Anda di halaman 1dari 7

REFERAT

TATALAKSANA PENGGUNAAN ANTIPSIKOTIK


GANDA PADA PASIEN SKIZOFRENIA HEBEFRENIK
Diajukan untuk memenuhi sebagian tugas kepaniteraan klinik dan melengkapi salah
satu syarat menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa dalam Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya

Disusun oleh:
Muhammad Wahyu NIM. 5120022044

Pendamping:

dr. Endy Nurhayati, SpKJ


dr. Maya Widyantari

Pembimbing:
Hafid Algristian, dr., Sp.KJ, M.H.
NPP. 17091152

DEPARTEMEN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA RSI


JEMURSARI SURABAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2023
ABSTRAK
1. PENDAHULUAN

Skizofrenia merupakan gangguan jiwa berat yang ditandai oleh dua atau lebih
tandatanda waham, halusinasi, pembicaraan kacau, emosi negatif seperti kehilangan
ekspresi emosi. Gejala karakteristik dari skizofrenia menjangkau area disfungsi
emosional, kognitif, dan perilaku, akan tetapi tidak ada gejala tunggal yang menjadi
gejala utama dari skizofrenia (Arlington, 2013).
Berdasarkan data riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi
gangguan jiwa berat di Indonesia, seperti skizofrenia dan gangguan psikosis lainnya
mencapai 1,7 per 1.000 penduduk. Tingginya angka prevalensi skizofrenia, maka
dibutuhkan manajemen terapi yang sesuai untuk pasien skizofrenia. Terapi
farmakologi menggunakan antipsikotik yang terdiri dari 2 jenis yaitu antipsikotik
golongan pertama (antipsikotik tipikal) dan antipsikotik golongan kedua (antipsikotik
atipikal) (Morrison, 2014).
Pada pengobatan skizofrenia terdapat dua pola pengobatan yaitu pengobatan
tunggal dan kombinasi. Pedoman menyarankan kombinasi antipsikotik digunakan
dalam keadaan tertentu saja, namun dalam praktek klinis menggabungkan dua atau
lebih antipsikotik adalah hal yang sangat umum yaitu berkisar 10-30% (Gallego,
2012).
Pemberian antipsikotik pada pasien skizofrenia diberikan dalam jangka
panjang, terutama pasien yang membutuhkannya untuk dapat berfungsi sehari-hari
dengan baik. Antipsikotik memegang peranan penting dalam mengendalikan gejala
skizofrenia di fase akut, maupun untuk mencegah kekambuhan pada fase maintenance
(Takeuchi, 2012). Pada referat ini akan dibahas terutama mengenai pemberian
antipsikotik pada skizofrenia hebeferik.
Skizofrenia hebefrenik merupakan gangguan kepribadian dengan kemunduran
perilaku dan prognosis buruk. Skizofrenia hebefrenik cenderung memiliki onset awal
dibandingkan subtipe lain dan cenderung untuk berkembang sangat secara
tersembunyi. Delusi dan halusinasi muncul relatif kecil, dan gambaran klinis
didominasi oleh perilaku aneh, asosiasi longgar, dan bizzare. Keseluruhan perilaku
pasien tampak kekanak-kanakan. Tanpa alasan mereka mungkin sibuk sendiri, tanpa
tujuan, sering bertingkah konyol dan tertawa dangkal. Di lain waktu mereka menarik
diri dan tidak dapat diakses. Beberapa mungkin menampilkan asosiasi longgar menuju
inkoherensi (Eddy, 2017).

2. STUDI KASUS

Pasien perempuan berusia 43 tahun, datang ke IGD RSJ Dr.Radjiman


Wediodiningrat Lawang diantar keluarganya pada hari selasa tanggal 03 Januari 2023
pukul 19.40 WIB. Pasien berjalan sendiri tanpa bantuan orang lain. Pasien
berpenampilan sesuai dengan jenis kelaminnya, pasien mengenakan gamis ditutup
jaket berwarna biru, memakai kerudung bewarna hitam namun terlihat tidak rapi, serta
memakai sandal sebagai alas kaki, wajah pasien sesuai dengan usia dan tidak berbau.
Saat datang ke IGD,. Ketika di IGD, pasien kooperatif dan komunikatif. Selama
wawancara, kontak mata dengan pemeriksa baik, dan kontak verbal juga positif.
Pembicaraan pasien spontan, lancar, intonasinya keras, volume berbicara keras, dan
artikulasinya jelas. pasien dapat mengetahui namanya, mengatakan usianya 30 tahun
sambil tertawa tanpa sebab, mengatakan lahir tgl 28-10-1979, pasien mengetahui
sekarang malam hari tapi tidak tahu sekarang di rumah sakit, pasien mengatakan
diantar adik kandungnya, dan dikatakan mau diajak beli bakso
pasien merasa sakit kedinginan dan kecapekan. Saat di IGD, pasien terlihat seperti
berbicara sendiri, ketawa cekikikan . Pasien juga terlihat berbicara sendiri, seolah olah
ia memiliki teman bicara saat itu.

