Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

ANESTESI REGIONAL

Pembimbing:

dr. Langgeng Raharjo, Sp.An

Disusun Oleh:

Kristy Spica Gabriela Agaki

2165050089

KEPANITERAAN KLINIK ANESTESI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. CHASBULLAHABDULMAJID
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
PERIODE 07 FEBRUARI – 12 MARET 2022
JAKARTA
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
pertolonganNya penulis dapat menyelesaikan referat ini. Referat ini disusun untuk
memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagi CoAss Universitas Kristen Indonesia yang
sedang menjalani kepaniteraan klinik di departemen Anestesi Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Chasbullahabdulmajid Kota Bekasi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Ratna Anggraeni, Sp.An, yang telah
bersedia meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam
menyelesaikan referat ini.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan memiliki
banyak keterbatasan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari semua pihak.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, akhir kata semoga referat ini dapat
berguna bagi penulis maupun pembaca sekalian. Kiranya Tuhan memberkati kita
semua.

Bekasi, Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................... i

DAFTAR ISI .............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 2

I. Anatomi Fisiologi Vetebra....................................................................... 2


II. Definisi Anestesi Regional ...................................................................... 4
III. Klasifikasi Anestesi Regional.................................................................. 3
IV. Keuntungan Anestesi Regional................................................................ 3
V. Kerugian Anestesi Regional .................................................................... 5
VI. Anestesi Blok Sentral............................................................................... 5
VII. Anestesi Blok Perifer............................................................................... 18
VIII. Obat Anestesi Lokal................................................................................. 19

BAB III KESIMPULAN.............................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Anestesi berasal dari bahasa Yunani, an artinya tidak atau tanpa dan aesthetos artinya
persepsi atau kemampuan untuk merasakan. Secara umum anestesi berarti suatu Tindakan yang
dilakukan untuk menghilangkan rasa sakit Ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur
yang dapat menimbulkan rasa sakit pada tubuh.

Anestesi dibedakan menjadi anestesi umum, anestesi local dan anestesi regional. Anestesi
umum adalah keadaan tidak sadar, tanpa nyeri dengan reflek otomonik minimal yang reversible
akibat pemberian obat – obatan. Anestesi umum terdiri atas sub bagian yaitu anestesi intravena,
anestesi inhalasi, anestesi intravascular. Sementara anestesi local adalah anestesi yang diberikan
pada sebagian tubuh, keadaan nyeri tanpa adanya kehilangan kesadaran. Sedangkan anestesi
regional seringkali digunakan untuk memblokade saraf, pleksus, medulla spinalis yang dibuat
menjadi tidak peka.

Anestesi regional diklasifikasikan menjadi beberapa macam yaitu anestesi spinal dan
anestesi epidural. Selain itu ada anestesi blok saraf perifer dengan penyuntikan dekat kelompok
saraf ekstremitas yang akan dioperasi. Seriring berjalannya waktu anestesi regional semakin
berkembang dan meluas pemakaiannya karena banyak keuntungan yang ditawarkan diantaranya
relative murah, pengaruh sistemik yang minimal, menghasilkan analgesi adekuat dan
kemampuan mencegah respon stress dengan cara lebih sempurna. Pada referat ini akan
membahas seputar anestesi regional.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi Fisiologis Vertebra

Tulang vertebra terdiri dari: 7 buah tulang servikal, 12 buah tulang torakal, 5
buah tulang lumbal dan 5 buah tulang sacral dan tulang coccygeus. Tulang servikal,
torakal dan lumbal menyatu membentuk kolumna vertebralis sedangkan tulang
lumbal dengan coccygeus satu sama lain menyatu.1

Gambar 1: Kolumna Vertebralis

Kolumna vertebralis mempunya fungsi utama yaitu sebagai penyangga


kepala dan batang tubuh, melindungi medulla spinalis, memungkinkan keluarnya

2
nervi spinalis dari kanalis spinalis, tempat melekatnya otot, dan penggerak kepala
dan batang tubuh.1

Berikut adalah susunan anatomis pada bagian yang akan dilakukan


anestesi spinal.

