Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

“ILEUS”

Oleh: 

Kristy Spica Gabriela Agaki

2165050089

Pembimbing:

dr. Mudianto, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

PERIODE 08 AGUSTUS 2022 – 15 OKTOBER 2022

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN

Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda dari aadanya obstruksi usus
yang segera memerlukan pertolongan dokter. Menurut WHO (1998) mengatakan bahwa pada
tahun 2020 penyakit saluran pencernaan berada dalam 10 besar penyakit yang mengakibatkan
kematian di dunia. Menurut WHO (2007) penyakit saluran pencernaan termasuk dalam urutan
ke-7 di Malaysia pada tahun 2007 dengan jumlah 1809 kasus. Penyakit saluran pencernaan di
Indonesia menempati urutan ke-3 penyakit utama yang dapat menyebabkan kematian, data dari
Ditjen Bina Yanmedik Depkes RI menunjukkan total kematian 6.590 kasus pada tahun 2007 dan
6.825 total kasus kematian pada tahun 2008.1
Akut abdomen menjadi salah gejala yang sering dikeluhkan pasien ke dokter. Sekitar 60
% - 90 % kasus ileus menjadi penyebab akut abdomen yang bukan apendisitis akut. 2 Menurut
Ansari P (2007) dari segala usia, setiap tahun ada 1 dari 1000 orang yang terdiagnosa ileus.
Terdapat 2 macam ileus, yakni ileus obstruktif dan ileus paralitik. Ileus obstruktif merupakan
pasase usus yang terganggu akibat sumbatan mekanik. Sedangkan ileus paralitik merupakan
peristiwa peristaltik usus yang terhenti akibat adanya peradangan pada lesi saraf ataupun
terjepitnya lesi saraf sehingga memicu saraf yang mengalami kelumpuhan.3
Menurut Mukherjee, S (2008) data dari rumah sakit yang ada di Australia pada tahun
2001-2002 menyebutkan, pasien yang diopname karena penyakit ileus obstruktif dan ileus
paralitik diperkirakan 6,5 per 10.000 penduduk. Di Indonesia, terdapat 7.024 kasus ileus
obstruktif tanpa hernia dan 7.059 kasus ileus paralitik pada tahun 2004. 4 Ileus lebih sering terjadi
pada obstruksi usus halus daripada usus besar. Keduanya memiliki cara penanganan yang
berbeda dengan tujuan yang berbeda pula. Obstruksi usus halus yang dibiarkan dapat
menyebabkan gangguan vaskularisasi usus dan memicu iskemia, nekrosis, perforasi dan
kematian, sehingga penanganan obstruksi usus halus lebih ditujukan pada dekompresi dan
menghilangkan penyebab untuk mencegah kematian. 
Obstruksi usus besar sering disebabkan oleh neoplasma atau kelainan anatomic seperti
volvulus, hernia inkarserata, striktur atau obstipasi. Penanganan obstruksi kolon lebih kompleks
karena masalahnya tidak bisa hilang dengan sekali operasi saja. Terkadang cukup sulit untuk
menentukan jenis operasi kolon karena diperlukan diagnosis yang tepat tentang penyebab dan
letak anatominya. Pada kasus keganasan kolon, penanganan pasien tidak hanya berhenti setelah
operasi kolostomi, tetapi membutuhkan radiasi dan sitostatika lebih lanjut. Hal ini yang
menyebabkan manajemen obstruksi kolon begitu rumit dan kompleks daripada obstruksi usus
halus. 
Dalam referat ini akan dibahas mengenai klasifikasi dan perbedaan dari jenis-jenis ileus
serta bagaimana mendiagnosis, pemeriksaan fisik dan penatalaksanaan dari berbagai ileus
tersebut.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi

Usus halus terbentang dari pylorum sampai caecum dengan panjang 270 cm sampai 290
cm. Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum dan ileum. Duodenum panjangnya sekitar 25
cm, mulai dari pilorus sampai jejenum. Panjang jejenum 100-110 cm dan panjang ileum 150 -
160 cm. Pemisahan duodenum dan jejenum ditandai oleh Ligamentum Treitz. Ligamentum ini
berperan sebagai ligamentum suspensorium. Kira-kira dua per lima dari sisa usus halus adalah
jejenum, dan tiga per lima bagian terminalnya adalah ileum. Jejenum mempunyai vaskularisasi
yang besar dimana lebih tebal dari ileum. Apendiks vermiformis merupakan tabung buntu
berukuran sekitar jari kelingking yang terletak pada daerah ileosekal, yaitu pada apeks sekum.
(Basson, 2004)
Arteri mesenterika superior dicabangkan dari aorta tepat di bawah arteri celiaca. Arteri
ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang diperdarahi oleh arteri
gastroduodenalis dan cabangnya arteri pankreatikoduodenalis superior. Darah dikembalikan
lewat vena mesenterika superior yang menyatu dengan vena lienalis membentuk vena porta.
Usus halus dipersarafi cabang-cabang kedua sistem saraf otonom. Rangsangan
parasimpatis merangsang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis
menghambat pergerakan usus. Serabut saraf sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri,
sedangkan serabut saraf parasimpatis mengatur refleks usus.
Usus besar dibagi menjadi caecum, colon dan rektum. Pada caecum terdapat katup
ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung caecum. Caecum menempati sekitar dua atau
tiga inchi pertama dari usus besar. Kolon dibagi lagi menjadi colon ascenden, colon transversum,
descenden dan sigmoid. Tempat dimana colon membentuk belokan tajam yaitu pada abdomen
kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Colon
sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk S. Lekukan bagian
bawah membelok ke kiri waktu colon sigmoid bersatu dengan rektum. Usus besar memiliki
empat lapisan morfologik seperti bagian usus lainnya.
Sekum, kolon ascenden dan bagian kanan kolon transversum diperdarahi oleh cabang
a.mesenterika superior yaitu a.ileokolika, a.kolika dekstra dan a.kolika media. Kolon
transversum bagian kiri, kolon descendens, kolon sigmoid dan sebagian besar rektum perdarahi
oleh a.mesenterika inferior melalui a.kolika sinistra, a.sigmoid dan a.hemoroidalis superior.
Pembuluh vena kolon berjalan paralel dengan arterinya. Kolon dipersarafi oleh oleh serabut
simpatis yang berasal dari n.splanknikus dan pleksus presakralis serta serabut parasimpatis yang
berasal dari N.vagus. (Basson, 2004)

II.2 Fisiologi

Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorbsi bahan-bahan
nutrisi, air, elektrolit dan mineral. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh
kerja ptialin, asam klorida dan pepsin terhadap makanan yang masuk. Proses dilanjutkan di
dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat,
lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret
pankreas membantu menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim.
Sekresi empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga
memberikan permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase pankreas.
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus (sukus
enterikus). Banyak di antara enzim – enzim ini terdapat pada brush border vili dan mencernakan
zat – zat makanan sambil diabsorbsi. Pergerakan segmental usus halus akan mencampur zat –zat
yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar dan sekresi usus dan pergerakan peristaltik
mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lainnya dengan kecepatan yang sesuai untuk
absorbsi optimal dan suplai kontinu isi lambung. Absorbsi adalah pemindahan hasil akhir
pencernaan karbohidrat, lemak dan protein melalui dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe
untuk digunakan oleh sel – sel tubuh. Selain itu, air, elektrolit dan vitamin juga diabsorbsi (Price,
2002).
Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktifitas otot polos usus halus yang terdiri dari 2
lapis yaitu lapisan otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler. Otot yang terutama berperan pada
kontraksi segmentasi untuk mencampur makanan adalah otot longitudinal. Bila bagian
mengalami distensi oleh makanan, dinding usus halus akan berkontraksi secara lokal. Tiap
kontraksi ini melibatkan segmen usus halus sekitar 1 – 4 cm. Pada saat satu segmen usus halus
yang berkontraksi mengalami relaksasi, segmen lainnya segera akan memulai kontraksi,
demikian seterusnya. Bila usus halus berelaksasi, makanan akan kembali ke posisinya semula.
Gerakan ini berulang terus sehingga makanan akan bercampur dengan enzim pencernaan dan
mengadakan hubungan dengan mukosa usus halus dan selanjutnya terjadi absorbs (Price, 2002).
Kontraksi segmentasi berlangsung oleh karena adanya gelombang lambat yang
merupakan basic electric rhytm (BER) dari otot polos saluran cerna. Proses kontraksi segmentasi
berlangsung 8 sampai 12 kali/menit pada duodenum dan sekitar 7 kali/menit pada ileum.
Gerakan peristaltik pada usus halus mendorong makanan menuju ke arah kolon dengan
kecepatan 0,5 sampai 2 cm/detik, dimana pada bagian proksimal lebih cepat daripada bagian
distal. Gerakan peristaltik ini sangat lemah dan biasanya menghilang setelah berlangsung sekitar
3 sampai 5 cm
Aktifitas gerakan peristaltik akan meningkat setelah makan. Hal ini sebagian besar
disebabkan oleh masuknya makanan ke duodenum sehingga menimbulkan refleks peristaltik
yang akan menyebar ke dinding usus halus. Selain itu, hormon gastrin, CCK, serotonin, dan
insulin juga meningkatkan pergerakan usus halus. Sebaliknya sekretin dan glukagon
menghambat pergerakan usus halus. (Manaf, 2003)
Fungsi sfingter ileocaecal diatur oleh mekanisme umpan balik. Bila tekanan di dalam
caecum meningkat sehingga terjadi dilatasi, maka kontraksi sfingter ileocaecal akan meningkat
dan gerakan peristaltik ileum akan berkurang sehingga memperlambat pengosongan ileum. Bila
terjadi peradangan pada caecum atau pada appendiks maka sfingter ileocaecal akan mengalami
spasme, dan ileum akan mengalami paralisis sehingga pengosongan ileum sangat terhambat.

