Anda di halaman 1dari 8

Skizofrenia Paranoid pada Pasien Remaja

SUMMARY

Seorang pasien anak perempuan dengan keseharian hanya berdiam diri di rumah. Pasien
menunjukkan perilaku-perilaku yang mengarah pada skizofrenia paranoid yaitu sering
merasa cemas, curiga dan ketakutan ketika berada di lingkungan sekitar, sering tertawa
sendiri, serta mendengarkan suara bisikan-bisikan, malas untuk merawat diri, kurangnya
motivasi, berbicara sendiri, megalami sulit tidur. Gejala mulai muncul setelah pasien
berdiam diri di rumah selama masa pandemi covid 19. Pada pasien dilakukan terapi
berupa farmakoterapi dengan obat antipsikotik dan dengan pilihan terapi lainnya dengan
menggunakan TMS (Transcranial Magnetic Stimulation).

BACKGROUND

Skizofrenia paranoid merupakan salah satu contoh kasus gangguan mental yang sering
terjadi. Skizofrenia paranoid merupakan salah satu tipe psikosis dimana antara realita
serta pikiran tidak bisa sejalan. Sehingga hal ini akan mempengaruhi bagaimana cara
sesorang berperilaku maupun berpikir1. Gangguan skizofrenia paranoid ini biasanya akan
muncul saat usia akhir masa remaja atau saat dewasa awal. Kecenderungan pengidap
skizofrenia paranoid adalah tidak mampu berpikir secara rasional serta selalu merasa
curiga terhadap segala sesuatu. Akibat dari keadaan tersebut, penderita skizofrenia
paranoid biasanya sulit untuk melakukan pekerjaan, sulit menjalin hubungan dalam
rumah tangga, berinteraksi serta bersosialisasi dengan orang lain dan lingkungan (Arif,
2006).

Pasien sering tak kooperatif dan sulit untuk mengadakan kerjasama, dan mungkin
agresif,marah atau ketakutan, tetapi pasien jarang sekali memperlihatkan perilaku
inkoheren atau disorganisasi. Waham dan halusinasi menonjol sedangkan afek dan
pembicaraan hampir tidak terpengaruh.2

Gejala utama penderita gangguan skizofrenia paranoid adalah adanya waham yang
mencolok atau halusinasi auditorik dalam konteks terdapatnya fungsi kognitif dan afek
yang relatif masih terjaga. Wahamnya biasanya adalah waham kejar atau waham
kebesaran, atau keduanya, tetapi waham dengan tema lain mungkin saja muncul.
Wahamnya mungkin lebih dari satu, tetapi tersusun dengan rapi disekitar tema utama.
Halusinasi biasanya berkaitan dengan tema wahamnya. 3

Salah satu pilihan terapi dalam menangani skizofrenia adalah TMS (Transcranial
Magnetic Stimulation). Meskipun awalnya dikembangkan sebagai alat diagnostic. TMS
dapat secara sementara atau permanen memodulasi rangsangan kortikal )baik
menigkatkan atau menurunkan) melalui penerapan medan magnet local dan efek
neurobiologis lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk aplikasi terapeutik seperti epilepsy,
nyeri kronis, depresi berat, dan skizofrenia.

CASE PRESENTATION

An. A seorang perempuan berusia 15 tahun dirawat di RSJ dr. Soeharto Heerdjan karena

mengamuk dan ingin menjambak rambut ibunya dan memukul adiknya 1 minggu SMRS.

Orangtua pasien mengatakan pasien mendengar bisikan dirasakan sejak pandemi

COVID di tahun 2020. Pasien sering berbicara dan tertawa-tawa sendiri, Pasien juga

sering menangis ketakutan karena mendengar suara bisikan. Ibu pasien merasa bingung

karena pasien tiba-tiba berubah seperti ini tanpa ada pencetus yang jelas yang diketahui

keluarga. Sebelumnya pasien sudah pernah rawat inap di RSJ Marzoeki Mahdi Bogor

dengan keluhan yang sama. Pasien dirawat selama 1 minggu dan sudah diberikan obat

yaitu haloperidol, triheksifenidil dan sodium divalproac keluhan membaik namun pasien

masih sering tertawa sendiri dan merasa ketakutan akibat mendengar bisikan. Pasien

beberapa kali memesan ojek ke rumah tantenya tanpa seizin orang tuanya. Pasien

hanya tidur malam selama 1 jam dan tidur siang selama 2-3 jam setelah itu pasien
gelisah, lompat-lompat, berputar-putar, dan menari-nari selama berjam-jam kemudian

pasien kelelahan. Aktivitas sehari-hari pasien makan sendiri, kemudian mandi sendiri

namun tidak mau berganti baju karena pasien merasa bajunya kecil dan jelek. dan

pasien hanya bermain hp menonton video di youtube terkadang sambil menari-nari

selama kurang lebih 2 jam, Pasien akan marah-marah tak terkendali ketika hapenya

diambil. Pasien pribadi yang pendiam dan tertutup. Tidak ada anggota keluarga yang

menderita keluhan yang sama dengan pasien. Keluarga juga menyangkal adanya riwayat

penyakit seperti hipertensi, diabetes, penyakit jantung, maupun penyakit kronis lainnya.

Pasien tinggal bersama ayah, ibu dan kedua adiknya yg berusia 11 th dan 7 th. Keluarga

terbuka saat ditanya tentang pasien. Riwayat penggunaan alkohol atau NAPZA

disangkal.

○ Pemeriksaan fisik didapatkan setelah pasien tenang di bangsal perawatan pada tanggal

13 Juli 2023. Saat wawancara, keadaan umum pasien compos mentis, penampilan

sesuai usia, pasien duduk tenang, banyak diam, sering menjawab pertanyaan dengan

tidak tahu, kontak mata dengan pemeriksa baik, tatapan tajam. Pasien bersikap

kooperatif selama wawancara. Pembicaraan spontan, volume kecil, artikulasi jelas,

amplitudo sesuai, intonasi baik, beberapa pertanyaan dapat dijawab sesuai dengan

pertanyaan, kuantitas dan kualitas cukup. Pada pasien didapatkan mood hipotim, afek

terbatas, dan keserasian cukup serasi. Pada pasien juga ditemukan adanya riwayat

halusinasi auditorik, waham kejar. Pasien memiliki tilikan satu serta Reality Testing of

Ability ditemukan gangguan dalam kemampuan menilai realitas.


INVESTIGATIONS

 Hasil pemeriksaan lab hitung darah lengkap dalam batas normal.


 Toksikologi urin untuk menunjukkan bukti penggunaan zat illegal tidak dilakukan.
 Tidak ada pencitraan otak atau tes EEG yang dilakukan.

TREATMENT

Pasien mendapatkan terapi psikofarmaka berupa risperidone 2 x 1mg, triheksifenidil 2x1

mg, bivalprox 1x1 mg, Terapi TMS, serta psikoterapi pada pasien dan keluarga pasien
berupa edukasi mengenai penyakit dan pengobatan yang diberikan pada pasien.

OUTCOME AND FOLLOW-UP

Pada hari kedua follow up tanggal 12 Juli 2023, pasien terlihat lebih pendiam dan lama

dalam menjawab pertanyaan, jawaban sangat sedikit, sering menjawab tidak tahu, dan

kontak mata adekuat dan tatapan tajam. Pasien mau makan dan tidur. Pasien rajin

minum obat. Pasien tidak ingat pernah ditemui pemeriksa pada 2 hari sebelumnya

Pada follow up tanggal 20 Juli 2023, pasien masih terlihat pendiam, banyak bengong,

sedikit bicara, dan lama dalam menjawab pertanyaan, sering menjawab tidak tahu

namun sudah mau menjawab beberapa pertanyaan pemeriksa, dan kontak mata adekuat

dan tatapan tajam berkurang.

Setelah dirawat di RSJ pasien tampak lebih tenang dan dapat mengontrol emosinya.

Pasien sudah jarang tertawa dan menangis sendiri serta selama dalam perawatan pasien

tidak pernah menari sambil bernyanyi sendiri. Pasien masih sering diam dan sering

menjawab pertanyaan dengan mengatakan tidak tahu namun semakin lama hari rawat

pasien membaik dan mau menjawab pertanyaan. Pasien dapat tidur pada malam hari

maupun siang hari. Hasil tes PANSS Score pasien saat pertama masuk mendapatkan

hasil sebesar 111 poin. Hasil tes PANSS Score pasien setelah mendapatkan perawatan

mendapatkan hasil sebesar 82poin.

DISCUSSION

Skizofrenia memberikan gambaran klinis yang bervariasi, pedoman diagnosis


skizofrenia dapat ditegakkan berdasarkan kriteria pada Pedoman Penggolongan Diagnosis
Gangguan Jiwa (PPDGJ) III. Gangguan skizofreniaumumnya ditandai distorsi pikiran dan
persepsi yang mendasar dan khas, serta oleh afek yang tidak wajar atau tumpul. Kesadaran
yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya dapat dipertahankan walaupun defisit kognitif
tertentu dapat berkembang kemudian. Skizofrenia paranoid adalah jenis skizofrenia yang paling
sering dijumpai di negara mana pun. Gambaran klinis didominasi oleh waham yang secara
relatif stabil, seringkali bersifat paranoid, biasanya disertai dengan halusinasi, terutama
halusinasi auditorik, dan gangguan persepsi. 5

Halusinasi merupakan gangguaan persepsi, sedangkan waham adalah gangguan isi


pikir yaitu kepercayaan yang salah dan menetap, tidak sesuai fakta dan tidak bisa dikoreksi.
Pada pasien didapatkan gejala positif berupa adanya riwayat halusinasi auditorik yang terjadi
sebelum dilakukan perawatan, waham kejar yaitu kepercayaan yang salah bahwa orang lain
berusaha untuk merugikannya. 5
Gejala lain yang ditemukan pada pasien adalah adanya gangguan mood dan afek, serta
tilikan dan kemampuan menilai realitas yang buruk dengan tilikan satu. Pasien sudah
mengalami gejala-gejala tersebut sejak kurang lebih tiga tahun. Gejala klinis tersebut
mengakibatkan adanya hambatan pada kegiatan sehari-hari dan hubungan sosial pasien
dengan keluarga serta masyarakat sekitar. Berdasarkan hal tersebut diagnosis skizofrenia
paranoid dapat ditegakkan. Penatalaksanaan dari skizofrenia dapat berbeda pada fase-fase
penyakit. Farmakoterapi serta psikoterapi diberikan pada pasien dengan tujuan menghilangkan
gejala, kekambuhan dari penyakit, dan memperbaiki kualitas hidup. 6
Pada pasien farmakoterapi yang diberikan adalah risperidone 2 x 1mg, triheksifenidil
2x1 mg, bivalprox 1x1 mg. Risperidone merupakan senyawa benzoxazole. Efek anti psikotik-
nya berhubungan dengan potensi antagonis dopamin D2 dan memiliki afinitas terhadap
reseptor serotogenik 5HT2C. Risperidone telah dilaporkan dapat memperbaiki gejala positif dari
skizofrenia, mengurangi gejala negatif, meminimalisir efek samping ekstrapiramidal dan
mencegah terjadinya kekambuhan, lebih daripada haloperidol. Dosis risperidone yang
dianjurkan adalah 2-8 mg/ hari. Pada fase akut, obat segera diberikan setelah diagnosis
ditegakkan dan dosis dimulai dari dosis anjuran, dinaikkan perlahan secara bertahap dalam
waktu 1-3 minggu, sampai dosis optimal yang dapat mengendalikan gejala. 7
Terapi lain seperti TMS dapat dilakukan untuk proses penyembuhan pasien. Stimulasi
magnetic transkranial telah diterapkan dalam beberapa percobaan dalam dua paradigm utama
yaitu TMS frekuensi tinggi dan TMS frekuensi rendah yang dapat menormalkan aktivitas di
daerah korteks temporoparietal sehingga halusinasi dan gejala positif serta negatif membaik.
Psikoterapi dilakukan terhadap pasien serta keluarga pasien. Psikoedukasi yang
dilakukan bertujuan untuk mengurangi stimulus yang berlebihan,stresor lingkungan dan
peristiwa-peristiwa kehidupan. Pada fase stabilisasi farmakoterapi ditujukan untuk
mempertahankan remisi gejala atau mengontrol, meminimalisasi risiko atau konsekuensi
kekambuhan dan mengoptimalkan fungsi dan proses kesembuhan. Dosis optimal obat anti
psikotik dipertahankan selama 8-10 minggu sebelum masuk ke tahap rumatan. Pada fase ini
dapat juga diberikan obat anti psikotika jangka panjang, setiap 2-4 minggu.

Psikoedukasi dilakukan untuk meningkatkan keterampilan orang dengan skizofrenia dan


keluarga dalam mengelola gejala. Pada fase rumatan dosis anti psikotik mulai diturunkan
secara bertahap, sampai diperoleh dosis minimal yang mampu mencegah kekambuhan. Bila
kondisi akut, pertama kali, terapi diberikan sampai dua tahun, bila berjalan kronis dengan
beberapa kali kekambuhan, terapi diberikan sampai lima tahun bahkan seumur hidup apabila
pasien sudah pernah melakukan hal yang membahayakan dirinya atau orang lain. Psikoedukasi
ditujukan untuk mempersiapkan pasien kembali pada kehidupan masyarakat.

Prognosis pasien dengan skizofrenia paranoid, ad vitam dubia ad bonam karena


apabila pasien menjalani pengobatan dengan baik dan dukungan keluarga juga baik maka
kualitas hidup pasien dapat meningkat, sedangkan prognosis ad functionam dan ad sanationam
dubia ad malam.

LEARNING POINTS/TAKE HOME MESSAGES 3-5 bullet points

 Identifikasi awal dan pengobatan skizofrenia sebagai serta penyakit kejiwaan

primer yang mendasarinya penting untuk mencegah konsekuensi yang serius.

 Setelah diberi obat dan dilakukan TMS, tampak adanya perbaikan perilaku

pasien menjadi lebih tenang dan dapat menjawab pertanyaan.

 PANSS score pasien menurun dari 111(sakit berat) menjadi 82 (terlihat nyata

sakit) setelah dirawat di RSJ Soeharto Heerdjan.

Reference
1. Patel R, Gonzalez L, Joelson A, Korenis P. Schizophrenia with Somatic Delusions: A Case
Report. J Psychiatry. 2015;18:290.
2. Haller CS, Padmanabhan JL, Lizano P, Torous J, Keshavan M. Recent advances in
understanding schizophrenia. 2014; F1000Prime Rep 8 6: 57.
3. HU, Olesen, J. Cost of disorders of the brain in Europe. Eur. J. Neurol. 2005; 1: 1– 27.
4. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott; Ruiz, Pedro. Comprehensive textbook of
psychiatry 10th Edition. United States of America: Wolters Kluwer; 2017.
5. Departemen Kesehatan RI. PPDGJ III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 1993.
6. Subramanian P and Rudnick A. Risperidone for individuals with refractory schizophrenia.
Clinical Medicine Insights : Therapeutics. 2010; 2: 401-406.
7. Yena YC, Lunga FW, Chongc MY. Adverse effects of risperidone and haloperidol treatment in
schizophrenia. Progress in Neuro-Psychopharmacology and Biological Psychiatry.
2003;28(2):285–90.

Anda mungkin juga menyukai