 Kutis
 Subkutis : Ketebalannya berbeda-beda, akan lebih mudah mereba ruang
intervertebralis pada pasien yang memiliki lapisan subkutis yang tipis.
 Ligamentum Supraspinosum: Ligamen yang menghubungkan ujung
procesus spinosus.
 Ligamentum interspinosum
 Ligamentum flavum : Ligamentum flavum cukup tebal, sampai sekitar 1
cm. Sebagian besar terdiri dari jaringan elastis. Ligamen ini berjalan
vertikal dari lamina ke lamina. Ketika jarum berada dalam ligamen ini,
akan terasa sensasi mencengkeram dan berbeda. Sering kali dapat kita
rasakan saat melewati ligamentum dan masuk keruang epidural.
 Epidural : Ruang epidural berisi pembuluh darah dan lemak. Jika darah
yang keluardari jarum spinal bukan CSF, kemungkinan vena epidural telah
tertusuk. Jarum spinal harus maju sedikit lebih jauh.
 Duramater : Sensasi yang sama mungkin akan kita rasakan saat menembus
duramater seperti saat menembus epidural.
 Subarachnoid : merupakan tempat kita akan menyuntikkan obat anestesi
spinal. Padaruangan ini akan dijumpai likuor sereberospinalis (LCS) pada
penusukan. 1

3
Gambar 2: Susunan anatomi yang akan dilalui anestesi regional (spinal)

II. Definisi Anestesi Regional

Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri pada bagian tubuh sementara
pada impuls saraf sensorik, sehingga ipuls nyeri dari tubuh diblokir atau dihambat
untuk sementara. Fungsi motoric juga dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya.2

III. Klasifikasi Anestesi Regional

Anestesi regional dibedakan menjadi:

1. Blok Sentral (blok neuroaksial), meliputi blok spinal, blok epidural.


2. Blok Perifer (blok saraf) misalnya anestesi topical, infiltrasi local, blok saraf
dan regional intravena.2
IV. Keuntungan Anestesi Regional
1. Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.
2. Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi
3. Alat minim dan teknik relatif sederhana, sehingga biaya relatif lebih murah.
4. Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi emergency, lambung
penuh) karena penderita sadar.
5. Perawatan post operasi lebih ringan.2

4
V. Kerugian Anestesi Regional
1. Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional.
2. Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional.
3. Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional.
4. Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif.
5. Sulit diterapkan pada anak-anak.2

VI. Anestesi Blok Sentral


Neuroaksial blok (spinal dan epidural anestesi) akan menyebabkan blok simpatis,
analgesia sensoris dan blok motoris (tergantung dari dosis, konsentrasi dan volume
obat anestesi lokal).
Anestesi spinal (intratekal) didapatkan dengan menyuntikkan obat anestesi lokal
secara langsung ke dalam cairan serebrospinalis di dalam ruang subaraknoid. Jarum
spinal hanya dapat dapat diinsersikan di bawah lumbal 2 dan di atas vertebra sakralis
1; batas atas ini dikarenakan adanya ujung medulla spinalis dan batas bawah
dikarenakan penyatuan vertebra sakralis yang tidak memungkinkan dilakukan insersi.
Anestesi lokal biasanya diberikan dengan bolus tunggal.
Anestesi epidural (ekstradural) merupakan pemberian obat anestesi lokal ke
dalam rongga potensial di luar duramater. Rongga ini dimulai dari perbatasan
kranioservikal pada C1 sampai membran sakrokoksigea. Dalam praktik, anestesi
epidural dilakukan pada tempat di dekat akar saraf yang menginervasi daerah
pembedahan; misalnya epidural lumbal untuk operasi daerah pelvis dan ekstremitas
bawah, dan epidural torakal untuk operasi daerah andomen atas. Injeksi obat anestesi
lokal dapat berupa bolus tunggal atau dengan kateter untuk injeksi intermiten atau
infus kontinyu.2

Perbedaan Anestesi Spinal Anestesi Epidural

Tempat insersi Hanya vertebra lumbal Sakral, lumbal, toraks dan


servikal
(di bawah L2/3)

5
Tempat injeksi Ruang subarachnoid (LCS) Ruang epidural

Tempat kerja Ruang subarachnoid (saraf dan medulla spinalis)

Dosis obat Kecil Besar

Onset Cepat (5 menit) Lebih lambat(10 – 15


menit)

