Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI PADA PASIEN HEMOROID DILAKUKAN

TINDAKAN OPERASI HEMOROIDEKTOMI DENGAN ANETESI REGIONAL ANESTESI


TEKNIK SUBARACHNOID BLOK (SAB)

DI IBS RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING

Tugas ini disusun untuk memenuhi Mata Kuliah Praktik Klinik Asuhan Keperawatan
Anestesi Kasus Penyulit

Dosen Pembimbing : Astika Nur Rohmah S.kep.Ns.

OLEH

ALI IMRON KAMIL ( 2011604007 )

PINI MUTMAINAH ( 2011604017 )

ANNORA ADHEVANIA ( 2011604034 )

HAERUL LUTFI ( 2011604037 )

SEPTI NUR AFIFAH ( 2011604049 )

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA TERAPAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA


2023
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI PADA PASIEN HEMOROID RETENSI

DILAKUKAN TINDAKAN OPERASI HEMOROIDEKTOMMI DENGAN ANETESI REGIONAL


ANESTESI TEKNIK SUBARACHNOID BLOK (SAB)

DI IBS RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING

Laporan Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktik Klinik Asuhan Keperawatan Anestesi
Kasus Penyulit

Oleh :

ALI IMRON KAMIL ( 2011604007 )

PINI MUTMAINAH ( 2011604017 )

ANNORA ADHEVANIA ( 2011604034 )

HAERUL LUTFI ( 2011604037 )

SEPTI NUR AFIFAH ( 2011604049 )

Telah diperiksa dan disetujui tanggal .........

Mengetahui,

Pembimbing Lapangan Pembimbing Akademik

( .......................................) (Astika Nur Rohmah S.kep.Ns.)


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perkembangan zaman membuat perubahan gaya hidup pada individu yang


mempengaruhi derajat kesehatan. Individu menjadi semakin malas dan mengabaikan
kesesuaian hidup sehat terkhususnya saat mengonsumsi makanan. Saat ini lebih memilih
untuk mengonsumsi fast food dengan kandungan serat yang mengakibatkan gangguan
pada sistem pencernaan. Salah satu penyakit gangguan pencernaan adalah hemoroid
(Rahmawati, 2021). Hemoroid merupakan inflamasi dari pembuluh darah vena yang
mengalami pelebaran pada bagian anus tepatnya pleksus hemoroidalis ditandai dengan
pembengkakan (varikosa) (Dewi, 2021). Masyarakat umum mengenal hemoroid dengan
ambeien atau wasir. Sebetulnya, hemoroid bukan keadaan patologis (tidak normal) tetapi
ketika muncul keluhan harus segera diberi tindakan untuk diatasi (Natasa, 2022).

Terjadinya hemoroid dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko seperti kehamilan,


mengedan terlalu lama, kurangnya mobilisasi, konstipasi kronik, diet rendah serat, usia
lanjut, aktifitas fisik berat, penyakit yang meningkatkan tekanan intra abdomen seperti
tumor usus, tumor abdomen dan berbagai macam penyakit atau sindrom lainnya yang
berdampak pada peningkatan tekanan vena pelvis, serta duduk terlalu lama. Hasil uji
statistik dengan uji chi square ditemukan adanya peranan yang bermakna antara jenis
pekerjaan dengan kejadian hemoroid yaitu pekerja yang sifat pekerjaannya bersifat statis
berpeluang untuk menderita hemoroid sebesar 6,5 kali dibandingkan pekerja yang sifat
pekerjaannya dinamis (Safyudin & Damayanti, 2017; Mutmainnah et al, 2015).Untuk
melakukan penegakan diagnosis hemoroid diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan konfirmasi seperti anoscopy. Anoscopy jauh lebih cocok untuk
mendiagnosis hemoroid dengan tingkat penemuan yang lebih tinggi dan kemampuan
yang lebih besar untuk mengenali perdarahan, serta perlu dievaluasi dengan seksama agar
dapat dicapai pendekatan terapeutik yang sesuai (Yamana, 2017). Perawatan medis
konservatif ditunjukkan sebagai terapi awal bagi penderita hemoroid. Ketika tidak ada
perbaikan klinis, metode pengobatan yang lebih invasif dapat dilakukan, seperti rubber
band ligation, koagulasi inframerah dan skleroterapi. Perawatan bedah umumnya
disediakan untuk pasien yang gagal merespons tindakan konservatif, sekitar 5-10%
pasien.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Proses Asuhan Keperawatan Anestesi pada pasien Hemoroid ?


2. Bagaimana Definisi, Etiologi, Manifestasi Klinis, dan Komplikasi pada pasien
Hemoroid ?
3. Bagaimana tindakan anestesi pada pasien Hemoroid ?

C. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Memperoleh pengalaman dan mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara


komprehensif baik biologi, psikologi, sosial dan spiritual dengan pendekatan proses
keperawatan pada pasien Hemoroid dilakukan tindakan operasi Hemoroidektomi
dengan tindakan anestesi regional teknik SAB.

2. Tujuan Khusus

- Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Anestesi pada pasien Hemoroid


- Untuk mengetahui definisi, etiologi, manifestasi klinis, dan komplikasi dari
Hemoroid

D. METODE

Desain laporan asuhan keperawatan anestesiologi ini adalah penelitian deskriptif,


menggunakan metode pendekatan proses keperawatan dengan mengobservasi dokumen
rekam medis dan wawancara terhadap pasien dan tenaga medis lainnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori Anestesi

1. Regional Anestesi

Teknik ini menghasilkan blokade yang lebih spesifik, efek adekuat dalam
menghilangkan nyeri, memiliki pengaruh yang baik terhadap operasi pada tulang
serta jaringan sekitarnya yang pada kasus-kasus tertentu anestesi umum harus
dihindari karena risiko yang tinggi terhadap hasil luaran, selain itu penggunaan opioid
sistemik juga dapat dikurangi (Oktaliansah, E.2017). Regional Anestesi merupakan
suatu metode yang lebih bersifat sebagai analgesik. Anestesi regional hanya
menghilangkan nyeri tetapi pasien tetap dalam keadaan sadar. Oleh sebab itu, teknik
ini tidak memenuhi trias anestesi karena hanya menghilangkan persepsi nyeri saja
(Pramono, 2017).

2. Indikasi

Indikasi pada anesresi regional yaitu :

- Pasien yang akan menjalani pembedahan pada ektremitas bawah


- Pasien yang akan menjalani bedah panggul
- Pasien dengan tindakan sekitar rektum-perineum
- Pasien yang akan menjalani bedah urologi
- Pasien yang akan menjalani bedah abdomen bawah

3. Kontra Indikasi

Terdapat kontraindikasi tidak dilakukannya anestesi spinal yaitu infeksi pada


tempat penyuntikan, hipovolemia berat, syok, terapi antikoagulan, tekanan
intracranial tinggi, kelainan psikis, bedah lama, memiliki riwayat jantung, dan nyeri
punggung kronis.

4. Teknik Anestesi

Jenis Anestesi Regional menurut Pramono (2017) digolongkan sebagai berikut :

a. Anestesi Spinal

Penyuntikan anestesi lokal ke dalam ruang subaraknoid disegmen lumbal


3-4 atau lumbal 4-5. Untuk mencapai ruang subaraknoid, jarum spinal
menembus kulit subkutan lalu menembus ligamentum supraspinosum,
ligamen interspinosum, ligamentum flavum, ruang epidural, durameter, dan
ruang subaraknoid. Tanda dicapainya ruang subaraknoid adalah dengan
keluarnya liquor cerebrospinalis (LCS). Anestesi spinal menjadi pilihan untuk
operasi abdomen bawah dan ekstermitas bawah. Anestesi spinal memiliki
komplikasi. Beberapa komplikasi yaitu hipotensi terjadi 20-70% pasien, nyeri
punggung 25% pasien, kegagalan tindakan spinal 3-17% pasien dan post dural
punture headache di Indonesia insidensinya sekitar 10% pada pasien paska
spinal anestesi (Tato, 2017).

b. Anestesi Epidural

Anestesi yang menempatkan obat di ruang epidural (peridural,


ekstradural). Ruang ini berada di antara ligamentum flavum dan durameter.
Bagian atas berbatasan dengan foramen magnum di dasar tengkorak dan
bagian bawah dengan selaput sakrokoksigeal. Kedalaman ruang rata-rata 5
mm dan di bagian posterior kedalaman maksimal terletak pada daerah lumbal.
Anestetik lokal di ruang epidural bekerja langsung pada saraf spinal yang
terletak di bagian lateral. Onset kerja anestesi epidural lebih lambat dibanding
anestesi spinal. Kualitas blokade sensoris dan motoriknya lebih lemah.

c. Anestesi Kaudal
Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural ,karena kanalis
kaudalis adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat ditempatkan di
ruang kaudal melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis ditutup oleh ligamentum
sakrokoksigeal. Ruang kaudal berisi saraf sakral, pleksus venosus, felum
terminale, dan kantong dura. Teknik ini biasanya dilakukan pada pasien anak-
anak karena bentuk anatominya yang lebih mudah ditemukan dibandingkan
daerah sekitar perineum dan anorektal, misalnya hemoroid dan fistula periana

5. Komplikasi

Obat anestesi melewati dosis tertentu merupakan zat toksik, sehingga untuk tiap
jenis obat anestesi lokal dicantumkan dosis maksimalnya. Komplikasi dapat bersifat
lokal atau sistemik.

a. Hipotensi

Hipotensi merupakan salah satu komplikasi akut pada anestesi spinal,


diagnosis dapat ditegakkan bila terjadi penurunan tekanan darah sistolik
sebesar 20-30% dari tekanan darah semula atau bila tekanan darah sistolik
kurang dari 90mmHg. Mekanisme terjadinya hipotensi terutama disebabkan
oleh blockade saraf simpatis preganglionic yang menyebabkan vasodilatasi
yang terjadi di arteri, arteriole, vena, dan venule sehingga mengakibatkan
penurunan tahanan pembuluh darah perifer. Hipotensi biasanya terjadi 15-20
menit pertama, dan bila dibiarkan tekanan darah akan mencapai tingkat
terendah 20-25 menit setelah injeksi subarachnoid maka setengah jam pertama
pada anestesi spinal adalah periode yang paling berbahaya.

b. Mual-muntah

Terjadi karena adanya aktifitas parasimpatis yang menyebabkan


peningkatan peristaltic usus, dan tarikan nervus dan pleksus N Vagus.

c. Blo
d.
e. k spinal tinggi

Blockade medulla spinal sampai ke servikal oleh suatu obat lokal anestesi.
Gejala utama yang terjadi yaitu sesak napas, mual, muntah, gelisah,precordial
discomfort dan dapat menyebabkan kesadaran menurun sampai hipotensi
berat.

B. Konsep Teori Penyakit


1. Definisi Hemoroid

Hemoroid atau wasir atau yang biasa disebut ambeien oleh masyarakat awam
merupakan lesi pada anorectal yang paling sering ditemukan. Hemoroid berasal dari
bahasa Yunani yakni haema (darah) dan rhoos (mengalir), yang dalam medis berarti
pelebaran pembuluh darah yang terkadang disertai dengan pendarahan. Dilatasi ini
sering terjadi seiring dengan bertambahnya usia seseorang, dimana usia puncaknya
adalah 45-65 tahun. Penyakit hemoroid adalah suatu kelainan yang menyerang 4%
populasi dunia. Banyak teori yang menghubungkan gangguan ini dengan prolaps
bantalan anus. Hemoroid bukan varises, melainkan bantalan vaskular yang terdiri atas
jaringan fibroelastik, serat otot, dan pleksus vaskular dengan anastomosis
arteriovenosa. Hemoroid merupakan perubahan patologis pada bantalan anus yang
berupa pembesaran dan perpindahan distal dari bantalan anus yang normal. Perubahan
patologis ini termasuk pecahnya jaringan ikat pendukung di dalam bantalan anus
sehingga menghasilkan pembesaran pleksus vaskular (Cerato, 2014; Brown, 2017).