Pasien tidak merasa sakit jiwa, dan tidak tahu alasannya dibawa ke rumah
sakit pasien mengatakan punya anak 1 tapi lupa umurnya, pasien mengatakan sulit
tidur sudah lama, pernah ada keinginan mati namun ide bunuh diri disangkal. pasien
sering main air dan masak-masakan bersama anak-anak tetangga di dekat rumahnya,
tertawa sendiri dan berbicara sendiri, pasien mengatakan marah karena memasak
singkong namun tidak di makan oleh keluarganya sehingga membuat pasien marah.
pasien merasa ketakutan seperti ada suara-suara, namun tidak tahu suara apa, dan
melihat bayang yang menakutkan,. Pasien mengatakan jika ia dirumah tinggal
sendirian. Pasien mengaku telah menikah namun bercerai dari suaminya dan memiliki
satu anak.

Aktivitas sehari-hari pasien saat di rumah, pasien tidak bekerja, pasien


mengatakan jika setiap hari aktivitasnya ialah main sendiri di rumah keluar main
becek-becekan dikala hujan . Pasien juga mengatakan jika selain bermain, ia juga
memasak makanan, mencuci baju dan melakukan pekerjaan rumah.

3. TATALAKSANA

Pada pasien ini diberikan pengobatan berupa kombinasi Risperidone,


Trihexyphenidyl dan Chlorpromazine. Obat yang dikonsumsi oleh pasien adalah
Risperidone 2x1mg, Trihexyphenidyl 2x2 mg dan Chlorpomazine 1x25 mg. Rencana
terapi yang diberikan saat ini yaitu, Risperidone 2x1mg selama 5 hari lalu dievaluasi
selama dua minggu mengenai kondisi pasien, naikkan hingga dosis maksimal lalu
dipertahankan sampai 8-12 minggu lalu diturunkan perlahan selama 2 minggu
dipertahankan selama 6 bulan sampai dengan 5 tahun. Risperidone merupakan
antipsikosis atipikal atau antipsikosis golongan II. Antipsikosis golongan II merupakan
golongan obat yang memiliki lebih efek untuk mengurangi gejala negatif (upaya pasien
yang menarik diri dari lingkungan) maupun positif (halusinasi, gangguan proses pikir)
jika dibandingkan dengan antipsikosis golongan I. Efek samping sedasi, otonomik, dan
ekstrapiramidal sangat minimal dibandingkan obat antipsikosis tipikal. Dosis
anjurannya adalah 2-6 mg/hari (Lieberman, 2005).
Pasien juga diberikan obat Chlorpromazine 1x25mg. Pada pemberian obat ini
bisa terjadi efek samping ekstrapiramidal. Selain itu, jika timbul efek samping berupa
sindrom ekstra piramidal yang timbul akibat pemberian anti psikotik walaupun
kemungkinanya kecil maka dapat diberikan Trihexyphenidyl 2 x 2 mg. Menurut
penelitian pengobatan tidak cukup hanya dengan pengobatan secara farmakologi tetapi
harus diiringi dengan lingkungan keluarga yang mendukung. Pada pasien ini diperlukan
dorongan dari keluarga dan lingkungan untuk mengurangi faktor pencetus. Pada
umumnya pemberian obat antipsikosis sebaiknya dipertahankan selama 1 tahun setelah
semua gejala psikosis mereda sama sekali untuk psikosis akut. Pengobatan skizofrenia
onset pertama kali diberikan selama 2 tahun. Sedangkan untuk kekambuhan berikutnya
terapi dipertahankan selama 5 tahun. Obat anti psikosis tidak menimbulkan gejala lepas
obat yang hebat walaupun diberikan dalam jangka waktu lama, sehingga potensi
ketergantungan obat kecil sekali.
4. PENUTUP

Pasien ini ditemukan adanya disorganized behaviour dan halusinasi auditorik


yang tidak jelas serta pasien sering tertawa sendiri dan menyeringai sehingga pasien
didiagnosis skizofrenia hebefrenik dan terapi akan diberikan selama 5 tahun.
DAFTAR PUSTAKA

 American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorders. Arlington (2013). doi:10.1176/appi.books.9780890425596.74405

● Morrison, A. P. et al. Cognitive Therapy For People With Schizophrenia


Spectrum Disorders Not Taking Antipsychotic Drugs: A Single-Blind
Randomised Controlled Trial. Lancet 383, 1395–1403 (2014).
● Gallego, J. A., Nielsen, J., De Hert, M., Kane, J. M. & Correll, C. U. Safety
And Tolerability Of Antipsychotic Polypharmacy. Expert Opin. Drug Saf. 11,
527–542 (2012)
● Gardner, D. M. . & Teehan, M. D. Antipsychotics and their Side Effects.
(United States of America by Cambridge University Press, 2011)
● Maslim R. Diagnosis gangguan jiwa rujukan ringkas dari PPDGJ. Jakarta:
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya; 2011.
● Hendarsyah F. Diagnosis dan tatalaksana skizofrenia paranoid dengan gejala-
gejala positif dan negatif. J Medula Unila. 2016; 4(3):58-63
● Kusumawardhani A, Husain AB, et al. Buku ajar psikiatrik. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013.
● Lieberman JA. Effectiveness of antipsychotic drugs in patients withchronic
schizophrenia. N Engl J Med. 2005; 353:1209-23
● Lang K, Meyers JL, Korn JR, Lee S, Sikirica M, Crivera C, et al. Medication
adherence and hospitalization among patients with schizophrenia treated with
antipsychotics. Psychiatr Serv. 2010;61(12):1239–47.
● Takeuchi H, Suzuki T, Uchida H, Watanabe K, Mimura M. Antipsychotic
treatment for schizophrenia in the maintenance phase: a systematic review of the
guidelines and algorithms. Schizophr Res. 2012;134(2):219–25.

Anda mungkin juga menyukai