Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

ANESTESI EPIDURAL:
CERVICAL BLOCK, CAUDAL BLOCK, DAN WELA

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SYARAT KEPANITERAAN KLINIK


BIDANG ANESTESIOLOGI DAN RAWAT INTENSIF
DI BLU RSUD KOTA SEMARANG

Oleh :
Adwina Syafitri
030.11.008

Pembimbing :
Dr. Purwito Nugroho, Sp.An

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2015

LEMBAR PENGESAHAN

Nama

: Adwina Syafitri

NIM

: 030.11.008

Fakultas

: Kedokteran Umum

Universitas

: Universitas Trisakti

Tingkat

: Program Pendidikan Profesi Dokter

Bidang Pendidikan

: Anestesiologi Dan Rawat Intensif

Periode Kepaniteraan Klinik : 10 Agustus 2015 12 September 2015


Judul Makalah

: ANESTESI EPIDURAL: CERVICAL BLOCK, CAUDAL,


BLOCK, DAN WELA

Diajukan

: September 2015

Pembimbing

: Dr. Purwito Nugroho, Sp.An, M.M

TELAH DIPERIKSA DAN DISAHKAN TANGGAL :

PEMBIMBING

Dr. Purwito Nugroho, Sp.An, M.M


NIP : 19551221 198301 1 002

ii

KATA PENGANTAR
Puji syukur yang sebesar-besarnya kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa
yang telah memberikan kasih, rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah dengan judul
Anestesi Epidural: Cervical Block, Caudal Block, dan WELA ini dapat terselesaikan
dengan baik.
Makalah ini disusun guna melengkapi tugas kepaniteraan Ilmu Anestesiologi dan
Rawat Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di RSUD Kota Semarang periode 10
Agustus 2015 sampai 12 September 2015. Melalui makalah ini, penulis ingin mencoba
menyajikan informasi mengenai Anestesi Epidural: Cervical Block, Caudal Block, dan
WELA bagi para pembaca, khususnya kalangan medis dan paramedis, dengan harapan agar
menambah pengetahuan mengenai prosedur pelaksanaannya.
Dalam penyusunan makalah ini, ada berbagai hambatan dalam memperoleh
informasi, seperti sulitnya memperoleh keakuratan data dengan melakukan seleksi dari
berbagai sumber, serta kurangnya pengalaman penulis dalam menyusun makalah ilmiah.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada:
1. Dr. Susi Herawati, M.Kes., selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang.
2. Dr. Purwito Nugroho, Sp.An. M.M, selaku pembimbing makalah serta pembimbing
Kepaniteraan Klinik Anestesiologi dan Rawat Intensif di BLU RSUD Kota Semarang.
3. Dr. Donni Indra Kusuma, Sp.An, Msi.Med, selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik
Anestesiologi BLU RSUD Kota Semarang.
4. Dr. Satrio, Sp.An , selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Anestesiologi BLU RSUD
Kota Semarang.
5. Dr. Taufik, Sp.An , selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Anestesiologi BLU RSUD
Kota Semarang.
6. Dr. Ibnu, selaku residen Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Semarang.
7. Rekan-rekan Anggota Kepaniteraan Klinik di Bagian Anestesiologi BLU RSUD Kota
Semarang Periode 10 Agustus 2015 sampai 12 September 2015.
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah ikut membantu
sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan karena kemampuan dan pengalaman
penulis yang masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari semua pihak, supaya makalah ini dapat menjadi lebih
iii

baik, dan dapat berguna bagi yang membacanya. Penulis mohon maaf yang sebesarbesarnya apabila masih banyak kesalahan maupun kekurangan dalam makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.

Semarang, 9 September 2015

Penulis

iv

ANESTESI EPIDURAL: CERVICAL BLOCK, CAUDAL BLOCK, DAN WELA


Adwina Syafitri *, Purwito Nugroho**
ABSTRACT
Epidural nerve block has become a significant advance in neuroaxial anesthesia and
analgesia. The procedure is commonly performed as a sole anesthetic or in combination with
spinal or general anestethic. In performing epidural anesthesia, the indications,
contraindications, and other preparations should be considered. Cervical block, caudal block
and WELA are the kind of epidural anesthesia that often performed nowadays. Cervical
block results in an effective sensory blockade of the superficial cervical and brachial plexus.
Caudal block is produced by injection of local anaesthetic into the caudal canal. cervical and
caudal used both intraoperatively and in the treatment of postoperative or chronic pain.
Meanwhile, by using WELA, mother can give birth normally without pain.
Keywords: epidural anesthesia, walking epidural, cervical block, caudal block
ABSTRAK
Blok saraf epidural telah menjadi teknik yang menguntungkan dalam anastesi dan analgesi
neuroaksial. Prosedur ini dilakukan sebagai teknik anestesi yang berdiri sendiri maupun
dikombinasikan dengan prosedur spinal maupun anestesi umum. Dalam melakukan anestesi
epidural, perlu diperhatikan baik indikasi, kontraindikasi, dan persiapannya. Blok servikal,
blok kaudal dan WELA adalah jenis anestesi epidural yang sering dilakukan. Blok servikal
menghasilkan blokade sensorik pada pleksus servikal superfisial dan pleksus brakial. Blok
kaudal dilakukan dengan cara menyuntikkan anestetik lokal ke dalam kanalis kaudal. Blok
servikal dan kaudal digunakan saat operasi dan juga untuk tatalaksana setelah operasi dan
nyeri kronik. Sementara itu, dengan menggunakan WELA, ibu dapat melahirkan secara
normal tanpa merasakan nyeri.
Kata kunci: anestesi epidural, WELA, blok servikal, blok kaudal
* Coassistant Anestesi FK Trisakti 10 Agustus 2015 12 September 2015
** Dokter Spesialis Anestesiologi di BLU RSUD Kota Semarang

