EPIDURAL ANESTESI
Pembimbing :
dr. Ritria Sitalaksmi, Sp.An, M.Biomed
Disusun Oleh :
Latifa Aulia Andini 1820221195
Ferrany Thifla 1820221180
Andre Fernaldy 1820221139
Ari Aprianto 1820221184
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
“Epidural Anestesi”
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
Teknik “loss of resistance” lebih banyak dipilih oleh para klinisi. Jarum
epidural dimasukkan menembus jaringan subkutan dengan stilet masih terpasang
sampai mencapai ligamentum interspinosum yang ditandai dengan meningkatnya
resistensi jaringan. Kemudian stilet atau introducer dilepaskan dan spuit gelas
yang terisi 2 cc cairan disambungkan ke jarum epidural tadi. Bila ujung jarum
masih berada pada ligamentum, suntikan secara lembut akan mengalami
hambatan dan suntikan tidak bisa dilakukan. Jarum kemudian ditusukan secara
perlahan, milimeter demi milimeter sambil terus atau secara kontinyu melakukan
suntikan. Apabila ujung jarum telah mesuk ke ruang epidural, secara tiba-tiba
akan terasa adanya loss of resistance dan injeksi akan mudah dilakukan.5,7
2.4 Aktifasi Epidural
Jumlah (volume dan konsentrasi) dari obat anestesi lokal yang dibutuhkan
untuk anestesi epidural relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan anestesi
spinal. Keracunan akan terjadi bila jumlah obat sebesar itu masuk intratekal atau
intravaskuler. Untuk mencegah timbulnya hal tersebut, dilakukan tes dose
epidural. Hal ini dibenarkan dengan menggunakan jarum ataupun melalui kateter
epidural yang telah terpasang. 5,6
Test dose dilakukan untuk mendeteksi adanya kemungkinan injeksi ke
ruang subaraknoid atau intravaskuler. Test dose klasik dengan menggunakan
kombinasi obat anestesi lokal dan epineprin, 3 ml lidokain 1,5 % dengan 0,005
mg/mL epineprin 1:200.000. Apabila 45 mg lidokain disuntikan kedalam ruang
subaraknoid akan timbul anestesi spinal secara cepat. 15 g epineprin bila
disuntikan intravaskuler akan menimbulkan kenaikan nadi 20% atau lebih.
Beberapa menyarankan untuk menggunakan obat anestesi lokal yang lebih sedikit
suntikan 45 mg lidokain intratekal akan menimbulkan kesulitan penanganan pada
tempat tertentu, misalnya di ruang persalinan. Demikian juga, epineprin sebagai
marker injeksi intravena tidaklah ideal. False positif dapat terjadi (kontraksi
uterus sehingga menimbulkan nyeri yang berakibat meningkatnya nadi) demikian
juga false negatif (pada pasien yang mendapat bloker). Fentanil telah
dianjurkan untuk digunakan sebagai test dose intravena, yang mempunyai efek
analgesia yang besar tanpa epineprin. Yang lain menyarankan untuk melakukan
tes aspirasi sebelum injeksi dapat dilakukan untuk mencegah injeksi obat anestesi
lokal secara intravena. 5,6
c. Hematoma epidural
suatu komplikasi yang sangat jarang dari anestesi epidural. Trauma pada
vena epidural menimbulkan coagulophaty yang dapat menyebabkan suatu
hematoma epidural yang besar. Pasien akan merasakan nyeri punggung yang
hebat dan defisit neurologi yang persisten setelah anestesi epidural. Diagnosis
dapat segera ditegakkan dengan computered tomography atau MRI. Dekompresi
laminektomi penting dilakukan untuk memelihara fungsi neurologi.
BAB III
KESIMPULAN