Anda di halaman 1dari 89

PENGENALAN ALAT OKSIGENASI

A. DEFINISI:
Pembersihan oksigen melalui alat nasal kanul atau maskes. Nasal kanul digunakan untuk
membersihkan oksigen konsentrasi (FiO2) rendah (bila 24% berikan 1 liter/ menit), bila 28%
berikan 2 liter/ menit, dan bila 35-40% mendapat 4-6 liter/ menit). Face Mask digunakan
untuk memberikan oksigen dengan konsentrasi lebih dari nasal kanul (30-60%) pada 5-8 liter/
menit.

B. TUJUAN:
Pemberian terapi oksigen adalah mencegah terjadinya hipoksia. Oksigen tidak bisa
digantikan dengan yang lain, bagaimanapun penggunaan harus berdasarkan indikasi. Seperti
halnya obat, dosis dan konsentrasinya harus dimonitor secara terus menerus selama
penggunaan.

C. KEBIJAKAN
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemberian terapi oksigen:
1. Ketahui rentang normal dari vital sign klien.
2. Ketahui pola perilaku klien biasanya.
3. Ketahui riwayat medis klien dan pengobatan yang sedang dilakukan.
4. Waspadai kondisi lingkungan sekitar.
5. Kaji bentuk dinding dada yang abnormal apakah temporer atau permanen.
6. Kaji riwayat merokok klien.
7. Ketahui angka hemoglobin klien yang terbaru.
8. Ketahui angka gas darah arteri klien baik yang lama atau terbaru.

Petunjuk Keamanan penggunaan oksigen:


2. Oksigen adalah obat dan harus tidak diubah-ubah tanpa order dokter
3. Tanda ―Oxygen in useǁ harus ditempelkan pada pintu kamar klien dan pada
kamar/tempat tidur klien
4. Sistem pengiriman oksigen harus dijaga 10 kaki (3 meter) dari api
5. Oksigen mendukung pembakaran; akan tetapi tidak akan meledak
6. Tanda ―No smokingǁ ditempatkan pada pintu klien dan rumah klien. Jika oksigen
digunakan di rumah, tanda larangan ini ditempel di pintu rumah.
7. Ketika tabung oksigen digunakan, mereka harus dijaga sehingga tidak jatuh terguling.
Tabung oksigen disimpandalam posisi berdiri, dirantai atau dalam tempatnya yang
sesuai.

Metode pemberian oksigen bisa dengan nasal cannula, nasal cathether, face mask atau
mechanical ventilator

1. Pemenuhan kebutuhan oksigenasi menggunakan kanule nasale atau kateter nasal


a. Kanule nasal adalah alat yang sederhana dan nyaman untuk memberikan oksigen kepada
klien. Dua lubang dari kanule, kira-kira dengan panjang 1,5 cm, menonjol dari tengah-
tengah slang dan dimasukkan ke dalam dua lubang hidung. Oksigen dialirkan melalui
kanule dengan kecepatan sampai 5 – 6 Liter/menit. Konsentrasi oksigen yang disuplai tidak
lebih dari 44%. Semakin tinggi aliran oksigen maka akan membuat kering mukosa jalan
nafas dan tidak meningkatkan konsentrasi oksigen yang diserap. Ners harus memahami
berapa kecepatan aliran oksigen yang diberikan dapat memberikan persentage oksigen
yang dibutuhkan. Persentage oksigen ini dapat bervariasi tergantung pada kecepatan dan
kedalaman dari pernafasan klien.

Gambar 3.1 Nasal kanul


b. Sungkup Sederhana/simple mask adalah alat untuk pemenuhan kebutuhan oksigenasi
secara kontinu atau berkelanjutan dengan ukuran oksigen 5-8 liter/menit dengan
konsentrasi oksigen 40-60%.

Gambar 3.2 Sungkup Sederhana (simple mask)

c. Re-breathing mask merupakan metode pemberian oksigen dengan mengaliri 8-12


liter/menit oksigen dengan konsentrasi 60%-80%. Makna ―re-breathing‖ adalah nafas
inspirasi kemungkinan bercampur dengan nafas ekspirasi dan terjadi penumpukan CO2
jika diberikan dengan aliran lebih rendah, dikarena aliran oksigen terlipat.

Gambar 3.4 Rebreathing mask


d. Non rebreathing mask adalah metode pemberian oksigen dengan mengalirkan 8-12
liter/menit oksigen, konsentrasi oksigen mencapai 99% dimana makna ―re-breathing‖
adalah udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi.

Gambar 3.3 Non rebreathing mask

e. Ambu Bag diberikan pada pasien jika pasien membutuhkan bantuan nafas. Cara kerjanya
adalah dengan memperbaiki ventilasi dengan nafas buatan dan menjamin kebutuhan
oksigen serta terjadinya pertukaran antara O2 dan CO2 di paru-paru secara normal.
(AMBU= Air Mask Bag Unit).

Gambar 3.4 Ambu bag (Bag Valve Mask)


Tabel rata-rata kecepatan aliran dan konsentrasi oksigen yang diserap
Kecepatan (L/menit) Konsentrasi (Fio2 )
1 21% - 24%
2 24% - 28%
3 28% - 32%
4 32% - 36%
5 36% - 40%
6 40% - 44%

Kanul nasal adalah sebuah mekanisme yang efektif untuk pemberian oksigen. Ini menjadikan klien
bernafas melalui mulut atau hidung, tersedia untuk semua golongan umur dan adekuat untuk untuk
penggunaan jangka pendek maupun jangka panjang. Kanula tidak begitu mahal, sekali pakai,
biasanya nyaman dan mudah diterima oleh kebanyakan klien. Namun penggunaan alat oksigenasi
disesuaikan dengan kebutuhan pasien yang kita kaji di awal pemberian asuhan kepenataan
anestesi.

D . Persiapan
1. Persiapan alat dan bahan
a. Kanule nasal atau masker O2 sesuai indikasi.
b. Slang oksigen
c. Humidifier
d. Air sterile untuk terapi respiratory
e. Sumber oksigen
f. Flowmeter
g. pengikat masker
h. Tanda-tanda kamar yang sesuai (No smoking, oxygen in use)

3. Persiapan Perawat
a. Penguasaan konsep yang terkait dengan prosedur, seperti : batasan, rasional, tujuan,
prinsip, dan tahapan tindakan.
b. Menjaga sikap professional dan komunikasi terapeutik dengan klien dan keluarga.
KOMPETENSI PENGENALAN ALAT TERAPI OKSIGEN
Ket: Penilaian
0: tidak ada/ tidak dilakukan,
1: ada, kurang lengkap/ kurang sesuai pedoman/ kurang kompeten
2: ada, lengkap/sesuai pedoman/ kompeten
NO ASPEK YANG DINILAI NILAI

A Fase Pra Interaksi 0 1 2


1. Cek catatan medis dan perawatan
2. Persiapkan alat:
Nasal kanul/ simple mask/ Non-rebreathing mask/
Rebreathing mask (sesuai indikasi), selang oksigen,
humidifier, tabung oksigen dengan flow meter
3. Cuci tangan
B Fase Interaksi
4. Memberikan salam terapeutik
5. Melakukan evaluasi/validasi perasaan klien
6. Menjelaskan prosedur tindakan
7. Menjaga privasi klien
C Fase Kerja
8. Membaca Doa
9. Gunakan handscone
10. Mengatur posisi klien
11. Menyambungkan alat (sesuai indikasi, *pilih salah satu)
dengan selang dan tabung oksigen
1) Nasal kanul*
2) Simple mask*
3) Non-rebreathing mask*
4) Rebreathing mask*
12. Cek dan kaji kelancaran aliran oksigen menggunakan
punggung tangan
13. Pastikan volume air sesuai indikator dalam humidifier
14. Atur aliran oksigen sesuai dengan indikasi atau instruksi
15. Pasang alat (sesuai indikasi) pada hidung klien dan atur
pengikatan agar klien merasa nyaman
16. Membaca hamdallah
17. Lepas handscone, cuci tangan
Fase Terminasi
18. Evaluasi respon klien
19. Rencana tindak lanjut
20. Kontrak yang akan datang
21. Dokumentasi (waktu pemberian, kecepatan oksigen, rute
pemberian, respon klien)
A. Judul Materi
Mesin Anestesi

B. Sub Capaian Pembelajaran


Mampu memahami dan menggunakan mesin anestesi dalam layanan intra anestesi.

C. Materi Pengantar
1. Pengertian
Mesin anestesi yang populer digunakan pada saat ini terdiri dari 3 komponen yang
saling berhubungan, yaitu: (1) komponen sistem aliran gas segar, (2) Komponen
sistem aliran udara respirasi, (3) Komponen penghubung mesin anestesi-pasien
(Mangku & Senapathi, 2010).

Gambar 1. Mesin Anestesi

a. Komponen Sistem Aliran Gas Segar


Komponen ini terdiri dari: sumber gas, susunan perpipaan mulai dari
tepat masukan gas (inlet), dilengkapi dengan petunjuk aliran gas (flowmeter)
dan satu atau dua buah alat penguap (vaporizer), diakhiri dengan tempat
keluaran (outlet).
1) Sumber gas anestesi
Sumber gas yang dialirkan ke dalam mesin bisa berasal dari tabung gas
yang merupakan satu kesatuan dengan mesin anestesi maupun berasal dari
sistem aliran gas sentral yang ada di rumah sakit. Beberapa jenis gas
misalnya N2O, O2, udara, CO2. Gas tersimpan dalam tabung-tabung khusus
bertekanan tinggi bisa dalam bentuk gas misalnya oksigen murni dan udara
atau dalam bentuk cair misalnya N2O dan CO2. Masing-masing tabung gas
dilengkapi dengan alay pengatur tekanan (pressure regulator) yang
berfungsi untuk menurunkan tekanan gas dalam tabung. Sebelum membuka
tabung gas, yakinkanlah bahwa regulator sudah benar-benar terpasang dan
sudah dihubungkan dengan pipa aliran gas atau flowmeter.
2) Alat penunjuk aliran gas (flowmeter)
Flowmeter berbentuk tabung gelas yang didalamnya terdapat indikator
pengukur yang umumnya berbentuk bola atau rotameter. Apabila indikator
yang dipakai berbentuk bola, maka angka laju aliran dibaca setinggi bagian
tengah bila dan apabila memakai rotameter, dibaca setinggi bagian atas
rotameter. Flowmeter dapat dibuka dengan cara memutar tombol pemutar
ke arah berlawanan arah jarum jam.

Gambar 2. Flowmeter

3) Alat penguap (vaporizer)


Alat penguap merupakan salah satu komponen mesin anestesi yang
berfungsi untuk menguapkan zat anestesi cair yang mudah menguap. Alat
ini dilengkapi dengan angka penunjuk (dial) yang berfungsi untuk mengatur
besar kecil konsentrasi zat anestesi yang keluar. Alat penguap ini ada yang
terbuat dari : Gelas dengan komponen pengatur dari logam : vaporizer
Goldman, Boyle. Logam keseluruhannya misalnya : Fluotec mark II, mark
III. EMO, OMV, Copper Kettle.Penempatan vaporizer dapat diletakkan
diluar sirkuit nafas, terletak diantara flowmeter dan lubang keluar gas. Dapat
diletakkan didalam sirkuit nafas. Dapat lebih 2 vaporizer yang akan dipakai,
maka vaporizer untuk zat anestesi cair yanglebih mudah menguap
diletakkan lebih dekat dengan flowmeter.

Gambar 3. Vaporizer
b. Komponen system aliran udara respirasi
Terdapat 4 macam sistem aliran udara respirasi yang lazim digunakan, yaitu:
1) Sistem sirkuit
Sistem sirkuit adalah sistem aliran udara nafas yang merupakan lingkaran
yang terdiri dari 2 pipa karet/plastik yang ujungnya dihubungkan dengan
pipa ―Y‖ dan pangkalnya masing- masing dihubungkan dengan katup
inspirasi dan katup ekspirasi, selanjutnya katup-katup tersebut dihubungkan
dengan canester (tempat kapur penyerap gas CO2) dan kantong penampung
udara.

Gambar 4. Sistem sirkuit


Canester merupakan bagian dari mesin anestesi yang berisi sodalyme dan
berfungsi sebagai penampung kapur penyerap gas CO2 atau CO2 absorber.
Canester berisi dengan sodalyme yang berupa butir kapur atau kapur
barium hidroksida yang akan bisa menetralisir asam karbonat. Reaksi dan
produk yang ada meliputi panas, air dan kalsium carbonat. Kapur soda
merupakan absorben yang lebih sering diketemukan dan mampu menyerap
sampai 23 liter CO2/ 100 gr absorben. Perubahan warna dari pH seperti
yang ditunjukkan dengan indicator warna karena terjadinya peningkatan
konsentrasi ion hydrogen menunjukkan dikeluarkannya absorben. Absorben
bias digantikan bila 50-70% mengalami perubahan warna. Contohnya
perubahan warna pada CO2 absorben dapat berupa merah muda berubah
menjadi putih, yang putih berubah menjadi ungu.

Gambar 5. Canester berisi sodalime pada mesin anestesi

Gambar 6. Perubahan warna pada CO2 absorben


2) Sistem Magill
Sistem magill merupakan sistem aliran udara respirasi satu arah yang terdiri
dari 1 pipa karet/plastik yang dilengkapi dengan 1 katup ekspirasi dan
kantong penampung udara. Masukan aliran gas segar bisa ditempatkan pada
pangkal pipa atau diantara katup ekspirasi dengan ujung pipa yang
menghubungkannya dengan pasien. Dalam praktik anestesi, penggunaan
alat ini mengalirkan gas segar lebih dari volume semen pasien, untuk
mencegah aliran balik udara ekspirasi ke udara inspirasi. Akibat pemakaian
gas yang besar, sebagian gas / uap yang terbuang ke udara, menyebabkan
pencemaran kamar operasi. Pada akhirnya terakhir ini, sistem Magill jarang
digunakan dalam praktik anestesia.

Gambar 7. Sistem magill


3) Sistem ―to and fro”
Sistem ―to and fro‖ adalah sistem aliran udara respirasi satu arah, terdiri
dari 1 canester dilengkapi dengan katup ekspirasi pada bagian ujungnya dan
kantong penampung udara pada bagian pangkalnya. Masukan aliran gas
segar ditempatkan pada bagian proksimal katup ekspirasi. Alat ini tidak
dilengkapi dengan pipa nafas. Dalam praktik anestesi, alat ini termasuk
dalam sistem ―rebreathing‖ dan akhir-akhir ini sangat jarang digunakan
dalam praktik anestesi.
4) Sirkuit nafas untuk bayi/anak
Alat anestesi yang digunakan khusus untuk bayi/anak adalah pipa yang
berbentuk huruf T (T Piece) yang dimodifikasi oleh ―Jackson Rees‖,
sehingga populer disebut ―Jackson Rees Apparatus‖. Salah satu tangan dari
pipa T menjadi katup ekspirasi dan tangan yang satu lagi dihubungkan
dengan pipa korugated karet/plastik yang ujungnya berakhir dengan
kantong penampung aliran gas. Alat ini hanya digunakan untuk bayii/anak
yang mempunyai berat badan < 20 kg.

Gambar 8. Jackson rees sirkuit nafas untuk bayi/anak


c. Komponen penghubung mesin anestesi – pasien
Komponen ini terdiri dari:
1) Konektor, merupakan alat yang menghubungkan mesin anestesi dengan
sungkup muka atau dengan pipa endotrakheal yang dipasang ke dalam
trakea pasien.

Gambar 9. Konektor
2) Sungkup muka, merupakan alat untuk menyungkup muka pasien khusus
pada daerah mulut dan hidung.
3) Pipa endotrakeal, merupakan pipa yang dipasang ke dalam trakea melalui
mulut atau hidung. Pemasangannya dibantu dengan laringoskop (alat untuk
melihat laring).
2. SOP Mesin Anestesi
LEMBAR OBSERVASI Nama ..............................
Keperawatan Anestesiologi Program Sarjana NIM ..............................
Terapan Paraf ..............................
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
Judul : Mesin Anestesi
Tujuan : Melakukan persiapan mesin anestesi
PENCAPAIAN KOMPETEN
NO TAHAP ASPEK YANG DINILAI
YA TDK K BK
1 Persiapan alat Mesin anestesi lengkap
dan bahan
2 Persiapan alat 1. Mesin diatur lengkap (siap pakai)
2. Central gas diatur lengkap
3 Pelaksanaan 1. Sambungkan mesin dengan central
gas oksigen, N2O dan udara yang
disesuaikan tempatnya
2. Atur posisi mesin yang mudah
dijangkau
3. Lengkapi peralatan yang menunjang
mesin anestetesi:
a. Selang corrugated
b. Sodalime
c. Facemask sesuai ukuran
d. Monitor
4. Melakukan evaluasi mesin: Isi volatile
agent dan kencangkan tutup vaporizer
5. Periksa kebocoran:
a. Atur semua aliran gas ke nol (atau
minimum).
b. Tutup katup APL (pop-off) dan
sumbat Y-piece.
c. Beri tekanan pada sistem pernapasan
hingga sekitar 30 cm H2O dengan
siraman O2.
d. Pastikan tekanan tetap stabil
setidaknya selama 10 detik.
6. Buka katup APL (pop-off) dan
pastikan tekanan menurun
7. Periksa status akhir mesin:
a. Alat penguap mati
b. Katup APL terbuka
8. Selector beralih ke mode Bag
9. Semua flowmeters ke nol (atau
minimum)
10. Sistem pernapasan siap digunakan
4 Evaluasi 1. Kebocoran mesin
2. Kebocoran valve
3. Kebocoran sirkuit
4. Kebocoran vaporizer
5 Dokumentasi 1. Cantumkan hasil kalibrasi alat sesuai
dengan fungsinya
2. Waktu, paraf, dan nama jelas
dicantumkan pada catatan pasien

A. Judul Materi
Alat-alat Anestesi Umum dan Manajemen Nafas

B. Sub Capaian Pembelajaran


Mahasiswa mampu memahami, menerapkan dan menggunakan alat-alat anestesi umum
dan manajemen nafas

C. Materi Pengantar
Persiapan pra anestesi meliputi: persiapan pasien di ruangan (terutama elektif), persiapan
alat-alat dan obat-obatan, persiapan pasien di ruang operasi. Pada tindakan anestesi
umum melibatkan induksi tidak sadar yang selama ini kemampuan pasien untuk
mempertahankan jalan nafas dan pernafasannya terganggu. Penatalaksanaan anestesi
umum yang dapat membuat pasien tertidur, seorang ahli anestesi harus mampu menjaga
saluran nafas agar selalu mendapatkan ventilasi dan oksigenasi jika sewaktu-waktu
memerlukan manajemen saluran nafas pasien. Alat-alat yang digunakan pada pasien:
1. Sungkup Muka (face mask)
Ketika pasien dalam keadaan tidak sadar, lidah dan epiglottis terjatuh ke
belakang dan menimbulkan obstruksi jalan nafas. Dengan cara mengangkat
mandibula ke atas dapat mengangkat lidah epiglottis yang melekat pada mandibula
untuk membuka jalan nafas. Pasiend apat diberikan ventilasi dengan ―ambu bag‖.
Sungkup muka memiliki bentuk triangular, dimana bagian yang sempit diletakkan
pada batang hidung dan basisnya diletakkan pada lekukan antara bibir bawah dengan
dagu.
Gambar 13. Teknik face mask
Teknik E-C menahan sungkup muka untuk membuat kedap udara jalan nafas.
Ibu jari tangan dan jari telunjuk membentuk huruf ‗C‘ pada atas sungkup yang
menahannya dengan erat pada wajah. Jari tengah dan jari manis mengangkat
mandibula ke atas. Jari kelingking membantu mendorong rahang. Tekanan jari
sebaiknya diberikan pada bagian bertulang dan tidak pada jaringan lunak di bawah
dagu. Terdapat berbagai jenis sungkup muka, yaitu sungkup muka yang transparan
yang terbuat dari plastik keras atau karet lunak dan beberapa sungkup muka ada yang
terbuat dari karet atau material yang tidak transparan (Nileshwar, 2014)
2. Laryngeal Mask Airway (LMA)
Jalan nafas sungkup laryngeal merupakan jalan nafas supraglotis dengan metode
memasukkan LMA ke dalam hipofaring. Teknik dengan LMA ini dapat berfungsi
mengurangi risiko aspirasi dan regurgitasi dibandingkan jika menggunakan sungkup
muka. Fungsi dari LMA yaitu mempertahankan jalan nafas pada pasien jika
mengalami kesulitasn menggunakan intubasi endotrakea.
3. Intubasi Endotrakea
Intubasi endotrakea merupakan prosedur mempertahankan jalan nafas pada
pasien dengan cara memasukkan pipa (tube) endotrakea ke dalam trakea melalui
mulut atau nasal dengan menggunakan alat bantu laringoskop. Indikasinya yaitu:
(Pramono, 2016)
a. Pasien sulit mempertahankan saluran nafas dan kelancaran pernafasan (pasien
dengan penurunan kesadaran, trauma daerah muka dan leher)
b. Mencegah aspirasi (masuknya cairan lambung ke saluran nafas)
c. Membantu mengisap sekret
d. Mengatasi obstruksi laring
e. Mempermudah anestesi umum untuk operasi dengan nafas terkontrol, operasi
posisi miring atau tengkurap, operasi yang lama, operasi yang sulit
mempertahankan saluran nafas (bagian leher/kepala).

Alat-alat yang dibutuhkan untuk melakukan prosedur Intubasi ETT yaitu:

STATICS
a. Scope (stetoscope, laringoscope)
Laringoskop adalah alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung
supaya kita dapat memasukkan pipa trakhea dengan baik dan benar. Secara garis
besar dikenal dua macam laringoskop terdiri atas blade (bilah) dan handle
(gagang). Pilih blade yang nomor 3 untuk pasien dewasa dengan ukuran sedang
bila lebih besar pakai ukuran 4, untuk anak gunakan ukuran nomor 2, untuk bayi
pilih nomor 1. Jangan lupa untuk memeriksa lampunya apakah nyalanya cukup
terang). Memegang laryngoscope selalu dengan tangan kiri, posisi tangan yang
betu adalah memegang pada handle, bukan pada pertemuan blade dan handle.

Gambar 10. Berbagai macam Blade Laringoscope

Stetoskop (bahasa Yunani: stethos, dada dan skopeein, memeriksa) adalah sebuah
alat medis akustik untuk memeriksa suara dalam tubuh. Dia banyak digunakan
untuk mendengar suara jantung dan pernapasan, meskipun dia juga digunakan
untuk mendengar intestine dan aliran darah dalam arteri dan ―vein‖.

Gambar 11. Stetoskop


b. Tube (pipa endotracheal)
Pipa endotrakea terbuat dari material silicon PVC (Polyvinyl Chloride)
yang bebas lateks, dilengkapi dengan 15mm konektor standar. Termosensitif
untuk melindungi jaringan mukosa dan memungkinkan pertukaran gas, serta
struktur radioopak yang memungkinkan perkiraan lokasi pipa secara tepat. Pada
tabung didapatkan ukuran dengan jarak setiap 1cm untuk memastikan
kedalaman pipa. Pemasangan alat endotracheal tube adalah untuk memasukkan
pipa jalan nafas buatan kedalam trachea melalui mulut. Fungsinya untuk
membebaskan jalan nafas dan pemberian pernafasan mekanis (dengan
ventilator).

Gambar 12. Endotracheal Tube


Anatomi laring dan rima glotis harus dikenal lebih dulu. Besar pipa trakea
disesuaikan dengan besarnya trakea. Besar trakea tergantung pada umur. Pipa
endotrakea yang baik untuk seorang pasien adalah yang terbesar yang masih
dapat melalui rima glotis tanpa trauma. Pada anak dibawah umur 8 tahun trakea
berbentuk corong, karena ada penyempitan di daerah subglotis (makin kecil
makin sempit). Oleh karena itu pipa endaotrakeal yang dipakai pada anak,
terutama adalah pipa tanpa balon (cuff). Bila dipakai pipa tanpa balon
hendaknya dipasang kasa yang ditempatkan di faring di sekeliling pipa tersebut
untuk mencegah aspirasi untuk fiksasi dan agar tidak terjadi kebocoran udara
inspirasi. Bila intubasi secara langsung (memakai laringoskop dan melihat rima
glotis) tidak berhasil, intubasi dilakukan secara tidak langsung (tanpa melihat
trakea) yang juga disebut intubasi tanpa lihat (blind). Cara lain adalah dengan
menggunakan laringoskop serat optik. Untuk orang dewasa dan anak diatas 6
tahun dianjurkan untuk memakai pipa dengan balon lunak volume besar tekanan
rendah, untuk anak kecil dan bayi pipa tanpa balon lebih baik. Balon sempit
volume kecil tekanan tinggi hendaknya tidak dipakai karena dapat
menyebabkan nekrosis mukosa trakea. Pengembangan balon yang terlalu besar
dapat dihindari dengan memonitor tekanan dalam balon (yang pada balon lunak
besar sama dengan tekanan dinding trakea dan jalan nafas) atau dengan
memakai balon tekanan terbatas. Pipa hendaknya dibuat dari plastik yang tidak
iritasif. Kerusakan pada laringotrakea telah jauh berkurang dengan adanya
perbaikan balon dan pipa. Jadi trakeostomi pada pasien koma dapat ditunda jika
ekstubasi diperkirakan dapat dilakukan dalam waktu 1-2 minggu. Akan tetapi
pasien sadar tertentu memerlukan ventilasi intratrakea jangka panjang mungkin
merasa lebih nyaman dan diberi kemungkinan untuk mampu berbicara jika
trakeotomi dilakukan lebih dini.
c. Airway device (sarana aliran udara, misal OPA/Guedel/Mayo)
Oropharingeal tube ada yang menyebutnya sebagai oropharingeal airway,
ada yang menyebutnya mayo tube, atau ada juga yang menyebutnya dengan
istilah gudel. Memasang oropharingeal tube adalah suatu tindakan pemenuhan
kebutuhan oksigen dengan membebaskan jalan nafas melalui pemasangan
oropharingeal tube melalui rongga mulut ke dalam pharing. Tujuan dari
pemasangan oropharing tube untuk membebaskan jalan nafas, mencegah lidah
jatuh atau melekat pada dinding posterior pharingmemudahkan penghisapan
lendir. Oropharingeal tube tidak boleh dipasang pada pasien sadar.
Oropharingeal tube dipasang pada pasien yang tidak sadar atau pada pasien
dengan penurunan kesadaran. Pada pasien yang dilakukan pemasangan
oropharing tube harus dilakukan oral hygiene. Ukuran oropharingeal:
disesuaikan dengan mengukur panjang oropharingeal dari mulut ke mandibula
atau sesuai ukuran :
1) Kode 00 untuk bayi kecil/prematur
2) Kode 0 untuk bayi
3) No. 1 untuk anak usia 1-3 tahun
4) No. 2 untuk anak usia 3-8 tahun
5) No. 3 untuk usia 8 tahun
6) No. 4 dan 5 untuk dewasa

Gambar 14. Oropharingeal Airway (OPA)


Pemakaian sungkup muka berguna untuk menyalurkan oksigen atau gas
anestesi ke pasien. Terdapat beberapa jenis sungkup. Dengan sungkup trasparan
berguna untuk obervasi kelembapan udara yang diekshalasi dan mengetahui jika
pasien muntah. Sungkup karet hitam dapat digunakan untuk mengadaptasi
struktur muka yang tidak biasa. Ambu Manual Ventilator (Ambubag)
merupakan alat bantu pernafasan yang terdiri dari bag yang berfungsi untuk
memompa oksigen udara bebas, valve/pipa berkatup dan masker yang menutupi
mulut dan hidung. Ambubag ini biasanya digunakan untuk memberikan tekanan
pada sistem pernafasan pasien yang henti nafas atau yang nafasnya tidak
adekuat. Tujuan dilakukan bantuan napas dengan ambubag adalah untuk
memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara memberikan pernapasan buatan untuk
menjamin kebutuhan adanya oksigen serta untuk menjamin pertukaran antara
oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2) yang terjadi diparu-paru secara normal.
Sungkup dipegang melawan muka dengan tekanan ke bawah pada badan
sungkup dilakukan dengan jempol kiri dan jari telunjuk. Jari tengah dan manis
memegang mandibula untuk membantu ekstensi sendi atlantooksipital. Jari
kelingking diletakkan di bawah sudut rahang dan digunakan untuk menahan
dagu ke depan, maneuver paling penting untuk ventilasi pasien.
Sungkup dipegang melawan muka dengan tekanan ke bawah pada badan
sungkup dilakukan dengan jempol kiri dan jari telunjuk. Jari tengah dan manis
memegang mandibula untuk membantu ekstensi sendi atlantooksipital. Jari
kelingking diletakkan di bawah sudut rahang dan digunakan untuk menahan
dagu ke depan, maneuver paling penting untuk ventilasi pasien.

Gambar 15. Ambu bag


d. Tape (plester)
Tape Plester berfungsi untuk memfiksasi pipa trakea setelah tindakan intubasi
agar tidak terdorong atau tercabut.
Gambar 16. Tape (plester)
e. Introducer (stilet/ forceps Magill)
Digunakan untuk mengatur kelengkungan pipa endotrakeal sebagai alat bantu
saat insersi pipa. Forcep intubasi (magill/digunakan untuk memanipulasi pipa
endotrakeal nasal atau pipa nasogastrik melalui orofaring.

Gambar 17. Stilet


f. Conector (penghubung antara mesin respirasi/anestesi dengan sungkup muka,
serta penghubung-penghubung yang lain)
g. Suction
Suctioning atau penghisapan merupakan tindakan untuk mempertahankan jalan
nafas sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang adekuat
dengan cara mengeluarkan secret pada klien yang tidak mampu
mengeluarkannya sendiri. Sebagian pasien mempunyai permasalahan di
pernafasan yang memerlukan bantuan ventilator mekanik dan pemasangan
ETT (Endo Trakeal Tube), dimana pemasangan ETT (Endo Trakeal Tube)
masuk sampai percabangan bronkus pada saluran nafas. Pasien yang terpasang
ETT (Endo Trakeal Tube) dan ventilator maka respon tubuh pasien untuk
mengeluarkan benda asing adalah mengeluarkan sekret yang mana perlu
dilakukan tindakan suction. Suction adalah suatu tindakan untuk
membersihkan jalan nafas dengan memakai kateter penghisap melalui
nasotrakeal tube (NTT), orotraceal tube (OTT), traceostomy tube (TT) pada
saluran pernafasa bagian atas.
Gambar 18. Mesin Suction

A. Judul Materi
Intubasi ETT

B. Sub Capaian Pembelajaran


Mahasiswa mampu memahami dan menerapkan tindakan intubasi ETT.

C. Materi Pengantar
1. Pengertian
Pemasangan endotracheal tube (ETT) atau intubasi adalah memasukkan pipa
jalan nafas buatan ke dalam trachea melalui mulut. Tindakan intubasi baru dapat
dilakukan bila : cara lain untuk membebaskan jalan nafas (airway) gagal, perlu
memberikan nafas buatan dalam jangka panjang, ada risiko besar terjasi aspirasi
baru. Menurut Latief (2007) intubasi adalah memasukkan pipa trakea ke dalam
trakea melalui rima glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan
trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea. Intubasi endotracheal merupakan
teknik paling penting dan paling aman dalam menjaga jalan nafas dengan cara
memasukkan endotracheal tube (ETT) ke dalam trakhea melalui mulut. ETT
digunakan untuk mengalirkan gas anestesi langsung ke dalam trakhea dan
mengizinkan untuk kontrol ventilasi dan oksigenasi.
Gambar 19. Tindakan intubasi ETT
Pipa endotrakea terbuat dari karet atau plastik dan tersedia dalam ukuran yang
berbeda-beda. Untuk operasi tertentu missal di daerah kepala atau leher
menggunakan pipa yang tidak bisa ditekuk yang mempunyai spiral nilon atau besi
(non kinking). Pipa ETT kebanyakan mempunyai balon (cuff) pada ujung distalnya
untuk mencegah kebocoran jalan nafas. Pipa tanpa balon biasa digunakan pada
anak-anak karena bagian tersempit jalan nafas adalah daerah rawan krikoid,
sedangkan pada orang dewasa biasa dengan balon karena bagian tersempitnya
adalah trachea. Ukuran pipa endotrakea dibagi menjadi beberapa, antara lain:
(Latief, 2007)
a. Pria dewasa8
atau 9 mm
b. Wanita dewasa
7,5 atau 8,5 mm
c. Anak-anak
4 + usia/4
Rumus lain = (usia + 2) / 2

Rumus tersebut merupakan perkiraan sehingga harus disediakan pipa 0,5 mm lebih
besar dna lebih kecil. Kedalaman pemasangan pipa endotrakea sebagai berikut:
a. Jarak beberapa titip pda pipa dari sisi pasien ditandai dalam cm di sepanjang
pipa. Pipa difiksasi pada 22 atau 23 cm pada laki-laki dewasa dan pada 20 atau
21 pada wanita dewasa.
b. Pada anak-anak, rumus yang digunakan:
Usia / 2 +12 cm

Pipa sebaiknya diletakkan sedemikian sehingga ujung pipa harus menempati di atas
karina tetapi di bawah glotis. Indikasi intubasi trakea yaitu: (Latief, 2007)
a. Menjaga patensi jalan nafas oleh sebab apapun
Misalnya kelainan anatomi, bedah khusus, bedah posisi khusus, dan
pembersihan sekret pada jalan nafas
b. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi
Misalnya saat resusitasi, memungkinkan penggunaan relaksan dengan efisien,
ventilasi jangka panjang.
c. Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi
Klasifikasi menggunakan skor Mallampati untuk melihat tampakan faring pada
saat mulut terbuka maksimal dan lidah dijulurkan.

Beberapa kondisi yang diperkirakan akan mengalami kesulitas pada saat dilakukan
intubasi ETT yaitu:
a. Tumor : hematom, hemagioma
b. Infeksi : abses mandibula, epiglottis
c. Kelainan kongital : atresi laring, pere robin sindrom
d. Benda asing
e. Trauma : fraktur laring, fraktur maxilla/mandibula
f. Obesitas
g. Extensi leher yang tidak maksimal
h. Variasi anatomi : lidah besar, leher pendek
2. SOP Intubasi ETT
LEMBAR OBSERVASI Nama ..............................
Keperawatan Anestesiologi Program Sarjana Terapan NIM ..............................
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta Paraf ..............................
Judul : Intubasi
Tujuan : Melakukan tindakan intubasi dengan ETT

PENCAPAIAN KOMPETEN
NO TAHAP ASPEK YANG DINILAI
YA TDK K BK
1 Persiapan alat STATICS
2 Persiapan Posisi praktisi berada di atas kepala pasien,
pasien ketika pasien berada di atas tempat tidur
3 Pelaksanaan 1. Masukkan obat anestesi Umum (propofol,
fentanyl, pelumpuh otot)
2. Lakukan pre-oksigenasi dengan 100%
oksigen
3. Posisikan pasien: ‗sniffingthemorning air
position‘, Leher sedikit fleksi, kepala
ekstensi. 1bantal diletakkan di bawah kepala
4. Suction diperlukan untuk membersihkan jalan
nafas pada kasus dimana sekresi jalan nafas
tidak diinginkan, darah, atau muntah.
5. Setelah pasien rileks, buka mulut pasien dan
gunakan laringoskop untuk mencari plika
vokalis
6. Masukkan ETT melalui sisi kanan mulut,
bimbing ujungnya masuk trakea sampai cuff
ETT melewati plika vokalis (kedalaman 23
cm pada laki-laki dan 21 cm pada wanita
dewasa)Ambil introducer dan sambungkan
ETT dengan mesin menggunakan connector
7. Hubungkan pipa ET dengan alat ventilasi
seperti bag-valvemask yang terhubung
dengan oksigen (flow10-12 L/menit).
8. Kembangkan cuff ETT secukupnya (sampai
tidak ada kebocoran udara)dengan spuit 20 cc
berisi udara
9. Evaluasi pemasangan dengan mendengarkan
melalui stetoskop pengembangan ke-2 paru
10.Pasang OPA dengan cekungan menghadap ke
atas lebih dahulu, kemudian putar 180 derajat
menyentuh palatum molle
11.Setelah yakin ET masuk dalam trakea &
suara nafas terdengar sama pd kedua paru
kemudian Fiksasi ETT dengan plester
4 Evaluasi Monitor respon pasien selama pemasangan ETT
5 Dokumentasi Tulis respon, nama perawat/penata anestesi,
waktu, paraf dengan jelas dicatatan anestesi
A. Judul Materi
Intubasi LMA

B. Sub Capaian Pembelajaran


Mahasiswa mampu memahami dan melakukan tindakan intubasi dengan LMA

C. Materi Pengantar
1. Pengertian
Laryngeal Mask Airway adalah sebuah alat untuk mempertahankan jalan napas paten
tanpa intubasi trakea, yang terdiri dari tabung terhubung ke cuff oval yang berfungsi
untuk mengunci laring. Teknik dengan menggunakan LMA dapat mengurangi risiko
aspirasi dan regurgitasi dibandingkan jika menggunakan sungkup muka. LMA dapat
digunakan jika mengalami kesulitasn dalam melakukan intubasi. Alat ini didesain
dengan kemampuan untuk ventilasi kontrol, mengurangi risiko aspirasi isi lambung,
dan mengetahui ketidaktepatan pemasangan (Cook & Walton, 2005). Indikasi untuk
menggunakan LMA antara lain:
a. Untuk menghasilkan jalan nafas yang lancar tanpa penggunaan sungkup muka.
b. Untuk menghindari penggunaan ET/melakukan intubasi endotrakeal selama
ventilasi spontan

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan yang merupakan kontraindikasi untuk
menggunakan LMA, yaitu :
a. Ketidakmampuan menggerakkan kepala atau membuka mulut lebih dari 1,5 cm,
misalnya pada ankylosing spondylitis, severe rheumatoid arthritis, servical spine
instability, yang akan mengakibatkan kesulitan memasukkan LMA.
b. Kelainan didaerah faring (abses, hematom).
c. Obstruksi jalan nafas pada atau dibawah laring.
d. Pasien dengan lambung penuh atau kondisi yang menyebabkan lambatnya
pengosongan lambung.
e. Meningkatnya resiko regurgitasi (hernia hiatus, ileus intestinal).
f. Ventilasi satu paru.
g. Keadaan dimana daerah pembedahan akan terhalang oleh cuff dari LMA.
Gambar 20. Intubasi LMA

Macam-macam LMA antara lain:


a. Classic LMA
Merupakan suatu peralatan yang digunakan pada airway management yang dapat
digunakan ulang dan digunakan sebagai alternatif baik itu untuk ventilasi
facemask maupun intubasi ET. LMA juga memegang peranan penting dalam
penatalaksanaan difficult airway.

Gambar 21. LMA jenis Classic


b. LMA Fastrach
LMA Fastrach terdiri dari sutu tube stainless steel yang melengkung (diameter
internal 13 mm) yang dilapisi dengan silicone, connector 15 mm, handle, cuff,
dan suatu batang pengangkat epiglotis. Perbedaan utama antara LMA clasic dan
LMA Fastrach yaitu pada tube baja, handle dan batang pengangkat epiglottic.

5
Gambar 22. LMA Fastrach
c. LMA Proseal
LMA Proseal mempunyai 2 gambaran design yang menawarkan keuntungan
lebih dibandingkan LMA standar selama melakukan ventilasi tekanan positif.
Pertama, tekanan seal jalan nafas yang lebih baik yang berhubungan dengan
rendahnya tekanan pada mukosa. Kedua, LMA Proseal terdapat pemisahan antara
saluran pernafasan dengan saluran gastrointestinal, dengan penyatuan drainage
tube yang dapat mengalirkan gas-gas esofagus atau memfasilitasi suatu jalur tube
orogastric untuk dekompresi lambung.

Gambar 23. LMA jenis Proseal


d. Flexible LMA
Bentuk dan ukuran mask nya hampir menyerupai cLMA, dengan airway tube
terdapat gulungan kawat yang menyebabkan fleksibilitasnya meningkat yang
memungkinkan posisi proximal end menjauhi lapang bedah tanpa menyebabkan
pergeseran mask.

Gambar 24. LMA jenis fleksibel

5
Ukuran LMA terdapat berbagai variasi yang tersedia, mulai dari nomer 1 yang
digunakan untuk pasien neonates hingga ukuran paling besar yaitu 5 untuk pasien
dewasa dengan BB lebih dari 70 kg. Berikut ukuran berdasarkan usia :

Tabel 1. Ukuran LMA

Berdasarkan tabel di atas untuk no 1 digunakan pada pasien neonates di bawah 5 kg


dengan maksimum volume cuff 4 ml. Nomer 1,5 digunakan untuk pasien infants
yang memiliki berat badan 5-10 kg dengan maksimum volume cuff sebanyak 7 ml.
Nomer 2 untuk infants atau anak-anak yang memiliki berat badan 10-20 kg dengan
maksimum volume cuff sebanyak 10 ml. nomer 2,5 untuk anak-anak yang meliliki
berat badan 20-30 kg dengan maksimum volume cuff sebanyak 14 ml. Nomor 3
untuk anak-anak atau dewasa yang memiliki berat badan 30-50 kg dengan
maksimum volume cuff sebanyak 20 ml. Nomor 4 untuk dewasa yang memiliki berat
badan 50-70 kg dengan maksimum volume cuff sebanyak 30 ml. Nomer 5 untuk
dewasa yang memiliki berat badan 70-100 kg dengan maksimum volume cuff
sebanyak 40 ml.

5
2. SOP Intubasi LMA
LEMBAR OBSERVASI Nama : ...............................
Keperawatan Anestesiologi Program Sarjana Terapan NIM : ...............................
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta Paraf : ...............................

Judul : Pemasangan LMA


Tujuan : Melakukan tindakan intubasi dengan LMA
NO PENCAPAIAN KOMPETEN
TAHAP ASPEK YANG DINILAI
YA TDK K BK
1 Identifikasi a. Adanya pasien yang mengalami gagal
kebutuhan nafas (respiratory failure)
b. Adanya pasien yang mengalami cardiac
arrest
c. Adanya pasien yang mengalami
pembiusan total
2 Persiapan alat Persiapan alat:
1. Alat-alat steril:
a. LMA
b. Sarung tangan
c. Kateter suction
2. Alat-alatidak steril:
a. Mayo/Guedel
b. Connector
c. Ambubag yang tersambung dengan
oksigen
d. Spuit 10cc
e. Plaster, gunting
f. Suction
g. Jelly
3 Persiapan Persiapan Pasien:
pasien 1. Mengucapkan salam pada pasien
2. Tujuan dan prosedur dijelaskan pada
pasien
3. Privasi pasien dijaga
4. Posisi pasien diatur dalam posisi intubasi
4 Pelaksanaan Pelaksanaan:
a. Cuci tangan dilakukan dengan benar
b. Sarung tangan digunakan
c. Memastikan oksigen dan suction
berfungsi
d. Kempeskan cuff sebelum dipasang
e. Oleskan jelly pada LMA
f. Pemberian pre oksigenasi dengan

5
ambubag dilakukan
g. Pipa LMA dipegang dengan tangan yang
tidak dominan untuk mempertahankan
posisi, dan jari telunjuk dikeluarkan dari
mulut pasien
h. Masukkan LMA dengan posisi
punggung LMA berada di langit-langit
mulut
i. Dorong LMA sampai masuk
j. LMA disambungkan dengan
ambubag dan diberikan ventilasi buatan
k. Cuff dikembangkan sampai tak
terdengar kebocoran
l. LMA difiksasi dengan kuat tapi tak
menekan
m. Oksigen diberikan sesuai kebutuhan
atau disambungkan
n. Vital sign pasien diobservasi selama
tindakan
o. Respon pasien dievaluasi dan
rencana tindak lanjut dijelaskan
p. Pasien diatur pada posisi yang nyaman
q. Alat-alat dibereskan dan cuci tangan
r. Mendokumentasikan tindakan, tanggal,
jam, no.LMA yang terpasang, nama dan
tanda tangan perawat
5 Evaluasi Evaluasi:
1. Kepatenan jalan nafas terjaga
2. Oksigen dosis tinggi terkonsumsi dengan
adekuat
3. Aspirasi tercegah
4. Upaya tindak lanjut dirumuskan
6 Dokumentasi Tulis respon, nama perawat/penata anestesi,
waktu, paraf dengan jelas dicatatan anestesi

5
BAB VI
PENGAMBILAN SAMPEL

Kegiatan pengambilan sampel darah dikenal dengan istilah phlebotomy yang


berarti proses mengeluarkan darah. Dalam praktik laboratorium klinik, ada 3
macam cara memperoleh darah, yaitu: melalui tusukan vena (venipuncture),
tusukan kulit (skinpuncture) dan tusukan arteri atau nadi. Venipuncture adalah cara
yang paling umum dilakukan.

A. PENGAMBILAN DARAH VENA

Pada pengambilan darah vena (venipuncture), sampel darah umumnya


diambil dari vena median cubital, pada anterior lengan (sisi dalam lipatan siku).
Vena ini terletak dekat dengan permukaan kulit, cukup besar, dan tidak ada
pasokan saraf besar. apabila tidak memungkinkan, vena chepalica atau vena
basilica bisa menjadi pilihan berikutnya. Venipuncture pada vena basilica
harus dilakukan dengan hati-hati karena letaknya berdekatan dengan arteri
brachialis dan syaraf median. Jika vena cephalica dan basilica ternyata tidak
bisa digunakan, maka pengambilan darah dapat dilakukan di vena di daerah
pergelangan tangan. Lakukan pengambilan dengan sangat hati-hati dan
menggunakan jarum yang ukurannya lebih kecil.
Lokasi yang tidak diperbolehkan diambil darah adalah :
1. Lengan pada sisi mastectomy
2. Daerah edema
3. Hematoma
4. Daerah dimana darah sedang ditransfusikan
5. Daerah bekas luka
6. Daerah dengan cannula, fistula atau cangkokan vascular
7. Darah intervena lines. Pengambilan darah di daerah ini dapat
menyebabkan darah menjadi lebih encer dan dapat meningkatkan atau
menurunkan kadar zat tertentu.

5
Ada dua cara dalam pengambilan darah vena, yaitu cara manual dan cara
vakum. Cara manual dilakukan dengan menggunakan alat suntik (syringe),
sedangkan cara vakum dengan menggunakan tabung vakum (vacutainer).
Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam pengambilan darah vena
adalah:
1. Pemasangan turniket (tali pembendung)
a. Pemasangan dalam waktu lama dan terlalu keras dapat menyebabkan
hemokonsentrasi (peningkatan nilai hematokrit/PVC dan elemen
sel), peningkatan kadar substrat (protein total, AST, besi, kolesterol,
lipid total)
b. Melepas turniket sesudah jarum dilepas dapat menyebabkan
hematoma

Gambar 1.20. Pemasangan tourniquet


2. Jarum dilepaskan sebelum tabung vakum terisi penuh sehingga
mengakibatkan masuknya udara ke dalam tabung dan merusak sel darah
merah
3. Penusukan
a. Penusukan yang tidak sekali kena menyebabkan masuknya cairan
jaringan sehingga dapat mengaktifkan pembekuan. Di samping itu,
penusukan yang berkali-kali juga berpotensi menyebabkan
hematoma.
b. Tusukan jarum yang tidak tepat benar masuk ke dalam vena
menyebabkan darah bocor dengan akibat hematoma

5
4. Kulit yang ditusuk masih basah oleh alkohol menyebabkan hemolisis
sampel akibat kontaminasi oleh alkohol, rasa terbakar dan rasa nyeri
yang berlebihan pada pasien ketika dilakukan penusukan.

B. Jenis Tabung Darah


Berikut beberapa jenis tabung sampel darah yang digunakan dalam
pemeriksaan laboratorium klinik.
1. Tabung tutup merah
Tabung tutup merah tanpa penambahan zar adiktif, darah akan menjadi
beku dan serum dipisahkan dengan pemusingan. Umumnya digunakan
untuk pemeriksaan kimia darah, imunologi, serologi dan bank darah
(crossmatching test)
2. Tabung tutup kuning
Tabung tutup kuning berisi gel separator (serum separator tube/SST) yang
berfungsi memisahkan serum dan sel darah. Setelah pemusingan, serum
akan berada di bagian atas gel dan sel darah berada di bawah gel.
Digunakan untuk pemeriksaan kimia darah, imunologi, dan serologi
3. Tabung tutup hijau terang
Tabung tutup hijau terang berisi gel separator (plasma separator
tube/PST) dengan antikoagulan lithium heparin. Setelah pemusingan,
plasma akan berada di bagian atas gel dan sel darah berada di bawah gel.
Umumnya digunakan untuk pemeriksaan kimia darah
4. Tabung tutup ungu atau lavender
Tabung tutup ungu berisi EDTA dan umumnya digunakan untuk
pemeriksaan darah lengkap dan bank darah (crossmatch)
5. Tabung tutup biru
Tabung tutup biru ini berisi natrium sitrat dan umumnya digunakan untuk
pemeriksaan koagulasi (misal PTT, APTT)
6. Tabung tutup hijau
Tabung tutup hijau berisi natrium atau lithium heparin, umumnya
digunakan untuk pemeriksaan fragilitas osmotik eritrosit, kimia darah

5
7. Tabung tutup biru gelap
Tabung tutup biru gelap berisi EDTA yang bebas logam, umumnya
digunakan untuk pemeriksaan trace element (zink, copper, mercury) dan
toksikologi
8. Tabung tutup abu-abu terang
Tabung ini berisi natrium fluoride dan kalium oksalat yang digunakan
untuk pemeriksaan glukosa
9. Tabung tutup hitam
Berisi bufer sodium sitrat digunakan untuk pemeriksaan LED (ESR)
10. Tabung tutup pink
Berisi potassium EDTA digunakan untuk pemeriksaan imunohematologi
11. Tabung tutup putih
Potassium EDTA digunakan untuk pemeriksaan molekuler/PCR dan
bDNA
12. Tabung tutup kuning dengan warna hitam di bagian atas
Berisi media biakan digunakan untuk pemeriksaan mikrobiologi aerob,
anaerob dan jamur

Gambar 1.21. Jenis-jenis tabung yang digunakan untuk sampel darah

C. Beberapa Hal Penting dalam Menampung Sampel Darah


1. Darah dari syringe atau suntikan harus dimasukkan ke dalam tabung
dengan cara melepas jarum lalu mengalirkan darah perlahan-lahan melalui
dinding tabung. Memasukkan darah dengan cara disemprotkan, apalagi
tanpa melepas jarum, berpotensi menyebabkan hemolisis. Memasukkan
darah ke dalam tabung vakum dengan cara menusukkan jarum pada tutup

5
tabung, biarkan darah mengalir sampai berhenti sendiri ketika volume
telah terpenuhi
2. Homogenisasi sampel jika menggunakan antikoagulan dengan cara
memutar-mutar tabung 4-5 kali atau membolak-balikkan tabung 5-10 kali
dengan lembut. Mengocok sampel berpotensi menyebabkan hemolisis
3. Urutan memasukkan sampel darah ke dalam tabung vakum adalah (1)
botol biakan (culture) darah atau tabung tutup kuning-hitam, (2) tes
koagulasi (tabung tutup biru), (3) tabung non additive (tutup merah), (4)
tabung tutup merah atau kuning dengan gel separator atau clot activator,
tabung tutup ungu /lavender (EDTA), tabung tutup hijau (heparin), tabung
tutup abu-abu (NaF dan Na oksalat)

D. Pengambilan Darah Vena dengan Syringe


Pengambilan darah vena secara manual dengan alat suntik (syringe)
merupakan cara yang masih lazim dilakukan di berbagai laboratorium klinik
dan tempat-tempat pelayanan kesehatan. Alat suntik ini adalah sebuah pompa
piston sederhana yang terdiri dari sebuah tabung silinder, pendorong, dan
jarum. Berbagai ukuran jarum yang sering digunakan mulai dari ukuran
terbesar sampai dengan terkecil adalah 21G, 22G, 23G, 24G, dan 25G.
Pengambilan darah dengan suntikan ini baik dilakukan pada pasien usia lanjut
dan pasien dengan vena yang tidak dapat diandalkan (rapuh atau kecil).
1. Persiapan Alat
a. Syringe
Untuk pemilihan syringe, pilihlah ukuran/volume sesuai dengan
jumlah sampel yang akan diambil, pilih ukuran jarum yang sesuai, dan
pastikan jarum terpasang dengan erat
b. Kapas alkohol 70%
c. Tali pembendung (turniket)
d. Plester
e. Tabung

5
2. Prosedur
a. Persiapkan alat
b. Lakukan pendekata pasien dengan tenang dan ramah, usahakan pasien
senyaman mungkin
c. Identifikasi pasien dengan benar sesuai dengan data di lembar
permintaan
d. Verifikasi keadaan pasien, misalnya puasa atau konsumsi obat. Catat
bila pasien minum obat tertentu, tidak puasa, dsb.
e. Minta pasien meluruskan lengannya, pilih lengan yang banyak
melakukan aktifitas
f. Minta pasien mengepalkan tangan
g. Pasang tali pembendung (turniket) kira-kira 10 cm di atas lipat siku
h. Pilih bagian vena median cubital atau cephalic. Lakukan perabaan
(palpasi) untuk memastikan posisi vena, vena teraba seperti sebuah
pipa kecil, elastis dan memiliki dinding tebal. Jika vena tidak teraba,
lakukan pengurutan dari arah pergelangan ke siku, atau kompres
hangat selama 5 menit daerah lengan.
i. Bersihkan kulit pada bagian yang akan diambil dengan kapas alkohol
70% dan biarkan kering. Kulit yang sudah dibersihkan jangan
dipegang lagi.
j. Tusuk bagian vena dengan posisi lubang jarum menghadap ke atas.
Jika jarum telah masuk ke dalam vena, akan terlihat darah masuk ke
dalam semprit (dinamakan flash). Usahakan sekali tusuk kena.
k. Setelah volume darah dianggap cukup, lepas turniket dan minta pasien
membuka kepalan tangannya. Volume darah yang diambi kira-kira 3
kali jumlah serum atau plasma yang diperlukan untuk pemeriksaan.
l. Letakkan kapas di tempat suntikan lalu segera lepaskan/tarik jarum.
Tekan kapas beberapa saat lalu plester selama kira-kira 15 menit.
Jangan menarik jarum sebelum turniket dibuka.

5
E. Pengambilan Darah Vena dengan Tabung Vakum
Jenis tabung vakum ini berupa tabung reaksi yang hampa udara, terbuat
dari kaca atau plastik. Ketika tabung dilekatkan pada jarum, darah akan
mengalir masuk ke dalam tabung dan berhenti mengalir ketika sejumlah
volume tertentu telah tercapai. Jarum yang digunakan terdiri dari dua buah
jarum yang dihubungkan oleh sambungan berulir. Jarum pada sisi anterior
digunakan untuk menusuk vena dan jarum pada sisi posterior ditancapkan pada
tabung. Jarum posterior diselubungi oleh bahan dari karet sehingga dapat
mencegah darah dari pasien mengalir keluar. Sambungan berulir berfungsi
untuk melekatkan jarum pada sebuah holder dan memudahkan pada saat
mendorong tabung menancap pada jarum posterior.
Kelebihannya yaitu tidak perlu membagi-bagi sampel darah ke dalam
beberapa tabung. Cukup dengan sekali penusukan, dapat digunakan untuk
beberapa tabung secara bergantian sesuai dengan jenis tes yang diperlukan.
Kekurangannya yaitu sulitnya pengambilan pada orang tua, anak kecil, bayi
atau jika vena tidak bisa diandalkan (kecil, rapuh), atau jika pasien gemuk. Hal
tersebut mungkin dapat diatasi dengan menggunakan jarum bersayap (winged
needle). Jarum bersayap dinamakan juga jarum ―kupu-kupu‖ yang hampir
sama dengan jarum vakutainer namun perbedaannya antara jarum anterior dan
posterior terdapat dua buah sayap plastik pada pangkal jarum anterior dan
selang yang menghubungkan jarum anterior dan posterior.

Gambar 1.22. Jarum bersayap (winged needle)

5
1. Persiapan Alat
a. Jarum
b. Kapas alkohol 70%
c. Tali pembendung (turniket)
d. Plester
e. Tabung vakum.
2. Prosedur
a. Persiapkan alat-alat yang digunakan
b. Pasang jarum pada holder, pastikan terpasang erat
c. Lakukan pendekatan pada pasien dengan tenang dan ramah, usahakan
pasien senyaman mungkin
d. Identifikasi pasien dengan benar sesuai dengan data di lembar
permintaan
e. Verifikasi keadaan pasien, misalnya puasa atau konsumsi obat. Catat
apabila pasien minum obat tertentu, tidak puasa, dsb
f. Minta pasien meluruskan lengannya, pilih lengan yang banyak
melakukan aktifitas
g. Minta pasien mengepalkan tangan
h. Pasang tali pembendung (turniket) kira-kira 10 cm di atas lipat siku
i. Pilih bagian vena median cubital atau cephalic. Lakukan perabaan
(palpasi) untuk memastikan posisi vena, vena teraba seperti sebuah
pipa kecil, elastis dan memiliki dinding tebal. Jika vena tidak teraba,
lakukan pengurutan dari arah pergelangan ke siku, atau kompres
hangat selama 5 menit daerah lengan
j. Bersihkan kulit pada bagian yang akan dilakukan penusukan dengan
kapas alkohol 70% dan biarkan kering. Kulit yang sudah dibersihkan
jangan dipegang lagi.
k. Tusuk bagian vena dengan posisi lubang jarum menghadap ke atas.
Masukkan tabung ke dalam holder dan dorong sehingga jarum bagian
posterior tertancap pada tabung, maka darah akan mengalir masuk ke
dalam tabung. Tunggu sampai darah berhenti mengalir. Jika

5
memerlukan beberpaa tabung, setelah tabung pertama terisi, cabut dan
ganti dengan tabung kedua, begitu seterusnya
l. Lepas turniket dan minta pasien membuka kapalan tangannya.
Volume darah yang diambil kira-kira 3 kali jumlah serum atau plasma
yang diperlukan untuk pemeriksaaan
m. Letakkan kapas di tempat suntikan dan segera lepas/tarik jarum.
Tekan kapas beberapa saat lalu plester. Jangan menarik jarum
sebelum turniket dibuka.

Gambar 1.23. Pengambilan darah dengan tabung gabung

F. Pengambilan Darah Kapiler


Pengambilan darah kapiler atau dikenal dengan istilah skinpuncture yang
berarti proses pengambilan sampel darah dengan tusukan kulit. Tempat yang
digunakan untuk pengambilan darah kapiler adalah
1. Ujung jari tangan (fingerstick) atau anak daun telinga
2. Untuk anak kecil dan bayi diambil di tumit (heelstick) pada 1/3 bagian tepi
telapak kaki atau ibu jari kaki
3. Lokasi pengambilan tidak boleh menunjukkan adanya gangguan
peredaran, seperti vasokonstriksi (pucat), vasodilatasi (oleh radang,
trauma, dsb), kongesti atau sianosis setempat

5
Gambar 1.24. Gambar darah kapiler

Pengambilan darah kapiler dilakukan untuk tes-tes yang memerlukan


sampel dengan volume kecil, misalnya untuk pemeriksaan kadar glukosa,
kadar Hb, hematokrit (mikrohematokrit) atau analisa gas darah (capillary
method).
1. Persiapan Alat
a. Lancet steril
b. Kapas alkohol 70%
2. Prosedur
a. Persiapkan alat yang digunakan
b. Pilih lokasi pengambilan lalu desinfeksi dengan kapas alkohol 70%
biarkan kering
c. Pegang bagian tersebut supaya tidak bergerak dan tekan sedikit
supaya rasa nyeri berkurang
d. Tusuk dengan lancet steril. Tusukan harus dalam sehingga darah tidak
harus diperas-peras keluar. Jangan menusukkan lancet jika ujung jari
masih basah oleh akohol. Hal ini bukan saja karena darah akan
diencerkan oleh alkohol, tetapi darah juga melebar di atas kulit
sehingga susah ditampung dalam wadah.
e. Setelah darah keluar, buang tetes darah pertama dengan memakai
kapas kering, tetes berikutnya boleh dipakai untuk pemeriksaan
f. Pengambilan darah diusahakan tidak terlalu lama dan jangan diperas-
peras untuk mencegah terbentuknya jendalan

5
G. Pengambilan Darah Arteri
Pengambilan darah arteri umumnya menggunakan arteri radialis di
daerah pergelangan tangan. Jika tidak memungkinkan dapat dipilih arteri
brachialis di daerah lengan atau arteri femoralis di lipat paha. Pengambilan
darah harus dilakukan dengan hati-hati dan oleh tenaga terlatih. Sampel darah
arteri umumnya digunakan untuk pemeriksaan analisa gas darah.
1. Prosedur
a. Siapkan peralatan sampling di tempat/ruangan dimana akan dilakukan
sampling
b. Pilih bagian arteri radialis
c. Pasang tali pembendung (torniquet) jika diperlukan
d. Lakukan palpasi (perabaan) dengan jari tangan untuk memastikan
letak arteri
e. Desinfeksi kulit yang akan ditusuk dengan kapas alkohol 70%,
biarkan kering. Kulit yang telah dibersihkan jangan dipegang lagi
f. Tekan bagian arteri yang akan ditusuk dengan dua jari tangan lalu
tusukkan jarum di samping bawah jari telunjuk dengan posisi jarum
tegak atau agak miring. Jika tusukan berhasil darah terlihat memasuki
spuit dan mendorong thorak ke atas
g. Setelah tercapai volume darah yang dikehendaki, lepaskan/tarik jarum
dan segera letakkan kapas pada tempat tusukan lalu tekan kapas kuat-
kuat selama ± 2 menit. Pasangkan plester pada bagian ini.

Gambar 1.25. Pengambilan darah arteri

5
MATERI
PRAKTIKUM 3
Bentuk dan Rute Obat Parenteral

A. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu melakukan tindakan pemberian terapi obat melalui rute parenteral.
B. Uraian Meteri
Gambar : Variasi posisi jarum pada
injeksi (Sumber: Liley, Harrington,
Snyder,2007)

1. Sub kutan
Injeksi SC adalah menyuntikkan obat ke jaringan ikat longgar dibawah kulit.
Karena jaringan sub kutan tidak memiliki pembuluh darah seperti otot maka
penyerapan obat lebih lama daripada penyuntikan intra muskuler (IM). Jaringan
sub kutan mengandung reseptor nyeri, jadi hanya obat dalam dosis kecil yang
larut dalam air, tidak mengiritasi yang diberikan melalui rute ini.

Gambar : Lokasi suntikan subkutan


(Sumber:Liley,Harrington, Snyder,2007)

5
2. Intra Kutan (IC)
Pemberian obat dengan rute ini melalui suntikan dalam jaringan kulit yang
dilakukan pada lengan bawah bagian dalam atau tempat lain yang dianggap
perlu. Tujuan rute ini adalah: (1) melakukan uji coba obat tertentu/skin test
dengan memasukkan obat dibawah jaringan kulit luar, (2) memberikan obat
tertentu yang pemberiannya hanya dapat dilakukan dengan cara disuntik IC,
pada umumnya diberikan pada pasien yang membutuhkan obat antibiotic, (3)
membantu menentukan diagnose penyakit tertentu.

Gambar : Injeksi IC (Sumber:Liley,Harrington, Snyder,2007)

3. Intra Vena (IV)


Injeksi IV adalah pemberian obat dengan cara memasukkan obat ke dalam
pembuluh darah vena dengan menggunakan spuit. Tujuan rute IV adalah karena
rute ini merupakan rute dengan reaksi obat yang paling cepat diabsorpsi
daripada injeksi parenteral lain, terhindar dari kerusakan jaringan dan untuk
memasukkan obat dalam jumlah yang lebih besar. Adapun lokasi injeksi
umumnya adalah :
 pada lengan (vena basalika dan vena sefalika)
 pada tungkai (vena saphenous)
 pada leher (vena jugularis)
 pada kepala (vena frontalis atau vena temporalis)
4. Intra Muskuler (IM)
Rute ini memberikan absorpsi obat lebih cepat dibanding SC karena daerah ini
memiliki pembuluh darah yang banyak. Namun penyuntikan IM dikaitkan
dengan berbagai resiko. Oleh karena itu sebelum penyuntikan IM harus
dipastikan bahwa peralatan memadai seperti jarum yang Panjang dan gauge

5
yang besar untuk melewati jaringan subkutan dan penetrasi jaringan otot yang
dalam. Area penyuntikan IM terdapat beberapa cara yakni:
a. Muskulus Vastus Lateralis

(Sumber:Liley,Harrington, Snyder,2007)

b. Muskulus Ventrogluteal

(Sumber:Liley,Harrington, Snyder,2007)

c. Muskulus Deltoid

(Sumber:Liley,Harrington, Snyder,2007)

5
C. Prosedur Pembelajaran
Materi ini akan diberikan dalam bentuk klasikal dan praktikum. Dalam bentuk
klasikal akan diberikan di ruang kelas yang akan diisi oleh pengajar yang berpengalaman
dalam materi ini. Praktikum terbagi menjadi 10 kelompok kecil dengan jumlah mahasiswa
per kelompok 10-15 orang. Setiap kelompok akan dibimbing oleh dosen/asisten dosen yang
kompeten terkait materi tersebut.
D. Prosedur Penilaian

Intra Muskuler (IM)


No Komponen Penilaian 0 1 2 Keterangan
1 Persiapan alat
2 Persiapan lingkungan yang nyaman
bagi pasien
3 Persiapan komunikasi: Salam,
perkenalan diri, penjelasan prosedur,
kontrak waktu, validasi
4 Jaga privasi dengan menutup tirai
pasien
5 Atur posisi klien senyaman mungkin
6 Buka bak instrument, persiapan alat
dan kom bersih
7 Memakai handscoon
8 Cari dan persiapkan lokasi penyuntikan
9 Pasang perlak dibawah daerah yang
disuntikkan
10 Siapkan obat yang akan disuntikkan
11 Tetapkan daerah penyuntikan, kulit
diusap dengan alcohol swab secara
sirkuler dan tunggu hingga kering
12 Mengangkat kulit sedikit dengan jari
telunjuk dan ibu jari tangan kiri,
kemudian menusukkan jarum
membentuk sudut 90 derajat
13 Menarik spuit sedikit untuk
memastikan apakah ada darah atau
tidak (aspirasi), jika tidak ada darah
masukkan obat dengan gentle
14 Meletkkan kapas alcohol yang baru
diatas spuit, cabut spuit dari kulit
secara berlahan-lahan
15 Rapihkan klien dan informasikan
prosedur telah selesai
16 Merapihkan alat dan reposisi klien
17 Cuci tangan
18 Terminasi
19 Dokumentasi dengan SOAP

5
Intra Cutan (IC)
No Komponen Penilaian 0 1 2 Keterangan
1 Menyiapkan alat
2 Memberikan informasi pada tindakan
yang dilakukan
3 Menyiapkan alat dan bahan ke dekat
pasien
4 Memasang tirai/jaga privasi pasien
5 Mencuci tangan
6 Memakai handscoon
7 Mencari lokai penusukan pada pasien
8 Memasang alas di daerah yang akan
disuntik
9 Memberikan alcohol swab pada daerah
yang akan disuntik secara sirkuler
dengan diameter ±5 cm
10 Meregangkan kulit dengan tangan non
dominan
11 Menusukkan jarum ke dalam kulit
dengan tangan yang dominan (jarum
dan kulit membentuk 150-200)
12 Memasukkan obat berlahan hingga
timbul gelembung dibawah kulit
13 Menarik spuit keluar setelah obat
dimasukkan, tidak melakukan masase
pada bekas suntikan
14 Memberi tanda secara melingkar pada
sekeliling suntikan dengan diameter ±2
meter
15 Merapihkan alat dan reposisi pasien
16 Cuci tangan
17 Terminasi
18 Dokumentasi dengan SOAP

Intra Vena (IV)


No Komponen Penilaian 0 1 2 Keterangan
1 Persiapan alat
2 Persiapan lingkungan yang nyaman
bagi pasien
3 Persiapan komunikasi: Salam,
perkenalan diri, penjelasan prosedur,
kontrak waktu, validasi
4 Jaga privasi dengan menutup tirai
pasien
5 Atur posisi klien senyaman mungkin
6 Buka bak instrument, persiapan alat
dan kom bersih
7 Memakai handscoon

5
8 Cari dan persiapkan lokasi penyuntikan
9 Pasang perlak dibawah daerah yang
disuntikkan
10 Siapkan obat yang akan disuntikkan
11 Tetapkan daerah penyuntikan vena,
kulit diusap dengan alcohol swab
secara sirkuler dan tunggu hingga
kering
12 Lakukan bendungan di area suntikan
dengan menggunakan tourniquet dan
anjurkan klien mengepalkan tangan
13 Siapkan spuit, pegang spuit dengan
salah satu tangan yang dominan antara
ibu jari dan jari telunjuk dengan telapak
tangan menghadap ke bawah
14 Regangkan kulit dengan tangan non
dominan untuk menahan vena,
kemudian secara pelan tusukkan jarum
dengan lubang menghadap ke atas ke
dalam vena dengan posisi jarum sejajar
vena.
15 Pegang ujung jarum dengan tangan non
dominan sebagai fiksasi
16 Lakukan aspirasi, jika yang terhisap
darah maka lepaskan tourniquet dan
kepalan tangan pasien kemudian
dorong obat pelan-pelan ke dalam vena
17 Setelah obat masuk semua, segera
cabut spuit, bekas tusukan ditekan
dengan alcohol swab
18 Merapihkan alat dan reposisi klien
19 Cuci tangan
20 Terminasi
21 Dokumentasi dengan SOAP (catat
dosis, waktu dan rute obat)
22 Evaluasi respon pasien terhadap obat
(15 s.d 30 menit)

Sub Cutan (SC)


No Komponen Penilaian 0 1 2 Keterangan
1 Persiapan alat
2 Persiapan lingkungan yang nyaman
bagi pasien
3 Persiapan komunikasi: Salam,
perkenalan diri, penjelasan prosedur,
kontrak waktu, validasi
4 Jaga privasi dengan menutup tirai
pasien

5
5 Atur posisi klien senyaman mungkin
6 Buka bak instrument, persiapan alat
dan kom bersih
7 Memakai handscoon
8 Cari dan persiapkan lokasi
penyuntikan. Palpasi lokasi pnusukan
tersebut untuk mengecek edema, massa
atau nyeri tekan. Hindari area yang
terdapat jaringan paut, memar, lecet
dan infeksi.
9 Minta pasien untuk merelaksasikan
lengan, abdomen dan tungkainya
tergantung tempat suntikan yang
dipilih
10 Relokasi tempat penusukan dengan
penanda anatomis
11 Pasang perlak dibawah daerah yang
disuntikkan
12 Siapkan obat yang akan disuntikkan
13 Area penyuntikan SC diusap dengan
alcohol swab secara sirkuler dan
tunggu hingga kering sekitar 5 cm
14 Pegang kapas dengan tangan non
dominan
15 Siapkan spuit, pegang spuit dengan
salah satu tangan yang dominan antara
ibu jari dan jari telunjuk dengan telapak
tangan menghadap ke bawah
16 Gunakan tangan yang tidak memegang
spuit untuk mengangkat/meregangkan
kulit
17 Melakukan suntikan dengan sudut 45-
90o
18 Untuk pasien dengan BB sedang,
dengan tangan non dominan
diregangkan kedua belah sisi kulit
tempat penusukan dengan kuat/cubit
kulit yang akan menjadi tempat
penusukan.
Jika BB obesitas, cubit kulit pada
tempat tusukan dan sutik jarum
dibawah lipatan kulit.
19 Lepaskan cubitan/renggangkan kulit di
area cubitan
20 Lakukan aspirasi, jika tidak terdapat
darah di dalam spuit maka penusukan
SC benar dan masukkan obat dengan
kecepatan 1ml/10 detik

5
21 Tunggu 10 detik, kemudian Tarik spuit.
dengan gentle diikuti meletakkan
alcohol swab dan di tekan berlahan.
jangan masase di area penusukan
22 Merapihkan alat dan reposisi klien
23 Cuci tangan
24 Terminasi
25 Dokumentasi dengan SOAP (catat
dosis, waktu dan rute obat)
26 Evaluasi respon pasien terhadap obat
(15 s.d 30 menit), amati reaksi alergi

5
BAB VIII
MATERI
6

A. Judul Materi
Prinsip dasar biolistrik dan penerapan biolistrik pada alat-alat yang digunakan dalam
bidang keperawatan anestesiologi.

B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu menguasai dan mengaplikasikan prinsip dasar bio listrik dan bio
optik (C3, A2, P2).

C. Materi
1. Konsep Dasar
Biolistrik adalah daya listrik hidup yang terdiri dari pancaran elektronelektron
yang keluar dari setiap titik tubuh (titik energi) dan muncul akibat adanya
rangsangan penginderaan. Pikiran kita terdiri dari daya listrik hidup, semua daya ini
berkumpul didalam pusat akal didalam otak dalam bentuk potensi daya listrik. Dari
pusat akal, daya ini kemudian diarahkan ke seluruh anggota tubuh kita, yang
kemudian bergerak oleh perangsangnya. Potensi daya listrik hidup ini, yang
tertimbun didalam pusat akal harus di tuntut oleh sesuatu supaya mengalir untuk
mengadakan gerakan tubuh kita atau bagian-bagian tubuh lainnya (Astawa I.P.A,
2014).
Biolistrik merupakan energi yang dimiliki bersumber dari ATP (Adenosine Tri
Posphate), dimana ATP ini di hasilkan oleh salah satu energi yang bernama
mitchondria melalui proses respirasi sel. Biolistrik juga merupakan fenomena sel.
Sel-sel mampu menghasilkan potensial listrik yang merupakan lapisan tipis muatan
positif pada permukaan luar dan lapisan tipis muatan negative pada permukaan
dalam bidang batas/membran. Kemampuan sel syaraf (neurons) menghantarkan
isyarat biolistrik sangat penting. Transmisi sinyal biolistrik (TSB) mempunyai
sebuah alat yang dinamakan Dendries yang berfungsi mentransmsikan isyarat dari
sensor ke neuron. Aktifitasi bolistrik pada suatu otot dapat menyebar ke seluruh
tubuh seperti gelombang pada permukaan air (Astawa I.P.A, 2014).

5
2. Kelistrikan dalam Tubuh
Kelistrikan memegang peranan penting dalam bidang kesehatan. Ada dua aspek
dalam bidang kesehatan yaitu listrik dan magnet yang timbul dalam tubuh manusia,
serta penggunaan listrik dan magnet pada permukaan tubuh manusia. Listrik yang
ada pada tubuh kita disebut dengan Biolistrik atau sering diartikan sebagai listrik
yang terdapat pada makhluk hidup, yang mana berasal dari kata bio berarti makhluk
hidup dan kata listrik. Listrik yang dihasilkan di dalam tubuh berfungsi
mengendalikan dan mengoperasikan saraf, otot, dan berbagai organ. Pada dasarnya,
semua fungsi dan aktivitas tubuh sedikit banyak melibatkan listrik. Gaya-gaya yang
ditimbulkan oleh otot disebabkan tarik-menarik antara muatan listrik yang berbeda.
Kerja otot, otak, dan jantung pada dasarnya bersifat elektrik (listrik) (Astawa I.P.A,
2014).
Tegangan listrik terjadi jika ada beda potensial, perbedaan jumlah elektron dari
satu sisi ke sisi yang lain mengakibatkan pergerakan elektron untuk mencapai
kesetabilan. Proses pergerakan elektron yang justru mengakibatkan terjadinya
perbedaan jumlah mengakibatkan medan listrik selalu aktif. Dalam tubuh juga
demikian akan selalu muncul arus listrik, untuk menjaga supaya tegangan dan arus
listrik selalu dalam kondisi homeostasis maka harus mengkonsumsi elektrolit secara
seimbang. Elektrolit yang sangat berperan dalam tubuh yaitu Na+, K+ dan Ca+.
Elatrolit Na+, K+ sangat dibutuhkan oleh sel-sel saraf sehingga dapat
menghantarkan signal transduksi. Dengan adanya signal transduksi tersebut maka
saraf sensorik (penerima rangsang) dan sarah motorik bekerja selaras baik
sinergistik maupun antagonistik (Washudi & Tanto, 2016).

5
Gambar. Sel saraf dengan Pertukaran Na+ dan K+ pada Membran Sel

Gambar di atas lebih memperjelas kepada kita bahwa antara elektrolit di luar sel
dan di dalam membran sel mempunyai beda potensial yang disebabkan oleh jumlah
muatan ion Na+ (luar sel) dan K+ (dalam sel) berbeda. Perbedaan ini akan semakin
tinggi jika ada perpindahan ion ke dalam atau keluar melalui chanel ion yang
spesifik. Semakin tinggi beda potensial maka akan mengakibatkan adanya kontraksi
pada otot, kontraksi ini disebabkan oleh energi yang dilepas oleh sel akibat adanya
beda potensial tersebut. Jika perbedaan ion antara yang di dalam dan di luar sel
belum melampaui batas ambang (treshold) maka tidak menimbulkan kontraksi pada
otot tersebut (Washudi & Tanto, 2016).

Gambar. Jika melampaui batas treshold poin (TP) maka kontraksi akan terjadi

5
Gambar di atas menunjukkan bagaimana mekanisme kontraksi otot jantung
bekerja dengan adanya perpindahan ion Ca+ dan K+ pada sel-sel jantung, sehingga
menimbulkan kontraksi yang poten untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Jika
belum mencapai batas treshold maka kontraksi tidak optimal dan dan sistem pompa
darah akan tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh (Washudi & Tanto, 2016).
Kerja jantung yang ritmis dikendalikan oleh suatu sinyal listrik yang diawali
oleh stimulasi spontan sel-sel otot khusus yang terletak di atrium kanan. Sel-sel ini
membentuk nodus sinoatrium (SA), atau petnacu jantung, Nodus SA melepaskan
sinyal dengan interval teratur sekitar 72 kali per menit; namun, kecepatan pelepasan
sinyal ini dapat meningkat atau menurun bergantung pada saraf yang terletak di luar
jantung sebagai respons terhadap kebutuhan tubuh akan darah serta rangsangan
lainnya. Sinyal listrik dari nodus SA memicu depolarisasi sel-sel otot kedua atrium
sehingga keduanya berkontraksi dan memompa darah ke dalam ventrikel. Kemudian
terjadi repolarisasi atrium untuk melihat bentuk potensial aksi). Sinyal listrik
kemudian berjalan menuju nodus atrioventrikel (AV) yang memicu depolarisasi
ventrikel kanan dan kiri sehingga kedua ventrikel berkontraksi dan mendorong darah
ke dalam sirkulasi paru dan umum. Otot ventrikel kemudian mengalami repolarisasi
dan rangkaian proses ini kembali berulang. Depolarisasi dan repolarisasi otot
jantung menyebabkan arus mengalir di dalam badan, menimbulkan potensial listrik
di kulit (Astawa I.P.A, 2014).
Ada beberapa sinyal-sinyal listrik yang direkam oleh jantung, diantaranya
pemeriksaan elektrokardiogram (EKG); dari otak elektroensefalogram (EEG); dari
otot elektromiogram (EMG) dan elektroretinogram (ERG); dari otot mata
elektrookulogram (EOG) dan magnetokardiogram (MKG) (Astawa I.P.A, 2014).

3. Aplikasi dalam bidang kesehatan


Aplikasi biooptik pada bidang kesehatan dapat diterapkan di pemeriksaan
elektrokardiografi (EKG).
a. Pengertian
Elektrokardiografi (EKG) merupakan sinyal fisiologis yang dihasilkan oleh
aktifitas kelistrikan jantung. Alat elektrokardiografi merekam besarnya voltase
yang dihasilkan oleh pace marker (pacu jantung) pada atrium kanan untuk di
kirimkan ke seluruh otot jantung sehingga otot jantung dapat bekerja secara

5
simultan untuk memenuhi kebutuhan perfusi darah di seluruh tubuh. Sinyal ini
direkam menggunakan perangkat elektrokardiograf.
Perangkat ini bemacam-macam bentuknya sesuai dengan kepentingan
perekaman sinyal EKG yang dilakukan. Misalnya untuk standard clinical ECG,
menggunakan 12 elektroda, dan peraga yang digunakan berupa kertas rekam
EKG, sedangkan untuk monitoring ECG, dapat digunakan 1 atau 2 elektroda
dengan peraga berupa sinyal.
Hasil rekaman EKG mempunyai bentuk yang spesifik sehingga dapat
dijadikan sebagai acuan untuk menentukan kondisi kesehatan jantung seseorang
oleh dokter ahli jantung. Sinyal EKG mempunyai tegangan sampai 0,3mV dan
rentang frekuensi antara 0,03 – 100 Hz. Sinyal ini dideteksi dan direkam
menggunakan perangkat elektrokardiografi. Pada dasarnya EKG terdiri dari
banyak gelombang, yang tiap gelombang mewakilkan satu denyut jantung (satu
kali aktifitas listrik jantung).

