Anda di halaman 1dari 17

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. D
Umur : 9 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Serpong
No. RM : 00134243
Ruang : Kemuning
Tanggal masuk RS : 11Januari 2018
Tanggal pemeriksaan : 18 Januari 2018

SKRINING GIZI
Berdasarkan skrining gizi pasien anak di RSUT pada tanggal:
1. Apakah IMT di bawah standart ?
Ya (2)
2. Apakah terdapat penurunan berat badan (BB)?
Ya (2)
3. Apakah terdapat penurunan asupan makanan (dalam beberapa minggu terakhir)
Ya, seminggu terakhir (2)
4. Apakah nutrisi anak akan terpengaruh selama perawatan di RS
Ya, (penurunan asupan/ peningkatan kehilangan) (1)
Total skor
Jika >2 → lapor pada dokter spesialis gizi

SUBJEKTIF
Anamnesis dilakukan dengan cara alloanamnesis dengan ibu pasien.
Keluhan Utama: demam naik turun selama tiga hari sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang


Sejak 6 bulan lalu, pasien mengalami sariawan di seluruh rongga mulut. Sariawan diikuti
dengan keluhan nafsu makan menurun dan pasien hanya mau makan bubur nasi saja. Ibu
pasien hanya memberikan madu yang dioleskan ke rongga mulut pasien dan menurut ibu
pasien, sariawan berkurang perlahan-lahan namun tetap masih ada. Riwayat trauma akibat
sikat gigi disangkal.
Sejak 3 bulan lalu sebelum masuk RS, pasien mengalami demam. Demam naik
turun dan berkeringat malam hari disangkal. Ibu pasien hanya memberikan obat penurun
panas yang dibeli di warung. Setelah diberikan minum obat penurun panas, demam turun
sebentar lalu demam kembali naik. Demam tidak disertai mual dan muntah. Buang air besar
dan buang air kecil tidak ada keluhan.
Sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh batuk. Batuk tidak
disertai dahak dan tidak terdapat darah. Batuk disertai demam namun tidak terdapat sesak
nafas atau pilek. Pasien merasakan lemas badan dan hanya ingin tidur terus. Pasien juga
mencret sebanyak lebih dari tiga kali dalam sehari.
Pada saat pemeriksaan, pasien masih merasakan batuk tetapi batuknya berkurang dan
demam juga sudah tidak ada. Keluhan mual dan muntah masih ada, muntah berisi air dan
makanan. Muntah terjadi pada saat pasien makan obat. Frekuensi muntah 2 kali per
hari.Pasien masih dapat mengonsumsi air putih tanpa merasa mual dan muntah.

Riwayat Penyakit Terdahulu


Pada usia dua tahun, pasien didiagnosis oleh dokter HIV dan terkena TBC. Riwayat minum
ARV sejak usia 2 tahun namun dalam 6 bulan terakhir putus minum obat dikarenakan
kesibukan orang tua dan tidak sempat mengambil obat rutin di rumah sakit. Riwayat minum
obat OAT saat usia 2 tahun tuntas dalam 6 bulan.

Riwayat Penyakit Keluarga


Terdapat riwayat HIV dan TBC pada ibu pasien. Ibu pasien menyebutkan mengetahui
menderita HIV saat 9 tahun lalu akibat kontak seksual.

Riwayat Persalinan
Riwayat partus secara spontan dan lahir menangis di paraji di Purwodadi. Kehamilan cukup
bulan.Saat kehamilan ibu memeriksakan kehamilan di bidan setiap bulan.. Saat kehamilan tidak
memiliki keluhan apapun dan . Berat badan lahir 2500 gram dan panjang badan ibu tidak ingat.

Riwayat Sosial Ekonomi, Kebiasaan dan Tumbuh Kembang


Pasien adalah anak tunggal, dari pernikahan ibu dan ayahnya pada tahun 2009. Ayah bekerja
sebagai ojek online dan ibu bekerja membantu usaha warteg. Pendidikan ayah tamat SLTA
dan ibu tamat SD. Pasien mendapatkan imunisasi hepatitis B, BCG, Polio sedangkan
imunisasi DPT tidak pernah mendapatkan. Pasien dapat duduk saat usia 7 bulan dan berjalan
saat usia 13 bulan. Pasien saat ini bersekolah di kelas tiga di SD negeri di daerah serpong.
Pembiayaan pasien dengan pembayaran pribadi (pasien umum).

2
Universitas Indonesia
Riwayat Asupan Nutrisi dan Gastrointestinal
Pasien tidak mendapatkan air susu ibu sejak lahir dan dari pengakuan ibu karena tidak keluarnya air
susu ibu. Sebelum sakit pasien biasanya makan tiga kali per hari. Sarapan nasi sebanyak tiga per
empat gelas belimbing dengan telur ayam1 butir. Pada saat siang hari, makan nasi dengan jumlah
yang sama seperti saat sarapan dengan lauk ayam dengan kulit satu potong sedang serta tempe satu
potong sedang. Kemudian pasien makan satu buah apel. Pada saat malam hari, pasien makan nasi
tiga per empat gelas belimbing dengan ikan satu potong sedang dan sayur asam satu gelas
belimbing.
Saat sakit, pasien makan tiga kali per hari. Saat sarapan makan nasi bubur setengah gelas
belimbing saja. Siang hari makan nasi putih setengah gelas belimbing dengan ikan setengah potong.
Pasien minum susu UHT Ultra rasa strawberry setengah kotak 125 ml
Saat malam hari nasi setengah gelas belimbing serta tempe.
Asupan 24 jam terakhir, pasien mendapatkan makanan RS. Pada saat sarapan pasien makan
nasi bubur setengah gelas belimbing, saat siang makan bubur setengah porsi juga serta setengah
potong ayam dengan kulit dan minum susu UHT Ultra rasa strawberry sepertiga kotak 125 ml dan
saat malam hari makan bubur setengah gelas belimbing saja.

Riwayat Gastrointestinal
Ada mual dan muntah

Riwayat Perubahan Berat Badan


Pasien tidak menunjukkan peningkatan berat badan signifikan sejak berumur 2 tahun. Pasien
mengalami penurunan berat badan yang dirasakan oleh orangtuanya. Enam bulan yang lalu,
pasien memiliki berat badan 18 kg dan terus mengalami penurunan menjadi 15 kg dalam 6
bulan terakhir.

OBJEKTIF
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis

Tanda vital :
 Tekanan darah : 100/70 mmHg
 Laju nadi 84 kali/menit
 Laju nafas 20 kali/menit
 Suhu 38,2ºC per aksiler

2
Universitas Indonesia
Pemeriksaan Fisik
Kepala : normosefali, rambut tersebar merata, berwarna agak coklat dan
mudah dicabut
Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : tidak terpasang NGT, kanul oksigen tidak terpasang
Telinga : tidak terdapat deformitas, tidak terdapat sekret pada kedua telinga
Mulut : gigi geligi lengkap, mukosa bibir kering, tidak terdapat stomatits,
: tidak terdapat candidiasis oral, oral hygiene baik.
Leher : tidak terdapat deviasi trakea, tidak ada pembesaran tiroid atau
kelenjar getah bening
Toraks : tampak iga gambang
Paru:
Inspeksi : gerakan dinding dada simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : vokal fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor di semua lapangan paru
Auskultasi : bunyi napas vesikuler, tidak ada ronkhi dan tidak ada wheezing
Jantung:
Inspeksi : pulsasi iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di spasium interkostal IV, linea midklavikularis
sinistra
Perkusi : batas kanan jantung di linea parasternalis dekstra, batas atas jantung
di spasium interkostal II linea midklavikularis sinistra, batas kiri
jantung di spasium interkostal V, 2 jari medial dari linea
midklavikularis sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I-II normal, tidak ada murmur, tidak ada gallop
Abdomen:
Inspeksi : tampak datar
Auskultasi : bising usus normal
Palpasi : supel, hepar dan limpa tidak teraba
Perkusi : timpani
Ekstremitas : akral hangat, capillary refill time< 2 detik, muscle wasting, kulit
tampak keriput, tidak terdapat edema,
Kapasitas fungisonal : ambulatory, kekuatan genggam tangan pasien lebih lemah
dibandingkan dengan pemeriksa

Pemeriksaan Antropometri

2
Universitas Indonesia
Tinggi badan : 119 cm
Berat badan : 15 kg
Lingkar lengan atas : 11cm
Height Age : 6 tahun 5 bulan
BB/ U : < p3 (sangat kurus)
PB/U : < p3 (sangat pendek)
BB/TB : 15/22 = 0,68 x 100% (gizi buruk)

Pemeriksaan Penunjang : Laboratorium (11/1/2018)


