, kecuali pada kasus regurgitasi pulmonal berat atau tetralogy of fallot
yang disertai dengan tidak adanya katup pulmonal. Pada auskultasi, dapat
ditemukan murmur sistolik grade III dan IV. Selain itu bisa ditemukan klik ejeksi
aorta, S2 tunggal (penutupan katup pulmonal tidak terdengar). Sering pula pasien
ToF mengalami skoliosis dan retinal engorgement.

Pada pasien ini, laju nadi dan laju pernafasan dalam rentang normal sesuai
usianya yaitu laju nadi pada bayi dalam rentang 120-140 kali/menit, sedangkan laju
pernafasan pada bayi dalam rentang 30-40 kali/menit. Pada pemeriksaan
ekstrimitas didapatkan jari tabuh dan sianosis di ujung jari. Pada auskultasi jantung
didapatkan murmur. Murmur disebabkan oleh aliran darah dari ventrikel kanan ke
saluran paru. Murmur ejeksi sistolik tergantung dari derajat obstruksi aliran darah
di ventrikel kanan. Semakin berat sianosis yang terjadi maka obstruksi yang terjadi
lebih hebat dan murmur akan terdengar lebih halus.

Pada pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium darah


didapatkan eritrosit 6.8 juta, Hb 20.1 g/dl, Ht 60%, dan glukosa 125 mg/dl. Pada
pemeriksaan feses didapatkan konsistensi cair, lendir positif, leukosit positif dan
eritrosit positif. Selain itu, pada pemeriksaan echocardiografi

Pemeriksaan laboratorium darah pada pasien tetralogy of fallot dapat


dijumpai peningkatan jumlah eritrosit dan hematokrit (polisitemia vera).
Pemeriksaan elektrokardiogram dapat menemukan deviasi aksis ke kanan (+120° -
+150°), hipertrofi ventrikel kanan atau kedua ventrikel, maupun hipertrofi atrium
kanan. Kekuatan ventrikel kanan yang menonjol terlihat dengan gelombang R besar
di sadapan prekordial anterior dan gelombang S besar di sadapan prekordial
lateralis.

Pemeriksaan selanjutnya yang dapat mendukung diagnosis tetralogy of


fallot adalah foto rontgen thorax, yang dapat menemukan gambaran jantung

21
berbentuk sepatu (boot-shaped heart/ couer-en-sabot) dan penurunan vaskularisasi
paru karena berkurangnya aliran darah yang menuju ke paru akibat penyempitan
katup pulmonal paru (stenosis pulmonal).

Pemeriksaan yang merupakan standar baku emas untuk melakukan


diagnosis tetralogy of fallot adalah ekokardiogram. Ekokardiogram sangat
membantu mengonfirmasi diagnosis dan mengevaluasi beberapa masalah yang
terkait dengan tetralogy of fallot. Pembesaran ventrikel kanan, defek septum
ventrikel, overriding aorta, dan obstruksi saluran ventrikel kanan dapat ditampilkan
secara jelas; dapat ditunjukkan shunting yang melewati VSD dan peningkatan
kecepatan aliran Doppler yang melewati ventrikel kanan. Ukuran cabang utama
arteri pulmonalis dan proksimal serta setiap aliran darah tambahan lain menuju ke
paru dapat dievaluasi, tetapi arteri pulmonalis bagian distal tidak dapat dengan
mudah dilihat oleh ekokardiogram.

Pada hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya peningkatan


jumlah eritrosit dan hematokrit yang menandakan adanya polisitemia vera, yang
sesuai dengan desaturasi dan stenosis. Angka leukosit dalam batas normal
menunjukan tidak adanya infeksi bakteri yang bermakna. Sedangkan angka gula
darah sewaktu lebih tinggi dari normal. Hal ini dapat disebabkan oleh metabolisme
tubuhnya meningkat yang dikarenakan adanya gangguan sirkulasi dari kelainan
jantung dan infeksi gastroenteritis yang terjadi.

Tetralogy of fallot (ToF) merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang


terdiri dari empat kelainan khas, yaitu defek septum ventrikel (ventricular septal
defect, VSD), stenosis infundibulum ventrikel kanan atau biasa disebut stenosis
pulmonal, hipertrofi ventrikel kanan, dan overriding aorta. Kelainan yang
memegang peranan penting adalah stenosis pulmonal dan VSD.

Tekanan antara ventrikel kiri dan kanan pada pasien tetralogy of fallot
adalah sama akibat adanya VSD. Hal ini menyebabkan darah bebas mengalir
bolak-balik melalui celah ini. Tingkat keparahan hambatan pada jalan keluar darah
di ventrikel kanan akan menentukan arah aliran darah pasien tetralogy of fallot.
Aliran darah ke paru akan menurun akibat adanya hambatan pada jalan aliran darah
dari ventrikel kanan; hambatan yang tinggi di sini akan menyebabkan makin

22
banyak darah bergerak dari ventrikel kanan ke kiri. Hal ini berarti makin banyak
darah miskin oksigen yang akan ikut masuk ke dalam aorta sehingga akan
menurunkan saturasi oksigen darah yang beredar ke seluruh tubuh, dapat
menyebabkan sianosis.