Gambar. Gelombang sinyal EKG

b. Penggunaan Umum EKG


Pemeriksaan EKG berguna untuk mengetahui: aritmia, fungsi alat pacu
jantung, gangguan konduksi interventrikuler, pembesaran ruangan-ruangan
jantung, IMA, iskemik miokaard, penyakit perikard, gangguan elektrolit,
pengaruh obat-obatan seperti digitalis, kinidin, kinine, dan berbagai kelainan
lain seperti penyakit jantung bawaan, korpulmonale, emboli paru, mixedema.
c. Sadapan/ Lead EKG
Rekaman EKG dapat diperlihatkan apabiladipasang elektroda-elektroda di
kulit pada tempat-tempat tertentu. Lokasi penempatan elektroda sangat penting
diperhatikan, karena penempatan yang salah akan menghasilkan pencatatan

5
yang berbeda. Fungsi dasar dari elektroda adalah mendeteksi sinyal kelistrikan
jantung. Dengan kata lain sebagai transduser untuk mengkonversi informasi
biologis menjadi sinyal elektrik yang dapat diukur. Transduser ini dipakai
dengan menggunakan interface jelly elektroda-electrolyte. Dengan
menggunakan elektroda Ag/AgCl mengurangi noise dengan frekuensi rendah
pada sinyal ECG yang terjadi karena pergerakan. Dalam pengambilan sinyal
elektrokardiografi terdapat berbagai metode yang bisa dilakukan yaitu :
1) Standard Clinical EKG
Menggunakan 10 elektroda (12 lead) digunakan untuk menganalisis kondisi
kesehatan jantung pasien.
2) Vectorcardiogram/ Standart Monitoring
Pemodelan potensial tubuh sebagai vektor 3 dimensi dengan menggunakan
sadapan bipolar (Einthoven) atau Unipolar. Pengambilan sinyal jantung
melalui 3 titik tertentu pada tubuh, yang digunakan untuk memantau
kondisi kesehatan jantung pasien dalam jangka waktu tertentu.

Selain pengambilan sinyal EKG, terdapat juga 3 jenis sadapan (lead) pada EKG,
yaitu :
1) Sadapan Prekordial
Merupakan sadapan V1, V2, V3, V4, V5, dan V6 yang ditempatkan secara
langsung di dada.

 Sadapan V1 ditempatkan di ruang intercostal IV di kanan sternum.


 Sadapan V2 ditempatkan di ruang intercostal IV di kiri sternum.
 Sadapan V3 ditempatkan di antara sadapan V2 dan V4.

5
 Sadapan V4 ditempatkan di ruang intercostal V di linea (sekalipun
detak apeks berpindah).
 Sadapan V5 ditempatkan secara mendatar dengan V4 di linea axillaris
anterior.
 Sadapan V6 ditempatkan secara mendatar dengan V4 dan V5 di linea
midaxillaris.
2) Sadapan Unipolar

 aVR : merekam potensial listrik pada tangan kanan (RA) yang


bermuatan (+),dan elektroda (-) gabungan tangan kiri dan kaki kiri
membentuk elektroda indifiren.
 aVL : merekam potensial listrik pada tangan kiri (LA) yang bermuatan
(+), dan muatan (-) gabungan tangan kanan dan kaki kiri membentuk
elektroda indifiren.
 aVF : merekam potensial listrik pada kaki kiri (LF) yang bermuatan (+)
dan elektroda (-) dari gabungan tangan kanan dan kaki kiri membentuk
elektroda indifiren.
3) Sadapan Bipolar
Merekam perbedaan potensial dari 2 elektroda, yang ditandai dengan angka
romawi I, II dan III.

5
 Lead I : merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) yang
bermuatan negatif (-) tangan kiri bermuatan positif (+).
 Lead II : merekam beda potensial antara tangan kanan (-) dengan kaki
kiri (LF) yang bermuatan (+).
 Lead III : merekam beda potensial antara tangan kiri (LA) yang
bermuatan (-) dan kaki kiri (+).

Gambar. Pemasangan sadapan ECG pada dada

Gambar di atas sadapan digunakan untuk menggambarkan sistem konduksi


pada area jantung bagian anterior, medial dan lateral.

5
Gambar. Sadapan EKG pada semua area
Gambar di atas menunjukkan bagaimana letak sadapan EKG secara
menyeluruh, dalam hal ini kita dapat merekam lokasi superior kanan dan kiri
serta daerah inferior (apex). Kelainan yang di gambarkan oleh rekaman EKG
menunjukkan kelainan sistem konduksi, yaitu sistem kelistrikan pada EKG. Jika
dalam kelistrikan menunjukkan hambatan atau pemanjangan maka
menunjukkan gambaran kontraksi untuk pemompaan jantung tidak optimal.

Gambar. 12 Sadapan dan Kertas EKG

5
4) Gambaran EKG

Satu gelombang EKG terdiri dari beberapa titik gelombang ada yang
disebut interval dan segmen. Titik terdiri dari titik P, Q, R, S, T dan U
(kadang sebagian referensi tidak menampilkan titik U) sedangkan Interval
terdiri dari PR interval, QRS interval dan QT interval dan Segmen terdiri
dari PR segmen, dan ST segmen.

Tabel. Parameter EKG

a) Spesifikasi kertas EKG


Kertas EKG mempunyai garis-garis baik vertikal maupun horisontal
berjarak 1 mm. Garis yang lebih tebal mempunyai jarak 5 mm.
Mengenai ―waktu‖ diukur sepanjang garis horisontal 1 mm = 0,04
detik atau 40 milidetik, 5 mm = 0,2 detik. ―Voltage‖ listrik diukur

5
sepanjang garis vertikal dan dinyatakan dalam milimeter (10 mm =
imV). Untuk praktisnya kecepatan pencatatan adalah 25 mm/detik.
b) Kompleks EKG normal
 Huruf besar QRS menunjukkan gelombang-gelombang yang relatif
besar (5mm) ; huruf kecil (qrs) menunjukkan gelombang-
gelombang kecil (dibawah 5 mm).
 Gelombang P (P wave) : defleksi yang dihasilkan oleh depolarisasi
atrium.
 Gelombang Q (q) atau Q wave : defleksi negatif pertama yang
dihasilkan oleh depolarisasi ventrikel dan mendahului defleksi
positif pertama (R).
 Gelombang R (r) atau R wave : defleksi positif pertama dari
depolarisasi ventrikel.
 Gelombang S (s) atau S wave : defleksi negatif pertama dari
depolarisasi ventrikel setelah defleksi positif pertama R.
 Gelombang T (T wave) defleksi yang dihasilkan sesudah
gelombang QRS oleh repolarisasi ventrikel.
 Gelombang U (U wave) : suatu defleksi (biasanya positif) terlihat
setelah gelombang T dan mendahului gelombang P berikutnya.
Biasanya terjadi repolarisasi lambat pada sistem konduksi
inverventrikuler (Purkinje).
c) Nilai interval normal
 Nilai R - R : jarak antara 2 gelombang R berturut-turut. Bila irama
ventrikel teratur, interval antara 2 gelombang R berturut-turut
dibagi dalam 60 detik akan memberikan kecepatan jantung
permenit (heart rate). Bila irama ventrikel tidak terartur, jumlah
gelombang R pada suatu periode waktu (misalnya 10 detik) harus
dihitung dan hasilnya dinayatakan dalam jumlah permenit. Contoh
: bila 20 gelombang yang dihitung dalam suatu interval 10 detik,
maka frekwensi jantung adalah 120 per menit.
 Interval P-P : pada sinus ritme interval P-P akan sama dengan
interval R-R. Tetapi bila irama ventrikel tidak teratur atau bila
kecepatan atrium dan venrikel berbeda tetapi teratur, maka interval

5
P-P diukur dari titik yang sama pada 2 gelombang P berturut-turut dan
frekwensi atrial per menit dihitung seperti halnya frekwensi ventrikel.
 Interval P-R : Pengukuran interval ini untuk mengetahui waktu
konduksi atrio ventrikel. Termasuk disini waktu yang diperlukan untuk
depolarisasi atrium dan sebagian depolarisasi atrium, tambah
perlambatan eksitasi daripada nodus atrio ventrikuler. Diukur mulai
dari permulaan gelombang P sampai permulaan kompleks QRS.
Sebenarnya lebih tepat interval ini disebut P-Q. Nilai normalnya : 0,12 -
0,20 detik.
 Interval QRS : Interval ini adalah pengukuran seluruh waktu
depolarisasi ventrikel. Diukur dari permulaan gelombang Q (R bila tidak
terlihat Q) sampai akhir gelombang S. Batas atas nilai normalnya adalah
0,1 detik. Kadangkadang pada sandapan prekordial V2 atau V3, interval
ini mungkin 0,11 detik. Interval Q-T : Interval ini diukur dari permulaan
gelombang Q sampai akhir gelombang T. Dengan ini diketahui lamanya
sistole elektrik.
 Interval Q-T normal tidak melebihi 0,42 detik pada pria dan 0,43 detik
pada wanita.
 Interval Q-U : pengukuran ini mulai dari awal gelombang Q sampai
akhir gelombang U. Tidak diketahui arti kliniknya.
d) Segmen normal
Segmen P-R : adalah bagian dari akhir gelombang P sampai permulaan
kompleks QRS. Segmen ini normal adalah isoelektris. RS-T junction
(J) : adalah titik akhir dari kompleks QRS dan mulai segmen RS-T. Segmen
RS-T (segmen S-T), diukur mulai dari J sampai permulaan gelombang T.
Segmen ini biasanya isoelektris tetapi dapat bervaraisi antara 0,5 sampai + 2
mm pada sandapam prekordial. Elevasi dan depresinya dibandingkan dengan
bagian garis dasar (base line) antara akhir gelombang T dan permulaan
gelombang P (segmen T-P).

5
PEMASANGAN INFUS
Pemasangan infus termasuk salah satu prosedur medis yang paling sering dilakukan
sebagai tindakan terapeutik. Pemasangan infus dilakukan untuk memasukkan bahan-bahan
larutan ke dalam tubuh secara kontinyu atau sesaat untuk mendapatkan efek pengobatan
secara cepat. Bahan yang dimasukkan dapat berupa darah, cairan atau obat-obatan. Istilah
khusus untuk infus darah adalah transfusi darah.
1. Indikasi
Indikasi infus adalah menggantikan cairan yang hilang akibat perdarahan, dehidrasi
karena panas atau akibat suatu penyakit, kehilangan plasma akibat luka bakar yang luas.
2. Perhatian
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada tindakan pemasangan infus adalah:
a. Sterilitas
Tindakan sterilitas dimaksudkan supaya mikroba tidak menyebabkan infeksi lokal
pada daerah tusukan dan supaya mikroba tidak masuk ke dalam pembuluh darah
mengakibatkan bakteremia dan sepsis. Beberapa hal perlu diperhatikan untuk
mempertahankan standard sterilitas tindakan, yaitu :
1) Tempat tusukan harus disucihamakan dengan pemakaian desinfektan (golongan
iodium, alkohol 70%).
2) Cairan, jarum dan infus set harus steril.
3) Pelaku tindakan harus mencuci tangan sesuai teknik aseptik dan antiseptik yang
benar dan memakai sarung tangan steril yang pas di tangan.
4) Tempat penusukan dan arah tusukan harus benar. Pemilihan tempat juga
mempertimbangkan besarnya vena. Pada orang dewasa biasanya vena yang
dipilih adalah vena superficial di lengan dan tungkai, sedangkan anak-anak dapat
juga dilakukan di daerah frontal kepala.

5
66
b. Fiksasi
Fiksasi bertujuan agar kanula atau jarum tidak mudah tergeser atau tercabut. Apabila
kanula mudah bergerak maka ujungnya akan menusuk dinding vena bagian dalam
sehingga terjadi hematom atau trombosis.
c. Pemilihan cairan infus :
Jenis cairan infus yang dipilih disesuaikan dengan tujuan pemberian cairan. d.
Kecepatan tetesan cairan :
Untuk memasukkan cairan ke dalam tubuh maka tekanan dari luar ditinggikan atau
menempatkan posisi cairan lebih tinggi dari tubuh. Kantung infus dipasang ± 90 cm di
atas permukaan tubuh, agar gaya gravitasi aliran cukup dan tekanan cairan cukup kuat
sehingga cairan masuk ke dalam pembuluh darah. Kecepatan tetesan cairan dapat diatur
sesuai dengan kebutuhan. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa volume tetesan tiap set
infus satu dengan yang lain tidak selalu sama dan perlu dibaca petunjuknya.
d. Selang infus dipasang dengan benar, lurus, tidak melengkung, tidak terlipat atau terlepas
sambungannya.
e. Hindari sumbatan pada bevel jarum/kateter intravena. Hati-hati pada penggunaan kateter
intravena berukuran kecil karena lebih mudah tersumbat.
f. Jangan memasang infus dekat persendian, pada vena yang berkelok atau mengalami
spasme.
g. Lakukan evaluasi secara periodik terhadap jalur intravena yang sudah terpasang
Pencapaian Kompeten
No Aspek yang Dinilai Ya Tdk Ya Tdk
1 1.1 Salam terapeutik disampaikan kepada pasien
1.2 Adanya data gangguan pemenuhan kebutuhan cairan,
elektrolitdan darah dikaji dan diidentifikasi
2 2.1 Alat-alat disiapkan sesuai standar
a. Bak instrumen steril : sarung tangan steril1 psg, kassa
steril, kom steril 1 buah, pinset anatomid 1 buah
b. kapas alcohol 70% pada tempatnya‗
c. Infus set
d. IV cath sesuai ukuran
e. korentang pada tempatnya
f. Cairan sesuai program
g. Perlak dan pengalas
h. Spalk dengan perban gulung
i. Plester
j. gunting, bengkok
k. Standar infus
l. tempat sampah
m. Turniquit
2.2 Alat-alat ditempatkan pada tempat/trolly yang bersih dan
ditata rapi

3 3.1 Tujuan dan prosedur tindakan disampaikan degan benar


3.2 Lingkungan disiapkan untuk menjaga privacy pasien : tutup tirai
dan pintu kamar pasien
3.3 Posisikan pasien dengan aman dan nyaman

Asuhan Keperawatan Anestesi Terapi Cairan Page 66


67
4 4.1 Cuci tangan dilakukan dengan benar
4.2 Cairan disiapkan sesuai program dengan seksama dengan
langkah-langkah :
a. infus set dibuka
b. Klem infus ditiutup
c. Infus set disambungkan dengan cairan infus secara
tepat dnegan menjaga kesterilan
d. Selang diisi cairan, yakinkan tidak terisi udara e.
Klem ditutup kembali
4.3 Area lengan pasien dibebaskan dari naju atau kemeja
4.4 Pembuluh darah vena yang akan ditusuk ditentukan dengan tepat
4.5 Perlak dan pengalas dipasang dibawah area tusukan dengan
hati-hati dan sopan
4.6 Turniquet dipasang dengan tepat
4.7 Sarung tangan diapkai dengan benar
4.8 Area tusukan jarum, didisinfektan dengan benar
4.9 Jarum ditusukkan pada area yang telah ditentukan dengan tepat
dan tidak ragu-ragu
4.10 Jarum penuntun ditarik secara perlahan, dengan
memperhatikan respon pasien
4.11 Selang infus dihubungkan ke IV cath dengan tepat dan
kesterilan tetap dijaga
4.12 Turniquet dilepas dengan benar
4.13 Klem dibuka perlahan, dengan memperhatikan aliran cairan
dan area tusukan jarum
4.14 Area tusukan jarum didisinfeksi secara benar
4.15 Area tusukan ditutup dengan kassa steril secara benar dan
sambungan IV cath difiksasi
4.16 Aliran cairan diperhatikan dengan jumlah tetesan infus sesuai
program

4.17 Label dipasang dengan keterangan lengkap


4.18 Perlak dan pengalas diangkat dengan benar
4.19 Sarung tangan dileapas
5 5.1 Tindakan untuk mengevaluasi hasil dilakukan melalui
anamnesa respon dicatat
5.2 Tindak lanjut diinformasikan
5.3 Salam terapeutik diucapkan untuk mengakhiri tindakan

6 6.1 Tindakan respon pasien selama dan sesudah dicatat


6.2 Waktu, paraf dan nama terang dicatat dengan benar

Asuhan Keperawatan Anestesi Terapi Cairan Page 67


68

3. Kateter IV Line
Penggunaan ukuran kateter intravena tergantung dari pasien dan tujuan terapi intravena itu sendiri.

Gambar Kateter IV Line

Gambar Ukuran Kateter Intravena

Asuhan Keperawatan Anestesi Terapi Cairan Page 68


69

4. Cara mengatur kecepatan tetesan


Supaya masuknya cairan sesuai dengan kebutuhan yang dijadwalkan, pemberian cairan
infus harus dihitung jumlah tetesan per menitnya. Untuk menghitung jumlah milliliter cairan
yang masuk tiap jam dapat dihitung dengan rumus :

mL per jam = tetesan per menit x faktor tetesan


faktor tetesan = 60/w
w = jumlah tetesan yang dikeluarkan oleh infus set untuk mengeluarkan 1 mL
cairan
Misalnya
Infus set dapat mengeluarkan 1 mL cairan dalam 15 tetesan, berarti faktor tetesan =
60/15 = 4. Jadi bila infus set tersebut memberikan cairan dengan kecepatan
25 tetes per menit berarti cairan yang masuk sebanyak 25 x 4 = 100 mL per jam.

5. Kegagalan pemberian infus


Infus bisa terjadi kegegalan dalam pemasangan bila:
a. Jarum infus tidak masuk vena (ekstravasasi cairan infus).
b. Pipa infus tersumbat (misalnya karena jendalan darah) atau terlipat.
c. Pipa penyalur udara tidak berfungs
d. Jarum infus atau vena terjepit karena posisi lengan tempat masuknya jarum dalam
keadaan fleksi.
e. Jarum infus bergeser atau menusuk keluar ke jaringan di luar vena (ekstravasasi
cairan infus dan darah)

6. Komplikasi yang dapat terjadi


a. Phlebitis
b. Hematoma
c. Ekstravasasi cairan, ditandai dengan :
1) Aliran cairan melambat atau terhenti
2) Pembengkakan, area yang mengalami pembengkakan berwarna lebih pucat
daripada area sekitarnya.
3) Nyeri, nyeri tekan atau rasa terbakar di sekitar pembengkakan.
4) Bila terjadi ekstravasasi cairan, pindahkan infus ke lokasi lain.
d. Infeksi lokal atau sistemik
e. Melukai serabut syaraf
f. Emboli udara : gejalanya adalah nyeri dada dan sakit kepal

Asuhan Keperawatan Anestesi Terapi Cairan Page 69


70
PERAWATAN INFUS
A. PENGERTIAN
Proses melakukan perawatan di area pemasangan infuse.

B. TUJUAN
1. Menurunkan resiko infeksi
2. Mempertahankan kepatenan aliran infuse dan selang infus
C. KEBIJAKA

NIndikasi:
Perawatan infus dilakukan tiap 48-96 jam atau ketika keadaan kassa infus basah, terdapat
rembesan darah, atau rusaknya kassa yang melindungi area pemasukan
Kontraindikasi:
Tidak ada
Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan
1. Jika terjadi tanda-tanda infeksi, lakukan kompres hangat di daerah penusukan dan
lepaskan abocath
2. Perawat harus memperhatikan hal-hal berikut:
a. Botol infus (biasa disebut kolf),idealnya harus diganti tiap 24 jam, berapapun sisa dari
isi kolf tersebut untuk meminimalisir resiko kontaminasi
b. Selang infus idealnya diganti 48-96 jam
c. Perawatan infus diganti setiap hari atau dalam kondisi tertentu
d. Lakukan tindakan yang tepat ketika terjadi masalah seperti ditunjukan tabel di bawah
ini:
Tabel SKALA PHLEBITIS
Ska Tanda dan Gejala Solusi
0 Tidak ada tanda dan gejala Observasi
1 Nyeri kemerahan ringan di area Observasi
Penusukan

2 Nyeri, bengkak dan terdapat Ganti abocath


(early stage) eritema diarea penusukan

3 Nyeri sepanjang kanul abocath, Ganti abocath,


(medium stage) terdapat eritema pertimbangkan
untuk pemberian
terapi
4 Nyeri sepanjang kanul abocath, Ganti abocath,
(advanced terdapat eritema, tonjolan pembuluh pertimbangkan
stages) vena yang abnormal untuk pemberian
terapi

Asuhan Keperawatan Anestesi Terapi Cairan Page 70


71
5 Nyeri sepanjang kanul abocath, Ganti abocath, mulai
(advanced terdapat eritema, tonjolan pembuluh pengobatan
stages vena yang abnormal, panas yang untuk
tromboflebiti tinggi mengurangi

Asuhan Keperawatan Anestesi Terapi Cairan Page 71


72
Catatan: secara sederhana flebitis berarti peradangan vena. Flebitis berat hamper selalu diikuti
bekuan darah, atau thrombus pada vena yang sakit. Kondisi demikian dikenal sebagai
tromboflebitis.

D. PERSIAPAN ALAT

1. Persiapan alat dan bahan


a. Kassa steril berukuran 2x2 cm atau 4x4 cm
b. Transparant dressing
c. Cairan desinfektan
d. Kapas alkohol
e. Plester
f. Sarung tangan bersih
g. Label kecil untuk penanggalan
2. Persiapan Perawat

a. Penguasaan konsep yang terkait dengan prosedur, seperti : batasan, rasional,


tujuan, prinsip, dan tahapan tindakan.
b. Menjaga sikap professional dan komunikasi terapeutik dengan klien dan keluarga
selama prosedur tindakan.
c. Memperhatikan precaution terhadap bahaya infeksi dengan mencuci tangan,
menggunakan perlengkapan perlindungan diri (sarung tangan/masker/kaca mata
pelindung/apron/sepatu tertutup, dll).
d. Memperhatikan kesterilitasan prosedur jika jika prinsip tindakan adalah steril.
e. Menjaga keselamatan dan keamanan diri terhadap bahaya fisik selama tindakan
diantaranya menutup kembali jarum suntik dengan benar atau menggunakan prosedur
no-recupping jika tersedia wadah pembuangan benda tajam
PROSEDUR PELAKSANAAN PERAWATAN INFUS
No Aspek yang dinilai Nilai Ket.
0 1 2
A Tahap Persiapan
1. Verifikasi order
2. Siapkan alat dan ruangan yang dibutuhkan
3. Persiapan perawat, cuci tangan dan gunakan APD.
B Tahap Orientasi
1. Berikan salam
2. Identifikasi dan validasi kondisi klien
3. Jelaskan prosedur pelaksanaan kepada klien dan
keluarga : kegiatan, tujuan , waktu, tempat serta
peran perawat dan klien.
4. Menjaga privacy klien
5. Memberikan kesempatan pada klien sebelum
dilakukan tindakan
6. Berdoa

Asuhan Keperawatan Anestesi Terapi Cairan Page 72


73

C Tahap Kerja
1. Pakai sarung tangan yang bersih
2. Posisikan klien supine atau semi fowler dengan
tangan diluruskan, area yang terpasang infuse
menghadap ke atas.
3. Ambil plester dan kassa yang melekat dilokasi
penusukan. Biarkan pleater yang memfiksasi bagian
tubuh kateter abocath
4. Observasi kelancaran tetesan infuse, adanya
pembengkakan, kemerahan atau rasa nyeri yang
berlebihan di lokasi penusukan
5. Bersihkan dengan cairan desinfektan area penusukan
dengan gerakan sirkular dari arah dalam ke luar
6. Pasang kasa atau ―transpanrent dressing‖ di atas
lokasi penusukan
7. Fiksasi kembali di atas kassa dengan
C 8. Pasang label yang berisi tanggal dan waktu
dilakukannya perawatan infuss
D Tahap Terminasi
1. Rapikan alat dan klien
2. Evaluasi kegiatan dan respon klien
3. Jelaskan RTL dan kontrak selanjutnya.
4. Berdoa dan Salam.
E Dokumentasi
Dokumentasikan prosedur pelaksanaan dan respon klien

Asuhan Keperawatan Anestesi Terapi Cairan Page 73


74

KETERAMPILAN 8
PEMASANGAN KATETER URIN (PRIA DAN WANITA)
DAN PERAWATAN KATETER URIN
1. PENGERTIAN
Kateter adalah pipa untuk memasukkan atau mengeluarkan cairan. Kateter terutama terbuat
dari bahan karet atau plastik, metal, woven silk dan silicon. Vesika urinaria adalah sebuah
kantong yang berfungsi untuk menampung air seni yang be rubah- ubah jumlahnya yang
dialirkan oleh sepasang ureter dari sepasang ginjal. Kateterisasi urin adalah dimasukkannya
kateter melalui urethra ke dalam vesika untuk mengeluarkan urine. Kateterisasi urine adalah
tindakan memasukan selanng kateter kedalam vesika melalui uretra ,dengan tujuan
mengeluarkan urin.
2. TUJUAN
a. Untuk segera mengatasi distensi vesika urinaria.
b. Untuk pengumpulan spesimen urine.
c. Untuk mengukur residu urine setelah miksi di dalam vesika urinaria.
d. Untuk mengosongkan vesika urinaria sebelum dan selama pembedahan .
Perhatian:
a. Pelaksana harus memiliki pengetahuan dasar tentang anatomi dan fisiologi dan sterilitas
dalam rangka tindakan preventif memutus rantai penyebaran infeksi nosokomial.
b. Cukup ketrampilan dan berpengalaman untuk melakukan tindakan dimaksud
c. Usahakan jangan sampai menyinggung perasaan pasien, melakukan tindakan harus sopan,
perlahan-lahan dan berhati-hati
d. Diharapkan pasien telah menerima penjelasan yang cukup tentang prosedur dan tujuan
tindakan.
e. Pasien yang telah mengetahui dengan jelas segala sesuatu tentang tindakan yang akan
dilakukan pasien atau keluarga diharuskan menandatangani informed consent .
Tindakan memasukkan kateter kedalam buli-buli melalui uretra dinamakan kateterisasi uretra.
Indikasi kateterisasi dapat untuk membantu menegakkan diagnosis dan tindakan terap.

3. TINDAKAN KATETERISASI UNTUK TUJUAN DIAGNOSIS


a. Memperoleh contoh urin pada wanita guna pemeriksaan kultur urin.
b. Mengukur residual urin pada pembesaran prostat
c. Memasukkan bahan kontras pemeriksaan seperti pada sistogram
d. Mengukur tekanan tekanan buli-buli seperti pada sindrom kompartemen abdomen
e. Untuk mengukur produksi urin yang merupakan cerminan keadaan perfusi ginjal pada
penderita shock

Asuhan Keperawatan Anestesi Terapi Cairan Page 74


75
f. Mengetahui perbaikan atau perburukan pada trauma ginjal dari urin yang bertambah merah
atau jernih yang keluar dari kateter.

Gambar 5.1 pemasangan kateter urin

4. KATETERISASI UNTUK TUJUAN TERAPI


a. Mengeluarkan urin pada retensio urinae
b. Membilas / irigasi buli-buli setelah operasi batu buli-buli, tumor buli atau prostat
c. Sebagai splint setelah operasi uretra seperti pada hipospadia
d. Untuk memasukkan obat ke buli-buli, misalnya pada carcinoma buli-buli

5. MACAM KATETER URETRA


Kateter uretra bisa terbuat dari logam, karet atau silikon. Bermacam bentuk kateter dibuat,
dan umumnya dinamai sesuai dengan pembuatnya, seperti kateter Nelaton, Tiemann, de
Asuhan Keperawatan Anestesi Terapi Cairan Page 75
76
Pezzer, Malecot dan Foley. Saat ini yang paling populer dan mudah didapat adalah kateter
Foley. Selain mudah ditemui, keunggulan kateter Foley adalah merupakan kateter menetap
(indwelling catheter=self retaining), tidak iritatif, tersedia dalam berbagai ukuran dan ada
yang cabang tiga (three way catheter). Kateter Foley dapat dipasang menetap karena terdapat
balon yang dapat dikembangkan sesudah kateter berada dalam buli-buli melalui pangkal
kateter.

6. UKURAN KATETER URETRA


Ukuran pada kateter uretra menunjuk pada diameter luar, bukan lumennya. Pada bungkus
kateter dan pangkal kateter selalu tercetak ukuran diameter kateter dan jumlah cairan yang
diizinkan untuk dimasukkan dalam balon kateter. Ukuran diameter luar kateter ditulis dalam
satuan Ch = Cheriere atau F/Fr = French (bukan Foley), dimana 1 Ch / 1 F sama dengan 0.33
milimeter; atau dengan kata lain 1 milimeter sama dengan 3 Ch atau 3 F. Pada orang dewasa
Indonesia biasanya dipasang kateter no 16 atau 18.

7. PERSIAPAN PEMASANGAN KATETER URETRA


Karena pemasangan kateter merupakan tindakan invasif, menimbulkan nyeri dan dapat
menimbulkan komplikasi permanen, pemasangannya harus melalui persetujuan tertulis
(informed consent). Kateterisasi juga dapat menimbulkan infeksi pada uretra dan buli-buli,
karenanya harus dilakukan secara aseptik. Alat yang dibutuhkan:
a. Kateter set
b. Urin bag
c. Hand scoon steril
d. Spuit
e. Pinset steril (anatomis dan sirurgis) dan bengkok
f. Perlak dan duk bolong
g. Jelly kateter
h. Aquabides
i. Plester
j. Gunting perban
k. Kapas steril
l. Kapas alkohol
m. Kasa steril

Asuhan Keperawatan Anestesi Terapi Cairan Page 76


165

8. TIPE KATETER URINE

Gambar 5.2 Tipe kateter urine

a. Ujung kateter urin sederhana.


b. Ujung kateter urin berujung pluit.
c. Ujung kateter urin Tiemann.
d. Ujung kateter urin Malecot (bersayap).
e. Ujung kateter urin de Pezzer (jamur).
f. Ujung kateter urin Foley

Gambar 5.3 Tipe kateter urine

Asuhan Keperawatan Anestesi Terapi Cairan Page 165


166
a. Kateter Polyvinyl chloride (PVC)
Kateter yang terbuat dari PVC atau plastik yang cukup kaku. Kateter jenis ini memiliki
lumen lebar, yang memungkinkan tingkat aliran yang cepat, tetapi akibat kekakuannya,
jenis ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan pasien. Kateter jenis ini digunakan
terutama untuk kateterisasi intermiten atau pasca-operasi, dan direkomendasikan untuk
penggunaan jangka pendek.
b. Kateter Karet (Lateks)
Lateks adalah bentuk karet yang dimurnikan dan merupakan bahan kateter paling
lembut. Kateter jenis ini memiliki permukaan halus, dengan kecenderungan untuk
memungkinkan pembentukan kerak. Lateks menyerap air dan akibatnya kateter dapat
membengkak, sehingga mengurangi diameter lumen internal dan meningkatkan diameter
eksternal. Telah terbukti menyebabkan iritasi uretra dan karenanya hanya
dipertimbangkan ketika kateterisasi cenderung jangka pendek.
Hipersensitivitas terhadap lateks telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir dan
kateter lateks telah menjadi penyebab kasus anafilaksis. Pasien harus ditanya apakah
pernah memiliki reaksi negatif terhadap produk karet sebelum kateter yang mengandung
lateks digunakan.
c. Kateter Teflon (Polytetrafluoroethylene: PTFE) atau Pelapis Silikon Elastome
Lapisan teflon atau pelapis silikon elastomer diterapkan pada kateter lateks untuk
membuat bahan lateks tidak berpengaruh (inert) dan mengurangi iritasi uretra. Kateter
teflon direkomendasikan digunakan untuk jangka pendek dan kateter berlapis silikon
elastomer digunakan untuk kateterisasi jangka panjang.
d. Kateter Silikon
Silikon adalah bahan inert yang cenderung kurang menyebabkan iritasi uretra. Kateter
silikon tidak dilapisi, oleh karena itu memiliki lumen yang lebih luas. Lumen kateter ini
berbentuk bulan sabit atau huruf-D, yang dapat menyebabkan pembentukan kerak.
Karena silikon memungkinkan terjadinya difusi gas, balon dapat mengalami
pengempisan (deflasi) dan memungkinkan kateter terlepas sebelum waktunya. Kateter
ini lebih nyaman karena lebih kaku daripada jenis lateks. Kateter silikon cocok untuk
pasien dengan alergi lateks dan direkomendasikan untuk penggunaan jangka panjang
e. Kateter Pelapis Hidrogel
Kateter terbuat dari lateks yang dikemas dalam lapisan polimer hidrofilik yang biasanya
digunakan untuk kateterisasi jangka panjang. Lapisan polimer dapat ditoleransi oleh
mukosa uretra, menyebabkan hanya sedikit iritasi. Kateter dengan pelapis hidrogel ini
menjadi lebih halus ketika direhidrasi, mengurangi gesekan dengan uretra. Jenis ini juga
inert dan dilaporkan tahan terhadap kolonisasi bakteri dan kerak dan direkomendasikan
untuk penggunaan jangka panjang.

Asuhan Keperawatan Anestesi Terapi Cairan Page 166


167
f. Kateter Selaras (Conformable)
Kateter selaras dirancang agar sesuai dengan bentuk uretra perempuan, dan
memungkinkan pengisian kandung kemih parsial. Gerakan alami dari uretra terhadap
kateter (yang dapat kolaps) ini dimaksudkan untuk mencegah obstruksi. Jenis ini terbuat
dari lateks dan memiliki lapisan silikon elastomer. Kateter selaras 3 cm lebih panjang
dari kateter konvensional untuk perempuan
g. Kateter dari Bahan lainnya
Penelitian jenis baru untuk bahan kateter terus berlangsung, terutama dalam mencegah
pembentukan biofilm (koloni bakteri yang berkembang dan mengganggu permukaan
kateter dan kantong urin) dan dapat mengurangi kasus infeksi saluran kemih. Kateter
yang dilapisi dengan perak telah terbukti dapat mencegah infeksi saluran kemih. Namun,
penelitian yang menunjukan efek ini masih dalam skala kecil dan muncul sejumlah
pertanyaan mengenai efektifitas jangka panjang dan toksisitas perak. Argyria adalah
suatu kondisi yang disebabkan oleh pengendapan perak lokal atau sistemik dalam tubuh,
dan dapat menimbulkan mual, sembelit dan kehilangan penglihatan malam.
Kateter yang dilapisi dengan antibiotik seperti gentamisin, rifampisin, nitrofurazone dan
nitrouroxone telah diteliti untuk mengurangi kasus infeksi saluran kemih terkait
kateter (catheter-associated urinary tract infections: CAUTI). Implikasi biaya dalam
penggunaan rutin kateter jenis ini akan menjadi besar. Namun, sebuah tinjauan terbaru,
menemukan bahwa lapisan perak (antiseptik) atau nitrofurazone (antibiotik) pada kateter
urin tidak mengurangi infeksi pada orang dewasa yang dirawat di rumah sakit, dan
kateter silikon dapat mengurangi efek yang merugikan pada pria, namun bukti-bukti
masih lemah. Uji coba dengan kateter khusus ini mungkin tepat secara individu ketika
jenis lain telah gagal dalam mengatasi infeksi berulang

9. PERAWATAN KATETER MENETAP


Kateter merupakan benda asing pada uretra dan buli-buli, bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan komplikasi serius. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk merawat kateter
menetap :
a. Banyak minum, urin cukup sehingga tidak terjadi kotoran yang bisa mengendap dalam
kateter
b. Mengosongkan urine bag secara teratur
c. Tidak mengangkat urine bag lebih tinggi dari tubuh penderita agar urin tidak mengalir
kembali ke buli-buli
d. Membersihkan darah, nanah, sekret periuretra dan mengolesi kateter dengan antiseptik
secara berkala
e. Ganti kateter paling tidak 2 minggu sekali

Asuhan Keperawatan Anestesi Terapi Cairan Page 167


168
10. KOMPLIKASI PEMASANGAN KATETER
a. Bila pemasangan dilakukan tidak hati-hati bisa menyebabkan luka dan perdarahan uretra
yang berakhir dengan striktur uretra seumur hidup
b. Balon yang dikembangkan sebelum memasuki buli-buli juga dapat menimbulkan luka
pada uretra. Karenanya, balon dikembangkan bila yakin balon akan mengembnag dalam
buli-buli dengan mendorong kateter sampai ke pangkalnya
c. Infeksi uretra dan buli-buli
d. Nekrosis uretra bila ukuran kateter terlalu besar atau fiksasi yang keliru
e. Merupakan inti pembentukan batu buli-buli
f. Pada penderita tidak sadar, kateter dengan balon terkembang bisa dicabut yang berkibat
perdarahan dan melukai uretra
g. Kateter tidak bisa dicabut karena saluran pengembang balon tersumbat

11. PROSEDUR PELAKSANAAN KOMPETENSI PEMASANGAN


KATETER URIN(PRIA DAN WANITA)
Ket: Penilaian
0: tidak ada/ tidak dilakukan,
1: ada, kurang lengkap/ kurang sesuai pedoman/ kurang kompeten
2: ada, lengkap/sesuai pedoman/ kompeten
No Aspek yang menilai Ket
0 1 2
A Tahap Persiapan
a. Cek order. Pastikan bahwa klien yang dimaksud
mendapat tindakan kateter
b. Kaji kemampuan klien dalam toleransi nyeri dan aktivitas.
Cek nadi, pernafasan dan tekanan darah sebagai dasar untuk
mengobservasi lebih lanjut toleransi klien selama dilakukan
tindakan.
c. Cek dan pastikan kembali bahwa klien mendapat order
untuk pemasangan kateter
d. Persiapan perawat, cuci tangan dan gunakan APD.
B Tahap Orientasi
a. Berikan salam
b. Identifikasi dan validasi kondisi klien
c. Jelaskan prosedur pelaksanaan kepada klien dan keluarga :
kegiatan, tujuan , waktu, tempat serta peran perawat dan
klien.
d. Menjaga privacy klien
e. Memberikan kesempatan pada klien sebelum dilakukan
tindakan
f. Berdoa

Asuhan Keperawatan Anestesi Terapi Cairan Page 168


169
C Tahap Kerja
a. Berikan salam, panggil klien dengan namanya
b. Jelaskan tentang segala hal yang berkaitan dengan
pemasangan kateter (pengertian, tujuan, keuntungan,
kerugian dan perawatannya)
c. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
d. Mintakan persetujuan klien
e. Berikan privasi pada klien : tutup pintu kamar atau pasang
tirai.
f. Berdiri di sebelah kanan TT bila anda mempunyai tangan
dominan kanan (Bila anda kidal maka anda berdiri di
sebelah kiri TT).
g. Bantu klien pada posisi dorsal rekumbent. Minta klien untuk
merilekskan pahanya sehingga memudahkan rotasi eksternal
h. Dekatkan alat-alat
i. Selimuti klien dengan selimut mandi. Letakkan selimut
dalam bentuk melintang di atas tubuh klien, satu ujung pada
setiap kaki dan ujung terakhir di atas perineum
j. Beri perlak dan alasnya di bawah bokong
k. Kenakan sarung tangan sekali pakai dan cuci area
perineal desinfektan
1. Gunakan gerakan sirkuler untuk laki-laki
2. Lakukan vulva hygiene untuk wanita
l. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
m. Bila akan memasang kateter indwelling (kateter tetap),
buka sistem drainase. Letakkan kantung drainase di
tepi dasar TT. Naikkan selang drainase ke atas diantara
pagar TT dan kasur
n. Posisikan lampu menyinari area perineal (jika
menggunakan lampu senter, minta perawat lain untuk
memegangnya)
o. Pasang duk steril pada area genital, duk tidak berlubang di
bagian bawah, duk berlubang menutup area genital
p. Ambil duk padat steril dengan satu sudut dan biarkan untuk
tidak melipat. Pastikan bawah duk ini tidak menyentuh
permukaan terkontaminasi
q. Biarkan ujung atas duk membentuk penutup pada kedua
tangan anda. Letakkan duk diatas TT diantara paha klien.
Sisipkan tepi duk tepat di bawah bokong klien,
perhatikan untuk tidak menyentuh permukaan
terkontaminasi dengan tangan anda yang telah mengenakan
sarung tangan
r. Tangan non dominan memegang penis atau membuka vulva
s. Memasukkan jelly ke dalam uretra bila laki-laki atau
mengoles jelly pada kateter untuk wanita
t. Masukkan kateter
1. 6-9 inchi pada pria pegang penis 45 sampai urine keluar
2. 2-3 inchi pada wanita
u. Masukkan lagi kateter 2 ½ cm isi balon dengan air steril
sejumlah yang tertera pada kateter
v. Tarik kateter sampai ada tahanan
w. Gunting kateter yang membungkus kateter
x. Lepaskan duk steril
y. Hubungkan ujung kateter dengan selang penampung dan urin
bag
z. Buka sarung tangan
aa. Fiksasi kateter ke bawah abdomen klien pria atau pada paha
untuk wanita

Asuhan Keperawatan Anestesi Terapi Cairan Page 169


170

bb. Menempatkan penampung dan saluran dengan benar


cc. Bantu klien untuk posisi yang nyaman
dd. Membereskan alat-alat
ee. Cuci tangan

D Tahap Terminasi
a. Observasi pengeluaran urine (jumlah, warna dan bau
b. Tanyakan respon klien setelah pemasangan kateter
c. Observasi daerah sekitar pemasangan kateter

E Dokumentasi
a. Hasil : jumlah, warna, kekeruhan, bau, ada darah/nanah tidak
b. Respon : nyeri, ketidaknyamanan

Asuhan Keperawatan Anestesi Terapi Cairan Page 170


171
KETERAMPILAN
PEMASANGAN NASOGASTRIC TUBE (NGT), PELEPASAN NGT,
DAN PEMBERIAN MAKAN MELALUI NGT
1. TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Nasogastric Tube adalah selang yang dimasukkan melalui nasofaring menuju lambung
dengan tujuan:
1) Mengeluarkan cairan/isi lambung (lavage)dan gas yang ada dalam
gaster(decompression)
2) Mencegah atau mengurangi nausea dan vomitting setelah pembedahan atau trauma
3) Irigasi karena perdarahan atau keracunan dalam gaster
4) Pengambilan specimen pada gaster untuk studi laboratorium ketika terjadi obstruksi
pilorik atau intestinal
5) Untuk medikasi dan feeding (gavage) secara langsung
B. Tipe NGT
Tipe dalam NGT meliputi:
1) NFT tipe Salem sump, Levin, Miller-Abbott untuk decompression
2) NGT tipe Duo, Dobhoff, Levin untuk feeding (gavage)
3) NGT tipe Sengtaken-Blakemore untuk compression
4) NGT tipe Levin, Edwald, Salem sumo untuk lavage (Potter and Perry ―Fundamental
of Nursing‖)

C. Anatomi Nares dan Nasopharing

Gambar 6.1. Anatomi nares dan nasopharing

Asuhan Keperawatan Anestesi Terapi Cairan Page 171


172

2. TUJUAN
a. Mahasiwa mampu melakukan pemasangan NGT dan OGT pada klien sesuai dengan
indikasinya.
b. Menjelaskan indikasi pemasangan NGT dan OGT
c. Menjelaskan komplikasi pemasangan NGT dan OGT
d. Menjelaskan kontraindikasi pemasangan NGT dan OGT

3. KEBIJAKAN/INDIKASI/KONTRAINDIKASI
A. Indikasi
1) Menurunkan tekanan saluran Gastrointestinal yang disebabkan oleh air, udara, dan
darah

Gambar 6.2 Bleeding ulcer


2) Pemberian terapi atau tindakan lewat oral seperti: keracunan saluran cerna,
medikasi, dan kontras (gastrograffin), serta hypothermia

B. Kontraindikasi
1) Trauma kepala, maxillofacial injury, or anterior fossa skull fracture (oemasangan
NGT melalui hidung mempunyai potensial masuk lewat cribiform plate yang
dapat menyebabkan peningkatan intrakranial otak)

Asuhan Keperawatan Anestesi Terapi Cairan Page 172


173

Gambar 6.3 Cribiform


plate
2) Riwayat esophageal stricture, esophageal varices, alkali ingestion mempunyai
risiko esophageal penetration
3) Klien koma, karena pada klien koma mempunyai potensial vomitting selama
pemasangan NGT, sementara kebutuhan jalan napas diprioritaskan pada
pemasangan NGT.

C. Komplikasi
1) Pemberian nutrisi enteral tidak boleh dilakukan pada klien dengan kondisi berikut:
2) Perdarahan gastrointerstinal berat
3) Vomitus yang persisten da intractable
4) Obstruksi usus
5) Fistula esophagus atau lambung
6) Refluks esophagus
7) Pengosongan lambung sangat lambat
8) Kondisi-kondisi yang mengakibatkan perubahan fungsi saluran cerna (osbtruksi
menyeluruh pada saluran cerna bagian distal, perdarahan saluran cerna yang hebat,
fistula enterokutan high-output, intractable diarrhea, kelainan kongenital pada
saluran cerna)
9) Gangguan perfusi saluran cerna (instabilitas hemodinamik, syok septic)

Asuhan Keperawatan Anestesi Terapi Cairan Page 173


174

C. PERSIAPAN
1. Persiapan Alat dan Bahan
a. NGT
b. Stetoskop
c. Jelly
d. Klem dan pinset
e. Handuk, tissue dan bengkok
f. Segelas air putih dan sedotan
g. Plester
h. Spuit 20 cc atau 50 cc
i. Spatel lidah
j. Senter
k. Sarung tangan ( prinsip bersih)
l. Kapas bensin/alkohol
m. Pin
2. Persiapan Perawat
Penguasaan konsep yang terkait dengan prosedur, seperti : batasan, rasional, tujuan,
prinsip, dan tahapan tindakan. Menjaga sikap professional dan komunikasi
terapeutik dengan klien dan keluarga

Asuhan Keperawatan Anestesi Terapi Cairan Page 174


175

KOMPETENSI
PELAKSANAAN
Ket: Penilaian PEMASANGAN NGT

0: tidak ada/ tidak dilakukan,

1: ada, kurang lengkap/ kurang sesuai pedoman/ kurang kompeten

2: ada, lengkap/sesuai pedoman/ kompeten

No Aspek yang Nilai Ket


dinilai 0 1 2
1. Tahap Persiapan
a. Kaji kebutuhan klien akan makanan lewat NGT
b. Kaji riwayat pengobatan klien : pernah mengalami perdarahan
hidung, pembedahan hidung, deviasi septum
c. Siapkan inform consent
d. Siapkan alat dan ruangan yang dibutuhkan.
e. Persiapan perawat, cuci tangan dan gunakan APD.

2. Tahap Orientasi
a. Berikan salam
b. Validasi kondisi klien
c. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan kepada klien: tujuan,
prosedur,
b. waktu dan peran perawat klien.
c. Mengintruksikan kepada klien untuk menunjukkan jari jika
merasa tidak nyaman selama tindakan dilakukan
d. Menjaga privacy klien
e. Memberikan kesempatan pada klien sebelum tindakan
dimulai.
f. Berdoa

3. Tahap Kerja
a. Mengatur posisi klien duduk atau high fowler atau semi
fowler
b. Kaji kepatenan lubang hidung
c. Meletakkan haduk didada klien dan bengkok disamping klien.
d. Mengukur panjang tube yang akan dimasukkan dengan
menggunakan metode:
- Metode tradisional : ukur jarak dari puncak lubang hidung kedaun
bawah telinga dan keprosesus xifoidius di sternum
- Metode hanson : mula-mula tandai 50 cm pada tube kemudian
lakukan pengukuran dengan metode tradisional. Tube akan
dimasukkan pertengahan antara 50 cm dan tanda tradisional.

Asuhan Keperawatan Anestesi Terapi Cairan Page 175


176

e. Tutup ujung selang dengan menghubungkan selang


ke spuit b. Beri pelumas pada selang nasigastrik 10
– 20 cm
f. Ingatkan klien bahwa insersi akan dimulai masukkan selang dengan
a. perlahan melalui lubang hidung sampai tenggorok (nasofaring
posteroir). d. Cek posisi selang dengan senter dan spatel lidah
b. Fleksikan kepala klien kearah dada setelah selang melalui
nasofaring
c. Dorong klien untuk menelan dan berikan air minum bila perlu.
Masukkan
d. selang saat klien menelan sampai panjang yang diinginkan telah
terlewati. (Jangan dorong paksa selang. Bila tahanan terjadi atau
klien mulai
e. tersedak, gag atau menjadi sianotik, hentikan memasukkan selang
dan tarik
f. kembali selang)
g. Periksa letak selang: Sambungkan spuit pada ujung selang
nasogastrik.
h. Letakkan diafragma stetoskop diatas kuadran kiri atas abdomen
klien tepat dibawah garis kosta. Suntikkan 10—20 ml udara saat
auskultasi abdomen.
i. Aspirasi dengan perlahan untuk mendapatkan isi gastrik dan ukur
Ph
j. Bila selang tidak dilambung, masukkan 2,5-5 cm lagi dan periksa
kembali.
k. Oleskan benzoin tinture pada ujung hidung klien dan ujung selang.
Biarkan mengering
l. Fiksasi selang dengan plester dan hindari tekanan pada lubang
hidung
m. Kuatkan selang ujung selang nasogatrik kepakaian klien
dengan menggunakan pin atau menggulung karet gelang
mengitari selang pada simpul hidup dan menjepitkan dipakaian.

4. Tahap Terminasi
a. Rapikan alat dan klien
b. Evaluasi respon klien: ketidaknyaman, kepatenan letak selang NGT
5. Dokumentasi
Lakukan pendokumentasian tindakan yang sudah dilakukan.

Asuhan Keperawatan Anestesi Terapi Cairan Page 176


177

Anda mungkin juga menyukai