Pemeriksaan Nilai 12-1-2018 14-1-2018
Normal
HEMATOLOGI
Hemoglobin (g/dl) 12–14 6,5 11,8
Hematokrit (%) 36–46 21 36
Eritrosit (juta/μl) 4-5,2 2,82
Leukosit (/μl) 4000–10000 6380 6390
Hitung Jenis Leukosit
- Basofil (%) 0-1 0
- Eosinofil (%) 2-4 0
- Batang (%) 3-5 0
- Segmen (%) 50-70 76
- Limfosit (%) 25-40 21
- Monosit (%) 2-8 3
Trombosit (/μl) 150000– 389000
440000
Hitung retikulosit (%) 0,5-2,5 1,09
Nilai rata-rata eritrosit
-
MCV (μm3) 80-96 74
-
MCH (pg/ cell) 27-34 23
-
MCHC (g/dL) 32-26 31

Hasil Gambaran Darah Tepi (12/1/2018) :


Kesan: Gambaran anemia hemolitik ec? Disertai infeksi berat, apakah terdapat tanda sepsis?

Analisis Asupan
Energi (kkal) Protein Lemak Karbohidrat
(gram) (gram) (gram)
Sebelum sakit 788 29 16 (18%) 128 (68%)
(53 kkal/kgBB) (14%, 1,9 g/kgBB,
N:NPC=1:147)
Selama sakit 282 13 2 (6%) 52,9 (76%)
(19 kkal/kgBB) (18%, 0,9 g/kgBB,

2
Universitas Indonesia
N:NPC=1:115)
24 jam terakhir 279 8 7 (15%) 46 (7%)
(19 kkal/kgBB) (11%, 0,5 g/kgBB,
N:NPC=1:197)

Analisis Cairan
Input Output
Minum 600 ml Urin 120 ml
IVFD 864 ml IWL 560 ml
Total 1464 ml Total 1160 ml
Balance Positif 140 ml/24 jam Diuresis 0,3 ml/kg BB/jam

Diagnosis DPJP
1.B20 on ARV dengan observasi febris
2. Infeksi Saluran nafas atas
3. Anemia

Terapi DPJP
 IVFD KAEN 1 B 864 cc/ 24 jam
 TDF 1 x 100 mg
 NVP 2 x 2/5 tab
 Ceftazidim 2x 70 mg
 3 TC 2x 60 mg
 Cotrimoxazole 2x 40 mg
 Zink 1 x 20 mg
 Ranitidin 2x 20 mg
 PCT drip 4 x 200 mg
 Transfusi PRC 320 ml

ASSESSMENT
Diagnosis klinis : B20 on ARV
Status gizi : gizi buruk
Status metabolisme : hipermetabolisme sedang (anemia)
Status saluran cerna : mual dan muntah
Status elektrolit : tidak diperiksa
Status asam basa : tidak diperiksa
Status cairan : balans positif 140 ml/24 jam

Diagnosis medis gizi klinik:


Gizi buruk (E. 43), hipermetabolisme sedang (anemia) pada B20 on ARV

2
Universitas Indonesia
PLANNING
Perhitungan kebutuhan energi dan komposisi makronutrien:
Kebutuhan energi basal (KEB) dengan Schofield (WH)= 843 kkal
Kebutuhan energi total = 1096 kkal (FS 1,3)
Nutrisi diberikan 80 % KEB = 674 kkal
Nutrisi akan diberikan dalam bentuk oral
Energi = 700 kkal
Kebutuhan protein = 1,2g/kg BB = 18 gram (10%)
N:NPC = 1:224
Kebutuhan lemak (25%) = 31 gram
Kebutuhan karbohidrat = 113 gram (55%)
Kebutuhan cairan = 100 mL/kgBB/ hari = 1500 mL/hari
Jalur pemberian : per oral
Bentuk dan jenis diet : Makanan bubur
Frekuensi pemberian : 3 kali makan besar, 2 kali selingan

Preskripsi Diet
Jalur oral
Jenis diet Energi Protein Lemak KH
(kkal) (g) (g) (g)
Makanan Bubur 736 29 23 104

Total 736 29 23 104 (43%)


(46 kkal/kg BB) (15%, 1,9 g/kg (28%)
BB,
N:NPC=1:134)

Mikronutrien:
- Vitamin B kompleks 3x1 tab
- Asam folat 1x1 mg

2
Universitas Indonesia
- Zinc sulfas 3x200 mg

Saran:
- Pemeriksaan profil lipid dan HBsAg
- Pemeriksaan USG

Monitoring:
- Klinis: keadaan umum dan tanda vital
- Analisis toleransi asupan setiap hari
- Balans cairan setiap hari
- Gula darah sewaktu setiap hari

Evaluasi:
Bila toleransi asupan baik, pemberian nutrisi dapat ditingkatkan secara bertahap hingga memenuhi
KET

