Pembimbing :
dr. Aunun Rofiq, Sp.An
Disusun Oleh:
Bayu Aji Pamungkas
G4A016009
2018
HALAMAN PENGESAHAN
Disusun Oleh :
Bayu Aji Pamungkas
G4A016009
Mengetahui,
Pembimbing,
Pendahuluan
Sejarah
Indikasi
Kesimpulan
1. Definisi
Anestesi adalah tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk
menghilangkan rasa nyeri ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lain yang menimbulkan rasa nyeri pada tubuh (Morgan, 2011).
Menurut jenis kegunaannya, anestesi dibagi menjadi anestesi umum
yaitu teknik anestesi yang disertai hilangnya kesadaran, serta anestesi
regional dan anestesi lokal yaitu teknik anestesi yang menghilangkan
rasa nyeri di satu bagian tubuh saja tanpa menghilangnya kesadaran
(Sjamsuhidajat & De Jong, 2012).
Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian
tubuh untuk sementara pada impuls saraf sensorik, sehingga impuls
nyeri dari satu bagian tubuh diblokir untuk sementara atau dapat
kembali seperti semula. Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau
seluruhnya, tetapi pasien tetap dalam keadaan sadar.
2. Keuntungan
Berikut merupakan keuntungan yang didapat dari tindakan
anestesi regional.
a. Alat yang dibutuhkan tidak banyak dan teknik relatif sederhana,
sehingga biaya relatif lebih murah.
b. Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi darurat,
keadaan lambung penuh) karena penderita sadar.
c. Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.
d. Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi.
e. Perawatan post operasi lebih ringan.
3. Kerugian
Berikut merupakan kerugian yang didapat dari tindakan anestesi
regional.
a. Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional.
b. Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif.
c. Sulit diterapkan pada anak-anak.
d. Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional.
e. Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional.
4. Klasifikasi
a. Blok sentral atau blok neuroaksial
Anestesi tipe blok neuroaksial akan menyebabkan blok
simpatis, analgesia sensoris dan blok motoris (tergantung dari
dosis, konsentrasi, dan volume obat anestesi lokal tersebut). Teknik
anestesi ini meliputi anestesi spinal dan anestesi epidural,
1) Anestesi spinal
Anestesi spinal adalah pemberian obat anesteti lokal ke
dalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal diperoleh dengan
cara menyuntikkan anestetik lokal ke dalam ruang
subarachnoid. Anestesi spinal (anestesi subaraknoid) disebut
juga sebagai analgesi atau blok spinal intradural atau blok
intratekal.
Berikut merupakan indikasi dilakukannya tindakan
anestesi spinal.
a) Bedah ekstremitas bawah
b) Bedah panggul
c) Tindakan sekitar rektum perineum
d) Bedah obstetrik-ginekologi
e) Bedah urologi
f) Bedah abdomen bawah
g) Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya
dikombinasikan dengan anestesi umum ringan
Berikut merupakan kontraindikasi dilakukannya
tindakan anestesi spinal.
a) Absolut
i. Pasien menolak
ii. Infeksi pada tempat suntikan
iii. Hipovolemia berat atau syok
iv. Koagulopati atau mendapat terapi koagulan
v. Tekanan intrakranial meningkat
vi. Fasilitas resusitasi minimal
vii. Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen
anestesi
viii. Terdapat perdarahan intra atau ekstra kranial
b) Relatif
i. Infeksi sistemik
ii. Infeksi sekitar tempat suntikan
iii. Kelainan neurologis
iv. Kelainan psikis
v. Prediksi bedah yang berjalan lama
vi. Penyakit jantung
vii. Hipovolemia ringan
viii. Nyeri punggung kronik
Berikut merupakan prosedur yang dilakukan pada teknik
anestesi spinal.
a) Persiapan pratindakan
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal
seperti persiapan pada anastesia umum. Daerah sekitar
tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan
kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang
punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba
tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan
mengenai informed consent, pemeriksaan fisik yaitu tidak
dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang
punggung, dan pemeriksaan laboratorium yaitu angka
Hemoglobin, Hematokrit, Prothrombine Time (PT),
Partial Thromboplastine Time (PTT), Bleeding Time (BT),
dan Clotting Time (CT).
b) Persiapan peralatan dan anestetik
i. Peralatan monitor, yang menunjukan tekanan darah,
nadi, pernafasan, suhu tubuh, EKG, dan saturasi
oksigen
ii. Peralatan resusitasi
iii. Jarum spinal, yaitu jarum dengan ujung tajam (ujung
bambu runcing/quinckebacock) atau jarum spinal
dengan ujung pinsil (pencil point whitecare)
iv. Anestetik
– Lidokain (xylocain, lignokain) 2%, dosis 20-100
mg (2-5 ml)
– Lidokain (xylocain, lignokaine) 5% dalam
dextrose 7.5%), dosis 20-50 mg (1-2ml)
– Bupivakaine (markaine) 0.5% dalam air, dosis 5-
20mg (1-4ml)
– Bupivakaine (markaine) 0.5% dalam dextrose
8.25%, dosis 5-15mg (1-3ml)
c) Persiapan penderita
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus
dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling
sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja
operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit
perubahan posisi pasien. Dapat juga diberi bantal kepala,
dengan tujuan selain untuk membuat pasien nyaman, juga
supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk
maksimal agar processus spinosus mudah teraba.
d) Induksi anestesi
i. Tandai tempat tusukan yaitu perpotongan antara garis
yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka, misal
L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau di
atasnya berisiko trauma terhadap medula spinalis.
ii. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau
alkohol.
iii. Injeksi anestesi lokal pada tempat tusukan, misalnya
dengan lidokain 1-2% sebanyak 2-3 ml.
iv. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2 cm agak
sedikit ke arah sefal, kemudian masukkan jarum
spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut.
v. Setelah resistensi menghilang, mandarin jarum spinal
dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat
dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik)
diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan
posisi jarum tetap baik.
Berikut merupakan komplikasi yang dapat timbul akibat
tindakan anestesi spinal.
a) Hipotensi berat, yaitu akibat blok simpatis terjadi venous
pooling yang dapat dicegah dengan memberikan infus
cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml sebelum
tindakan.
b) Bradikardia, yang dapat terjadi tanpa disertai hipotensi
atau hipoksia, terjadi akibat blok sampai T-2.
c) Hipoventilasi, yaitu akibat paralisis saraf frenikus atau
hipoperfusi pusat kendali nafas
d) Trauma pembuluh saraf
e) Trauma saraf
f) Mual-muntah
g) Gangguan pendengaran
h) Blok spinal tinggi atau spinal total
2) Anestesi epidural
Anestesia epidural adalah blokade saraf dengan
menempatkan obat di ruang epidural. Ruang ini berada di
antara ligamentum flavum dan duramater. Kedalaman ruang
ini rata-rata 5 mm dan di bagian posterior kedalaman maksimal
pada daerah lumbal.
Berikut merupakan indikasi dilakukannya anestesi
epidural.
a) Sebagai anestesi saja di mana operasi tidak
dipertimbangkan, misalnya pada persalinan
b) Sebagai tambahan untuk anestesi umum dengan tujuan
dapat mengurangi kebutuhan pasien akan analgesik opioid,
misalnya pada histerektomi, bedah ortopedi, laparotomi,
dan perbaikan aneurisma aorta terbuka
c) Sebagai teknik tunggal untuk anestesi bedah, misalnya
pada operasi caesar
d) Sebagai analgesia pasca-operasi
e) Sebagai perawatan sakit punggung dengan cara injeksi
analgesik dan steroid ke dalam ruang epidural
f) Sebagai pengurang rasa sakit kronis atau peringanan gejala
dalam perawatan terminal, biasanya dalam jangka pendek
atau menengah.
Berikut merupakan kontra-indikasi dilakukannya
anestesi epidural.
a) Kelainan anatomis, seperti spina bifida,
meningomyelocele, atau skoliosis
b) Operasi tulang belakang sebelumnya, dimana jaringan
parut dapat menghambat penyebaran obat
c) Beberapa masalah sistem saraf pusat, termasuk multiple
sclerosis
d) Beberapa masalah katup jantung, seperti stenosis aorta
dimana vasodilatasi yang diinduksi oleh obat bius dapat
mengganggu suplai darah ke jantung
Berikut merupakan prosedur yang dilakukan pada
anestesi epidural.
a) Memposisikan pasien seperti pada analgesia spinal.
b) Menandai lokasi tusukan jarum epidural yaitu biasanya
dilakukan pada ketinggian L3-4
c) Mengenal ruang epidural dengan teknik hilangnya
resistensi (loss of resistance) yaitu diberikan anestetik
lokal pada tempat suntikan, kemudian jarum epidural
ditusuk sedalam 1-2 cm, selanjutnya NaCl disuntikkan
perlahan dan terputus-putus sambil mendorong jarum
epidural sampai terasa menembus jaringan keras
(ligamentum flavum) yang disusul hilangnya resistensi.
d) Uji dosis (test dose), pada dosis tunggal dilakukan setelah
ujung jarum diyakini berada dalam ruang epidural dan
pada dosis berulang melalui kateter yang dilakukan
dengan memasukkan anestetik lokal 3 ml yang sudah
bercampur adrenalin 1:200.000
e) Induksi anestesi, yang dilakukan dengan cara menyuntikan
anesteti lokal secara bertahap setiap 3-5 menit sampai
tercapai dosis total
f) Uji keberhasilan epidural mengenai blok simpatis
diketahui dari perubahan suhu, blok sensorik dari uji tusuk
jarum, dan blok motorik dari skala bromage
b. Blok perifer atau blok saraf, yang meliputi anestesi topikal, infiltrasi
lokal, blok lapangan, dan analgesia regional intravena.