II.3 Ileus

Ileus adalah penurunan atau hilangnya fungsi usus akibat paralisis atau obstruksi mekanis
yang dapat menyebabkan penumpukan atau penyumbatan zat makanan (Rasmilia Retno, 2013).
Menurut Margaretha Novi Indrayani (2013) Ileus adalah gangguan atau hambatan isi usus yang
merupakan tanda adanya obstruksi usus akut yang segera membutuhkan pertolongan atau
tindakan. Ileus dibagi menjadi dua yaitu ileus obstruktif dan ileus paralitik. Ileus obstruktif atau
disebut juga ileus mekanik adalah keadaan dimana isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan
ke distal atau anus karena adanya sumbatan atau hambatan mekanik yang disebabkan kelainan
dalam lumen usus (Ida Ratna, Nurhidayati, 2015). MedLine Plus (2018) menyatakan Ileus
obstruktif atau obstruksi usus adalah suatu gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi
usus sepanjang saluran isi usus. Sedangkan ileus paralitik adalah obstruksi usus akibat
kelumpuhan seluruh atau sebagian otot-otot usus yang menyebabkan berkurangnya atau tidak
adanya peristaltik (Megan Griffiths, 2020). Dapat disimpulkan bahwa ileus obstruktif merupakan
penyumbatan pada usus yang disebabkan oleh hernia, adhesi atau pelengketan, tumor yang
menyebabkan isi usus tidak dapat disalurkan ke distal.

II.3.1 Ileus Paralitik

Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal atau tidak mampu
melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya. Ileus paralitik ini bukan suatu
penyakit primer usus melainkan akibat dari berbagai penyakit primer, tindakan (operasi) yang
berhubungan dengan rongga perut, toksin dan obat-obatan yang dapat mempengaruhi kontraksi
otot polos usus. Ileus paralitik merupakan kondisi dimana terjadi kegagalan neurogenik atau
hilangnya peristaltic usus tanpa adanya obstruksi mekanik.
Ileus paralitik adalah hilangnya peristaltik usus sementara akibat suplai saraf otonom
mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang
usus, contohnya amiloidosis, distrofi otot, gangguan endokrin, seperti diabetes militus, atau
gangguan neurologis seperti penyakit Parkinson.

II.3.1.1 Etiologi
Ileus pada pasien rawat inap ditemukan pada: (1) proses intraabdominal seperti
pembedahan perut dan saluran cerna atau iritasi dari peritoneal (peritonitis, pankreatitis,
perdarahan); (2) sakit berat seperti pneumonia, gangguan pernafasan yang memerlukan intubasi,
sepsis atau infeksi berat, uremia, diabetes ketoasidosis, dan ketidakseimbangan elektrolit
(hipokalemia, hiperkalsemia, hipomagnesemia, hipofosfatemia); dan (3) obat-obatan yang
mempengaruhi motilitas usus (opioid, antikolinergik, fenotiazine). Setelah pembedahan, usus
halus biasanya pertama kali yang kembali normal (beberapa jam), diikuti lambung (24-48 jam)
dan kolon (48-72 jam). (Badash, 2005)
Ileus terjadi karena hipomotilitas dari saluran pencernaan tanpa adanya obstruksi usus
mekanik. Diduga, otot dinding usus terganggu dan gagal untuk mengangkut isi usus. Kurangnya
tindakan pendorong terkoordinasi menyebabkan akumulasi gas dan cairan dalam usus.
II.3.1.2 Patofisiologi
Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari terangsangnya sistem saraf
simpatis dimana dapat menghambat aktivitas dalam traktus gastrointestinal, menimbulkan
banyak efek yang berlawanan dengan yang ditimbulkan oleh sistem parasimpatis. Sistem
simpatis menghasilkan pengaruhnya melalui dua cara: (1) pada tahap yang kecil melalui
pengaruh langsung norepineprin pada otot polos (kecuali muskularis mukosa, dimana ia
merangsangnya), dan (2) pada tahap yang besar melalui pengaruh inhibitorik dari noreepineprin
pada neuron-neuron sistem saraf enterik. Jadi, perangsangan yang kuat pada sistem simpatis
dapat menghambat pergerakan makanan melalui traktus gastrointestinal (Badash, 2005).
Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf enterik akan
menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada traktus gastrointestinal, namun tidak
semua pleksus mienterikus yang dipersarafi serat saraf parasimpatis bersifat eksitatorik, beberapa
neuron bersifat inhibitorik, ujung seratnya mensekresikan suatu transmitter inhibitor,
kemungkinan peptide intestinal vasoaktif dan beberapa peptide lainnya.
Menurut beberapa hipotesis, ileus pasca operasi dimediasi melalui aktivasi hambat busur
refleks tulang belakang. Secara anatomis, 3 refleks berbeda yang terlibat: ultrashort refleks
terbatas pada dinding usus, refleks pendek yang melibatkan ganglia prevertebral, dan refleks
panjang melibatkan sumsum tulang belakang. (Nobie, 2003)
Respon stres bedah mengarah ke generasi sistemik endokrin dan mediator inflamasi yang juga
mempromosikan perkembangan ileus.
Penyakit atau keadaan yang menimbulkan ileus paralitik dapat diklasifikasikan seperti yang
tercantum dibawah ini:
 Neurogenik
- Refleks inhibisi dari saraf afferent: incisi pada kulit dan usus pada operasi abdominal.
- Refleks inhibisi dari saraf efferent: menghambat pelepasan neurotransmitter
asetilkolin.
 Hormonal
Kolesistokinin, disekresi oleh sel I dalam mukosa duodenum dan jejunum
terutama sebagai respons terhadap adanya pemecahan produk lemak, asam lemak dan
monogliserida di dalam usus. Kolesistokinin mempunyai efek yang kuat dalam
meningkatkan kontraktilitas kandung empedu, jadi mengeluarkan empedu kedalam usus
halus dimana empedu kemudian memainkan peranan penting dalam mengemulsikan
substansi lemak sehingga mudah dicerna dan diabsorpsi. Kolesistokinin juga
menghambat motilitas lambung secara sedang. Oleh karena itu disaat bersamaan dimana
hormon ini menyebabkan pengosongan kandung empedu, hormon ini juga menghambat
pengosongan makanan dari lambung untuk memberi waktu yang adekuat supaya terjadi
pencernaan lemak di traktus gastrointestinal bagian atas.
Hormon lainnya seperti sekretin dan peptide penghambat asam lambung juga memiliki
fungsi yang sama seperti kolesistokinin namun sekretin berperan sebagai respons dari
getah asam lambung dan petida penghambat asam lambung sebagai respons terhadap
asam lemak dan asam amino.
 Inflamasi
- Makrofag: melepaskan proinflammatory cytokines (NO).
- prostaglandin inhibisi kontraksi otot polos usus.
 Farmakologi
Opioid menurunkan aktivitas dari neuron eksitatorik dan inhibisi dari pleksus
mienterikus. Selain itu, opioid juga meningkatkan tonus otot polos usus dan menghambat
gerak peristaltik terkoordianasi yang diperlukan untuk gerakan propulsi.
- Opioid: efek inhibitor, blockade excitatory neurons yang mempersarafi otot polos
usus.

II.3.1.3 Manifestasi Klinik


Ileus adinamik (ileus inhibisi) ditandai oleh tidak adanya gerakan usus yang disebabkan
oleh penghambatan neuromuscular dengan aktifitas simpatik yang berlebihan. Sangat umum,
terjadi setelah semua prosedur abdomen, gerakan usus akan kembali normal pada: usus kecil 24
jam, lambung 48 jam, kolon 3-5 hari.
Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung (abdominal distention),
anoreksia, mual. Muntah mungkin ada, mungkin pula tidak ada. Keluhan perut kembung pada
ileus paralitik ini perlu dibedakan dengan keluhan perut kembung pada ileus obstruksi. Pasien
ileus paralitik mempunyai keluhan perut kembung, tidak disertai nyeri kolik abdomen yang
paroksismal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen, perkusi timpani dengan
bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat tidak terdengar sama sekali. Pada palpasi,
pasien hanya menyatakan perasaan tidak enak pada perutnya. Tidak ditemukan adanya reaksi
peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas negatif). Apabila penyakit primernya peritonitis,
manifestasi klinis yang ditemukan adalah gambaran peritonitis.

II.3.1.4 Diagnosa
Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa silent abdomen yaitu
bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos abdomen didapatkan pelebaran udara usus
halus atau besar.
Anamnesa
Pada anamnesa ileus paralitik sering ditemukan keluhan distensi dari usus, rasa mual dan
dapat disertai muntah. Pasien kadang juga mengeluhkan tidak bisa BAB ataupun flatus, rasa
tidak nyaman diperut tanpa disertai nyeri.

Pemeriksaan fisik

- Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan turgor kulit
maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut abdomen,
hernia dan massa abdomen. Pada pasien yang kurus tidak terlihat gerakan peristaltik.
- Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri tekan,
yang mencakup ‘defence muscular’ involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa
yang abnormal untuk mengetahui penyebab ileus.
- Perkusi
Hipertimpani
- Auskultasi
Bising usus lemah atau tidak ada sama sekali (silent abdomen) dan borborigmi

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari kausa penyakit.
Pemeriksaan yang penting untuk dimintakan adalah leukosit darah, kadar elektrolit, ureum,
glukosa darah dan amylase. Foto polos abdomen sangat membantu untuk menegakkan diagnosis.
Pada ileus paralitik akan ditemukan distensi lambung, usus halus dan usus besar. Air fluid level
ditemukan berupa suatu gambaran line up (segaris). Hal ini berbeda dengan air fluid level pada
ileus obstruktif yang memberikan gambaran stepladder (seperti anak tangga). Apabila dengan
pemeriksaan foto polos abdomen masih meragukan, dapat dilakukan foto abdomen dengan
mempergunakan kontras.

II.3.1.5 Penatalaksanaan
Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya berupa
dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa dan penyakit primer
dan pemberiaan nutrisi yang adekuat (Sjamsuhidajat, 2003) Prognosis biasanya baik,
keberhasilan dekompresi kolon dari ileus telah dicapai oleh kolonoskopi berulang (Levine,
1992). Beberapa obat-obatan jenis penyekat simpatik (simpatolitik) atau parasimpatomimetik
pernah dicoba, ternyata hasilnya tidak konsisten. Untuk dekompresi dilakukan pemasangan pipa
nasogastrik (bila perlu dipasang juga rectal tube). Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit
dan nutrisi parenteral hendaknya diberikan sesuai dengan kebutuhan dan prinsip-prinsip
pemberian nutrisi parenteral. Beberapa obat yang dapat dicoba yaitu metoklopramid bermanfaat
untuk gastroparesis, sisaprid bermanfaat untuk ileus paralitik pascaoperasi, dan klonidin
dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi ileus paralitik karena obat-obatan. (Sjamsuhidajat, 2003)
1. Konservatif
 Penderita dirawat di rumah sakit.
 Penderita dipuasakan
 Kontrol status airway, breathing and circulation.
 Dekompresi dengan nasogastric tube.
 Intravenous fluids and electrolyte
 Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
2. Farmakologis
 Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.
 Analgesik apabila nyeri.
 Prokinetik: Metaklopromide, cisapride
 Parasimpatis stimulasi: bethanecol, neostigmin
 Simpatis blokade: alpha 2 adrenergik antagonis

3. Operatif
Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan peritonitis.
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk mencegah sepsis sekunder
atau rupture usus. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah
yang disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi.
 Pintas usus : ileostomi, kolostomi.
 Reseksi usus dengan anastomosis
 Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.

II.3.1.6 Diagnosis Banding


Masalah lain yang perlu dipertimbangkan
Masalah umum untuk ileus adalah pseudo-obstruksi, juga disebut sebagai sindrom
Ogilvie, dan obstruksi usus mekanik.
 Pseudo-obstruction (Pseudo-obstruksi)
Pseudo-obstruksi didefinisikan sebagai penyakit akut, ditanda dengan distensii dari usus
besar. Seperti ileus, itu terjadi didefinisikan karena tidak adanya gangguan mekanik. Beberapa
teks dan artikel cenderung menggunakan ileus sinonim dengan pseudo-obstruksi. Namun, kedua
kondisi itu adalah hal yang berbeda. Pseudo-obstruksi ini jelas terbatas pada usus besar saja,
sedangkan ileus melibatkan baik usus kecil dan usus besar. Usus besar kanan terlibat dalam
klasik pseudo-obstruksi, yang biasanya terjadi pada pasien yang terbaring lama di tempat tidur
dengan gambaran penyakit ekstraintestinal serius atau pada pasien trauma. Agen farmakologis,
aerophagia, sepsis, dan perbedaan elektrolit juga dapat berkontribusi untuk kondisi ini.Kondisi
kronis pada pseudo-obstruksi usus juga diamati pada pasien dengan penyakit kolagen-vaskular,
miopati viseral, atau neuropati. Bentuk kronis dari pseudo-obstruksi melibatkan dismotilitas baik
dari usus besar dan kecil. Dismotilitas ini disebabkan hilangnya kompleks motorik yang
berpindah dan bakteri berlebih. semua hal ini bermanifestai klinik sebagai obstruksi usus kecil.
Pemeriksaan fisik biasanya menunjukkan tanda perut kembung tanpa rasa sakit, namun
pasien bisa juga mempunyai gejala mirip obstruksi. Radiografi dari foto polos abdomen
mengungkapkan adanya keadaan yang terisolasi, dilatasi usus proksimal yang membesar, seperti
yang ditunjukkan pada gambar di bawah, dan pencitraan kontras membedakan ini dari obstruksi
mekanik.
Distensi kolon dapat mengakibatkan perforasi caecum, terutama jika diameter caecum
melebihi 12 cm. Tingkat kematian untuk pseudo-obstruksi adalah 50% jika pasien berkembang
menjadi nekrosis iskemik dan perforasi.
Perawatan awal meliputi hidrasi, pemasangan NGT dan rectal tube, koreksi
ketidakseimbangan elektrolit, dan penghentian obat yang menghambat motilitas usus.
Dekompresi melalui kolonoskopi cukup efektif dalam mengurangi pseudo-obstruksi.
Neostigmine intravena mungkin juga efektif, menghasilkan perbaikan pseudo-obstruksi dalam
waktu 10-30 menit. Dosis 2,5 mg dari neostigmine diinfuskan perlahan-lahan selama 3 menit
dengan pengawasan jantung untuk mengamati efek bradikardi. Jika terjadi bradikardia, atropin
harus diberikan. Laparotomi dan reseksi usus untuk peritonitis dan iskemia merupakan jalan
terakhir.
 Obstruksi Mekanik
Obstruksi mekanik usus dapat disebabkan oleh adhesi, volvulus , hernia, intususepsi ,
benda asing, atau neoplasma. Pasien datang dengan nyeri kram perut berat yang paroksismal.
Pemeriksaan fisik ditemukan borborygmi bertepatan dengan kram perut. Pada pasien yang kurus,
gelombang peristaltik dapat divisualisasikan. Dengan auskultasi dapat terdengar suara bernada
tinggi, denting suara bersamaan dengan aliran peristaltic. Jika obstruksi total, pasien
mengeluhkan tidak bisa BAB. Muntah mungkin terjadi tapi bisa juga tidak jika katup ileocecal
kompeten dalam mencegah refluks. Tanda peritoneal terlihat nyata jika pasien mengalami
strangulasi dan perforasi. Tabel berikut menyajikan perbedaan antara ileus, pseudo-obstruksi,
dan obstruksi mekanis.

