Anda di halaman 1dari 15

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN NY. MT DENGAN STRUMA


NODUSA NON TOKSIK DI RUANG PERAWATAN IRINA A BAWAH

CT: Ns. Mario E. Katuuk, M. Kep., Sp. Kep. MB.

Oleh:
MAJESTY ABIGAIL KOWURENG
20014104032

UNIVERSITAS SAM RATULANGI FAKULTAS KEDOKTERAN


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
MANADO 2021
LAPORAN PENDAHULUAN
SNNT (Struma nodusa non toksik)

A. Definisi
Struma nodusa adalah pembesaran pada tiroid yang disebabkan akibat adanya nodul
(Tonacchera, Pirichhera dan Vitty, 2009). Biasanya di anggap membesar bila kelenjar
tiroid lebih dari 2x ukuran normal stuma nodusa non toksik merupakan struma nodusa
tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme (Hermes dan Huysmans, 2009).
Struma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasana terjadi karena foikel-
flikel terisi koloid secara berlebihan, setelah bertahun-tahun folikel tumbuh semakin
membesar, dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi noduler (Smeltzer
& Suzanne,2006)
Struma nodusa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik
teraba nodul satu/ lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme (Hartini,2010)
B. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tiroid merupakan faktor
penyebab pembedaran tiroid antara lain:
1. Defisiensi iodium :
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi
air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah
pegunungan.
2. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat hormon tiroid
3. Penghambatan sintesis hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobal.
dan kacang kedelai)
4. Penghambatan sintesis hormon oleh obat-obatan (thiocarbamide, sulfonylyurea).
(Brunicardi et al, 2010)
C. Klasifikasi
Struma nodusa dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa hal, yaitu :
1. Berdasarkan jumlah nodul :
Bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodusa soliter (uninodusa), dan bila
lebih dari satu disebut struma multi nodusa.
2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radio aktif dikenal 3 bentuk nodul
tyroid yaitu :
Nodul dingin, nodul hangat, dan nodul panas.
3. Berdasarkan konsistensinya :
Nodul lunak, kistik, keras dan sangat keras. (Brunicardi et al, 2010)
D. Manifesasi klinis
1. Gagguan menelan
2. Peningkatan metabolisme karena kien hiperaktif dengan meningkatnya denyut
nadi
3. Peningkatan simpat (jantung berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan
cuaca dingin, diare, gemetar dan kelelahan)
Pada pemeriksaan status lokalis struma nodusa, dibedakan dalam hal :
1. Jumlah nodul ; satu (soliter), atau lebih dari satu (multipel)
2. Konsistensi : lunak, kistik, keras dan sangat keras
3. Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada.
4. Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada.
5. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tyroid ; ada atau tidak ada.
(Brunicardi et al, 2010)
E. Patofisiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan
hormon tiroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam
sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tiroid. Dalam kelenjar
tiroid, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh TSH
kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid.
Senyawa yang terbentuk dalam molekul diidotironiin membentuk T4 dan T3. T4
menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi TSH dan bekerja langsung
pada tirotropihypofisis, sedang T3 merupakan hormon metabolik tidak aktif.
Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme
tiroid sekaligus menghambat sintesis T4 dan melalui rangsangan umpan balik negatif
meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hipofisis. Keadaan ini menyebabkan
pembesaran kelenjar tiroid.
F. Pathway
Kelainan metab.
Defisiensi iodium Penghambat sintesa hormon
kongenital
oleh zat kimia oleh obat

Struma nodusa non


toksik

Pembedahan Luka insisi (diskontinuitas Tumbuh di jaringan


jaringan tyroid

disfagia
Terapat General Pintu masuk
Mediator kimia
luka jahitan anastesi kuman
bradikulin, histamine
Sulit menelan
Kuman
Depresi Perangsangan ujung Intake nutrisi
mudh masuk
estetika sistem syaraf perifer berkurang
pernafasan

gg.konsep Resiko infeksi Subtansia gelatinosa gg.nutrisi kurang


diri Penekanan dari kebutuhan tubuh
medula oblogata Thalamus korte
serebri

Penurunan reflek
Nyeri di
batuk
persepsiakan

Akumulasi
gg.raya nyaman
sputum
nyeri)

Resiko bersihan
jalan nafas tidak
efektif
G. Pemeriksaan penunjang
1. Pada palpasi teraba batas yang jelas, bemodul satu atau lebih, konsistensinya
kenyal.
2. Human trylogobulin (untuk keganasan tyroid)
3. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (troskin) dan T3
(tridotironim) dalam batas normal. Nilai normal T3 = 0,6-2,0, T4 = 4,6-11
4. Pada pemeriksaan USG dapat dibedakan padat atau tidaknya nodul.
5. Kepastian histologi dapat ditegakkan melalui biopsy aspirasi jarum halus yang
hanya dapat dilakukan oleh seorang tenaga ahli yang berpengalaman.
6. Pemeriksaan sidik tiroid.
Hasil dapat dibedakan 3 bentuk yaitu :
a) Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan
sekitarnya. Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah.
b) Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya.
Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
c) Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti
fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain
H. Penatalaksanan
1. Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di daerah
endemik sedang dan berat.
2. Edukasi
Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan
memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.
3. Penyuntikan lipidol.
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik
diberi suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa dan anak
di atas enam tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc – 0,8 cc.
4. Tindakan operasi (strumektomi).
Pada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan operasi bila
pengobatan tidak berhasil, terjadi gangguan misalnya : penekanan pada organ
sekitarnya, indikasi, kosmetik, indikasi keganasan yang pasti akan dicurigai.
5. L-tiroksin selama 4-5 bulan
Preparat ini diberikan apabila terdapat nodul hangat, lalu dilakukan pemeriksaan
sidik tiroid ulng. Apabila nodul mengecil, terapi dianjutkan apabila tidak mengecil
bahkan membesar dilakukan biopsy atau operasi.
6. Biopsy aspirasi jarum halus.
Dilakukan pada kista tiroid hingga nodul kurang dari 10 mm
I. Penatalaksanaan Medis
1. Operasi / pembedahan
Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering
dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien
hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak
dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang
dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau kekambuhan.
Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik
atau pil KB), kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan
makin banyak tiroid yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan
kadar T4 sehingga dapat diketahui keadaan fungsi tiroid.
Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum
pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat
sekitar 3 hari. Kemudian diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid yang tersisa
mungkin tidak cukup memproduksi hormon dalam jumlah yang adekuat dan
pemeriksaan laboratorium untuk menentukan struma dilakukan 3-4 minggu
setelah tindakan pembedahan.
2. Yodium Radioaktif
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar
tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi
maka pemberian yodium radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %.
Yodium radioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga
memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak
meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau kelainan genetik35 Yodium radioaktif
diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit,
obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian
obat tiroksin.
3. Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid
Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini bahwa
pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk
menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga
diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi
pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini
adalah propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol
J. Komplikasi
1. Gangguan menelan atau bernafas.
2. Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga pnyakit jantung kongestif (
jantung tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh).
3. Osteoporosis, terjadi peningkatan proses penyerapan tulang sehingga tulang
menjadi rapuh, keropos dan mudah patah.
K. Konsep keperawatan
1. Pengkajian.
a. Pengumpulan Data
1) Identifikasi klien.
2) Keluhan utama klien.
Pada klien pre operasi mengeluh terdapat pembesaran pada leher.
Kesulitan menelan dan bernapas. Pada post operasi thyroidectomy keluhan
yang dirasakan pada umumnya adalah nyeri akibat luka operasi.
3) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang
semakin membesar sehingga mengakibatkan terganggunya pernafasan
karena penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu dilakukan operasi.
4) Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan
penyakit gondok, sebelumnya pernah menderita penyakit gondok.
5) Riwayat kesehatan keluarga.
Ada anggota keluarga yang menderita sama dengan klien saat ini.
6) Riwayat psikososial.
Akibat dari bekas luka operasi akan meninggalkan bekas atau sikatrik
sehingga ada kemungkinan klien merasa malu dengan orang lain.
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya composmentis
dengan tanda-tanda vital yang meliputi tensi, nadi, pernafasan dan suhu yang
berubah.
b. Kepala dan leher
Pada klien dengan pre operasi terdapat pembesaran kelenjar tiroid. Pada post
operasi thyroidectomy biasanya didapatkan adanya luka operasi yang sudah
ditutup dengan kasa steril yang direkatkan dengan hypafik serta terpasang
drain. Drain perlu diobservasi dalam dua sampai tiga hari.
c. Sistem pernafasan
Biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan sekret efek dari
anestesi, atau karena adanya darah dalam jalan nafas.
d. Sistem Neurologi
Pada pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri akan didapatkan
ekspresi wajah yang tegang dan gelisah karena menahan sakit.
e. Sistem gastrointestinal
Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan asam lambung
akibat anestesi umum, dan pada akhirnya akan hilang sejalan dengan efek
anestesi yang hilang.
f. Aktivitas/istirahat
Insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.
g. Eliminasi
Urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
h. Integritas ego
Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil, depresi.
i. Makanan/cairan
Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan
banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid.
j. Rasa nyeri/kenyamanan
Nyeri orbital, fotofobia.
k. Keamanan
Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap
iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas
37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat
dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus,
lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat parah.
l. Seksualitas
Libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.

L. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laringeal.
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan
laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
3. Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan,
rangsangan pada sistem saraf pusat.
4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan bedah terhadap
jaringan/otot dan edema pasca operasi.
5. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan salah interprestasi yang ditandai
dengan sering bertanya tentang penyakitnya.
M. Intrvensi keperawatan
Perencanaan keperawatan
No DX
Tujuan Intervensi Rasional
1. Resiko tinggi terjadi Setelah dilakukan perawatan Monitor pernafasan dan Mengetahui perkembangan
ketidakefektivan selama 1x24 kedalaman dan kecepatan dari gangguan pernafasan.
bersihan jalan nafas jamdiharapkan jalan nafas nafas. Ronchi bisa sebagai indikasi
berhubungan dengan klien dapat efektif dengan Dengarkan suara nafas, adanya sumbatan jalan nafas.
obstruksi trakea, kriteria hasil: barangkali ada ronchi. Indikasi adanya sumbatan
pembengkakan, Tidak ada sumbatan pada Observasi kemungkinan pada trakhea atau laring.
perdarahan dan trakhea adanya stridor, sianosis. Memberikan suasana yang
spasme laryngeal. Atur posisi semifowler lebih nyaman.
Bantu klien dengan teknik Memudahkan pengeluaran
nafas dan batuk efektif. sekret, memelihara bersihan jalan
Melakukan suction pada nafas.dan ventilsassi
trakhea dan mulut. Sekresi yang menumpuk
Perhatikan klien dalam hal mengurangi lancarnya jalan nafas.
menelan apakah ada kesulitan. Mungkin ada indikasi
perdarahan sebagai efek samping
opersi.
2. Gangguan komunikasi Setelah dilakukan perawatan Kaji pembicaraan klien Suara parau dan sakit pada
verbal berhubungan selama 1x24 secara periodik tenggorokan merupakan faktor
dengan cedera pita jamdiharapkan rasa nyeri Lakukan komunikasi dengan kedua dari odema jaringan /
suara/kerusakan berkurang singkat dengan jawaban sebagai efek pembedahan.
laring, edema dg kriteria hasil: ya/tidak. Mengurangi respon bicara yang
jaringan, nyeri, Dapat menyatakan nyeri Kunjungi klien sesering terlalu banyak.
ketidaknyamanan. berkurang, tidak adanya mungkin Mengurangi kecemasan klien
perilaku uyg menunjukkan Ciptakan lingkungan yang Klien dapat mendengar
adanya nyeri. tenang. dengan jelas komunikasi antara
perawat dan klien.

3 Resiko tinggi terhadap Setelah dilakukan perawatan Pantau tanda-tanda vital Hypolkasemia dengan tetani
cedera/tetani selama 1x24 dan catat adanya peningkatan (biasanya sementara) dapat terjadi
berhubungan dengan jamdiharapkan klien suhu tubuh, takikardi (140 – 1 – 7 hari pasca operasi dan
proses pembedahan, menunjukkan tidak ada cedera 200/menit), disrtrimia, syanosis, merupakan indikasi
rangsangan pada dengan komplikasi sakit waktu bernafas hypoparatiroid yang dapat terjadi
sistem saraf pusat. terpenuhi/terkontrol dg kriteria (pembengkakan paru). sebagai akibat dari trauma yang
hasil: Evaluasi reflesi secara tidak disengaja pada
Tidak terdapat cedera periodik. Observasi adanya pengangkatan parsial atau total
peka rangsang, misalnya kelenjar paratiroid selama
gerakan tersentak, adanya pembedahan.
kejang, prestesia. Menurunkan kemungkinan
Pertahankan penghalang adanya trauma jika terjadi kejang.
tempat tidur/diberi bantalan, Kalsium kurang dari 7,5/100
tmpat tidur pada posisi yang ml secara umum membutuhkan
rendah. terapi pengganti.
Memantau kadar kalsium Memperbaiki kekurangan
dalam serum. kalsium yang biasanya sementara
Kolaborasi tetapi mungkin juga menjadi
Berikan pengobatan sesuai permanen
indikasi (kalsium/glukonat,
laktat).
4 Gangguan rasa Setelah dilakukan perawatan Atur posisi semi fowler, Mencegah hyperekstensi leher
nyaman nyeri selama 1x24 ganjal kepala /leher dengan dan melindungi integritas pada
berhubungan dengan jamdiharapkan rasa nyeri bantal kecil jahitan pada luka.
dengan tindakan berkurangdg kriteria hasil: Kaji respon verbal /non Mengevaluasi nyeri,
bedah terhadap Dapat menyatakan nyeri verbal lokasi, intensitas dan menentukan rencana tindakan
jaringan/otot dan berkurang, tidak adanya lamanya nyeri. keefektifan terapi.
edema pasca operasi. perilaku uyg menunjukkan Intruksikan pada klien agar Mengurangi ketegangan otot
adanya nyeri. menggunakan tangan untuk Makanan yang halus lebih baik
menahan leher pada saat alih bagi klien yang menjalani
posisi . kesulitan menelan.
Beri makanan /cairan yang Memutuskan transfusi SSP
halus seperti es krim. pada rasa nyeri.

Lakukan kolaborasi dengan


dokter untuk pemberian
analgesik.
5 Kurangnya Setelah dilakukan perawatan Diskusikan tentang Mempertahankan daya tahan
pengetahuan yang selama 1x24 keseimbangan nutrisi. tubuh klien.
berhubungan dengan jamdiharapkanPengetahuan Hindari makanan yang
salah interprestasi klien bertambah.dgkriteria banyak mengandung zat Kontraindikasi pembedahan
yang ditandai dengan hasil : goitrogenik misalnya makanan kelenjar thyroid
sering bertanya Klien berpartisipasi dalam laut, kedelai, Lobak cina dll.
tentang penyakitnya. program keperawatan Konsumsikan makanan Memaksimalkan suplai
tinggi calsium dan vitamin D. dan absorbsi kalsium.
6 Potensial terjadinya Setelahdilakukan perawatan Observasi tanda-tanda vital. Dengan mengetahui perubahan
perdarahan selama 1x24 Pada balutan tidak tanda-tanda vital dapat digunakan
berhubungan dengan jamdiharapkanPerdarahan didapatkan tanda-tanda basah untuk mengetahui perdarahan
terputusnya pembuluh tidak terjadi dg kriteria hasil : karena darah. secara dini.
darah sekunder Tidak terdapat adanya tanda- Dari drain tidak terdapat Dengan adanya balutan yang
terhadap pembedahan. tanda perdarahan. cairan yang berlebih.( > 50 cc). basah berarti adanya perdarahan
pada luka operasi.
Cairan pada drain dapat untuk
mengetahui perdarahan luka
operasi.
DAFTAR PUSTAKA

Manjoer, Arief.dkk,2009.Kapita Selecta Kedokteran , jilid I Media Aesculapius: Jakarta


Smeltzer (2012), Buku ajar keperawatan medical bedah. Jakarta: EGC
Syarifuddin, drs. AMK. 2010. Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan, edisi 3.
EGC : Jakarta.
Tonacchera, M., Pinchera, A., & Vitty, P. 2009. Assesment of nodular goiter. Journal of best
practice & research clinical endocrinology and metabolism. Pisa : Elseiver.
Smeltzer, Suzanne. 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &Suddart Vol 2.
Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai