FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
ANESTESI EPIDURAL
DISUSUN OLEH
Rabbika Darul Yaqin 111 23 0124
PEMBIMBING
Dr. FAISAL SOMMENG, Sp.An
1
LEMBAR PENGESAHAN
SUPERVISOR PEMBIMBING
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
ruang epidural (anestesi epidural dan kaudal) dan menggenangi akar serabut saraf
dalam ruang subaraknoid atau epidural.2
Blokade epidural merupakan salah satu jenis anestesi regional yang
memiliki rentang implikasi lebih luas dibanding dengan blokade spinal. Perbedaan
teknik maupun rejimen obat untuk blokade epidural meningkat seiring dengan
meningkatnya ketertarikan di bidang anestesi regional dikarenakan teknik anestesi
regional memberikan efek analgesi yang efektif tanpa memengaruhi kesadaran
pasien dan meningkatkan kenyamanan pasien.1
BAB II
4
TINJAUAN PUSTAKA
5
Oleh karena medula spinalis berakhir pada level L1, keamanan blok epidural pada
daerah lumbal dapat dikatakan aman, terutama apabila secara tidak sengaja
sampai menembus dura.3
2.1.2 Torakal epidural
Secara teknik lebih sulit dibandingkan teknik lumbal epidural, demikian
juga risiko cedera pada medula spinalis lebih besar. Pendekatan median dan
paramedian dapat dipergunakan. Teknik torakal epidural lebih banyak digunakan
untuk intra atau post operatif analgesia.3
2.1.3. Cervikal epidural
Teknik ini biasanya dikerjakan dengan posisi pasien duduk, leher ditekuk
dan menggunakan pendekatan median. Secara klinis digunakan terutama untuk
penanganan nyeri.3
2.2 Teknik Anestesi Epidural
Dengan menggunakan pendekatan median atau paramedian, jarum
epidural dimasukan melalui kulit sampai menembus ligamentum flavum. Dua
teknik yang ada untuk mengetahui apakah ujung jarum telah mencapai ruang
epidural adalah teknik “loss of resistance” dan “hanging drop”. 3
6
Gambar 2.2 Lokasi anestesi epidural3
Teknik “loss of resistance” lebih banyak dipilih oleh para klinisi. Jarum
epidural dimasukkan menembus jaringan subkutan dengan stilet masih terpasang
sampai mencapai ligamentum interspinosum yang ditandai dengan meningkatnya
resistensi jaringan. Kemudian stilet atau introducer dilepaskan dan spuit gelas
yang terisi 2 cc cairan disambungkan ke jarum epidural tadi. Bila ujung jarum
masih berada pada ligamentum, suntikan secara lembut akan mengalami
hambatan dan suntikan tidak bisa dilakukan. Jarum kemudian ditusukan secara
perlahan, milimeter demi milimeter sambil terus atau secara kontinyu melakukan
suntikan. Apabila ujung jarum telah mesuk ke ruang epidural, secara tiba-tiba
akan terasa adanya loss of resistance dan injeksi akan mudah dilakukan.3
7
2.3 Aktifasi Epidural
Jumlah (volume dan konsentrasi) dari obat anestesi lokal yang dibutuhkan
untuk anestesi epidural relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan anestesi
spinal. Keracunan akan terjadi bila jumlah obat sebesar itu masuk intratekal atau
intravaskuler. Untuk mencegah timbulnya hal tersebut, dilakukan tes dose
epidural. Hal ini dibenarkan dengan menggunakan jarum ataupun melalui kateter
epidural yang telah terpasang. 3
Test dose dilakukan untuk mendeteksi adanya kemungkinan injeksi ke
ruang subaraknoid atau intravaskuler. Test dose klasik dengan menggunakan
kombinasi obat anestesi lokal dan epineprin, 3 ml lidokain 1,5 % dengan 0,005
mg/mL epineprin 1:200.000. Apabila 45 mg lidokain disuntikan kedalam ruang
subaraknoid akan timbul anestesi spinal secara cepat. 15 g epineprin bila
disuntikan intravaskuler akan menimbulkan kenaikan nadi 20% atau lebih.
Beberapa menyarankan untuk menggunakan obat anestesi lokal yang lebih sedikit
suntikan 45 mg lidokain intratekal akan menimbulkan kesulitan penanganan pada
tempat tertentu, misalnya di ruang persalinan. Demikian juga, epineprin sebagai
marker injeksi intravena tidaklah ideal. False positif dapat terjadi (kontraksi uterus
sehingga menimbulkan nyeri yang berakibat meningkatnya nadi) demikian juga
false negatif (pada pasien yang mendapat bloker). Fentanil telah dianjurkan
untuk digunakan sebagai test dose intravena, yang mempunyai efek analgesia
yang besar tanpa epineprin. Yang lain menyarankan untuk melakukan tes aspirasi
sebelum injeksi dapat dilakukan untuk mencegah injeksi obat anestesi lokal secara
intravena. 3
2.4 Penempatan Kateter
Setelah ujung jarum masuk di ruang epidural, kateter dimasukkan lewat
jarum tersebut. Jarum kemudian dicabut. Biasanya, kateter kemudian ditarik
sedikit sampai tersisa 4-6 cm di dalam ruang epidural. Kateter tersebut memiliki
tanda kedalaman, sehingga kedalaman kateter di ruang epidural dapat
diukur.Kateter biasanya difiksasi pada kulit dengan plester atau kasa supaya tidak
tertekuk.6
8
Setelah diyakini posisi jarum atau kateter benar, suntikkan anestetik local
secara bertahap setiap 3-5 menit sebanyak 3-5 ml sampai tercapai dosis
total.Suntikan yang terlalu cepat menyebabkan tekanan dalam ruang epidural
mendadak tinggi, sehingga menimbulkan peninggian tekanan intrakranial, nyeri
kepala, dan gangguan sirkulasi pembuluh darah epidural.6
2.6 Uji Keberhasilan Epidural
Anestesi epidural yang benar menghasikan 3 efek utama :
1. Hilangnya fungsi sistem saraf simpatis yang mengontrol tekanan
darah,diketahui dari perubahan suhu.
2. Hilangnya modalitas sensorik lainnya (termasuk sentuhan, dan
propriosepsi),dengan uji tusuk jarum (pin-prick)
3. Hilangnya kekuatan otot (motorik), dinilai dari skala Bromage.6
2.7 Obat-obat anestesi epidural
Obat-obat epidural dipilih berdasarkan efek klinis yang diharapkan,
apakah akan digunakan sebagai obat anestesi primer, untuk suplementasi pada
anestesi umum, atau untuk lokal analgesia. Antisipasi terhadap lamanya prosedur
akan memerlukan suntikan tunggal short atau long acting anestesi atau
membutuhkan pemasangan kateter. Umumnya penggunaan obat dengan durasi
kerja pendek sampai sedang pada anestesi menggunakan lidokain 1,5-2%, 3%
kloroprokain, dan 2% mevipakain. Obat dengan durasi kerja lama termasuk
bupivakain 0,5-0,75%, ropivakain 0,5-1%, dan etidokain. Hanya obat-obat
anestesi lokal yang bebas preservatif atau yang telah diberi label khusus untuk
epidural atau kaudal saja yang dianjurkan.3
Sesuai dengan kaidah bolus 1-2 mL per segmen, dosis ulangan melalui
kateter epidural dikerjakan dalam waktu yang tetap, berdasarkan pengalaman
praktisi terhadap penggunaan obat tersebut, atau apabila telah menunjukan regresi
blok. Waktu regresi dua segmen sesuai dengan karakteristik masing-masing obat
anestesi lokal dan didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya
penurunan level sensoris sebanyak dua level dermatom. Bila telah terjadi regresi
dua segmen, boleh diberikan suntikan ulang sebanyak sepertiga sampai setengah
dari dosis inisial.3
9
Harus dicatat bahwa kloroprokain, suatu ester dengan onset yang cepat,
durasi yang pendek, dan toksisitas yang rendah, akan mungkin bertumpang tindih
dengan efek efek epidural dari opiat. Dulunya formulasi dari kloroprokain dengan
preservatif bisulfit dan EDTA tampaknya menjadi suatu permasalahan. Preparat
bisulfit menimbulkan neurotoksik bila disuntikan intratekal dengan volume yang
besar. Sedangkan formulasi EDTA menimbulkan nyeri pinggang yang berat
(diperkirakan karena terjadinya hipokalemia lokal). Saat ini preparat kloroprokain
sudah bebas preservatif dan tidak menimbulkan komplikasi tersebut.3
Bupivakain, yang merupakan salah satu anestesi lokal golongan amide
dengan onset yang lambat dan durasi kerja yang panjang, mempunyai potensi
menimbulkan toksisitas sistemik. Anestesi untuk pembedahan diijinkan untuk
menggunakan formulasi 0,5 % dan 0,75 %. Konsentrasi 0,75 % tidak dianjurkan
pada anestesi obstetri. Penggunaannya pada masa lalu dilaporkan menimbulkan
cardiac arrest sebagai akibat injeksi kedalam intravena. Kasulitan dalam
melakukan resusitasi dan tingginya angka kematian sebagai akibat ikatan dengan
protein yang sangat tinggi dan kelarutan bupivakain dalam lemak, mengakibatkan
akumulasi dalam sistim hantaran jantung sehingga timbul refractory re-entrant
arrhythmias. Konsentrasi yang sangat encer dari bupivakain (misal 0,0625%)
sering dikombinasi dengan fentanil dan digunakan untuk analgesia untuk
persalinan dan nyeri pasca operasi. S-enantiomer dari bupivakain :
levobupivakain, tampaknya berefek anestesi lokal pada konduksi saraf tetapi tidak
menimbulkan efek toksik secara sistemik. Ropivakain, kurang toksik
dibandingkan bupivakain, potensi, onset, durasi dan kualitas blok sama dengan
bupivakain. 3
Tabel 2.1 Obat-obat anestesi epidural3
10
0,5% Lambat Berat Ringan-sedang
0,75% Lambat Berat Sedang- berat
Ropivacaine 0,2% Lambat Analgesik Minimal
0,5% Lambat Berat Ringan-sedang
0,75-1,0% Lambat Berat Sedang- berat
11
Blok unilateral dapat terjadi bila obat diberikan lewat kateter yang keluar
dari ruang epidural. Bila blok unilateral terjadi, masalah tersebut dapat diatasi
dengan menarik kateter 1-2 cm dan disuntikan ulang dimana pasien diposisikan
dengan bagian yang belum terblok berada disisi bawah. Bisa juga pasien
mengeluh akibat nyeri viseral pada blok epidural yang bagus. Pada beberapa
kasus (tarikan pada ligamentum inguinale dan tarikan spermatic cord), yang
lainnya seperti tarikan peritoneum. Pada keadaan ini diperlukan pemberian
suplementasi opioid intravena. Serat aferen visceral yang berjalan bersama nervus
vagus mengakibatkan semua hal ini.3
2.9 Indikasi anestesi epidural
2.9.1 Bedah daerah panggul dan lutut
Anestesi epidural untuk pembedahan daerah panggul dan lutut
berhubungan dengan rendahnya kejadian trombosis vena dalam.
Perdarahan juga minimal apabila dilakukan pembedahan dengan teknik
anestesi epidural.3
2.9.2 Revaskularisasi ekstremitas bawah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pasien dengan penyakit
pembuluh darah perifer yang dioperasi dengan teknik anestesi epidural
aliran darah ke distal lebih besar dan oklusi pembuluh darah post operatif
juga menunjukkan angka yang lebih kecil dibandingkan dengan anestesi
umum.3
2.9.3 Persalinan
Pada proses persalinan yang sulit, apabila dilakukan dengan teknik
epidural anestesi menyebabkan stress peripartum berkurang. Hal ini
berhubungan dengan menurunnya produksi katekolamin.3
2.9.4 Penanganan nyeri post operatif
Pasien dengan gangguan cadangan paru, misalnya PPOK
menunjukkan maintenance fungsi paru lebih bagus dengan teknik epidural
anestesi dibandingkan dengan general anestesi. Post operatif pun, pasien
lebih kooperatif dan lebih cepat dipindahkan dari recovery room.3
2.10 Kontra indikasi
Tabel 2.3 Kontra indikasi anestesi epidural3
12
Absolut Relatif Kontroversial
1. Infeksi di tempat 1. Sepsis 1. Sebelumnya operasi
injeksi 2. Pasien tidak punggung di tempat
2. Kurangnya kooperatif injeksi
persetujuan 3. Defisit neurologis 2. Operasi rumit
3. Koagulopati atau yang sudah ada 3. Operasi yang lama
perdarahan diatesis sebelumnya 4. Kehilangan darah
lainnya 4. Lesi demielinasi besar
4. Hipovolemia berat 5. Lesi stenosis katup 5. Manuver yang
5. Peningkatan tekanan jantung mengganggu
intrakranial 6. Obstruksi aliran pernapasan
keluar ventrikel kiri
(kardiomiopati
obstruktif hipertrofi)
7. Deformitas tulang
belakang yang berat
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Ibnu, M., Yadi, DF., Oktaliansah, E. 2017. Penggunaan Teknik Obat dan
Permasalahan Blokade Epidural di Wilayah Jawa Barat pada Tahun 2015
14
dalam Jurnal Anestesi Perioperatif. Bandung: Departemen Anestesiologi dan
Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/RSUP Dr.
Hasan Sadikin Bandung
2. Lestari, AP. 2011. Laporan Kasus Penggunaan Anestesi Epidural Pada Pasien
Yang Dilakukan Sectio Caesaria Dengan Pre Eklampsia Berat. Semarang:
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
3. Morgan E, Mikhail MS. Clinical Aesthesiology. 4th ed. Elm St. Appleton &
lange Stamford; 2018.
4. Fardian, D., Laksono, RM., Isngadi. 2014. Anestesi Epidural Thorakal pada
Operasi Shapp Plate pada Pasien dengan Fraktur Kosta Tertutup Multipel
dalam Anesthesia & Critical Care Vol. 32 No. 2 Juni 2014. Malang:
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
5. Fischer HBJ. Regional anaesthesia and analgesia. In: Fundamentals of
anaesthesia. Smith T, Pinnock C, Lin T, editors. 3rd ed. New York:
Cambridge University Press; 2016.
6. Satri, MS., Weoi, LK., Dhiparedja, R. 2012. Laporan Kasus Hil Insacerata
Dengan Epidural Anaesthesi. Malang : Anaestesiologi & Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Rumah Sakit Umum Dr.Saiful
Anwar Malang
15