Onset gejala, tingkat keparahan sianosis yang terjadi sangat bergantung


pada tingkat keparahan hambatan yang terjadi pada jalan keluar aliran darah di
ventrikel kanan. Derajat stenosis pulmonal berpengaruh langsung pada berbagai
macam manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada pasien tetralogy of fallot.
Bayi tidak menunjukkan sianosis pada saat lahir, gejala mulai berkembang antara
umur 2-6 bulan. Manifestasi klinis paling umum adalah murmur asimtomatik dan
sianosis. Saturasi oksigen arteri bayi tetralogy of fallot bisa tiba-tiba menurun
dengan nyata.

Pada pasien ini, tidak ditemukan adanya kelainan pada saat lahir yang
dibuktikan dengan skor APGAR yang baik dan tidak adanya kelainan fisik bawaan
yang ditemukan. Kemudian saat pasien berusia 2 bulan, petugas kesehatan
menemukan adanya sianosis saat pasien menangis. Hal ini sesuai dengan
manifestasi klinis yang khas pada pasien dengan tetralogy of fallot yaitu murmur
asimptomatik dan sianosis yang terjadi pada usia 2-6 bulan pertama kehidupan.

Penatalaksanaan untuk penyakit tetralogy of fallot yang dilakukan pada


pasien ini adalah oksigen 3 liter/menit, furosemide 3x2,5 mg, dan captopril 2x5 mg.
Penatalaksanaan penyakit tetralogy of fallot tergantung dari beratnya gejala dan dari
tingkat hambatan pulmoner. Operasi merupakan satu-satunya terapi kelainan ini,
bertujuan meningkatkan sirkulasi arteri pulmonal. Namun sebelum dilakukan
operasi dapat diberikan prostaglandin (0,2 μg/kg/menit) dengan tujuan untuk
mempertahankan duktus arteriosus sambil menunggu operasi.

Captopril dan furosemid digunakan untuk mengkontrol tanda gagal jantung


kongestif yang terjadi akibat kelainan jantung tetralogy of fallot. Captopril
merupakan agen antihipertensi golongan ACE inhibitor yang sekaligus berfungsi
sebagai antiremodeling jaringan termasuk jaringan pada jantung. Mekanisme kerja
captopril adalah menghambat produksi hormon angiotensin 2 sehingga terjadi
venadilatasi pembuluh darah yang dapat menurunkan tekanan darah, sekaligus

23
meningkatkan suplai darah dan oksigen ke jantung. Pada pasien dengan gagal
jantung, captopril berperan mengurangi kadar cairan yang berlebihan dalam
tubuh sehingga meringankan beban jantung dan memperlambat perkembangan
gagal jantung.

Sedangkan furosemide merupakan agen diuretik, yang berfungsi dalam


mengurangi reabsorpsi natrium sehingga meningkatkan ekskresi natrium dan air
sehingga sering digunakan pada pasien dengan hipertensi, edema, edema paru, dan
gagal jantung. Fungsi furosemide dalam menangani gagal jantung disebabkan oleh
sifat venadilasinya. Meningkatnya diameter pembuluh vena akan mengurangi
preload jantung. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya beban kerja jantung
sehingga menyebabkan perbaikian simptomatik terhadap kondisi pasien.

BAB IV

24
TINJAUAN PUSTAKA

4.1 DEFINISI
Tetralogy of fallot (ToF) merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang
terdiri dari empat kelainan khas, yaitu defek septum ventrikel (ventricular septal
defect, VSD), stenosis infundibulum ventrikel kanan atau biasa disebut stenosis
pulmonal, hipertrofi ventrikel kanan, dan overriding aorta. 1,2

4.2 EPIDEMIOLOGI

ToF merupakan jenis penyakit jantung bawaan tersering. Sekitar 3-5% bayi
yang lahir dengan penyakit jantung bawaan menderita jenis ToF.3 Di AS, 10%
kasus penyakit jantung kongenital adalah ToF, sedikit lebih banyak pada laki-laki
dibandingkan perempuan. Seiring dengan meningkatnya angka kelahiran di
Indonesia, jumlah bayi yang lahir dengan penyakit jantung juga meningkat. Dua per
tiga kasus penyakit jantung bawaan di Indonesia memperlihatkan gejala pada masa
neonatus. Sebanyak 25-30% penderita penyakit jantung bawaan yang
memperlihatkan gejala pada masa neonatus meninggal pada bulan pertama usianya
jika tanpa penanganan yang baik. Sekitar 25% pasien ToF yang tidak diterapi akan
meninggal dalam 1 tahun pertama kehidupan, 40% meninggal sampai usia 4 tahun,
70% meninggal sampai usia 10 tahun, dan 95% meninggal sampai usia 40 tahun.4

4.3 ETIOLOGI

Etiologi TOF bersifat multifaktorial. Anomali kromosom yang berhubungan


dengan TOF dapat berupa trisomi 21, 18, dan 13 serta mikrodelesi dari kromosom
22. TOF dapat juga dikaitkan dengan anomali lainnya. Pada delesi kromosom 22
misalnya, ditemukan abnormalita palatum, fasies dismorfik, gangguan belajar,
defisiensi imun, dan hipokalsemi yang merujuk pada sindrom DiGeorge. Risiko
6,7
rekurensi pada keluarga mencapai 3%. TOF juga dikaitkan dengan konsumsi
meternal asam retinoat pada trimester pertama, diabetes yang tidak terkontrol dan
fenilketouria yang tidak tertangani.6,7

25
4.4 PATOFISIOLOGI

Embriologi jantung bermulai dari adanya tuba. Terdapat dua bagian tuba, yaitu
trunkus arteriosus dan bulbus kordis yang berkembang menuju satu sama lainnya.
Trunkus arteriosus akan mengalami perputaran 180o dan tumbuh ke arah bawan,
menuju bulbus kordis. Peprutaran ini akan memisahkan aorta dengan arteri
pulmonal. Deviasi ke arah anterior dari perputaran ini menyebabkan ToF. Deviasi
antero-sefalad pada pembentukan lubang septum ventrikular dapat disertai dengan
pembentukan jaringan fibrosa pada septum yang gagal mengalami proses
muskularisasi. Deviasi ini dapat ditemukan pada absennya obsrtuksi subpulmonal,
seperti pada defek septum ventrikel Eisenmenger. Oleh karena itu, pada pasien
dengan ToF, perlu dipastikan adanya morfologi abnormal dari trabekula
septoparietal yang melingkari traktur aliran subpulmonal. Kombinasi adanya deviasi
septum dan trabekulasi septoparietal yang hipertrofi menghasilkan karakteristik
adanya obstruksi aliran ventrikel kanan. Deviasi jaringan muskular pada
lubang septum juga menyebabkan adanya defek septum ventrikel dengan
gangguan alignment dan menyebabkan munculnya overriding dari aorta. Hipertrofi
miokardium ventrikel kanan merupakan konsekuensi hemodinamik akibat adanya
lesi yang disebabkan oleh deviasi lubang septum.6,8,9

Sirkulasi darah penderita ToF berbeda dibanding pada anak normal. Kelainan
yang memegang peranan penting adalah stenosis pulmonal dan VSD. Tekanan antara
ventrikel kiri dan kanan pada pasien ToF adalah sama akibat adanya VSD. Hal ini
menyebabkan darah bebas mengalir bolak-balik melalui celah ini. Tingkat keparahan
hambatan pada jalan keluar darah di ventrikel kanan akan menentukan arah aliran
darah pasien ToF. Aliran darah ke paru akan menurun akibat adanya hambatan pada
jalan aliran darah dari ventrikel kanan;
hambatan yang tinggi di sini akan menyebabkan
makin banyak darah bergerak dari ventrikel
kanan ke kiri. Hal ini berarti makin banyak
darah miskin oksigen yang akan ikut masuk ke dalam

26
aorta sehingga akan menurunkan saturasi oksigen darah yang beredar ke seluruh
tubuh, dapat menyebabkan sianosis. Jika terjadi hambatan parah, tubuh akan
bergantung pada duktus arteriosus dan cabang-cabang arteri pulmonalis untuk
mendapatkan suplai darah yang mengandung oksigen. Onset gejala, tingkat
keparahan sianosis yang terjadi sangat bergantung pada tingkat keparahan hambatan
yang terjadi pada jalan keluar aliran darah di ventrikel kanan.3

Gambar 1 Sirkulasi darah pada ToF

4.5 KLASIFIKASI

Terdapat berbagai varian dari ToF, yaitu:10

 ToF dengan atresia pulmonal


 ToF dengan atresia pulmonal dengan kolateral aortapulmonal multiple
 ToF dengan absennya katup pulmonal
 ToF dengan double outlet RV
 ToF dengan defek septum atrium

4.6 MANIFESTASI KLINIS


Derajat stenosis pulmonal berpengaruh langsung pada berbagai macam
manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada pasien ToF. Seorang pasien dengan
stenosis pulmonal ringan mungkin tidak memiliki gejala apa pun sampai akhir masa
kanak-kanak, sementara pasien dengan stenosis pulmonal berat memiliki
kemungkinan lebih tinggi muncul gejala klinis dalam bulan pertama kehidupan. Bayi

