Anda di halaman 1dari 7

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2019

REFLEKSI KASUS
ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF
LARYNGEAL MASK AIRWAY

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat


Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Anestesi
Rumah Sakit Jogja

Diajukan Kepada:
dr. Basuki Rahmat, Sp.An

Disusun oleh :
Luthfiatin Najwa
20184010115

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2019
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2019

A. PENGALAMAN
Seorang wanita 54 tahun dirawat inap di bangsal Bougenvile untuk program perencanaan
debulkging tumor. Pasien didiagnosis tumor genu sinistra oleh ahli onkologi. Airway : jalan nafas
(orofaring) bersih. Breathing : nafas spontan, RR 20x/menit, vesikuler +/+ normal, suara tambahan
-/-, SpO2 98%. Circulation : nadi 80x/menit, reguler, tekanan darah 120/80 mmHg, Disability :
GCS E4V5M6, kesadaran compos mentis. Riwayat sakit diabetes melitus, hipertensi, jantung, asma
dan alergi disangkal. Pasien tidak merokok dan tidak meminum alkohol. Pemeriksaan EKG, normo
sinus rithm. Pemeriksaan penunjang darah rutin, AL 15400 /uL, Hb 8,5 gr/dL, HMT 26,2 %, SGOT
40 U/I, SGPT 33 U/I, GDS 125 mg/dl dan HbSAg negatif (-). Pasien sudah mendapat transfusi
PRC 2 kolf dibangsal dan mempunyai persediaan PRC 1 kolf. Diagnosis status fisik ASA II dan
direncanakan menggunakan teknik regional anesthesia dengan anestesi spinal.
Pasien direncanakan menggunakan regional anesthesia, namun setelah pasien masuk kamar
operasi, pasien tampak gelisah sehingga dokter mengganti anestesi dengan general anesthesia
dengan teknik Laryngeal Mask Airway (LMA).
Sebelum dilakukan pembiusan pasien puasa dari pukul 12.00 malam. Lalu paginya
diberikan drip antibiotik cefuroxim 1 gr. Pembiusan dilakukan pada pukul 9.40 WIB dengan
premedikasi fentanyl 2 ml (100 mcg) dan diinduksi dengan propofol 10 ml (100 mg), sedangkan
operasi pada pukul 9.50 WIB. Pasien diberikan injeksi ketorolac 30mg dan ondancentron 4 mg.
Selama operasi pasien mengalami bradikardi sehingga pasien diberikan sulfas atropin 1 ml (0,25
mg) dan nadi pasien membaik.
B. PERMASALAHAN
Mengapa general anesthesia dipilih pada kasus ini? Mengapa teknik laryngeal mask airway
(LMA) lebih dipilih pada kasus ini?
C. PEMBAHASAN
Anestesi adalah hilangnya seluruh modalitas dari sensasi yang meliputi sensasi sakit/nyeri,
rabaan, suhu, posisi/propioseptif. Anastesi dibagi tiga yaitu general anesthesia, regional anesthesia
dan local anesthesia.
1. General anesthesia mempunyai tujuan agar dapat menghilangkan nyeri, membuat tidak sadar
dan menyebabkan amnesia yang bersifat reversible dan dapat diperbaiki. Tiga pilar anestesi
umum yaitu hipnotik atau sedasi yaitu membuat pesien tertidur atau tenang, analgesia atau tidak
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2019

merasakan sakit, dan relaksasi otot serta stabilitas otonom antara saraf simpatis dan
parasimpatis. Pada anestesi umum dapat menyebabkan gejala klinis berupa:
 Tidak berespon terhadap rangsangan yang menyakitkan.
 Tidak dapat mengingat apa ynag terjadi (amnesia anterograd).
 Depresi atau tidak mampu mempertahankan proteksi jalan napas yang memadai hingga
ketidakmampuan melakukan ventilasi spontan akibat kelumpuhan otot.
 Depresi kardiovaskular sehingga cenderung bradikardia dan hipotensi.
Menegemen saluran napas pada pasien teranestesi dapat menggunakan peralatan berupa
sungkup muka (face mask), laryngeal mask airway (LMA) dan intubasi endotrakeal.
2. Regional anesthesia merupakan metode yang lebih bersifat sebagai analgesik karena
menghilangkan nyeri dan pasien masih sadar. Namun dapat pula ditambah dengan obat hipnotik
atau sedasi. Penggunaan obat sedasi sendiri diindikasikan sebagai manajemen cemas, nyeri dan
kontrol aktivitas pada penderita pediatric. Sedasi memiliki tiga tingkatan yaitu
a. Sedasi minimal, tingkat sedasi dengan menggunakan obat dimana penderita masih dapat
melakukan respon secara normal dan perintah lisan, meskipun fungsi kognitif dan
koordinasi sudah menurun namun fungsi respirasi dan kardiovaskular tidak dipengaruhi.
b. Sedasi sedang, tingkat sedasi dengan menggunakan obat dimana kesadaran menurun dengan
respon terhadap perintah lisan dan rangsang taktil sudah menurun namun tidak
membutuhkan intervensi lebih lanjut untuk menjaga patensi jalan nafas dan ventilasi spontan
yang cukup.
c. Sedasi dalam/anestesi umum, tingkat sedasi dengan menggunakan obat dimana tingkat
kesadaran menurun sehingga penderita tidak memberikan respon terhadap perintah lisan
namun berespon setelah rangsang nyeri berulang. Kemampuan untuk menjaga ventilasi
secara spontan mungkin akan menurun sehingga membutuhkan bantuan ventilasi dan
membuka jalan nafas.
Regional anesthesia dapat dilakukan dengan anestesi spinal, anestesi epidural dan anestesi
kaudal. Adapun komplikasi anestesi spinal terkait adanya blokade saraf simpatis yaitu hipotensi,
bradikardi, mual, muntah.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2019

Laryngeal Mask Airway


Penemuan dan pengembangan “laryngeal mask airway” (LMA) pada tahun 1981oleh
seorang ahli anastesi berkebangsaan inggris dr. Archie Brain telah memberikan dampak yang luas
dan bermakna dalam praktek anastesi, penanganan airway yang sulit, dan resusitasi
kardiopulmonar. LMA telah mengisi kekosongan antara penggunaan “face mask” dengan intubasi
endotracheal. LMA memberikan ahli anastesi alat baru penanganan airway yaitu jalan
nafas supraglotik, sehingga saat ini dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu : (1) jalan
nafas pharyngeal, (2) jalan nafas supraglotik, dan (3) jalan nafas intratracheal. Ahli anastesi
mempunyai variasi yang lebih besar untuk penanganan jalan nafas sehingga lebih dapat disesuaikan
dengan kondisi tiap-tiap pasien, jenis anastesi, dan prosedur pembedahan. Prinsipnya LMA dapat
digunakan pada semua pasien yang bila dilakukan anastesi dengan face mask dapat dilakukan
dengan aman (kecuali penderita-penderita yang memiliki kelainan oropharynx).
LMA dibuat dari karet lunak silicone khusus untuk kepentingan medis, terdiri dari masker
berbentuk sendok yang elips yang juga berfungsi sebagai balon yang dapat dikembangkan, dibuat
bengkok dengan sudut sekitar 30 derajat. LMA dapat dipakai berulang kali dan dapat disterilkan
dengan autoclave, namun demikian tersedia juga jenis LMA yang disposable.
Indikasi dan Kontraindikasi Laryngeal Mask Airway
Indikasi LMA antara lain:
 Ventilasi efektif, pada prosedur operasi sebagai alternatif dipilih pada prosedur operasi singkat
yang tidak mengharuskan intubasi.
 Jalan napas sulit, jika intubasi gagal dilakukan, LMA dapat dipasang sebagai gantinya.
 Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian suplai
oksigen melalui masker nasal.
 Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan karbondioksida di arteri.
 Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat atau pasien dengan
refleks akibat sumbatan yang terjadi.
 Pada pasien yang mudah timbul laringospasme.

Kontraindikasi LMA adalah :


 Resiko meningkatnya regurgitasi isi lambung (tidak puasa)
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2019

 Terbatasnya kemampuan membuka mulut atau ekstensi leher (misalnya artitis rematoid yang
berat atau ankilosing spondilitis), menyebabkan memasukkan LMA lebih jauh ke hipopharynx
sulit.
 Compliance paru yang rendah atau tahanan jalan nafas yang besar
 Obstruksi jalan nafas setinggi level laring atau dibawahnya
 Kelainan pada oropharinyx (contoh abses, hematoma dan kerusakan jaringan)
Kelebihan dan kekurangan LMA
1. Kelebihan LMA dibandingkan Face Mask
Bila dibandingkan dengan pemakaian dengan face mask maka LMA dapat memberikan
ahli anastesi lebih banyak kebebasan untuk melaksanakan tugas yang lain (misalnya mencatat
perjalanan anastesi, memasukkan obat-obatan dll) dan mengurangi angka kejadian kelelahan
pada tangan operator. Dengan LMA dapat memberikan data capnography yang lebih akurat
dan dapat mempertahankan saturasi oksigen yang lebih tinggi. Kontaminasi ruangan oleh
obat-obat anastesi inhalasi dapat dikurangi tetapi dengan manipulasi yang lebih kecil terhadap
jalan nafas. Cedera pada mata dan saraf wajah dapat dihindari dibandingkan bila memakai
face mask. LMA lebih mudah digunakan dalam jangka waktu lama dan mengurangi resiko
aspirasi dibandingkan face mask.
2. Kelebihan LMA dibandingkan dengan Endotrakeal Tube (ET)
Walaupun LMA tidak dapat menggantikan posisi ET (khususnya pada prosedur operasi
yang lama dan yang memerlukan proteksi terhadap aspirasi) namun LMA mempunyai
berbagai kelebihan. LMA lebih mudah dimasukkan dan mengurangi rangsangan pada jalan
nafas dibandingkan ET, sehingga dapat mengurangi batuk, rangsang muntah, rangsang
menelan, tahan nafas, bronchospame, dan respon kardiovaskuler, adalah dua keuntungan yang
dimiliki LMA dibandingkan dengan ET. Di tangan yang terampil, penempatan LMA dapat
lebih mudah dan lebih cepat dibandingkan menempatkan ET sehingga lebih memudahkan
untuk resusitasi. Trauma pada pita suara dapat dihindari karena LMA tidak masuk sampai ke
lokasi pita suara. Insidens kejadian suara serak setelah penggunaan LMA dapat dikurangi bila
dibandingkan dengan pemakaian ET.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2019

D. KESIMPULAN
Pada kasus, pasien mengalami gelisah dan cemas sehingga membutuhkan obat sedatif dan
sedasi dalam dengan General anesthesia dipilih sehingga pasien tidak dapat memberikan respon
terhadap perintah lisan namun berespon setelah rangsang nyeri berulang.
Penanganan jalan nafas adalah tugas paling penting dari seorang ahli anastesi dan fungsi
tersebut tidak dapat ditawar lagi. Penggunaan alat managemen saluran napas disesuaikan dengan
kebutuhan pasien. Tidak ada satupun teknik penanganan jalan nafas yang dapat cocok untuk semua
pasien dan kasus sehingga ahli anastesi harus menguasai berbagai teknik untuk memastikan
penanganan jalan nafas yang paling optimal dengan resiko yang paling minimal.
E. DAFTAR PUSTAKA
Buku Kuliah Anestesi oleh dr. Ardi Pramono, Sp.An., M.Kes
Jannu Anubhav, et al. 2017. Advantages, Disadvantages, Indications, Contraindications and
Surgical Technique of Laryngeal Airway Mask

1. Morgan GE, Mikhail MS: Airway Management. Clinical Anesthesiology 5th ed, Lange
Medical Books, New York, 2002.
2. Gomillion MC, Jung Hee Han : Magnetic Resonance Imaging a case of 2 years old
boy.Anesthesiology Problem-Oriented Patient Management Yao & Artusio’s, 6th ed,
Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA, 2008.
3. Afzal M : Airway Management In Pediatric Anesthesia: Laryngeal Mask Airway Vs
Endotracheal Tube. The Internet Journal of Anesthesiology 2007. Volume 13 Number 11.
4. O’neill B, Templeton JJ: The Laryngeal Mask Airway in Pediatric Patient; factors affecting
ease of use during insertion and emergence. Journal of Anesthesia & Analgesia, Anesthesia
Analg 1994; 78:659-662.
5. Messeeha Z, Ellyn G : 1954 Pediatric General Anastesi by Laryngeal Mask Airway Without
Intravenous Access. The Internet Journal of Anesthesiology 2007. Volume 13 Number 1.
6. Byhahn C, Meininger D, Zwissler B : Current Concepts of Airway Management in The ICU
and The Emergency Departement; Yearbok of Intensive Care and Emergency Medecine,
Vincent JL (ed), Springer, New York, 2006. P 377-399.
7. Allman KG, Wilson IH. Oxford Handbook of Anasthesia. Oxford University Pres Inc, New
York, 2001. P 368-369.
8. Whitacre, W. et. al. An Update: Use of Laryngeal Mask Airway Devices in Patients in the
Prone Position. AANA Journal. 2014. Vol. 82, No 2.
9. Safaeian, R. et. al. Postoperative Respiratory Complications of Laryngeal Mask Airway and
Tracheal Tube in Ear, Nose and Throat Operations. Anesth Pain Med, Tehran. 2015.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2019

10. Sood, J. Laryngeal Mask Airway and Its Variants. Indian J Anesth. 2005.
11. Araujo, M. et. al. Laryngeal Mask Airway in Prone Position in Ambulatory Surgery: A
Prospective Observational Study. J Anesth Clin Res. 2015
12. Ogboli-Nwasor, E. et. al. Use of Laryngeal Mask Airway in the Management of a Difficult
Airway: A Case Report. OJ Anesth. 2013.

Yogyakarta, 1 Juli 2019


Preceptor,

dr. Basuki Rahmat, Sp.An

Anda mungkin juga menyukai