Waktu: 2 x 60 menit
1. Terapi O2 dan nebulizer
2. Suction
3. Mobilisasi pada pasien dengan cedera: alat gerak, tulang belakang
4. Ambulasi pasien post operasi
5. Fraktur dan dislokasi
6. Immunisasi
7. KB
Tujuan
1. Mengatasi hipoksemia
2. Menurunkan usaha napas
3. Mengurangi kerja miokardium
Metode Pemberian
1. Sistem Aliran Rendah
a. Kanula Nasal (Nasal prong)
- Berbentuk selang yang dimasukkan ke lubang hidung
- Diidikasikan untuk aliran rendah O2, tambahan dengan persentase rendah.
- Kecepatan aliran 1 – 6 L/menit
- Memberikan oksigen dengan FiO2 25 – 45%
- Pemberian yang lama dapat membuat mukosa kering, sehingga pemberian
harus menggunakan pelembab
- Pasien dapat makan, minum, berbicara saat pemasangan
* Mulai dikembangkan mulai April 2020 oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
selama wabah corona
* Resume diambil dari bahan ajar Terapi Oksigen dan Monitoring Pasien Kritis Covid 19
oleh dr. Faisal Muchtar, Sp. An, KIC
Peralatan :
1. Sumber oksigen
2. Alat bantu oksigenasi sesuai kebutuhan
3. Flow meter
4. Humidifier
5. Cairan steril
6. Stetoskop
Prosedur :
Identifikasi pasien menggunakan minimal dua identitas
Jelaskan tujuan dan langkah langkah prosedur
Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
Lakukan kebersihan tangan 6 langkah
Tuangkan cairan steril ke humidifier sesuai batas
Pasang flow meter dan humidifier ke sumber oksigen
Sambungkan alat bantu ke sumber oksigen
Atur aliran oksigen sesuai alat bantu yang digunakan
Pastikan oksigen mengalir melalui selang, jika menggunakan NRM atau RM, pastikan
kantong reservoir mengembang
Tempatkan cabang nasal kanul pada lubang hidung kemudian lingkarkan selang
mengitari belakang telinga dan atur pengikatnya
Jika menggunakan masker, pasangkan masker menutupi hidung dan mulut kemudian
lingkarkan dan eratkan tali karet melingkari kepala. Bersihkan kulit dan masker
setiap 2 - 3 jam jika pemberian oksigen dilakukan secara kontinu
Monitor cuping, septum, dan hidung luar terhadap adanya gangguan integritas mukosa/
kulit hidung per 8 jam
Monitor kecepatan oksigen dan status pernafasan (frekuensi, upaya nafas, bunyi paru,
saturasi oksigen) tiap 8 jam atau sesuai indikasi
Pasang tanda oksigen sedang digunakan di dinding belakang tempat tidur dan pintu kamar,
jika perlu
Rapikan pasien dan alat yang digunakan
Lakukan kebersihan tangan 6 langkah
Dokumentasikan prosedur tindakan dan respon pasien meliputi : metode
pemberian oksigen, kecepatan aliran, respon pasien, efek samping
atau efek merugikan yang terjadi
Tujuan
1. Membantu pengeluaran sekret pasien yang tidak mampu mengeluarkan sekret sendiri
2. Membersihkan dan memelihara jalan napas agar tetap bersih
3. Memenuhi suplai oksigen dengan jalan napas yang adekuat
Persiapan Alat
a. Sarung tangan steril (untuk naso faring, trakea, dan ETT) atau sarung tangan bersih
(untuk mulut)
b. Masker dan google jika perlu
c. Selang suction sesuai ukuran
d. Selang penyambung
e. Mesin suction
f. Kom steril berisi cairan steril
g. Tisu
h. Pengalas
i. Sumber Oksigen
j. Stetoskop
k. Oksimeter nadi
2. Pengaturan Tekanan
- Dewasa : 120 - 150 mmHg
- Anak : 100 - 120 mmHg
- Bayi : 60 - 100 mmHg
c. Acianotik
- Dilakukan tidak lebih 15 Detik
- Kateter suction tidak menutup total ETT
- Oksigenisasi 100% sebelum dan sesudah tindakan
PRINSIP PENANGANAN:
Reduksi TIDAK BOLEH dilakukan jika belum ada konfirmasi bahwa tidak ada fraktur yang
terjadi. Konfirmasi dilakukan dengan meminta hasil pemeriksaan radiologi (X-Ray).
PRINSIP PENANGANAN:
reduksi TIDAK BOLEH dilakukan jika belum ada konfirmasi bahwa tidak ada fraktur yang
terjadi. Konfirmasi dilakukan dengan meminta hasil pemeriksaan radiologi (X-Ray).
3. Reduksi fraktur
a. Reduksi tertutup harus dilakukan setelah pemeriksaan klinis yang adekuat dan
telah diberikan analgetik.
b. Imobilisasi dengan menggunakan gips (sirkular,slab
c. Open reduction External Fixation
d. Open Reduction Internal Fixation
Weight bearing adalah salah satu langkah dari ambulasi dini pada pasien yang mengalami
fraktur ekstremitas. Ambulasi dini adalah tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada
pasien pasca operasi dimulai dari bangun dan duduk sampai pasien turun dari tempat tidur
dan mulai berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien (Roper, 2002).
Weight bearing adalah jumlah dari beban seorang pasien yang dipasang pada kaki yang
dibedah. Pembebanan berat badan (weight-bearing) pada kaki ditentukan oleh dokter
bedah. Tingkatan weight bearing dibedakan menjadi lima yaitu (Pierson, 2002):
1) Non Weight Bearing (NWB)
Adalah berjalan dengan tungkai tidak diberi beban (menggantung). Kaki yang cedera
tidak boleh menyentuh lantai.
Non weight bearing adalah 0% dari beban tubuh, dilakukan selama 3 minggu pasca operasi.
2) Touch Down Weight Bearing (TDWB)
Berjalan dengan berat dari kaki pada lantai saat melangkah tidak lebih dari 5% beban
tubuh.
3) Partial Weight Bearing (PWB)
Adalah berjalan dengan tungkai diberi beban hanya dari beban tungkai itu sendiri. Berat
dapat berangsur ditingkatkan dari 30 – 50% beban tubuh, Dilakukan bila callus telah
mulai terbentuk (3 – 6 minggu) setelah operasi.
4) Weight Bearing as Tolerated (WBAT)
Tingkatannya dari 50 – 100% beban tubuh. Pasien dapat meningkatkan beban jika
merasa sanggup melakukannya.
5) Full Weight Bearing (FWB)
Adalah berjalan dengan beban penuh dari tubuh. Kaki yang cedera dapat membawa
100% beban tubuh setiap melangkah, dilakukan 8 – 9 bulan pasca operasi.
Mobilisasi merupakan teknik yang dapat digunakan oleh perawat untuk memberi perawatan
pada klien imobilisasi. Teknik ini membutuhkan mekanika tubuh yang sesuai sehingga
memungkinkan perawat untuk menggerakan, mengangkat atau memindahkan klien dengan
aman dan juga melindungi perawat dari cedera sistem musculoskeletal.
Teknik pemindahan pada klien termasuk dalam transport pasien, seperti pemindahan pasien
dari satu tempat ke tempat lain, baik menggunakan alat transport seperti ambulance, dan
brankar yang berguna sebagai pengangkut pasien gawat darurat.
Sedikitnya empat orang penolong dibutuhkan untuk membantu dalam prosedur log roll
dengan tugas sebagai berikut:
Satu penolong untuk menahan kepala klien
Dua penolong untuk menahan dada, abdomen dan lengan bawah. Tambahan satu orang
mungkin juga akan dibutuhkan pada saat melakukan log roll klien trauma yang gemuk, tinggi
atau memiliki cedera pada lengan bawah.
Satu penolong melakukan prosedur yang dibutuhkan (misalnya pengkajian
tulang belakang klien).
Mobilisasi dini merupakan aktivitas yang dilakukan pasien post pembedahan dimulai dari
latihan ringan di atas tempat tidur (latihan pernafasan, latihan batuk efektif dan
menggerakkan tungkai) sampai dengan pasien bisa turun dari tempat tidur, berjalan ke
kamar mandi dan berjalan keluar kamar (Ibrahim, 2013). Mobilisasi dini adalah suatu
tindakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk membantu pasien keluar dari tempat
tidurnya dan membimbingnya sedini mungkin untuk berjalan ( Dewi, 2010).
Pengertian Imunisasi
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/ meningkatkan kekebalan seseorang
secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terpajan dengan penyakit
tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.
Landasan Hukum
Peraturan Menteri Kesehatan No 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi. Pada
pasal 6 ayat (2) dijelaskan bahwa imunisasi dasar terdiri atas Imunisasi terhadap penyakit
Hepatitis B, Poliomyelitis, Tuberkulosis, Difteri, Pertusis, Tentanus, pneumonia dan
meningitis yang s=disebabkan oleh Hemophilus Influenza tipe b (Hib), dan Campak.
Tujuan Imunisasi
Tujuan Umum
Turunnya angka kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat Penyakit yang Dapat Dicegah
Dengan Imunisasi (PD3I)
Tujuan Khusus
Tercapainya cakupan imunisasi dasar lengkap sesauai target RPJMN
Tercapainya UCI di seluruh desa/ kelurahan
Tercapainya target imunisasi pada baduta, usia sekolah dasar, dan WUS
Tercapainya reduksi, eliminasi. Dan eradikasi PD3I
Tercapainya perlindungan optimal untuk masyarakat yang bepergian ke daerah endemis
Pemberian imunisasi yang aman dan pengelolaan limbah medis
Pengertian Vaksin
Vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati,masih hidup tapi
dilemahkan,masih utuh atau bagiannya, yang telah diolah, berupa toksin
Sasaran Imunisasi
Tabel 1 Sasaran Imunisasi pada Bayi (Imunisasi Dasar)
Usia Pemberian Jenis Imunisasi Interval Minimal
0-24 jam, daerah akses sulit Hepatitis B -
sampai 7 hari
1 bulan BCG, Polio 1 -
2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2, 4 Minggu
PCV 1
3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3, 4 Minggu
PCV 2
4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4, IPV 4 Minggu
9 bulan Campak -
12 bulan PCV 3 -
Sumber : PMK 12/2017, Kepmenkes HK.01.07/MENKES/779/2022
Keterangan : Bayi yang telah lengkap imunisasi DPT-HB-Hib 1 – 3 dengan jadwal dan interval
sesuai tabel dinyatakan berstatus imunisasi T2.
Tabel 4 Sasaran Imunisasi Wanita Usia Subur (WUS) (Imunisasi Lanjutan Td)
Status Imunisasi Usia Pemberian Masa Perlindungan
T1 - -
T2 4 minggu setelah T1 3 tahun
T3 6 Bulan setelah T2 5 tahun
T4 1 tahun setelah T3 10 tahun
T5 1 tahun setelah T4 25 tahun
Imunisasi dasar diberikan pada bayi sebelum berusia 1 (satu) tahun. Imunisasi dasar terdiri
atas Imunisasi terhadap penyakit: hepatitis, poliomyelitis, tuberkulosis, difteri, pertusis,
tetanus, pneumonia dan meningitis yang disebabkan oleh Hemophilus Influenza tipe b
(Hib), dan campak
2. Imunisasi tambahan
Imunisasi tambahan merupakan jenis Imunisasi tertentu yang diberikan pada kelompok
umur tertentu yang paling berisiko terkena penyakit sesuai dengan kajian epidemiologis
pada periode waktu tertentu. Pemberian Imunisasi tambahan dilakukan untuk melengkapi
Imunisasi dasar dan/atau lanjutan pada target sasaran yang belum tercapai.
3. Imunisasi khusus
Imunisasi khusus dilaksanakan untuk melindungi seseorang dan masyarakat terhadap
penyakit tertentu pada situasi tertentu. Situasi tertentu berupa persiapan keberangkatan
calon jemaah haji/umroh, persiapan perjalanan menuju atau dari negara endemis penyakit
tertentu, dan kondisi kejadian luar biasa/wabah penyakit tertentu. Imunisasi khusus
berupa Imunisasi terhadap meningitis meningokokus, yellow fever (demam kuning), rabies,
dan poliomyelitis.
B. Imunisasi Pilihan
Imunisasi Pilihan adalah imunisasi yang dapat diberikan kepada seseorang sesuai dengan
kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dari penyakit tertentu. Imunisasi
Pilihan dapat berupa Imunisasi terhadap penyakit:
a. Pneumonia dan meningitis yang g. Demam tifoid;
disebabkan oleh pneumokokus; h. Hepatitis A;
Pendistribusian Vaksin
Pemerintah bertanggung jawab dalam pendistribusian logistik sampai ke tingkat provinsi.
Pendistribusian selanjutnya merupakan tanggung jawab pemerintah daerah secara
berjenjang dan untuk lebih jelasnya Anda dapat melihat gambar berikut ini.
Vaksin hepatitis B
Deskripsi: Vaksin virus recombinan yang telah diinaktivasikan dan bersifat non-infecious,
berasal dari HBsAg.
Vaksin Campak
Deskripsi: Vaksin virus hidup yang dilemahkan.
Indikasi: Pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak.
Kontra indikasi: Individu yang mengidap penyakit immune deficiency atau individu yang
diduga menderita gangguan respon imun karena leukemia, limfoma.
Efek samping: Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3
hari yang dapat terjadi 8–12 hari setelah vaksinasi.
Penanganan efek samping:
Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI atau sari buah). Jika
demam kenakan pakaian yang tipis.
Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.
Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal 6 kali dalam 24
jam).
Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat.
Jika reaksi tersebut berat dan menetap bawa bayi ke dokter.
Vaksin Td
Deskripsi: Suspensi kolodial homogen berwarna putih susu mengandung toksoid tetanus dan
toksoid difteri murni yang terabsorpsi ke dalam alumunium fosfat.
Indikasi: Imunisasi ulangan terhadap tetanus dan difteri pada individu mulai usia 7 tahun.
Cara pemberian dan dosis: Disuntikkan secara intra muskular atau subkutan dalam, dengan
dosis pemberian 0,5 ml.
Kontra indikasi: Individu yang menderita reaksi berat terhadap dosis sebelumnya.
efek samping: Pada uji klinis dilaporkan terdapat kasus nyeri pada lokasi penyuntikan (20–
30%) serta demam (4,7%)
Kontra indikasi:
Gejala-gejala berat karena dosisTT sebelumnya.
Hipersensitif terhadap komponen vaksin.
infeksi akut.
Demam atau
Efek samping: Jarang terjadi dan bersifat ringan seperti lemas dan kemerahan pada lokasi
suntikan yang bersifat sementara, dan kadang-kadang gejala demam.
Penanganan efek samping:
Bekas suntikanyangnyeridapat dikompres air dingin.
Anjurkan ibu minum lebih banyak.
BCG 2–6 minggu setelah imunisasi timbul bisul Bila ulkus mengeluarkan cairan, kompres
kecil (papula), ulserasi dalam waktu 2–4 dengan cairan antiseptik.
bulan, menimbulkan jaringan parut dengan Bila cairan bertambah banyak/ koreng
diameter 2–10 mm membesar, bawa bayi ke tenaga kesehatan.
Polio - -
IPV Reaksi lokal pada tempat penyuntikan: nyeri, Berikan minum lebih banyak (ASI atau sari
kemerahan, indurasi, dan bengkak bisa terjadi buah)
dalam waktu 48 jam setelah penyuntikan, bisa Jika demam, kenakan pakaian yang tipis.
bertahan selama satu atau dua hari. Bila nyeri, kompres air dingin.
DPT-HB-Hib Reaksi lokal: bengkak, nyeri, dan kemerahan
pada lokasi suntikan, disertai demam.
Visi
Terwujudnya Keluarga Berkualitas dan Pertumbuhan Penduduk yang Seimbang
guna mendukung tercapainya Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri, dan
Berkepribadian Berlandaskan Gotong-Royong”.
Misi
1. Mengendalikan pertumbuhan penduduk dalam rangka menjaga kualitas
dan struktur penduduk seimbang.
2. Menyelenggarakan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi secara
komprehensif
3. Menyelenggarakan pembangunan keluarga yang holistik integratif sesuai
siklus hidup
4. Membangun kemitraan, jejaring kerja, peran serta masyarakat dan
kerjasama global.
5. Memperkuat inovasi, teknologi, informasi dan komunikasi.
6. Membangun kelembagaan, meningkatkan kapasitas dan kesejahteraan
SDM aparatur.
FKRTL meliputi:
pelayanan konseling
Pelayanan kontrasepsi IUD dan Impla
Metode Operasi Wanita (MOW)
FKTP meliputi:
Metode Operasi Pria (MOP)
Pelayanan konseling
Kontrasepsi dasar ( pil, suntik, IUD dan implant kondom)
Pelayanan Metode Operasi Pria (MOP)
Penanganan efek samping dan nkomplikasi ringan – sedang akibat penggunaan kontrasepsi
Merujuk pelayanan yang tidak dapat ditangani di FTKP
Metode barier
Kondom
a. Profil:
Merupakan selubung/sarung karet yang dapat terbuat dari berbagai
bahan diantaranya lateks (karet), plastik (vinil) atau bahan alami (produksi
hewani) yang dipasang pada penis saat hubungan seksual; terbuat dari
karet sintetis yang tipis, berbentuk silinder, dengan muaranya berpinggir
tebal, yang bila digulung berbentuk rata atau atau mempunyai bentuk
seperti putting susu.
Berbagai bahan telah ditambahkan pada kondom baik untuk
meningkatkan efektivitasnya (misalnya penambahan spermisida) maupun
sebagai aksesoris aktivitas seksual.
b. Cara kerja:
Suntikan Kombinasi
a. Profil:
25 mg depo medroksiprogesteron asetat dam estradiol sipionat (Cyclofem)
disuntikkan IM dalam, sebulan sekali 50 mg noretindron anantat dan 5 mg
estradiol disuntikkan IM dalam sebulan sekali
b. Cara kerja:
Menekan ovulasi; membuat lendir serviks menjadi kental sehingga penetrasi
sperma terganggu; atrofi endometrium sehingga implantasi terganggu;
menghambat transportasi gamet oleh tuba
c. Waktu memulai:
1) Suntikan pertama diberikan dalam waktu 7 hari siklus haid.
2) Pada ibu yang tidak haid, suntikan pertama dapat diberikan setiap saat asal
dipastikan ibu tidak hamil, namun selama 7 hari setelah suntukan tidak boleh
melakukan hubungan seksual.
3) Pada ibu pasca persalinan 6 bulan, menyusui dan belum haid, suntikan
pertama dapat diberikan setiap saat asal dipastikan tidak hamil.
4) Pada ibu pascapersalinan > 6 bulan, menyusui dan sudah mendapat haid,
suntikan pertama dapat diberikan pada siklus haid hari 1 sampai hari ke 7.
5) Pada ibu pasca persalinan 3 minggu dan tidak menyusui, suntikan pertama
dapat segera diberikan.
6) Pada ibu pascakeguguran suntikan dapat segera diberikan atau dalam
waktu 7 hari.
d. Keuntungan:
Tidak diperlukan pemeriksaan dalam dan tidak perlu menyimpan obat suntik
e. Keterbatasan:
Pil Progestin
a. Profil
Metode kontrasepsi dengan menggunakan progestin, yaitu bahan tiruan
dari progesteron
Ada 2 jenis kemasan pil progestin, yakni:
o Kemasan 28 pil berisi 75 µg norgestrel
o Kemasan 35 pil berisi 300 µg levonorgestrel atau 350 µg norethindrone.
b. Cara kerja:
Mencegah ovulasi, mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan
kemampuan penetrasi sperma, menjadikan selaput lendir rahim tipis dan
atrofi dan menghambat transportasi gamet oleh tuba.
c. Waktu memulai:
1) Hari 1-5 siklus haid.
2) Bila diatas hari ke-5 atau tidak haid, dapat digunakan tiap saat asal
dipastikan tidak hamil, namun jangan melakukan hubungan seksual atau
menggunakan kontrasepsi lain untuk waktu 2 hari.
3) Pada ibu menyusui 6 minggu sampai 6 bulan pasca persalinan, tidak haid,
dapat dimulai setiap saat
4) Pada ibu menyusui 6 minggu sampai 6 bulan pasca persalinan, dan sudah
dapat haid, dapat dimulai pada hari 1-5 siklus haid.
5) Pada ibu pasca keguguran dapat segera diberikan.
d. Keuntungan:
Suntik Progestin
a. Profil
Metode kontrasepsi dengan menggunakan progestin, yaitu bahan tiruan
dari progesteron:
Tersedia dalam 2 jenis kemasan, yakni:
1) Depo medroksiprogesteron asetat mengandung 150 mg DMPA, diberikan
setiap 3 bulan dengan suntikan intramuskular di bokong;
2) Depo noretisteron enantat mengandung 200 mg noretindron enantat,
diberikan setiap 2 bulan dengan cara disuntik intramuskular.
b. Waktu memulai:
1) Suntikan pertama diberikan dalam waktu 7 hari siklus haid
2) Pada ibu yang tidak haid, suntikan pertama dapat diberikan setiap saat asal
dipastikan ibu tidak hamil, namun selama 7 hari setelah suntukan tidak boleh
melakukan hubungan seksual
3) Pada ibu menyusui: setelah 6 minggu pasca persalinan, sementara pada ibu
tidak menyusui dapat menggunakan segera setelah persalinan.
c. Cara kerja
Mencegah ovulasi, mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan
kemampuan penetrasi sperma, menjadikan selaput lendir rahim tipis dan
atrofi dan menghambat transportasi gamet oleh tuba.
d. Keuntungan
Tidak menekan produksi ASI, dapat digunakan oleh perempuan usia > 35
tahun sampai perimenopause
e. Keterbatasan: