A. DEFINISI:
Pembersihan oksigen melalui alat nasal kanul atau maskes. Nasal kanul digunakan untuk
membersihkan oksigen konsentrasi (FiO2) rendah (bila 24% berikan 1 liter/ menit), bila 28%
berikan 2 liter/ menit, dan bila 35-40% mendapat 4-6 liter/ menit). Face Mask digunakan
untuk memberikan oksigen dengan konsentrasi lebih dari nasal kanul (30-60%) pada 5-8 liter/
menit.
B. TUJUAN:
Pemberian terapi oksigen adalah mencegah terjadinya hipoksia. Oksigen tidak bisa
digantikan dengan yang lain, bagaimanapun penggunaan harus berdasarkan indikasi. Seperti
halnya obat, dosis dan konsentrasinya harus dimonitor secara terus menerus selama
penggunaan.
C. KEBIJAKAN
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemberian terapi oksigen:
1. Ketahui rentang normal dari vital sign klien.
2. Ketahui pola perilaku klien biasanya.
3. Ketahui riwayat medis klien dan pengobatan yang sedang dilakukan.
4. Waspadai kondisi lingkungan sekitar.
5. Kaji bentuk dinding dada yang abnormal apakah temporer atau permanen.
6. Kaji riwayat merokok klien.
7. Ketahui angka hemoglobin klien yang terbaru.
8. Ketahui angka gas darah arteri klien baik yang lama atau terbaru.
Metode pemberian oksigen bisa dengan nasal cannula, nasal cathether, face mask atau
mechanical ventilator
e. Ambu Bag diberikan pada pasien jika pasien membutuhkan bantuan nafas. Cara kerjanya
adalah dengan memperbaiki ventilasi dengan nafas buatan dan menjamin kebutuhan
oksigen serta terjadinya pertukaran antara O2 dan CO2 di paru-paru secara normal.
(AMBU= Air Mask Bag Unit).
Kanul nasal adalah sebuah mekanisme yang efektif untuk pemberian oksigen. Ini menjadikan klien
bernafas melalui mulut atau hidung, tersedia untuk semua golongan umur dan adekuat untuk untuk
penggunaan jangka pendek maupun jangka panjang. Kanula tidak begitu mahal, sekali pakai,
biasanya nyaman dan mudah diterima oleh kebanyakan klien. Namun penggunaan alat oksigenasi
disesuaikan dengan kebutuhan pasien yang kita kaji di awal pemberian asuhan kepenataan
anestesi.
D . Persiapan
1. Persiapan alat dan bahan
a. Kanule nasal atau masker O2 sesuai indikasi.
b. Slang oksigen
c. Humidifier
d. Air sterile untuk terapi respiratory
e. Sumber oksigen
f. Flowmeter
g. pengikat masker
h. Tanda-tanda kamar yang sesuai (No smoking, oxygen in use)
3. Persiapan Perawat
a. Penguasaan konsep yang terkait dengan prosedur, seperti : batasan, rasional, tujuan,
prinsip, dan tahapan tindakan.
b. Menjaga sikap professional dan komunikasi terapeutik dengan klien dan keluarga.
KOMPETENSI PENGENALAN ALAT TERAPI OKSIGEN
Ket: Penilaian
0: tidak ada/ tidak dilakukan,
1: ada, kurang lengkap/ kurang sesuai pedoman/ kurang kompeten
2: ada, lengkap/sesuai pedoman/ kompeten
NO ASPEK YANG DINILAI NILAI
C. Materi Pengantar
1. Pengertian
Mesin anestesi yang populer digunakan pada saat ini terdiri dari 3 komponen yang
saling berhubungan, yaitu: (1) komponen sistem aliran gas segar, (2) Komponen
sistem aliran udara respirasi, (3) Komponen penghubung mesin anestesi-pasien
(Mangku & Senapathi, 2010).
Gambar 2. Flowmeter
Gambar 3. Vaporizer
b. Komponen system aliran udara respirasi
Terdapat 4 macam sistem aliran udara respirasi yang lazim digunakan, yaitu:
1) Sistem sirkuit
Sistem sirkuit adalah sistem aliran udara nafas yang merupakan lingkaran
yang terdiri dari 2 pipa karet/plastik yang ujungnya dihubungkan dengan
pipa ―Y‖ dan pangkalnya masing- masing dihubungkan dengan katup
inspirasi dan katup ekspirasi, selanjutnya katup-katup tersebut dihubungkan
dengan canester (tempat kapur penyerap gas CO2) dan kantong penampung
udara.
Gambar 9. Konektor
2) Sungkup muka, merupakan alat untuk menyungkup muka pasien khusus
pada daerah mulut dan hidung.
3) Pipa endotrakeal, merupakan pipa yang dipasang ke dalam trakea melalui
mulut atau hidung. Pemasangannya dibantu dengan laringoskop (alat untuk
melihat laring).
2. SOP Mesin Anestesi
LEMBAR OBSERVASI Nama ..............................
Keperawatan Anestesiologi Program Sarjana NIM ..............................
Terapan Paraf ..............................
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
Judul : Mesin Anestesi
Tujuan : Melakukan persiapan mesin anestesi
PENCAPAIAN KOMPETEN
NO TAHAP ASPEK YANG DINILAI
YA TDK K BK
1 Persiapan alat Mesin anestesi lengkap
dan bahan
2 Persiapan alat 1. Mesin diatur lengkap (siap pakai)
2. Central gas diatur lengkap
3 Pelaksanaan 1. Sambungkan mesin dengan central
gas oksigen, N2O dan udara yang
disesuaikan tempatnya
2. Atur posisi mesin yang mudah
dijangkau
3. Lengkapi peralatan yang menunjang
mesin anestetesi:
a. Selang corrugated
b. Sodalime
c. Facemask sesuai ukuran
d. Monitor
4. Melakukan evaluasi mesin: Isi volatile
agent dan kencangkan tutup vaporizer
5. Periksa kebocoran:
a. Atur semua aliran gas ke nol (atau
minimum).
b. Tutup katup APL (pop-off) dan
sumbat Y-piece.
c. Beri tekanan pada sistem pernapasan
hingga sekitar 30 cm H2O dengan
siraman O2.
d. Pastikan tekanan tetap stabil
setidaknya selama 10 detik.
6. Buka katup APL (pop-off) dan
pastikan tekanan menurun
7. Periksa status akhir mesin:
a. Alat penguap mati
b. Katup APL terbuka
8. Selector beralih ke mode Bag
9. Semua flowmeters ke nol (atau
minimum)
10. Sistem pernapasan siap digunakan
4 Evaluasi 1. Kebocoran mesin
2. Kebocoran valve
3. Kebocoran sirkuit
4. Kebocoran vaporizer
5 Dokumentasi 1. Cantumkan hasil kalibrasi alat sesuai
dengan fungsinya
2. Waktu, paraf, dan nama jelas
dicantumkan pada catatan pasien
A. Judul Materi
Alat-alat Anestesi Umum dan Manajemen Nafas
C. Materi Pengantar
Persiapan pra anestesi meliputi: persiapan pasien di ruangan (terutama elektif), persiapan
alat-alat dan obat-obatan, persiapan pasien di ruang operasi. Pada tindakan anestesi
umum melibatkan induksi tidak sadar yang selama ini kemampuan pasien untuk
mempertahankan jalan nafas dan pernafasannya terganggu. Penatalaksanaan anestesi
umum yang dapat membuat pasien tertidur, seorang ahli anestesi harus mampu menjaga
saluran nafas agar selalu mendapatkan ventilasi dan oksigenasi jika sewaktu-waktu
memerlukan manajemen saluran nafas pasien. Alat-alat yang digunakan pada pasien:
1. Sungkup Muka (face mask)
Ketika pasien dalam keadaan tidak sadar, lidah dan epiglottis terjatuh ke
belakang dan menimbulkan obstruksi jalan nafas. Dengan cara mengangkat
mandibula ke atas dapat mengangkat lidah epiglottis yang melekat pada mandibula
untuk membuka jalan nafas. Pasiend apat diberikan ventilasi dengan ―ambu bag‖.
Sungkup muka memiliki bentuk triangular, dimana bagian yang sempit diletakkan
pada batang hidung dan basisnya diletakkan pada lekukan antara bibir bawah dengan
dagu.
Gambar 13. Teknik face mask
Teknik E-C menahan sungkup muka untuk membuat kedap udara jalan nafas.
Ibu jari tangan dan jari telunjuk membentuk huruf ‗C‘ pada atas sungkup yang
menahannya dengan erat pada wajah. Jari tengah dan jari manis mengangkat
mandibula ke atas. Jari kelingking membantu mendorong rahang. Tekanan jari
sebaiknya diberikan pada bagian bertulang dan tidak pada jaringan lunak di bawah
dagu. Terdapat berbagai jenis sungkup muka, yaitu sungkup muka yang transparan
yang terbuat dari plastik keras atau karet lunak dan beberapa sungkup muka ada yang
terbuat dari karet atau material yang tidak transparan (Nileshwar, 2014)
2. Laryngeal Mask Airway (LMA)
Jalan nafas sungkup laryngeal merupakan jalan nafas supraglotis dengan metode
memasukkan LMA ke dalam hipofaring. Teknik dengan LMA ini dapat berfungsi
mengurangi risiko aspirasi dan regurgitasi dibandingkan jika menggunakan sungkup
muka. Fungsi dari LMA yaitu mempertahankan jalan nafas pada pasien jika
mengalami kesulitasn menggunakan intubasi endotrakea.
3. Intubasi Endotrakea
Intubasi endotrakea merupakan prosedur mempertahankan jalan nafas pada
pasien dengan cara memasukkan pipa (tube) endotrakea ke dalam trakea melalui
mulut atau nasal dengan menggunakan alat bantu laringoskop. Indikasinya yaitu:
(Pramono, 2016)
a. Pasien sulit mempertahankan saluran nafas dan kelancaran pernafasan (pasien
dengan penurunan kesadaran, trauma daerah muka dan leher)
b. Mencegah aspirasi (masuknya cairan lambung ke saluran nafas)
c. Membantu mengisap sekret
d. Mengatasi obstruksi laring
e. Mempermudah anestesi umum untuk operasi dengan nafas terkontrol, operasi
posisi miring atau tengkurap, operasi yang lama, operasi yang sulit
mempertahankan saluran nafas (bagian leher/kepala).
STATICS
a. Scope (stetoscope, laringoscope)
Laringoskop adalah alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung
supaya kita dapat memasukkan pipa trakhea dengan baik dan benar. Secara garis
besar dikenal dua macam laringoskop terdiri atas blade (bilah) dan handle
(gagang). Pilih blade yang nomor 3 untuk pasien dewasa dengan ukuran sedang
bila lebih besar pakai ukuran 4, untuk anak gunakan ukuran nomor 2, untuk bayi
pilih nomor 1. Jangan lupa untuk memeriksa lampunya apakah nyalanya cukup
terang). Memegang laryngoscope selalu dengan tangan kiri, posisi tangan yang
betu adalah memegang pada handle, bukan pada pertemuan blade dan handle.
Stetoskop (bahasa Yunani: stethos, dada dan skopeein, memeriksa) adalah sebuah
alat medis akustik untuk memeriksa suara dalam tubuh. Dia banyak digunakan
untuk mendengar suara jantung dan pernapasan, meskipun dia juga digunakan
untuk mendengar intestine dan aliran darah dalam arteri dan ―vein‖.
A. Judul Materi
Intubasi ETT
C. Materi Pengantar
1. Pengertian
Pemasangan endotracheal tube (ETT) atau intubasi adalah memasukkan pipa
jalan nafas buatan ke dalam trachea melalui mulut. Tindakan intubasi baru dapat
dilakukan bila : cara lain untuk membebaskan jalan nafas (airway) gagal, perlu
memberikan nafas buatan dalam jangka panjang, ada risiko besar terjasi aspirasi
baru. Menurut Latief (2007) intubasi adalah memasukkan pipa trakea ke dalam
trakea melalui rima glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan
trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea. Intubasi endotracheal merupakan
teknik paling penting dan paling aman dalam menjaga jalan nafas dengan cara
memasukkan endotracheal tube (ETT) ke dalam trakhea melalui mulut. ETT
digunakan untuk mengalirkan gas anestesi langsung ke dalam trakhea dan
mengizinkan untuk kontrol ventilasi dan oksigenasi.
Gambar 19. Tindakan intubasi ETT
Pipa endotrakea terbuat dari karet atau plastik dan tersedia dalam ukuran yang
berbeda-beda. Untuk operasi tertentu missal di daerah kepala atau leher
menggunakan pipa yang tidak bisa ditekuk yang mempunyai spiral nilon atau besi
(non kinking). Pipa ETT kebanyakan mempunyai balon (cuff) pada ujung distalnya
untuk mencegah kebocoran jalan nafas. Pipa tanpa balon biasa digunakan pada
anak-anak karena bagian tersempit jalan nafas adalah daerah rawan krikoid,
sedangkan pada orang dewasa biasa dengan balon karena bagian tersempitnya
adalah trachea. Ukuran pipa endotrakea dibagi menjadi beberapa, antara lain:
(Latief, 2007)
a. Pria dewasa8
atau 9 mm
b. Wanita dewasa
7,5 atau 8,5 mm
c. Anak-anak
4 + usia/4
Rumus lain = (usia + 2) / 2
Rumus tersebut merupakan perkiraan sehingga harus disediakan pipa 0,5 mm lebih
besar dna lebih kecil. Kedalaman pemasangan pipa endotrakea sebagai berikut:
a. Jarak beberapa titip pda pipa dari sisi pasien ditandai dalam cm di sepanjang
pipa. Pipa difiksasi pada 22 atau 23 cm pada laki-laki dewasa dan pada 20 atau
21 pada wanita dewasa.
b. Pada anak-anak, rumus yang digunakan:
Usia / 2 +12 cm
Pipa sebaiknya diletakkan sedemikian sehingga ujung pipa harus menempati di atas
karina tetapi di bawah glotis. Indikasi intubasi trakea yaitu: (Latief, 2007)
a. Menjaga patensi jalan nafas oleh sebab apapun
Misalnya kelainan anatomi, bedah khusus, bedah posisi khusus, dan
pembersihan sekret pada jalan nafas
b. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi
Misalnya saat resusitasi, memungkinkan penggunaan relaksan dengan efisien,
ventilasi jangka panjang.
c. Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi
Klasifikasi menggunakan skor Mallampati untuk melihat tampakan faring pada
saat mulut terbuka maksimal dan lidah dijulurkan.
Beberapa kondisi yang diperkirakan akan mengalami kesulitas pada saat dilakukan
intubasi ETT yaitu:
a. Tumor : hematom, hemagioma
b. Infeksi : abses mandibula, epiglottis
c. Kelainan kongital : atresi laring, pere robin sindrom
d. Benda asing
e. Trauma : fraktur laring, fraktur maxilla/mandibula
f. Obesitas
g. Extensi leher yang tidak maksimal
h. Variasi anatomi : lidah besar, leher pendek
2. SOP Intubasi ETT
LEMBAR OBSERVASI Nama ..............................
Keperawatan Anestesiologi Program Sarjana Terapan NIM ..............................
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta Paraf ..............................
Judul : Intubasi
Tujuan : Melakukan tindakan intubasi dengan ETT
PENCAPAIAN KOMPETEN
NO TAHAP ASPEK YANG DINILAI
YA TDK K BK
1 Persiapan alat STATICS
2 Persiapan Posisi praktisi berada di atas kepala pasien,
pasien ketika pasien berada di atas tempat tidur
3 Pelaksanaan 1. Masukkan obat anestesi Umum (propofol,
fentanyl, pelumpuh otot)
2. Lakukan pre-oksigenasi dengan 100%
oksigen
3. Posisikan pasien: ‗sniffingthemorning air
position‘, Leher sedikit fleksi, kepala
ekstensi. 1bantal diletakkan di bawah kepala
4. Suction diperlukan untuk membersihkan jalan
nafas pada kasus dimana sekresi jalan nafas
tidak diinginkan, darah, atau muntah.
5. Setelah pasien rileks, buka mulut pasien dan
gunakan laringoskop untuk mencari plika
vokalis
6. Masukkan ETT melalui sisi kanan mulut,
bimbing ujungnya masuk trakea sampai cuff
ETT melewati plika vokalis (kedalaman 23
cm pada laki-laki dan 21 cm pada wanita
dewasa)Ambil introducer dan sambungkan
ETT dengan mesin menggunakan connector
7. Hubungkan pipa ET dengan alat ventilasi
seperti bag-valvemask yang terhubung
dengan oksigen (flow10-12 L/menit).
8. Kembangkan cuff ETT secukupnya (sampai
tidak ada kebocoran udara)dengan spuit 20 cc
berisi udara
9. Evaluasi pemasangan dengan mendengarkan
melalui stetoskop pengembangan ke-2 paru
10.Pasang OPA dengan cekungan menghadap ke
atas lebih dahulu, kemudian putar 180 derajat
menyentuh palatum molle
11.Setelah yakin ET masuk dalam trakea &
suara nafas terdengar sama pd kedua paru
kemudian Fiksasi ETT dengan plester
4 Evaluasi Monitor respon pasien selama pemasangan ETT
5 Dokumentasi Tulis respon, nama perawat/penata anestesi,
waktu, paraf dengan jelas dicatatan anestesi
A. Judul Materi
Intubasi LMA
C. Materi Pengantar
1. Pengertian
Laryngeal Mask Airway adalah sebuah alat untuk mempertahankan jalan napas paten
tanpa intubasi trakea, yang terdiri dari tabung terhubung ke cuff oval yang berfungsi
untuk mengunci laring. Teknik dengan menggunakan LMA dapat mengurangi risiko
aspirasi dan regurgitasi dibandingkan jika menggunakan sungkup muka. LMA dapat
digunakan jika mengalami kesulitasn dalam melakukan intubasi. Alat ini didesain
dengan kemampuan untuk ventilasi kontrol, mengurangi risiko aspirasi isi lambung,
dan mengetahui ketidaktepatan pemasangan (Cook & Walton, 2005). Indikasi untuk
menggunakan LMA antara lain:
a. Untuk menghasilkan jalan nafas yang lancar tanpa penggunaan sungkup muka.
b. Untuk menghindari penggunaan ET/melakukan intubasi endotrakeal selama
ventilasi spontan
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan yang merupakan kontraindikasi untuk
menggunakan LMA, yaitu :
a. Ketidakmampuan menggerakkan kepala atau membuka mulut lebih dari 1,5 cm,
misalnya pada ankylosing spondylitis, severe rheumatoid arthritis, servical spine
instability, yang akan mengakibatkan kesulitan memasukkan LMA.
b. Kelainan didaerah faring (abses, hematom).
c. Obstruksi jalan nafas pada atau dibawah laring.
d. Pasien dengan lambung penuh atau kondisi yang menyebabkan lambatnya
pengosongan lambung.
e. Meningkatnya resiko regurgitasi (hernia hiatus, ileus intestinal).
f. Ventilasi satu paru.
g. Keadaan dimana daerah pembedahan akan terhalang oleh cuff dari LMA.
Gambar 20. Intubasi LMA
5
Gambar 22. LMA Fastrach
c. LMA Proseal
LMA Proseal mempunyai 2 gambaran design yang menawarkan keuntungan
lebih dibandingkan LMA standar selama melakukan ventilasi tekanan positif.
Pertama, tekanan seal jalan nafas yang lebih baik yang berhubungan dengan
rendahnya tekanan pada mukosa. Kedua, LMA Proseal terdapat pemisahan antara
saluran pernafasan dengan saluran gastrointestinal, dengan penyatuan drainage
tube yang dapat mengalirkan gas-gas esofagus atau memfasilitasi suatu jalur tube
orogastric untuk dekompresi lambung.
5
Ukuran LMA terdapat berbagai variasi yang tersedia, mulai dari nomer 1 yang
digunakan untuk pasien neonates hingga ukuran paling besar yaitu 5 untuk pasien
dewasa dengan BB lebih dari 70 kg. Berikut ukuran berdasarkan usia :
5
2. SOP Intubasi LMA
LEMBAR OBSERVASI Nama : ...............................
Keperawatan Anestesiologi Program Sarjana Terapan NIM : ...............................
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta Paraf : ...............................
5
ambubag dilakukan
g. Pipa LMA dipegang dengan tangan yang
tidak dominan untuk mempertahankan
posisi, dan jari telunjuk dikeluarkan dari
mulut pasien
h. Masukkan LMA dengan posisi
punggung LMA berada di langit-langit
mulut
i. Dorong LMA sampai masuk
j. LMA disambungkan dengan
ambubag dan diberikan ventilasi buatan
k. Cuff dikembangkan sampai tak
terdengar kebocoran
l. LMA difiksasi dengan kuat tapi tak
menekan
m. Oksigen diberikan sesuai kebutuhan
atau disambungkan
n. Vital sign pasien diobservasi selama
tindakan
o. Respon pasien dievaluasi dan
rencana tindak lanjut dijelaskan
p. Pasien diatur pada posisi yang nyaman
q. Alat-alat dibereskan dan cuci tangan
r. Mendokumentasikan tindakan, tanggal,
jam, no.LMA yang terpasang, nama dan
tanda tangan perawat
5 Evaluasi Evaluasi:
1. Kepatenan jalan nafas terjaga
2. Oksigen dosis tinggi terkonsumsi dengan
adekuat
3. Aspirasi tercegah
4. Upaya tindak lanjut dirumuskan
6 Dokumentasi Tulis respon, nama perawat/penata anestesi,
waktu, paraf dengan jelas dicatatan anestesi
5
BAB VI
PENGAMBILAN SAMPEL
5
Ada dua cara dalam pengambilan darah vena, yaitu cara manual dan cara
vakum. Cara manual dilakukan dengan menggunakan alat suntik (syringe),
sedangkan cara vakum dengan menggunakan tabung vakum (vacutainer).
Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam pengambilan darah vena
adalah:
1. Pemasangan turniket (tali pembendung)
a. Pemasangan dalam waktu lama dan terlalu keras dapat menyebabkan
hemokonsentrasi (peningkatan nilai hematokrit/PVC dan elemen
sel), peningkatan kadar substrat (protein total, AST, besi, kolesterol,
lipid total)
b. Melepas turniket sesudah jarum dilepas dapat menyebabkan
hematoma
5
4. Kulit yang ditusuk masih basah oleh alkohol menyebabkan hemolisis
sampel akibat kontaminasi oleh alkohol, rasa terbakar dan rasa nyeri
yang berlebihan pada pasien ketika dilakukan penusukan.
5
7. Tabung tutup biru gelap
Tabung tutup biru gelap berisi EDTA yang bebas logam, umumnya
digunakan untuk pemeriksaan trace element (zink, copper, mercury) dan
toksikologi
8. Tabung tutup abu-abu terang
Tabung ini berisi natrium fluoride dan kalium oksalat yang digunakan
untuk pemeriksaan glukosa
9. Tabung tutup hitam
Berisi bufer sodium sitrat digunakan untuk pemeriksaan LED (ESR)
10. Tabung tutup pink
Berisi potassium EDTA digunakan untuk pemeriksaan imunohematologi
11. Tabung tutup putih
Potassium EDTA digunakan untuk pemeriksaan molekuler/PCR dan
bDNA
12. Tabung tutup kuning dengan warna hitam di bagian atas
Berisi media biakan digunakan untuk pemeriksaan mikrobiologi aerob,
anaerob dan jamur
5
tabung, biarkan darah mengalir sampai berhenti sendiri ketika volume
telah terpenuhi
2. Homogenisasi sampel jika menggunakan antikoagulan dengan cara
memutar-mutar tabung 4-5 kali atau membolak-balikkan tabung 5-10 kali
dengan lembut. Mengocok sampel berpotensi menyebabkan hemolisis
3. Urutan memasukkan sampel darah ke dalam tabung vakum adalah (1)
botol biakan (culture) darah atau tabung tutup kuning-hitam, (2) tes
koagulasi (tabung tutup biru), (3) tabung non additive (tutup merah), (4)
tabung tutup merah atau kuning dengan gel separator atau clot activator,
tabung tutup ungu /lavender (EDTA), tabung tutup hijau (heparin), tabung
tutup abu-abu (NaF dan Na oksalat)
5
2. Prosedur
a. Persiapkan alat
b. Lakukan pendekata pasien dengan tenang dan ramah, usahakan pasien
senyaman mungkin
c. Identifikasi pasien dengan benar sesuai dengan data di lembar
permintaan
d. Verifikasi keadaan pasien, misalnya puasa atau konsumsi obat. Catat
bila pasien minum obat tertentu, tidak puasa, dsb.
e. Minta pasien meluruskan lengannya, pilih lengan yang banyak
melakukan aktifitas
f. Minta pasien mengepalkan tangan
g. Pasang tali pembendung (turniket) kira-kira 10 cm di atas lipat siku
h. Pilih bagian vena median cubital atau cephalic. Lakukan perabaan
(palpasi) untuk memastikan posisi vena, vena teraba seperti sebuah
pipa kecil, elastis dan memiliki dinding tebal. Jika vena tidak teraba,
lakukan pengurutan dari arah pergelangan ke siku, atau kompres
hangat selama 5 menit daerah lengan.
i. Bersihkan kulit pada bagian yang akan diambil dengan kapas alkohol
70% dan biarkan kering. Kulit yang sudah dibersihkan jangan
dipegang lagi.
j. Tusuk bagian vena dengan posisi lubang jarum menghadap ke atas.
Jika jarum telah masuk ke dalam vena, akan terlihat darah masuk ke
dalam semprit (dinamakan flash). Usahakan sekali tusuk kena.
k. Setelah volume darah dianggap cukup, lepas turniket dan minta pasien
membuka kepalan tangannya. Volume darah yang diambi kira-kira 3
kali jumlah serum atau plasma yang diperlukan untuk pemeriksaan.
l. Letakkan kapas di tempat suntikan lalu segera lepaskan/tarik jarum.
Tekan kapas beberapa saat lalu plester selama kira-kira 15 menit.
Jangan menarik jarum sebelum turniket dibuka.
5
E. Pengambilan Darah Vena dengan Tabung Vakum
Jenis tabung vakum ini berupa tabung reaksi yang hampa udara, terbuat
dari kaca atau plastik. Ketika tabung dilekatkan pada jarum, darah akan
mengalir masuk ke dalam tabung dan berhenti mengalir ketika sejumlah
volume tertentu telah tercapai. Jarum yang digunakan terdiri dari dua buah
jarum yang dihubungkan oleh sambungan berulir. Jarum pada sisi anterior
digunakan untuk menusuk vena dan jarum pada sisi posterior ditancapkan pada
tabung. Jarum posterior diselubungi oleh bahan dari karet sehingga dapat
mencegah darah dari pasien mengalir keluar. Sambungan berulir berfungsi
untuk melekatkan jarum pada sebuah holder dan memudahkan pada saat
mendorong tabung menancap pada jarum posterior.
Kelebihannya yaitu tidak perlu membagi-bagi sampel darah ke dalam
beberapa tabung. Cukup dengan sekali penusukan, dapat digunakan untuk
beberapa tabung secara bergantian sesuai dengan jenis tes yang diperlukan.
Kekurangannya yaitu sulitnya pengambilan pada orang tua, anak kecil, bayi
atau jika vena tidak bisa diandalkan (kecil, rapuh), atau jika pasien gemuk. Hal
tersebut mungkin dapat diatasi dengan menggunakan jarum bersayap (winged
needle). Jarum bersayap dinamakan juga jarum ―kupu-kupu‖ yang hampir
sama dengan jarum vakutainer namun perbedaannya antara jarum anterior dan
posterior terdapat dua buah sayap plastik pada pangkal jarum anterior dan
selang yang menghubungkan jarum anterior dan posterior.
5
1. Persiapan Alat
a. Jarum
b. Kapas alkohol 70%
c. Tali pembendung (turniket)
d. Plester
e. Tabung vakum.
2. Prosedur
a. Persiapkan alat-alat yang digunakan
b. Pasang jarum pada holder, pastikan terpasang erat
c. Lakukan pendekatan pada pasien dengan tenang dan ramah, usahakan
pasien senyaman mungkin
d. Identifikasi pasien dengan benar sesuai dengan data di lembar
permintaan
e. Verifikasi keadaan pasien, misalnya puasa atau konsumsi obat. Catat
apabila pasien minum obat tertentu, tidak puasa, dsb
f. Minta pasien meluruskan lengannya, pilih lengan yang banyak
melakukan aktifitas
g. Minta pasien mengepalkan tangan
h. Pasang tali pembendung (turniket) kira-kira 10 cm di atas lipat siku
i. Pilih bagian vena median cubital atau cephalic. Lakukan perabaan
(palpasi) untuk memastikan posisi vena, vena teraba seperti sebuah
pipa kecil, elastis dan memiliki dinding tebal. Jika vena tidak teraba,
lakukan pengurutan dari arah pergelangan ke siku, atau kompres
hangat selama 5 menit daerah lengan
j. Bersihkan kulit pada bagian yang akan dilakukan penusukan dengan
kapas alkohol 70% dan biarkan kering. Kulit yang sudah dibersihkan
jangan dipegang lagi.
k. Tusuk bagian vena dengan posisi lubang jarum menghadap ke atas.
Masukkan tabung ke dalam holder dan dorong sehingga jarum bagian
posterior tertancap pada tabung, maka darah akan mengalir masuk ke
dalam tabung. Tunggu sampai darah berhenti mengalir. Jika
5
memerlukan beberpaa tabung, setelah tabung pertama terisi, cabut dan
ganti dengan tabung kedua, begitu seterusnya
l. Lepas turniket dan minta pasien membuka kapalan tangannya.
Volume darah yang diambil kira-kira 3 kali jumlah serum atau plasma
yang diperlukan untuk pemeriksaaan
m. Letakkan kapas di tempat suntikan dan segera lepas/tarik jarum.
Tekan kapas beberapa saat lalu plester. Jangan menarik jarum
sebelum turniket dibuka.
5
Gambar 1.24. Gambar darah kapiler
5
G. Pengambilan Darah Arteri
Pengambilan darah arteri umumnya menggunakan arteri radialis di
daerah pergelangan tangan. Jika tidak memungkinkan dapat dipilih arteri
brachialis di daerah lengan atau arteri femoralis di lipat paha. Pengambilan
darah harus dilakukan dengan hati-hati dan oleh tenaga terlatih. Sampel darah
arteri umumnya digunakan untuk pemeriksaan analisa gas darah.
1. Prosedur
a. Siapkan peralatan sampling di tempat/ruangan dimana akan dilakukan
sampling
b. Pilih bagian arteri radialis
c. Pasang tali pembendung (torniquet) jika diperlukan
d. Lakukan palpasi (perabaan) dengan jari tangan untuk memastikan
letak arteri
e. Desinfeksi kulit yang akan ditusuk dengan kapas alkohol 70%,
biarkan kering. Kulit yang telah dibersihkan jangan dipegang lagi
f. Tekan bagian arteri yang akan ditusuk dengan dua jari tangan lalu
tusukkan jarum di samping bawah jari telunjuk dengan posisi jarum
tegak atau agak miring. Jika tusukan berhasil darah terlihat memasuki
spuit dan mendorong thorak ke atas
g. Setelah tercapai volume darah yang dikehendaki, lepaskan/tarik jarum
dan segera letakkan kapas pada tempat tusukan lalu tekan kapas kuat-
kuat selama ± 2 menit. Pasangkan plester pada bagian ini.
5
MATERI
PRAKTIKUM 3
Bentuk dan Rute Obat Parenteral
A. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu melakukan tindakan pemberian terapi obat melalui rute parenteral.
B. Uraian Meteri
Gambar : Variasi posisi jarum pada
injeksi (Sumber: Liley, Harrington,
Snyder,2007)
1. Sub kutan
Injeksi SC adalah menyuntikkan obat ke jaringan ikat longgar dibawah kulit.
Karena jaringan sub kutan tidak memiliki pembuluh darah seperti otot maka
penyerapan obat lebih lama daripada penyuntikan intra muskuler (IM). Jaringan
sub kutan mengandung reseptor nyeri, jadi hanya obat dalam dosis kecil yang
larut dalam air, tidak mengiritasi yang diberikan melalui rute ini.
5
2. Intra Kutan (IC)
Pemberian obat dengan rute ini melalui suntikan dalam jaringan kulit yang
dilakukan pada lengan bawah bagian dalam atau tempat lain yang dianggap
perlu. Tujuan rute ini adalah: (1) melakukan uji coba obat tertentu/skin test
dengan memasukkan obat dibawah jaringan kulit luar, (2) memberikan obat
tertentu yang pemberiannya hanya dapat dilakukan dengan cara disuntik IC,
pada umumnya diberikan pada pasien yang membutuhkan obat antibiotic, (3)
membantu menentukan diagnose penyakit tertentu.
5
yang besar untuk melewati jaringan subkutan dan penetrasi jaringan otot yang
dalam. Area penyuntikan IM terdapat beberapa cara yakni:
a. Muskulus Vastus Lateralis
(Sumber:Liley,Harrington, Snyder,2007)
b. Muskulus Ventrogluteal
(Sumber:Liley,Harrington, Snyder,2007)
c. Muskulus Deltoid
(Sumber:Liley,Harrington, Snyder,2007)
5
C. Prosedur Pembelajaran
Materi ini akan diberikan dalam bentuk klasikal dan praktikum. Dalam bentuk
klasikal akan diberikan di ruang kelas yang akan diisi oleh pengajar yang berpengalaman
dalam materi ini. Praktikum terbagi menjadi 10 kelompok kecil dengan jumlah mahasiswa
per kelompok 10-15 orang. Setiap kelompok akan dibimbing oleh dosen/asisten dosen yang
kompeten terkait materi tersebut.
D. Prosedur Penilaian
5
Intra Cutan (IC)
No Komponen Penilaian 0 1 2 Keterangan
1 Menyiapkan alat
2 Memberikan informasi pada tindakan
yang dilakukan
3 Menyiapkan alat dan bahan ke dekat
pasien
4 Memasang tirai/jaga privasi pasien
5 Mencuci tangan
6 Memakai handscoon
7 Mencari lokai penusukan pada pasien
8 Memasang alas di daerah yang akan
disuntik
9 Memberikan alcohol swab pada daerah
yang akan disuntik secara sirkuler
dengan diameter ±5 cm
10 Meregangkan kulit dengan tangan non
dominan
11 Menusukkan jarum ke dalam kulit
dengan tangan yang dominan (jarum
dan kulit membentuk 150-200)
12 Memasukkan obat berlahan hingga
timbul gelembung dibawah kulit
13 Menarik spuit keluar setelah obat
dimasukkan, tidak melakukan masase
pada bekas suntikan
14 Memberi tanda secara melingkar pada
sekeliling suntikan dengan diameter ±2
meter
15 Merapihkan alat dan reposisi pasien
16 Cuci tangan
17 Terminasi
18 Dokumentasi dengan SOAP
5
8 Cari dan persiapkan lokasi penyuntikan
9 Pasang perlak dibawah daerah yang
disuntikkan
10 Siapkan obat yang akan disuntikkan
11 Tetapkan daerah penyuntikan vena,
kulit diusap dengan alcohol swab
secara sirkuler dan tunggu hingga
kering
12 Lakukan bendungan di area suntikan
dengan menggunakan tourniquet dan
anjurkan klien mengepalkan tangan
13 Siapkan spuit, pegang spuit dengan
salah satu tangan yang dominan antara
ibu jari dan jari telunjuk dengan telapak
tangan menghadap ke bawah
14 Regangkan kulit dengan tangan non
dominan untuk menahan vena,
kemudian secara pelan tusukkan jarum
dengan lubang menghadap ke atas ke
dalam vena dengan posisi jarum sejajar
vena.
15 Pegang ujung jarum dengan tangan non
dominan sebagai fiksasi
16 Lakukan aspirasi, jika yang terhisap
darah maka lepaskan tourniquet dan
kepalan tangan pasien kemudian
dorong obat pelan-pelan ke dalam vena
17 Setelah obat masuk semua, segera
cabut spuit, bekas tusukan ditekan
dengan alcohol swab
18 Merapihkan alat dan reposisi klien
19 Cuci tangan
20 Terminasi
21 Dokumentasi dengan SOAP (catat
dosis, waktu dan rute obat)
22 Evaluasi respon pasien terhadap obat
(15 s.d 30 menit)
5
5 Atur posisi klien senyaman mungkin
6 Buka bak instrument, persiapan alat
dan kom bersih
7 Memakai handscoon
8 Cari dan persiapkan lokasi
penyuntikan. Palpasi lokasi pnusukan
tersebut untuk mengecek edema, massa
atau nyeri tekan. Hindari area yang
terdapat jaringan paut, memar, lecet
dan infeksi.
9 Minta pasien untuk merelaksasikan
lengan, abdomen dan tungkainya
tergantung tempat suntikan yang
dipilih
10 Relokasi tempat penusukan dengan
penanda anatomis
11 Pasang perlak dibawah daerah yang
disuntikkan
12 Siapkan obat yang akan disuntikkan
13 Area penyuntikan SC diusap dengan
alcohol swab secara sirkuler dan
tunggu hingga kering sekitar 5 cm
14 Pegang kapas dengan tangan non
dominan
15 Siapkan spuit, pegang spuit dengan
salah satu tangan yang dominan antara
ibu jari dan jari telunjuk dengan telapak
tangan menghadap ke bawah
16 Gunakan tangan yang tidak memegang
spuit untuk mengangkat/meregangkan
kulit
17 Melakukan suntikan dengan sudut 45-
90o
18 Untuk pasien dengan BB sedang,
dengan tangan non dominan
diregangkan kedua belah sisi kulit
tempat penusukan dengan kuat/cubit
kulit yang akan menjadi tempat
penusukan.
Jika BB obesitas, cubit kulit pada
tempat tusukan dan sutik jarum
dibawah lipatan kulit.
19 Lepaskan cubitan/renggangkan kulit di
area cubitan
20 Lakukan aspirasi, jika tidak terdapat
darah di dalam spuit maka penusukan
SC benar dan masukkan obat dengan
kecepatan 1ml/10 detik
5
21 Tunggu 10 detik, kemudian Tarik spuit.
dengan gentle diikuti meletakkan
alcohol swab dan di tekan berlahan.
jangan masase di area penusukan
22 Merapihkan alat dan reposisi klien
23 Cuci tangan
24 Terminasi
25 Dokumentasi dengan SOAP (catat
dosis, waktu dan rute obat)
26 Evaluasi respon pasien terhadap obat
(15 s.d 30 menit), amati reaksi alergi
5
BAB VIII
MATERI
6
A. Judul Materi
Prinsip dasar biolistrik dan penerapan biolistrik pada alat-alat yang digunakan dalam
bidang keperawatan anestesiologi.
B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu menguasai dan mengaplikasikan prinsip dasar bio listrik dan bio
optik (C3, A2, P2).
C. Materi
1. Konsep Dasar
Biolistrik adalah daya listrik hidup yang terdiri dari pancaran elektronelektron
yang keluar dari setiap titik tubuh (titik energi) dan muncul akibat adanya
rangsangan penginderaan. Pikiran kita terdiri dari daya listrik hidup, semua daya ini
berkumpul didalam pusat akal didalam otak dalam bentuk potensi daya listrik. Dari
pusat akal, daya ini kemudian diarahkan ke seluruh anggota tubuh kita, yang
kemudian bergerak oleh perangsangnya. Potensi daya listrik hidup ini, yang
tertimbun didalam pusat akal harus di tuntut oleh sesuatu supaya mengalir untuk
mengadakan gerakan tubuh kita atau bagian-bagian tubuh lainnya (Astawa I.P.A,
2014).
Biolistrik merupakan energi yang dimiliki bersumber dari ATP (Adenosine Tri
Posphate), dimana ATP ini di hasilkan oleh salah satu energi yang bernama
mitchondria melalui proses respirasi sel. Biolistrik juga merupakan fenomena sel.
Sel-sel mampu menghasilkan potensial listrik yang merupakan lapisan tipis muatan
positif pada permukaan luar dan lapisan tipis muatan negative pada permukaan
dalam bidang batas/membran. Kemampuan sel syaraf (neurons) menghantarkan
isyarat biolistrik sangat penting. Transmisi sinyal biolistrik (TSB) mempunyai
sebuah alat yang dinamakan Dendries yang berfungsi mentransmsikan isyarat dari
sensor ke neuron. Aktifitasi bolistrik pada suatu otot dapat menyebar ke seluruh
tubuh seperti gelombang pada permukaan air (Astawa I.P.A, 2014).
5
2. Kelistrikan dalam Tubuh
Kelistrikan memegang peranan penting dalam bidang kesehatan. Ada dua aspek
dalam bidang kesehatan yaitu listrik dan magnet yang timbul dalam tubuh manusia,
serta penggunaan listrik dan magnet pada permukaan tubuh manusia. Listrik yang
ada pada tubuh kita disebut dengan Biolistrik atau sering diartikan sebagai listrik
yang terdapat pada makhluk hidup, yang mana berasal dari kata bio berarti makhluk
hidup dan kata listrik. Listrik yang dihasilkan di dalam tubuh berfungsi
mengendalikan dan mengoperasikan saraf, otot, dan berbagai organ. Pada dasarnya,
semua fungsi dan aktivitas tubuh sedikit banyak melibatkan listrik. Gaya-gaya yang
ditimbulkan oleh otot disebabkan tarik-menarik antara muatan listrik yang berbeda.
Kerja otot, otak, dan jantung pada dasarnya bersifat elektrik (listrik) (Astawa I.P.A,
2014).
Tegangan listrik terjadi jika ada beda potensial, perbedaan jumlah elektron dari
satu sisi ke sisi yang lain mengakibatkan pergerakan elektron untuk mencapai
kesetabilan. Proses pergerakan elektron yang justru mengakibatkan terjadinya
perbedaan jumlah mengakibatkan medan listrik selalu aktif. Dalam tubuh juga
demikian akan selalu muncul arus listrik, untuk menjaga supaya tegangan dan arus
listrik selalu dalam kondisi homeostasis maka harus mengkonsumsi elektrolit secara
seimbang. Elektrolit yang sangat berperan dalam tubuh yaitu Na+, K+ dan Ca+.
Elatrolit Na+, K+ sangat dibutuhkan oleh sel-sel saraf sehingga dapat
menghantarkan signal transduksi. Dengan adanya signal transduksi tersebut maka
saraf sensorik (penerima rangsang) dan sarah motorik bekerja selaras baik
sinergistik maupun antagonistik (Washudi & Tanto, 2016).
5
Gambar. Sel saraf dengan Pertukaran Na+ dan K+ pada Membran Sel
Gambar di atas lebih memperjelas kepada kita bahwa antara elektrolit di luar sel
dan di dalam membran sel mempunyai beda potensial yang disebabkan oleh jumlah
muatan ion Na+ (luar sel) dan K+ (dalam sel) berbeda. Perbedaan ini akan semakin
tinggi jika ada perpindahan ion ke dalam atau keluar melalui chanel ion yang
spesifik. Semakin tinggi beda potensial maka akan mengakibatkan adanya kontraksi
pada otot, kontraksi ini disebabkan oleh energi yang dilepas oleh sel akibat adanya
beda potensial tersebut. Jika perbedaan ion antara yang di dalam dan di luar sel
belum melampaui batas ambang (treshold) maka tidak menimbulkan kontraksi pada
otot tersebut (Washudi & Tanto, 2016).
Gambar. Jika melampaui batas treshold poin (TP) maka kontraksi akan terjadi
5
Gambar di atas menunjukkan bagaimana mekanisme kontraksi otot jantung
bekerja dengan adanya perpindahan ion Ca+ dan K+ pada sel-sel jantung, sehingga
menimbulkan kontraksi yang poten untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Jika
belum mencapai batas treshold maka kontraksi tidak optimal dan dan sistem pompa
darah akan tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh (Washudi & Tanto, 2016).
Kerja jantung yang ritmis dikendalikan oleh suatu sinyal listrik yang diawali
oleh stimulasi spontan sel-sel otot khusus yang terletak di atrium kanan. Sel-sel ini
membentuk nodus sinoatrium (SA), atau petnacu jantung, Nodus SA melepaskan
sinyal dengan interval teratur sekitar 72 kali per menit; namun, kecepatan pelepasan
sinyal ini dapat meningkat atau menurun bergantung pada saraf yang terletak di luar
jantung sebagai respons terhadap kebutuhan tubuh akan darah serta rangsangan
lainnya. Sinyal listrik dari nodus SA memicu depolarisasi sel-sel otot kedua atrium
sehingga keduanya berkontraksi dan memompa darah ke dalam ventrikel. Kemudian
terjadi repolarisasi atrium untuk melihat bentuk potensial aksi). Sinyal listrik
kemudian berjalan menuju nodus atrioventrikel (AV) yang memicu depolarisasi
ventrikel kanan dan kiri sehingga kedua ventrikel berkontraksi dan mendorong darah
ke dalam sirkulasi paru dan umum. Otot ventrikel kemudian mengalami repolarisasi
dan rangkaian proses ini kembali berulang. Depolarisasi dan repolarisasi otot
jantung menyebabkan arus mengalir di dalam badan, menimbulkan potensial listrik
di kulit (Astawa I.P.A, 2014).
Ada beberapa sinyal-sinyal listrik yang direkam oleh jantung, diantaranya
pemeriksaan elektrokardiogram (EKG); dari otak elektroensefalogram (EEG); dari
otot elektromiogram (EMG) dan elektroretinogram (ERG); dari otot mata
elektrookulogram (EOG) dan magnetokardiogram (MKG) (Astawa I.P.A, 2014).
5
simultan untuk memenuhi kebutuhan perfusi darah di seluruh tubuh. Sinyal ini
direkam menggunakan perangkat elektrokardiograf.
Perangkat ini bemacam-macam bentuknya sesuai dengan kepentingan
perekaman sinyal EKG yang dilakukan. Misalnya untuk standard clinical ECG,
menggunakan 12 elektroda, dan peraga yang digunakan berupa kertas rekam
EKG, sedangkan untuk monitoring ECG, dapat digunakan 1 atau 2 elektroda
dengan peraga berupa sinyal.
Hasil rekaman EKG mempunyai bentuk yang spesifik sehingga dapat
dijadikan sebagai acuan untuk menentukan kondisi kesehatan jantung seseorang
oleh dokter ahli jantung. Sinyal EKG mempunyai tegangan sampai 0,3mV dan
rentang frekuensi antara 0,03 – 100 Hz. Sinyal ini dideteksi dan direkam
menggunakan perangkat elektrokardiografi. Pada dasarnya EKG terdiri dari
banyak gelombang, yang tiap gelombang mewakilkan satu denyut jantung (satu
kali aktifitas listrik jantung).
5
yang berbeda. Fungsi dasar dari elektroda adalah mendeteksi sinyal kelistrikan
jantung. Dengan kata lain sebagai transduser untuk mengkonversi informasi
biologis menjadi sinyal elektrik yang dapat diukur. Transduser ini dipakai
dengan menggunakan interface jelly elektroda-electrolyte. Dengan
menggunakan elektroda Ag/AgCl mengurangi noise dengan frekuensi rendah
pada sinyal ECG yang terjadi karena pergerakan. Dalam pengambilan sinyal
elektrokardiografi terdapat berbagai metode yang bisa dilakukan yaitu :
1) Standard Clinical EKG
Menggunakan 10 elektroda (12 lead) digunakan untuk menganalisis kondisi
kesehatan jantung pasien.
2) Vectorcardiogram/ Standart Monitoring
Pemodelan potensial tubuh sebagai vektor 3 dimensi dengan menggunakan
sadapan bipolar (Einthoven) atau Unipolar. Pengambilan sinyal jantung
melalui 3 titik tertentu pada tubuh, yang digunakan untuk memantau
kondisi kesehatan jantung pasien dalam jangka waktu tertentu.
Selain pengambilan sinyal EKG, terdapat juga 3 jenis sadapan (lead) pada EKG,
yaitu :
1) Sadapan Prekordial
Merupakan sadapan V1, V2, V3, V4, V5, dan V6 yang ditempatkan secara
langsung di dada.
5
Sadapan V4 ditempatkan di ruang intercostal V di linea (sekalipun
detak apeks berpindah).
Sadapan V5 ditempatkan secara mendatar dengan V4 di linea axillaris
anterior.
Sadapan V6 ditempatkan secara mendatar dengan V4 dan V5 di linea
midaxillaris.
2) Sadapan Unipolar
5
Lead I : merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) yang
bermuatan negatif (-) tangan kiri bermuatan positif (+).
Lead II : merekam beda potensial antara tangan kanan (-) dengan kaki
kiri (LF) yang bermuatan (+).
Lead III : merekam beda potensial antara tangan kiri (LA) yang
bermuatan (-) dan kaki kiri (+).
5
Gambar. Sadapan EKG pada semua area
Gambar di atas menunjukkan bagaimana letak sadapan EKG secara
menyeluruh, dalam hal ini kita dapat merekam lokasi superior kanan dan kiri
serta daerah inferior (apex). Kelainan yang di gambarkan oleh rekaman EKG
menunjukkan kelainan sistem konduksi, yaitu sistem kelistrikan pada EKG. Jika
dalam kelistrikan menunjukkan hambatan atau pemanjangan maka
menunjukkan gambaran kontraksi untuk pemompaan jantung tidak optimal.
5
4) Gambaran EKG
Satu gelombang EKG terdiri dari beberapa titik gelombang ada yang
disebut interval dan segmen. Titik terdiri dari titik P, Q, R, S, T dan U
(kadang sebagian referensi tidak menampilkan titik U) sedangkan Interval
terdiri dari PR interval, QRS interval dan QT interval dan Segmen terdiri
dari PR segmen, dan ST segmen.
5
sepanjang garis vertikal dan dinyatakan dalam milimeter (10 mm =
imV). Untuk praktisnya kecepatan pencatatan adalah 25 mm/detik.
b) Kompleks EKG normal
Huruf besar QRS menunjukkan gelombang-gelombang yang relatif
besar (5mm) ; huruf kecil (qrs) menunjukkan gelombang-
gelombang kecil (dibawah 5 mm).
Gelombang P (P wave) : defleksi yang dihasilkan oleh depolarisasi
atrium.
Gelombang Q (q) atau Q wave : defleksi negatif pertama yang
dihasilkan oleh depolarisasi ventrikel dan mendahului defleksi
positif pertama (R).
Gelombang R (r) atau R wave : defleksi positif pertama dari
depolarisasi ventrikel.
Gelombang S (s) atau S wave : defleksi negatif pertama dari
depolarisasi ventrikel setelah defleksi positif pertama R.
Gelombang T (T wave) defleksi yang dihasilkan sesudah
gelombang QRS oleh repolarisasi ventrikel.
Gelombang U (U wave) : suatu defleksi (biasanya positif) terlihat
setelah gelombang T dan mendahului gelombang P berikutnya.
Biasanya terjadi repolarisasi lambat pada sistem konduksi
inverventrikuler (Purkinje).
c) Nilai interval normal
Nilai R - R : jarak antara 2 gelombang R berturut-turut. Bila irama
ventrikel teratur, interval antara 2 gelombang R berturut-turut
dibagi dalam 60 detik akan memberikan kecepatan jantung
permenit (heart rate). Bila irama ventrikel tidak terartur, jumlah
gelombang R pada suatu periode waktu (misalnya 10 detik) harus
dihitung dan hasilnya dinayatakan dalam jumlah permenit. Contoh
: bila 20 gelombang yang dihitung dalam suatu interval 10 detik,
maka frekwensi jantung adalah 120 per menit.
Interval P-P : pada sinus ritme interval P-P akan sama dengan
interval R-R. Tetapi bila irama ventrikel tidak teratur atau bila
kecepatan atrium dan venrikel berbeda tetapi teratur, maka interval
5
P-P diukur dari titik yang sama pada 2 gelombang P berturut-turut dan
frekwensi atrial per menit dihitung seperti halnya frekwensi ventrikel.
Interval P-R : Pengukuran interval ini untuk mengetahui waktu
konduksi atrio ventrikel. Termasuk disini waktu yang diperlukan untuk
depolarisasi atrium dan sebagian depolarisasi atrium, tambah
perlambatan eksitasi daripada nodus atrio ventrikuler. Diukur mulai
dari permulaan gelombang P sampai permulaan kompleks QRS.
Sebenarnya lebih tepat interval ini disebut P-Q. Nilai normalnya : 0,12 -
0,20 detik.
Interval QRS : Interval ini adalah pengukuran seluruh waktu
depolarisasi ventrikel. Diukur dari permulaan gelombang Q (R bila tidak
terlihat Q) sampai akhir gelombang S. Batas atas nilai normalnya adalah
0,1 detik. Kadangkadang pada sandapan prekordial V2 atau V3, interval
ini mungkin 0,11 detik. Interval Q-T : Interval ini diukur dari permulaan
gelombang Q sampai akhir gelombang T. Dengan ini diketahui lamanya
sistole elektrik.
Interval Q-T normal tidak melebihi 0,42 detik pada pria dan 0,43 detik
pada wanita.
Interval Q-U : pengukuran ini mulai dari awal gelombang Q sampai
akhir gelombang U. Tidak diketahui arti kliniknya.
d) Segmen normal
Segmen P-R : adalah bagian dari akhir gelombang P sampai permulaan
kompleks QRS. Segmen ini normal adalah isoelektris. RS-T junction
(J) : adalah titik akhir dari kompleks QRS dan mulai segmen RS-T. Segmen
RS-T (segmen S-T), diukur mulai dari J sampai permulaan gelombang T.
Segmen ini biasanya isoelektris tetapi dapat bervaraisi antara 0,5 sampai + 2
mm pada sandapam prekordial. Elevasi dan depresinya dibandingkan dengan
bagian garis dasar (base line) antara akhir gelombang T dan permulaan
gelombang P (segmen T-P).
5
PEMASANGAN INFUS
Pemasangan infus termasuk salah satu prosedur medis yang paling sering dilakukan
sebagai tindakan terapeutik. Pemasangan infus dilakukan untuk memasukkan bahan-bahan
larutan ke dalam tubuh secara kontinyu atau sesaat untuk mendapatkan efek pengobatan
secara cepat. Bahan yang dimasukkan dapat berupa darah, cairan atau obat-obatan. Istilah
khusus untuk infus darah adalah transfusi darah.
1. Indikasi
Indikasi infus adalah menggantikan cairan yang hilang akibat perdarahan, dehidrasi
karena panas atau akibat suatu penyakit, kehilangan plasma akibat luka bakar yang luas.
2. Perhatian
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada tindakan pemasangan infus adalah:
a. Sterilitas
Tindakan sterilitas dimaksudkan supaya mikroba tidak menyebabkan infeksi lokal
pada daerah tusukan dan supaya mikroba tidak masuk ke dalam pembuluh darah
mengakibatkan bakteremia dan sepsis. Beberapa hal perlu diperhatikan untuk
mempertahankan standard sterilitas tindakan, yaitu :
1) Tempat tusukan harus disucihamakan dengan pemakaian desinfektan (golongan
iodium, alkohol 70%).
2) Cairan, jarum dan infus set harus steril.
3) Pelaku tindakan harus mencuci tangan sesuai teknik aseptik dan antiseptik yang
benar dan memakai sarung tangan steril yang pas di tangan.
4) Tempat penusukan dan arah tusukan harus benar. Pemilihan tempat juga
mempertimbangkan besarnya vena. Pada orang dewasa biasanya vena yang
dipilih adalah vena superficial di lengan dan tungkai, sedangkan anak-anak dapat
juga dilakukan di daerah frontal kepala.
5
66
b. Fiksasi
Fiksasi bertujuan agar kanula atau jarum tidak mudah tergeser atau tercabut. Apabila
kanula mudah bergerak maka ujungnya akan menusuk dinding vena bagian dalam
sehingga terjadi hematom atau trombosis.
c. Pemilihan cairan infus :
Jenis cairan infus yang dipilih disesuaikan dengan tujuan pemberian cairan. d.
Kecepatan tetesan cairan :
Untuk memasukkan cairan ke dalam tubuh maka tekanan dari luar ditinggikan atau
menempatkan posisi cairan lebih tinggi dari tubuh. Kantung infus dipasang ± 90 cm di
atas permukaan tubuh, agar gaya gravitasi aliran cukup dan tekanan cairan cukup kuat
sehingga cairan masuk ke dalam pembuluh darah. Kecepatan tetesan cairan dapat diatur
sesuai dengan kebutuhan. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa volume tetesan tiap set
infus satu dengan yang lain tidak selalu sama dan perlu dibaca petunjuknya.
d. Selang infus dipasang dengan benar, lurus, tidak melengkung, tidak terlipat atau terlepas
sambungannya.
e. Hindari sumbatan pada bevel jarum/kateter intravena. Hati-hati pada penggunaan kateter
intravena berukuran kecil karena lebih mudah tersumbat.
f. Jangan memasang infus dekat persendian, pada vena yang berkelok atau mengalami
spasme.
g. Lakukan evaluasi secara periodik terhadap jalur intravena yang sudah terpasang
Pencapaian Kompeten
No Aspek yang Dinilai Ya Tdk Ya Tdk
1 1.1 Salam terapeutik disampaikan kepada pasien
1.2 Adanya data gangguan pemenuhan kebutuhan cairan,
elektrolitdan darah dikaji dan diidentifikasi
2 2.1 Alat-alat disiapkan sesuai standar
a. Bak instrumen steril : sarung tangan steril1 psg, kassa
steril, kom steril 1 buah, pinset anatomid 1 buah
b. kapas alcohol 70% pada tempatnya‗
c. Infus set
d. IV cath sesuai ukuran
e. korentang pada tempatnya
f. Cairan sesuai program
g. Perlak dan pengalas
h. Spalk dengan perban gulung
i. Plester
j. gunting, bengkok
k. Standar infus
l. tempat sampah
m. Turniquit
2.2 Alat-alat ditempatkan pada tempat/trolly yang bersih dan
ditata rapi
3. Kateter IV Line
Penggunaan ukuran kateter intravena tergantung dari pasien dan tujuan terapi intravena itu sendiri.
B. TUJUAN
1. Menurunkan resiko infeksi
2. Mempertahankan kepatenan aliran infuse dan selang infus
C. KEBIJAKA
NIndikasi:
Perawatan infus dilakukan tiap 48-96 jam atau ketika keadaan kassa infus basah, terdapat
rembesan darah, atau rusaknya kassa yang melindungi area pemasukan
Kontraindikasi:
Tidak ada
Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan
1. Jika terjadi tanda-tanda infeksi, lakukan kompres hangat di daerah penusukan dan
lepaskan abocath
2. Perawat harus memperhatikan hal-hal berikut:
a. Botol infus (biasa disebut kolf),idealnya harus diganti tiap 24 jam, berapapun sisa dari
isi kolf tersebut untuk meminimalisir resiko kontaminasi
b. Selang infus idealnya diganti 48-96 jam
c. Perawatan infus diganti setiap hari atau dalam kondisi tertentu
d. Lakukan tindakan yang tepat ketika terjadi masalah seperti ditunjukan tabel di bawah
ini:
Tabel SKALA PHLEBITIS
Ska Tanda dan Gejala Solusi
0 Tidak ada tanda dan gejala Observasi
1 Nyeri kemerahan ringan di area Observasi
Penusukan
D. PERSIAPAN ALAT
C Tahap Kerja
1. Pakai sarung tangan yang bersih
2. Posisikan klien supine atau semi fowler dengan
tangan diluruskan, area yang terpasang infuse
menghadap ke atas.
3. Ambil plester dan kassa yang melekat dilokasi
penusukan. Biarkan pleater yang memfiksasi bagian
tubuh kateter abocath
4. Observasi kelancaran tetesan infuse, adanya
pembengkakan, kemerahan atau rasa nyeri yang
berlebihan di lokasi penusukan
5. Bersihkan dengan cairan desinfektan area penusukan
dengan gerakan sirkular dari arah dalam ke luar
6. Pasang kasa atau ―transpanrent dressing‖ di atas
lokasi penusukan
7. Fiksasi kembali di atas kassa dengan
C 8. Pasang label yang berisi tanggal dan waktu
dilakukannya perawatan infuss
D Tahap Terminasi
1. Rapikan alat dan klien
2. Evaluasi kegiatan dan respon klien
3. Jelaskan RTL dan kontrak selanjutnya.
4. Berdoa dan Salam.
E Dokumentasi
Dokumentasikan prosedur pelaksanaan dan respon klien
KETERAMPILAN 8
PEMASANGAN KATETER URIN (PRIA DAN WANITA)
DAN PERAWATAN KATETER URIN
1. PENGERTIAN
Kateter adalah pipa untuk memasukkan atau mengeluarkan cairan. Kateter terutama terbuat
dari bahan karet atau plastik, metal, woven silk dan silicon. Vesika urinaria adalah sebuah
kantong yang berfungsi untuk menampung air seni yang be rubah- ubah jumlahnya yang
dialirkan oleh sepasang ureter dari sepasang ginjal. Kateterisasi urin adalah dimasukkannya
kateter melalui urethra ke dalam vesika untuk mengeluarkan urine. Kateterisasi urine adalah
tindakan memasukan selanng kateter kedalam vesika melalui uretra ,dengan tujuan
mengeluarkan urin.
2. TUJUAN
a. Untuk segera mengatasi distensi vesika urinaria.
b. Untuk pengumpulan spesimen urine.
c. Untuk mengukur residu urine setelah miksi di dalam vesika urinaria.
d. Untuk mengosongkan vesika urinaria sebelum dan selama pembedahan .
Perhatian:
a. Pelaksana harus memiliki pengetahuan dasar tentang anatomi dan fisiologi dan sterilitas
dalam rangka tindakan preventif memutus rantai penyebaran infeksi nosokomial.
b. Cukup ketrampilan dan berpengalaman untuk melakukan tindakan dimaksud
c. Usahakan jangan sampai menyinggung perasaan pasien, melakukan tindakan harus sopan,
perlahan-lahan dan berhati-hati
d. Diharapkan pasien telah menerima penjelasan yang cukup tentang prosedur dan tujuan
tindakan.
e. Pasien yang telah mengetahui dengan jelas segala sesuatu tentang tindakan yang akan
dilakukan pasien atau keluarga diharuskan menandatangani informed consent .
Tindakan memasukkan kateter kedalam buli-buli melalui uretra dinamakan kateterisasi uretra.
Indikasi kateterisasi dapat untuk membantu menegakkan diagnosis dan tindakan terap.
D Tahap Terminasi
a. Observasi pengeluaran urine (jumlah, warna dan bau
b. Tanyakan respon klien setelah pemasangan kateter
c. Observasi daerah sekitar pemasangan kateter
E Dokumentasi
a. Hasil : jumlah, warna, kekeruhan, bau, ada darah/nanah tidak
b. Respon : nyeri, ketidaknyamanan
2. TUJUAN
a. Mahasiwa mampu melakukan pemasangan NGT dan OGT pada klien sesuai dengan
indikasinya.
b. Menjelaskan indikasi pemasangan NGT dan OGT
c. Menjelaskan komplikasi pemasangan NGT dan OGT
d. Menjelaskan kontraindikasi pemasangan NGT dan OGT
3. KEBIJAKAN/INDIKASI/KONTRAINDIKASI
A. Indikasi
1) Menurunkan tekanan saluran Gastrointestinal yang disebabkan oleh air, udara, dan
darah
B. Kontraindikasi
1) Trauma kepala, maxillofacial injury, or anterior fossa skull fracture (oemasangan
NGT melalui hidung mempunyai potensial masuk lewat cribiform plate yang
dapat menyebabkan peningkatan intrakranial otak)
C. Komplikasi
1) Pemberian nutrisi enteral tidak boleh dilakukan pada klien dengan kondisi berikut:
2) Perdarahan gastrointerstinal berat
3) Vomitus yang persisten da intractable
4) Obstruksi usus
5) Fistula esophagus atau lambung
6) Refluks esophagus
7) Pengosongan lambung sangat lambat
8) Kondisi-kondisi yang mengakibatkan perubahan fungsi saluran cerna (osbtruksi
menyeluruh pada saluran cerna bagian distal, perdarahan saluran cerna yang hebat,
fistula enterokutan high-output, intractable diarrhea, kelainan kongenital pada
saluran cerna)
9) Gangguan perfusi saluran cerna (instabilitas hemodinamik, syok septic)
C. PERSIAPAN
1. Persiapan Alat dan Bahan
a. NGT
b. Stetoskop
c. Jelly
d. Klem dan pinset
e. Handuk, tissue dan bengkok
f. Segelas air putih dan sedotan
g. Plester
h. Spuit 20 cc atau 50 cc
i. Spatel lidah
j. Senter
k. Sarung tangan ( prinsip bersih)
l. Kapas bensin/alkohol
m. Pin
2. Persiapan Perawat
Penguasaan konsep yang terkait dengan prosedur, seperti : batasan, rasional, tujuan,
prinsip, dan tahapan tindakan. Menjaga sikap professional dan komunikasi
terapeutik dengan klien dan keluarga
KOMPETENSI
PELAKSANAAN
Ket: Penilaian PEMASANGAN NGT
2. Tahap Orientasi
a. Berikan salam
b. Validasi kondisi klien
c. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan kepada klien: tujuan,
prosedur,
b. waktu dan peran perawat klien.
c. Mengintruksikan kepada klien untuk menunjukkan jari jika
merasa tidak nyaman selama tindakan dilakukan
d. Menjaga privacy klien
e. Memberikan kesempatan pada klien sebelum tindakan
dimulai.
f. Berdoa
3. Tahap Kerja
a. Mengatur posisi klien duduk atau high fowler atau semi
fowler
b. Kaji kepatenan lubang hidung
c. Meletakkan haduk didada klien dan bengkok disamping klien.
d. Mengukur panjang tube yang akan dimasukkan dengan
menggunakan metode:
- Metode tradisional : ukur jarak dari puncak lubang hidung kedaun
bawah telinga dan keprosesus xifoidius di sternum
- Metode hanson : mula-mula tandai 50 cm pada tube kemudian
lakukan pengukuran dengan metode tradisional. Tube akan
dimasukkan pertengahan antara 50 cm dan tanda tradisional.
4. Tahap Terminasi
a. Rapikan alat dan klien
b. Evaluasi respon klien: ketidaknyaman, kepatenan letak selang NGT
5. Dokumentasi
Lakukan pendokumentasian tindakan yang sudah dilakukan.