Anda di halaman 1dari 15

JOURNAL READING

“ANESTESI REGIONAL PADA ANAK”

Pembimbing :
dr. Aunun Rofiq, Sp.An

Disusun Oleh:
Bayu Aji Pamungkas
G4A016009

KEMENTERIAN RISET DAN PENDIDIKAN TINGGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO

2018
HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui journal reading dengan judul :


“ANESTESI REGIONAL PADA ANAK”

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian


di Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Program Profesi Dokter
di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun Oleh :
Bayu Aji Pamungkas
G4A016009

Purwokerto, April 2018

Mengetahui,
Pembimbing,

dr. Aunun Rofiq, Sp.An


NIP
ANESTESI REGIONAL PADA ANAK

Pendahuluan

Anestesi regional menjadi sangat populer digunakan pada anak-anak,


terutama anestesi blok sentral yaitu anestesi spinal dan anestesi epidural.
Teknik ini digunakan secara luas, tidak hanya pusat kesehatan modern di
Eropa, namun juga sudah mulai digunakan di negara-negara berkembang.

Sejarah

Anestesi regional pada anak-anak sudah dilakukan mulai dari lebih


100 tahun yang lalu, yang diawali dengan penggunaan teknik anestesi spinal
pada anak-anak oleh August Bier pada tahun 1899. Selanjutnya pada tahun
1909, Gray melakukan penelitian terhadap penggunaan teknik anestesi spinal
pada anak yang menjalani intervensi pembedahan. Pada tahun 1980,
dilakukan penelitian mengenai efektivitas dan risiko yang dapat terjadi paska
tindakan anestesi regional pada bayi dan anak-anak. Saat ini, telah
berkembang teknik anestesi regional pada anak-anak dengan stimulasi saraf
dan penggunaan USG untuk mengurangi risiko dan meningkatkan efektivitas
dari anestesi regional.

