Anda di halaman 1dari 18

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

“LAPORAN PENDAHULUAN STRUMA NODUSA NON TOKSIK”

Oleh

SULASTRY PANDENSOLANG

003.19.053

Preseptor Klinik Preseptor Akademik

(Ns.Fernando Ebenezer, S.Kep) (Rizki Sari Utami M, Ners, M.Kep)

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AWAL BROS BATAM

2019
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN STRUMA NODUSA NON TOKSIK

A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran
kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya diet
iodium yang dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid. Terjadinya pembesaran
kelenjar tiroid dikarenakan sebagai usaha meningkatkan hormon yang dihasilkan.

2. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan
faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
a. Defisiensi yodium. Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat
di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium,
misalnya daerah pegunungan.
b. Kelainan metabolik kongenital yang mengahambat sintesa hormon tyroid
1) Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (substansi dalam kol, lobak, dan
kacang kedelai).
2) Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (Triocarbamide, sulfonylurea dan
litium).

c. Hiperplasi dan involusi kelenjar tyroid pada umumnya ditemui pada masa
pertumbuhan, puberitas, menstruasi, kehamilan, laktasi, menopause, infeksi dan
stress lainnya. Dimana menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid yang dapat
bekelanjutan dengan berkurangnya aliran darah didaerah tersebut
(Brunicardi et al, 2010).

3. Klasifikasi
Struma dapat diklasifikasikan menjadi struma difusa non- toksik, struma
difusa toksik, struma nodusa toksik dan struma nodusa non-toksik. Dimana istlah
toksik dan nontoksik ini merujuk pada adanya perubahan dari segi fungsi fisiologis
kelenjar tiroid seperti hipertiroid (kelenjar tiroid aktif menghasilkan hormone tiroid

2
secara berlebihan) dan hipotiroid (produksi hormone tiroid kurang dari kebutuhan
tubuh). Sedangkan istilah nodusa dan diffusa lebih berfokus kepada bentuk
pembesaran kelenjar tiroid.
a. Struma diffusa ditandai dengan adanya pembesaran atau benjolan diseluruh
kelenjar tiroid (seakan terjadi pembesaran leher). Ada struma diffusa toksik
(disertai gejala hipertiroidisme) dan struma diffusa non toksik (tanpa tanda dan
gejala hipertiroidisme).
b. Struma nodusa ditandai dengan membesarnya sebagian dari kelenjar tiroid, yang
dimana benjolannya terlokalisir. Pembesaran tersebut ditandai dengan benjolan di
leher yang bergerak pada saat menelan. Nodul mungkin tunggal, tetapi
kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi. Degenerasi
jaringan menyebabkan kista atau adenoma. Karena pertumbuhannya yang
sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan
di leher. Sebagian penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya
tanpa gangguan.
1) Struma nodusa toksik : kelenjar tiroid aktif menghasilkan hormon tiroid
sehingga produksinya berlebihan.
2) Struma nodusa non-toksik : kelenjar tiroid tidak aktif menghasilkan hormon
tiroid. sering tidak menampakkan gejala/keluhan karena pasien tidak
mengalami hipotiroidisme ataupun hipertiroidisme.

4. Manifestasi klinis
Pada penyakit Struma Nodosa Non Toksik (SNNT) terdapat beberapa
manifestasi klinis berupa :
a. Terdapat benjolan di daerah leher
b. Pembesaran kelenjar tyroid terjadi dengan lambat.
c. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan
gangguan pada respirasi dan juga esophagus tertekan sehingga terjadi gangguan
menelan.
d. Klien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau
hipertirodisme.
e. Peningkatan metabolism karena klien hiperaktif dengan meningkatnya denyut
nadi.