27
tidak menunjukkan sianosis pada saat lahir, gejala mulai berkembang antara umur
2-6 bulan. Manifestasi klinis paling umum adalah murmur asimtomatik dan sianosis.
Saturasi oksigen arteri bayi ToF bisa tiba-tiba menurun dengan nyata. Fenomena ini
disebut “hypercyanotic spell”, biasanya merupakan hasil penyempitan secara
mendadak aliran darah ke paru. Serangan dapat terjadi setiap waktu antara usia 1
bulan dan 12 tahun, terutama terjadi antara bulan ke-2 dan ke-3. Paling sering terlihat
setelah bangun tidur, menangis, buang air besar, dan makan. Serangan ditandai
dengan meningkatnya kecepatan dan kedalaman pernapasan (hiperpnea) dengan
sianosis yang bertambah parah.11
Anak ToF menjadi iritatif dalam keadaan kadar oksigen berkurang, atau
memerlukan asupan oksigen yang lebih banyak, anak dapat menjadi mudah lelah,
mengantuk, atau bahkan tidak merespons ketika dipanggil, menyusu yang
terputus-putus. Anak dengan hypercyanotic spell akan melakukan gerakan jongkok
(squating), agar aliran darah ke paru menjadi bertambah, dan serangan sianosis dan
sesak menjadi berkurang. Pada anak ToF, biasanya dijumpai keterlambatan
pertumbuhan, tinggi dan berat badan dan ukuran tubuh kurus yang tidak sesuai
dengan usia anak.11

4.7 DIAGNOSIS
ToF dapat didiagnosis sebelum bayi lahir saat gambaran anatomi jantung mulai
terlihat jelas pada fetal echocardiography, biasanya pada usia gestasi 12 minggu.
Segera setelah ToF didiagnosis, disarankan pengamatan antenatal serial dengan
interval 6 minggu untuk mengikuti pertumbuhan arteri pulmonalis, untuk menilai
kembali arah arteri paru utama dan aliran duktal dan untuk mengevaluasi, jika ada,
kelainan di luar jantung.5

28
Bagan 1 Pendekatan penyakit jantung kongenital pada anak

4.7.1 Anamnesis
Pada pasien ToF biasanya terdapat keluhan utama sianosis, pernafasan cepat.
Selanjutnya perlu ditanyakan kepada orang tua atau pengasuh pasien, kapan pertama
kali munculnya sianosis, apakah sianosis ditemukan sejak lahir, tempat sianosis
muncul, misalnya pada mukosa membran bibir dan mulut, jari tangan atau kaki,
apakah munculnya tanda-tanda sianosis didahului oleh faktor pencetus, salah
satunya aktivitas berlebihan atau menangis. Riwayat serangan sianotik
(hypercyanotic spell) juga harus ditanyakan kepada orang tua pasien atau pengasuh
pasien. Jika anak sudah dapat berjalan apakah sering jongkok (squating) setelah
berjalan beberapa langkah sebelum melanjutkan kembali berjalan. Penting juga
ditanyakan faktor risiko yang mungkin mendukung diagnosis ToF yaitu seperti
faktor genetik, riwayat keluarga yang mempunyai penyakit jantung bawaan. Riwayat
tumbuh kembang anak juga perlu ditanyakan, pemeriksaan tumbuh kembang dapat
digunakan juga untuk mengetahui apakah terjadi gagal tumbuh kembang akibat
perjalanan penyakit ToF.6

29
4.7.2 Pemeriksaan Fisik

Sianosis sentral dapat diamati pada sebagian besar kasus ToF; desaturasi arteri
ringan mungkin tidak menimbulkan sianosis klinis. Clubbing fingers dapat diamati
pada beberapa bulan pertama kehidupan. Tanda-tanda gagal jantung kongestif juga
jarang ditemukan, kecuali pada kasus regurgitasi pulmonal berat atau ToF yang
dibarengi dengan tidak adanya katup pulmonal. Impuls ventrikel kanan yang lebih
kuat mungkin didapatkan pada palpasi. Systolic thrill bisa didapatkan di perbatasan
sternal kiri bawah. Murmur sistolik grade III dan IV disebabkan oleh aliran darah
dari ventrikel kanan ke saluran paru. Selama serangan hypercyanotic spell muncul,
murmur menghilang atau menjadi sangat lembut. Sama halnya pada ToF dengan
atresia paru, tidak akan terdengar murmur karena tidak ada aliran darah balik ke
ventrikel kanan. Aliran darah yang menuju atau melewati celah antar ventrikel
tidak menimbulkan turbulensi, sehingga biasanya tidak terdengar kelainan
auskultasi. Murmur ejeksi sistolik tergantung dari derajat obstruksi aliran darah di
ventrikel kanan. Makin sianosis berarti memiliki obstruksi lebih hebat dan murmur
lebih halus. Pasien asianotik dengan ToF (pink tet) memiliki murmur sistolik yang
panjang dan keras dengan thrill sepanjang aliran darah ventrikel kanan. Selain itu
bisa ditemukan klik ejeksi aorta, S2 tunggal (penutupan katup pulmonal tidak
terdengar). Sering pula pasien ToF mengalami skoliosis dan retinal engorgement.

Gambar 2 Sianosis pada hypercyanotic spells

30
Gambar 3 Clubbing Finger

Gambar 4 Perbedaan kuku normal dan clubbing finger

4.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada pemeriksaan laboratorium darah dapat dijumpai peningkatan jumlah


eritrosit dan hematokrit (polisitemia vera) yang sesuai dengan desaturasi dan
stenosis. Oksimetri dan analisis gas darah arteri mendapatkan saturasi oksigen yang
bervariasi, tetapi pH dan pCO2 normal kecuali pada kondisi tet spell. Oksimetri
berguna pada pasien kulit hitam atau pasien anemia yang tingkat sianotiknya tidak
jelas. Sianosis tidak akan tampak kecuali bila hemoglobin tereduksi mencapai 5
mg/dL. Penurunan resistensi vaskular sistemik selama aktivitas, mandi, maupun
demam akan mencetuskan pirau kanan ke kiri dan menyebabkan hipoksemia.4,11
Pemeriksaan elektrokardiogram dapat menemukan deviasi aksis ke kanan
(+120° - +150°), hipertrofi ventrikel kanan atau kedua ventrikel, maupun hipertrofi
atrium kanan. Kekuatan ventrikel kanan yang menonjol terlihat dengan gelombang
R besar di sadapan prekordial anterior dan gelombang S besar di sadapan
prekordial lateralis. 4,11

31
Gambar 5 Gambaran Right Axis Deviation pada ToF

Pemeriksaan foto rontgen thorax dapat menemukan gambaran jantung berbentuk


sepatu (boot-shaped heart/ couer-en-sabot) dan penurunan vaskularisasi paru karena
berkurangnya aliran darah yang menuju ke paru akibat penyempitan katup
pulmonal paru (stenosis pulmonal).

Gambar 6 Gambaran posteroanterior pada rontgen dada pasien ToF. Ukuran


jantung norma;, namun terdapat penurunan vaskularisasi paru. Segmen arteri
pulmonal yang hipoplasi menyebabkan jantung “boot-shape”

MRI dapat mengukur volume ventrikel kanan dan kiri, menilai jalur aliran
darah ventrikel kanan, arteri pulmonal, aorta, defek septum ventrikel. MRI juga
dapat menilai stenosis cabang arteri pulmonal yang berkontribusi dalam
menyebabkan insufi siensi pulmonal dan kolateral aortopulmonal yang dapat

32
menyebabkan overload volume ventrikel kiri. Hal ini sering dijumpai pada pasien
yang disertai atresia pulmonal.13

Ekokardiogram sangat membantu mengonfirmasi diagnosis dan mengevaluasi


beberapa masalah yang terkait dengan ToF. Pembesaran ventrikel kanan, defek
septum ventrikel, overriding aorta, dan obstruksi saluran ventrikel kanan dapat
ditampilkan secara jelas; dapat ditunjukkan shunting yang melewati VSD dan
peningkatan kecepatan aliran Doppler yang melewati ventrikel kanan. Ukuran
cabang utama arteri pulmonalis dan proksimal serta setiap aliran darah tambahan
lain menuju ke paru dapat dievaluasi, tetapi arteri pulmonalis bagian distal tidak
dapat dengan mudah dilihat oleh ekokardiogram.5

Gambar 7 Gambaran Ekokardiografi pada pasien ToF

Kateterisasi bukan pemeriksaan yang rutin; dapat dilakukan jika data yang
diperlukan untuk pengambilan keputusan koreksi bedah tidak dapat diperoleh
dengan pemeriksaan penunjang lainnya. Penting untuk mendapatkan data saturasi
oksigen arteri sistemik dan desaturasi berhubungan dengan stenosis saluran keluar
ventrikel kanan. Tujuan kateterisasi jantung adalah untuk menilai ukuran anulus
pulmonal dan arteri pulmonal, menilai keparahan obstruksi aliran darah ventrikel
kanan, lokasi dan ukuran defek septum ventrikel, serta menyingkirkan
kemungkinan anomali arteri koroner. Angiografi merupakan bagian integral dari
kateterisasi jantung. Angiografi paru juga harus dilakukan untuk mengetahui
ukuran arteri pulmonalis utama dan cabang serta untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya stenosis cabang arteri pulmonal. Angiografi aorta juga

33
diperlukan untuk memvisualisasikan anatomi arteri koroner, terutama untuk
menyingkirkan adanya arteri koroner melintasi infundibulum ventrikel kanan. 4,5

Gambar 8 Stenosis Pulmonal pada ToF (arteriogram pulmonal) Keterangan: RV –


Ventrikel kanan, A - aorta, I – infundibulum

4.9 PENATALAKSANAAN

Tata laksana ToF tergantung dari beratnya gejala dan dari tingkat hambatan
pulmoner. Operasi merupakan satu-satunya terapi kelainan ini, bertujuan
meningkatkan sirkulasi arteri pulmonal. Prostaglandin (0,2 μg/kg/menit) dapat
diberikan untuk mempertahankan duktus arteriosus sambil menunggu operasi.
Dapat dilakukan dua jenis operasi yakni operasi paliatif dan operasi korektif.
Operasi paliatif adalah dengan membuat sambungan antara aorta dengan arteri
pulmonal. Metode yang paling dikenal ialah Blalock-Taussig shunt, yaitu a.
subklavia ditranseksi dan dianastomosis end-to-side ke a. pulmonal ipsilateral.
Tingkat mortalitas metode ini dilaporkan kurang dari 1%. Dikenal pula modifi ed
Blalock-Taussig shunt menggunakan Goretex graft untuk menghubungkan a.
subklavia dengan a pulmonal. Potts shunt yaitu anastomosis side-to-side antara
aorta desenden dengan a.pulmonal. Waterston-Cooley shunt, mirip dengan Potts
shunt yaitu anastomosis side-toside antara aorta asenden dengan a. pulmonal.4,13

34
Gambar 9 Blalock Taussig shunt Keterangan: kiri – normal, kanan – pasca-Blalock
Taussig shunt, RSC – a. subklavia kanan, A - aorta, RPA – a. pulmonal kanan

Gambar 10 Modified Blalock Taussig shunt Keterangan: G - Graft, RSC –


a. subklavia kanan, A - aorta, RPA – a. pulmonal kanan

Gambar 11 Potts shunt Keterangan : P - Potts shunt, A - aorta, PA – a.


pulmonal

Gambar 7 Waterston-Cooley shunt Keterangan: W: Waterston-Cooley


shunt, A - aorta, PA – a. pulmonal

35
Bedah koreksi menjadi pilihan tata laksana ToF ideal yang bertujuan menutup
defek septum ventrikel, reseksi area stenosis infundibulum, dan menghilangkan
obstruksi aliran darah ventrikel kanan. Kebanyakan pusat kesehatan hanya akan
melakukan operasi korektif pada usia tiga sampai enam bulan. Jika operasi harus
dilakukan sebelumnya, maka operasi paliatif menjadi pilihan utama. Kapan saat
operasi untuk mendapatkan hasil yang optimal masih belum dapat ditentukan.3,5

Hypercyanotic spell

Mengatasi serangan hipersianosis membutuhkan manuver untuk


mengembalikan keseimbangan antara aliran sistemik dan pulmonal. Pengobatan
harus fokus pada mengurangi resistensi pulmonal, dan meningkatkan resistensi
sistemik untuk mendorong aliran kiri ke kanan (left to right shunt) melalui VSD ke
saluran keluar ventrikel kanan. Pengobatan bayi dengan serangan hipersianosis
antara lain sebagai berikut: Bayi harus ditempatkan dalam posisi kneechest dalam
upaya meningkatkan resistensi vaskular sistemik dan menurunkan venous return
sistemik. Oksigen diberikan untuk mengurangi vasokonstriksi perifer paru, juga
akan meningkatkan oksigenasi ke paru-paru, setelah aliran darah ke paru
diseimbangkan. Pemberian morfi n sulfate, 0,1-0,2 mg/kg im atau sc untuk
menekan pusat pernapasan di sistem saraf pusat, mengurangi hyperpnea,
menurunkan venous return sistemik, dan mengurangi spasme infundibulum.
Fenilefrin 0,02 mg/kg IV digunakan untuk meningkatkan resistensi vaskular
sistemik. Propanolol dapat digunakan apabila serangan masih berlanjut; dapat
diberikan secara intravena perlahan-lahan dengan pemantauan tanda-tanda
bradikardia (jika mungkin dengan EKG). Atasi asidosis dengan natrium bikarbonat
untuk menurunkan efek asidosis pada pusat pernapasan. Penggunaan
dexmedetomidine IV untuk mengatasi hipersianosis harus dititrasi dari dosis sangat
rendah 0,1-0,125 μg/kg/jam (tanpa bolus). Jika tidak membaik dengan salah satu
langkah di atas, dan anatomi bayi memungkinkan, harus dilakukan pembuatan
shunt arteri sistemik ke arteri pulmonalis darurat atau koreksi total.5,14,15

Mayoritas pasien yang sudah dioperasi mengalami tumbuh kembang yang baik
hingga dewasa. Kontraindikasi operasi primer pada ToF adalah adanya arteri

36
koroner yang anomali, berat lahir sangat rendah, arteri pulmonal kecil, multipel
VSD, multipel malformasi intrakardiak.16

Pada neonatus dengan kelainan medis multipel, balon valvulotomi pulmonal


terbukti meningkatkan saturasi oksigen, mencegah operasi paliatif emergensi, tetapi
berisiko perforasi arteri pulmonal.17 Studi Robinson et al menunjukkan
valvuloplasti balon intraoperatif menyebabkan pertumbuhan anulus yang signifi
kan, dengan normalisasi ukuran anulus. Teknik ini bisa sangat berguna untuk
pasien stenosis pulmonal moderate dan displasia katup pulmonal moderate.18