Indikasi

Anestesi regional digunakan berdasarkan jenis intervensi, usia pasien,


dan pengalaman dokter spesialis anestesi. Anestesi regional digunakan pada
operasi bidang urologi, ortopedi, abdomen inferior, dan jantung. Selain itu,
anestesi regional juga digunakan pada pasien yang memiliki kondisi
kontraindikasi untuk dilakukan anestesi umum seperti kondisi perut yang
penuh dan berisiko tinggi untuk mengalami aspirasi, kesulitan untuk
melakukan intubasi, alergi terhadap agen anestesi umum, defisiensi
pseudokolinesterase, dan riwayat hipertensi malignansi. Anestesi regional
juga dapat digunakan pada pasien yang mengalami infeksi saluran
pernafasan atas maupun infeksi paru.
Penentuan lokasi anestesi blok tergantung berdasarkan usia. Pada
neonatus dan bayi, terdapat dua macam blok yang sering dilakukan yaitu
blok spinal dan epidural caudal. Sedangkan pada anak yang lebih besar,
terutama anak yang berusia dibawah 6 tahun, biasanya dilakukan anestesi
blok perifer.
Risiko morbiditas dan mortalitas tindakan anestesi umum lebih tinggi
pada anak yang berusia kurang dari 1 tahun. Pada keadaan ini, perlu
diperhatikan mengenai adanya kelainan metabolik dan neuromuskular
disamping keadaan jalan nafas dan sistem kardiovaskular. Hal ini disebabkan
karena interaksi dengan agen anestetik dapat menyebabkan kondisi yang
mengancam jiwa. Tingkat morbiditas yang berkaitan dengan anestesi
regional cukup rendah yaitu 1:1000.
Agen anestetik yang digunakan pada anestesi umum diyakini dapat
menyebabkan komplikasi jangka panjang secara neurotoksik terutama pada
sistem saraf pusat. Sedangkan bayi dan neonatus memiliki sistem saraf yang
bersifat imatur sehingga sangat rentan untuk mengalami kerusakan akibat
agen anestetik yang digunakan pada anestesi umum.
Agen anestetik yang digunakan pada anestesi umum juga diyakini
dapat menyebabkan gangguan perkembangan otak. Oleh karena itu, banyak
pertanyaan mengenai efek samping agen anestetik yang digunakan pada
anestesi umum terkait usia, penggunaan agen spesifik, teknik anestesi, durasi
paparan agen anestetik, dan dosis obat. Saat ini, tidak ada alternatif
pemggunaan agen anestetik yang diyakini aman digunakan pada anak-anak,
sehingga anestesi regional dapat menjadi alternatif teknik anestesi lain jika
memungkinkan.
Trauma operasi dapat merangsang respon stres terutama secara
hormonal, metabolisme, endokrin, imunologi, dan inflamasi. Semua faktor
ini menyebabkan disfungsi seluler sampai dengan organ dengan masa
konvalesen yang lama, terutama pada anak-anak. Anestesi regional dirasa
lebih efektif dalam mengurangi stres operasi selama operasi dibandingkan
dengan opioid sistemik.
Komplikasi respirasi selama dan setelah anestesi umum pada bayi
berupa kolaps alveolus, hipoksemia, apnea, dan bradikardi menjadi salah
satu alasan penggunaan anestesi regional. Risiko terhadap komplikasi ini
dapat diturunkan dengan menggunakan anestesi regional blok daripada
anestesi umum. Tingkat penggunaan ventilator paska anestesi juga dapat
diturunkan, terutama pada operasi besar seperti operasi pada daerah thorak,
abdomen bagian atas, dan jantung.
Selain itu, anestesi regional blok juga dapat digunakan sebagai
analgesik. Nyeri akut yang disebabkan oleh kontraksi otot dada dan abdomen
dapat menyebabkan berkurangnya volume tidal dan ventilasi alveolar. Nyeri
pada bayi dan anak-anak dengan usia muda sangat rentan menyebabkan
kegagalan nafas, sehingga saat ini banyak digunakan anestesi regional untuk
meminimalisasi nyeri paska operasi yang lebih aman digunakan daripada
penggunaan opioid.
Blok kaudal dan penis dorsal sangat efektif digunakan pada tindakan
sirkumsisi yang dilakukan pada neonatus dan anak-anak dengan usia muda
dalam keadaan sadar. Blok ilioinguinal dan rektus, blok abdominal
transversus, dan infiltrasi luka dengan anestesi lokal sering dilakukan
bersamaan dengan anestesi umum. Pada neonatus dapat dilakukan anestesi
spinal, epidural, dan kaudal yang berfungsi untuk menurunkan penggunakan
agen anestetik umum dan opioid, menurunkan kebutuhan ventilasi mekanik
paska operasi, dan menurukan risiko komplikasi respiratori paska operasi.
Namun apabila dibandingkan dengan penggunaan teknik anestesi
regional pada dewasa, penggunaan anestesi regional pada anak-anak dan
bayi masih jarang dilakukan. Berdasarkan survei yang dilakukan di Perancis,
anestesi regional pada anak-anak dilakukan sekitar 12% dan pada bayi
sekitar 1% dari total kasus anestesi. Anestesi regional pada neonatus sangat
jarang dilakukan, bahkan tidak pernah dilakukan. Berdasarkan beberapa
penelitian dan meta-analisis, teknik anestesi epidural dapat mengurangi lama
perawatan di rumah sakit, mengurangi komplikasi pada sistem respirasi,
vaskular, dan gastrointestinal seperti mual dan muntah paska operasi.

Anestesi regional kontinyu

Anestesi regional kontinyu yang dilakukan pada intraoperatif dan


paska operatif secara kateter blok sentral da perifer menjadi teknik yang
sering digunakan pada anak-anak. Indikasi penempatan kateter pada blok
saraf perifer secara kontinyu adalah durasi prosedur operasi yang lama dan
prosedur operasi yang menyebabkan nyeri paska operasi selama beberapa
hari. Hal ini dilakukan karena lama kerja agen anestetik lokal hanya sekitar
3-5 jam sehingga pada operasi yang berdurasi yang lama memerlukan
tambahan anestesi lokal.
Rehabilitasi paska operasi dan fisioterapi juga merupakan indikasi
utama. Hal ini disebabkan oleh karena dengan mengontrol nyeri, maka
proses rehabilitasi dapat dilakukan secara maksimal. Beberapa penelitian
menyebutkan efikasi dan keamanan agen anestesi yang dilakukan secara
kateter perifer serta komplikasi dan efek samping paska operasi yang rendah.
Risiko terhadap respon stres dan komplikasi paska operasi pada anestesi
dengan kateter perifer lebih rendah apabila dibandingkan dengan anestesi
umum. Selain itu, teknik anestesi ini dapat mengurangi biaya paska operatif,
penggunaan perawatan intensif, dan durasi perawatan di rumah sakit.
Pada neonatus, kateter epidural yang dipasang di hiatus sakralis dapat
berespon terhadap tingkat lumbar dan thorak. Kateter ini memungkinkan
neonatus yang dilakukan anestesi epidural tanpa kekhawatiran cidera spinal.
Pada 15.013 kasus anestesi blok sentral, 29 kasus diantaranya dilakukan
kateter neuraksis dan komplikasi selama 0-30 hari paska operasi pada
neonatus baik aterm ataupun preterm adalah 0%.
Keterbatasan