2. Klarifikasi Hemoroid

Secara umum hemoroid diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan


lokasinya, yaitu tipe eksternal, internal, dan campuran (Lohsiriwat, 2019).

a. Hemoroid Hemoroid internal adalah pelebaran plexus hemoroidalis


superior. Diatas garis mukokutan dan ditutupi oleh mukosa diatas sfingter
ani. Hemoroid internal dikelompokkan dalam 4 derajat :
1) Derajat I
Hemoroid menyebabkan perdarahan merah segar tanpa rasa nyeri
sewaktu defekasi. Tidak terdapat prolap dan pada pemeriksaan
terlihat menonjol dalam lumen..

2) Derajat II

Hemoroid menonjol melalui kanal analis pada saat mengejan


ringan tetapi dapat masuk kembali secara spontan

3) Derajat III

Hemoroid akan menonjol saat mengejan dan harus didorong


kembali sesudah defekasi.

4) Derajat IV

Hemoroid menonjol keluar saat mengejan dan tidak dapat didorong


masuk kembali.

b. Hemoroid eksternal adalah hemoroid yang menonjol keluar saat mengejan


dan tidak dapat didorong masuk. Hemoroid eksternal dikelompokkan
dalam 2 kategori yaitu:

1) Akut

Bentuk hemoroid akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada


pinggir anus dan sebenarnya merupakan hematoma. Walaupun
disebut sebagai hemoroid trombosis eksterna akut. Bentuk ini
sering sangat nyeri dan gatal karena ujung-ujung saraf pada kulit
merupakan reseptor nyeri.

2) Kronik

Bentuk hemoroid eksterna kronik adalah satu atau lebih lipatan


kulit anus yang terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit
pembuluh darah.
3. Etiologi
a. Faktor predisposisi adalah herediter, anatomi, makanan, psikis dan
sanitasi, sedangkan sebagai faktor presipitasi adalah faktor mekanis
(kelainan sirkulasi parsial dan peningkatan tekanan intra abdominal),
fisiologis dan radang umumnya faktor etiologi tersebut tidak berdiri
sendiri tetapi saling berkaitan. Menurut Tambayong (2000) faktor
predisposisi dapat diakibatkan dari kondisi hemoroid. Hemoroid berdarah
mungkin akibat dari hipertensi portal kantong- kantong vena yang melebar
menonjol ke dalam saluran anus dan rectum terjadi trombosis, ulserasi,
dan perdarahan, sehingga nyeri mengganggu. Darah segar sering tampak
sewaktu defekasi atau mengejan. Menurut Smeltzer dan Bare (2002)
hemoroid sangat umum terjadi pada usia 50-an, 50% individu mengalami
berbagai tipe hemoroid berdasarkan vena yang melebar, mengawali atau
memperberat adanya hemoroid.
b. Faktor penyebab terjadinya hemoroid adalah sebagai berikut:
1) Mengejan pada waktu defekasi.
2) Konstipasi yang menahun yang tanpa pengobatan.
3) Pembesaran prostat.
4) Keturunan atau hereditas.
5) Kelemahan dinding structural dari dinding pembuluh darah.
6) Peningkatan tekanan intra abdomen (seperti: Kehamilan, berdiri dan
duduk terlalu lama dan konstipasi).
4. Anatomi Fisiologi

