Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI PADA PASIEN ABSES

SHOULDERS DEKSTRA DILAKUKAN TINDAKAN OPERASI DEBRIDEMENT

DENGAN GENERAL ANESTESI

DI INSTALASI BEDAH SENTRAL PKU MUHAMMADIYAH GAMPING

Tugas ini disusun untuk Memenuhi Mata Kuliah

Praktik Klinik Asuhan Keperawatan Anestesi Kasus

Penyulit

Dosen Pembimbing : Astika Nur Rohmah , S.Kep., Ns., M.Biomed

OLEH

Annora Adhevania Sorenggani 2011604034

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI

PROGRAM SARJANA TERAPAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

2023
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI PADA PASIEN ABSES SHOULDER

DEKSTRA DILAKUKAN TINDAKAN OPERASI DEBRIDEMENT DENGAN

GENERAL ANESTESI DI INSTALASI BEDAH SENTRAL RS PKU

MUHAMMADIYAH GAMPING

Laporan Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Praktik Klinik Asuhan Keperawatan Anestesi Penyulit

Oleh :

Annora Adhevania Sorengggani 2011604034

Telah diperiksa dan disetujui tanggal

Mengetahui,

Pembimbing Lapangan Pembimbing Akademik

( ……………………………. ) ( …………………………… )
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Abses merupakan pengumpalan nanah dalam suatu ruangan yang tak terbatas dalam
tubuh . Nanah sendiri adalah suatu campuran jaringan nekrotik, bakteri dan sel darah putih
yang sudah mati, yang dicairkan enzim autolik Abses biasanya tumbuh sendiri dan dapat
muncul dimana saja (Longso, 2018). Abses dapat muncul dipermukaan kulit dan dapat
muncul pada jaringan dalam organ. Abses terjadi karena adanya proses infeksi atau dari
bakteri parasit karena adanya benda asing, seperi serpihan, luka peluru, jarum suntik.
Keluahan yang sering didapatkan nyeri, teraba hangat, pembengkakan, kemerahan, demam
dan hilangnya fungsi (Khaerunnisa, 2017).
Menurut W Sudoyo (2014) hampir 10% di dunia terutama di negara berkembang
mengalami abses. Hasil Risksedas tahun 2018 menyebutkan 14% penduduk Indonesia
mengalami abses. Sedangkan untuk di provinsi Lampung penderita abses berkisar antara
5-15% pasien pertahun. Menurut data ruangan di ruang operasi rumah sakit Mardi Waluyo
pada Januari- April 2022 terdapat 14 dengan abses dengan tindakan lanjutan debridemen.
Berdasarkan data yaang penulis dapatkan di Ruang operasi rumah sakit Mardi Waluyo dar
Januari 2022- Maret 2022 terdapat 157 kasus pasien yang mendapatkan tindakan
debridemen.
Abses biasanya membutuhkan penanganan menggunakan antibiotik, tetapi beberapa
kasus abses membutuhkan penangan intervensi bedah yaitu debridemen dan kuretase.
Operasi abses perlu dilakukan untuk mengeluarkan nanah. Abses berisi akumulasi sisa
bakteri yang telah mati dan juga sel-sel darah yang telah melawan bakteri. Jika abses tidak
segera dikeluarkan, abses bisa pecah dan menginfeksi daerah lain pada tubuh. Pecahnya
abses dapat menimbulkan komplikasi seperti infeksi yang lebih luas bahkan kematian.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah
ini adalah “Bagaimana Asuhan Kepenataan Anestesi pada pasien Abses Shoulder?

C. TUJUAN
a. Mengetahui pengkajian apa saja pada pasien dengan Abses Shoulder
b. Mengetahui analisis data untuk pasien dengan Abses Shoulder
c. Mengetahui diagnosis pada pra, intra, dan post anestesi pada pasien dengan
Abses Shoulder
d. Mengetahui intervensi yang akan diberikan pada pasien dengan Abses
Shoulder
e. Mengetahui implementasi yang akan dilakukan pada pasien dengan
Abses Shoulder
f. Mengetahui evaluasi dari tindakan pada pasien dengan Abses Shoulder

D. METODE

Metode yang digunakan dalam pembuatan Asuhan Kepenataan Anestesi


dilakukan dengan metode studi kasus di Instalasi Bedah Sentral RS PKU
MUHAMMADIYAH Gamping.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

a. Konsep Teori General Anestesi


1. Pengertian
General anestesi merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit secara sentral
disertai hilangnya kesadaran (reversible). Tindakan general anestesi terdapat
beberapa teknik yang dapat dilakukan adalah general anestesi dengan teknik
intravena anestesi dan general anestesi dengan inhalasi yaitu dengan face mask
(sungkup muka) dan dengan teknik intubasi yaitu pemasangan endotracheal tube
atau gabungan keduanya inhalasi dan intravena (Latief, 2007).
2. Indikasi
Anestesi umum biasanya dimanfaatkan untuk tindakan operasi besar yang
memerlukan ketenangan pasien dan waktu pengerjaan bedah yang lebih panjang,
misalnya pada kasus bedah jantung, pengangkatan batu empedu, bedah
rekonstruksi tulang dan lain-lain. Selain itu, anestesi umum biasanya dilakukan
pada pembedahan yang luas (Potter & Perry, 2006).
3. Kontra Indikasi
Muhardi, et all (2009) menyatakan bahwa kontraindikasi general anestesi
tergantung dari efek farmakologi obat anestetika terhadap organ tubuh, misalnya
pada kelainan:
a) Jantung : hindarkan pemakaian obat-obat yang mendespresi miokard atau
menurunkan aliran darah coroner
b) Hepar : hindarkan obat hepatotoksik, obat yang toksis terhadap hepar atau
dosis obat diturunkan
c) Ginjal : hindarkan atau seminim mungkin pemakaian obat yang diekskresi
melalui ginjal
d) Paru : hindarkan obat-obat yang menaikkan sekresi dalam paru
e) Endokrin: hindarkan pemakaian obat yang merangsang susunan saraf
simpatis pada diabetes penyakit basedow, karena bisa menyebabkan
peninggian gula darah.
4. Teknik
Katzung (2015) membagi anestesi umum menjadi tiga sesuai sediaan obat, yaitu:
1) Anestesi Inhalasi
Anestetik volatil (halotan, enfluran, isofluran, desfluran, sevfluran)
memiliki tekanan uap yang rendah dan titik didih demikian tinggi sehingga
mereka mereka mencair pada suhu kamar (20oC), sedangkan anestesi gas
(nitrous oxide, xenon). Anestesi volatil diperlukannya alat penguap
(vaporizer) dikarenakan memiliki karakteristik khusus. Anestesi inhalasi yaitu
agen volatil serta gas diambil melalui pertukaran gas dialveoli paru-paru.
2) Anestesi intravena
Anestesi intravena digunakan untuk memfasilitasi induksi cepat dan telah
menggantikan anestesi inhalasi sebagai metode yang disukai untuk anestesi
pediatrik. Anestesi intravena yang digunakan untuk induksi anestesi umum
bersifat limfolik (otak, sumsum tulang belakang), yang mampu menyumbang
onset yang cepat. Agen anestesi intravena yang biasa digunakan yaitu:
dexametason, etomidat, ketamin, benzodiazepam (diazepam, lorazepam,
midazolam), propofol, dan barbiturat (tiopental, methohexital).
3) Anestesi seimbang
Anestesi seimbang mirip dengan anestesi inhalasi, anestesi intravena yang
tersedia saat ini bukan merupakan anestesi yang ideal untuk menimbulkan
lima efek yang diinginkan. Sehingga digunakan anestesi seimbang dengan
beberapa obat (anestesi inhalasi, sedatif, hipnotik, opioid, dan agen
neuromuscular blocking) untuk meminimalkan efek yang tidak diinginkan

5. Komplikasi
Menurut Pramono (2015) komplikasi pasca general anestesi yang dapat terjadi yaitu:
a. Komplikasi pernapasan
Komplikasi paru pasca operasi atau post operative pulmonary
complication (PPC) merupakan komplikasi terkait dengan sistem
pernafasan. Komplikasi ini merupakan keadaan yang dapat menyebabkan
perawatan lanjut setelah operasi seperti perawatan di unit perawatan
intensif
atau memperpanjang waktu perawatan di rumah sakit setelahoperasi
(Hadder, 2013).

b. Komplikasi kardiovaskuler
Kompliakasi kardiovaskuler yang dapat terjadi yaitu: hipotensi,
aritmia, bradikardi, dan hipertensi pulmonal. Hipotensi disebabkan akibat
hipovolemia yang disebabkan oleh perdarahan, overdosis obat anestetika,
penyakit kardiovaskuler seperti infark miokard, aritmia, hipertensi, dan
relaksasi hipersensitivitas obat induksi, obat pelumpuh otot dan reaksi
transfuse.
c. Komplikasi neurologi
Cedera saraf perifer lainnya lebih berhubungan dekat dengan
pengaturan posisi atau prosedur pembedahan. Cedera ini terjadi pada saraf
peroneus, pleksus brakialis, atau saraf femoralis dan skiatika. Kemudian
penekanan eksternal pada saraf dapat membahayakan perfusinya, merusak
integritas selularnya, dan pada akhirnya menimbulkan edema, iskemia, dan
nekrosis.

d. Komplikasi gastroinstestinal
Mual muntah pasca general anestesi atau PONV (post operative nausea
and vomitus) merupakan komplikasi terbanyak pasca-anestesia. Keadaan
ini terjadi akibat penggunaan anestesi inhalasi sehingga menimbulkan
mual muntah pasca bedah. Kondisi ini menyebabkan penundaan
pemulangan pasien dari rumah sakit sehingga meningkatkan biaya
perawatan pasien sehingga PONV harus ditangani secara serius untuk
mencegah terjadinya komplikasi yang dapat terjadi.
b. Konsep Teori Abses Shoulder Dekstra
1. Definisi
Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang
telah mati) yang terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses
infeksi (biasanya oleh bakteri atau parasit) atau karena adanya benda asing
(misalnya serpihan, luka peluru, atau jarum suntik). Proses ini merupakan reaksi
perlindungan oleh jaringan untuk mencegah penyebaran/perluasan infeksi ke
bagian tubuh yang lain. Abses adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejala
berupa kantong berisi nanah.(Siregar, 2017).
Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat dari
infeksi yang melibatkan organisme piogenik, nanah merupakan suatu campuran
dari jaringan nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati yang
dicairkan oleh enzim autolitik. (Morison, 2018)
Abses (misalnya bisul) biasanya merupakan titik “mata”, yang kemudian pecah;
rongga abses kolaps dan terjadi obliterasi karena fibrosis, meninggalkan
jaringan parut yang kecil. (Underwood, 2018)
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa abses adalah suatu
infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri / parasit atau karena adanya benda
asing (misalnya luka peluru maupun jarum suntik) dan mengandung nanah yang
merupakan campuran dari jaringan nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang
sudah mati yang dicairkan oleh enzim autolitik.

2. Klasifikasi
a. Kebanyakan abses adalah septik, yang berarti bahwa mereka adalah hasil dari
infeksi. Septic abses dapat terjadi di mana saja di tubuh. Hanya bakteri dan
respon kekebalan tubuh yang diperlukan. Sebagai tanggapan terhadap bakteri,
sel-sel darah putih yang terinfeksi berkumpul di situs tersebut dan mulai
memproduksi bahan kimia yang disebut enzim yang menyerang bakteri dengan
terlebih dahulu tanda dan kemudian mencernanya. Enzim ini membunuh bakteri
dan menghancurkan mereka ke potongan-potongan kecil yang dapat berjalan di
sistem peredaran darah sebelum menjadi dihilangkan dari tubuh. Sayangnya,
bahan kimia ini juga mencerna jaringan tubuh. Dalam kebanyakan kasus,
bakteri menghasilkan bahan kimia yang serupa. Hasilnya adalah tebal, cairan-
nanah kuning yang mengandung bakteri mati, dicerna jaringan, sel-sel darah
putih, dan enzim.
Abses adalah tahap terakhir dari suatu infeksi jaringan yang diawali dengan
proses yang disebut peradangan. Awalnya, seperti bakteri mengaktifkan sistem
kekebalan tubuh, beberapa kejadian terjadi:
* Darah mengalir ke daerah meningkat.
* Suhu daerah meningkat karena meningkatnya pasokan darah.
* Wilayah membengkak akibat akumulasi air, darah, dan cairan lainnya.
* Ternyata merah.
* Rasanya sakit, karena iritasi dari pembengkakan dan aktivitas kimia.
Keempat tanda-panas, bengkak, kemerahan, dan sakit-ciri peradangan. Ketika
proses berlangsung, jaringan mulai berubah menjadi cair, dan bentuk-bentuk
abses. Ini adalah sifat abses menyebar sebagai pencernaan kimia cair lebih
banyak dan lebih jaringan. Selanjutnya, penyebaran mengikuti jalur yang paling
resistensi, umum, jaringan yang paling mudah dicerna. Sebuah contoh yang baik
adalah abses tepat di bawah kulit. Paling mudah segera berlanjut di sepanjang
bawah permukaan daripada bepergian melalui lapisan terluar atau bawah melalui
struktur yang lebih dalam di mana ia bisa menguras isi yang beracun. Isi abses
juga dapat bocor ke sirkulasi umum dan menghasilkan gejala seperti infeksi
lainnya. Ini termasuk menggigil, demam, sakit, dan ketidaknyamanan umum.
b. Abses steril
Abses steril kadang-kadang bentuk yang lebih ringan dari proses yang sama
bukan disebabkan oleh bakteri, tetapi oleh non-hidup iritan seperti obat-obatan.
Jika menyuntikkan obat seperti penisilin tidak diserap, itu tetap tempat itu
disuntikkan dan dapat menyebabkan iritasi yang cukup untuk menghasilkan
abses steril. Seperti abses steril karena tidak ada infeksi yang terlibat. Abses
steril cukup cenderung berubah menjadi keras, padat benjolan karena mereka
bekas luka, bukan kantong-kantong sisa nanah.
Menurut Letaknya abses dibedakan menjadi:
a. Abses Ginjal
Abses ginjal yaitu peradangan ginjal akibat infeksi.Ditandai dengan pembentukan
sejumlah bercak kecil bernanah atau abses yang lebih besar yang disebabkan oleh
infeksi yang menjalar ke jaringan ginjal melalui aliran darah.
b. Abses Perimandibular
Bila abses menyebar sampai di bawah otot-otot pengunyahan, maka akan timbul
bengkak-bengkak yang keras, di mana nanah akan sukar menembus otot untuk
keluar, sehingga untuk mengeluarkan nanah tersebut harus dibantu dengan operasi
pembukaan abses.
c. Abses Rahang gigi
Radang kronis, yang terbungkus dengan terbentuknya nanah pada ujung akar gigi
atau geraham.Menyebar ke bawah selaput tulang (sub-periostal) atau di bawah
selaput lendir mulut (submucosal) atau ke bawah kulit (sub-cutaneus).Nanah bisa
keluar dari saluran pada permukaan gusi atau kulit mulut (fistel).Perawatannya
bisa dilakukan dengan mencabut gigi yang menjadi sumber penyakitnya atau
perawatan akar dari gigi tersebut.
d. Abses Sumsum Rahang
Bila nanah menyebar ke rongga-rongga tulang, maka sumsum tulang akan terkena
radang (osteomyelitis). Bagian-bagian dari tulang tersebut dapat mati dan
kontradiksi dengan tubuh. Dalam hal ini nanah akan keluar dari beberapa tempat
(multiple fitsel).
e. Abses dingin (cold abcess)
Pada abses ini, karena sedikitnya radang, maka abses ini merupakan abses
menahun yang terbentuk secara perlahan-lahan.Biasanya terjadi pada penderita
tuberkulosis tulang, persendian atau kelenjar limfa akibat perkijuan yang luas.
f. Abses hati
Abses ini akibat komplikasi disentri amuba (Latin: Entamoeba histolytica), yang
sesungguhnya bukan abses, karena rongga ini tidak berisi nanah, melainkan
jaringan nekrotik yang disebabkan oleh amuba. Jenis abses ini dapat dikenali
dengan ditemukannya amuba pada dinding abses dengan pemeriksaan
histopatologis dari jaringan.
g. Abses (Lat. abscessus)
Rongga abnormal yang berada di bagian tubuh, ketidaknormalan di bagian tubuh,
disebabkan karena pengumpulan nanah di tempat rongga itu akibat proses radang
yang kemudian membentuk nanah. Dinding rongga abses biasanya terdiri atas sel
yang telah cedera, tetapi masih hidup.Isi abses yang berupa nanah tersebut terdiri
atas sel darah putih dan jaringan yang nekrotik dan mencair. Abses biasanya
disebabkan oleh kuman patogen misalnya: bisul

3. Etiologi
Menurut Siregar (2004) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui
beberapa cara:
a. Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan
jarum yang tidak steril
b. Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain
c. Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan
tidak menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya
abses.
Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :
a. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi
b. Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
c. Terdapat gangguan sistem kekebalan Bakteri tersering penyebab abses
adalah Staphylococus Aureus
4. Anatomi Fisiologi
Bahu adalah sendi yang paling banyak bergerak di tubuh kita. Bahu membantu
menggerakkan lengan, seperti mengangkat, merotasi, dan mengangkat lengan di
atas kepala. Akan tetapi, kisaran gerak yang luas tersebut dapat menyebabkan
ketidakstabilan bahu, Bahu juga bergantung pada tendon dan otot yang kuat
untuk menjaga agar bahu tetap stabil. anset rotator otot-otot menghubungkan
humerus dengan skapula. Rotator cuff terdiri dari tendon otot-otot berikut:
supraspinatus, infraspinatus, teres minor dan subskapularis. Otot-otot rotator
cuff juga menjaga humerus tetap berada di dalam lubang glenoid.Bagian tepi
dari jaringan lunak, yang disebut dengan labrum, mengelilingi glenoid, yang
membuat lubang glenoid seperti cangkir. Labrum mengubah permukaan
glenoid yang datar menjadi lubang yang lebih dalam yang sesuai dengan bagian
kepala tulang humerus. ahu terdiri dari tiga tulang: tulang lengan atas
(humerus), tulang belikat (skapula), dan tulang selangka (klavikula).Jaringan
ikat yang kuat, yang disebut dengan kapsul bahu, merupakan sistem ligamen
bahu yang menjaga tulang lengan atas tetap berada di bagian tengah lubang
glenoid. Jaringan ini menutupi sendi bahu dan melekatkan bagian atas tulang
lengan ke bilah bahu.Di sekeliling sendi bahu terdapat kantung kedap air yang
disebut dengan kapsul kirim. Kapsul kirim berisi cairan yang melubrikasi kirim.
Dinding kapsul kirim terdiri dari ligamen. Sendi kapsul memiliki sejumlah
jaringan yang longgar sehingga bahu dapat bergerak dengan tidak terbatas. Bila
bahu bergerak terlalu jauh, ligamen akan menjadi kencang dan menghentikan
gerakan lebih jauh
.

5. Patofisiologi
Jika bakteri masuk ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi
suatu infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi
jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan
pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak kedalam rongga tersebut,
dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati, sel darah putih yang
mati inilah yang membentuk nanah yang mengisi rongga tersebut.
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan
terdorong. Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi
dinding pembatas.Abses dalam hal ini merupakan mekanisme tubuh mencegah
penyebaran infeksi lebih lanjut.Jika suatu abses pecah di dalam tubuh, maka
infeksi bisa menyebar kedalam tubuh maupun dibawah permukaan kulit,
tergantung kepada lokasi abses. (Utama, 2019).

6. Manifestasi Klinis
Abses bisa terbentuk diseluruh bagian tubuh, termasuk paru-paru, mulut,
rektum, dan otot.Abses yang sering ditemukan didalam kulit atau tepat
dibawah kulit terutama jika timbul diwajah.
Menurut Smeltzer & Bare (2001), gejala dari abses tergantung kepada
lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa
berupa:
a. Nyeri
b. Nyeri tekan
c. Teraba hangat
d. Pembengakakan
e. Kemerahan
f. Demam
Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagai
benjolan. Adapun lokasi abses antaralain ketiak, telinga, dan tungkai bawah.
Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih putih karena
kulit diatasnya menipis. Suatu abses di dalam tubuh, sebelum menimbulkan
gejala seringkali terlebih tumbuh lebih besar.Paling sering, abses akan
menimbulkan nyeri tekan dengan massa yang berwarna merah, hangat pada
permukaan abses , dan lembut.
a. Abses yang progresif, akan timbul "titik" pada kepala abses sehingga Anda
dapat melihat materi dalam dan kemudian secara spontan akan terbuka
(pecah).
b. Sebagian besar akan terus bertambah buruk tanpa perawatan. Infeksi dapat
menyebar ke jaringan di bawah kulit dan bahkan ke aliran darah.
c. Jika infeksi menyebar ke jaringan yang lebih dalam, Anda mungkin
mengalami demam dan mulai merasa sakit. Abses dalam mungkin lebih
menyebarkan infeksi keseluruh tubuh.
(Kusuma 2015)
7. Komplikasi
Menurut (Rasjidi, 2010) Komplikasi mayor dari abses adalah
penyebaran abses ke jaringan sekitar atau jaringan yang jauh dan kematian
jaringan setempat yang ekstensif (gangren). Pada sebagian besar bagian tubuh,
abses jarang dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tindakan medis
secepatnya diindikasikan ketika terdapat kecurigaan akan adanya abses. Suatu
abses dapat menimbulkan konsekuensi yang fatal.Meskipun jarang, apabila
abses tersebut mendesak struktur yang vital, misalnya abses leher dalam yang
dapat menekan trakea. (Siregar, 2004).

8. Pemeriksaan Penunjang
Abses di kulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali, sedangkan abses dalam
seringkali sulit ditemukan. Pada penderita abses biasanya pemeriksaan darah
menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih. Untuk menentukan ukuran dan
lokasi abses dalam, bisa dilakukan pemeriksaan rontgen, USG, CT scan atau MRI.
9. Penatalaksanaan Medis
a. Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan menggunakan
antibiotik. Namun demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan
intervensi bedah, debridemen, dan kuretase. hal yang sangat penting untuk
diperhatikan bahwa penanganan hanya dengan menggunakan antibiotik
tanpa drainase pembedahan jarang merupakan tindakan yang efektif. Hal
tersebut terjadi karena antibiotik sering tidak mampu masuk ke dalam abses,
selain bahwa antibiotik tersebut seringkali tidak dapat bekerja dalam pH
yang rendah.
b. Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi
penyebabnya, utamanya apabila disebabkan oleh benda asing, karena benda
asing tersebut harus diambil. Apabila tidak disebabkan oleh benda asing,
biasanya hanya perlu dipotong dan diambil absesnya, bersamaan dengan
pemberian obat analgesik dan mungkin juga antibiotik.
c. Drainase abses dengan menggunakan pembedahan biasanya diindikasikan
apabila abses telah berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi
tahap nanah yang lebih lunak.
d. Apabila menimbulkan risiko tinggi, misalnya pada area-area yang kritis,
tindakan pembedahan dapat ditunda atau dikerjakan sebagai tindakan
terakhir yang perlu dilakukan.
e. Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus,
antibiotik antistafilokokus seperti flucloxacillin atau dicloxacillin sering
digunakan. Dengan adanya kemunculan Staphylococcus aureus resisten
Methicillin (MRSA) yang didapat melalui komunitas, antibiotik biasa
tersebut menjadi tidak efektif. Untuk menangani MRSA yang didapat
melalui komunitas, digunakan antibiotik lain: clindamycin, trimethoprim-
sulfamethoxazole, dan doxycycline.

c. Konsep Teori Debridement


1. Pengertian
Debridement merupakan suatu tindakan eksisi yang bertujuan untuk membuang
jaringan nekrosis maupun debris yang menghalangi proses penyembuhan luka dan
potensial terjadi atau berkembangnya infeksi sehingga merupakan tindakan
pemutus rantai respon inflamasi sistemik dan maupun sepsis (Chadwick, 2012).
(Rosmalawati, 2016).
2. Indikasi

Indikasi dilakukannya tindakan debridement menurut Majid (2011) sebagai


berikut :
a. Luka dengan proses pemulihan lambat disertai fraktur tulang akibat kecelakaan
atau trauma. Jenis fraktur ini biasanya merusak kulit sehingga luka terus
mengeluarkan darah dan hematoma. Jika kondisi fraktur sangat parah dan
memerlukan pencangkokan tulang, debridemen akan dilakukan untuk membersihkan
dan mempersiapkan area fraktur untuk prosedur cangkok.
b. Pasien yang terdiagnosis osteomielitis. Kondisi ini ditandai dengan tulang yang
meradang akibat infeksi. Kondisi ini jarang terjadi di negara maju dan umumnya
disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus yang dapat menyebar hingga
sumsum tulang.
c. Pasien yang terdiagnosis pertumbuhan lesi jinak pada tulang. Dalam kasus
tertentu, pencangkokan tulang diperlukan untuk menyempurnakan pengobatan, dan
debridemen tulang merupakan salah satu proses yang harus dijalani.
d. Pasien diabetes dengan luka terbuka pada tangan atau kaki yang beresiko
mengalami infeksi. Infeksi kaki cukup umum di antara pasien diabetes, umumnya
memerlukan perawatan khusus dan agresif untuk menyelamatkan anggota tubuh dari
amputasi total.
e. Korban kebakaran, terutama dengan cedera yang agak dalam

3. Komplikasi
Kontraindikasi dilakukannya tindakan debridement menurut Majid (2011) sebagai
berikut :
a. Kondisi fisik yang tidak memungkinkan
b. Gangguan pada proses pembekuan darah
c. Tidak tersedia donor yang cukup untuk menutup permukaan terbuka (raw surface)
yang timbul

d. Asuhan Kepenataan Anestesi

1. Pengkajian
a. Data Subjektif
Data subjektif adalah data yang menunjukkan persepsi dan sensasi klien tentang
masalah kesehatan. Klien mengungkapkan persepsi dan perasaan subjektif
seperti harga diri atau nyeri. Data subjektif berisi informasi yang diucapkan
klien dan atau keluarga kepada perawat selama pengkajian keperawatan, yaitu
komentar yang didengar oleh perawat. Data subjektif atau gejala adalah
fenomena yang dialami oleh klien dan mungkin suatu permulaan kebiasaan
sensasi normal klien.
b. Data objektif
Data objektif adalah data yang didasarkan pada fenomena yang dapat diamati
secara faktual, dapat diamati dan diukur. Data objektif dapat berupa informasi
yang dikumpulkan melalui indera perawat dan dapat dilakukan dengan
melihat (observasi), menekan (palpasi), mendengar (auskultasi) dan perkusi
(mengetuk).

2. Masalah Anestesi

Masalah kesehatan anestesi (diagnosis anestesi) adalah suatu penilaian klinis


mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya, baik yang berlangsung aktual maupun potensial pada tahap pre, intra
dan post anestesi.

3. Rencana Intervensi
Pre Anestesi
a. Dx : Nyeri Akut
1) Tujuan : Nyeri dapat berkurang
2) Kriteria Hasil :
a. Pasien dapat mengenali nyeri dari skala nyeri,intensitas nyeri, penyebab
nyeri
b. Skalanyeri pasien turun 5 menjadi 4
c. Pasien dapat melporkan skala nyeri

3) Rencana Intervensi :
a. Kaji penyebab nyeri
b. Berikan theknik relaksasi nafas dalam dan ajarkan untuk berdosa
c. Edukasi pasien tetang penyebab nyeri
d. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgesik
Intra Anestesi
a. Dx : Ketidak Efektifan Pola Nafas
1) Tujuan : untuk Mengurangi ketidak efektifan pola nafas
2) Kriteria Hasil :
a) Kadar SpO2 pasien dalam batas normal
b) Frekuensi pernafasan pasien dalam batas normal
3) Rencana Tindakan :
a) Observasi pernafasan pasien meliputi kadar spo2 dan frekuensi
pernafasan pasien ( Look , Listen and feel)
b) Lakukan tindakan head tilt chin lift / jaw trush dan ganjal
punggung pasien dengan cairan Nacl 1000 ml
c) Beritahu penata lain bahwa pasien mengalami kadar spo2 yang
rendah
d) Kolaborasi dengan penata untuk tindakan selanjutnya dengan
tetap memantau ttv dan mengobservasi peningkatan frekuensi
perjafasan dan kadar spo2 pada pasien
Post Anestesi

b. Dx : Nyeri Akut
1) Tujuan : Nyeri dapat berkurang
2) Kriteria Hasil :
a. Pasien dapat mengenali nyeri dari skala nyeri,intensitas nyeri, penyebab
nyeri
b. Skalanyeri pasien turun 5 menjadi 4
c. Pasien dapat melporkan skala nyeri

3) Rencana Intervensi :
a. Kaji penyebab nyeri
b. Berikan theknik relaksasi nafas dalam dan ajarkan untuk berdosa
c. Edukasi pasien tetang penyebab nyeri
d. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgesik

4. Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk menilai tindakan yang sudah dilakukan.Tatalaksana
yang dilakukan pada pasien adalah tindakan mastektomi dengan teknik general
anestesi menggunakan LMA. Tidak ada masalah selama operasi. Evaluasi post
operatif dilakukan pemantauan terhadap pasien di ruang recovery room untuk
dimonitoring dan selanjutnya dipindahkan ke ruang rawat inap biasa.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada PraktikKlinis,


edisi 6. Jakarta:EGC
Black and Hawks. (2005). Medical surgical nursing: clinical management for
positive outcomes. 7th edition. United States: Elsevier
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC)
SecondEdition. New Jersey: Upper Saddle River
Muttaqim, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien gangguan
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta.EGCMuskuloskeletal. Jakarta.EGC
Potter & Perry. (2005). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan
Praktik Edisi 4 vol 1. Jakarta: EGC.Jakarta: EGC.
Sjamjuhidajat, R., & Jong, W.D. (2004). Ilmu BedahIlmu Bedah. Jakarta:
EGC.. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. (2002).Buku Ajar Keperawataan Medikal Bedah
BrunnerSmel…
[Guyton. 2012. Fisiologi Manusia Dan Mekanisme Penyakit. Edisi Revisi.
Jakarta: Buku Kedokteran.
Prince & Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Edisi: 6. Jakarta: EGC
Elliot T., Worthington T., Osman H. and Gill M., 2013, Mikrobiologi
Kedokteran dan Infeksi, Edisi 4, EGC, Jakarta, pp. 217-220.

Anda mungkin juga menyukai