PENDAHULUAN
Anestesi berasal dari kata Yunani an yang berarti tidak atau tanpa dan aesthtos
yang berarti persepsi atau kemampuan untuk merasa. Kata anestesia diperkenalkan oleh
Oliver Wendell Holmes pada tahun 1846 yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang
bersifat sementara, karena pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri
pembedahan. Analgesia ialah pemberian obat untuk menghilangkan nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran pasien.1
Terdapat beberapa tipe anestesi, yang pertama anestesi total, yaitu hilangnya
kesadaran secara total; anestesi lokal yaitu hilangnya rasa pada daerah tertentu yang
diinginkan (pada sebagian kecil daerah tubuh); anestesi regional yaitu hilangnya rasa pada
bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blockade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang
berhubungan dengannya.2
Anestesi regional dibagi menjadi blok sentral (blok neuroaksial) yang meliputi blok
spinal, epidural dan kaudal, serta blok perifer (blok saraf) seperti blok pleksus brakialis,
aksiler, analgesia regional intravena, dan lain-lain.3 Ferdinand Cathelin dan Jean Sigard
pertama kali memperkenalkan anestesi epidural kaudal pada tahun 1901. Sedangkan anestesi
epidural lumbal diperkenalkan oleh Fridel Pages pada tahun 1921 yang diikuti oleh Achille
Doglioti pada tahun 1931.
Anestesi lokal semakin berkembang dan meluas pemakaiannya mengingat berbagai
keuntungan yang ditawarkan diantaranya relatif murah, pengaruh sistemik minimal,
menghasilkan analgesi adekuat dan kemampuan mencegah respons stress secara lebih
sempurna. Namun demikian tanpa keterampilan dan pengetahuan tentang farmakologi obat
anestesi lokal, komplikasi dan manajemen serta pencegahan dan persiapannya akan
membahayakan karena datangnya komplikasi sangat cepat dan tak terduga. Bila pemahaman
teori kurang memadai bisa berakibat fatal karena tidak terdeteksi dan terantisipasi dengan
cepat dan tepat.4 Pada makalah ini akan dijelaskan mengenai berbagai hal tentang 3 jenis
anestesi epidural yaitu cervical block, caudal block, dan WELA (Walking Epidural Lumbar
Analgesia).
PEMBAHASAN
Anestesi Epidural
Anestesia atau analgesia epidural adalah blokade saraf dengan menempatkan obat di
ruang epidural (peridural, ekstradural). Anestesi epidural merupakan salah satu bentuk teknik
blok neuroaksial, dimana penggunaannya lebih luas daripada anestesia spinal. Blok epidural
2