Analisis asupan dengan nutrisurvey


Total analysis perencanaan:
energy 769,8 kcal
water 0,0 g
protein (18%) 33,4 g
fat (31%) 26,7 g
carbohydr. (52%) 97,8 g
dietary fiber 3,2 g
alcohol (0%) 0,0 g
PUFA 4,5 g
cholesterol 61,3 mg
Vit. A 105,0 µg
carotene 0,0 mg
Vit. E (eq.) 3,0 mg
Vit. B1 0,2 mg
Vit. B2 0,3 mg
Vit. B6 0,4 mg

2
Universitas Indonesia
tot. fol.acid 49,5 µg
Vit. C 13,4 mg
sodium 59,0 mg
potassium 567,8 mg
calcium 80,2 mg
magnesium 103,8 mg
phosphorus 393,9 mg
iron 2,7 mg
zinc 3,2 mg

PEMBAHASAN
Pasien anak perempuan berusia sembilan tahun, dibawa ke rumah sakit oleh
orangtuanya dengan keluhan demam. Demam dirasakan selama tiga hari sebelum masuk
rumah sakit. Keluhan demam yang dialami pasien bersifat naik turun. Demam turun
sementara setelah diberikan obat penurun panas yang dibeli di warung, namun demam
kembali naik setelah beberapa jam kemudian. Menurut ibu pasien, pasien sering mengalami
demam yang kambuh-kambuhan sejak 3 bulan yang lalu tanpa penyebab yang jelas.
Selain itu, pasien mengeluhkan batuk, mual, dan muntah. Batuk dialami oleh pasien
sejak tiga hari yang lalu. Batuk tidak disertai dengan dahak dan darah. Sedangkan muntah
dialami pasien dengan frekuensi dua kali dalam sehari yang berisi air dan makanan. Muntah
terjadi terutama pada saat pasien minum obat. Pasien juga mengeluhkan buang air besar
dengan konsistensi lembek-cair dengan frekuensi lebih dari tiga kali dalam sehari dan badan

2
Universitas Indonesia
terasa lemas. Selain itu, pasien mengalami sariawan di seluruh rongga mulut sejak 6 bulan
yang lalu. Sariawan diikuti dengan keluhan nafsu makan menurun. Pasien menyangkal
adanya sesak nafas, pilek, serta gangguan buang air kecil.
Pasien didiagnosis menderita HIV dan tuberkulosis sejak berusia 2 tahun. Pasien
menderita HIV akibat penularan melalui Mother-to-child-transmission (MTCT). Pasien rutin
mengkonsumsi terapi antiretroviral sejak berusia 2 tahun, namun dalam 6 bulan terakhir
mengalami putus minum obat. Pasien juga memiliki riwayat mengkonsumsi Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) dengan status pengobatan tuntas selama 6 bulan saat pasien berusia 2
tahun.
Menurut ibu pasien, pasien tidak menunjukkan peningkatan berat badan signifikan
sejak berumur 2 tahun. Pasien mengalami penurunan berat badan sebesar 3 kilogram dalam 6
bulan terakhir. Pada pemeriksaan antropometri pasien didapatkan bahwa berat badan dan
panjang badan pasien adalah 15 kg dan 119 cm sehingga dapat disimpulkan bahwa berat
badan menurut usia < P3 yang termasuk dalam kategori sangat kurus, panjang badan menurut
usia < P3 yang termasuk dalam kategori sangat pendek, dan berat badan berdasarkan tinggi
badan sebesar 68% (BB/PB= 15/119 kg = 0,68 x 100%) yang termasuk dalam kategori gizi
buruk.
Adanya indeks berat badan menurut usia yang termasuk dalam kategori sangat kurus
menunjukan adanya malnutrisi yang terjadi secara akut, sedangkan indeks panjang badan
menurut usia yang termasuk dalam kategori sangat pendek menunjukan adanya malnutrisi
yang terjadi secara kronik.1,2 Gizi buruk didefinisikan sebagai status gizi yang didasarkan
pada indeks berat badan menurut umur <-3SD atau indeks berat badan menurut panjang
badan <80%. 3
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan suhu tubuh sebesar 38,2oC yang diukur per aksilar.
Pada pemeriksaan fisik generalis, didapatkan conjuctiva anemis, kulit tampak pucat, mukosa
bibir kering, dan adanya oral trush yang berwarna keputihan di seluruh lapang mukosa oral.
Selain itu, didapatkan rambut berwarna kecoklatan dan mudah dicabut, tampak iga gambang,
dan perut tampak buncit. Pada ekstremitas atas dan bawah didapatkan muscle wasting. Kulit
pasien tampak kering dan keriput.
Conjunctiva anemis dan kulit tampak pucat menunjukan bahwa pasien mengalami
anemia. Untuk mengetahui penyebab anemia yang terjadi pada pasien diperlukan
pemeriksaan laboratorium darah. Adanya oral trush yang berwarna keputihan di seluruh
lapang mukosa oral mengkonfirmasi keluhan sariawan yang telah terjadi selama 6 bulan. Hal
ini menunjukan bahwa pasien menderita candidiasis oral, yang merupakan komplikasi dari

