Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

“Anestesi Epidural”

Disusun oleh :

Wina Ainun Patimah

1102018236

Pembimbing :

dr. Irma, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BEKASI

PERIODE 28 MARET 2022 – 30 APRIL 2022


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan rahmat
dan karunia-Nya referat ini dapat diselesaikan dengan baik. Dengan adanya referat dengan
judul “Magnetic Resonance Imaging (MRI)” saya mengharapkan ini semua dapat menjadi
masukan dan dapat berguna bagi rekan sejawat dalam mengidentifikasi pasien. Penulisan
referat ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas YARSI. Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Edwin M. Hilman,Sp.Rad selaku dokter
pembimbing dalam kepaniteraan klinik Radiologi, dan rekan-rekan koas yang ikut
membantu memberikan semangat dan dukungan moril.

Saya menyadari bahwa referat ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,
saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.semoga
referat ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dalam bidang Radiologi
khususnya dan bidang kedokteran lain pada umunya.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Cibitung, 11 April 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................
2.1...............................................................................................................Defini
si Anestesi Epidural..............................................................................
2.2...............................................................................................................Lokas
i Penyuntikan........................................................................................
2.3...............................................................................................................Tekni
k Penyuntikan.......................................................................................
2.4...............................................................................................................Identi
fikasi Ruang Epidural...........................................................................
2.5...............................................................................................................Posisi
Pasien....................................................................................................
2.6...............................................................................................................Jenis
Jarum.....................................................................................................
2.7...............................................................................................................Indika
si dan Kontraindikasi............................................................................
2.8...............................................................................................................Efek
Samping................................................................................................

3
BAB I

PENDAHULUAN

Anestesi epidural adalah salah satu teknik anestesi regional yang


dilaksanakan dengan memasukkan agen anestesi lokal ke dalam ruang epidural.
Injeksi agen anestesi lokal dapat dilakukan sekali suntik atau berkelanjutan
menggunakan kateter langsung menuju ruang epidural. Posisi rongga epidural
yang sulit dicapai membutuhkan teknik khusus agar kateter dan obat anestesi lokal
dapat mencapainya. Selain itu, rongga epidural merupakan rongga yang vaccum
maka ada beberapa teknik yang dapat dilakukan untuk mencapainya, di antara
loss of ressistance dan hanging drop.1 Teknik ini memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan penggunaan opioid sistemik karena dapat mengurangi mortalitas,
menurunkan insiden komplikasi dan infeksi pulmonal, menurunkan komplikasi
intestinal, dan menurunkan komplikasi kardiak pascaoperasi.2

Lokasi penyuntikan anestesi epidural dapat dilakukan pada tingkat torakal,


lumbal, cervical atau sakral serta teknik ini digunakan luas pada anestesi operatif,
analgesia pada obstetri, analgesia post operatif dan untuk nyeri kronis. Teknik
epidural sering dilakukan di daerah lumbal menggunakan teknik pendekatan
median (midline approach) atau pendekatan paramedian (paramedian approach).
Anestesi epidural pada tingkat lumbal dapat digunakan pada semua prosedur di
bawah diafragma, karena medulla spinalis biasanya berakhir pada tingkat lumbal 1

4
(L1) sehingga dapat menghindari terjadinya suatu komplikasi akibat tusukan dural
tanpa disengaja selama penyuntikan epidural. Blockade epidural pada tingkat
torakal secara teknis lebih sulit dilakukan karena angulasi yang lebih besar dan
processus spinosusnya saling tumpang tindih. Selain itu, lebih besar potensi
terjadinya resiko cedera sumsum tulang belakang akibat tusukan dural tanpa
disengaja.3,4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Aestesi Epidural


Anestesi epidural merupakan salah satu bentuk teknik yang
memblokade neuroaksial, penggunaanya relatif lebih luas dibandingkan
dengan anestesi spinal. Lokasi penyuntikan anestesi epidural dapat
dilakukan pada tingkat torakal, lumbal, cervical atau sakral serta teknik ini
digunakan luas pada anestesi operatif, analgesia pada obstetri, analgesia
post operatif dan untuk nyeri kronis.3,4
Onset dari epidural anesthesia (10-20 menit) lebih lambat
dibandingkan dengan anestesi spinal. Dengan menggunakan konsentrasi
obat anestesi lokal yang relatif lebih encer dan dikombinasikan dengan
obat golongan opioid, hal ini membuat saraf simpatis dan saraf motorik
terblokade, sehingga menghasilkan analgesia tanpa blok pada saraf
motorik. Hal ini banyak dimanfaatkan untuk analgesia pada proses
persalinan dan analgesia post operasi.3,5
Teknik epidural sering dilakukan di daerah lumbal menggunakan
teknik pendekatan median (midline approach) atau pendekatan
paramedian (paramedian approach). Anestesi epidural pada tingkat
lumbal dapat digunakan pada semua prosedur di bawah diafragma, karena