Durasi 60 – 90 menit 180 menit

Blok motorik Kuat Sedang

Komplikasi Henti jentung, PDPH, Intoksikasi lokal anestetik,


hematom epidural
spinal tinggi, total spinal

Analgesia postop Tidak Ya, dengan kateter

Tabel 1

Perbedaan Anestesi Spinal dan Epidural

A. Anestesi Spinal
Anestesi blok subaraknoid atau biasa disebut anestesi spinal adalah tindakan
anestesi dengan memasukan obat analgetik kedalam ruang subaraknoid didaerah
vertebra lumbalis yang kemudian akan terjadi hambatan rangsang sensoris mulai
dari vertebra thorakal 4.3

1. Indikasi
Untuk pembedahan daerah tubuh yang dipersarafi cabang T4 kebawah (daerah
papila mamae ke bawah). Dengan durasi operasi yang tidak terlalu lama,
maksimal 2-3 jam.3
2. Kontraindikasi

6
Kontraindikasi pada teknik anestesi subaraknoid blok terbagi menjadi dua yaitu
kontra indikasi absolut dan relatif.3

Kontraindikasi absolut :

 Infeksi pada tempat suntikan dapat menyebabkan penyebaran kuman ke dalam


rongga subdural.
 Hipovolemia berat karena dehidrasi, perdarahan, muntah ataupun diare karena
pada anestesi spinal dapat memicu terjadinya hipovolemia.
 Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan.
 Tekanan intrakranial meningkat. Memasukkan obat ke dalam rongga
subaraknoid, dapat makin menambah tinggi tekanan intracranial, dan dapat
menimbulkan komplikasi neurologis.
 Fasilitas resusitasi dan obat-obatan yang minim. Pada anestesi spinal dapat
terjadi komplikasi seperti blok total, reaksi alergi dan lain-lain, maka harus
dipersiapkan fasilitas dan obat emergensi lainnya
 Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi. Hal ini dapat
menyebabkan kesalahan seperti misalnya cedera pada medulla spinalis,
keterampilan dokter anestesi sangat penting.
 Pasien menolak.

Kontraindikasi relatif :

 Infeksi sistemik : jika terjadi infeksi sistemik, perlu diperhatikan apakah


diperlukan pemberian antibiotik. Perlu dipikirkan kemungkinan penyebaran
infeksi.
 Infeksi sekitar tempat suntikan : bila ada infeksi di sekitar tempat suntikan
dapat dipilih lokasi yang lebih kranial atau lebih kaudal.
 Kelainan neurologis : perlu dinilai kelainan neurologis sebelumnya agar tidak
membingungkan antara efek anestesi dan defisit neurologis yang sudah ada
pada pasien sebelumnya.

7
 Kelainan psikis
 Bedah lama : Masa kerja obat anestesi lokal adalah kurang lebih 90-120 menit,
dapat ditambah dengan memberi adjuvant dan durasi dapat bertahan hingga 150
menit.
 Penyakit jantung : perlu dipertimbangkan jika terjadi komplikasi kea rah
jantung akibat efek obat anestesi lokal.
 Hipovolemia ringan : sesuai prinsip obat anestesi, memantau terjadinya
hipovolemia dapat diatasi dengan pemberian obat-obatan atau cairan.
 Nyeri punggung kronik : kemungkinan pasien akan sulit saat diposisikan. Hal
ini berakibat sulitnya proses penusukan dan apabila dilakukan berulang-ulang,
dapat membuat pasien tidak nyaman.
3. Persiapan Anestesi Spinal

Persiapan yang diperlukan untuk melakukan anestesi spinal lebih sederhana


dibanding melakukan anestesi umum, namun selama operasi wajib diperhatikan
karena terkadang jika operator menghadapi penyulit dalam operasi dan operasi
menjadi lama, maka sewaktu-waktu prosedur secara darurat dapat diubah menjadi
anestesi umum.3

Persiapan yang dibutuhkan untuk melakukan anestesi spinal adalah ;

 Informed consent :Pasien sebelumnya diberi informasi tentang tindakan ini


(informed consent) meliputi tindakan anestesi, kemungkinan yang akan terjadi
selama operasi tindakan ini dan komplikasi yang mungkin terjadi.
 Pemeriksaan fisik :Pemeriksaan fisik dilakukan meliputi daerah kulit tempat
penyuntikan untuk menyingkirkan adanya kontraindikasi seperti infeksi.
Perhatikan juga adanya gangguan anatomis seperti scoliosis atau kifosis,atau
pasien terlalu gemuk sehingga tonjolan processus spinosus tidak teraba.
 Pemeriksaan laboratorium anjuran: Pemeriksaan laboratorium yang perlu
dilakukan adalah penilaian hematokrit, Hb , masa protrombin(PT) dan masa
tromboplastin parsial (PTT) dilakukan bila diduga terdapat gangguan
pembekuan darah.