3
f. Peningkatan simpatis seperti ; jantung menjadi berdebar-debar, gelisah,
berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan

5. KOMPLIKASI
a. Gangguan menelan atau bernafas
b. Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga pnyakit jantung kongestif (
jantung tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh)
c. Osteoporosis karena tubuh kekurangan kalsium
d. Komplikasi pembedahan :
1) Perdarahan
2) Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara.
3) Trauma pada nervus laryngeus recurrens.
4) Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam sirkulasi
dengan tekanan.
5) Sepsis yang meluas ke mediastinum.
6) Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar para tiroid.
7) Trakeumalasia (melunaknya trakea).

6. PATOFISIOLOGI
Kelenjar tiroid dikendalikan oleh tirotropin (TSH), yang disekresikan oleh
kelenjar pituitari, yang mana, pada gilirannya, dipengaruhi oleh tirotropin releasing
hormone (TRH) dari hipothalamus. TSH menyebabkan pertumbuhan, diferensiasi sel,
dan produksi hormon tiroid serta sekresinya oleh kelenjar tiroid. Tirotropin bekerja
pada reseptor TSH pada kelenjar tiroid. Hormon tiroid dalam serum (levothyroxine
dan triiodothyronine) menyebabkan feedback ke pituitari, yang mengatur produksi
TSH. Rangsangan pada reseptor TSH oleh TSH, TSH-receptor antibodi, atau TSH
receptor agonist, seperti chorionic gonadotropin, bisa menyebabkan struma diffuse.
Ketika sejumlah kecil sel tiroid, sel-sel peradangan, atau sel-sel keganasan
bermetastase ke tiroid, bisa terbentuk nodul tiroid.
Kekurangan sintesis hormon tiroid atau kurangnya pemasukan menyebabkan
peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan jumlah sel
dan hiperplasia dari kelenjar tiroid untuk menormalkan kadar hormon tiroid. Bila
proses ini terus terjadi, bisa terbentuk struma. Penyebab kekurangan hormon tiroid
bisa karena gangguan pada sintesisnya, kekurangan iodium, dan goitrogen.

4
Struma bisa terbentuk dari sejumlah TSH receptor agonist. TSH receptor
merangsang TSH receptor antibodies, resistensi pituitari terhadap hormon tiroid,
adenoma dari kelenjar tiroid atau pituitari, dan tumor yang menghasilkan human
chorionic gonadotropin

7. PATHWAY
Kelainan metab.
Defisiensi iodium Penghambat sintesa hormon
kongenital
oleh zat kimia oleh obat

Struma nodusa non


toksik

Pembedahan Luka insisi (diskontinuitas Tumbuh di jaringan


jaringan tyroid

disfagia
Terapat General Pintu masuk
Mediator kimia
luka jahitan anastesi kuman
bradikulin, histamine
Sulit menelan
Kuman
Depresi Perangsangan ujung Intake nutrisi
mudh masuk
estetika sistem syaraf perifer berkurang
pernafasan

gg.konsep Resiko infeksi Subtansia gelatinosa gg.nutrisi kurang


diri Penekanan dari kebutuhan tubuh
medula oblogata Thalamus korte
serebri

Penurunan reflek
Nyeri di
batuk
persepsiakan

Akumulasi
gg.raya nyaman
sputum
nyeri)

Resiko bersihan
jalan nafas tidak
efektif

5
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita penyakit tiroid, kadar
normal pada orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dL; T3 sangat
membantu untuk hipertiroidisme, kadar normal pada orang dewasa antara 1,0-2,6
nmol/L atau 0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat membantu untuk mengetahui
hipotiroidisme primer di mana basal TSH meningkat 6 mU/L. Kadang-kadang
meningkat sampai 3 kali normal.
2) Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid. Antibodi terhadap
macam - macam antigen tiroid ditemukan pada serum penderita dengan penyakit
tiroid autoimun :
a) antibodi tiroglobulin
b) antibodi microsomal
c) antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies)
d) antibodi permukaan sel (cell surface antibody)
e) hyroid stimulating hormone antibody (TSA)

b. Sidik (scanning) tiroid


Memakai uptake I131 yang didistribusikan ke tiroid untuk menentukan fungsi tiroid. 
Normalnya uptake 15-40 % dalam 24 jam. Bila uptake > normal disebut hot area,
sedangkan jika uptake < normal disebut cold area (pada neoplasma).
c. Ultrasonography (USG) : untuk menentukan isi nodul berupa cairan atau padat.
Selain itu digunakan untuk membedakan antara nodul solid dan kistik. Bila hasil USG
memberikan gambaran solid (padat) maka selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan
scanning tiroid.
d. Radiologi
1) Thorax : mengetahui adanya deviasi trakea, retrosternal struma, coin lesion
(papiler), cloudy (folikuler).
2) Leher AP lateral : untuk evaluasi jalan nafas untuk intubasi pembiusan.
e. Pemeriksaan Sitologi
Pemeriksaan biopsi jaringan dilakukan jika masih belum dapat ditentukan
diagnosis, jenis kelainan jinak atau ganas. Pemeriksaan patologi anatomi merupakan
standar baku untuk sel tiroid dan memiliki nilai akurasi paling tinggi. Pengerjaan
dengan teknik Biopsi Aspirasi dengan Jarum Halus atau Fine Needle Aspiration

6
Biopsi (BAJAH/FNAB) harus dilakukan oleh operator yang sudah berpengalaman. Di
tangan operator yang terampil, BAJAH dapat menjadi metode yang efektif untuk
membedakan jinak atau ganas pada nodul soliter atau nodul dominan dalam struma
multinodular. BAJAH mempunyai sensitivitas sebesar 83% dan spesifitas 92%. Bila
BAJAH dikerjakan dengan baik maka akan menghasilkan angka negatif palsu kurang
dari 5% dan angka positif palsu hampir mendekati 1%.
f. Terapi Supresi Tiroksin
Salah satu cara meminimalisasi hasil negatif palsu pada BAJAH ialah dengan
terapi supresi TSH dengan tiroksin.

9. PENATALAKSANAAN
a. Konservatif/medikamentosa
Indikasi : pasien usia tua, pasien berada pada fase pengobatan sangat awal,
rekurensi pasca bedah, pada persiapan operasi, struma residif, pada kehamilan
(misalnya pada trimester ke-3).
1) Struma non toksik  :  iodium, ekstrak tiroid 20-30 mg/dl
2) Struma toksik   :
a) Bed rest
b) Propilthiouracil (PTU) 100-200 mg. PTU merupakan obat anti-tiroid,
dimana bekerjanya dengan prevensi pada sintesis dan akhir dari tiroksin.
Obat ini bekerja mencegah produksi tiroksin (T4). Diberikan dosis 3x 100
mg/hari tiap 8 jam sampai tercapai eutiroid. Bila menjadi eutiroid
dilanjutkan dengan dosis maintenance 2 x 5 mg/hari selama 12-18 bulan.
c) Lugol 5 – 10 tetes. Obat ini membantu mengubah menjadi tiroksin dan
mengurangi vaskularisasi serta kerapuhan kelenjar tiroid. Digunakan 10-21
hari sebelum operasi. Namun sekarang tidak digunakan lagi, oleh karena
propanolol lebih baik dalam mengurangi vaskularisasi dan kerapuhan
kelenjar. Dosis 3 x 5-10 mg/hari selama 14 hari.

b. Radioterapi
Menggunakan Iodium (I131), biasanya diberikan pada pasien yang telah
diterapi dengan obat anti-tiroid dan telah menjadi eutiroid. Indikasi radioterapi
adalah pasien pada awal penyakit atau pasien dengan resiko tinggi untuk operasi

7
dan untuk pasien dengan hipotiroid rekuren. Radioterapi merupakan
kontraindikasi bagi wanita hamil dan anak-anak.
c. Pembedahan
Pembedahan dilakukan dengan indikasi berupa : adanya pembesaran kelenjar
thyroid dengan gejala penekanan berupa gangguan menelan, suara parau dan
gangguan pernafasan, keganasan kelenjar tiroid, dan kosmetik.
Beberapa jenis pembedahan yang dilakukan adalah :
1) Isthmulobectomy , mengangkat isthmus
2) Lobectomy,  mengangkat satu lobus, bila subtotal sisa 3 gram
3) Tiroidectomi total, semua kelenjar tiroid diangkat
4) Tiroidectomy subtotal bilateral, mengangkat sebagian lobus kanan dan
sebagian kiri.
5) Near total tiroidectomi, isthmulobectomy dextra dan lobectomy subtotal
sinistra dan sebaliknya.
6) Radical Neck Dissection (RND), mengangkat seluruh jaringan limfoid pada
leher sisi yang bersangkutan dengan menyertakan nervus naccessories, vena
jugularis eksterna dan interna, musculus sternocleidomastoideus dan musculus
omohyoideus serta kelenjar ludah submandibularis

10. PENCEGAHAN
a. Pemberian edukasi
Pemberian edukasi ini bertujuan merubah perilaku masyarakat, khususnya
mengenai pola makan dan memasyarakatkan penggunaan garam beriodium.
b. Pemberian kapsul minyak beriodium, terutama bagi penduduk yang berada di
wilayah endemic sedang dan berat.
c. Penyuntikan lipidol
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemic,
diberikan endemic 40%tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa dan
anak diatas enam tahun 1 cc, sedangkan yang usianya sedang atau kurang dari
enam tahun hanya diberikan 0,2 – 0,8 cc.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SNNT


1. Pengkajian
a. Identitas Pasien dan Penanggung Jawab

8
Meliputi nama, jenis kelamin, alamat, umur, suku, pendidikan, pekerjaan, no rm,
diagnose medis, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, nama penanggung jawab, alama,
umur, pekerjaan, hubungan dengan pasien.
b. Status Kesehatan
1) Keluhan Utama
Pada klien pre operasi mengeluh terdapat pembesaran pada leher. Kesulitan
menelan dan bernapas. Pada post operasi keluhan yang dirasakan pada umumnya
adalah nyeri akibat luka operasi.
2) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang semakin
membesar sehingga mengakibatkan terganggunya pernafasan karena penekanan
trakhea eusofagus sehingga perlu dilakukan operasi.
3) Riwayat penyakit dahulu 
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit
gondok, sebelumnya pernah menderita penyakit gondok.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita sama dengan klien saat ini.

c. Pola Kebutuhan
1) Pernafasan : frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema paru (pada
krisis tiroksikosis).
2) Aktivitas/istirahat : insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi
otot.
3) Integritas ego : mengalami stress, emosi labil, depresi.
4) Makanan dan cairan : kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, terkadang
nafsu makan meningkat, makan sering, kehausan,mual, muntah.
5) Rasa nyaman : adanya rasa nyeri
6) Rasa aman : tidak toleransi terhadap panas, keringat berlebihan.

d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum        : Baik
2) Kesadaran                 : Compos Mentis
3) Tanda-tanda vital     
Tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu cenderung meningkat.

9
4) Pemeriksaan Head to Toe
a) Kepala
Inspeksi   : Bentuk kepala simeris, tidak ada lesi
Palpasi     : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan/lepas
b) Mata
Inspeksi   : Mata simetris, konjungtiva anemis, reflek pupil isokor
Palpasi     : Tidak ada gangguan
c) Telinga   
Inspeksi   : Bentuk simetris, tidak ada serumen
Palpasi     : Tidak ada gangguan
d) Mulut
Inspeksi   : Mukosa mulut lembab, tidak ada lesi
e) Leher      
Palpasi     : Ada pembesaran tiroid, ada benjolan, sulit menelan
f) Dada
Inspeksi   : Simetris
Palpasi     : Tidak ada nyeri tekan
Auskultasi : Tidak ada gangguan
Perkusi    : Sonor
g) Abdomen
Inspeksi   : simetris, tidak ada bengkak
Auskultasi : bising usus 3-15 x/menit
Palpasi     : tidak ada nyeri tekan
Perkusi    : Timpani
h) Genetalia dan Anus
Inspeksi   : Bersih
i) Ekstremitas Atas
Inspeksi   : Simetris
Palpasi     : Tidak ada gangguan
j) Ekstremitas Bawah
Inspeksi   : Simetris
Palpasi     : Tidak ada gangguan

10
2. Diagnosa Keperawatan
Diagosa yang mungkin muncul dalam asuhan keperawatan pada pasien dengan
penyakit SNNT antara lain :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan benda asing dalam jalan nafas
b. Penurunan curah jantung berhubunga dengan perubahan irama jantung
c. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)
e. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neuromuscular.
f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
g. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
h. Risiko jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas
a. 1. Respiratory status : a.  1. Airway suction
tidak efektif
b. Ventilation a. Auskultasi suara nafas pasien
berhubungan dengan
c. 2. Respiratory status : b. Monitor status oksigen pasien
benda asing dalam Airway patency c. Berikan oksigen apabila pasien
jalan nafas d. 3. Aspiration Control menunjukkan bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll.
Kriteria Hasil :
a. Menunjukkan jalan 2. Airway Management
nafas yang paten a. Buka jalan nafas, gunakan teknik
(klien tidak merasa chin lift atau jaw thrust bila perlu
tercekik, irama nafas, b. Auskultasi suara nafas, catat
frekuensi pernafasan adanya suara tambahan
dalam rentang c. Monitor respirasi dan status O2
normal, tidak ada d. Posisikan pasien untuk
suara nafas memaksimalkan ventilasi
abnormal. e. Identifikasi pasien perlunya
b. Mampu pemasangan alat jalan nafas
mengidentifikasikan buatan
dan mencegah factor f. Atur intake untuk cairan

11
yang dapat mengoptimalkan keseimbangan.
menghambat jalan
nafas

2 Nausea berhubungan Nausea and vomiting Nausea Management


dengan efek agen control 1. Kaji rasa mual secara
farmakologis Nausea and vomiting komperehensif mulai dari
severity frekuensi, durasi, tingkat
mual dan faktor yang
Setelah dilakukan menyebabkan pasien mual.
tindakan asuhan 2. Evaluasi efek mual terhadap
keperawatan selama 3 x nafsu makan pasien, aktivitas
24 jam diharapkan rasa sehari – hari dan pola tidur
mual klien hilang atau pasien
berkurang. 3. Berikan istirahat dan tidur
Kriteria hasil : yang adekuat
1. Pasien mengatakan 4. Berikan KIE makan sedikit –
rasa mual berkurang sedikit tetapi sering dan
atau tidak mual lagi dalam keadaan hangat
2. Pasien mengatakan 5. Kolaborasi pemberian
tidak muntah antiemetic
3. Tidak ada
peningkatan kelenjar
saliva
4. Pasien dapat
menghindari faktor
penyebab nausea
dengan baik
3 Risiko penurunan Cardiac Pump Cardiac care
curah jantung Effectiveness Vital Sign Monitoring
berhubungan dengan Circulation status 1. Monitor TTV dan keadaan
perubahan irama Vital sign status umum pasien
jantung Setelah diberikan asuhan 2. Observasi tanda – tanda
keperawtan selama 3 adanya edema

12
x24jam diharapkan curah 3. Observasi status pernafasan
jantung dalam batas 4. Observasi adanya nyeri dada
normal, dengan kriteria (intensitas, durasi, skala, lokasi
hasil : nyeri)
e. TTV dalam batas normal 5. Monitor balance cairan
f. Kelelahan tidak ada 6. Anjurkan istirahat yang cukup
g. Edema paru (-) Anjurkan menurunkan stress
h. Asites (-)
i. Penurunan kesadaran (-)
4 Ansietas a. Anxiety self control a. Anxiety Reduction
berhubungan dengan b. Anxiety level (Pengurangan kecemasan)
kurang terpapar c. Coping
1. Gunakan pendekatan yang
informasi Setelah dilakukan
menenangkan dan
tindakan asuhan
menyakinkan.
keperawatan selama 3 x
2. Dorong pasien
24 jam diharapkan
mengungkapkan kecemasan
kecemasan klien hilang
yang dialaminya.
atau berkurang.
3. Dengarkan pasien dengan
Kriteria hasil :
penuh perhatian.
1. Mampu 4. Kaji tanda kecemasan yang
mengindentifikasi diungkapkan secara verbal
dan mengungkapan maupun nonverbal.
(tanda dan gejala) 5. Beri pujian atau kuatkan
kecemasan. perilaku yang baik secara
2. Mengatakan tepat.
kecemasan sudah 6. Ajak melakukan teknik
berkurang yang relaksasi nafas dalam
dinyatakan verbal b. Peningkatan Koping
maupun nonverbal. 1. Berikan informasi mengenai
3. Tampak adanya penyakit, yang dideritanya
dukungan keluarga 2. Dukung keterlibatan keluarga
untuk mendampingi pasien
5 Nyeri akut
j. 1. Pain level 1. Pain management
berhubungan denga
k. 2. Pain control

13
agen pencedera fisik
l. 3. Comfort level 2. Analgesic administration
(prosedur operasi) Setelah dilakukan
tindakan asuhan a. Observasi TTV
keperawatan selama 3 x b. Kaji karakteristik nyeri secara
24 jam diharapkan nyeri komprehensif (penyebab,
berkurang klien hilang kualitas, intensitas, skala nyeri)
atau berkurang. yang diungkapkan secara verbal
dan nonverbal
Kriteria hasil : c. Berikan posisi yang nyaman
1. Pasien d. Ajarkan teknik relaksasi baik
mengatakan nyeri nafas dalam ataupun distraksi
berkurang yang e. Kolaborasi pemberian obat
diekspresikan melalui analgesik
verbal dan non verbal
2. Mampu
mengontrol nyeri
dengan manajemen
nyeri

6 Gangguan m. 1. Anxiety self control 1. Communication enhancement :


komunikasi verbal
n. 2. Coping Speech deficit
berhubungan dengan
o. 3. Sensory fundion : 2. Anxiety reduction
gangguan hearing & vision a. Kaji kemampuan berbicara
neuromuscular p. 4. Fear self control pasien
b. Kaji kemampuan lain yang
Setelah dilakukan dimiliki pasien
tindakan asuhan c. Dengarkan dengan penuh
keperawatan selama 3 x perhatian
24 jam diharapkan d. Berikan pujian atas kemampuan
gangguan komunikasi yang dimiliku
verbal pasien berkurang. e. Berikan fasilitas yang dapat
digunakan untuk berkomunikasi
Kriteria hasil : (buku, pulpen, pensil, dan
1. Mampu perlatan lainnya yang dapat

14
berkomunikasi digunakan komunikasi dua arah
dengan menunjukkan secara optimal)
ekspresi verbal dan f. Ajarkan menyampaikan
atau non verbal yang informasi dengan bahasa isyarat
bermakna g. Dorong partisipasi keluarga
2. Mampu dalam proses penyembuhan
mengkoordinasikan h. Kolaborasi pemberian terapi
gerakan dalam wicara
menggunakan bahasa
isyarat
3. Mampu mengontrol
respon ketakutan dan
kecemasan terhadap
ketidakmampuan
berbicara
4. Mampu
memanajemen
kemampuan fisik
yang dimiliki
5. Mampu menerima ,
memahami dan
menyampaikan
pesan

7 Gangguan pola tidur


q. 1. Anxiety reduction 1. Sleep enhancement
berhubungan dengan
r. 2. Comfort level
adanya nyeri s. 3. Pain level a. Kaji kebutuhan tidur pasien
t. 4. Rest : Extent and b. Kaji kualitas dan kuantitas tidur
Pattern pasien
u. 5. Sleep : Extent and c. Identifikasi penyebab gangguan
Pattern pola tidur yang dialami pasien
d. Berikan lingkungan yang
Setelah dilakukan nyaman dan kurangi factor
tindakan asuhan penyebabkan gangguan pola

15
keperawatan selama 3 x tidur
24 jam diharapkan e. Beri KIE pentingnya pemenuhan
gangguan pola tidur waktu tidur terhadap kesehatan
berkurang. f. Ajarkan teknik relaksasi
g. Dorong keluarga pasien untuk
Kriteria Hasil : membantu peningkatan kuantitas
1. Pasien dapat tidur dan kualitas tidur pasien
dengan tenang h. Kolaborasi pemberian obat untuk
2. Jumlah tidur pasien mengurangi dampak dari factor
sesuai dengan penyebab yang menimbulkan
kebutuhan pasien (6- gangguan tidur
8 jam/hari) i. Kolaborasi pemberian makanan
seperti susu

10 Risiko infeksi 1. Immune status 1. Infection control


berhubungan dengan 2. Knowledge : (Kontrol Infeksi )
efek prosedur invasif Infection control
3. Risk control a. Monitor keadaan luka
b. Monitor tanda dan gejala infeksi
Setelah dilakukan c. Monitor kadar WBC, granulosit
tindakan asuhan d. Berikan perawatan luka secara
keperawatan selama 3 x berkala dengan teknik yang tepat
24 jam diharapkan risiko e. Berikan lingkungan yang bersih
infeksi klien hilang atau f. Berikan KIE pasien dan keluarga
berkurang. mengenai personal hygiene
(seperti cara mencuci tangan
Kriteria hasil : yang benar) untuk menghindari
1. Tidak tampak adanya adanya factor pemicu infeksi
tanda dan gejala g. Kolaborasi pemberian antibiotic
infeksi
2. Jumlah leukosit
dalam batas normal
3. Menunjukkan
perilaku hidup sehat
9 Risiko jatuh 1. Trauma risk for 1. Fall prevention

16
berhubungan dengan 2. Injury risk for
efek agen Setelah diberikan a. Identifikasi defisit kognisi atau
farmakologis asuhan keperawatan fisik pasien
selama 3 x 24jam b. Identifikasi karakteristik
diharapkan tidak ada lingkungan yang berpotensi
kejadian jatuh dengan menyebabkan kejadian jatuh
kriteria hasil : c. Pasang belt pengaman pada tepi
tempat tidur dan kunci roda
1. Mampu
tempat tidur setelah melakukan
mempertahakan
mobilisasi
keseimbangan tubuh
d. Bantu memenuhi ADLs pasien
2. Tidak terjadi kejadian
e. Ajarkan pasien dan keluarga
jatuh
pasien menjaga lingkungan yang
3. Mempunyai
aman dan terhindar dari kejadian
pemahaman dan
jatuh
perilaku pencegahan
kejadian jatuh
4. Lingkungan aman

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Kegiatan dalam implementasi juga meliputi pengumpulan data
berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan,
serta menilai data yang baru.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah aspek penting proses keperawatan karena kesimpulan yang
ditarik dari evaluasi menentukan menentukan apakah intervensi keperawatan harus
diakhiri, dilanjutkan, atau diubah untuk memperbaiki kekurangan dan memodifikasi
rencana asuhan sesuai kebutuhan (Kozier, 2010).
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Syamat, dkk, 2006. Edisi Revisi Buku Ilmu Penyakit Dalam,EGC : Jakarta.

Nurarif A, H, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis

17
dan Nanda NIC-NOC, Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta : Mediaction Jogja.

Potter and Perry. 2006. Fundamental Keperawatan . Volume 2. Jakarta:EGC

Price, Sylvia A. 2009. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :

EGC

Reeves, J.C.2007. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika

Smeltzer. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta Selatan : DPP PPNI

Wilkinson, Judith M. 2013. Buku Saku Keperawatan: Diagnosa NANDA, Intervensi

NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC

18

Anda mungkin juga menyukai