5
medulla spinalis biasanya berakhir pada tingkat lumbal 1 (L1) sehingga
dapat menghindari terjadinya suatu komplikasi akibat tusukan dural tanpa
disengaja selama penyuntikan epidural. Blockade epidural pada tingkat
torakal secara teknis lebih sulit dilakukan karena angulasi yang lebih besar
dan processus spinosusnya saling tumpang tindih. Selain itu, lebih besar
potensi terjadinya resiko cedera sumsum tulang belakang akibat tusukan
dural tanpa disengaja.3,5,6
2.2. Lokasi Penyuntikan
Pendekatan atau identifikasi anatomi dari luar untuk tindakan epidural
analgesia ataupun epidural anestesi dilakukan mulai dari palpasi prosesus
spinosus sebagai penentu garis tengah. Posisi prosesus spinosus servikal
dan lumbal hampir mendekati horizontal sedangkan torakal 4 (T4) hingga
torakal (T9) memiliki posisi sudut prosesus yang tajam ke kaudal. Oleh
karenanya ketika melakukan blok di daerah servikal ataupun lumbar pada
pasien dengan posisi fleksi maksimal, jarum epidural diarahkan dengan
sudut yang lebih sedikit dibandingkan pada pemasangan jarum epidural di
daerah torakal. Pada daerah servikal prosesus spinosus yang pertama
teraba adalah servikal 2 (C2) dan prosesus spinosus servikal 7 (C7)
merupakan prosesus yang paling menonjol. Identifikasi prosesus spinosus
torakal 7 (T7) melalui letaknya yang sejajar dengan sudut inferior dari
skapula. Garis khayal antara ujung atas krista iliaka (Tuffier’s line) untuk
mengidentifikasi lumbar 4 (L4) atau interspace lumbar 4 (L4) – lumbar 5
(L5).5,7

6
Gambar 5. Landmark Identifikasi Level pada Tulang Belakang
(Morgan & Mikhail’s, 2018)1

Gambar 6. Columna Vertebra dengan Perbedaan Arah Angulasi dari


Prosesus Spinosis (Morgan & Mikhail’s, 2018)1

7
2.3. Teknik Penyuntikan
Persiapan dimulai dengan informed consent mengenai tindakan,
persiapan alat resusitasi, pasien telah terpasang akses intravena yang
adekuat dan terpantau dengan alat monitor seperti pulse oksimeter dan
tekanan darah serta EKG. Sterilitas merupakan hal penting karena kateter
epidural terpasang untuk beberapa hari. Pengetahuan mengenai daerah
operasi merupakan hal penting karena kateter epidural harus diletakkan
pada level yang tepat.8
Persiapan jarum dengan ukuran 16G sampai dengan 18G dengan sudut
15 –30 derajat (huber tip) menurunkan resiko tertusuknya duramater dan
memudahkan arah kateter ke cephalad. Sisi jarum terdapat marka garis
yang jarak tiap markanya 1 cm untuk menentukan kedalaman ruang
epidural.5, 8, 9, 10

2.4. Identifikasi Ruang Epidural


1. Teknik Loss of Resistance
Teknik ini menggunakan glass syringe yang diisi oleh udara atau
NaCl sebanyak ± 3 ml. Setelah diberikan anestetik lokal pada tempat
suntikan, jarum epidural dimasukkan sedalam 1-2 cm. Kemudian
udara atau NaCl disuntikkan perlahan-lahan secara bertahap/berselang
(intermittent) sambil mendorong jarum epidural sampai terasa
menembus jaringan keras (ligamentum flavum) yang disusul dengan
hilangnya resistensi. Setelah yakin ujung jarum berada dalam ruang
epidural, dilakukan uji dosis (test dose).5, 7, 8, 9, 10, 11

