“X”
Disusun Oleh:
Muh. Ilham hidayat
N 111 21 079
Pembimbing Klinik:
dr. Muhammad Rizal, Sp.An,, M.Kes
Bagian Anestesiologi
RSU UNDATA
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
BAB III LAPORAN KASUS 12
BAB IV PEMBAHASAN 22
BAB V KESIMPULAN 29
DAFTAR PUSTAKA iv
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cedera kepala merupakan penyebab mordibitas dan mortalitas di seluruh
dunia. Cedera kepala dapat terjadi akibat trauma mekanik baik secara langsung
maupun tidak langsung yang terjadi karena adanya benturan, guncangan, pukulan
atau luka tembus pada kepala yang menganggu fungsi neurologis yaitu gangguan
fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen. Salah Satu
cedera kepala yang biasanya terjadi adalah Epidural Hematoma (EDH) yaitu
adanya kumpulan darah ekstra-aksial di dalam ruang potensial di antara tabula
interna dan duramater. Dalam Kasus seperti epidural hematoma ini tentunya
diperlukan penanganan yang cepat dan akurat agar tidak semakin memburuk.
Salah satu penanganan yang dapat dilakukan adalah Tindakan craniotomi. 1
Dalam melakukan tindakan Craniotomi diperlukan adanya manajemen
anastesi yang tepat pada pasien. Anastesi merupakan suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan atau berbagai prosedur
lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Secara garis besar anastesi di
bagi menjadi dua yaitu anastesi umum dan regional. Dalam tindakan ini anastesi
umum merupakan pilihan dengan diberikan anastesi umum keadaan pasien tidak
sadar tanpa nyeri yang reversible akibat pemberian obat-obatan, serta
menghilangkan rasa sakit seluruh tubuh secara sentral. 2
Teknik anestesi umum dapat dilakukan dengan anestesi inhalasi, anestesi
intravena, ataupun kombinasi kedua teknik tersebut. Saat memilih teknik dan obat
yang akan digunakan dalam anestesi umum perlu dipertimbangkan berbagai hal,
antara lain adalah keamanan dan kemudahan dalam melakukan teknik tersebut,
kecepatan induksi dan pemulihan, stabilitas hemodinamik, efek samping yang
ditimbulkan, serta biaya yang diperlukan.3,4,5
Laporan Kasus ini bertujuan untuk memahami lebih mendalam mengenai
manajemen general anestesi dengan teknik intubasi menggunakan endotracheal
tube pada tindakan craniotomi pada pasien dengan traumatic intracerebral
hemoragik, epidural hematoma dan fraktur cranium.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Jalan Nafas
Saluran pernapasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring,
laring, trachea, dan paru. Laring membagi saluran pernapasan menjadi dua
bagian, yakni saluran pernapasan atas dan saluran pernapasan bawah. Setelah
melalui saluran hidung dan faring, tempat udara pernapasan di hangatkan dan
di lembabkan oleh uap air, udara inspirasi berjalan menuruni trachea,
kemudian ke bronchiolus, bronchiolus respiratorius, duktus alveolaris sampai
alveolus. Antara trachea dan alveolus terdapat 23 kali percabangan saluran
udara. Enam belas percabangan pertama saluran udara merupakan zona
konduksi yang menyalurkan udara dari dan ke lingkungan luar, bagian ini
terdiri atas bronchus, bronchiolus, dan bronchiolus terminalis. Tujuh
percabangan berikutnya merupakan zona peralihan dan zona respirasi, dimana
proses pertukaran gas terjadi, yang terdiri atas bronchiolus respiratorius,
duktus alveolaris, dan alveolus. Adanya percabangan saluran udara yang
majemuk ini akan meningkatkan luas total penampang melintang saluran
udara, dari 2,5 cm2 di trachea menjadi 11.800 cm 2 di alveoli. Akibatnya,
kecepatan aliran udara didalam saluran udara kecil berkurang ke nilai yang
sangat rendah.6
Tiap alveolus dikelilingi oleh pembuluh kapiler paru. Di sebagian besar
daerah, udara dan darah hanya dipisahkan oleh epitel alveolus dan endotel
kapiler sehingga keduanya hanya terpisah sejauh 0,5 µm. tiap alveolus dilapisi
oleh dua jenis sel epitel yaitu sel tipe 1 dan sel tipe 2. Sel tipe 1 merupakan sel
gepeng sebagai sel pelapis utama, sedangkan sel tipe 2 (pneumosit granuler)
lebih tebal, dan banyak mengandung badan inklusi lamellar dan mensekresi
surfaktan. Surfaktan merupakan zat lemak yang berfungsi untuk menurunkan
tegangan permukaan.6
Gambar 1 : Anatomi Jalan Napas Atas6
2.2 General Anestesi
A. Definisi
Anestesi berasal dari bahasa Yunani yaitu “An” yang berarti tidak
dan “Aesthesis” yang berarti rasa atau sensasi. Sehingga anestesia berarti
suatu keadaan hilangnya rasa atau sensasi tanpa atau disertai dengan
hilangnya kesadaran. Anestesi adalah keadaan tanpa rasa tetapi bersifat
sementara dan akan kembali kepada keadaan semula, karena hanya
merupakan penekanan kepada fungsi atau aktivitas jaringan syaraf baik
lokal maupun umum. Pada dasarnya prinsip anastesi mencangkup 3 hal
yaitu: anestesi dapat menghilangkan rasa sakit (analgesia), menghilangkan
kesadaran (sedasi) dan juga relaksasi otot (relaksan) yang optimal agar
operasi dapat berjalan dengan lancer.3,7
Anestesi umum adalah keadaan tidak sadar tanpa nyeri yang
reversible akibat pemberian obat-obatan, serta menghilangkan rasa sakit
seluruh tubuh secara sentral. Teknik anestesi umum dapat dilakukan dengan
anestesi inhalasi, anestesi intravena, ataupun kombinasi kedua teknik
tersebut.3,4,5
Anestesi umum menggunakan cara melalui intravena dan secara
inhalasi untuk memungkinkan akses bedah yang memadai ke tempat dimana
akan dilakukan operasi. Obat anestesi yang diberikan secara intravena
lebih popular untuk induksi anestesi karena obat ini lebih cepat dan mulus
dibandingkan dengan yang berkaitan dengan obat inhalasi. Beberapa obat
anestesi intravena : Thiopental, propofol, etomidate, ketamine.8
Teknik general anestesi inhalasi yang dilakukan dengan jalan
memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas dan atau
cairan yang mudah menguap melalui alat atau mesin anestesi langsung ke
udara inspirasi. Bebebrapa obat anestesin inhalasi seperti: Halothan,
isofluran, sevofluran, desfluran, Nitrous Oksida.9
- Tube
Yang dimaksud tubes adalah pipa trakea. Pada tindakan anestesia, pipa
trakea mengantar gas anestetik langsung ke dalam trakea dan biasanya
dibuat dari bahan standar polivinil klorida. Ukuran diameter pipa trakea
dalam ukuran milimeter. Bentuk penampang pipa trakea untuk bayi,
anak kecil, dan dewasa berbeda. Untuk bayi dan anak kecil di bawah
usia lima tahun, bentuk penampang melintang trakea hampir bulat,
sedangkan untuk dewasa seperti huruf D. Oleh karena itu pada bayi dan
anak di bawah lima tahun tidak menggunakan kaf (cuff) sedangkan
untuk anak besar-dewasa menggunakan kaf supaya tidak bocor.Alasan
lain adalah penggunaan kaf pada bayi-anak kecil dapat membuat trauma
selaput lendir trakea dan postintubation croup.
- Airway
Airway yang dimaksud adalah alat untuk menjaga terbukanya jalan
napas yaitu pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa
hidungfaring (naso-tracheal airway). Pipa ini berfungsi untuk menahan
lidah saat pasien tidak sadar agar lidah tidak menyumbat jalan napas.
- Tape
Tape yang dimaksud adalah plester untuk fiksasi pipa supaya tidak
terdorong atau tercabut. Introducer Introducer yang dimaksud adalah
RlasticR atau stilet dari kawat yang dibungkus Rlastic (kabel) yang
mudah dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah
dimasukkan
- Connector
Connector yang dimaksud adalah penyambung antara pipa dengan bag
valve mask ataupun peralatan anesthesia.
- Suction
Suction yang dimaksud adalah penyedot lender, ludah dan cairan
lainnya.
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 46 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Berat Badan : 70 kg
Tinggi badan : 170 cm
Alamat : Jl. Megamu, Toli-Toli
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Diagnosa pra bedah : Diagnosis Traumatic Intracerebral Hemoragik
(TICH), dan Epidural Hematoma
Jenis pembedahan : Craniotomy
Tanggal operasi : 02 Februari 2023
Jenis anestesi : General Anastesi
Anestesiology : dr. Imtihanah Amri , Sp. An, M.kes
Ahli bedah : dr. Franklin. L. Sinanu, Sp. BS
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Nyeri Kepala
2. Riwayat penyakit sekarang : Pasien masuk dengan keluhan nyeri kepala
yang sudah dirasakan sejak 9 hari yang lalu setelah mengalami kecelakaan
lalu lintas. Nyeri kepala yang rasakan disertai dengan adanya nyeri yang
menjalar pada wajah dan muntah (+) . BAK dan BAB dalam batas normal
Keluhan lain seperti kelemahan ekstermitas disangkal oleh pasien.
3. Riwayat penyakit dahulu:
- Riwayat penyakit jantung : (-)
- Riwayat penyakit hipertensi : (-)
- Riwayat penyakit asma : (-)
- Riwayat alergi obat dan makanan : (-)
- Riwayat diabetes mellitus : (-)
- Riwayat trauma atau kecelakaan : (+)
- Riwayat operasi sebelumnya : (-)
- Riwayat konsumsi obat : (-)
- Riwayat operasi : (-)
Riwayat penyakit keluarga :
- Riwayat penyakit darah tinggi : disangkal
- Riwayat penyakit DM : disangkal
- Riwayat penyakit alergi : disangkal
- Riwayat penyakit asma : disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. B1 (Breath)
- gigi palsu (-), gigi goyang (+), gigi ompong(-) gigi lubang (-).
- Mallampati score: 1
- Airway paten (tidak ada sumbatan).
- Inspeksi Thorax : Pengembangan dada simetris antara dada sisi kiri
dan kanan. RR 24 x/menit.
- Palpasi thorax : benjolan (-), kelainan bentuk (-),vocal fremitus
kanan=kiri
- Auskultasi thorax di dapatkan bunyi pernafasan Vesikuler +/+. Bunyi
nafas tambahan : Rhonkii -/-, Wheezing -/-, snoring (-), gurgling (-),
stridor(-).
2. B2 (Blood)
- TD : 100/67 mmHg.
- Nadi reguler kuat angkat 68 x/mnt
- Konjungtiva anemis (-/-)
- Akral hangat, CRT < 2detik
3. B3 (Brain)
- Kesadaran : Compos mentis. GCS (E4M6V5)
- Mata : Refleks cahaya langsung dan tidak langsung (+/+), sclera
ikterik (-/-)
- Suhu : 36,1 0C
- VAS : 7 (saat pemeriksaan)
4. B4 (Bladder)
- Buang air kecil lancar (pasien tidak menggunakan kateter)
- Urin berwarna kuning
- Nyeri saat berkemih (-)
5. B5 (Bowel)
- Nyeri perut (-), mual (-) muntah (+) jejas (-).
- Peristaltik (+) kesan normal, bising usus (-).
- BAB biasa.
D. Assesment
- Status fisik ASA II E
- Observasi TTV
- Acc. Anestesi
- Diagnosis pra-bedah : Diagnosis Traumatic Intracerebral Hemoragik
(TICH), dan Epidural Hematoma
E. Plan
Terapi
- IVFD Nacl 20 tetes/menit
Jenis anestesi : General Anastesi
Teknik anestesi : Teknik Intubasi menggunakan ETT
Jenis pembedahan : Craniotomy
Laporan Anastesi
140
120
100
80
60
40
20
0
35 :40 :45 :50 :55 :00 :05 :10 :15 :20 :25 :30 :35 :40 :45 :50 :55 :00 :0 5 :1 0 :15 :2 0 :2 5 :30 :3 5 :4 0 :45 :5 0 :5 5 :00 :0 5
8: 8 8 8 8 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 1 0 10 10 1 0 10 10 1 0 10 10 1 0 10 10 1 1 11
KETERANGAN
○ = Mulai Anastesi = Selesai Operasi
X = Mulai Operasi = Selesai Anastesi
= Premedikasi
= Propofol 100mg
= Tramus 25 mg + 10 mg
= Ketorolac 30 mg
a) Diagnosis pra-bedah : Traumatic Intracerebral Hemoragik (TICH),
dan Epidural Hematoma
b) Diagnosis post-bedah : Post Tindakan Craniotomy
c) Jenis pembedahan : Craniotomy
d) Persiapan anestesi : Informed consent
e) Jenis anestesi : General Anastesi
f) Teknik anestesi : Intubasi menggunakan Endotracheal Tube
g) Medikasi anestesi : Ondansetron 4 mg, Sedakum 2 mg ,
Dexamethason 10 mg, Fentanyl 120 mcg, Propofol 100 mg, Tramus 35
mg, Fentanyl 50 Mcg/ drips, Ketorolac 30 mg.
h) Maintenance : O2 5 lpm
i) Posisi : Supinasi
j) Respirasi : Sirkuit
k) Anestesi mulai : 08 : 55 WITA
l) Operasi mulai : 10 : 00 WITA
m) Lama operasi : 60 menit
n) Lama anestesi : 120 menit
Tekanan Saturasi
Waktu Nadi Tindakan
Darah Oksigen
Stress operasi:
Operasi berat
= 8 cc/ kgbb/ jam x BB
= 8 ml x 70
= 560 cc/jam (9,3 cc/ menit)
Operasi berlangsung 60 menit
Stress operasi X lama operasi
= 9,3 cc X 60 menit
= 558 cc
Cairan pengganti yang hilang
Defisit darah 400 cc
= darah yang hilang x 3 cairan kristaloid
= 400 x 3
= 1.200 cc
Pada kasus ini, pasien Tn. S usia 46 tahun dengan diagnosis Traumatic
Intracerebral Hemoragik (TICH) dan Epidural Hematoma yang akan dilakukan
tindakan craniotomi pada tanggal 2 februari 2023. Setiap pasien yang akan
menjalani operasi idealnya harus diperiksa oleh ahli anastesi untuk dapat
meminimalisir risiko-risiko yang akan terjadi. Berdasarkan data anamnesis pre
operatif, pasien masuk dengan keluhan nyeri kepala yang sudah dirasakan sejak 9
hari yang lalu setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Nyeri kepala yang
rasakan disertai dengan adanya nyeri yang menjalar pada wajah dan muntah (+) .
BAK dan BAB dalam batas normal Keluhan lain seperti kelemahan ekstermitas
disangkal oleh pasien. Pasien tidak memiliki Riwayat penyakit sistemik seperti
hipertensi, diabetes militus, dan penyakit jantung.
Pemeriksaan fisik menunjukkan terdapat kelainan pada B1, yaitu
terdapat gigi yang goyang akibat dari kecelakaan lalu lintas dan Pada B5
terdapat keluhan muntah. Kemudian pada pemeriksaan penunjang
laboratorium didapatkan kadar HB 11,6 g/dl, WBC 17,3 ribu/uL, RBC 4,00
juta/uL, dan HCT 31,4 %. Pada pemeriksaan radiologi berupa Ct- Scan kepala
tanpa kontras didapatkan kesan subcute epidural hematoma pada regio
frontoparietal sinistra, dan adanya fraktur zigomaticum dextra dan fraktur linear
regio temporal sinistra. dan tidak terdapat kelainan pada pemeriksaan penunjang
lainnya yang dapat menjadi kontraindikasi untuk dilakukan Tindakan operasi.
Berdasarkan anamnesis. pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
tersebut, pasien digolongkan pada PS ASA II, sebab pasien memiliki
gangguan pada hasil pemeriksaan laboratorium.
Pasien sebelum melakukan operasi diminta untuk berpuasa selama 8
jam sebelum operasi. Hal ini sudah sesuai teori dimana anjuran puasa
perioperative adalah selama 8 jam sebelum operasi. Puasa preoperatif pada pasien
pembedahan elektif bertujuan untuk mengurangi volume lambung tanpa
menyebabkan rasa haus apalagi dehidrasi. Puasa preoperatif yang disarankan
menurut ASA adalah 6 jam untuk makanan ringan, 8 jam untuk makanan berat
dan 2 jam untuk air putih. Puasa preoperatif yang lebih lama akan berdampak
pada kondisi pasien preoperatif serta pascaoperatif.
Pada pasien ini, pilihan anestesi yang dilakukan adalah jenis general
anestesi dikarenakan lokasi operasi yaitu di kepala, sehingga tidak
memungkinkan untuk dilakukan anestesi spinal. Adapun indikasi dilakukan
general anestesi adalah karena pada kasus ini diperlukan mempertahankan jalan
nafas agar tetap bebas serta mempertahankan kelancaran pernafasan,
mempermudah pemberian anestesia, mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi
isi lambung (pada keadaan tidak sadar, lambung penuh dan tidak ada refleks
batuk) dan pemakaian ventilasi mekanis yang lama, serta mengatasi obstruksi
laring akut.
Pada saat sebelum operasi, pasien diberikan premedikasi terlebih
dahulu. Premedikasi adalah tindakan awal anestesia dengan memberikan
obat-obat pendahuluan yang terdiri dari obat-obat golongan antikolinergik,
golongan sedatif, dan golongan analgetik. Tujuan pemberian premedikasi
adalah untuk menimbulkan rasa nyaman, megurangi sekresi kelenjar dan menekan
refleks vagus, memperlancar induksi, mengurangi dosis anestesia, serta
mengurangi rasa sakit dan kegelisahan pasca bedah. Salah satu tujuan premedikasi
berguna meredakan kecemasan dan ketakutan. Pada pasien diberikan premedikasi
berupa ondacentron 4 mg/iv, fentanyl 130 mcg//iv, dexamethasone 10mg/iv, dan
sedacum 2mg/ iv.
Diberikan ondacentron 4 mg sebagai obat antiemetik untuk mencegah
mual dan muntah, dimana Ondansentron ialah suatu antagonis 5-HT3 yang
mekanisme kerjanya diduga dilangsungkan dalam mengantogonisasi reseptor 5-
HT yang terdapat pada chemoreceptor trigger zone di area postrema otak dan
mungkin juga pada aferen vagal saluran cerna. Pasien diberikan Fentanyl 130
mgc/iv diberikan sebagai analgesia, karena fentanyl memiliki sifat analgesia
yang baik, onset yang cepat dan durasi yang singkat, sedikit mendepresi
kardiovaskular serta tidak menyebabkan pelepasan histamin, maka fentanyl sering
kali menjadi pilihan utama sebagai agen premedikasi dan induksi dalam anestesi
umum. Pemberian injeksi dexamethasone 10 mg bertujuan sebagai
antiinflamasi. Postoperative sore throat (POST) terjadi akibat proses inflamasi
pada mukosa faring dan trakea setelah intubasi.
Induksi pada pasien ini dilakukan dengan anestesi intravena yaitu
Propofol 10 mcg I.V karena memiliki efek induksi yang cepat, dengan distribusi
dan eliminasi yang cepat. Selain itu juga propofol dapat menghambat transmisi
neuron yang hancur oleh GABA. Pemberian tramus 25 mg sebagai pelemas
otot untuk mempermudah pemasangan Endotracheal Tube dan untuk
relaksasi otot rangka selama proses pembedahan atau ventilasi terkendali.
Setelah pelumpuh otot bekerja barulah dilakukan intubasi dengan
laringoskop blade lengkung yang disesuaikan dengan anatomis leher pasien
dengan metode head tilt dan chin-lift yang berfungsi untuk meluruskan jalan nafas
antara mulut dengan trakea. Setelah jalan nafas dalam keadaan lurus barulah
dimasukkan pipa endotrakeal. Pada pasien ini digunakan ETT dengan cuff
nomor 7,0 serta terpasang packing. Pemasangan ETT pada pasien ini 1 kali
dilakukan.
Setelah diintubasi dengan menggunakan endotracheal tube, maka
dialirkan sevofluran 2 vol%. Sevofluran merupakan halogen eter yang memiliki
proses induksi dan pemeliharaan paling cepat. Sevofluran relatif stabil dan tidak
menimbulkan aritmia selama anestesi berlangsung.
Pasien menggunakan aliran oksigen sekitar 5lpm sebagai anestesi rumatan.
Ventilasi dilakukan dengan bagging dengan laju napas 20 x/ menit. Sesaat setelah
operasi selesai gas anestesi diturunkan untuk menghilangkan efek anestesi
perlahan-lahan dan untuk membangunkan pasien. Juga diharapkan agar pasien
dapat melakukan nafas spontan menjelang operasi hampir selesai. Kemudian
dilakukan ekstubasi endotrakeal secara cepat dan pasien dalam keadaan sadar
untuk menghindari penurunan saturasi lebih lanjut.
Sebelum operasi selesai dilakukan Penambahan obat medikasi
tambahan adalah Sebagai analgetik digunakan Ketorolac 30 mg/iv. Ketorolac
merupakan NSAID (Non Steroid Anti Inflamasi Drug) dengan efek analgesik kuat
disertai aktivitas anti inflamasi sedang. Ketorolac sebagai analgesik pascabedah
memperlihatkan evektifitas sebanding dengan morfin/meperidin dosis umum;
masa kerjanya lebih panjang dan efek sampingnya lebih ringan. Dosis pemberian
secara IV 15-30 mg. Pada pasien ini diberikan ketorolac 30 mg/iv.
Pada pasien ini, saat operasi berjalan pasien diberikan cairan ringer
laktat 500 cc kemudian ditambahkan dengan Nacl 0,9 % 500cc. Mengapa
digunakan Nacl Lebih banyak karena Nacl memiliki Sifat yang isotonik artinya
sifat larutan yang Konsentrasi zat terlarutnya sama dengan larutan plasma. Maka
bila Nacl di transfusikan osmolaritas ekstra seluler tidak akan berubah Sehingga
tidak akan terjadi pertukaran air melewati membran . Sedangkan RL ternyata
memiliki sifat yang relatif hipotonik terhadap plasma. Dimana tekanan
osmotiknya lebih rendah daripada larutan lainnya sehingga bila RL di transfusikan
akan menyebabkan osmolaritas akan berkurang dan air akan berpindah dari
vaskular ke intrasel.
Oleh sebab itu pemberian RL pada pasien bedah saraf dibatasi karena
perbedaan omolaritas RL dan Nacl terhadap plasma darah. Dimana RL lebih
hipoosmolar (Osmolaritasnya rendah) dibandingkan dengaan osmolaritas plasma
sehingga menyebabkan perubahan osmotik yang akan mendorong air dari
vaskuler ke jaringan otak, akhirnya terjadi peningkatan kandungan air di otak
yang bisa menyebabkan edema serebral dan terjadi peningkatan TIK
Operasi berjalan lancar tanpa timbulnya komplikasi, dengan lama anestesi
2 jam dan lama operasi 1 jam. pasien kemudian dibawa ke ruang pemulihan
(recovery room). Pada saat di ruang recovery di dapatkan tekanan darah 125/60
mmHg , Nadi 80 kali permenit, pernafasan 20x permenit, dan hasil Alderete
score 10, sehingga pasien dipindahkan ke ruang perawatan.
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan laporan kasus yang telah dibahas, sehingga dapat disimpulkan :
1. Pada kasus ini dilakukan operasi Craniotomy pada pasien laki-laki
dengan diagnosis Traumatic Intracerebral Hemoragik (TICH) dan
Epidural Hematoma dengan usia 46 tahun, dan setelah dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik dan pemerikaan penunjang, maka
ditentukan status fisik ASA II karena pasien memiliki gangguan pada
pemeriksaan laboratorium.
2. Pada pasien ini dilakukan jenis anestesi dengan General Anestesi dengan
teknik Intubasi ETT. Pilihan anestesi yang dilakukan adalah jenis general
anestesi dikarenakan pasien lokasi yang akan dilakukan operasi adalah
pada daerah kepala sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan
anestesi spinal.
3. Setelah operasi selesai pasien dipindahkan ke recovery room dan
dipantau tanda-tanda vitalnya serta penilaian skor pemulihan anestesi
pada pasien ini dengan Aldrette Score dengan hasil 10 sehingga pasien
dipindahkan ke ruang perawatan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Toriqoh, Lailatut. "Manajemen Anestesi pada Operasi Craniotomi Pasien
Cedera Kepala Sedang Akibat Epidural Hematoma: Sebuah Laporan
Kasus." Medical Profession Journal of Lampung 12.2 (2022): 297-301.
2. Gugule A.S, Posangi J, Mariati N.W.Gambaran Efek Pemberian Anestesi
Lokal Dengan Teknik Blok Mandibula FisherPada Peminum Alkohol.
Jurnal e-Gigi (eG),Volume 1, Nomor 1, Maret 2015
3. Dobson MB. 2012. Penuntun Praktis Anestesi. Penerbit EGC: Jakarta
4. Morgan Ge Et Al. Clinical Anesthesiology. 6th Edition. New York: Lange
5. Okta, I.B,. Subagiartha, I.M,. Wiryana,M. 2017. Perbandingan Dosis
Induksi Dan Pemeliharaan Propofol Pada Operasi Onkologi Mayor Yang
Mendapatkan. Jurnal Anestesiologi Indonesia. 9(3) : 137-145
6. Arvianto,. Oktaliansah, E,. Surahman, E. 2017. Perbandingan antara
Sevofluran dan Propofol Menggunakan Total Intravenous Anesthesia
Target Controlled Infusion terhadap Waktu Pulih Sadar dan Pemulangan
Pasien pada Ekstirpasi Fibroadenoma Payudara. Jurnal Anestesi
Perioperatif. 5(1) : 24-31.
7. Purmono A. Buku Kuliah Anestesi. Jakarta: EGC; 2015.