Hemoroid adalah struktur anatomi normal yang terletak di saluran anus (Dehdari.
et al, 2018). Kondisi ini akan menjadi masalah jika terjadi pembengkakan,
menyebabkan gatal, sakit dan / atau pendarahan (Ezberci, Unal, 2018). Hemoroid
internal timbul dari pleksus hemoroid internal, sedangkan hemoroid eksternal
muncul dari pleksus hemoroid eksternal. Batas anatomi yang membagi hemoroid
internal dan eksternal disebut linea dentata (Margetis, 2019). Pleksus hemoroid
internal disuplai oleh arteri hemoroid superior dan arteri hemoroid media,
sedangkan pleksus hemoroid eksterna disuplai oleh arteri hemoroid inferior
(Jeong, 2019)

Pada pleksus hemoroid internal normal terdapat penonjolan mukosa anal


yang dikenal sebagai bantal anal (Margetis, 2019). Bantal anal ini terdiri otot dan
serat elastis dengan pembuluh darah yang membesar dan menggembung di sekitar
jaringan pendukung yang ada di saluran anus (Jamal, 2019).

Di dalam setiap bantal anal, terdapat pleksus hemoroidalis yang dibentuk


langsung antara cabang terminal dari arteri dan vena rektalis superior, media, atau
inferior. Di dalam pleksushemoroidalis, terdapat beberapa struktur seperti sfingter
yang dibentuk oleh media tunika pembuluh vena yang tebal dan mengandung 5-
15 lapisan halus sel-sel otot yang memfasilitasi drainase vena (Lohsiriwat, 2018).
Terdapat tiga bantal anal utama yang terletak di anterior kanan, posterior kanan,
dan lateral kiri. Bantal anal tersebut termasuk jaringan pembuluh darah dari
anastomosis arteriovenosa yang disuplai oleh cabang arteri hemoroidalis superior
dan inferior dan didrainase oleh cabang-cabang dari vena hemoroidalis superior,
media, dan inferior dengan beberapa kontribusi dari arteri hemoroidalis inferior
(Guttenplan, 2017).
5. Patofisiologi

Mekanisme patofisiologi hemoroid telah dideskripsikan sebagai


disintegrasi atau kerusakan jaringan pendukung perianal yang mana kerusakan
jaringan pendukung ini akan menyebabkan pergeseran bantal anal (Jakubauskas
& Poskus, 2020). Struktur dasar dari jaringan pendukung perianal adalah serat
elastis, kolagen, dan ligamentum treitz. Serat elastis memberikan elastisitas pada
bantal anal, sementara kolagen dan otot polos sebagai kekuatan tariknya.
Pergeseran bantal anal dapat membahayakan drainase vena yang mengarah ke
venodilatasi pleksus hemoroidalis (Lohsiriwat, 2018).
Prolaps rektum dapat mengganggu fiksasi jaringan pendukung bantal anal
ke dinding rektum. Prolaps rektum internal dengan derajat tinggi biasanya
menyebabkan beberapa gejala, seperti tegang dan terlalu sering BAB. Hal tersebut
yang dapat mengakibatkan terjadinya prolaps hemoroid (Lohsiriwat, 2018).
Kelainan vaskular dan disregulasi vaskular di daerah bantal anal mungkin
berhubungan dengan pembentukan hemoroid. Beberapa mekanisme
bertanggungjawab atas aliran darah anorektal. Ketidakseimbangan antara zat
vasokonstriktor dan vasodilator menyebabkan disregulasi vaskular. Pada orang
dengan hemoroid, aliran darah arteri rektum superior yang memasok bantal anal
secara signifikan lebih tinggi dibandingkan orang normal. Hipertensi vena pleksus
hemoroidalis yang mungkin disebabkan oleh drainase vena yang tidak mencukupi
bisa menjadi penyebab lain pembentukan hemoroid. Peningkatan tekanan yang
lama pada pleksus hemoroidalis dapat merusak dinding pembuluh darah dan
mempengaruhi pembentukan hemoroid (Lohsiriwat, 2018).
Peningkatan tekanan intraabdomen dapat mempengaruhi drainase pleksus
hemoroidalis sehingga mengakibatkan pembengkakan vena bantal anal dan
mempengaruhi pembentukan hemoroid. Beberapa kondisi terkait peningkatan
tekanan intraabdomen adalah kehamilan, konstipasi, batuk kronis, obesitas,
olahraga berat, dan angkat berat (Lohsiriwat, 2018).

6. Tanda dan gejala

a) Tanda
- Perdarahan

Umumnya merupakan tanda pertama hemoroid interna trauma oleh feces


yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak bercampur
dengan feces. Walaupun berasal dari vena, darah yang keluar berwarna
merah segar karena kaya akan zat asam, jumlahnya bervariasi.

- Nyeri

Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid


interna dan hanya timbul pada hemoroid eksterna yang mengalami
trombosis dan radang.

b) Gejala
- Anemia dapat terjadi karena perdarahan hemoroid yang berulang.
- Jika hemoroid bertambah besar dapat terjadi prolap awalnya dapat
tereduksi spontan. Pada tahap lanjut pasien harus memasukkan sendiri
setelah defekasi dan akhirnya sampai pada suatu keadaan dimana tidak
dapat dimasukkan.
- Keluarnya mucus dan terdapatnya feces pada pakaian dalam
merupakan ciri hemoroid yang mengalami prolap menetap.
- Rasa gatal karena iritasi perianal dikenal sehingga pruritis anus
rangsangan mucus.

7. Pemeriksaan diagnostik/ Pemeriksaan penunjang terkait

Menurut Diyono dan Sri Mulyanti (2018), pada kasus penyakit Hemoroid terdapat
macam-macam pemeriksaan anatara lain :

a. Inspeksi

 Hemoroid eksterna mudah terlihat terutama bila sudah


mengandung thrombus.
 Hemoroid interna yang prolap dapat terlihat sebagai benjolan yang
tertutup mukosa.
 Untuk membuat prolap dengan menyuruh pasien mengejan.

b. RectalTouch

 Hemoroid interna biasanya tidak teraba dan tidak nyeri, dapat


teraba bila sudah ada fibrosis
 Rectal touch diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan
karsinoma recti
 Anoscopi Pemeriksaan anoscopi diperlukan untuk melihat
hemoroid interna yang belum prolap. Anoscopi dimasukkan dan
dilakukan sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lubang.

8. Penatalaksanaan Medis

a. Penatalaksanaan terapi

Terapi yang diberikan disesuaikan dengan klasifikasi hemoroid yaitu


untuk derajat I dapat dicoba dengan menghilangkan faktor-faktor penyebab,
misalnya saat konstipasi dengan menghindari mengejan berlebihan saat BAB.
Memberi nasehat untuk diit tinggi serat, banyak makan sayur, buah dan
minum air putih paling sedikit 2.000 cc/hari dan olahraga ringan secara
teratur, serta kurangi makan makanan yang merangsang dan daging, menjaga
hygiene daerah anorektal dengan baik, jika ada infeksi beri antibiotika
peroral. Bila terdapat nyeri yang terus-menerus dapat diberikan suppositoria,
untuk melancarkan defekasi, dapat diberikan cairan parafin atau larutan
magnesium sulfat 10%. Bila dengan pengobatan di atas tidak ada perbaikan,
diberikan terapi skleroting (sodium moruat) 5% atau fenol. Penyuntikan
dilakukan antara mukosa dan varices, dengan harapan timbul fibrosis dan
hemoroid mengecil. Kontraindikasi pengobatan ini adalah hemoroid eksterna,
radang dan adanya fibrosis hebat di sekitar hemoroid interna.Pada hemoroid
derajat II dapat dicoba dengan terapi sklerosing secara bertahap. Apabila
terapi sklerosing tidak berhasil dapat dilakukan tindakan operasi. Pada derajat
III dapat dicoba dengan rendaman duduk.