Mekanikal
Ileus Pseudo-obstruksi
Obstruksi

Gejala Sakit perut, kembung, Nyeri kram perut, Nyeri kram perut,
mual, muntah, konstipasi, obstipasi, konstipasi, obstipasi,
konstipasi mual, muntah, mual, muntah,
anoreksia anoreksia
Temuan Silent abdomen, Borborygmi, timpani, Borborygmi, timpani,
Pemeriksaan Fisik kembung, timpani gelombang gelombang
peristaltik, bising peristaltik, bising
usus hiperaktif atau usus hiperaktif ayau
hipoaktif, distensi, hipoaktif, distensi,
nyeri terlokalisasi nyeri terlokalisasi
Gambaran dilatasi usus kecil dan dilatasi usus besar Bow-shaped loops in
Radiografi besar, diafragma yang terlokalisir, ladder pattern,
meninggi diafragma meninggi berkurangnya gas
kolon di distal,
diafragma agak
tinggi, air fluid level.

Tabel. Karakteristik ileus, Pseudo-obstruksi, dan Mekanik Sumbatan. (Fiedberg, 2004)

II.3.1.7 Prognosis
Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu sendiri. Bila ileus hasil
dari operasi perut, kondisi ini biasanya bersifat sementara dan berlangsung sekitar 24-72 jam.
Prognosis memburuk pada kasus-kasus tetentu dimana kematian jaringan usus terjadi; operasi
menjadi perlu untuk membuang jaringan nekrotik. Bila penyebab primer dari ileus cepat
tertangani maka prognosis menjadi lebih baik.

II.4.1 Definisi Ileus Obstruksi

Ileus obstruktif atau obstruksi usus adalah suatu gangguan (apapun penyebabnya) aliran
normal isi usus sepanjang saluran isi usus. Sedangkan ileus paralitik adalah obstruksi usus akibat
kelumpuhan seluruh atau sebagian otot-otot usus yang menyebabkan berkurangnya atau tidak
adanya peristaltik. Dapat disimpulkan bahwa ileus obstruktif merupakan penyumbatan pada usus
yang disebabkan oleh hernia, adhesi atau pelengketan, tumor yang menyebabkan isi usus tidak
dapat disalurkan ke distal.

II.4.1.1 Klasifikasi ileus obstruktif


a. Menurut sifat sumbatannya, ileus obstruktif dibagi atas 2 tingkatan :

1) Obstruksi biasa (simple obstruction) yaitu penyumbatan mekanis di dalam lumen usus
tanpa gangguan pembuluh darah, antara lain karena atresia usus dan neoplasma

2) Obstruksi strangulasi yaitu penyumbatan di dalam lumen usus disertai oklusi


pembuluh darah seperti hernia strangulasi, intususepsi, adhesi, dan volvulus.

b. Menurut letak sumbatannya Menurut letak sumbatannya, maka ileus obstruktif dibagi
menjadi 2 :

1) Obstruksi tinggi, bila mengenai usus halus


2) Obstruksi rendah, bila mengenai usus besar (Pasaribu, 2012).

c. Menurut etiologinya
Menurut etiologinya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 3:
1) Lesi ekstrinsik (ekstraluminal) yaitu yang disebabkan oleh adhesi (postoperative),
hernia (inguinal, femoral, umbilical), neoplasma (karsinoma), dan abses intraabdominal.
2) Lesi intrinsik yaitu di dalam dinding usus, biasanya terjadi karena kelainan kongenital
(malrotasi), inflamasi (Chron’s disease, diverticulitis), neoplasma, traumatik, dan
intususepsi.
3) Obstruksi menutup (intaluminal) yaitu penyebabnya dapat berada di dalam usus,
misalnya benda asing, batu empedu (Pasaribu, 2012).
d. Menurut stadiumnya Ileus obstruktif dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan stadiumnya,
antara lain :
1) Obstruksi sebagian (partial obstruction) : obstruksi terjadi sebagian sehingga makanan
masih bisa sedikit lewat, dapat flatus dan defekasi sedikit.
2) Obstruksi sederhana (simple obstruction) : obstruksi / sumbatan yang tidak disertai
terjepitnya pembuluh darah (tidak disertai gangguan aliran darah).
3) Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction) : obstruksi disertai dengan terjepitnya
pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau
gangren (Margaretha Novi Indrayani, 2013).

Tabel 2.1 Perbandingan Klinis bermacam-macam ileus.

Macam Nyeri Usus Distensi Muntah Bising usus Ketegangan


ileus borborigmi abdomen
Obstruksi ++ + +++ Meningkat -
simple
(kolik)
tinggi
Obstruksi +++ +++ + Meningkat -
simple
(Kolik) Lambat,
rendah
fekal
Obstruksi ++++ ++ +++ Tak tentu +
strangulasi
(terus- biasanya
menerus, meningkat
terlokalisir)
Paralitik + ++++ + Menurun -
Oklusi +++++ +++ +++ Menurun +
vaskuler

II.4.1.2 Etiologi Penyebab


Terjadinya ileus obstruksi pada usus halus menurut Margaretha Novi Indrayani (2013)
antara lain

a. Hernia inkarserata : Hernia inkarserata timbul karena usus yang masuk ke dalam kantung
hernia terjepit oleh cincin hernia sehingga timbul gejala obstruksi (penyempitan) dan
strangulasi usus (sumbatan usus menyebabkan terhentinya aliran darah ke usus).
b. Non hernia inkarserata, antara lain :
1) Adhesi atau perlekatan usus Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intra
abdominal sebelumnya atau proses inflamasi intra abdominal. Dapat berupa perlengketan
mungkin dalam bentuk tunggal maupun multiple, bisa setempat atau luas.
2) Askariasis Cacing askaris hidup di usus halus bagian yeyunum, biasanya jumlahnya
puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi bisa terjadi di mana-mana di usus halus, tetapi
biasanya di ileum terminal yang merupakan tempat lumen paling sempit. 10 Obstruksi
umumnya disebabkan oleh suatu gumpalan padat terdiri atas sisa makanan dan puluhan
ekor cacing yang mati atau hampir mati akibat pemberian obat cacing. Segmen usus yang
penuh dengan cacing berisiko tinggi untuk mengalami volvulus, strangulasi, dan
perforasi. 3) Volvulus Merupakan suatu keadaan di mana terjadi pemuntiran usus yang
abnormal dari segmen usus sepanjang aksis usus sendiri, maupun pemuntiran terhadap
aksis sehingga pasase (gangguan perjalanan makanan) terganggu. Pada usus halus agak
jarang ditemukan kasusnya. Kebanyakan volvulus didapat di bagian ileum.
4) Tumor Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi Usus, kecuali jika ia
menimbulkan invaginasi . Hal ini terutama disebabkan oleh kumpulan metastasis
(penyebaran kanker) di peritoneum atau di mesenterium yang menekan usus.
5) Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong empedu
menyebabkan fistul (koneksi abnormal antara pembuluh darah, usus, organ, atau struktur
lainnya) dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang menyebabkan batu
empedu masuk ke raktus gastrointestinal.

II.4.1.3 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala yang biasa dapat ditemukan pada pasien dengan ileus obstruktif:
a. Mekanik sederhana – usus halus atas Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke
atas, distensi, muntah, peningkatan bising usus, nyeri tekan abdomen.
b. Mekanik sederhana – usus halus bawah Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi
berat, bising usus meningkat, nyeri tekan abdomen.
c. Mekanik sederhana – kolon Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang
muncul terakhir, kemudian terjadi muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri
tekan abdomen.
d. Obstruksi mekanik parsial Gejalanya kram nyeri abdomen, distensi ringan.
e. Strangulasi Gejala berkembang dengan cepat: nyeri hebat, terus menerus dan terlokalisir,
distensi sedang, muntah persisten, biasanya bising usus menurun dan nyeri tekan
terlokalisir hebat. Feses atau vomitus menjadi berwarna gelap atau berdarah (Margaretha
Novi Indrayani, 2013).

II.4.1.4 Penatalaksanaan Ileus Obstruksi

Penatalaksanaan pasien dengan ileus obstruktif adalah:

a. Persiapan Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi
dan mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien dipuasakan, kemudian dilakukan
juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan keadaan umum. Setelah keadaan
optimum tercapai barulah dilakukan laparatomi. Pada obstruksi parsial atau
karsinomatosis abdomen dengan pemantauan dan konservatif
b. Operasi Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital
berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah pembedahan
sesegera mungkin.

Tindakan bedah dilakukan bila :


1) Strangulasi
2) Obstruksi lengkap
3) Hernia inkarserata
4) Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan pemasangan NGT,
infus,oksigen dan kateter) (Kusuma dan Nurarif, 2015)
c. Pasca bedah Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan
elektrolit. Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori
yang cukup. Perlu diingat bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam keadaan paralitik
(Kusuma dan Nurarif, 2015).

II.4.1.5 Pemeriksaan Penunjang

a. HB (hemoglobin), PCV (volume sel yang ditempati sel darah merah) : meningkat akibat
dehidrasi
b. Leukosit : normal atau sedikit meningkat ureum + elektrolit, ureum meningkat, Na+ dan
Cl- rendah.
c. Rontgen toraks : diafragma meninggi akibat distensi abdomen
1) Usus halus (lengkung sentral, distribusi nonanatomis, bayangan valvula connives
melintasi seluruh lebar usus) atau obstruksi besar (distribusi perifer/bayangan haustra
tidak terlihat di seluruh lebar usus)
2) Mencari penyebab (pola khas dari volvulus, hernia, dll)
d. Enema kontras tunggal (pemeriksaan radiografi menggunakan suspensi barium sulfat
sebagai media kontras pada usus besar) : untuk melihat tempat dan penyebab.
e. CT Scan pada usus halus : mencari tempat dan penyebab, sigmoidoskopi untuk
menunjukkan tempat obstruksi (Pasaribu, 2012).

BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Ileus dibedakan menjadi beberapa macam, ileus obstruktif, ileus paralitik dan ileus
vaskuler, Ileus lebih sering terjadi pada obstruksi usus halus daripada usus besar. Penyebab
terbanyak dari Ileus adalah perlekatan atau adhesi, kemudian diikuti Hernia, keganasan, dan
Volvulus.
Penegakan diagnosis pada illeus meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, terdapat 4 gejala cardinal yang sering dijumpai yaitu nyeri abdomen (kolik
abdomen), muntah, distensi dan konstipasi. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takikardia,
demam, nyeri tekan abdomen, nyeri lokal pada perut, dan distensi perut. Salah satu pemeriksaan
penunjang pada illeus adalah pemeriksaan radiologi, gambaran radiologi berupa pengumpulan
gas dalam lumen usus yang melebar (dilatasi) dinding usus menebal membentuk gambaran
heering bone appearance dan terdapat gambaran Air fluid level.
Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu sendiri, bila penyebab
primer dari ileus cepat tertangani maka prognosis menjadi lebih baik. Prognosis ileus baik bila
diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat.

DAFTAR PUSTAKA

American Gastroenterological Association. 2003. Reviews : Postoperatives Ileus : Etiologies and


Interventions. University of California San Fransisco : California.
Badash, Michelle. Paralytic Ileus (Adynamic Ileus, Non-mechanical Bowel Obstruction).
EBSCO Publishing, 2005.
Basson, M.D.: Colonic Obstruction. Editor: Ochoa, J.B., Talavera, F., Mechaber, A.J., and Katz,
J. http://www.emedicine.com. Last Updated, June 14, 2004.
Davidson, Intestinal Obstruction. 2006. Available at: http//www.mayoclinic.com. Accessed july
9, 2012.
Fiedberg, B. and Antillon, M.: Small-Bowel Obstruction. Editor: Vargas, J., Windle, W.L., Li,
B.U.K., Schwarz, S., and Altschuler, S. http://www.emedicine.com. Last Updated, June 29,
2004.
Hamami, AH., Pieter, J., Riwanto, I., Tjambolang, T., dan Ahmadsyah, I. Usus Halus, apendiks,
kolon, dan anorektum. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan
De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003. Hal: 615-681.
Levine, B.A., and Aust, J.B. Kelainan Bedah Usus Halus. Dalam Buku Ajar Bedah Sabiston’s
essentials surgery. Editor: Sabiston, D.C. Alih bahasa: Andrianto, P., dan I.S., Timan. Editor
bahasa: Oswari, J. Jakarta: EGC, 1992.
Manaf M, Niko dan Kartadinata, H. Obstruksi Ileus. 2003. Available
at://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/06_ObstruksiIleus.pdf/06_ObstruksiIleus.html. Accessed
juli 20, 2012
Nobie BA. Obstruction, small bowel. 2007. Available at: http//www.emedicine.com. Accessed
juni 20, 2012.

Purnawan, Iwan. 2009. Ileus. Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.

Price, S.A. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Editor: Price, S.A., McCarty, L.,
Wilson. Editor terjemahan: Wijaya, Caroline. Jakarta: EGC, 1994.
Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Gawat Abdomen. Dalam Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003. Hal: 181-
192.

Translight Medical Media, 2008 http://gasdetections.com/anatomy-gastrointestinal-


system.html#more-425 Accessed july 20, 2012.

Anda mungkin juga menyukai