8
Persiapan yang dibutuhkan setelah persiapan pasien adalah persiapan alat
dan obat-obatan. Peralatan dan obat yang digunakan adalah :
1. Satu set monitor untuk memantau tekanan darah, Pulse oxymeter, EKG.
2. Peralatan resusitasi / anestesia umum.
3. Jarum spinal. Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing,quincke
bacock) atau jarum spinal dengan ujung pinsil (pencil point whitecare),
dipersiapkan dua ukuran. Dewasa 26G atau 27G
4. Betadine, alkohol untuk antiseptic.
5. Kapas/ kasa steril dan plester.
6. Obat-obatan anestetik lokal.
7. Spuit 3 ml dan 5 ml.
8. Infus set.

Jarum pinsil (whitecare)

Jarum tajam (Quincke-Babcock)

9
Gambar 2: Jarum pinsil (whitecare), jarum tajam (Quincke-Babcock)

4. Obat – obatan anestesi spinal


Obat-obatan pada anestesi spinal pada prinsipnya merupakan obat anestesi
lokal. Anestetik lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan
pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Paralisis pada sel saraf akibat anestesi
lokal bersifat reversible. Obat anestesi lokal yang ideal sebaiknya tidak bersifat
iritan terhadap jaringan saraf. Batas keamanan harus lebar, dan onset dari obat
harus sesingkat mungkin dan masa kerja harus cukup lama. Zat anestesi lokal ini
juga harus larut dalam air.4

5. Teknik anestesi spinal

Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis
tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja
operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien.3

1. Pasang IV line. Berikan Infus Dextrosa/NaCl/Ringer laktat sebanyak 500 - 1500


ml (pre-loading).
2. Oksigen diberikan dengan kanul hidung 2-4 L/Menit
3. Setelah dipasang alat monitor, pasien diposisikan dengan baik. Dapat
menggunakan 2 jenis posisi yaitu posisi duduk dan berbaring lateral.
4. Raba krista. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua krista iliaka
dengan tulang punggung ialah L4 atau L4-L5.
5. Palpasi di garis tengah akan membantu untuk mengidentifikasi ligamen
interspinous.
6. Cari ruang interspinous cocok. Pada pasien obesitas anda mungkin harus
menekan cukup keras untuk merasakan proses spinosus.
7. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.

10
8. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3ml
9. Cara tusukan adalah median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G,
23G atau 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk jarum kecil 27G atau
29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum (introducer), yaitu jarum suntik
biasa yaitu jarum suntik biasa 10cc. Jarum akan menembus kutis, subkutis,
ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum, ligamentum flavum,
epidural, duramater, subarachnoid. Setelah mandrin jarum spinal dicabut, cairan
serebrospinal akan menetes keluar. Selanjutnya disuntikkan obat analgesik ke
dalam ruang arachnoid tersebut.

Gambar 3: Posisi Lateral pada Spinal Anestesi

11
Gambar 4: Posisi Duduk pada Spinal Anestesi

Teknik penusukan dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu median


dan paramedian. Pada teknik medial, penusukan dilakukan tepat di garis tengah
dari sumbu tulang belakang. Pada tusukan paramedial, tusukan dilakukan 1,5cm
lateral dari garis tengah dan dilakukan tusukan sedikit dimiringkan ke kaudal.

Gambar 5: Tusukan Medial dan Paramedial

12
Setelah melakukan penusukan, tindakan berikutnya adalah melakukan
monitoring. Tinggi anestesi dapat dinilai dengan memberikan rangsang pada
dermatom di kulit. Penilaian berikutnya yang sangat bermakna adalah fungsi
motoric pasien dimana pasien merasa kakinya tidak dapat digerakkan, kaki terasa
hangat, kesemutan, dan tidak terasa saat diberikan rangsang. Hal yang perlu
diperhatikan lagi adalah pernapasan, tekanan darah dan denyut nadi. Tekanan
darah dapat turun drastis akibat spinal anestesi, terutama terjadi pada orang tua
yang belum diberikan loading cairan. Hal itu dapat kita sadari dengan melihat
monitor dan keadaan umum pasien. Tekanan darah pasien akan turun, kulit
menjadi pucat, pusing,mual, berkeringat.3

6. Faktor yang mempengaruhi anestesi regional


Anestesia spinal dipengaruhi oleh beberapa faktor. diantaranya adalah :

 Volume obat analgetik lokal: makin besar makin tinggi daerah analgesia

 Konsentrasi obat: makin pekat makin tinggi batas daerah analgesia

 Barbotase: penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang meninggikan batas daerah


analgetik.