b. Pemeriksaan Operatif

Teknik operasi pada hemoroid antara lain :

- Prosedur ligasi pita-karet

ligasi pita-karet dengan cara melihat hemoroid melalui anoscop dan


bagian proksimal diatas garis mukokutan di pegang dengan alat.
Kemudian pita karet kecil diselipkan diatas hemoroid yang dapat
mengakibatkan bagian distal jaringan pada pita karet menjadi nekrotik
setelah beberapa hari dan lepas. Tindakan ini memuaskan pada beberapa
pasien, namun pasien yang lain merasakan tindakan ini menyebabkan
nyeri dan menyebabkan hemoroid sekunder dan infeksi perianal.

- Hemoroidektomi kriosirurgi

Metode ini dengan cara mengangkat hemoroid dengan jalan membekukan


jaringan hemoroid selama beberapa waktu tertentu sampai waktu tertentu.
Tindakan ini sangat kecil sekali menimbulkan nyeri. Prosedur ini tidak
terpakai luas karena menyebakan keluarnya rabas yang berbau sangat
menyengat dan luka yang ditimbulkan lama sembuh.

- Laser Nd: YAG

Metode ini telah digunakan saat ini dalam mengeksisi hemoroid, terutama
hemoroid eksternal. Tindakan ini cepat menimbulkan nyeri. Hemoragi dan
abses jarang menjadi komplikasi pada periode pasca operatif.

- Hemoroidektomi

Hemoroidektomi atau eksisi bedah, dapat dilakukan untuk mengangkat


semua jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini. Setelah prosedur
operatif selesai, selang kecil dimasukkan melaui sfingter untuk
memungkinkan keluarnya flatus dan darah.

C. Konsep Teori ( Tindakan Operasi )

1. Tindakan pemebedahan

Tindakan pembedahan pada Hemoroid dapat dilakukan pada pasien


dengan Hemoroid gread IV dan III. Sekitar 5-10% pasien hemoroid
memerlukan operasi hemoroidektomi. Pasien yang memerlukan operasi
terbuka hemoroidektomi adalah pasien dengan: 1) hemoroid derajat 3 yang
tidak responsif terhadap terpi non-operatif, 2) hemoroid derajat 4, 3) hemoroid
eksternal besar atau hemoroid campuran, dan 4) dengan kondisi patologis
anorektal.

Prosedur yang paling banyak digunakan adalah hemoroidektomi


tertutup Ferguson dan hemoroidektomi terbuka Milligan-Morgan. Pada
pendekatan Ferguson, hemoroid dielevasi, kulit eksternal dan anoderm
diinsisi. Pedikel diligasi dan luka ditutup dengan jahitan kontinu. Pada
pendekatan Milligan-Morgan, hemoroid dieksisi namun luka dibiarkan
terbuka untuk epitelisasi.Indikasi TURP

2. Indikasi Hemoroid

 Penderita dengan keluhan menahun dan hemoroid derajat III dan IV


 Perdarahan berulang dan anemei yang tidak sembuh dengan terapi
lain yang sederhana
 Hemoroid derajat IV dengan thrombs dan nyeri hebat

3. Komplikasi Hemoroid

Komplikasi dari hemoroid salah satunya adalah thrombosis pada


hemoroid. Prognosis hemoroid jika tidak ditangani maka derajat keparahan
dapat memberat. Jika ditatalaksana dengan sesuai, secara umum prognosis
baik walaupun kemungkinan rekurensi tetap ada.

D. Asuhan Kepenataan Anestesi


1. Pengkajian
a. Data subjektif
b. Data objektif
2. Masalah kesehatan anestesi
a. Ansietas
1) Tujuan: pasien akan menyatakan peningkatan kenyamanan
psikologis dan fisiologis
2) Kriteria hasil: Wajah klien tidak tampak cemas dan gelisah, Rasa
takut dan cemas pasien menurun, Klien tampak tenang dan
kooperatif
3) Rencana Tindakan:

• Kaji tingkat ansietas


• Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
• Dampingi klien dan perlihatkan rasa empati untuk mengurangi
rasa cemas
• Jelaskan jenis prosedur tindakan anestesi yang akan dilakukan.
• Monitor tanda tanda vital
• Lakukan kolaborasi untuk memberikan obat penenang

b. Hipotermi
1) Tujuan: Klien merasa tidak menggigil/kedinginan
2) Kriteria Hasil: Suhu tubuh normal, indentifikasi factor resiko
hipotermia, mengurangi factor resiko
3) Rencana Tindakan

• Monitor TTV
• Monitor suhu ruangan
• Berikan selimut hangat / blanket warmer
• Edukasi klien tentang efek obat anestesi
• Kolaborasikan dengan tim medis dalam pemberian cairan
hangat bila diperlukan

c. Hambatan Mobilitas Fisik


1) Tujuan: Pasien tidak terjadi cedera
2) Kriteria hasil: Sudah bisa mengangkat tungkai, sudah dapat
menekuk lutut, bromage score kurang sama dengan 1
3) Rencana Tindakan:

• Monitor nilai bromage score


• Lakukan Latihan rentang gerak pasif pada ektremitas yang
mengalami gangguan
• Dampingi pasien
• Edukasi pasien tentang efek obat anestesi

d. Hipotermi
1) Tujuan : Pasien tidak menggigil / Kedinginan
2) Kriteria : Akral Hangat, indentifikasi factor resiko hipotermia,
mengurangi factor resiko
3) Rencana Tindakan :

 Monitor TTV
 Monitor suhu ruangan
 Berikan selimut hangat / blanket warmer
 Edukasi klien tentang efek obat anestesi
 Kolaborasikan dengan tim medis dalam pemberian cairan
hangat bila diperlukan

4. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai. Evaluasi


selalu berkaitan dengan tujuan, apabila dalam penilaiannya ternyata tujuan
tidak tercapai, maka perlu dicari penyebabnya. Hal tersebut dapat terjadi
karena beberapa faktor: tujuan tidak realistis, tindakan keperawatan yang tidak
tepat, & terdapat faktor lingkungan yang tidak dapat diatasi.
DAFTAR PUSTAKA

Rezkita, W. (2020). KARAKTERISTIK PENDERITA HEMOROID RAWAT INAP DI RSUP


DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR PERIODE JULI 2017–JULI 2019
(Doctoral dissertation, Universitas Hasanuddin).

Padang, M. S., & Rotty, L. (2020). Adenokarsinoma Kolon: Laporan Kasus. e-CliniC, 8(2).

Hiko, V. F. D., & Zendrato, M. L. V. (2022). Asuhan Keperawatan pada Pasien Pre- Operasi
Hemoroid: Studi Kasus. Journal of Telenursing (JOTING), 4(2), 887- 896.

Utami, R. F., Elfera, V. M., & Haryono, H. (2021). WANITA 19 TAHUN DENGAN
HEMOROID GRADE IV: LAPORAN KASUS. Proceeding Book National Symposium
and Workshop Continuing Medical Education XIV.

Lynda juall (2012) Buku Saku diagnosis Keperawatan Edisi 13. Jakarta : Penerbit buku
kedokteran ECG

MARDIYANTI, M., Mustain, M., & Kholid, A. (2020). PENGELOLAAN NYERI AKUT PRE
OP PADA Tn. A DENGAN HEMOROID INTERNAL GRADE 4 DI RUANG
CEMPAKA RSUD UNGARAN (Doctoral dissertation, Universitas Ngudi Waluyo).

Syamudin (2017). Asuhan Keperawatan Pada Tn. T Dengan Nyeri Akut Post Operasi Hemoroid
di Ruang Dahlia Rumah Sakit Umum Daerah Bayumas. Skripsi. Program Studi
Keperawatan DIII Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

T.Kusumawati.2019.teknik teknik Regional Anestesi:poltekes yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai