Anda di halaman 1dari 9

KEPERAWATAN DASAR

“LAPORAN PENDAHULUAN PEMASANGAN INFUS”

Oleh

SURBA DIPA APRILA

003.19.059

Preseptor Klinik Preseptor Akademik

(Ns.Fernando Ebenezer, S.Kep) (Sri Muharni, Ners, M.Kep)

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AWAL BROS BATAM

2019
Judul : Pemasangan Infus

1. Definisi

Pemasangan infus termasuk salah satu prosedur medis yang paling sering

dilakukan sebagai tindakan terapeutik. Pemasangan infus dilakukan untuk

memasukkan bahan-bahan larutan ke dalam tubuh secara kontinyu atau sesaat untuk

mendapatkan efek pengobatan secara cepat. Bahan yang dimasukkan dapat berupa

darah, cairan atau obat-obatan. Istilah khusus untuk infus darah adalah transfusi

darah. (Jurnalis, 2013)

2. Anatomi dan fisiologi

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada tindakan pemasangan infus adalah:

a. Sterilitas

Tindakan sterilitas dimaksudkan supaya mikroba tidak menyebabkan infeksi

lokal pada daerah tusukan dan supaya mikroba tidak masuk ke dalam pembuluh

darah mengakibatkan bakteremia dan sepsis. Beberapa hal perlu diperhatikan untuk

mempertahankan standard sterilitas tindakan, yaitu :

1) Tempat tusukan harus disucihamakan dengan pemakaian desinfektan

(golongan iodium, alkohol 70%).

2) Cairan, jarum dan infus set harus steril.

3) Pelaku tindakan harus mencuci tangan sesuai teknik aseptik dan

antiseptik yang benar dan memakai sarung tangan steril yang pas di

tangan.

4) Tempat penusukan dan arah tusukan harus benar. Pemilihan tempat

juga mempertimbangkan besarnya vena. Pada orang dewasa biasanya

2
vena yang dipilih adalah vena superficial di lengan dan tungkai,

sedangkan anak-anak dapat juga dilakukan di daerah frontal kepala.

Gambar 1. Memlilih Lokasi Pemasangan Infus

b. Fiksasi

Fiksasi bertujuan agar kanula atau jarum tidak mudah tergeser atau

tercabut. Apabila kanula mudah bergerak maka ujungnya akan menusuk

dinding vena bagian dalam sehingga terjadi hematom atau trombosis.

c. Pemilihan cairan infus

Jenis cairan infus yang dipilih disesuaikan dengan tujuan pemberian cairan.

d. Kecepatan tetesan cairan

Untuk memasukkan cairan ke dalam tubuh maka tekanan dari luar ditinggikan

atau menempatkan posisi cairan lebih tinggi dari tubuh. Kantung infus dipasang

± 90 cm di atas permukaan tubuh, agar gaya gravitasi aliran cukup dan tekanan

cairan cukup kuat sehingga cairan masuk ke dalam pembuluh darah. Kecepatan
3
tetesan cairan dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Yang perlu diperhatikan

adalah bahwa volume tetesan tiap set infus satu dengan yang lain tidak selalu

sama dan perlu dibaca petunjuknya.

e. Selang infus dipasang dengan benar, lurus, tidak melengkung, tidak terlipat atau

terlepas sambungannya.

f. Hindari sumbatan pada bevel jarum/kateter intravena. Hati-hati pada penggunaan

kateter intravena berukuran kecil karena lebih mudah tersumbat.

g. Jangan memasang infus dekat persendian, pada vena yang berkelok atau

mengalami spasme.

h. Lakukan evaluasi secara periodik terhadap jalur intravena yang sudah terpasang.

(Soetijono, 2014)

3. Indikasi tindakan yang dilakukan


a. Pasien dengan keadaan emergency (misalnya pada tindakan RJP), yang

memungkinkan pemberian obat langsung ke dalam intravena.

b. Untuk memberikan respon yang cepat terhadap pemberian obat (seperti

furosemid, digoxin)

c. Pasien yang mendapat terapi obat dalam dosis besar terus menerus melalui

intravena (Hidayati, 2014)

d. Pasien yang membutuhkan pencegahan gangguan cairan dan elektrolit

e. Pasien yang mendapatkan transfusi darah

f. Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya pada

operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena untuk

persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian obat).

4
g. Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, mialnya risiko

dehodrasi (kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum

pembuluh darah kolabs (tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur infus.

h. Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral (efektivitas dalam darah jika

dimasukkan melalui mulut) yang terbatas. Atau hanya tersedia dalam sediaan

intravena (sebagai obat suntik). Misalnya antibiotika golongan aminoglikosida

yang susunan kimiawinya “polications” dan sangat polar, sehingga tidak dapat

diserap melalui jalur gastrointestinal (di usus hingga sampai masuk ke dalam

darah). Maka harus dimasukkan ke dalam pembuluh darah langsung.

i. Pasien tidak dapat minum obat karena muntah, atau memang tidak dapat

menelan obat (ada sumbatan di saluran cerna atas). Pada keadaan seperti ini,

perlu dipertimbangkan pemberian melalui jalur lain seperti rektal (anus),

sublingual (di bawah lidah), subkutan (di bawah kulit), dan intramuskular

(disuntikkan di otot).

j. Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedak—obat masuk ke

pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain dipertimbangkan.

k. Kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan

melalui injeksi bolus (suntikan langsung ke pembuluh balik/vena). Peningkatan

cepat konsentrasi obat dalam darah tercapai. Misalnya pada orang yang

mengalami hipoglikemia berat dan mengancam nyawa, pada penderita diabetes

mellitus. Alasan ini juga sering digunakan untuk pemberian antibiotika melalui

infus/suntikan, namun perlu diingat bahwa banyak antibiotika memiliki

bioavalaibilitas oral yang baik, dan mampu mencapai kadar adekuat dalam

darah untuk membunuh bakteri. (Soetijono, 2014)


5
4. Kontraindikasi tindakan yang dilakukan

a. Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus.

b. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan

digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan

hemodialisis (cuci darah).

c. Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang aliran

darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki). (Gleadle,2013)

5. Diagnosa keperawatan (Herdman,2015)

Diagnosa keperawatan pada klien dengan pemasangan kateter yang dapat muncul
yaitu :

DIAGNOSA
FAKTOR YANG
NO KEPERAWATA BATASAN KARATERISTIK
BERHUBUNGAN
N
1. Defisit Volume a. Kelemahan a. Kehilangan
Cairan b. Haus volume cairan
c. Penurunan turgor kulit/lidah secara aktif
d. Membran mukosa/kulit kering b. Kegagalan
e. Peningkatan denyut nadi, penurunan mekanisme
tekanan darah, penurunan pengaturan
volume/tekanan nadi
f. Pengisian vena menurun
g. Perubahan status mental
h. Konsentrasi urine meningkat
i. Temperatur tubuh meningkat
j. Hematokrit meninggi

6
k. Kehilangan berat badan seketika
(kecuali pada third spacing)

2. Nyeri Akut a. Laporan secara verbal atau non a. Agen injuri


verbal (biologi, kimia,
b. Fakta dari observasi fisik,
c. Posisi antalgic untuk menghindari psikologis)
nyeri
d. Gerakan melindungi
e. Tingkah laku berhati-hati
f. Muka topeng
g. Gangguan tidur (mata sayu, tampak
capek, sulit atau gerakan kacau,
menyeringai)
h. Terfokus pada diri sendiri
i. Fokus menyempit (penurunan
persepsi waktu, kerusakan proses
berpikir, penurunan interaksi dengan
orang dan lingkungan)
j. Tingkah laku distraksi, contoh :
jalan-jalan, menemui orang lain
dan/atau aktivitas, aktivitas
berulang-ulang)
k. Respon autonom (seperti
diaphoresis, perubahan tekanan
darah, perubahan nafas, nadi dan
dilatasi pupil)
l. Perubahan autonomic dalam tonus
otot (mungkin dalam rentang dari
lemah ke kaku)
m. Tingkah laku ekspresif (contoh :

7
gelisah, merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
n. Perubahan dalam nafsu makan dan
minum

a. Kelemahan a. Kehilangan
b. Haus volume cairan
c. Penurunan turgor kulit/lidah secara aktif
d. Membran mukosa/kulit kering b.Kegagalan
e. Peningkatan denyut nadi, penurunan mekanisme
tekanan darah, penurunan pengaturan
Resiko Defisit
volume/tekanan nadi
3. Volume Cairan
f. Pengisian vena menurun
g. Perubahan status mental
h. Konsentrasi urine meningkat
i. Temperatur tubuh meningkat
j. Hematokrit meninggi
k. Kehilangan berat badan seketika
(kecuali pada third spacing)
Faktor Resiko
a. Kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan
pathogen
b. Malnutrisi
4. Resiko Infeksi c. Obesitas
d. Penyakit kronis
e. Prosedur invasive
f. Terpajan pada wabah

8
6. Tujuan tindakan keperawatan yang diambil

Tujuan dari tindakan ini adalah :

a. Sebagai pengobatan
b. Mencukupi kebutuhan tubuh akan cairan dan elektrolit
c. Memberi zat makanan pada klien yang tidak dapat atau tidak boleh makan
melalui mulut. (Ariningrum,2017)

7. Referensi

Ariningrum, D. ; dkk. (2017). Buku Pedoman Keterampilan Klinis. Surakarta:


Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

Gleadle, J. (2013). Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga.

Herdman, T. Heather. (2015). Nanda International Inc. diagnosis keperawatan:


definisi & klasifikasi. Jakarta: EGC

Hidayati, R. ; dkk. (2014). Praktik Laboratorium Keperawatan. Jakarta: PT Gelora


Aksara Pratama.

Jurnalis. (2013). Protap Pemasangan Infus.

Jurnal Tindakan Keperawatan Pemasangan Infus Di Ruang Flamboyan RSUD Dr R


Soetijono Blora. (2014)

Anda mungkin juga menyukai