dapat dilakukan melalui pendekatan lumbal, torakal, servikal, atau sakral (yang lazim disebut
blok kaudal). Teknik epidural sangat luas penggunaannya pada anestesia operatif, analgesia
untuk kasus-kasus obstetri, analgesia post operatif dan untuk penanggulangan nyeri kronis.
Obat anestetik lokal di ruang epidural bekerja langsung pada akar saraf spinal yang terletak di
bagian lateral. Awal kerja anestesia epidural lebih lambat dibanding anestesia spinal,
sedangkan kualitas blokade sensorik-motorik juga lebih lemah.1
Anatomi
Medula spinalis berawal pada foramen magnum, sebagai lanjutan dari medula
oblongata, dan meneruskan diri sampai setinggi vertebra lumbalis pertama atau kedua.
Medula spinalis terbungkus rapat oleh membran yang disebut pia mater dan dikelilingi cairan
serebrospinalis (LCS) yang merupakan lanjutan langsung LCS yang mengelilingi otak. LCS
terisi dalam ruang yang tertutup oleh membran ganda, yaitu dura mater dan arakhnoid mater.5
Dura mater, arakhnoid mater, dan pia mater (sesuai urutan lapisan terluar hingga
terdalam) adalah meninges, yaitu tiga membran yang membungkus susunan saraf pusat. Dura
mater adalah pembungkus inelastik kuat yang terdiri dari dua lapisan. Lapisan-lapisan ini
biasanya melekat erat, tetapi di beberapa tempat keduanya terpisah untuk membentuk rongga
berisi darah, sinus dural, atau rongga yang lebih besar, sinus venosus. Darah vena yang
berasal dari otak mengalir ke sinus ini untuk dikembalikan ke jantung. LCS juga masuk
kembali ke darah di salah satu dari sinus-sinus ini. Arakhnoid mater adalah lapisan halus kaya
pembuluh darah dengan penampakan sarang laba-laba. Ruang antara lapisan arakhnoid dan
pia mater di bawahnya, ruang subaraknoid, terisi oleh LCS. Penonjolan jaringan arakhnoid,
vili arakhnoid, menembus celah-celah di dura di atasnya dan menonjol ke dalam sinus dura.
LCS direabsorpsi menembus permukaan vilus-vilus ini untuk masuk ke sirkulasi darah di
dalam sinus. Pia mater adalah lapisan yang paling rapuh dan memiliki banyak pembuluh
darah, serta melekat erat ke permukaan otak dan medula spinalis.6 Dura (dan demikian juga
ruang subaraknoid) meluas sebagai pipa yang ujungnya tersembunyi setinggi vertebra
sakralis kedua.5
Radiks nervus spinalis berjalan ke segmen tubuh di bawah foramen magnum
meninggalkan medula dan melintas melalui ruang subaraknoid. Terdapat 8 nervus servikalis,
12 nervus torakalis, 5 lumbalis, 5 sakralis, dan 1 koksigealis. Karena medula spinalis berakhir
setinggi L2 pada orang dewasa, maka semua radiks nervus di bawah lumbal kedua (yaitu
yang membentuk pleksus lumbalis dan sakralis serta mempersarafi tungkai dan perineum)
melintas hampir vertikal ke bawah ke ruang subaraknoid dalam suatu serabut, yang umumnya
3

dikenal sebagai cauda equina sebelum meninggalkan foramen intervertebralis masingmasing. Pada daerah ini nervus terendam dalam LCS dan disinilah ruang yang paling mudah
dimasuki dengan jarum yang diselipkan di antara vertebra lumbalis, dan anestesi lokal
disuntikkan untuk memberikan blok spinalis. Semua nervis torakalis (T1 sampai T2)
memberikan serabut vasokonstriktor simpatis.5

Gambar 1. Medula spinalis7


Ruang epiduralis terletak di dalam saluran dalam tulang vertebra, diantara dura, dan
periosteum yang membatasi bagian dalam lamina vertebra. Periosteum dan dura bergabung
pada foramen magnum sehingga menutupi ruang epidural di bagian superior. Sebaliknya
ruang subaraknoid berlanjut ke kavum kranium. Ruang epiduralis dibatasi di bagian inferior
oleh hiatus sakralis yang tertutup oleh membrane sakrokoksigealis di apeks tulang sakralis. 4
Ruang epidural berisi sakus duralis, cabang saraf spinal, pleksus venosus epiduralis, arteria
spinalis, pembuluh limfe, dan jaringan lemak.3
Bagian ruang epidural yang terkandung di dalam bagian tulang saluran sakralis
disebut sebagai ruang epidural kauda (atau sakralis). Karena dura mengandung LCS yang
berakhir pada S2 pada orang dewasa, maka terdapat ruang di antara dura dengan membrana
4

sakrokoksigealis, tempat dimasukkannya penyuntikan anestesi lokal, dengan aman sekali,


melalui membrane sakrokoksigealis.4

Gambar 2. Meninges pada medula spinalis8


Medula spinalis diperdarahi oleh a.spinalis anterior dan a. spinalis posterior. Untuk
mencapai LCS, maka jarum suntik akan menembus kulit subkutis lig. Supraspinosum
lig. Interspinosum lig. Flavum ruang epidural duramater ruang subaraknoid.3
Cervical Block (Anestesi Epidural Servikal)
Definisi
Anestesi epidural servikal atau cervical block adalah anestesi regional yang
menghasilkan blokade dari pleksus servikal superfisial (C1/C4) dan brakialis (C5/T1-T2).
Teknik ini digunakan baik untuk intraoperatif maupun penanganan pada post operatif, serta
tatalaksana nyeri kronis. Anestesi epidural servikal pertama kali dideskripsikan oleh Dogliotti
pada tahun 1933.9
Teknik cervical block
Pasien diposisikan dalam posisi lateral dekubitus atau posisi duduk dengan leher
fleksi ke arah dada. Posisi duduk, dengan kepala diletakkan pada meja pemeriksaan
5

memberikan stabilisasi leher yang lebih baik selama prosedur tetapi tidak baik untuk orang
yang rentan terhadap pusing. Setelah dilakukan tindakan a dan antiseptik, disuntikkan
anestesi lokal pada kulit dengan lidokain 1%2% di ruang antara C6-C7 atau C7-T1. Kemudian
disuntikkan jarum Tuohy dengan pendekatan midline (garis tengah) sampai berada di ligamen
posterior. Pendekatan midline dipakai untuk menghindari vena besar yang terletak di lateral.
Stilet kemudian dilepaskan dan syringe untuk uji hilangnya tahanan dihubungkan pada jarum.
Dua sampai tiga ml udara atau normal saline harus berada di dalam syringe. Jarum perlahanlahan disuntikkan 12 mm setiap kalinya sambil mengecek hilangnya tahanan. Saat tahanan
hilang, jarum difiksasi dan dicoba aspirasi untuk mengecek adanya darah atau LCS. Apabila
negatif, dapat disuntikkan anestetik lokal. Prosedur ini kadang melibatkan penyuntikan
kortikosteroid ke dalam ruang epidural. Kortikosteroid adalah obat anti inflamasi yang kuat
dan tahan lama, yang biasanya digunakan untuk penatalaksanaan nyeri kronis akibat kelainan
tulang servikal seperti herniasi diskus servikal atau stenosis spinal yang menyebabkan
terjepitnya saraf sehingga terjadi inflamasi pada saraf.10

Gambar 8. Cervical Block11

Dosis obat
Pilihan obat anestetik tergantung pada durasi yang diperlukan. Pada regio torakal dan
servikal, durasi anestesi epiduralnya 15% lebih pendek dari regio lumbar. Volume dari
anestetik lokal yang diperlukan untuk memblokir seluruh servikal dan 4-5 dermatom adalah
8-12 ml. Dosis inisial sebanyak 8 ml direkomendasikan. Apabila tidak adekuat, maka
tambahan sebanyak 12 ml diberikan setelah menunggu selama 30 menit. Konsentrasi
anestetik lokal tergantung pada apakah diperlukan blok motorik penuh, analgesi sensoris atau
blok simpatik.12
Indikasi
1. Pembedahan pada leher, ekstremitas atas, dan dada.
2. Nyeri
-

Nyeri akut: seperti pada herpes zoster akut, Raynauds disease yang mengenai
ekstremitas atas, cedera pada pleksus brakialis atau cabangnya

Nyeri kronis: kondisi degeneratif pada tulang servikal seperti herniasi diskus
servikal atau stenosis spinal.

Gambar 8. Herniasi diskus9


7

Kontraindikasi
1. Absolut:
-

Pasien menolak

Infeksi bakteri (sitemik atau lokal)

Gangguan pembekuan darah

Hipertensi intrakranial

2. Relatif:
-

Alergi terhadap obat anestesi

Kehamilan

Konsumsi obat yang meningkatkan resiko

Hiperglikemia

Supresi adrenal

Immune compromise

CHF

Kelainan anatomi epidural12

Komplikasi
1. Paraplegia atau kematian, disebabkan karena cedera pada medula spinalis yang dapat
terjadi karena hematoma, infeksi epidural, atau pun trauma langsung dari jarum
epidural.
2. High spinal, akibat kesalahan penyuntikan obat ke ruang subaraknoid.
3. Reaksi toksik, berupa sakit kepala, kesemutan, kesulitan bicara, gangguan
pengelihatan, kedutan otot, kejang dan koma yang disebabkan akibat salah kesalahan
penyuntikan ke pembuluh darah.
4. Hipotensi, akibat blok simpatis dan vasodilatasi perifer
5. Berkurangnya fungsi pernapasan, akibat efek anestetik lokal pada nervus phrenikus
(C3-C5)13
Caudal Block (Anestesi Kaudal)
Definisi
Caudal block atau anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural, karena
kanalis kaudalis adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat ditempatkan di ruang
kaudal melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis ditutup oleh ligametum sakrokoksigeal tanpa
tulang, yang analog dengan gabungan antara ligamentum supraspinosum, ligamentum
8

interspinosum dan ligamentum flavum. Ruang kaudal berisi saraf sakral, pleksus venosus,
filum terminal dan kantung dura.3 Teknik ini sering digunakan pada anak-anak dan sudah
jarang dilakukan pada orang dewasa, karena ruang epidural lumbar dan torakal lebih mudah
diakses pada orang dewasa dibandingkan dengan ruang kaudal. Selain itu, hiatus sakralis
lebih sulit untuk diidentifikasi dan ruang kaudal lebih sulit untuk dimasuki seiring dengan
bertambahnya usia, dimana tulang sakral mulai menyatu, serta meningkatnya resiko
penyuntikan anestetik lokal ke fetus karena letak fetus yang dekat dengan area penyuntikan.14
Teknik caudal block
Posisi pasien telungkup dengan simfisis diganjal (tungkai dan kepala lebih rendah
dari bokong) atau dekubitus lateral, terutama pada wanita hamil. Untuk penyuntikan dapat
digunakan jarum suntik biasa atau jarum dengan kateter vena (venocath, abbocath) ukuran
20-22. Lakukan identifikasi hiatus sakralis yang diperoleh dengan menemukan kornu sakralis
kanan dan kiri serta spina iliaka superior posterior. Dengan menghubungkan ketiga tonjolan
tersebut diperoleh hiatus sakralis. Selain itu, lokasi hiatus sakralis dapat ditemukan dengan
terlebih dahulu mempalpasi koksigeus, lalu palpasi ke arah sefalad (menuju kepala) sampai
teraba lekukan pada kulit. Setelah dilakukan tindakan a dan antiseptic pada daerah hiatus
sakralis, jarum ditusukkan dengan posisi 45 terhadap kulit dan dimasukkan hingga terasa
klik yang menandakan jarum menembus ligamen sakrokoksigeal. Kemudian jarum
diarahkan ke arah sefalad dengan posisi mengarah ke aksis kanalis spinalis. Lakukan aspirasi
untuk melihat adanya LCS atau pun darah. Hasil tes aspirasi yang negatif tidak
menyingkirkan kemungkinan penempatan di intravaskular atau intratekal sehingga harus
selalu diperhatikan tanda toksisitas akut selama penyuntikan obat. Penyuntikan tidak boleh
lebih dari 10 ml/ 30 detik. Sejumlah kecil anestetik lokal disuntikkan sebagai test dose (2-4
ml) dan tidak boleh menghasilkan tonjolan pada jaringan subkutan, atau rasa adanya tahanan
saat penyuntikan obat, atau pun efek sistemik seperti aritmia, kesemutan di sekitar mulut, rasa
baal atau hipotensi. Apabila test dose tidak menimbulkan efek apa pun maka sisa obat
disuntikan, jarum dikeluarkan, dan pasien diposisikan untuk pembedahan.3,15

Gambar 5. Hiatus sakralis16

Gambar 6. Caudal block14


Dosis obat
a. Anak-anak
Menurut formula Armitage

Bupivakain 0,25%, 0.5 ml/kg (sacro-lumbar block)

Bupivakain 0,25%, 1 ml/kg (upper abdominal block)

Bupivakain 0,25%, 1.2 ml/kg (mid-thoracic block)


Dosis maksimal untuk bupivakain epidural adalah.15-0.2 mg/kg/jam pada
neonates dan 0.2-0.3 mg/kg/jam pada bayi.17

Menurut perhitungan Scott14


Dihitung berdasarkan usia dan/atau berat badan anak. Apabila berat badan anak
berlebih, gunakan perhitungan berdasarkan usia untuk menghindari kemungkinan
overdosis.

10

Gambar 7. Dosis obat menurut Scott14


b. Dewasa
-

Bupivakain 0.25%, 20-30 ml (lower abdomen block)

Bupivakain 0.25%, 15-20 ml (lower limb, perineum block)14

Indikasi
a. Untuk pembedahan di bawah umbilikus, seperti koreksi hernia, pencangkokan kulit,
pembedahan pada ekstremitas bawah, dan tindakan di sekitar anus dan perineum.
b. Analgesi obstetri untuk persalinan dengan bantuan alat. Harus dilakukan dengan hatihati karena letak kepala fetus yang dekat dengan area penyuntikan.
c. Nyeri kronis, seperti nyeri pada kaki akibat prolapse diskus intervertebralis.15
Kontraindikasi
a. Pasien menolak
b. Infeksi pada tempat penusukan
c. Kista pilonidal
d. Koagulopati
e. Anomali kongenital pada spinal dan meninges15

Komplikasi
a. Injeksi intravaskular atau intraoseus, yang dapat menyebabkan kejang grand mal
dan/atau serangan kardio-respiratorik.

11

b. Penyuntikan dura, yang dapat menyebabkan blok spinal apabila dosis untuk caudal
block disuntikkan ke dalam ruang subaraknoid. Pasien akan mengalami apneu dan
hipotensi dengan cepat. Penatalaksanaannya adalah dengan mengontrol jalan napas
dan pernapasan, dan penatalaksanaan tekanan darah dengan pemberian cairan
intravena serta vasopressor seperti efedrin.
c. Perforasi rektum. Kontaminasi dari jarum sangat berbahaya apabila masuk ke dalam
ruang epidural.
d. Sepsis
e. Retensi urin
f. Block gagal atau tidak sempurna
g. Hematom15
WELA (Walking Epidural Lumbar Analgesia)
Definisi
WELA (Walking Epidural Lumbar Analgesia) merupakan teknik persalinan bebas
nyeri yang menggunakan teknik seperti anestesi epidural, dimana ibu dapat melakukan
persalinan normal bebas nyeri dan ibu tetap dapat mengejan, serta bergerak. Teknik ini
memberikan kenyaman bagi ibu- ibu yang menghendaki proses kelahiran bayinya tanpa
merasakan adanya nyeri. WELA dilakukan saat proses persalinan telah terjadi yaitu ditandai
dengan adanya kontraksi rahim dan rasa nyeri, dan biasanya dilakukan setelah pembukaan
serviks 2 cm.18
Nyeri saat persalinan kala I berasal dari kontraksi uterus dan dilatasi serviks yang
dijalarkan melalui serabut saraf eferen yang berasal dari uterus bersama rantai simpatis dan
memasuki medula spinalis pada level T10-L1. Nyeri pada ahir kala I dan awalkala II berasal
dari stimulasi nyeri struktur pelvis yang dipersarafi oleh serabut saraf sensorik lumbal bawah.
Nyeri selama persalinan berasal dari distensi perineum oleh bagian terbawah janin,
peregangan dan tarikan perineum menyebabkan transmisi sinyal nyeri dari tiga segmen sakral
yaitu S2-S4.19 Pada teknik ini obat analgesi disuntikan melalui interspace L 2-3 atau L3-4 menuju
ruang epidural (sama seperti pelaksanaan anestesi epidural). Adapun blok yang kita inginkan
setinggi T10- S5 yang mempersarafi uterus dan jalan lahir pada proses persalinan.18
Ada beberapa persyaratan untuk melakukan tindakan WELA, antara lain20:
1. Atas permintaan pasien
2. Ibu tidak memiliki panggul sempit.
3. Ibu tidak pernah melakukan sectio caesarea sebelumnya.
12

4. Dilahirkan di kamar bersalin Rumah Sakit yang memiliki alat- alat kelengkapan
resusitasi/ alat emergensi.
5. Mengisi dan menandatangani persetujuan tindakan.
6. Dilakukan oleh dokter spesialis anestesi.
Teknik WELA (analgesia epidural)
1. Posisi pasien pada saat penyuntikan epidural bisa dilakukan dengan posisi duduk
(sitting position) maupun posisi miring (lateral decubitus).
2. Tusukan jarum epidural biasanya dikerjakan pada ketinggian L3-4, karena jarak antara
ligamentum flavum-duramater pada ketinggian ini adalah yang terlebar.3

Gambar 3. Anestesi epidural21


3. Jarum epidural yang digunakan ada dua macam:
-

Jarum ujung tajam (Crawford): untuk dosis tunggal.

Jarum ujung khusus (Tuohy): untuk pemandu memasukkan kateter ke ruang


eipdural. Jarum ini biasanya ditandai setiap cm.3

Gambar 4. Jarum epidural22


13

4. Untuk mengenal ruang epidural digunakan teknik:


-

Teknik hilangnya resistensi (loss of resistance)


Teknik ini menggunakan semprit kaca atau semprit plastik rendah
resistensi yang diisi udara atau NaCl sebanyak 3 ml. Setelah diberikan
anastetik lokal pada tempat suntikan, jarum epidural ditusukkan sedalam 12cm. Kemudian udara atau NaCl disuntikkan perlahan-lahan secara terputusputus sambil mendorong jarum epidural sampai terasa menembus jaringan
keras (ligamentum flavum) yang disusul oleh hilangnya resistensi.

Teknik tetes tergantung (hanging drop)


Pada teknik ini menggunakan jarum epidural yang diisi NaCl sampai
terlihat ada tetes NaCl yang menggantung. Dengan mendorong jarum epidural
perlahan-lahan secara lembut sampai terasa menembus jaringan keras yang
kemudian disusul oleh tersedotnya tetes NaCl ke ruang epidural.

5. Uji dosis (test dose)


Dilakukan setelah ujung jarum diyakini berada dalam ruang epidural.
Masukkan anestetik lokal 3 ml yang sudah bercampur adrenalin 1:200.000. Jika tak
ada efek setelah beberapa menit, kemungkinan besar letak jarum atau kateter benar.
Jika terjadi blokade spinal, menunjukkan obat masuk ke ruang subaraknoid karena
terlalu dalam. Jika terjadi peningkatan laju nadi sampai 20-30%, kemungkinan obat
masuk vena epidural.3
7. Metode pemberian
-

Metode Standar dengan Injeksi bolus epidural


Merupakan blok lengkap, yaitu memblok saraf spinalis T10 sampai S5.
Pada kala I yang diberikan adalah bupivakain 0,125% atau Naropin 0,225%.
Dengan menggunakan Naropin memberikan hasil yang lebih baik dalam
penanggulangan nyeri persalinan, minimal dalam memblok motorik, dan
memberikan waktu analgesi yang lebih panjang. Cara pemberiannya dengan
memasukkan bolus 3ml kemudian 5ml kemudian 5ml Naropin 2mg/ml, pada
keadaan tertentu boleh dtambah 5ml.

Continuous epidural infusion


Dengan menggunakan infus 6-8 ml/ jam Naropin 2mg/ml dapat
meminimalkan kebutuhan dan total bolus yang diberikan.

14

Patient-Controlled Epidural Analgesia (PCEA)


PCEA dalam persalinan bebas nyeri merupakan metode dengan
memberikan pasien keleluasaan untuk menambah obat yang dimasukkan
melalui epidural kateter ketika merasakan nyeri. Cara ini telah terbukti dapat
diandalkan karena masing-masing individu memiliki batas rangsang sakit
yang berbeda-beda.18

Indikasi
Indikasi untuk melakukan WELA dibagi menjadi dua, yaitu berdasarkan ibu dan
janin:
2. Ibu
-

Pasien yang merasakan nyeri sekali dalam persalinan

Persalinan kala I yang lama sekali dan nyeri sekali

Pasien dengan perasaan cemas dan takut

Pasien sendiri yang meminta

Kehamilan dengan kelainan sistem kardiovaskuler, seperti pada: preeklampsia dan


eklampsia

3.

Kehamilan dengan penyakit sistem pernafasan

Bayi
-

Bayi prematur18

Kontraindikasi
-

Ibu menolak

Infeksi lokal ditempat tusukan

Bleeding disorder dan kelainan koagulopati

Alergi terhadap obat analgetik

Bekas sectio caesarea18

Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi akibat analgesia epidural / WELA pada persalinan
antara lain:
-

Hipotensi
Hipotensi (penurunan tekanan darah arteri sistolik sebesar 20- 30% atau lebih
rendah dari 100mmHg). Hipotensi disebabkan oleh karena: blok serabut saraf
simpatis yang menimbulkan vasodilatasi. Selain itu pada ibu hamil juga terjadi
15

aorto caval syndrome dimana uterus menekan v.cava dan aorta sehingga aliran
balik ke jantung terganggu.
Pencegahan: mendorong rahim ke kiri, pemberian cairan kristaloid 500- 1000ml,
oksigenasi, jika tekanan darah tetap rendah kurang dari 90mmHg dapat diberikan
-

vasopresor (ephedrine 10 mg iv).


High Blokade
Pada high blockade dapat menyebabkan hipotensi dan paralisis pernafasan.
Menggigil
Penyebab pasti pada menggigil belum diketahui, bisa diakibatkan suhu ruangan
yang dingin, atau karena penguapan tubuh yang mengalami vasodilatasi.
Penanggulangan: pasien diselimuti, suhu ruangan dihangatkan, oksigenasi, bila

belum berhasil dapat diberikan petidin dengan dosis 12,5 mg iv.


Mual dan Muntah
Keluhan mual dan muntah dapat disebabkan karena hipotensi atau efek samping
dari oksitoksik (metergin atau sintosinon).
Penyuntikan zat analgetika lokal diluar ruang epidural
a. Didalam ruang subaraknoid
Dapat terjadi analgesia subaraknoid total sehingga pasien dapat mengalami
penurunan kesadaran, hipotensi berat, dan mengalami gagal nafas. Hal ini
dapat dicegah dengan uji dosis.
b. Di dalam pembuluh darah
Dapat terjadi reaksi toksik, adapun tanda dan gejala klinisnya berupa sakit
kepala, kesemutan, kesulitan bicara, gangguan pengelihatan, kedutan otot,
kejang dan koma. Bila gejala klinis berat maka perlu dilakukan resusitasi
jantung paru dan diberikan obat anti kejang.18

KESIMPULAN
Anestesia adalah keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat
dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan. Analgesia ialah pemberian obat
untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran pasien. Terdapat beberapa tipe
anestesi, yaitu anestesi total, anestesi lokal, dan anestesi regional. Anestesi regional dibagi
menjadi blok sentral (blok neuroaksial) yang meliputi blok spinal, epidural dan kaudal, serta
blok perifer (blok saraf) seperti blok pleksus brakialis, aksiler, analgesia regional intravena,
dan lain-lain.
Anestesi epidural servikal atau cervical block adalah anestesi regional yang
menghasilkan blokade dari pleksus servikal superfisial (C1/C4) dan brakialis (C5/T1-T2).
Teknik ini digunakan baik untuk intraoperatif maupun penanganan pada post operatif, serta

16

tatalaksana nyeri kronis. Pada teknik ini disuntikkan obat anestetik lokal, steroid, ataupun
keduanya. Steroid berguna sebagai anti inflamasi pada pengobatan nyeri kronik.
Caudal block atau anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural, karena
kanalis kaudalis adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat ditempatkan di ruang
kaudal melalui hiatus sakralis. Teknik ini sering digunakan pada anak-anak dan sudah jarang
dilakukan pada orang dewasa. Indikasinya yaitu untuk pembedahan di bawah umbilikus,
analgesi obstetri untuk persalinan dengan bantuan alat, dan penatalaksanaan nyeri kronis.
WELA (Walking Epidural Lumbar Analgesia) merupakan teknik persalinan bebas
nyeri yang menggunakan teknik seperti anestesi epidural, dimana ibu dapat melakukan
persalinan normal bebas nyeri dan ibu tetap dapat mengejan, serta bergerak. Indikasi WELA
diantaranya adalah pasien yang merasakan nyeri sekali dalam persalinan, persalinan kala I
yang lama sekali dan nyeri sekali, pasien dengan perasaan cemas dan takut, Kehamilan
dengan kelainan sistem kardiovaskuler seperti, preeklampsia dan eklampsia, dan bayi
prematur.
Anestesi lokal semakin berkembang dan meluas pemakaiannya mengingat berbagai
keuntungan yang ditawarkan diantaranya relatif murah, pengaruh sistemik minimal,
menghasilkan analgesi adekuat dan kemampuan mencegah respons stress secara lebih
sempurna. Namun demikian tanpa keterampilan dan pengetahuan tentang farmakologi obat
anestesi lokal, komplikasi dan manajemen serta pencegahan dan persiapannya akan
membahayakan karena datangnya komplikasi sangat cepat dan tak terduga.
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Introduksi. Anestesiologi. 2nd ed. Jakarta: Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2002.p.1
2. Samodro R, Sutiyono D, Satoto HH. Mekanisme kerja obat anestesi lokal. Jurnal
anestesiologi Indonesia 2011.3(1):48-59
3. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Anestesia Regional. Anestesiologi. 2nd ed. Jakarta:
Bagian

Anestesiologi

dan

Terapi

Intensif

Fakultas

Kedokteran

Universitas

Indonesia;2002.p.105-18
4. Marwoto, Primatika AD. Anestesi lokal/regional.In: Soenarjo, Jatmiko HD, editors.
Anestesiologi. Semarang: Ikatan Dokter Spesialis Anestesi dan Reanimasi (IDSAI)
Cabang Jawa-Tengah;2010.p.309
5. Boulton TB, Blogg CE. Anestesi lokal dan regional. In: Wulandari WD, editor.
Anestesiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;1994.p.123-5
17

6. Sherwood L. Susunan saraf pusat. In: Yesdelita N, ed. Fisiologi manusia dari sel ke
sistem. 6th ed. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC. 2009.p.151-52
7. Anonymous.

Spinal

cord.

Available

at:

http://medical-

dictionary.thefreedictionary.com/spinal+cords. Accessed: September 7th, 2015


8. Anonymous. Arrangement of the spinal meninges and their space. Available at:
http://faculty.spokanefalls.edu/InetShare/AutoWebs/GaryB/AP%20242/Unit%204/Spinal
%20cord%20and%20Brain%20strucutres_files/frame.htm. Accessed: September 7th,
2015
9. Baylot D, Mahul P, Navez ML, Hajjar J, Prades JM, Auboyer C. Cervical epidural
anesthesia. Ann Fr Anesth Reanim 1993;12(5):483-92
10. Williams L, Wilkins L. Injection proseduresIn: Delisa JA, Gans BM, Walsh NE, editors.
Physical medicine & rehabilitation principles and practice. Philadelphia: Library of
Congress Cataloging-in-Publication Data;2005.p.320
11. Brown. Atlas of Regional Anesthesia. 3rd ed. Saunders: Elsevier;2006
12. Hicks

MS.

Cervical

epidural

anesthesia.

Available

at:

http://www.pabst-

publishers.de/Medizin/med%20Zeitschriften/jai/1995-2/art-3.html. Accessed: September


9th, 2015.
13. Jankovic D, Peng Philip. Cervical intralaminar epidural block. Regional nerve block in
anesthesia

and

pain

therapy.

4th

ed.

Switzerland:

Springer

International

Available

at:

Publishing;2015.p.226-30
14. Anonymous.

Caudal

block.

http://www.pitt.edu/~regional/Caudal/caudal_block.htm. Accessed: September 7th, 2015.


15. International

Anesthesia

Research

Society.

Caudal

anesthesia,

Available

at:

https://www.openanesthesia.org/caudal_anesthesia/. Accessed: September 7th, 2015


16. Wheeler

AH.

Therapeutic

Injections

for

Pain

Management.

Available

at:

http://misc.medscape.com/pi/iphone/medscapeapp/html/A1143675-business.html.
Accessed: September 7th, 2015
17. Anonymous. Caudal anaesthesia. Available at: http://www.frca.co.uk/article.aspx?
articleid=100131. R 7th, 2015.
18. Muhiman M, Sembalangi H, Iskandar S, Lolong RW. Penanggulangan Nyeri pada
Persalinan. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1986; 41-90.
19. Susilowati D, Leksaba E, Harahap MS. Anestesi obstetri. In: Soenarjo, Jatmiko HD,
editors. Anestesiologi. Semarang: Ikatan Dokter Spesialis Anestesi dan Reanimasi
(IDSAI) Cabang Jawa-Tengah;2010.p.332
18

20. Mayo Clinic. Labor and delivery. Available at: http://www.mayoclinic.org/healthyliving/labor-and-delivery/indepth/labor-and-delivery/art.20049326. Accessed: September
4th, 2015
21. Healthwise

Staff.

Childbirth:

epidurals.

2015.

https://myhealth.alberta.ca/health/Pages/conditions.aspx?hwid=tn7466.

Available

at:

Accessed:

September 7th, 2015


22. Anonymous.

Regional

anaesthesia

and

analgesia.

Available

at:

http://www.slideshare.net/drudaypratap/reginol-anasth-uday-feb. Accessed: September


7th, 2015

19

Anda mungkin juga menyukai