2
Universitas Indonesia
kondisi imunokompremise akibat HIV. Adanya rambut berwarna kecoklatan dan mudah
dicabut, tampak igagambang, adanya muscle wasting dan kulit tampak keriput menunjukan
adanya tanda malnutrisi energi protein tipe marasmus.
Pada pemeriksaan laboratorium pasien didapatkan kadar hemoglobin sebesar 6,5 g/dl
dan hematokrit sebesar 21% dengan indeks eritrosit yang menunjukan bahwa adanya anemia
mikrositik mikrokromik. Berdasarkan riwayat penyakit dan kondisi pasien saat ini, penyebab
dari anemia yang terjadi pada pasien merupakan anemia hemolitik yang disebabkan oleh
penyakit kronik yaitu HIV. Kondisi malnutrisi energi protein dan adanya anoreksia yang
terjadi selama 6 bulan yang disebabkan oleh adanya candidiasis oral juga dapat menyebabkan
tubuh mengalami defisiensi zat penting seperti zat besi dan asam folat yang akan
menimbulkan kondisi anemia sehingga perlu dilakukan pemeriksaan terhadap kadar zat
besi.
Diagnosis yang ditegakkan pada pasien ini adalah infeksi HIV dalam pengobatan
antiretroviral dengan febris, infeksi saluran pernafasan bagian atas, anemia, dan gizi buruk.
Infeksi HIV dapat menyebabkan terjadinya penurunan sistem kekebalan tubuh sehingga
tubuh mengalami imunodefisiensi yang akan menyebabkan tubuh menjadi lebih rentan
terhadap berbagai macam infeksi. 1
Infeksi HIV ditandai dengan adanya gejala mayor dan minor. Gejala mayor pada
infeksi HIV meliputi berat badan yang menurun >10% dalam 1 bulan, diare kronik yang lebih
dari 1 bulan, demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan, adanya penurunan kesadaran, dan
demensia. Sedangkan gejala minor meliputi batuk menetap lebih dari 1 bulan, dermatitis
generalisata, herpes zooster multisegmental, kandidiasis orofaring, herpes simpleks kronis
progesif, limfadenopati generalisata, dan retinitis sitomegalovirus. Diagnosis infeksi HIV
dapay ditegakan apabila menunjukan sekurang-kurangnya didapatkan 2 gejala mayor dan 1
gejala minor serta tes HIV yang menunjukan hasil positif.1
Pada pasien ini didapatkan 2 gejala mayor yaitu berat badan yang menurun dan
demam yang berkepanjangan serta 1 gejala minor yaitu kandidiasis oral. Pasien juga telah
menjalani terapi antiretroviral sejak 7 tahun yang lalu sehingga pasien telah positif
terdiagnosis sebagai infeksi HIV. Secara spesifik, pasien mengalami infeksi HIV stadium 3
dikarenakan adanya berat badan yang menurun secara drastis, diare kronik, demam yang
persisten lebih dari 1 bulan tanpa penyebab yang jelas, kandidiasis oral persisten, infeksi
tuberkulosis, infeksi saluran pernafasan yang rekuren, dan anemia.1
Pasien mendapatkan pemeriksaan skrining gizi, assessement, dan kemudian
mendapatkan terapi gizi medik untuk memperoleh intervensi gizi. Pemeriksaan skrining gizi