Tidak ada studi yang menunjukkan bahwa terapi medikemantosa saja


memperlambat progresivitas menuju komplikasi. Penggantian katup pulmonal
terbukti menurunkan ukuran ventrikel kanan dan meningkatkan fungsi ventrikel
kanan jangka panjang. Therrien et al mendapatkan bahwa pada pasien yang
menjalani penggantian katup pulmonal kemungkinan bertahan hidup 92% sampai
usia 5 tahun dan 86% sampai usia 10 tahun.19 Saat tepat untuk operasi masih
kontroversial; beberapa berpendapat penggantian katup pulmonal dilakukan bila
sudah terjadi disfungsi ventrikel kanan. Saat ini para ahli merekomendasikan
dilakukan sedini mungkin sebelum terjadi gagal jantung. Ada pula rekomendasi
operasi bila durasi QRS lebih dari 180 ms, namun sebagian berpendapat operasi
dilakukan sebelum hal tersebut terjadi. Setelah keputusan operasi perlu ditentukan
tipe katup buatan. Katup mekanis berisiko trombosis dan perlu antikoagulan jangka
panjang; warfarin sejak usia muda, berisiko perdarahan hebat jika terjadi trauma.
Katup bioprostetik ada 2 jenis dari jaringan manusia (homograft) dan jaringan
binatang (perikardium sapi atau babi, tergantung ukuran yang diperlukan). Katup
bioprostetik tidak memerlukan antikoagulan, namun tidak bertahan lama
dibandingkan katup mekanis. Sekitar 45% katup bioprostetik gagal dalam 10 tahun
sehingga perlu operasi ulang.19

Di masa mendatang katup pulmonal dapat digantikan melalui prosedur


perkutaneus. Katup pulmonal transkateter Melody diimplantasikan perkutaneus
melalui vena femoralis dengan bantuan fluoroskopi. Hasil awal menjanjikan yaitu
perbaikan insufi siensi pulmonal dan ukuran ventrikel kanan secara signifikan.18,19

37
GASTROENTERITIS
Gastroenteritis (GEA) adalah adanya inflmasi pada membran mukosa
saluran pencernaan dan ditanda dengan diare dan muntah (Chow et al 2009).Diare
adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200
gram atau 200ml/24 jam (Simadibrata K et al, 2009).
Epidemiologi GEA merupakan salah satu penyakit yang sangat sering
ditemui. Lebih sering mengenai anak-anak. Anak-anak dinegara berkembang lebih
beresiko dari segi morbiditas maupun mortalitasnya. Penyakit ini mengenai 3-5
miliar anak setiap tahun dan menyebabkan sekitar 1.5-2.5 juta kematan per tahun
atau merupakan 12% dari seluruh penyebab kematian pada anak-anak usia dibawah
20
5 tahun. Di Indonesia pada tahun 2010 diare dan gastroenteritis oleh penyebab
infeksi tertentu masih menduduki peringkat pertama penyakit terbanyak pada
pasien rawat inap di Indonesia yaitu sebanyak 96.278 kasus dengan angka kematian
(Case Fatality Rate/CFR) sebesar 1,92%. GEA dapat disebabkan oleh disebabkan
oleh beberapa faktor seperti virus (rotavirus, enteric adenovirus, astrovirus, human
calcivirus, dan virus lainnya), bakteri (Salmonella, Shigella, Campylobacter,
E.coli), parasit dan protozoa (G.lamblia, Entamoeba histolytica, faktor makanan
dan keracunan makanan. 21
Gambaran klinis yang seringkali muncul adalah diare, mual muntah, nyeri
perut dan demam. Kelainan-kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik
sangat berguna dalam menentukan keparahan penyakit. Status volume dinilai
dengan menilai perubahan pada tekanan darah dan nadi, temperature tubuh dan
tanda toksisitas. Pemeriksaan tinja dan pemeriksaan darah sangat membantu dalam
menentukan diagnosis. 21
Hal yang paling ditakutkan adalah dehidrasi, gangguan keseimbangan asam
basa, hipoglikemia, gangguan sirkulasi. Penatalaksaan kasus GEA berdasarkan
guideline WHO 2012, yaitu21 :
1. Melakukan penilaian awal
2. Tangan dehidrasi

38
3. Cegah dehidrasi pada pasien yang tidak terdapat gejala dehidrasi
menggunakan cairan rehidrasi oral, menggunakan cairan yang dibuat
sendiri atau larutan oralit.
4. Rehidrasi pasien dengan dehidrasi sedang menggunakan larutan oralit,
dan pasien
dengan dehidrasi berat dengan terapi cairan intravena yang sesuai.
5. Pertahankan hidrasi dengan larutan rehidrasi oral
6. Atasi gejala-gejala lain
7. Lakukan pemeriksaan spesimen tinja untuk analisis
8. Pertimbangkan terapi antimikroba untuk pathogen spesifik

Upaya pecegahan yang dapat dilakukan untuk penyakit gastroenteritis dapat


dilakukan melalui berbagai cara salah satunya adalah dengan pemberian vaksin
rotavirus, dimana rotavirus itu sendiri sangat sering menyebabkan penyakit ini.
Selain itu hal yang dapat kita lakukan adalah dengan meningkatkan kebersihan diri
dengan menggunakan air bersih ataupun melaksanakan kebiasaan mncuci tagan dan
juga memperhatikan kebersihan makanan karena makanan merupakan salah satu
sumber penularan virus yang menyebabkan gastroenteritis.21

39
BAB V

DAFTAR PUSTAKA

1. Breitbart R, Flyer D. Tetralogy of fallot. In: Flyer DC, editor. Nadas’


Pediatric Cardiology 2ed. Philadelphia: Saunders-Elsevier,2006.
2. Nair P, Tadmouri GO, Ibrahim E, Al-Arrayed S. Tetralogy of Fallot. 2008
[April 2012]. Tersedia dari : http://www.cags.org.ae
3. Apitz C, Webb GD, Redington AN. Tetralogy of Fallot. Lancet 2009;
374(9699): 1462–71.
4. Anonim. Tetralogy of Fallot. [diunduh juni 2012]. Tersedia dari :
http://www.ecc-book.com
5. Fernandez MMG. Tetralogy of Fallot : From Fetus to Adult. 2010. Portugal:
Faculdade de Midicina Universidade do Porto; 2010.
6. Bailliard F, Anderson RH. Tetralogy of fallot. Orphanet Journal of rare
Disease. 2009; 4(2): 1-10.
7. Bhimji S. Tetralogy of fallot. Diakses pada juni 2014. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/2035949-overview
8. Doyle T, Kavanaugh-McHugh A. Pathophysiology, clinical features, and
diagnosis of tetralogy of fallot. Diakses pada juni 2014. Diunduh dari:
http://www.uptodate.com/contents/patpa faktor
yaithophysiology-clinical-features-and-diagnosis-of-tetralogy-of-fallot#H20
53890
9. Lilly LS. Pathophysiology of Heart Disease, 5th Edition. Philadephia:
Lippincott Williams and Wilkins; 2011. p. 380-2.
10. Gatzoulis M, Webb G, Daubeney P. Diagnosis and management of adult
congenital heart disease. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2013.
11. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku Ajar
Neonatalogi. Jakarta: IDAI; 2008.
12. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson textbook of
pediatrics. 20th ed. Philadelphia: Saunders-Elsevier; 2016.

40
13. Fox D, Devendra GP, Hart SA, Krasuski RA. When ‘blue babies’ grow up:
What you need to know about tetralogy of Fallot. Cleve Clin J Med.
2010;77(11):821-8
14. Senzaki H, Ishido H, Iwamoto Y, Taketazu M, Kobayashi T, Katogi T, et al.
Sedation of hypercyanotic spells in a neonate with tetralogy of Fallot using
dexmedetomidine. J Pediatr (Rio J). 2008;84(4):377-80. 16.
15. Chrysostomou C, Sanchez TJ, Avolio T, Motoa MV, Berry D, Morell VO, et
al. Dexmedetomidine use in a pediatric cardiac intensive care unit: can we
use it in infants after cardiac surgery?. Pediatr Crit Care Med.
2009;10(6):654-60.
16. Al Habib HF, Jacobs JP, Mavroudis C, Tchervenkov CI, O’Brien SM,
Mohammadi S, et al. Contemporary patterns of management of tetralogy of
Fallot: data from the Society of Thoracic Surgeons Database. Ann Thorac
Surg. 2010;90(3):813-9.
17. Park CS, Lee JR, Lim HG, Kim WH, Kim YJ. The long-term result of total
repair for tetralogy of Fallot. Eur J Cardiothorac Surg. 2010;38(3):311-7.
18. Robinson JD, Rathod RH, Brown DW, Del Nido PJ, Lock JE, McElhinney
DB, et al. The evolving role of intraoperative balloon pulmonary
valvuloplasty in valve-sparing repair of tetralogy of Fallot. J Thorac
Cardiovasc Surg. 2011;142(6):1367-73
19. Jacob G, Mathews C. Unrepaired Tetralogy of Fallot Presenting of Brain
Abscess. Calicut Medical Journal 2010; 8(3):e5.3:3
20. Chow, C, M., Leung.A.K.C., Hon, K. L., 2010. Acute Gastroenteritis: From
Guideline to Real Life. Clinical and Experimental Gastroenterology, :97-112.
21. WGO, 2012. Acute Diarrrhea in Adults and Children: A Global Perspective.
World Gastroenterology Oganization.

41

Anda mungkin juga menyukai