UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2019
REFLEKSI KASUS
KASUS
IDENTITAS
Nama : Ny. A
Usia : 50 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Status Pernikahan : Sudah menikah
Pekerjaan : Pramu Rukti
Alamat : Srandakan, Bantul, DIY.
Preceptor : dr. Warih Andan P., Sp.KJ (K), M.Sc Ko-asisten: Elga Rahadian Arsyah
I. Kasus
Pasien datang untuk kontrol rutin terkait penyakitnya. Pasien didiagnosis Skizofrenia
sejak 2 tahun lalu. Saat ini pasien kadang-kadang masih mendengar suara-suara yang tidak
berwujud. Pasien sudah tidak mudah tersinggung dan juga sudah merasa bisa mengendalikan
dirinya sendiri. Pada awalnya pasien dulu merasa ada yang mengendalikan dirinya sehingga
melakukan perbuatan yang diluar kendali diri, dan juga sering mendengar suara-suara tak
berwujud yang berkomentar tentang dirinya.
Tiga bulan lalu pasien baru saja mondok di RS Grasia selama 2 minggu, karena
keluhannya muncul kembali dan mengganggu aktivitas pasien sehari-hari. Saat ini pasien sudah
bisa bekerja kembali sebagai pramu rukti di panti jompo seperti biasanya. Pasien sudah bisa
berbaur dengan petugas yang lain namun terkadang masih merasa minder dengan penyakitnya
sehingga pasien kadang masih menarik diri. Pasien tidak ada riwayat penyakit fisik dan mental
selain yang diderita sekarang. Di keluarga pasien ada yang mengalami penyakit serupa yaitu bibi
pasien dari ibu.
Pada pemeriksaan status mental didapatkan seorang perempuan, kesan sesuai usia, rawat
diri baik, kooperatif, mood depresi, afek terbatas, Bentuk pikir : rasional, Isi pikiran : Waham (-),
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2019
REFLEKSI KASUS
Halusinasi auditori (+). Pemeriksaan fisik didapatkan TD 140/90 dan pemeriksaan neurologis
dalam batas normal.
Saat ini pasien rutin berobat di puskesmas Srandakan dengan diagnosis saat ini
Skizofrenia Tak Terinci (F20.3) dengan obat Haloperidol 1,5 mg 2x1, Clorpromazine 100mg 1x1,
dan Trihexipenidhil 2mg 2x1.
REFLEKSI KASUS
penelitian ini tidak ada perbedaan yang bermakna karena sample pasien adalah pasien dengan respon
kurang baik dengan pengobatan.
Untuk kemungkinan relapse, pada penelitian yang dilakukan oleh Csernansky et al tahun
2002, dengan membandingan antara obat Haloperidol dan Risperidone didapatkan hasil bahwa risiko
relapse pada kelompok risperidone sekitar 34% dan pada kelompok haloperidol sekitar 60%, dan
untuk kemungkinan sindrom extrapyramidal lebih tinggi pada kelompok haloperidol dibanding
dengan risperidone.
IV. Sumber
1. D. Fisher, Maxine et al. 2014. Antipsychotic Patterns of Use in Patients With
Schizophrenia: Polypharmacy Versus Monotherapy. BMC Psychiatry. 2014;14(341).
2. Horner, G. William. 2006. Clozapine Alone versus Clozapine and Risperidone with
Refractory Schizophrenia. N Engl J Med 2006;354:472-82.
3. Chernansky, Jhon et al. 2002. A comparison of Haloperidol Risperidone for prevention of
relapse in patients with schizophrenia. The New England Journal of Medicine Vol346 NoI.