 Kecepatan: penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia yang tinggi.


Kecepatan penyuntikan yang dianjurkan: 3 detik untuk 1 ml larutan.

 Maneuver valsava: mengejan meninggikan tekanan liquor serebrospinal dengan


akibat batas analgesia bertambah tinggi.

 Tempat pungsi: pengaruhnya besar pada L4-5 obat hiperbarik cenderung


berkumpul ke kaudal (saddle blok) pungsi L2-3 atau L3-4 obat cenderung
menyebar ke cranial.

 Berat jenis larutan: hiperbarik, isobarik atau hipobarik

13
 Tekanan abdominal yang meningkat: dengan dosis yang sama didapat batas
analgesia yang lebih tinggi.

 Tinggi pasien: makin tinggi makin panjang kolumna vertebralis makin besar dosis
yang diperlukan.

 Waktu: setelah 15 menit dari saat penyuntikan, umumnya larutan analgetik sudah
menetap sehingga batas analgesia tidak dapat lagi diubah dengan posisi pasien.5

7. Masalah yang dihadapi anestesi spinal

Pada praktik sehari-hari dapat ditemukan masalah saat melakukan anestesi


spinal, berikut adalah pendekatan dari beberapa masalah yang lazim ditemukan saat
melakukan anestesi spinal :

1. Jarum terasa sudah menembus bagian yang seharusnya tetapi belum ada cairan
yang keluar : Saat menemukan situasi seperti ini, tunggu kurang lebih 30 detik,
kemudian coba putar 90 derajat jarum tersebut. Jika masih belum didapatkan
LCS, dapat dilakukan injeksi udara 1cc untuk mendorong jika ada sumbatan pada
jarum.
2. Terdapat darah yang keluar melalui jarum : tunggu sesaat, jika perdarahan
berhenti, lanjutkan prosedur. Jika darah terus menetes, kemungkinan saat
penusukan mengenai vena epidural. Jarum harus digerakkan lebih kedalam, atau
diarahkan sedikit lebih medial.
3. Pasien merasa nyeri tajam di kaki : kemungkinan jarum mengenai radiks saraf.
Segera cabut jarum dan ulang tusukan dengan arah lebih ke medial dari tempat
tusukan awal.
4. Jarum terasa menusuk tulang : perhatikan kembali posisi pasien apakah saat
dilakukan penusukan, pasien kurang melakukan fleksi tubuh sehingga celah
menjadi sempit. Perlu juga menenangkan pasien karena umumnya pasien
melakukan ekstensi saat menahan nyeri tusukan saat awal jarum mengenai kulit.3

B. Anestesi Epidural

14
Blokade saraf dengan menempatkan obat di ruang epidural. Ruang ini berada
diantara ligamentum flavum dan duramater. Kedalaman ruang ini rata-rata 5 mm dan
dibagian posterior kedalaman maksimal pada daerah lumbal.6

Obat anestetik di lokal diruang epidural bekerja langsung pada akarsaraf spinal
yang terletak dilateral. Awal kerja anestesi epidural lebih lambat dibanding anestesi
spinal, sedangkan kualitas blockade sensorik-motorik juga lebih lemah.6

Keuntungan epidural dibandingkan spinal :

 Dapat segmental
 Tidak terjadi headache post op
 Hipotensi terjadi lambat
 Efek motoris lebih kurang
 Dapat 1–2 hari dengan kateter ® post op pain

Kerugian epidural dibandingkan spinal :

 Teknik lebih sulit


 Jumlah obat anestesi lokal lebih besar
 Reaksi sistemis
 Total spinal anestesi
 Obat 5–10x lebih banyak untuk level analgesi yang sama

Gambar 7: Anestesi Epidural

15
Gambar 8: Perbedaan Tempat Penyuntikan Anestesi Spinal dan Anestesi Epidural

C. Anestesi Kaudal

Anestesia Kaudal Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural,


karena kanalis kaudalis adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat ditempatkan
di ruang kaudal melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis ditutup oleh ligamentum
sakrokoksigeal tanpa tulang yang analog dengan gabungan antara ligamentum
supraspinosum, ligamentum interspinosum, dan ligamentum flavum. Ruang kaudal
berisi saraf sakral, pleksus venosus, felum terminale dan kantong dura. Indikasi :
Bedah daerah sekitar perineum, anorektal misalnya hemoroid, fistula paraanal. Kontra
indikasi : Seperti analgesia spinal dan analgesia epidural.6

Teknik anestesia kaudal:

1. Posisi pasien terlungkup dengan simfisis diganjal (tungkai dan kepala lebih rendah
dari bokong) atau dekubitus lateral, terutama wanita hamil.
2. Dapat menggunakan jarum suntik biasa atau jarum dengan kateter vena ukuran 20-
22 pada pasien dewasa.

16
3. Untuk dewasa biasa digunakan volum 12-15 ml (1-2 ml/ segmen).
4. Identifikasi hiatus sakralis dengan menemukan kornu sakralis kanan dan kiri dan
spina iliaka superior posterior. Dengan menghubungkan ketiga tonjolan tersebut
diperoleh hiatus sakralis.
5. Setelah dilakukan tindakan a dan antisepsis pada daerah hiatus sakralis, tusukkan
jarum mula-mula 900 terhadap kulit. Setelah diyakini masuk kanalis sakralis, ubah
jarum jadi 450 -600 dan jarum didorong sedalam 1-2 cm. Kemudian suntikan NaCl
sebanyak 5 ml secara agak cepat sambil meraba apakah ada pembengkakan di kulit
untuk menguji apakah cairan masuk dengan benar di kanalis kaudalis.6

Gambar 9: Anestesi Kaudal

Efek Fisiologis Blok Neuroaksial

1. Efek Kardiovaskuler

17
Akibat dari blok simpatis, akan terjadi penurunan tekanan darah (hipotensi). Efek
simpatektomi tergantung dari tinggi blok. Pada spinal, 2-6 dermatom di atas level
blok sensoris, sedangkan pada epidural, terjadi blok pada level yang sama.
Hipotensi dapat dicegah dengan pemberian cairan (pre-loading) untuk
mengurangi hipovolemia relatif akibat vasodilatasi sebelum dilakukan
spinal/epidural anestesi, dan apabila telah terjadi hipotensi, dapat diterapi dengan
pemberian cairan dan vasopressor seperti efedrin. Bila terjadi spinal tinggi atau
high spinal (blok pada cardioaccelerator fiber di T1-T4), dapat menyebabkan
bradikardi sampai cardiac arrest.3

2. Efek Respirasi
Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok lebih dari dermatom T5)
mengakibatkan hipoperfusi dari pusat nafas di batang otak dan menyebabkan
terjadinya respiratory arrest. Bisa juga terjadi blok pada nervus phrenicus
sehingga menyebabkan gangguan gerakan diafragma dan otot perut yg
dibutuhkan untuk inspirasi dan ekspirasi.3
3. Efek Gastrointestinal
Mual muntah akibat blok neuroaksial sebesar 20%, sehingga menyebabkan
hiperperistaltik gastrointestinal akibat aktivitas parasimpatis dikarenakan oleh
simpatis yg terblok. Hal ini menguntungkan pada operasi abdomen karena
kontraksi usus dapat menyebabkan kondisi operasi maksimal.3

VII. Anestesi Perifer

Tindakan anestesi dengan menginjeksikan obat lokal anestesi dengan bantuan alat
berupa nerve stimulator atau USG atau tanpa alat (penanda anatomi) untuk memblok
inervasi pada pleksus dengan cara menyuntikkan dekat sekelompok saraf untuk
mematikan rasa hanya didaerah area tubuh pasien yang membutuhkan pembedahan.3

1. Indikasi
a. Pembedahan di daerah Bahu

18
b. Pembedahan di daerah ekstrimitas atas
c. Pembedahan didaerah extremitas bawah
2. Kontra Indikasi
a. Absolut
1) Pasien menolak.
2) Infeksi kulit didaerah injection.
b. Relatif.
1) Gangguan faal koagulasi.
2) Gangguan sensoris dan motoriik

VIII. Obat Anestesi Lokal


A. Penggolongan

Secara struktur kimianya, anestesi lokal dibagi menjadi 2 golongan, yaitu ester-
amide dan amide-amide. Perbedaan penting antara anestetik lokal ester dan amid adalah
efek samping yang ditimbulkan dan mekanisme metabolism metabolitnya. Golongan
ester kurang stabil dalam larutan (prokain, ametokain), lebih mudah dipecah oleh
kolinesterase plasma, waktu paruhsangat pendek, sekitar 1 mwnit. Adapun produk
degradasi hasil metabolism ester adalah asam p-aminobenzoik. Golonga ini antara lain:
prokain, kokain, kloroprokain dan tetrakain.4

Sedangkan golongan amid sedikit dimetabolisir dan cenderung terjadi akumulasi


dalam plasma. Ikatan amid dipecah menjadi N-dealkilasi dengan cara hidrolisis, terutama
di hepar. Penderita penyakit hepar berat lebih banyak mengalami reaksi-reaksi yang
merugikan. Eliminasi waktu paruh sekitar 2-3 jam. Bentuk amid lebih stabil dan larutan
dpat distreilkan dengan otoklaf. Golongan ini antara lain: lidokain, mepivakain,
bupvakain, etidokain dan ropivakain. Dikenal 3 macam anestetik lokal yang lazim
dipakai di Indonesia, yaitu Prokain, Lidokain dan Bupivakain.4

Prokain Lidokain Bupivakain


Golongan Ester-COO- Amide-CNH- Amide-CNH-
Onset 2 menit 5 menit 15 menit
Durasi 30-45 menit 45-90 menit 2-4 jam

19
Metabolisme Plasma Hepar Hepar
Dosis Max 12 mg/Kg BB 6 mg/Kg BB 2 mg/Kg BB
Potensi 1 3 15
Toksisitas 1 3 10
Tabel 2
Perbedaan Prokain, Lidokain, Bupivakain

BAB III
KESIMPULAN

Anestesi regional membuat bagian tubuh tertentu mati rasa untuk menghilangkan rasa
sakit pada saat prosedur pembedahan dilakukan. Jenis anestesi yang termasuk dalam anestesi
regional adalah anestesi spinal atau disebut juga blok subarachnoid, anestesi epidural dan
anestesi blok saraf. Anestesi regional sering digunakan pada operasi ortopedi pada ekstremitas,
operasi reproduksi wanita (prosedur operasi ginekologi dan sectio caesar) atau operasi
reproduksi pria dan untuk operasi kandung kemih dan saluran kemih.

Terdapat indikasi dan kontra indikasi yang terbagi dua yaitu kontraindikasi absolut dan
relative. Pada kontraindikasi relative anestesi tetap bisa dilakukan dengan memperhatikan hal-hal
tertentu seperti kemungkinan komplikasi dan alternative lain jika tidak bisa dilakukan anestesi
spinal. Seluruh persiapan wajib dicermati mulai dari persiapan pasien, alat, obat anestesi lokal,
obat emergensi yang harus disediakan jika terjadi komplikasi, hingga kemungkinan untuk
mengganti prosedur menjadi anestesi umum seketika prosedur anestesi spinal tidak berjalan
dengan baik. Saat penusukan diperlukan ketelitian untuk menentukan lokasi suntikan, kemudian
memperhatikan pendekatan untuk melakukan penusukan serta memperhatikan berbagai faktor
yang dapat mempengaruhi anestesi.

20
Prosedur ini merupakan sebuah alternatif pada operaasi dengan durasi singkat. Pilihan ini
menyediakan opsi yang memiliki komplikasi yang lebih sedikit ketimbang melakukan prosedur
anestesi umum diantaranya adalah waktu pemulihan setelah dilakukan posedur anestesi.

DAFTAR PUSTAKA

1. American Association Of Nurse Anesthesiology. Teknik Anestesi Regional – Elemen


Manajemen Nyeri Multimodal. 2019
2. Halaszynksi T, Wardham R, Freck E. Teknik Anestesi Regional. BAB 20. 2011
3. Torpy J M, Lynm C, Golub R M. Anestesi Regional. Jurnal Asosiasi Medis
Amerika.2022
4. Neal J M. ASA Guide To Anesthesiologi for Medical Students
5. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
Anestesiologi dan Terapi Intensif. 2015
6. Adam I. De Maria Jr. Regional Anesthesia. Springer Science Bussiness Media New
York. 2015

21

Anda mungkin juga menyukai