Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

SNNT (STRUMA NODUSA NON TOKSIK)

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)

Disusun Oleh :
DADAN PRIYATNA YUDIANSAH
NIM : 20149012012

PROGRAM STUDI PROFESI NERS RSUD KELAS B KABUPATEN SUBANG


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
(STIKES) YPIB MAJALENGKA
2020-2021
LAPORAN PENDAHULUAN
SNNT (STRUMA NODUSA NON TOKSIK)

A. Pengertian
Struma nodusa adalah pembesaran pada tiroid yang disebabkan akibat
adanya nodul (Tonacchera, Pirichhera dan Vitty, 2009), biasanya di anggap
membesar bila kelenjar tiroid lebih dari 2x ukuran normal stuma nodusa non
toksik merupakan struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme
(Hermes dan Huysmans, 2009).
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada pasien
eutiroid, tidak berhubungan dengan neoplastik atau proses implasi (Sumantri,
2011).
Struma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasana terjadi karena
foikel-flikel terisi koloid secara berlebihan, setelah bertahun-tahun folikel tumbuh
semakin membesar, dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi
noduler (Smeltzer & Suzanne, 2012).
Struma nodusa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara
klinik teraba nodul satu/ lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme (Hartini,
2010).

B. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tiroid merupakan
faktor penyebab pembedaran tiroid antara lain :
1. Defisiensi iodium :
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang
kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah
pegunungan.
2. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat hormon tiroid 
3. Penghambatan sintesis hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol,
lobal. dan kacang kedelai) 
4. Penghambatan sintesis hormon oleh obat-obatan (thiocarbamide,
sulfonylyurea) (Brunicardi et al, 2010).

C. Klasifikasi
Struma nodusa dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa hal, yaitu :
1. Berdasarkan jumlah nodul :
Bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodusa soliter (uninodusa), dan
bila lebih dari satu disebut struma multi nodusa.
2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radio aktif dikenal 3 bentuk
nodul tyroid yaitu :
Nodul dingin, nodul hangat, dan nodul panas.
3. Berdasarkan konsistensinya :
Nodul lunak, kistik, keras dan sangat keras (Brunicardi et al, 2010).

D. Manifestasi Klinis
1. Gangguan menelan
2. Peningkatan metabolisme karena kien hiperaktif dengan meningkatnya denyut
nadi
3. Peningkatan simpat (jantung berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan
cuaca dingin, diare, gemetar dan kelelahan)
Pada pemeriksaan status lokalis struma nodusa, dibedakan dalam hal :
a. Jumlah nodul ; satu (soliter), atau lebih dari satu (multipel)
b. Konsistensi : lunak, kistik, keras dan sangat keras
c. Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada.
d. Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada.
e. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tyroid ; ada atau tidak ada
(Brunicardi et al, 2010).

E. Patofiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk
pembentukan hormon tiroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus,
masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tiroid.
Dalam kelenjar tiroid, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler
oleh TSH kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel
koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diidotironiin membentuk T4 dan
T3. T4 menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi TSH dan
bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang T3 merupakan hormon metabolik
tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan
dan metabolisme tiroid sekaligus menghambat sintesis T4 dan melalui rangsangan
umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hipofisis.
Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid.
F. Pathway
Kelainan metab.
Defisiensi iodium kongenital Penghambat sintesa hormon
oleh zat kimia oleh obat

Struma nodusa non


toksik

Pembedahan Luka insisi (diskontinuitas Tumbuh di jaringan


jaringan tyroid

disfagia
Terapat General Pintu masuk
luka jahitan anastesi kuman Mediator kimia
bradikulin, histamine
Sulit menelan
Kuman
Depresi mudh masuk Perangsangan ujung Intake nutrisi
estetika sistem syaraf perifer berkurang
pernafasan

gg.konsep Resiko infeksi Subtansia gelatinosa gg.nutrisi kurang


diri Penekanan dari kebutuhan tubuh
medula oblogata Thalamus korte
serebri

Penurunan reflek
Nyeri di
batuk
persepsiakan

Akumulasi
sputum gg.raya nyaman
nyeri)

Resiko bersihan
jalan nafas tidak
efektif

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pada palpasi teraba batas yang jelas, bemodul satu atau lebih, konsistensinya
kenyal.
2. Human trylogobulin (untuk keganasan tyroid)
3. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (troskin) dan T3
(tridotironim) dalam batas normal. Nilai normal T3 = 0,6-2,0, T4 = 4,6-11
4. Pada pemeriksaan USG dapat dibedakan padat atau tidaknya nodul.
5. Kepastian histologi dapat ditegakkan melalui biopsy aspirasi jarum halus yang
hanya dapat dilakukan oleh seorang tenaga ahli yang berpengalaman.
6. Pemeriksaan sidik tiroid.
7. Hasil dapat dibedakan 3 bentuk yaitu :
a. Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan
sekitarnya. Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah.
b. Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya.
Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
c. Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini
berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain

H. Penatalaksanaan
1. Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di daerah
endemik sedang dan berat.
2. Edukasi
Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan
memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.
3. Penyuntikan lipidol.
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik
diberi suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa dan
anak di atas enam tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc –
0,8 cc.
4. Tindakan operasi (strumektomi).
Pada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan operasi
bila pengobatan tidak berhasil, terjadi gangguan misalnya : penekanan pada
organ sekitarnya, indikasi, kosmetik, indikasi keganasan yang pasti akan
dicurigai.
5. L-tiroksin selama 4-5 bulan
Preparat ini diberikan apabila terdapat nodul hangat, lalu dilakukan
pemeriksaan sidik tiroid ulng. Apabila nodul mengecil, terapi dianjutkan
apabila tidak mengecil bahkan membesar dilakukan biopsy atau operasi.
6. Biopsy aspirasi jarum halus.
Dilakukan pada kista tiroid hingga nodul kurang dari 10mm

I. Penatalaksanaan Medis
1. Operasi / pembedahan
Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering
dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien
hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak
dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang
dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau kekambuhan.
Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal
(suntik atau pil KB), kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini
disebabkan makin banyak tiroid yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan
pemeriksaan kadar T4 sehingga dapat diketahui keadaan fungsi tiroid.
Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum
pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat
sekitar 3 hari. Kemudian diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid yang
tersisa mungkin tidak cukup memproduksi hormon dalam jumlah yang adekuat
dan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan struma dilakukan 3-4 minggu
setelah tindakan pembedahan.
2. Yodium Radioaktif
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar
tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi
maka pemberian yodium radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %.
Yodium radioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga
memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak
meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau kelainan genetik35 Yodium
radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di
rumah sakit, obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi,
sebelum pemberian obat tiroksin.
3. Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid
Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini
bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena
itu untuk menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini
juga diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi
pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat
ini adalah propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol

J. Komplikasi
1. Gangguan menelan atau bernafas.
2. Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga pnyakit jantung
kongestif ( jantung tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh).
3. Osteoporosis, terjadi peningkatan proses penyerapan tulang sehingga tulang
menjadi rapuh, keropos dan mudah patah.

K. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian.
a. Pengumpulan Data
1)  Identifikasi klien.
2)  Keluhan utama klien.
Pada klien pre operasi mengeluh terdapat pembesaran pada leher.
Kesulitan menelan dan bernapas. Pada post operasi thyroidectomy keluhan
yang dirasakan pada umumnya adalah nyeri akibat luka operasi.
3)  Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang
semakin membesar sehingga mengakibatkan terganggunya pernafasan
karena penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu dilakukan operasi.
4)  Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan
dengan penyakit gondok, sebelumnya pernah menderita penyakit gondok.
5)  Riwayat kesehatan keluarga.
Ada anggota keluarga yang menderita sama dengan klien saat ini.
6)  Riwayat psikososial.
Akibat dari bekas luka operasi akan meninggalkan bekas atau
sikatrik sehingga ada kemungkinan klien merasa malu dengan orang lain.
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya
composmentis dengan tanda-tanda vital yang meliputi tensi, nadi,
pernafasan dan suhu yang berubah.
b.  Kepala dan leher
Pada klien dengan pre operasi terdapat pembesaran kelenjar tiroid.
Pada post operasi thyroidectomy biasanya didapatkan adanya luka operasi
yang sudah ditutup dengan kasa steril yang direkatkan dengan hypafik serta
terpasang drain. Drain perlu diobservasi dalam dua sampai tiga hari.
c.   Sistem pernafasan
Biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan sekret efek
dari anestesi, atau karena adanya darah dalam jalan nafas.
d.   Sistem Neurologi
Pada pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri akan
didapatkan ekspresi wajah yang tegang dan gelisah karena menahan sakit.
e.   Sistem gastrointestinal
Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan asam
lambung akibat anestesi umum, dan pada akhirnya akan hilang sejalan
dengan efek anestesi yang hilang.
f.   Aktivitas/istirahat
Insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.
g.   Eliminasi
Urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
h.   Integritas ego
Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil,
depresi.
i.   Makanan/cairan
Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan
banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid.
j.  Rasa nyeri/kenyamanan
Nyeri orbital, fotofobia.
k. Keamanan
Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap
iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas
37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis,
mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada konjungtiva dan
berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi
sangat parah.
l. Seksualitas
Libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.

L. Diagnosa
1. Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laringeal.
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan
laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
3. Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan,
rangsangan pada sistem saraf pusat.
4. Nyeri berhubungan dengan dengan tindakan bedah terhadap jaringan/otot dan
edema pasca operasi.
5. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan salah interprestasi yang
ditandai dengan sering bertanya tentang penyakitnya.
6. Potensial terjadinya perdarahan berhubungan dengan terputusnya pembuluh
darah sekunder terhadap pembedahan.

M. Intervensi Keperawatan
Perencanaan Keperawatan
No DX
Tujuan Intervensi Rasional
1. Resiko tinggi Setelah dilakukan     Monitor     Mengetahui
terjadi perawatan selama 1x24 pernafasan danperkembangan dari
ketidakefektivan jamdiharapkan jalan nafas kedalaman dangangguan
bersihan jalan klien dapat efektif dengan kecepatan nafas. pernafasan.
nafas kriteria hasil:     Dengarkan     Ronchi bisa
berhubungan Tidak ada sumbatan pada suara nafas,sebagai indikasi
dengan obstruksi trakhea barangkali adaadanya sumbatan
trakea, ronchi. jalan nafas.
pembengkakan,     Observasi     Indikasi adanya
perdarahan dan kemungkinan adanyasumbatan pada
spasme laryngeal. stridor, sianosis. trakhea atau laring.
    Atur posisi
semifowler     Memberikan
suasana yang lebih
    Bantu kliennyaman.
dengan teknik nafas    Memudahkan
dan batuk efektif. pengeluaran sekret,
memelihara bersihan
jalan nafas.dan
    Melakukan ventilsassi
suction pada trakhea    Sekresi yang
dan mulut. menumpuk
mengurangi
lancarnya jalan
    Perhatikan kliennafas.
dalam hal menelan    Mungkin ada
apakah ada kesulitan. indikasi perdarahan
sebagai efek samping
opersi.
2. Gangguan Setelah dilakukan   Kaji pembicaraan  Suara parau dan
komunikasi verbal perawatan selama 1x24 klien secara periodik sakit pada
berhubungan jamdiharapkan rasa nyeri tenggorokan
dengan cedera berkurang merupakan faktor
pita dg kriteria hasil: kedua dari odema
suara/kerusakan Dapat menyatakan nyeri jaringan / sebagai
laring, edema berkurang, tidak adanya efek pembedahan.
jaringan, nyeri, perilaku uyg   Lakukan  Mengurangi
ketidaknyamanan. menunjukkan adanya komunikasi denganrespon bicara yang
nyeri. singkat denganterlalu banyak.
jawaban ya/tidak.
  Kunjungi klien  Mengurangi
sesering mungkin kecemasan klien
  Ciptakan    Klien dapat
lingkungan yangmendengar dengan
tenang. jelas komunikasi
antara perawat dan
klien.
3 Resiko tinggi Setelah dilakukan       Pantau tanda-    Hypolkasemia
terhadap perawatan selama 1x24tanda vital dan catatdengan tetani
cedera/tetani jamdiharapkan klien adanya peningkatan(biasanya sementara)
berhubungan menunjukkan tidak adasuhu tubuh, takikardidapat terjadi 1 – 7
dengan proses cedera dengan komplikasi(140 – 200/menit),hari pasca operasi
pembedahan, terpenuhi/terkontrol dg kri disrtrimia, syanosis,dan merupakan
rangsangan pada teria hasil: sakit waktu bernafasindikasi
sistem saraf pusat. Tidak terdapat cedera (pembengkakan hypoparatiroid yang
paru). dapat terjadi sebagai
akibat dari trauma
yang tidak disengaja
pada pengangkatan
parsial atau total
kelenjar paratiroid
selama pembedahan.
      Evaluasi reflesi Menurunkan
secara periodik.kemungkinan adanya
Observasi adanyatrauma jika terjadi
peka rangsang,kejang.
misalnya gerakan
tersentak, adanya
kejang, prestesia.
      Pertahankan
penghalang tempat
tidur/diberi bantalan,
tmpat tidur pada
posisi yang rendah.
   Memantau kadar  Kalsium kurang
kalsium dalam serum.dari 7,5/100 ml
  Kolaborasi secara umum
Berikan pengobatanmembutuhkan terapi
sesuai indikasipengganti.
(kalsium/glukonat,    Memperbaiki
laktat). kekurangan kalsium
yang biasanya
sementara tetapi
mungkin juga
menjadi permanen.
4 Gangguan rasa Setelah dilakukan   Atur posisi semi  Mencegah
nyaman nyeri perawatan selama 1x24fowler, ganjalhyperekstensi leher
berhubungan jamdiharapkan rasa nyerikepala /leher dengandan melindungi
dengan dengan berkurangdg kriteria hasil: bantal kecil integritas pada
tindakan bedah Dapat menyatakan nyeri jahitan pada luka.
terhadap berkurang, tidak adanya   Kaji respon  Mengevaluasi
jaringan/otot dan perilaku uygverbal /non verbalnyeri, menentukan
edema pasca menunjukkan adanyalokasi, intensitas danrencana tindakan
operasi. nyeri. lamanya nyeri. keefektifan terapi.
    Intruksikan pada  Mengurangi
klien agarketegangan otot.
menggunakan tangan
untuk menahan leher
pada saat alih posisi .
    Beri makanan Makanan yang
/cairan yang halushalus lebih baik bagi
seperti es krim. klien yang menjalani
kesulitan menelan.
   Lakukan   Memutuskan
kolaborasi dengantransfusi SSP pada
dokter untukrasa nyeri.
pemberian analgesik.
5 Kurangnya Setelah dilakukan   Diskusikan  Mempertahankan
pengetahuan yang perawatan selama 1x24tentang daya tahan tubuh
berhubungan jamdiharapkanPengetahua keseimbangan nutrisi. klien.
dengan salah n klien Hindari makanan
interprestasi yang bertambah.dgkriteria hasilyang banyak  Kontraindikasi
ditandai dengan : mengandung zatpembedahan kelenjar
sering bertanya Klien berpartisipasi dalamgoitrogenik misalnyathyroid.
tentang program keperawatan makanan laut,
penyakitnya. kedelai, Lobak cina
dll.
         Konsumsikan
makanan tinggi         Memaksimal
calsium dan vitaminkan suplai dan
D. absorbsi kalsium.
6 Potensial Setelahdilakukan  Observasi tanda- Dengan
terjadinya perawatan selama 1x24tanda vital. mengetahui
perdarahan jamdiharapkanPerdarahan perubahan tanda-
berhubungan tidak terjadi dg kriteria tanda vital dapat
dengan hasil : digunakan untuk
terputusnya Tidak terdapat adanya mengetahui
pembuluh darah tanda-tanda perdarahan. perdarahan secara
sekunder terhadap dini.
pembedahan.   Pada balutan Dengan adanya
tidak didapatkanbalutan yang basah
tanda-tanda basahberarti adanya
karena darah. perdarahan pada luka
operasi.
   Dari drain tidak  Cairan pada drain
terdapat cairan yangdapat untuk
berlebih.( > 50 cc). mengetahui
perdarahan luka
operasi.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 12. Jakarta : EGC

Manjoer, Arief.dkk,2009.Kapita Selecta Kedokteran , jilid I Media Aesculapius :


Jakarta

Smeltzer (2012), Buku ajar keperawatan medical bedah. Jakarta: EGC

Syarifuddin, 2010. Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan, edisi 3. EGC :


Jakarta.

Riyadi, Sujono. 2011. Keperawatan Medikal Bedah. Jogjakarta : Pustaka Pelajar

Anda mungkin juga menyukai