8
Gambar 7. Teknik Loss of Resistance (Morgan & Mikhail’s,
2013)4
2. Teknik Hanging Drop
Persiapan sama seperti teknik loss of resistance, tetapi pada teknik
ini hanya menggunakan jarum epidural yang diisi NaCl sampai terlihat
ada tetes NaCl yang menggantung. Dengan mendorong jarum epidural
perlahan-lahan secara lembut sampai terasa menembus jaringan keras
yang kemudian disusul tertariknya tetesan NaCl ke ruang epidural.
Setelah yakin ujung jarum berada dalam ruang epidural dilakukan uji
dosis (test dose). 5, 7, 8, 9, 10, 11

9
Gambar 8. Teknik Hanging Drop (Source: noranaes.org)
3. Teknik Paramedian Approach
Pendekatan ini dikatakan memiliki ruang akses menuju ruang
epidural yang lebih besar dibandingkan teknik median terutama pada
tingkat torakal. Laeda dkk, menyimpulkan dibandingkan teknik
median, paramedian memiliki kelebihan seperti insersi kateter yang
lebih cepat, efek samping paresthesia yang rendah.8, 12
Insersi jarum pada teknik ini tidak melalui ligamentum
supraspinous dan interspinous, dan hanya melalui otot paraspinosus
sebelum mencapai ligamentum flavum, hal yang menyebabkan
resistensi terasa lebih ringan dibandingkan teknik median.5

10
Gambar 9. Teknik Paramedian Approach (Morgan & Mikhail’s,
2018)3
4. Teknik Midline (Median) Approach
Insersi jarum epidural yang berisi stilet diarahkan melalui caudad
prosesus spinosus mengarah ke cephalad; jaringan subkutan akan
memberikan resistensi yang minimal, setelahnya jarum akan melewati
ligamen supraspinosus hingga ligamentum interspinosus. Pada saat ini
stilet dapat dilepas dan jarum lebih terfiksir (tidak bergerak). Kesalahan
yang seringkali terjadi adalah pelepasan stilet sebelum jarum melewat
ligamen supraspinosus sehingga ini dapat menyebabkan terjadinya false
loss of resistance karena defek dari ligamentum interspinosus.5, 9

11
Gambar 10. Teknik Midline Approach (Morgan & Mikhail’s, 2018)3

2.5. Posisi Pasien


A. Sitting Position
Bidang median seringkali mudah diidentifikasikan saat pasien
berada di posisi duduk dibandingkan ketika pasien dengan posisi
lateral dekubitus. Hal ini terutama berlaku kepada pasien dengan
obesitas. Pasien dalam posisi duduk dengan menumpu kedua sikunya
pada paha atau pasien dapat memeluk bantal didepannya. Pada posisi
ini terjadi fleksi tulang belakang sehingga memaksimalkan area target
(terjadi pembukaan) antara prosesus spinosus yang saling berdekatan
serta mempersempit jarak antara tulang belakang dengan permukaan
kulit.3

12
Gambar 11. Sitting Position (Morgan & Mikhail’s, 2018)3

Gambar 12. Efek Fleksi pada Prosesus Spinosus (Morgan &


Mikhail’s, 2018)3

B. Lateral Decubitus

13
Posisi pasien berbaring miring dengan kedua lutut ditekuk sehingga
menyentuh perut atau dada, seakan menyerupai posisi janin dalam
kandungan ibu. Dokter disini dapat dibantu oleh asisten untuk
mempertahankan posisi pasien.3

Gambar 13. Posisi Lateral Dekubitus (Morgan & Mikhail’s,


2018)3
2.6. Jenis Jarum
A. Jarum Epidural
Jarum epidural adalah jarum yang didesain agar dapat dilalui
kateter epidural. Jarum yang banyak dipakai adalah jarum Tuohy, yang
terdiri atas:13
a. Hub (Konektor) : Dapat disertai sayap atau tanpa sayap yang
tujuannya untuk membantu menstabilkan saat insersi
b. Shaft (jarum Epidural) : dengan marka yang berjarak 1 cm
untuk menunjukan kedalaman ruang epidural dari kulit.
c. Tip (Ujung Jarum) : dengan bevel yang memiliki sudut 15 o - 30o
yang memfasilitasi masuknya kateter ke ruang epidural sehingga
tidak menabrak duramater.
Standar jarum epidural adalah 17-18 gauge; dengan panjang 3
sampai 3,5 inci (10 cm) dan dengan sudut bevel 15 o - 30o . Jarum Tuohy

14
merupakan jenis jarum epidural yang umumnya dipakai. Berikut adalah
jenis-jenis jarum epidural:5,8,13,14
1. Touly Needle
Memiliki ukuran panjang 10 cm (3.5 inci) memiliki susunan marka
yang berjarak 1 cm. Memiliki ukuran 16 Gauge sampai 18 Gauge.
Ujung jarum ini disebut Huber’s tip. Pada pediatri dipakai jarum
dengan ukuran 19 Gauge; dengan panjang jarum 5 cm dengan
susunan tiap marka berjarak 0,5 cm. Tuohy untuk pediatri ini dapat
dilalui oleh kateter Sayap Jarum Epidural Marka tiap 1 cm Jarum
Epidural Tuohy Sayap Jarum Epidural Stilet Konektor dengan
ukuran 21 Gauge.

Gambar 14. Tuohy Needle (Morgan & Mikhail’s,


2018)1

2. Modified Tuohy Needle atau Tuohy Hustead Needle


Modifikasi dari jarum Tuohy dengan jarak heel to bevel < 2,7 mm
dengan sudut bevel 12o – 15o dan dengan heel yang melingkar
dengan tujuan mengurangi kemungkinan terjadinya trapping
kateter. 14

15
Gambar 15. Modified Tuohy Needle; a) Jarak heel to bevel <
2,7mm, b) Sudut bevel 12o - 15o, c) Rounded heel (Frölich &
Caton, 2001)14
3. Weiss Epidural Needle
Memberikan grip untuk operator yang lebih baik saat insersi jarum
epidural ataupun kateter epidural. 5

Gambar 16. Weiss Winged Needle (Morgan &


Mikhail’s, 2013)5

4. Crowford Needle
Jarum epidural dengan bevel lurus. Memiliki kemungkinan
merobek duramater. 5

Gambar 17. Crawford Needle (Morgan &


Mikhail’s, 2013) 5
2.7. Indikasi dan Kontraindikasi
A. Indikasi
a. Operasi Panggul dan Lutut
Anestesi epidural yang digunakan pada pembedahan daerah
panggul dan lutut berhubungan dengan insiden trombosis vena

16
dalam yang rendah. Pembedahan menggunakan teknik anestesi
epidural juga meminimalkan resiko terjadinya perdarahan.6
b. Revaskularisasi Ekstremitas Bawah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pasien dengan
penyakit pembuluh darah perifer yang menjalani operasi dengan
teknik anestesi epidural, pengaliran darah ke bagian distal lebih
besar dan oklusi pembuluh darah pasca operasi yang lebih kecil
dibandingkan dengan anestesi umum. 6
c. Seksio Sesaria
Penggunaan teknis anestesi epidural pada proses persalinan yang
sulit dapat mengurangi terjadinya stress peripartum. Hal ini
berkaitan dengan menurunnya produksi katekolamin. 6
d. Post Operative Management
Pasien dengan gangguan cadangan paru, seperti Penyakit
Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menunjukkan pemeliharaan fungsi
paru lebih bagus dengan teknik anestesi epidural dibandingkan
dengan anestesi umum. Setelah operasi, pasien lebih kooperatif
dan lebih cepat dipindahkan dari recovery room. 6
B. Kontraindikasi Absolut5,8,9
a. Pasien menolak
b. Koagulopati
c. Infeksi pada area suntikan
d. Peningkatan tekanan intrakranial
e. Syok hipovolemia berat
f. Stenosis aorta berat
g. Stenosis mitral berat
C. Kontraindikasi Relatif5,8,9
a. Pasien tidak kooperatif
b. Sepsis
c. Gangguan neurologis
d. Kelainan anatomi tulang belakang

17
2.8. Efek Samping
a. Sakit punggung
Punggung bawah mungkin sakit di tempat jarum dimasukkan
untuk memberikan obat. Rasa sakit ini seharusnya berlangsung tidak
lebih dari beberapa hari. 15
b. Sakit kepala
Jarum menembus penutup sumsum tulang belakang, yang dapat
menyebabkan sakit kepala yang dapat berlangsung selama beberapa
hari jika tidak ditangani.15

BAB III
KESIMPULAN

Anestesi epidural merupakan salah satu bentuk teknik yang memblokade


neuroaksial, penggunaanya relatif lebih luas dibandingkan dengan anestesi spinal.
Lokasi penyuntikan anestesi epidural dapat dilakukan pada tingkat torakal,
lumbal, cervical atau sakral serta teknik ini digunakan luas pada anestesi operatif,

18
analgesia pada obstetri, analgesia post operatif dan untuk nyeri kronis. Berbeda
dengan anestesi spinal, terdapat dua teknik khusus untuk mengkonfirmasi ruang
epidural, yaitu teknik hamgimg drop dan teknik loss of resistance. Beberapa faktor
yang mempengaruhi ketinggian blok adalah usia, tinggi badan dan posisi. Usia
memengaruhi dosis epidural akibat penurunan kelenturan dari ruang epidural,
sehingga volume yang diperlukan untuk keitinggian yang sama semakin rendah
seiring meningkatnya uisa. Semakin tinggi pasien, volume yang diperlukan akan
semakin tinggi untuk mencapai ketinggian pada dermatom yang sama. Posisi juga
dapat membantu dalam mencapai ketinggian blok, walaupun blok epidural tidak
terlalu terpengaruh dengan gravitasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Longnecker DE, Brown DL, Newman MF, Zapol WM.


Anesthesiology. 2nd ed. New York: Mc Graw Hill; 2012.
2. Miller RD, Cogen NH, Erksson LI, Al. E. Miller’s Anesthesia. 8th ed.
Canada: Elsevier; 2015.

19
3. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. (2018). Clinical Anesthesiology.
6th edition. New York: Lange Medical Books McGraw Hill; p.452-
471, 961-966, 969, 1670-1673.
4. Chin, A. dan Andre V.Z. Spinal Anesthesia. NYSORA. Diakses pada
tanggal 25 Agustus 2022.
https://www.nysora.com/techniques/neuraxial-and-perineuraxial-
techniques/spinal-anesthesia/.
5. Morgan. (2013). Spinal, Epidural, and Caudal Block. in Butterworth,
J.F., Mackey, D. C, Wasnick, J.D.,(Ed).Clinical Anesthesiology,fifth
edition. Philadelphial.Mc Braw Hill.
6. Sadikin ZD. (2016). Anestetik Lokal. Dalam Gunawan GS (ed).
Farmakologi dan Terapi Edisi 6. Jakarta : Badan Penerbit FKUI.
7. Hadzic, A., Allen, M., Barczewska-Hillel, A., Barron, A., Beckman,
J., & Benzon, H. T. (2007). Epidural Block in Hadzic, A (ed).
Textbook of Regional Anesthesia and Acute PAin Management. New
York: McGraw-Hill's. P253-302.
8. Miller, R. D. (2015). Spinal, Epidural, and Caudal Anesthesia. in
Brul, R, Macfarlane, A.J.R., Chan, V.W.S, (Ed). MILLER’S
ANESTHESIA eight edition. Philadelphia: Elsevier Saunder.p1684-
1720.
9. Barash, P. G. (2013). Clinical Anesthesia (seven). Philadelphia, PA
19103 USA: Lippincott William &Wilkins.
10. Longnecker, D. E. (2012). Neuraxial Anesthesia. in Longnecker, D.
E(Ed) Anesthesiology, Second edition. Philadelphia: Mc Graw Hill. p
786-807.
11. Fyneface-Ofan, S. (2010). Epidural Analgesia-Current Views and
Approaches. Anatomy and Clinical Importance of the Epidural
Space., p 1–13.
12. Leeda, M., Stienstra, R., Arbous, M. S., Dahan, A., Th Veering, B.,
Burm, A. G. L., & Van Kleef, J. W. (2005). Lumbar epidural catheter

20
insertion: the midline vs. the paramedian approach. European journal
of anaesthesiology, 22(11), 839–42.
13. Baheti, K. D., & Laheri, V. V. (2015). Understanding Anesthetic
Equipment & Procedures : A Practical Approach. New Delhi: Jaypee
Brothers Medical Publisher. p 413-436.
14. Frölich, M. A., & Caton, D. (2001). Pioneers in epidural needle
design. Anesth Analg, 93(1), 215–220.
15. "Epidurals: Meaning And Side Effects Of Anesthesia During Labor -
Made For This Moment". Made For This Moment | Anesthesia, Pain
Management &
Surgery,2022,https://www.asahq.org/madeforthismoment/painmanage
ment/techniques/epidural/. Accessed 25 Aug 2022.

21
22

Anda mungkin juga menyukai