Anda di halaman 1dari 52

Pertemuan 6

Tutor : Ns. Rr. Atih Utari Rizky, S. Kep, CWCCA

Waktu: 2 x 60 menit
1. Terapi O2 dan nebulizer
2. Suction
3. Mobilisasi pada pasien dengan cedera: alat gerak, tulang belakang
4. Ambulasi pasien post operasi
5. Fraktur dan dislokasi
6. Immunisasi
7. KB

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 1


TERAPI OKSIGEN
Pengertian
Terapi oksigen diindikasikan bagi penderita yang mengalami kondisi hipoksemia (PaO2 <60
mmHg atau SaO2 <90%) dan diperuntukkan bagi berbagai kondisi yang memberikan gejala
hipoksemia kronis dan peningkatan kerja kardiovaskular.

Tujuan
1. Mengatasi hipoksemia
2. Menurunkan usaha napas
3. Mengurangi kerja miokardium

Metode Pemberian
1. Sistem Aliran Rendah
a. Kanula Nasal (Nasal prong)
- Berbentuk selang yang dimasukkan ke lubang hidung
- Diidikasikan untuk aliran rendah O2, tambahan dengan persentase rendah.
- Kecepatan aliran 1 – 6 L/menit
- Memberikan oksigen dengan FiO2 25 – 45%
- Pemberian yang lama dapat membuat mukosa kering, sehingga pemberian
harus menggunakan pelembab
- Pasien dapat makan, minum, berbicara saat pemasangan

b. Sungkup Muka Sederhana (Simple Face Mask)


- Merupakan alat pemberian O2 kontinu atau selang-seling
- Diindikasikan untuk suplementasi oksigen dengan persentase lebih tinggi
- Memberikan oksigen 35 – 60%
- Kecepatan aliran 6 – 10 L/menit

c. Sungkup Muka Non-Rebreathing Mask (NRM)


- Merupakan teknik pemberian O2 dengan konsentrasi O2 dimana udara
inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi. Dindikasikan untuk
persentase FiO2 yang lebih tinggi
- Digunakan bersama kantung reservoar
- Kecepatan aliran 10 – 15 L/menit, memberikan oksigen sampai 100%
- Katup satu arah mencegah masuknya udara kamar selama inspirasi dan
retensi gas yang dihembuskan yaitu CO2 selama ekspirasi.
- Kedua katup dilepaskan menghasilkan FiO2 yang lebih rendah (8 – 85%)
- Satu katup dilepaskan menghasilkan FiO2 yang lebih tinggi (85 – 90%)
- Kedua katup yang digunakan menghasilkan FiO2 maksimal (95 – 100%)

d. Sungkup muka parsial rebreathing


- Suatu teknik pemberian O2 dengan konsentrasi tinggi yaitu 50 – 60% dengan
aliran 6 – 10 L/mnt.

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 2


- Kantong reservoar oksigen yang dipasang memungkinkan pasien menghirup
udara kembali sepertiga udara yang telah diekshalasikan

2. Sistem aliran Tinggi


a. Sungkup Muka Venturi
- Diindikasikan untuk titrasi persentase oksigen yang lebih tepat
- Kecepatan aliran 4 – 12 L/menit
- Memberikan Oksigen 24 – 60%
- Menggunakan set FiO2 yang diinginkan secara bertahap atau adaptor
bewarna yang dapat dipilih untuk memberikan FiO2 yang diinginkan
- Sungkup venturi mempunyai katup dengan ukuran dan kode warna berbeda.
Setiap alat memerlukan aliran gas tertentu untuk menghasilkan konsentrasi
oksigen yang tetap
- Kode Warna:
o Biru : 24%
o Putih : 28%
o Jingga : 31%
o Kuning : 35 %
o Merah : 40%
o Hijau : 60%

b. High Flow Nasal Canula (HFNC)*


 Diindikasikan untuk pasien dengan gagal nafas untuk mengurangi kebutuhan
intubasi dan ventilasi mekanik
 Diperlukan dalam kondisi jumlah ventilator terbatas
 Kecepatan aliran s.d 60 lpm
 Memiliki pengaturan untuk Flow, FiO2, temperature, dan humidity

c. Bag Valve Mask (BVM)


- Diindikasikan untuk ventilasi manual pada pasien yang tidak bernapas atau
tidak efektif
- Dapat memberikan oksigen 100% ketika disambungkan dengan sumber
oksigen

* Mulai dikembangkan mulai April 2020 oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
selama wabah corona
* Resume diambil dari bahan ajar Terapi Oksigen dan Monitoring Pasien Kritis Covid 19
oleh dr. Faisal Muchtar, Sp. An, KIC

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 3


Gambar 13.1 Metode pemberian oksigen

Intervensi Pemberian Oksigen Berdasarkan SpO2

SpO2 Intervensi Pemberian Oksigen

> 95% Dianggap normal, hanya monitoring, tidak perlu terapi

Mulailah dengan pemberian O2 Nasal Canul 2 liter/menit,


91 – 94%
dititrasi sampai SpO2 > 95%

Intervensi segera pada SpO2 <91 %. Elevasi kepala dan minta


pasien bernapas dalam
Titrasi pemberian O2 sampai SpO2 > 95%,
85 – 90%
Gunakan Simple mask atau NRM
Nilai pernapasan, kapan perlu lakukan suction
Persiapakan ventilasi manual dan intubasi

Berikan oksigen 100%,


< 85 % Atur tempat duduk pasien, suction, napas dalam
Berikan ventilasi manual dan lakukan intubasi

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 4


PROSEDUR PEMBERIAN BANTUAN OKSIGENASI

Peralatan :
1. Sumber oksigen
2. Alat bantu oksigenasi sesuai kebutuhan
3. Flow meter
4. Humidifier
5. Cairan steril
6. Stetoskop

Prosedur :
 Identifikasi pasien menggunakan minimal dua identitas
 Jelaskan tujuan dan langkah langkah prosedur
 Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
 Lakukan kebersihan tangan 6 langkah
 Tuangkan cairan steril ke humidifier sesuai batas
 Pasang flow meter dan humidifier ke sumber oksigen
 Sambungkan alat bantu ke sumber oksigen
 Atur aliran oksigen sesuai alat bantu yang digunakan
 Pastikan oksigen mengalir melalui selang, jika menggunakan NRM atau RM, pastikan
kantong reservoir mengembang
 Tempatkan cabang nasal kanul pada lubang hidung kemudian lingkarkan selang
mengitari belakang telinga dan atur pengikatnya
 Jika menggunakan masker, pasangkan masker menutupi hidung dan mulut kemudian
lingkarkan dan eratkan tali karet melingkari kepala. Bersihkan kulit dan masker
setiap 2 - 3 jam jika pemberian oksigen dilakukan secara kontinu
 Monitor cuping, septum, dan hidung luar terhadap adanya gangguan integritas mukosa/
kulit hidung per 8 jam
 Monitor kecepatan oksigen dan status pernafasan (frekuensi, upaya nafas, bunyi paru,
saturasi oksigen) tiap 8 jam atau sesuai indikasi
 Pasang tanda oksigen sedang digunakan di dinding belakang tempat tidur dan pintu kamar,
jika perlu
 Rapikan pasien dan alat yang digunakan
 Lakukan kebersihan tangan 6 langkah
 Dokumentasikan prosedur tindakan dan respon pasien meliputi : metode
pemberian oksigen, kecepatan aliran, respon pasien, efek samping
atau efek merugikan yang terjadi

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 5


PROSEDUR MELAKUKAN TERAPI NEBULISASI
Pengertian
Proses memencarkan obat cair menjadi partikel-partikel mikroskopik (aerosol) dan
memasukkannya ke dalam paru-paru ketika pasien melakukan inspirasi.
Tujuan
1. Memberikan obat langsung ke saluran pernapasan untuk mengeluarkan sputum.
2. Mengurangi kesulitan mengeluarkan sekret pernapasan yang kental dan lengket.
3. Meningkatkan kapasitas vital.
4. Meringankan sesak napas.
5. Melonggarkan jalan nafas
Persiapan Alat
1. Mesin nebulizer
2. Masker dan selang nebulizer sesuai ukuran
3. Obat inhalasi sesuai program
4. Cairan NaCl sebagai pengencer, jika perlu
5. Sumber oksigen, jika tidak menggunakan mesin nebulizer
6. Sarung tangan
7. Tisu
Prosedur
1. Identifikasi pasien menggunakan minimal dua identitas
2. Jelaskan tujuan dan langkah langkah prosedur
3. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
4. Lakukan prinsip 6 benar
5. Lakukan kebersihan tangan 6 langkah
6. Pasang sarung tangan
7. Posisikan pasien senyaman mungkin dengan posisi fowler atau semi fowler
8. Masukkan obat dalam chamber nebulizer
9. Hubungkan selang ke mesin nebulizer atau sumber oksigen
10. Pasang masker menutupi hidung dan mulut
11. Anjurkan untuk melakukan napas dalam saat inhalasi dilakukan
12. Mulai lakukan inhalasi dengan menyalakan mesin nebulizer atau mengalirkan oksigen
6 - 8 L/ menit
13. Monitor respon pasien hingga obat habis
14. Bersihkan daerah mulut dan hidung dengan tisu
15. Rapikan pasien dan alat alat yang digunakan
16. Lepaskan sarung tangan
17. Lakukan kebersihan tangan 6 langkah
18. Dokumentasikan prosedur yang telah dilakukan dan respon pasien

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 6


SUCTION
Pengertian
Penghisapan lendir atau suction adalah aspirasi lendir (sekret) melalui sebuah kateter yang
dihubungkan ke mesin penghisap atau saluran penghisap dengan tekanan tertentu.

Tujuan
1. Membantu pengeluaran sekret pasien yang tidak mampu mengeluarkan sekret sendiri
2. Membersihkan dan memelihara jalan napas agar tetap bersih
3. Memenuhi suplai oksigen dengan jalan napas yang adekuat

Persiapan Alat
a. Sarung tangan steril (untuk naso faring, trakea, dan ETT) atau sarung tangan bersih
(untuk mulut)
b. Masker dan google jika perlu
c. Selang suction sesuai ukuran
d. Selang penyambung
e. Mesin suction
f. Kom steril berisi cairan steril
g. Tisu
h. Pengalas
i. Sumber Oksigen
j. Stetoskop
k. Oksimeter nadi

Prinsip dan Metode Pemberian


1. Indikasi:
- Pasien dengan sputum kental dan lengket yang tidak dapat dikeluaran sendiri
- Pasien yang terpasang Endo Tracheal Tube ( ETT)
- Pasien yang tidak dapat batuk karena kelumpuhan otot pernapasan
- Pasien tidak sadar

2. Pengaturan Tekanan
- Dewasa : 120 - 150 mmHg
- Anak : 100 - 120 mmHg
- Bayi : 60 - 100 mmHg

3. Pengaturan Posisi Pasien


- Oral : Posisi terlentang dengan kepala miring ke perawat
- Nasal dan selang ETT: Leher hiperekstensi, perawat berada di atas kepala pasien

4. Pertahankan prinsip suction


Berikut prinsip tindakan suction:
a. Aseptik
- Alat steril
- Cara steril (standar precaution)

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 7


b. Atraumatik (idak menimbulkan trauma)
- Kateter masuk tidak kasar
- Kateter sampai ujung karina dan ditarik 1 – 2 cm
- Dikeluarkan dengan cara memutar
- Tekanan suction sesuai usia
o Dewasa : 120 - 150 mmHg
o Anak : 100 - 120 mmHg
o Bayi : 60 - 100 mmHg

c. Acianotik
- Dilakukan tidak lebih 15 Detik
- Kateter suction tidak menutup total ETT
- Oksigenisasi 100% sebelum dan sesudah tindakan

Prosedur Tindakan Suction

• Identifikasi pasien menggunakan minimal dua identitas


• Jelaskan tujuan dan langkah langkah prosedur
• Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
• Lakukan kebersihan tangan 6 langkah
• Posisikan semifowler
• Auskultasi suara nafas
• Pasang oksimetri nadi
• Letakkan pengalas di bawah dagu atau dada
• Hubungkan selang penyambung ke mesin suction
• Hubungkan selang penyambung dengan ujung selang suction
• Nyalakan mesin suction dan atur tekanan negatif sesuai kebutuhan
• Berikan oksigenasi 100 % minimal 30 detik dengan selang oksigen
• Pasang sarung tangan steril
• Lakukan penghisapan tidak lebih dari 15 detik
• Lakukan penghisapan pada ETT lebih dulu lalu hidung dan mulut, jika pasien terpasang
ETT
• Bilas selang suction dengan cairan steril
• Berikan kesempatan bernafas 3 - 5 kali sebelum penghhisapan berikutnya
• Monitor saturasi oksigen selama penghisapan
• lepas dan buang selang suction
• Auskultasi kembali suara nafas
• Rapikan pasien dan alat alat yang digunakan
• Lepaskan sarung tangan
• Lakukan kebersihan tangan 6 langkah
• Dokumentasikan warna, jumlah, konsistensi sputum, kemampuan batuk, saturasi
oksigen, suara nafas, dan respon pasien

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 8


Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 9
FRAKTUR DAN DISLOKASI EXTREMITAS ATAS

PRINSIP PENANGANAN:
Reduksi TIDAK BOLEH dilakukan jika belum ada konfirmasi bahwa tidak ada fraktur yang
terjadi. Konfirmasi dilakukan dengan meminta hasil pemeriksaan radiologi (X-Ray).

1. Reposisi pada dislokasi anterior pada shoulder.


a. Reduksi tertutup harus dilakukan setelah pemeriksaan klinis yang adekuat dan
telah diberikan analgetik , sedatif, dan muscle relaxant
b. Hippocratic Technique : Efektif hanya dengan satu orang untuk melakukan reduksi
dengan satu kaki ditempatkan diantara dinding axilla dan dinding dada dengan
rotasi internal dan external secara hati-hati, disertai traksi axial.
c. Traction – Counter Traction: merupakan modifikasi dari Hippocratic Technique
dengan menggunakan sabuk sekitar daerah dada untuk memberikan gaya
countertraction.
d. Stimson’s Technique : pasien dalam posisi prone dengan bantalan di area clavicula di
atas tempat tidur diberikan beban 2,5-4 kg yang diikat pada wrist joint. Persendian
akan tereduksi secara spontan dalam waktu 15-20 menit.
e. Milch’s Technique : pasien dalam posisi supine, kemudian ekstremitas atas di
posisikan abduksi dan rotasi eksternal, kemudian caput humerus di tekan ke
tempatnya semula dengan bantuan ibu jari. f. Kocher’s maneuver : caput humerus
ditarik hingga anterior glenoid untuk memberikan efek reduksi.

2. Reposisi pada dislokasi Posterior pada shoulder a. Reduksi tertutup harus


dilakukan setelah pemeriksaan
a. klinis yang adekuat dan telah diberikan analgetik , sedatif, dan muscle relaxan
b. Pasien dengan posisi supine traksi dilakukan dengan adduksi dari lengan yang
segaris dengan deformitas, dengan cara mengembalikan secara hati-hati caput
humerus ke dalam fossa glenoid.

3. Post-reposisi pada dislokasi pada shoulder


a. Immobilisasi selama 2 – 5 minggu
b. Immobilisasi dengan Velpeau sling
c. Pemeriksaan X-Ray Shoulder AP untuk menilai hasil reduksi

4. Reposisi dislokasi posterior pada elbow


a. Reduksi tertutup harus dilakukan setelah pemeriksaan klinis yang adekuat dan
telah diberikan analgetik dan sedatif.
b. Parvin’s method : pasien dalam posisi prone diatas tempat tidur, kemudian
melakukan traksi wrist ke arah bawah dalam beberapa menit. Ketika olecranon
bergeser ke arah distal, angkat lengan atas.

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 10


c. In Meyn and Quigley’s method : lengan bawah tergantung disamping tempat tidur,
lakukan traksi ke arah bawah pada wrist, reduksi olecranon dengan menggunakan
tangan lainnya.

5. Post-reposisi pada dislokasi pada elbow


a. Immobilisasi selama 2 –3 minggu
b. Immobilisasi dengan crepe bandage dan sling
c. Pemeriksaan X-Ray Elbow AP dan lateral untuk menilai hasil reduksi

6. Imobilisasi pada fraktur extremitas atas


a. Fraktur humerus : dilakukan pemasangan u-slab
b. Fraktur antebrachii : dilakukan pemasangan slab above elbow
c. Reduksi tertutup harus dilakukan setelah pemeriksaan klinis yang adekuat dan
telah diberikan analgetik.
d. Imobilisasi dengan menggunakan gips (sirkular,slab)
e. Open Reduction External Fixation
f. Open reduction Internal Fixation

7. Post-reposisi pada fraktur extremitas atas


a. Bila hasil reduksi acceptable slab dipertahankan selama 6 minggu
dengan membandingkan foto kontrol dengan foto awal
b. Bila hasil reduksi tidak acceptable maka disarankan untuk dilakukan operasi

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 11


FRAKTUR DAN DISLOKASI EXTREMITAS BAWAH

PRINSIP PENANGANAN:
reduksi TIDAK BOLEH dilakukan jika belum ada konfirmasi bahwa tidak ada fraktur yang
terjadi. Konfirmasi dilakukan dengan meminta hasil pemeriksaan radiologi (X-Ray).

1. Reposisi pada dislokasi hip


a. Reduksi tertutup harus dilakukan setelah pemeriksaan klinis yang adekuat dan
telah diberikan analgetik, sedatif, dan muscle relaxan
b. Allis method : pasien dalam posisi supine, pemeriksa berada diatas pasien
kemudian melakukan in-line traction, sementra assisten melakukan counter
traction sambil menstabilkan pelvis pasien. Ketika traksi di tingkatkan, operator
mengurangi fleksi sekitar 70o, kemudian lakukan gerakan rotasi dari hip seperti
melakukan adduksi, hal ini akan membantu caput femur terbebas dari lip of
acetabulum. Penekanan dari lateral ke arah proksimal femur akan membantu
reduksi. Bunyi “clunk” merupakan tanda berhasilnya reduksi tertutup.
c. Stimson gravity technique : pasien di posisikan prone, dengan kaki yang cedera
tergantung di samping tempat tidur akan membuat hip fleksi dan knee fleksi
masing-masing 90o, dalam posisi ini assisten mengimobilisasi pelvis sementara
operator melakukan dorongan secara langsung pada proksimal betis, rotasi dari
tungkai bawah akan membantu reduksi.
d. Bigelow and reverse bigelow manuvers : Pasien dalam posisi supine, sementara
operator melakukan traksi longitudinal pada tungkai, Femur yang dalam posisi
adduksi dan rotasi internal kemudian difleksikan 90o , caput femur bergeser ke
acetabulum dengan melakukan abduksi, rotasi eksternal, dan ekstensi dari hip.
Pada reverse bigelow manuver dilakukan pada dislokasi anterior dari hip, traksi
dilakukan in-line dengan deformitas , kemudian hip di adduksikan secara tajam
kemudian di ekstensikan.

2. Post-reposisi pada dislokasi pada hip


a. Bedrest dilanjutkan dengan weight bearing protected selama 4-6 minggu
b. Jika reduksi tidak berhasil maka dilakukan reduksi terbuka
c. Pemeriksaan X-Ray Pelvis AP untuk menilai hasil reduksi

3. Reduksi fraktur
a. Reduksi tertutup harus dilakukan setelah pemeriksaan klinis yang adekuat dan
telah diberikan analgetik.
b. Imobilisasi dengan menggunakan gips (sirkular,slab
c. Open reduction External Fixation
d. Open Reduction Internal Fixation

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 12


4. Post-reduksi
a. Immobilisasi selama 12 minggu
b. Pemeriksaan X-Ray AP dan lateral untuk menilai hasil reduksi

WEIGHT BEARING EXERCISE

Weight bearing adalah salah satu langkah dari ambulasi dini pada pasien yang mengalami
fraktur ekstremitas. Ambulasi dini adalah tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada
pasien pasca operasi dimulai dari bangun dan duduk sampai pasien turun dari tempat tidur
dan mulai berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien (Roper, 2002).
Weight bearing adalah jumlah dari beban seorang pasien yang dipasang pada kaki yang
dibedah. Pembebanan berat badan (weight-bearing) pada kaki ditentukan oleh dokter
bedah. Tingkatan weight bearing dibedakan menjadi lima yaitu (Pierson, 2002):
1) Non Weight Bearing (NWB)
Adalah berjalan dengan tungkai tidak diberi beban (menggantung). Kaki yang cedera
tidak boleh menyentuh lantai.
Non weight bearing adalah 0% dari beban tubuh, dilakukan selama 3 minggu pasca operasi.
2) Touch Down Weight Bearing (TDWB)
Berjalan dengan berat dari kaki pada lantai saat melangkah tidak lebih dari 5% beban
tubuh.
3) Partial Weight Bearing (PWB)
Adalah berjalan dengan tungkai diberi beban hanya dari beban tungkai itu sendiri. Berat
dapat berangsur ditingkatkan dari 30 – 50% beban tubuh, Dilakukan bila callus telah
mulai terbentuk (3 – 6 minggu) setelah operasi.
4) Weight Bearing as Tolerated (WBAT)
Tingkatannya dari 50 – 100% beban tubuh. Pasien dapat meningkatkan beban jika
merasa sanggup melakukannya.
5) Full Weight Bearing (FWB)
Adalah berjalan dengan beban penuh dari tubuh. Kaki yang cedera dapat membawa
100% beban tubuh setiap melangkah, dilakukan 8 – 9 bulan pasca operasi.

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 13


MOBILISASI PADA PASIEN DENGAN CIDERA

Mobilisasi merupakan teknik yang dapat digunakan oleh perawat untuk memberi perawatan
pada klien imobilisasi. Teknik ini membutuhkan mekanika tubuh yang sesuai sehingga
memungkinkan perawat untuk menggerakan, mengangkat atau memindahkan klien dengan
aman dan juga melindungi perawat dari cedera sistem musculoskeletal.
Teknik pemindahan pada klien termasuk dalam transport pasien, seperti pemindahan pasien
dari satu tempat ke tempat lain, baik menggunakan alat transport seperti ambulance, dan
brankar yang berguna sebagai pengangkut pasien gawat darurat.

Teknik/prosedur Memindahkan Pasien

Memindahkan pasien dengan tarikan Selimut atau alas


a. Atur brankar dalam posisi terkunci pada tiap sisinya dan dekatkan dan sejajarkan
dengan tempat tidur atau brankar atau stretcher yang akan digunakan selanjutnya.
b. Satu perawat berada disisi tempat tidur, sedangkan posisi dua perawat yang lain di
samping brankar
c. Gunakan pengalas dibawah tubuh klien untuk media mengangkat dapat
berupa selimut maupun alas brankar
d. Silangkan tangan pasien didepan dada untuk mencegah terjepit
e. Perawat yang berada di sisi tempat tidur siap memegang dan mendorong pasien
f. Dua perawat lain yang berada di samping brankart memulai aba-aba secara
bersamaan dan mengangkat/ menarik pengalas di bawah tubuh pasien dan pasien
hingga mencapai tempat tidur satunya. Apabila pasien dalam kondisi cedera berat
ataupun fraktur yang luas maupun memiliki bobot tubuh yang sedikit berlebih
anjurkan minimal terdapat 4 perawat yang masing-masing berada pada sisi kepala,
samping kanan kiri dan kaki.
g. Jauhkan brankar
h. Baringkan pasien ke kiri atau kanan dan tarik pengalas atau selimut.
i. Atur posisi pasien hingga merasa nyaman.

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 14


Memindahkan Pasien Dengan Cara Log Roll
Log roll adalah sebuah teknik yang digunakan untuk memiringkan klien yang badannya
setiap saat dijaga pada posisi lurus sejajar (seperti sebuah batang kayu). Contohnya untuk
klien yang mengalami cidera spinal. Asuhan yang benar harus dilakukan untuk mencegah
cidera tambahan. Teknik ini membutuhkan 2-5 perawat.
Untuk klien yang mengalami cidera servikal, seorang perawat harus mempertahankan kepala
dan leher klien tetap sejajar (Berman, 2009). Tujuan dari Log roll yaitu untuk
mempertahankan alignment anatomis yang benar dalam usaha untuk mencegah
kemungkinan cedera neurologis lebih lanjut dan
mencegah penekanan area cedera.

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 15


Prosedur log roll diimplementasikan pada tahapan-tahapan manajemen pasien trauma
termasuk:
Sebagai bagian dari primary and secondary survey untuk memeriksa tulang belakang klien.
Sebagai bagian dari proses pemindahan dari dan ke tempat tidur (seperti di radiologi)
Untuk pemberian perawatan collar servikal atau area tertekan
Memfasilitasi fisioterapi dada dan lain-lain.

Sedikitnya empat orang penolong dibutuhkan untuk membantu dalam prosedur log roll
dengan tugas sebagai berikut:
Satu penolong untuk menahan kepala klien
Dua penolong untuk menahan dada, abdomen dan lengan bawah. Tambahan satu orang
mungkin juga akan dibutuhkan pada saat melakukan log roll klien trauma yang gemuk, tinggi
atau memiliki cedera pada lengan bawah.
Satu penolong melakukan prosedur yang dibutuhkan (misalnya pengkajian
tulang belakang klien).

Langkah-langkah Log roll


1. Jelaskan prosedur pada pasien dengan mempertimbangkan status kesadaran klien dan
minta klien untuk tetap berbaring dan menunggu bantuan. Pastikan colar terpasang dengan
benar.
2. Jika mungkin, pastikan peralatan seperti kateter indwelling, kateter interkosta, ventilator
tube dan lain-lain pada posisinya untuk mencegah overekstensi dan kemungkinan tertarik
keluar selama perubahan posisi.
3. Jika klien diintubasi atau terpasang tracheostomy tube, suction jalan nafas sebelum log roll
dianjurkan, untuk mencegah batuk yang mugkin menyebabkan malalignment secra anatomis
selama prosedur log roll.
4. Tempat tidur harus diposisikan sesuai tinggi badan penolong yang menahan kepala dan
penolong lainnya.
5. Klien harus dalam posisi supine dan alignment secara anatomis selama prosedur log roll.
6. Tangan proksimal klien harus diaduksi sedikit untuk menghindari berpindah ke peralatan
monitor misalnya selang intravena perifer. Tangan distal klien harus diekstensikan dengan
alignment pada thorak dan abdomen, atau tekuk kearah dada klien jika mungkin misalnya
jika tangan cedera. Satu bantal harus ditepatkan diantara kaki-kaki klien.

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 16


7. Penolong 1, bantu menahan bagian atas badan klien, tempatkan satu tangan melampaui
bahu klien untuk menopang area dada posterior, dan tangan yang lain melingkari paha klien.
8. Penolong 2, bantu menahan abdomen dan tangan bawah klien, bertumpuk dengan
penolong 1 untuk menempatkan satu tangan di bawah punggung klien, dan tangan lainnya
melingkari betis klien.
9. Dengan aba-aba dari penolong panahan kepala, klien diputar secara alignment anatomis
dengan tindakan yang lembut.
10. Penyelesaian aktivitas, penolong penahan kepala akan memberi aba-aba untuk
mengembalikan klien pada posisi lateral dengan bantal penahan. Klien harus ditingggalkan
dalam posisi alignment anatomis yang benar setiap waktu.

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 17


MOBILISASI PASIEN POST OPERASI

Mobilisasi dini merupakan aktivitas yang dilakukan pasien post pembedahan dimulai dari
latihan ringan di atas tempat tidur (latihan pernafasan, latihan batuk efektif dan
menggerakkan tungkai) sampai dengan pasien bisa turun dari tempat tidur, berjalan ke
kamar mandi dan berjalan keluar kamar (Ibrahim, 2013). Mobilisasi dini adalah suatu
tindakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk membantu pasien keluar dari tempat
tidurnya dan membimbingnya sedini mungkin untuk berjalan ( Dewi, 2010).

Tahap-tahap mobilisasi dini menurut Clark et al, (2013), meliputi :


a. Level 1 : Pada 6-24 jam pertama post pembedahan, pasien diajarkan teknik nafas dalam
dan batuk efektif, diajarkan latihan gerak (ROM) dilanjut dengan perubahan posisi ditempat
tidur yaitu miring kiri dan miring kanan, kemudian meninggikan posisi kepala mulai dari 150,
300, 450, 600, dan 900.
b. Level 2 : Pada 24 jam kedua post pembedahan, pasien diajarkan duduk tanpa
sandaran dengan mengobservasi rasa pusing dan dilanjutkan duduk ditepi tempat tidur.
c. Level 3 : Pada 24 jam ketiga post pembedahan, pasien dianjurkan untuk berdiri disamping
tempat tidur dan ajarkan untuk berjalan disamping tempat tidur.
d. Level 4 : Tahap terakhir pasien dapat berjalan secara mandiri

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 18


VAKSINASI/IMUNISASI

Pengertian Imunisasi
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/ meningkatkan kekebalan seseorang
secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terpajan dengan penyakit
tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.

Landasan Hukum
Peraturan Menteri Kesehatan No 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi. Pada
pasal 6 ayat (2) dijelaskan bahwa imunisasi dasar terdiri atas Imunisasi terhadap penyakit
Hepatitis B, Poliomyelitis, Tuberkulosis, Difteri, Pertusis, Tentanus, pneumonia dan
meningitis yang s=disebabkan oleh Hemophilus Influenza tipe b (Hib), dan Campak.

Tujuan Imunisasi
Tujuan Umum
Turunnya angka kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat Penyakit yang Dapat Dicegah
Dengan Imunisasi (PD3I)

Tujuan Khusus
Tercapainya cakupan imunisasi dasar lengkap sesauai target RPJMN
Tercapainya UCI di seluruh desa/ kelurahan
Tercapainya target imunisasi pada baduta, usia sekolah dasar, dan WUS
Tercapainya reduksi, eliminasi. Dan eradikasi PD3I
Tercapainya perlindungan optimal untuk masyarakat yang bepergian ke daerah endemis
Pemberian imunisasi yang aman dan pengelolaan limbah medis

Pengertian Vaksin
Vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati,masih hidup tapi
dilemahkan,masih utuh atau bagiannya, yang telah diolah, berupa toksin

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 19


m ikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid, protein rekombinan yang apabila
diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap
penyakit infeksi tertentu.

Sasaran Imunisasi
Tabel 1 Sasaran Imunisasi pada Bayi (Imunisasi Dasar)
Usia Pemberian Jenis Imunisasi Interval Minimal
0-24 jam, daerah akses sulit Hepatitis B -
sampai 7 hari
1 bulan BCG, Polio 1 -
2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2, 4 Minggu
PCV 1
3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3, 4 Minggu
PCV 2
4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4, IPV 4 Minggu
9 bulan Campak -
12 bulan PCV 3 -
Sumber : PMK 12/2017, Kepmenkes HK.01.07/MENKES/779/2022
Keterangan : Bayi yang telah lengkap imunisasi DPT-HB-Hib 1 – 3 dengan jadwal dan interval
sesuai tabel dinyatakan berstatus imunisasi T2.

Tabel 2 Sasaran Imunisasi pada Anak Balita (Imunisasi Lanjutan)


Usia Pemberian Jenis Imunisasi Interval Minimal setelah
imunisasi dasar
18 – 24 Bulan DPT-HB-Hib 12 bulan setelah DPT-HB-
Hib 3
Campak 6 bulan dari campak dosis
pertama
Sumber : PMK 12/2017
Keterangan : Baduta yang telah lengkap imunisasi DPT-HB-Hib 1 – 3 dan mendapatkan
imunisasi lanjutan DPT-HB-Hib dinyatakan berstatus imunisasi T3.

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 20


Tabel 3 Sasaran Imunisasi pada Anak Sekolah Dasar (SD/Sederajat) (Imunisasi Lanjutan)
Sasaran Jenis Imunisasi Waktu Pemberian Keterangan
Kelas 1 SD Campak Bulan Agustus Bulan Imunisasi
DT Bulan November Anak Sekolah
Kelas 2 SD Td Bulan November (BIAS)
Kelas 5 SD Td Bulan November

Sumber : PMK 12/2017


Keterangan : Anak usia SD yang telah lengkap imunisasi dasar dan lanjutan DPT-HB-Hib serta mendapatkan i

Tabel 4 Sasaran Imunisasi Wanita Usia Subur (WUS) (Imunisasi Lanjutan Td)
Status Imunisasi Usia Pemberian Masa Perlindungan
T1 - -
T2 4 minggu setelah T1 3 tahun
T3 6 Bulan setelah T2 5 tahun
T4 1 tahun setelah T3 10 tahun
T5 1 tahun setelah T4 25 tahun

Sumber : PMK 12/2017


Keterangan: Batasan WUS yang menjadi sasaran imunisasi adalah 15 – 49 tahun baik WUS hamil maupun tid
Tata laksana :
Lakukan skrining status imunisasi pada WUS dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Jika memiliki kartu TT, berikan dosis sesuai jadwal pemberian TT nasional
2. Jika tidak memiliki kartu TT, tanyakan apakah ia pernah mendapatkan dosis TT di masa lalu
3. Jika TIDAK, berikan dosis pertama TT dan anjurkan kembali sesuai dengan jawal
pemberian TT nasional
4. Jika YA, berapa banyak dosis yang telah diterima sebelumnya dan berikan dosis berikutnya
secara berurutan
5. Jika ia TIDAK BISA MENGINGAT, sebaiknya berikan dosis kedua dan anjurkan datang
sesuai dosis nasional.

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal.


JENIS IMUNISASI

Berdasarkan jenis penyelenggaraannya, Imunisasi dikelompokkan menjadi Imunisasi Program


dan Imunisasi Pilihan.
A. Imunisasi Program
Imunisasi Program adalah imunisasi yang diwajibkan kepada seseorang sebagai bagian dari
masyarakat dalam rangka melindungi yang bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Imunisasi Program harus diberikan sesuai dengan jenis Vaksin, jadwal atau waktu pemberian
yang ditetapkan dalam Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi.
Imunisasi Program terdiri atas:
1. Imunisasi rutin
Imunisasi rutin dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan. Imunisasi rutin
terdiri atas Imunisasi dasar dan Imunisasi lanjutan.

Imunisasi dasar diberikan pada bayi sebelum berusia 1 (satu) tahun. Imunisasi dasar terdiri
atas Imunisasi terhadap penyakit: hepatitis, poliomyelitis, tuberkulosis, difteri, pertusis,
tetanus, pneumonia dan meningitis yang disebabkan oleh Hemophilus Influenza tipe b
(Hib), dan campak

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 22


tingkat
Imunisasi lanjutan merupakan ulangan Imunisasi dasar untuk mempertahankan
kekebalan dan untuk memperpanjang masa perlindungan anak yang sudah mendapatkan
Imunisasi dasar. Imunisasi lanjutan diberikan pada:
a. Anak usia bawah dua tahun (Baduta) (Imunisasi terhadap penyakit difteri, pertusis,
tetanus, hepatitis B, pneumonia dan meningitis yang disebabkan oleh Hemophilus
Influenza tipe b (Hib), serta campak)
b. Anak usia sekolah dasar (Imunisasi terhadap penyakit campak, tetanus dan difteri)
c. Wanita usia subur (WUS) (Imunisasi terhadap penyakit tetanus dan difteri)

2. Imunisasi tambahan
Imunisasi tambahan merupakan jenis Imunisasi tertentu yang diberikan pada kelompok
umur tertentu yang paling berisiko terkena penyakit sesuai dengan kajian epidemiologis
pada periode waktu tertentu. Pemberian Imunisasi tambahan dilakukan untuk melengkapi
Imunisasi dasar dan/atau lanjutan pada target sasaran yang belum tercapai.

3. Imunisasi khusus
Imunisasi khusus dilaksanakan untuk melindungi seseorang dan masyarakat terhadap
penyakit tertentu pada situasi tertentu. Situasi tertentu berupa persiapan keberangkatan
calon jemaah haji/umroh, persiapan perjalanan menuju atau dari negara endemis penyakit
tertentu, dan kondisi kejadian luar biasa/wabah penyakit tertentu. Imunisasi khusus
berupa Imunisasi terhadap meningitis meningokokus, yellow fever (demam kuning), rabies,
dan poliomyelitis.

B. Imunisasi Pilihan
Imunisasi Pilihan adalah imunisasi yang dapat diberikan kepada seseorang sesuai dengan
kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dari penyakit tertentu. Imunisasi
Pilihan dapat berupa Imunisasi terhadap penyakit:
a. Pneumonia dan meningitis yang g. Demam tifoid;
disebabkan oleh pneumokokus; h. Hepatitis A;

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 23


b. Diare yang disebabkan oleh i. Kanker leher rahim yang
rotavirus; disebabkan oleh Human
c. Influenza; Papillomavirus;
d. Cacar air (varisela); j. Japanese Enchephalitis;
e. Gondongan (mumps); k. Herpes zoster;
f. Campak Jerman (rubela); l. Hepatitis B pada dewasa; dan
m. Demam berdarah.
Menteri dapat menetapkan jenis Imunisasi Pilihan selain yang diatur dalam Peraturan
Menteri ini berdasarkan rekomendasi dari Komite Penasehat Ahli Imunisasi Nasional
(Indonesian Technical Advisory Group on Immunization).

Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I)


1. Difteri 6. Poliomielitis
2. Pertusis 7. Hepatitis B
3. Tetanus 8. Hemofilus Influenza tipe b (Hib)
4. TBC 9. HPV (Human papiloma Virus)
5. Campak 10. Hepatitis A

Pendistribusian Vaksin
Pemerintah bertanggung jawab dalam pendistribusian logistik sampai ke tingkat provinsi.
Pendistribusian selanjutnya merupakan tanggung jawab pemerintah daerah secara
berjenjang dan untuk lebih jelasnya Anda dapat melihat gambar berikut ini.

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 24


Seluruh proses distribusi vaksin dari pusat sampai ke tingkat pelayanan, harus
mempertahankan kualitas vaksin tetap tinggi agar mampu memberikan kekebalan yang
optimal kepada sasaran.
Distribusi dari Puskesmas ke tempat Penyimpanan Vaksin
Pelayanan Untuk menjaga kualitas vaksin tetap
Vaksin dibawa dengan menggunakan tinggi sejak diterima sampai
vaksin carrier yang diisi cool pack didistribusikan ketingkat berikutnya,
dengan jumlah yang sesuai vaksin harus selalu disimpan pada
suhu yang telah ditetapkan dapat
Anda lihat pada tabel berikut ini.

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 25


Deskripsi Vaksin
Vaksin BCG
Vaksin BCG merupakan vaksin beku kering yang mengandung Mycrobacterium bovis hidup
yang dilemahkan (Bacillus Calmette Guerin), strain paris.
Indikasi: Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberkulosis.
Cara pemberian dan dosis:
 Dosis pemberian: 0,05 ml,sebanyak 1 kali.
 Disuntikkan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas (insertio musculus
deltoideus), dengan menggunakan ADS 0,05 ml.
Efek samping:
2–6 minggu setelah imunisasi BCG daerah bekas suntikan timbul bisul kecil (papula) yang
semakin membesar dan dapat terjadi ulserasi dalam waktu 2–4 bulan, kemudian
menyembuh perlahan dengan menimbulkan jaringan parut dengan diameter 2–10 mm.

Penanganan efek samping:


 Apabila ulkus mengeluarkan cairan perlu dikompres dengan cairan antiseptik.
 Apabila cairan bertambah banyak atau koreng semakin membesar, anjurkan orangtua
membawa bayi ke ke tenaga kesehatan.

Vaksin DPT – hB – hIB


Deskripsi: Vaksin DTP-HB-Hib digunakan untuk pencegahan terhadap difteri, tetanus,
pertusis (batuk rejan), hepatitis B, dan infeksi Haemophilus influenzae tipe b secara simultan.
Cara pemberian dan dosis:
 Vaksin harus disuntikkan secara intramuskular pada anterolateral paha atas.
 Satu dosis anak adalah 0,5 ml.
Kontra indikasi:
Kejang atau gejala kelainan otak pada bayi baru lahir atau kelainan saraf serius .
Efek samping:
Reaksi lokal sementara, seperti bengkak, nyeri, dan kemerahan pada lokasi suntikan, disertai
demam dapat timbul dalam sejumlah besar kasus. Kadang-kadang reaksi berat, seperti
demam tinggi, irritabilitas (rewel), dan menangis dengan nada tinggi dapat terjadi dalam 24

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 26


jam setelah pemberian.
Penanganan efek samping:
 Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI atau sari buah).
 Jika demam, kenakan pakaian yang tipis.
 Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.
 Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal 6 kali dalam 24
jam).
 Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat.
 Jika reaksi memberat dan menetap bawa bayi ke dokter.

Vaksin hepatitis B
Deskripsi: Vaksin virus recombinan yang telah diinaktivasikan dan bersifat non-infecious,
berasal dari HBsAg.

Cara pemberian dan dosis:


 Dosis 0,5 ml atau 1 (buah) HB PID, secara intramuskuler, sebaiknya pada anterolateral
paha.
 Pemberian sebanyak 3 dosis.
 Dosis pertama usia 0–7 hari, dosis berikutnya interval minimum 4 minggu
Kontra indikasi: Penderita infeksi berat yang disertai kejang.
Efek Samping: Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan di sekitar
tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.
Penanganan efek samping:
 Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI).
 Jika demam, kenakan pakaian yang tipis.
 Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.
 Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal 6 kali dalam 24
jam).
 Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat.

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 28


Vaksin Polio Oral (Oral Polio Vaccine [OPV])
Deskripsi: Vaksin Polio Trivalent yang terdiri dari suspensi virus poliomyelitis tipe 1, 2, dan 3
(strain Sabin) yang sudah dilemahkan.
Indikasi: Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomielitis.
Cara pemberian dan dosis:
Secara oral (melalui mulut), 1 dosis (dua tetes) sebanyak 4 kali (dosis) pemberian, dengan
interval setiap dosis minimal 4 minggu.
Kontra indikasi: Pada individu yang menderita immune deficiency tidak ada efek berbahaya
yang timbul akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit.
efek Samping: Sangat jarang terjadi reaksi sesudah imunisasi polio oral. Setelah mendapat
vaksin polio oral bayi boleh makan minum seperti biasa. Apabila muntah dalam 30 menit
segera diberi dosis ulang.
Penanganan efek samping: Orangtua tidak perlu melakukan tindakan apa pun.

Vaksin Inactive Polio Vaccine (IPV)


Deskripsi: Bentuk suspensi injeksi.
Indikasi: Untuk pencegahan poliomyelitis pada bayi dan anak immunocompromised, kontak
di lingkungan keluarga dan pada individu di mana vaksin polio oral menjadi kontra indikasi.
Cara pemberian dan dosis:
 Disuntikkan secara intra muskular atau subkutan dalam, dengan dosis pemberian 0,5ml.
 Dari usia 2 bulan, 3 suntikan berturut-turut 0,5 ml harus diberikan pada interval satu
atau dua bulan.
 IPV dapat diberikan setelah usia bayi 6, 10, dan 14, sesuai dengan rekomendasi dari WHO.
 Bagi orang dewasa yang belum diimunisasi diberikan 2 suntikan berturut-turut dengan
interval satu atau dua bulan.
Kontra indikasi:
 Sedang menderita demam, penyakit akut atau penyakit kronis progresif.
 Hipersensitif pada saat pemberian vaksin ini sebelumnya.
 Penyakit demam akibat infeksi akut: tunggu sampai sembuh.

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 29


 Alergi terhadap Streptomycin.
Efek samping: Reaksi lokal pada tempat penyuntikan: nyeri, kemerahan, indurasi, dan
bengkak bisa terjadi dalam waktu 48 jam setelah penyuntikan dan bisa bertahan selama satu
atau dua hari.
Penanganan efek samping:
 Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI).
 Jika demam, kenakan pakaian yang tipis.
 Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.
 Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal 6 kali dalam 24
jam)
 Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat.

Vaksin Campak
Deskripsi: Vaksin virus hidup yang dilemahkan.
Indikasi: Pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak.
Kontra indikasi: Individu yang mengidap penyakit immune deficiency atau individu yang
diduga menderita gangguan respon imun karena leukemia, limfoma.
Efek samping: Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3
hari yang dapat terjadi 8–12 hari setelah vaksinasi.
Penanganan efek samping:
 Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI atau sari buah). Jika
demam kenakan pakaian yang tipis.
 Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.
 Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal 6 kali dalam 24
jam).
 Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat.
 Jika reaksi tersebut berat dan menetap bawa bayi ke dokter.

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 30


Vaksin DT
Deskripsi: Suspensi kolodial homogen berwarna putih susu mengandung toksoid tetanus dan
toksoid difteri murni yang terabsorpsi ke dalam alumunium fosfat.
Indikasi: Pemberian kekebalan simultan terhadap difteri dan tetanus pada anak-anak.
Cara pemberian dan dosis:
Secara intra muskular atau subkutan dalam, dengan dosis 0,5 ml. Dianjurkan untuk anak usia
di bawah 8 tahun.
Kontra indikasi:
Hipersensitif terhadap komponen dari vaksin.
Efek Samping:
Gejala-gejala seperti lemas dan kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat sementara,
dan kadang-kadang gejala demam.
Penanganan efek samping:
 Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum anak lebih banyak.
 Jika demam, kenakan pakaian yang tipis
 Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin
 Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal 6 kali dalam
24 jam)
 Anak boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat.

Vaksin Td
Deskripsi: Suspensi kolodial homogen berwarna putih susu mengandung toksoid tetanus dan
toksoid difteri murni yang terabsorpsi ke dalam alumunium fosfat.
Indikasi: Imunisasi ulangan terhadap tetanus dan difteri pada individu mulai usia 7 tahun.
Cara pemberian dan dosis: Disuntikkan secara intra muskular atau subkutan dalam, dengan
dosis pemberian 0,5 ml.
Kontra indikasi: Individu yang menderita reaksi berat terhadap dosis sebelumnya.
efek samping: Pada uji klinis dilaporkan terdapat kasus nyeri pada lokasi penyuntikan (20–
30%) serta demam (4,7%)

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 31


Vaksin TT
Deskripsi: Suspensi kolodial homogen berwarna putih susu dalam vial gelas, mengandung
toksoid tetanus murni, terabsorpsi ke dalam aluminium fosfat.
Indikasi: Perlindungan terhadap tetanus neonatorum pada wanita usia subur.
Cara pemberian dan dosis: secara intra muskular atau subkutan dalam, dengan dosis 0,5 ml.

Kontra indikasi:
 Gejala-gejala berat karena dosisTT sebelumnya.

 Hipersensitif terhadap komponen vaksin.
infeksi akut.
Demam atau
Efek samping: Jarang terjadi dan bersifat ringan seperti lemas dan kemerahan pada lokasi
suntikan yang bersifat sementara, dan kadang-kadang gejala demam.
Penanganan efek samping:
Bekas suntikanyangnyeridapat dikompres air dingin.
Anjurkan ibu minum lebih banyak.

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 32


Tabel Dosis, Cara, dan Tempat Pemberian Imunisasi

Jenis Vaksin Dosis Cara Pemberian Tempat


Hepatitis B 0.5 ml IM Paha
BCG 0.05 ml IC Lengan Kanan atas
Polio 2 tetes Oral Mulut
IPV 0.5 ml IM Paha Kiri
PCV 0.5 ml IM Paha Kiri

DPT-HB-Hib 0.5 ml IM Paha untuk bayi,


lengan kanan untuk
baduta
Campak 0.5 ml SC Lengan kiri atas
DT 0.5 ml IM Lengan kiri atas
Td 0.5 ml IM Lengan kiri atas

Tabel Ringkasan Jenis Vaksin


Jenis Vaksin Efek Samping Penanganan
Hepatitis B Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan Berikan minum lebih banyak (ASI)
pembengkakan di sekitar tempat Jika demam, kenakan pakaian yang tipis.
Bila nyeri, kompres air dingin.
penyuntikan.
Jika demam berikan paracetamol 15 mg /kgBB
setiap 3–4 jam (maksimal 6 kali dalam 24
jam).
Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan
air hangat.
Jika reaksi memberat dan menetap bawa bayi
ke dokter

BCG 2–6 minggu setelah imunisasi timbul bisul Bila ulkus mengeluarkan cairan, kompres
kecil (papula), ulserasi dalam waktu 2–4 dengan cairan antiseptik.
bulan, menimbulkan jaringan parut dengan Bila cairan bertambah banyak/ koreng
diameter 2–10 mm membesar, bawa bayi ke tenaga kesehatan.

Polio - -
IPV Reaksi lokal pada tempat penyuntikan: nyeri, Berikan minum lebih banyak (ASI atau sari
kemerahan, indurasi, dan bengkak bisa terjadi buah)
dalam waktu 48 jam setelah penyuntikan, bisa Jika demam, kenakan pakaian yang tipis.
bertahan selama satu atau dua hari. Bila nyeri, kompres air dingin.
DPT-HB-Hib Reaksi lokal: bengkak, nyeri, dan kemerahan
pada lokasi suntikan, disertai demam.

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 33


Reaksi berat: demam tinggi, irritabilitas Jika demam berikan paracetamol 15 mg /kgBB
(rewel), dan menangis dengan nada tinggi setiap 3–4 jam (maksimal 6 kali dalam 24
dalam 24 jam setelah pemberian. jam).
Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan
Campak Hingga 15% pasien dapat mengalami demam air hangat.
ringan dan kemerahan selama 3 hari yang Jika reaksi memberat dan menetap bawa bayi
dapat terjadi 8–12 hari setelah vaksinasi. ke dokter.
DT Gejala-gejala seperti lemas dan kemerahan
pada lokasi suntikan yang bersifat sementara,
dan kadang-kadang gejala demam.
Td Pada uji klinis dilaporkan terdapat kasus nyeri
pada lokasi penyuntikan (20–30%) serta
demam (4,7%)
Jarang terjadi dan bersifat ringan seperti
lemas dan kemerahan pada lokasi suntikan
yang bersifat sementara, dan kadang-kadang
gejala demam.

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal.


Tabel Kontraindikasi dan Bukan Kontraiindikasi pada Imunisasi Program

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 35


PEKAN IMUNISASI NASIONAL (PIN)
Merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan secara serentak di suatu negara dalam
waktu yang singkat. PIN bertujuan untuk memutuskan mata rantai penyebaran suatu
penyakit (misalnya polio). Imunisasi yang diberikan pada PIN diberikan tanpa memandang
status imunisasi sebelumnya.
Menurut UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU Perlindungan Anak No. 35 Tahun
2014, anak memiliki hak untuk mendapatkan imunisasi. Orang tua, masyarakat, dan negara
wajib memelihara kesehatan anak yang salah satunya dilakukan dengan memberi imunisasi.
Berkaitan dengan hal itu, Kemenkes akan melaksanakan peringatan Pekan Imunisasi Dunia
(PID) yang jatuh setiap minggu ke-4 bulan April. Tema tahun 2021 “Ayo Imunisasi, Bersatu
Sehatkan Negeri”. Tujuan PID kali ini untuk menunjukkan nilai penting dan manfaat
imunisasi untuk kesehatan anak-anak dan masyarakat dunia, mengatasi kesenjangan
cakupan imunisasi melalui peningkatan investasi program, dan menyampaikan bahwa
imunisasi rutin lengkap merupakan dasar untuk kesehatan yang kuat.
Pekan Imunisasi Dunia ini diprakarsai pada World Health Assembly pada Mei 2012. Sampai
saat ini PID telah dilaksanakan oleh lebih dari 180 negara melalui pelaksanaan berbagai
kegiatan.

Imunisasi yang ditanggung BPJS


Sasaran : semua balita peserta BPJS
Ruang lingkup :
 Imunisasi dasar diberikan kepada balita peserta BPJS dengan penyediaan vaksin oleh
pemerintah melalui dinas kesehatan setempat.
 Imunisasi dasar lengkap 0 – 11 bulan
 BCG 1 kali
 DPT – HIB 3 kali
 Polio 4 kali
 Campak 1 kali
 Imunisasi HB -0 bayi baru lahir agar satu paket dengan persalinan, restriksi bukan kasus
BBLR

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 36


PROGRAM BKKBN
*berdasarkan Peraturan BKKBN RI No 06 tahun 2020 tentang Rencana Strategis Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional Tahun 2020-2024

1. Visi, misi, tujuan, dan nilai – nilai BKKBN

Visi
Terwujudnya Keluarga Berkualitas dan Pertumbuhan Penduduk yang Seimbang
guna mendukung tercapainya Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri, dan
Berkepribadian Berlandaskan Gotong-Royong”.

Misi
1. Mengendalikan pertumbuhan penduduk dalam rangka menjaga kualitas
dan struktur penduduk seimbang.
2. Menyelenggarakan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi secara
komprehensif
3. Menyelenggarakan pembangunan keluarga yang holistik integratif sesuai
siklus hidup
4. Membangun kemitraan, jejaring kerja, peran serta masyarakat dan
kerjasama global.
5. Memperkuat inovasi, teknologi, informasi dan komunikasi.
6. Membangun kelembagaan, meningkatkan kapasitas dan kesejahteraan
SDM aparatur.

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal.


Tiga Nilai Revolusi Mental BKKBN
a. Integritas ( jujur, percaya, disiplin, bertanggung jawab, dan tidak munafik)
Integritas berasal dari bahasa Perancis intégrité atau Latin integritas, yang
memiliki akar kata integer, yang berarti utuh, menyatu. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), integritas adalah mutu, sifat, atau keadaan yang
menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan
yang memancarkan kewibawaan; kejujuran. Pada intinya, integritas berarti kata
menjadi satu dengan perbuatan.
b. Etos Kerja (Kerja Keras, Kerja cerdas, Berdaya saing, optimis, inovatif dan
produktif)
Etos berasal dari bahasa Latin modern, Yunani ethos, yang berarti karakter asli,
karakter bawaan, yang membedakan seseorang atau kelompok dari yang lain.
Menurut KBBI, etos adalah pandangan hidup yang khas dari suatu golongan social,
sementara etos kerja berarti semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan
seseorang atau suatu kelompok.
c. Gotong royong (kerja sama, solidaritas, komunal, berorientasi pada
kemaslahatan umum)
Menurut KBBI, gotong royong, berarti bekerja bersama-sama (tolong-menolong,
bantu-membantu). Makna nilai gotong royong mirip dengan nilai kerja sama, yang
merupakan salah satu nilai yang dianut BKKBN. Dengan menerapkan gotong
royong, berarti kita dapat meninggalkan mentalitas silo, kondidi di mana salah
satu atau banyak bagian organisasi bekerja secara terpisah dari yang lain. Dengan
bergotong royong, kita akan dapat bekerjasama untuk mencapai tujuan
organisasi.

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal.


2. Tujuan Program KB
UU RI nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan
pembangunan Keluarga. Menurut UU RI Nomor 52 tahun 2009, kebijakan Keluarga
Berencana diarahkan untuk:

a. Mengatur kelahiran yang diinginnkan


b. Menjaga kesehatan dan menurunkan angka kematian ibu, bayi dan anak
c. Meningkatkan akses dan kualitas informasi, pendidikan serta konseling
Keluarga berencana dan Kesehatan reproduksi
d. Menigkatkan partisipasi dan kesertaan pria dalam praktek Keluarga
Berencana
e. Mempromosikan penyusuan bayi sebagai upaya menjarangkan jarak
kehamilan

3. Target dan sasaran Program KB


Pelayanan KB termasuk dalam pelayanan promotif dan preventif, yang mencakup
pelayanan konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi dan tubektomi. Alat kontrasepsi
disediakan oleh BKKBN bagi seluruh PUS peserta JKN. Sasaran dan target yang ingin
dicapai dengan program KB adalah segera tercapai dan melembaganya Norma
Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera (NKKBS).
Sesuai dengan Permenkes nomor 71 tahun 2013, tentang pelayanan kesehatan pada
Jaminan Kesehatan Nasional dinyatakan bahwa penyelenggaraan pelayanan
Kesehatan meliputi semua Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS
kesehatan. Berdasarkan cara pembayaran dalam JKN, maka Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama (FKTP) dan fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL).

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal.


Pelaksanaan Pelayanan KB

FKRTL meliputi:

pelayanan konseling
Pelayanan kontrasepsi IUD dan Impla
Metode Operasi Wanita (MOW)
FKTP meliputi:
Metode Operasi Pria (MOP)
Pelayanan konseling
Kontrasepsi dasar ( pil, suntik, IUD dan implant kondom)
Pelayanan Metode Operasi Pria (MOP)
Penanganan efek samping dan nkomplikasi ringan – sedang akibat penggunaan kontrasepsi
Merujuk pelayanan yang tidak dapat ditangani di FTKP

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 40


Menurut Depkes RI (2002) sasaran program KB

Pasangan usia subur (PUS), harus dimotivasi


terus menerus sehingga menjadi peserta
Keluarga Berenmcana Lestari

Non PUS yaitu anak sekolah, orang yang


belum kawin, pemuda – pemudi, pasangan
suami istri diatas usia 45 tahun, dan tokoh
masyarakat

Institusional, yaitu berbagai organusasu,


lembaga masyarakat, pemerintah dan
swasta.

4. Jenis - jenis Akseptor KB


Akseptor adalah peserta KB, pasangan usia subur (PUS) yang menggunakan salah
satu alat atau obat kontrasepsi (BKKBN, 2010)
Menurut BKKBN (2010), jenis – jenis aseptor Keluarga Berencana adalah :
a. Akseptor aktif adalah akseptor yang ada pada saat ini menggunakan salah satu cara
/ alat kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan
b. Akseptor aktif kembali adalah pasangan usia subur yang telah menggunakan
kontrasepsi selama tiga bulan atau lebih yang tidak diselingi suatu kehamilan, dan
kembali menggunkan kontrasepsi baik dengan cara yang sama maupun berganti
cara setelah berhenti ± 3 bulan berturut – turut dan bukan karena hamil.
c. Akseptor KB baru adalah akseptor yang baru pertama kali menggunakan
alat/obat kontrasepsi atau PUS yang kembali menggunakan alat kontrasepsi
setelah melahirkan atau abortus.
d. Akseptor KB dini adalah para istri yang memakai salah satu cara kontrasepsi
dalam 2 minggu setelah melahirkan atau abortus
e. Akseptor langsung adalah para istri yang memakai salah satu cara kontrasepsi
dalam waktu 40 hari setelah melahirkan atau abortus
f. Akseptor dropout adalah akseptor yang menghentikan pemakaian kontrasepsi
lebih dari 3 bulan.

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 41


5. Jenis – jenis alat Kontrasepsi
Metode Amenorea Laktasi (MAL)
a. Profil:
 MAL adalah kontrasepsi yang mengandalkan pemberian ASI secara eksklusif,
artinya hanya diberikan ASI tanpa tambahan makanan ataupun minuman apa
pun lainnya.
 MAL dapat dipakai sebagai kontrasepsi bila: menyusui secara penuh (full
breast feeding), pemberiannya lebih dari 8 kali sehari, belum haid, umur bayi
kurang dari 6 bulan.
 Efektif sampai 6 bulan
 Harus dilanjutkan dengan pemakaian metode kontrasepsi lainnya
b. Cara Kerja: penundaan/penekanan ovulasi
c. Keuntungan/Manfaat:
 Efektivitasnya tinggi, segera efektif, tidak mengganggu sanggama
d. Keterbatasan:
 Perlu persiapan sejak perawatan kehamilan, sulit dilaksanakan karena kondisi
sosial, efektivitas hanya sampai kembalinya haid atau sampai dengan 6 bulan

Keluarga Berencana Alamiah (KBA)


a. Profil:
 Efektif bila dipakai dengan tertib, Ibu harus belajar mengetahui kapan masa
suburnya barlangsung, pasangan secara sukarela menghindari sanggama pada
masa subur Ibu
b. Keuntungan/Manfaat:
 Tidak ada efek samping sistemik dan tanpa biaya
c. Keterbatasan:
 Keefektifan tergantung dari kemauan dan disiplin pasangan, perlu ada

pelatihan (butuh pelatih/guru KBA, bukan tenaga medis), perlu


pencatatan
setiap hari

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 42


a. Profil:
Metode KB tradisional, dimana pria mengeluarkan alat kelamin (penis) nya
dari vagina sebelum mencapai ejakulasi
b. Cara kerja:
Alat kelamin (penis) dikeluarkan sebelum ejakulasi sehingga sperma tidak
masuk ke dalam vagina sehingga tidak ada pertemuan antara sperma dan
ovum dan kehamilan dapat dicegah
c. Keuntungan/Manfaat:
Efektif bila dilaksanakan dengan benar, dapat digunakan sebagai pendukung
metode KB lainnya dan dapat digunakan setiap waktu
d. Keterbatasan:
Efektivitas sangat bergantung pada kesediaan pasangan untuk melakukan
sanggama terputus setiap melaksanakannya, memutus kenikmatan dalam
berhubungan seksual

Metode barier
 Kondom
a. Profil:
Merupakan selubung/sarung karet yang dapat terbuat dari berbagai
bahan diantaranya lateks (karet), plastik (vinil) atau bahan alami (produksi
hewani) yang dipasang pada penis saat hubungan seksual; terbuat dari
karet sintetis yang tipis, berbentuk silinder, dengan muaranya berpinggir
tebal, yang bila digulung berbentuk rata atau atau mempunyai bentuk
seperti putting susu.
Berbagai bahan telah ditambahkan pada kondom baik untuk
meningkatkan efektivitasnya (misalnya penambahan spermisida) maupun
sebagai aksesoris aktivitas seksual.
b. Cara kerja:

Menghalangi terjadinya pertemuan sperma dan sel telur dengan


cara
mengemas sperma di ujung selubung karet yang dipasang pada penis
sehingga sperma tersebut tidak tercurah ke dalam saluran reproduksi
perempuan.
Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 43
Khusus untuk kondom yang terbuat dari lateks dan vinil dapat mencegah
penularan mikroorganisme (IMS termasuk HBV dan HIV/AIDS) dari satu
pasangan kepada pasangan yang lain.
c. Keuntungan/Manfaat:
Murah dan dapat dibeli secara umum, tidak perlu pemeriksaan kesehatan
khusus, double protection (selain mencegah kehamilan tetapi juga
mencegah IMS termasuk HIV-AIDS)
d. Keterbatasan:
Cara penggunaan sangat mempengaruhi keberhasilan kontrasepsi, agak
mengganggu hubungan seksual (mengurangi sentuhan langsung), bisa
menyebabkan kesulitan untuk mempertahankan ereksi, malu membelinya
di tempat umum.

Kontrasepsi Kombinasi (hormon Estrogen dan Progesterone); Pil dan Suntik


Pil Kombinasi
a. Profil:
 Monofasik: 21 tablet mengandung hormon aktif estrogen/progestin dalam
dosis yang sama dan 7 tablet tanpa hormon
 Bifasik: 21 tablet mengandung hormon aktif estrogen/progestin dalam
dua dosis yang berbeda dan 7 tablet tanpa hormon
 Trifasik: 21 tablet mengandung hormon aktif estrogen/progestin dalam
tiga dosis yang berbeda dan 7 tablet tanpa hormon
b. Cara kerja:
Menekan ovulasi; mencegah implantasi; mengentalkan lendir serviks
sehingga sulit dilalui oleh sperma; pergerakan tuba terganggu sehingga
transportasi telur dengan sendirinya akan terganggu
c. Waktu memulai:
Setiap saat selagi haid; setelah 6 bulan pemberian ASI eksklusif; setelah 3
bulan bagi yang tidak menyusui; segera atau dalam 7 hari pasca
keguguran.
d. Keuntungan/Manfaat:

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 44


Siklus haid menjadi teratur, banyaknya darah haid berkurang (mencegah
anemia), tidak terjadi nyeri haid, mudah dihentikan setiap saat, reversibel
(kesuburan segera kembali setelah penggunaan pil dihentikan)
e. Keterbatasan:
Mahal, harus diminum setiap hari, mengurangi ASI pada perempuan
menyusui.

Suntikan Kombinasi
a. Profil:
25 mg depo medroksiprogesteron asetat dam estradiol sipionat (Cyclofem)
disuntikkan IM dalam, sebulan sekali 50 mg noretindron anantat dan 5 mg
estradiol disuntikkan IM dalam sebulan sekali
b. Cara kerja:
Menekan ovulasi; membuat lendir serviks menjadi kental sehingga penetrasi
sperma terganggu; atrofi endometrium sehingga implantasi terganggu;
menghambat transportasi gamet oleh tuba
c. Waktu memulai:
1) Suntikan pertama diberikan dalam waktu 7 hari siklus haid.
2) Pada ibu yang tidak haid, suntikan pertama dapat diberikan setiap saat asal
dipastikan ibu tidak hamil, namun selama 7 hari setelah suntukan tidak boleh
melakukan hubungan seksual.
3) Pada ibu pasca persalinan 6 bulan, menyusui dan belum haid, suntikan
pertama dapat diberikan setiap saat asal dipastikan tidak hamil.
4) Pada ibu pascapersalinan > 6 bulan, menyusui dan sudah mendapat haid,
suntikan pertama dapat diberikan pada siklus haid hari 1 sampai hari ke 7.
5) Pada ibu pasca persalinan 3 minggu dan tidak menyusui, suntikan pertama
dapat segera diberikan.
6) Pada ibu pascakeguguran suntikan dapat segera diberikan atau dalam
waktu 7 hari.
d. Keuntungan:
Tidak diperlukan pemeriksaan dalam dan tidak perlu menyimpan obat suntik
e. Keterbatasan:

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 45


Harus kembali setiap 30 hari ke tenaga kesehatan, kemungkinan
keterlambatan pemulihan kesuburan setelah penghentian pemakaian

6. Kontrasepsi Progestin: Pil, Suntik dan Alat Kontrasepsi


Bawah Kulit (AKBK)

Pil Progestin
a. Profil
Metode kontrasepsi dengan menggunakan progestin, yaitu bahan tiruan
dari progesteron
Ada 2 jenis kemasan pil progestin, yakni:
o Kemasan 28 pil berisi 75 µg norgestrel
o Kemasan 35 pil berisi 300 µg levonorgestrel atau 350 µg norethindrone.
b. Cara kerja:
Mencegah ovulasi, mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan
kemampuan penetrasi sperma, menjadikan selaput lendir rahim tipis dan
atrofi dan menghambat transportasi gamet oleh tuba.
c. Waktu memulai:
1) Hari 1-5 siklus haid.
2) Bila diatas hari ke-5 atau tidak haid, dapat digunakan tiap saat asal
dipastikan tidak hamil, namun jangan melakukan hubungan seksual atau
menggunakan kontrasepsi lain untuk waktu 2 hari.
3) Pada ibu menyusui 6 minggu sampai 6 bulan pasca persalinan, tidak haid,
dapat dimulai setiap saat
4) Pada ibu menyusui 6 minggu sampai 6 bulan pasca persalinan, dan sudah
dapat haid, dapat dimulai pada hari 1-5 siklus haid.
5) Pada ibu pasca keguguran dapat segera diberikan.
d. Keuntungan:

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 46


Tidak mempengaruhi produksi ASI, kembalinya fertilitas segera jika
pemakaian dihentikan, mudah digunakan dan nyaman dan klien dapat
menghentikan sendiri penggunaannya.
e. Keterbatasan:
Harus digunakan setiap hari dan pada waktu yang sama, bila lupa satu pil saja,
kegagalan menjadi lebih besar; angka putus pemakaian (drop out) nya cukup
tinggi.

Suntik Progestin
a. Profil
Metode kontrasepsi dengan menggunakan progestin, yaitu bahan tiruan
dari progesteron:
Tersedia dalam 2 jenis kemasan, yakni:
1) Depo medroksiprogesteron asetat mengandung 150 mg DMPA, diberikan
setiap 3 bulan dengan suntikan intramuskular di bokong;
2) Depo noretisteron enantat mengandung 200 mg noretindron enantat,
diberikan setiap 2 bulan dengan cara disuntik intramuskular.
b. Waktu memulai:
1) Suntikan pertama diberikan dalam waktu 7 hari siklus haid
2) Pada ibu yang tidak haid, suntikan pertama dapat diberikan setiap saat asal
dipastikan ibu tidak hamil, namun selama 7 hari setelah suntukan tidak boleh
melakukan hubungan seksual
3) Pada ibu menyusui: setelah 6 minggu pasca persalinan, sementara pada ibu
tidak menyusui dapat menggunakan segera setelah persalinan.
c. Cara kerja
Mencegah ovulasi, mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan
kemampuan penetrasi sperma, menjadikan selaput lendir rahim tipis dan
atrofi dan menghambat transportasi gamet oleh tuba.
d. Keuntungan
Tidak menekan produksi ASI, dapat digunakan oleh perempuan usia > 35
tahun sampai perimenopause
e. Keterbatasan:

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 47


Klien sangat bergantung pada tempat sarana pelayanan kesehatan untuk
suntikan ulang, tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu, lambat kembalinya
kesuburan setelah penghentian pemakaian, rata-rata 4 bulan

Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)


a. Profil
Alat kontrasepsi bawah kulit yang mengandung progestin yang dibungkus
dalam kapsul silastik silikon polidimetri.
Ada 3 jenis yang tersedia:
1) Norplant, terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan panjang 3.4
cm, diameter 2,4 mm yang diisi dengan 36 mg levonorgestrel dan lama
kerjanya 5 tahun;
2) Implanon, terdiri dari satu batang putih lentur dengan panjang kira-kira 40
mm, diameter 2mm yang diisi dengan 68 mg 3 keto desogestrel dan lama
kerjanya 3 tahun;
3) Jadelle dan Indoplant, terdiri dari dua batang berisi 75 mg Levonorgestrel
dengan lama kerjanya 3 tahun.
b. Waktu memulai:
Setiap saat selama siklus haid
Setiap saat di luar siklus haid asal diyakini tidak hamil, namun tidak
melakukan hubungan seksual dulu atau menggunakan kontrasepsi lain untuk
jangka waktu 7 hari
c. Cara kerja:
Lendir serviks menjadi kental, mengganggu proses pembentukan
endometrium sehingga sulit terjadi implantasi; mengurangi transportasi
sperma; menekan ovulasi
d. Keuntungan:
Perlindungan jangka panjang (sampai 5 tahun), pengembalian tingkat
kesuburan yang cepat setelah pencabutan, tidak memerlukan pemeriksaan
dalam, tidak mengganggu ASI

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 48


e. Keterbatasan:
Membutuhkan tindakan pembedahan minor untuk insersi dan pencabutan,
tidak dapat menghentikan sendiri pemakaian kontrasepsi, melainkan harus
pergi ke faskes untuk tindakan pencabutan

7. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)


a. Profil:
Suatu alat kontrasepsi yang terbuat dari plastik fleksibel, dipasang dalam
rahim dengan menjepit kedua saluran yang menghasilkan indung telur
sehingga tidak terjadi pembuahan.
b. Waktu memulai:
1) Setiap waktu dalam siklus haid (klien pasti tidak hamil)
2) Pascaabortus: segera atau dalam waktu 7 hari
3) Pasca persalinan:
o Dalam 10 menit setelah plasenta lahir (insersi dini pascaplasenta)
o Sampai 48 jam pertama setelah melahirkan (insersi segera pasca persalinan)
o Pada 4 minggu setelah melahirkan (perpanjangan interval pasca persalinan)
o Pada waktu operasi sesarea (trans secarea)
4) Pascasanggama yang tidak terlindungi: 1-5 hari (kontrasepsi darurat)
Terkait dengan jenis kontrasepsi ini termasuk dalam metode kontrasepsi
jangka panjang (MKJP) dan waktu pemberiannya yang dapat segera mungkin
stelah persalinan, maka pemilihan metode ini sangat efektif dan efisien
dimana ibu pasca bersalin pulang ke rumah sudah langsung terlindungi
dengan kontrasepsi dengan Couple Years Protection (CYP) yang panjang.
c. Cara kerja:
Mencegah terjadinya fertilisasi, dimana tembaga pada AKDR menyebabkan
reaksi inflamasi steril, toksik buat sperma sehingga tidak mampu untuk
fertilisasi.
d. Keuntungan:
Efektivitas tinggi, efektif segera setelah pemasangan, metode jangka panjang,
tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI, dapat dipasang segera setelah

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 49


melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi), dapat
digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid terakhir)
e. Keterbatasan:
Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang
sering berganti pasangan, diperlukan prosedur medis termasuk pemeriksaan
pelvik, klien tidak dapat melepas AKDR sendiri, mungkin AKDR keluar dari
uterus tanpa diketahui, klien harus memeriksa posisi benang AKDR dari waktu
ke waktu dengan cara memasukkan jari ke dalam vagina (sebagian
perempuan tidak mau melakukan ini).
8. Kontrasepsi Mantap
Metode Operasi Wanita (MOW)
a. Profil:
Merupakan metode kontrasepsi mantap yang bersifat sukarela bagi seorang
wanita bila tidak ingin hamil lagi.
b. Cara kerja:
Mengoklusi tuba falopii (mengikat dan memotong atau memasang cincin),
sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum.
c. Waktu menggunakan:
Dapat dilakukan segera setelah persalinan atau setelah operasi sesar,
sementara untuk non-operasi sesar, idealnya dilakukan dalam 48 jam pasca
persalinan dengan minilaparotomi (jika tidak bisa dalam waktu 2 hari pasca
persalinan, ditunda sampai 4-6 minggu).
d. Keuntungan:
Efektivitasnya tinggi, tidak mempengaruhi proses menyusui, tidak bergantung
pada faktor senggama
e. Keterbatasan:
Harus dipertimbangkan sifat permanen kontrasepsi ini (tidak dapat dipulihkan
kembali, kecuali dengan operasi rekanalisasi), rasa sakit/ketidaknyamanan
dalam jangka pendek setelah tindakan, harus dilakukan oleh dokter yang

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 50


terlatih, sedikit efek samping seperti rasa sakit atau ketidak nyamanan dalam
jangka pendek setelah tindakan

Metode Operasi Pria (MOP)


a. Profil:
Merupakan prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas reproduksi pria
Ada 2 jenis vasektomi yaitu:
1) Insisi
2) Vasektomi Tanpa Pisau (VTP).
b. Cara kerja:
Mengoklusi vasa deferensia sehingga alur transportasi sperma terhambat dan
proses fertilisasi (penyatuan dengan ovum) tidak terjadi.
c. Waktu pemberian:
Bisa dilakukan kapan saja
d. Keuntungan:
Efektivitasnya yang tinggi, sangat aman, morbiditas dan mortalitas jarang,
tinggi tingkat rasio efisiensi biaya dan lamanya penggunaan kontrasepsi.
e. Keterbatasan:
tidak efektif segera (WHO menyarankan kontrasepsi tambahan selama 3
bulan setelah prosedur, kurang lebih 20 kali ejakulasi), komplikasi minor
seperti infeksi, perdarahan, nyeri pasca operasi. Teknik tanpa pisau
merupakan pilihan mengurangi perdarahan dan nyeri dibandingkan teknik
insisi.

Pasangan Usia Subur (PUS)


Menurut BKKBN (2011) Pasangan Usia Subur ( PUS) adalah pasangan suami – istri
yang istrinya berusia 15 – 49 tahun, dalam hal ini termasuk pasangan yang istrinya
lebih dari 49 tahun tetapi masih menstruasi.
a. PUS miskin  pasangan usia subur yang termasuk dalam kriteria miskin menurut
BPJS dan memiliki Kartu Miskin/ Surat Keterangan Tidak Mampu
b. PUS dengan 4T  PUS yang istrinya memenuhi salah satu kriteria “4 terlalu” 1)
berusia kurang dari 20 tahun, 2) berusia lebih ddari 35 tahun, 3) telah memiliki

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 51


lainnya
anak hidup lebih dari 3 orang, 4) jarak kelahiran atara satu anak dengan
kurang dari 2 tahun.
c. PUS dengan penyakit Kronis  PUS yang istrinya menderita salah satu penyakit
kronis, antara blain : DM, jantung, asma berat, malaria, TBC, anemia, KEK (Kurang
energi Kalori), atau LILA < 23,5 cm

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal.


REFERENSI
Kementrian Kesehatan RI. 2014. Pedoman Manajemen Pelayanan Keluarga Berencana
Rapat Kerja Kesehatan Nasional 2016 Gel II. 2016. Kebijakan Program Keluarga Berencana,
dan Pembangunan Keluarga dalam mendukung keluarga sehat. Jakarta.
Rencana Strategis BKKBN tahun 2020-2024
Undang‐Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga
https://www.bkkbn.go.id/#
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan. 2015. Buku Ajar Imunisasi. Jakarta : Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan
Kemenkes RI. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017
Tentang Penyelenggaraan Imunisasi
Kepmenkes HK.01.07/MENKES/779/2022 tentang Pemberian Imunisasi Pneumokokus
Konyugasi (PCV)

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 53

Anda mungkin juga menyukai