Anatomi pada anak-anak berbeda dengan dewasa dalam hal ukuran


dan posisi dari korda spinal. Pada neonatus, korda spinal berakhir pada L3
dan duramater berakhir pada S3 sehingga cidera pada korda spinalis dapat
terjadi pada prosedur anestesi blok epidural regio lumbar walaupun sudah
dilakukan pada tingkat yang lebih rendah. Pada tahun pertama kehidupan,
korda spinal dan duramater berakhir pada L1, L2, dan S2. Jaringan lemak
longgar epidural meningkatkan penyebaran anestesi lokal, bahkan sampai
dengan regio thorak. Pada usia 6-8 tahun, anetesi blok sentral spinal, dan
epidural dapat meminimalisasi komplikasi berupa perubahan kardiovaskular.
Myelinisasi tidak terjadi secara sempurna sampai dengan usia 12
tahun. Myelinisasi yang tidak sempurna menyebabkan penetrasi dari agen
anestetik lokal yang lebih baik pada serabut saraf. Selain itu, jaringan
longgar disekitar saraf juga dapat meningkatkan penyebaran dari agen
anestetik lokal. Karena agen anestetik lokal mudah tersebar pada anak-anak,
maka durasi anestesi blok dapat menjadi lebih singkat daripada pada dewasa.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Martin Johr, menyebutkan tiga
fenomena yang menggambarkan farmakokinetik pada neonatus dan bayi,
yaitu sebagai berikut.
1. Distribusi terbanyak pada plasma
2. Peningkatan ikatan fraksi protein bebas yang akan meningkatkan
toksisitas
3. Klerens metabolisme yang minimal
Semua faktor diatas dapat meningkatkan risiko toksisitas anestesi
lokal yang berakibat pada berkontribusi dalam meningkatkan risiko toksisitas
anestesi lokal yang berdampak pada kadar obat bebas yang bersirkulasi
dalam plasma selama penggunaan anestesi regional.
Kontraindikasi absolut dilakukannya anestesi spinal adalah penolakan
dari orangtua, adanya gangguan koagulasi, infeksi di lokasi induksi anestesi
spinal, alergi pada agen anestetik lokal, hipovolemik berat, penyakit
neurologis, dan kejang yang tidak dapat dikontrol.
Organisasi anesteologis anak di Perancis melaporkan dari 85.412
prosedur anestesi terdiri dari 61.003 kasus anestesi dilakukan secara umum
dan 24.209 kasus dilakukan secara anestesi regional, dimana 15.013 kasus
atau 60% dilakukan secara blok kaudal. Komplikasi jarang terjadi dan minor,
tanpa diikuti dengan sekuel. Tingkat komplikasi pada anestesi regional blok
kaudal adalah 0.9/1.000, sedangkan pada blok sentral sebesar 1.5/1.000.

Kesimpulan

Anestesi regional tidak dapat menggantikan anestesi umum pada


anak-anak. Namun, berdasarkan manfaat yang tinggi dan komplikasi yang
rendah selama anestesi, anestesi regional dapat dipertimbangkan dilakukan
pada anak-anak.
ANESTESI REGIONAL

1. Definisi
Anestesi adalah tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk
menghilangkan rasa nyeri ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lain yang menimbulkan rasa nyeri pada tubuh (Morgan, 2011).
Menurut jenis kegunaannya, anestesi dibagi menjadi anestesi umum
yaitu teknik anestesi yang disertai hilangnya kesadaran, serta anestesi
regional dan anestesi lokal yaitu teknik anestesi yang menghilangkan
rasa nyeri di satu bagian tubuh saja tanpa menghilangnya kesadaran
(Sjamsuhidajat & De Jong, 2012).
Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian
tubuh untuk sementara pada impuls saraf sensorik, sehingga impuls
nyeri dari satu bagian tubuh diblokir untuk sementara atau dapat
kembali seperti semula. Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau
seluruhnya, tetapi pasien tetap dalam keadaan sadar.
2. Keuntungan
Berikut merupakan keuntungan yang didapat dari tindakan
anestesi regional.
a. Alat yang dibutuhkan tidak banyak dan teknik relatif sederhana,
sehingga biaya relatif lebih murah.
b. Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi darurat,
keadaan lambung penuh) karena penderita sadar.
c. Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.
d. Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi.
e. Perawatan post operasi lebih ringan.
3. Kerugian
Berikut merupakan kerugian yang didapat dari tindakan anestesi
regional.
a. Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional.
b. Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif.
c. Sulit diterapkan pada anak-anak.
d. Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional.
e. Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional.
4. Klasifikasi
a. Blok sentral atau blok neuroaksial
Anestesi tipe blok neuroaksial akan menyebabkan blok
simpatis, analgesia sensoris dan blok motoris (tergantung dari
dosis, konsentrasi, dan volume obat anestesi lokal tersebut). Teknik
anestesi ini meliputi anestesi spinal dan anestesi epidural,
1) Anestesi spinal
Anestesi spinal adalah pemberian obat anesteti lokal ke
dalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal diperoleh dengan
cara menyuntikkan anestetik lokal ke dalam ruang
subarachnoid. Anestesi spinal (anestesi subaraknoid) disebut
juga sebagai analgesi atau blok spinal intradural atau blok
intratekal.
Berikut merupakan indikasi dilakukannya tindakan
anestesi spinal.
a) Bedah ekstremitas bawah
b) Bedah panggul
c) Tindakan sekitar rektum perineum
d) Bedah obstetrik-ginekologi
e) Bedah urologi
f) Bedah abdomen bawah
g) Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya
dikombinasikan dengan anestesi umum ringan
Berikut merupakan kontraindikasi dilakukannya
tindakan anestesi spinal.
a) Absolut
i. Pasien menolak
ii. Infeksi pada tempat suntikan
iii. Hipovolemia berat atau syok
iv. Koagulopati atau mendapat terapi koagulan
v. Tekanan intrakranial meningkat
vi. Fasilitas resusitasi minimal
vii. Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen
anestesi
viii. Terdapat perdarahan intra atau ekstra kranial
b) Relatif
i. Infeksi sistemik
ii. Infeksi sekitar tempat suntikan
iii. Kelainan neurologis
iv. Kelainan psikis
v. Prediksi bedah yang berjalan lama
vi. Penyakit jantung
vii. Hipovolemia ringan
viii. Nyeri punggung kronik
Berikut merupakan prosedur yang dilakukan pada teknik
anestesi spinal.
a) Persiapan pratindakan
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal
seperti persiapan pada anastesia umum. Daerah sekitar
tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan
kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang
punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba
tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan
mengenai informed consent, pemeriksaan fisik yaitu tidak
dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang
punggung, dan pemeriksaan laboratorium yaitu angka
Hemoglobin, Hematokrit, Prothrombine Time (PT),
Partial Thromboplastine Time (PTT), Bleeding Time (BT),
dan Clotting Time (CT).
b) Persiapan peralatan dan anestetik
i. Peralatan monitor, yang menunjukan tekanan darah,
nadi, pernafasan, suhu tubuh, EKG, dan saturasi
oksigen
ii. Peralatan resusitasi
iii. Jarum spinal, yaitu jarum dengan ujung tajam (ujung
bambu runcing/quinckebacock) atau jarum spinal
dengan ujung pinsil (pencil point whitecare)
iv. Anestetik
– Lidokain (xylocain, lignokain) 2%, dosis 20-100
mg (2-5 ml)
– Lidokain (xylocain, lignokaine) 5% dalam
dextrose 7.5%), dosis 20-50 mg (1-2ml)
– Bupivakaine (markaine) 0.5% dalam air, dosis 5-
20mg (1-4ml)
– Bupivakaine (markaine) 0.5% dalam dextrose
8.25%, dosis 5-15mg (1-3ml)
c) Persiapan penderita
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus
dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling
sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja
operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit
perubahan posisi pasien. Dapat juga diberi bantal kepala,
dengan tujuan selain untuk membuat pasien nyaman, juga
supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk
maksimal agar processus spinosus mudah teraba.
d) Induksi anestesi
i. Tandai tempat tusukan yaitu perpotongan antara garis
yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka, misal
L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau di
atasnya berisiko trauma terhadap medula spinalis.
ii. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau
alkohol.
iii. Injeksi anestesi lokal pada tempat tusukan, misalnya
dengan lidokain 1-2% sebanyak 2-3 ml.
iv. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2 cm agak
sedikit ke arah sefal, kemudian masukkan jarum
spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut.
v. Setelah resistensi menghilang, mandarin jarum spinal
dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat
dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik)
diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan
posisi jarum tetap baik.
Berikut merupakan komplikasi yang dapat timbul akibat
tindakan anestesi spinal.
a) Hipotensi berat, yaitu akibat blok simpatis terjadi venous
pooling yang dapat dicegah dengan memberikan infus
cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml sebelum
tindakan.
b) Bradikardia, yang dapat terjadi tanpa disertai hipotensi
atau hipoksia, terjadi akibat blok sampai T-2.
c) Hipoventilasi, yaitu akibat paralisis saraf frenikus atau
hipoperfusi pusat kendali nafas
d) Trauma pembuluh saraf
e) Trauma saraf
f) Mual-muntah
g) Gangguan pendengaran
h) Blok spinal tinggi atau spinal total
2) Anestesi epidural
Anestesia epidural adalah blokade saraf dengan
menempatkan obat di ruang epidural. Ruang ini berada di
antara ligamentum flavum dan duramater. Kedalaman ruang
ini rata-rata 5 mm dan di bagian posterior kedalaman maksimal
pada daerah lumbal.
Berikut merupakan indikasi dilakukannya anestesi
epidural.
a) Sebagai anestesi saja di mana operasi tidak
dipertimbangkan, misalnya pada persalinan
b) Sebagai tambahan untuk anestesi umum dengan tujuan
dapat mengurangi kebutuhan pasien akan analgesik opioid,
misalnya pada histerektomi, bedah ortopedi, laparotomi,
dan perbaikan aneurisma aorta terbuka
c) Sebagai teknik tunggal untuk anestesi bedah, misalnya
pada operasi caesar
d) Sebagai analgesia pasca-operasi
e) Sebagai perawatan sakit punggung dengan cara injeksi
analgesik dan steroid ke dalam ruang epidural
f) Sebagai pengurang rasa sakit kronis atau peringanan gejala
dalam perawatan terminal, biasanya dalam jangka pendek
atau menengah.
Berikut merupakan kontra-indikasi dilakukannya
anestesi epidural.
a) Kelainan anatomis, seperti spina bifida,
meningomyelocele, atau skoliosis
b) Operasi tulang belakang sebelumnya, dimana jaringan
parut dapat menghambat penyebaran obat
c) Beberapa masalah sistem saraf pusat, termasuk multiple
sclerosis
d) Beberapa masalah katup jantung, seperti stenosis aorta
dimana vasodilatasi yang diinduksi oleh obat bius dapat
mengganggu suplai darah ke jantung
Berikut merupakan prosedur yang dilakukan pada
anestesi epidural.
a) Memposisikan pasien seperti pada analgesia spinal.
b) Menandai lokasi tusukan jarum epidural yaitu biasanya
dilakukan pada ketinggian L3-4
c) Mengenal ruang epidural dengan teknik hilangnya
resistensi (loss of resistance) yaitu diberikan anestetik
lokal pada tempat suntikan, kemudian jarum epidural
ditusuk sedalam 1-2 cm, selanjutnya NaCl disuntikkan
perlahan dan terputus-putus sambil mendorong jarum
epidural sampai terasa menembus jaringan keras
(ligamentum flavum) yang disusul hilangnya resistensi.
d) Uji dosis (test dose), pada dosis tunggal dilakukan setelah
ujung jarum diyakini berada dalam ruang epidural dan
pada dosis berulang melalui kateter yang dilakukan
dengan memasukkan anestetik lokal 3 ml yang sudah
bercampur adrenalin 1:200.000
e) Induksi anestesi, yang dilakukan dengan cara menyuntikan
anesteti lokal secara bertahap setiap 3-5 menit sampai
tercapai dosis total
f) Uji keberhasilan epidural mengenai blok simpatis
diketahui dari perubahan suhu, blok sensorik dari uji tusuk
jarum, dan blok motorik dari skala bromage
b. Blok perifer atau blok saraf, yang meliputi anestesi topikal, infiltrasi
lokal, blok lapangan, dan analgesia regional intravena.

Anda mungkin juga menyukai