2
Universitas Indonesia
bertujuan untuk mengetahui atau mengindentifikasi adanya risiko malnutrisi atau malnutrisi
pada pasien yang dirawat inap. Pemeriksaan skrining gizi tersebut dilakukan dalam 24 jam
sejak pasien masuk RS. Syarat alat skrining gizi yang baik adalah bersifat mudah, cepat,
valid, dan dapat dilakukan oleh semua petugas tanpa memerlukan keahlian khusus. Alat
skrining gizi pada anak yang sering digunakan ada beberapa jenis, seperti screening tool risk
on nutritional status and growth (STRONGkids), screening tool for the assessement of
malnutrition in pediatrics (STAMPS), pediatric yorkhill malnutrition score (PYMS),
subjective global nutritional assessement (SGNA), dan pediatric nutrition screening tool
(PNST). 2,3,4
STRONGkids dapat digunakan pada anak yang berusia 3-18 tahun. Alat skrining ini
sangat mudah untuk dilakukan dan dapat dimengerti oleh sebagian besar petugas medis.
Selain itu, STRONGkids juga hanya membutuhkan waktu 5 menit dalam mengindentifikasi
status gizi pasien anak. STRONGkids menilai tentang massa otot subcutan dan masukan
nutrisi anak. STRONGkids membagi status gizi menjadi risiko rendah, sedang, dan tinggi.
Alat skrining STRONGkids memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas sebesar 81% dan
37%.2,6
STAMPS dapat digunakan pada anak umum dan bedah yang berusia 2-17 tahun. Alat
skrining ini menilai status gizi anak melalui kuisioner berstruktur yang dapat diisi oleh
keluarga pasien maupun dibantu oleh petugas medis yang berisi tentang diagnosis, masukan
nutrisi, tinggi badan, dan berat badan. STAMPS membagi status gizi menjadi risiko rendah,
sedang, dan tinggi. Alat skrining STAMPS memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas sebesar
53% dan 74%.2,3
PYMS dapat digunakan pada anak yang berusia 1-16 tahun. Alat skrining ini sangat
mudah untuk dilakukan dan dapat dimengerti oleh sebagian besar petugas medis. Selain itu,
PYMS juga hanya membutuhkan waktu 1 menit dalam mengindentifikasi status gizi pasien
anak. PYMS menilai indeks massa tubuh dengan cara melakukan kalkulasi skor tentang
perubahan berat badan dan masukan nutrisi anak. Aapabila skor PYMS lebih dari 2 maka
diperlukan terapi dietetik dan perlu dilakukan skoring ulang 1 minggu kemudian. Alat
skrining PYMS memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas sebesar 81% dan 92%.2,4
Pada kasus ini, skrining gizi yang digunakan untuk menilai status gizi pada pasien ini
adalah PNST. PNST merupakan metode skrining pertama yang digunakan pada anak-anak
ynag berusia dibawah 16 tahun. Kelebihan dari metode skrining ini adalah cepat, mudah, dan
efektif. Namun kekurangan dari metode ini adalah tidak bisa digunakan pada beberapa
kondisi seperti dehidrasi dan kondisi klinis tidak stabil. PNST akan valid jika digunakan pada

2
Universitas Indonesia
pasien anak yang dirawat di rumah sakit tipe tersier maupun regional. Alat skrining PYMS
memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas sebesar 89% dan 87%.2,5 Pada pasien ini didapat
skor sebanyak 7 sehingga perlu dilakukan konsultasi pada bagian ahli gizi, pencatatan
masukan makanan dan cairan, serta pengukuran berat badan dan tinggi badan secara rutin.
Dalam menganalisis status gizi pasien, perlu dilakukan analisis asupan makanan
pasien. Sebelum sakit pasien biasanya makan tiga kali per hari. Sarapan nasi sebanyak tiga
per empat gelas belimbing dengan telur ayam1 butir. Pada saat siang hari, makan nasi dengan
jumlah yang sama seperti saat sarapan dengan lauk ayam dengan kulit satu potong sedang
serta tempe satu potong sedang. Kemudian pasien makan satu buah apel. Pada saat malam
hari, pasien makan nasi tiga per empat gelas belimbing dengan ikan satu potong sedang dan
sayur asam satu gelas belimbing. Saat sakit, pasien makan tiga kali dalam sehari. Saat
sarapan makan nasi bubur setengah gelas belimbing. Siang hari makan nasi putih setengah
gelas belimbing dengan ikan setengah potong. Pasien minum susu UHT Ultra rasa strawberry
setengah kotak 125 ml. Saat malam hari nasi setengah gelas belimbing serta tempe. Asupan
24 jam terakhir, pasien mendapatkan makanan RS. Pada saat sarapan pasien makan nasi
bubur setengah gelas belimbing, saat siang makan bubur setengah porsi juga serta setengah
potong ayam dengan kulit dan minum susu UHT Ultra rasa strawberry sepertiga kotak 125
ml dan saat malam hari makan bubur setengah gelas belimbing.
Pada anak yang menderita infeksi HIV seringkali terjadi malnutrisi terutama pada
komponen energi-protein dan mikronutrien. Hal ini berkaitan dengan adanya gejala anoreksia
dan sindroma wasting HIV. Faktor yang berhubungan dengan kejadian malnutrisi pada anak
yang menderita infeksi HIV adalah tidak adanya suplementasi mikronutrien dan stadium
imunologi dalam perjalanan alamiah penyakit infeksi HIV. Suplementasi mikronutrien
berupa vitamin A selama 6 bulan sebelum intervensi terapi antiretroviral dapat mencegah
terjadinya malnutrisi. Vitamin A dapat berperan dalam mengurangi efek imunosupresi dengan
cara menstimulasi sel limfosit B dan T. Sedangkan faktor stadium imunologi dalam
perjalanan ilmiah penyakit infeksi HIV berhubungan dengan meningkatnya metabolisme
tubuh yang disebabkan oleh virus, meningkatnya kehilangan nutrisi melalui diare, dan
menurunnya intake nutrisi yang disebabkan oleh malabsorbsi dan anoreksia yang
disebabkan adanya lesi kandidiasis oral. 1
Pada pasien yang menderita infeksi HIV perlu dilakukan pemeriksaan status gizi
secara rutin yang meliputi berat badan dan tinggi badan. Pemeriksaan status gizi merupakan
evaluasi yang bersifat sistemik yang dapat mengidentifikasi adanya malnutrisi dan gangguan
pertumbuhan secara awal sehingga dapat berkonstribusi dalam menentukan progesifitas

2
Universitas Indonesia
penyakit HIV dan efikasi dari terapi ARV. Pemeriksaan status gizi meliputi status gizi, diet,
dan nutrisi yang berkaitan dengan gejala dengan menggunakan kriteria IMCI yaitu adanya
tanda malnutrisi menurut berat badan menurut usia, edema di kedua kaki, muscle wasting,
dan lingkar lengan atas yang kurang dari 12 cm.1 Pada kasus ini, pasien memiliki indeks
berat badan menurut usia yang termasuk dalam kategori sangat kurus, adanya muscle
wasting, dan lingkar lengan atas sebesar 11 cm.
Apabila didapati pasien anak yang menderita infeksi HIV dengan pertumbuhan yang
normal, maka tidak perlu diberikan makanan tambahan. Pada kondisi seperti ini perlu
dilakukan edukasi mengenai diet seimbang dan higienitas makanan. Hal ini dikarenakan oleh
kondisi imunokompremise pasien yang lebih mudah terkena infeksi termasuk infeksi saluran
pencernaan yang disebabkan oleh makanan yang tidak higienis, sedangkan apabila didapati
pasien anak yang menderita infeksi HIV dengan pertumbuhan yang kurang baik, maka
diperlukan penilaian diet secara lengkap dan penatalaksaan yang serius oleh ahli gizi bersama
dengan keluarga.1
Pasien yang menderita infeksi HIV baik dalam terapi ARV maupun tidak dalam terapi
ARV memerlukan tambahan energi sebesar 25-30%. Sedangkan pada pasien yang menderita
infeksi HIV yang disertai dengan malnutrisi berat diberikan terapi yang sesuai dengan
managemen gizi buruk pada pasien normal dengan tambahan energi sebesar 50-100%. Selain
itu, pasien yang menderita infeksi HIV wajib mendapatkan suplementasi vitamin A dosis
tinggi setiap 6 bulan, dan zink apabila terdapat gejala diare.1
Penatalaksanaan gizi buruk pada anak yang menderita HIV memerlukan tim
multidisiplin untuk melakukan intervensi nutrisi dan mencegahan progesifitas penyakit
infeksi HIV itu sendiri. Tujuan intervensi nutrisi adalah untuk meningkatkan status gizi dan
kualitas hidup pasien. Intervensi nutrisi dapat berupa peningkatan kualitas makanan,
peningkatan asupan cairan, pengaturan jumlah dan konsistensi makanan, maupun intervensi
pemberian makanan melalui jalur enteral.1
Penatalaksaan gizi buruk pada anak berdasarkan pedoman pelayanan Ikatan Dokter
Anak Indonesia (IDAI) melalui tiga fase, yaitu stabilisasi, transisi, dan rehabilitasi, dengan
mengatasi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, mengatasi atau mencegah
hipoglikemi, hipotermi, mengatasi infeksi atau penyakit penyerta lainnya, mulai pemberian
diet F75, dan selanjutnya pemberian diet F100 untuk tumbuh kejar, pemberian mikronutrien
(vitamin B kompleks, vitamin A dengan dosis sesuai usia, dan asam folat). Dosis vitamin
untuk anak <6 bulan, 6-12 bulan, dan >1 tahun adalah sebesar 50.000 IU, 100.000 IU, dan
200.000 IU. Pemberian asam folat hari pertama adalah sebesar 5 mg, dan selanjtunya 1

2
Universitas Indonesia
mg/hari. Pemenuhan kebutuhan energi, protein, dan cairan pada anak gizi buruk
menyesuaikan fase-fase tatalaksana gizi buruk. Pada fase stabilisasi kebutuhan energi sebesar
80-100 kkal/kg BB/hari, protein 1-1,5 g/kg BB/hari, dan cairan 100-130 mL/kg BB/hari.
Pada fase transisi kebutuhan energi sebesar 100-150 kkal/kg BB/hari, protein 2-3 g/kg
BB/hari, dan cairan menyesuaikan kebutuhan energi, sedangkan pada fase rehabilitasi
kebutuhan energi 150-220 kkal/kg BB/hari, dan protein 4-6 g/kg BB/hari.7
Kebutuhan energi basal dan energi total pasien ini adalah sebanyak 843 kkal dan 1096
kkal. Kebutuhan protein diberikan sebanyak 1,2g/kg BB/hari, lemak 31%, karbohidrat 55%,
dan cairan 100 mL/kg BB/hari. Pasien ini mendapatkan vitamin A sebanyak 200.000 IU,
asam folat 1 x 1 mg, dan seng 1 x 20 mg. Pemberian vitamin A pada anak gizi buruk karena
memiliki risiko tinggi mengalami defisiensi, mencegah xerophtalmia, serta meningkatkan
fungsi imunitas tubuh. Selain itu, pemberian vitamin A pada pasien yang menderita infeksi
HIV dapat berperan dalam mengurangi efek imunosupresi dengan cara menstimulasi sel
limfosit B dan T. Pemberian asam folat penting untuk proses regenerasi sel di dalam tubuh,
dan pemberian seng bermanfaat di dalam proses peningkatan fungsi imunitas tubuh.
Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah terapi ARV, ceftazidim, paracetamol,
ranitidin, zink, vitamin A, dan asam folat. Mikronutrien yang diberikan dari terapi gizi adalah
zink, asam folat, vitamin A, dan seng. Berdasarkan terapi tersebut di atas, tidak ditemukan
interaksi antar sesama obat yang diberikan, serta tidak ada obat yang memiliki interaksi
dengan makanan. Namun, beberapa obat memiliki efek samping yang berbeda-beda
khususnya terhadap saluran pencernaan. Ceftazidim dapat memberikan efek samping berupa
anoreksia, diare, mual, muntah, dan nyeri abdomen. Pemberian parasetamol butuh perhatian
pemberian pada pasien malnutrisi kronik. Pemberian vitamin A lebih baik bersamaan dengan
saat makan untuk memaksimalkan penyerapan, karena vitamin A bersifat larut dalam lemak.
Asam folat pada dosis tinggi dapat menyebabkan keram otot perut, diare, dan mual. Seng
dapat menyebabkan efek samping berupa mual, muntah, diare, dan iritasi lambung. 7

Pemantauan pelaksanaan terapi nutrisi diperlukan untuk mengetahui adanya


peningkatan tumbuh kembang, dengan memantau status gizi secara rutin dan berkala, serta
memantau perkembangan psikomotor. Edukasi terhadap orang tua juga penting dilakukan,
berupa memberikan pengetahuan gizi, melatih ketaatan dalam pemberian diet, dan menjaga
kebersihan diri dan lingkungan, demi tercapainya tujuan intervensi nutrisi untuk
meningkatkan status gizi dan kualitas hidup anak yang menderita infeksi HIV.7

2
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA

1. Suzii H, Kelye U. Screening for malnutrition and nutrional care in HIV infected children
followed up in the pediatric unit. Clinical Nutrition 2017;64(4):9-14.

2. Serment G, Salomon P. Simple pediatric nutritional risk score to identify children at risk
malnutrition. American Journal Clinical Nutrition 2015;102(1):64-70

3. Elia M, Startton RJ. Considerations for screening tool selection and role of predictive
and concurrent validity. Current Clinical Nutrition Metabolism Cre 2016;45(5):425-433

4. Reilly HM, Martineau J. Nutritional screening, evaluation, and implementation of simple


nutrition risk score. Clinical Nutrition 2015;44(5):269-273

5. McCarthy H, Dixon M. The development and evaluation ef screening tool of asesment of


malnutrition in pediatrics. Clinical Nutrition 2017;64(4):209-213.

2
Universitas Indonesia
6. Koen F, Joosten J. Nutritional screening tools for hospitalized children : methodological
caonsideration. Clinical Nutrition 2014;33(4):1-5.

7. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
2013. Jakarta.

2
Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai