Anda di halaman 1dari 6

Dian│Tn.

S Usia 35 Tahun dengan Skizofrenia Episodik Berulang, Episode Kini Akut

Tn. S Usia 35 Tahun Dengan Skizofrenia Episodik Berulang, Episode Kini Akut

Dian Laras Suminar


Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Abstrak
Skizofrenia merupakan gangguan mental yang terklasifikasi berat dan kronik. Secara umum ditandai oleh distorsi pikiran,
persepsi yang khas, dan gangguan afek yang tidak wajar. Sifat perjalanan penyakit skizofrenia yang progresif, kronik,
eksaserbasi, memberikan kesan penderita tidak bisa disembuhkan.. Tn. S, 38 tahun, datang dengan keluhan marah-marah
tanpa sebab, mengamuk hingga menampar ibunya. Pasien mengatakan mendengar suara yang menyuruhnya serta ada yang
menggerakkan tubuhnya, ini adalah ke-enam kalinya pasien dibawa ke RSJ. Status psikiatrikus didapatkan kesadaran jernih,
perilaku normoaktif, sikap kooperatif, mood eutimia, afek terbatas, kurang serasi, bentuk pikir derealistik, produktivitas
cukup, arus pikir koheren namun terkadang asosiasi longgar, isi pikir delusion of control dan waham rujukan, persepsi
halusinasi auditorik, fungsi kognitif cukup baik, daya nilai kurang baik, tilikan satu dan dapat dipercaya. Tatalaksana dengan
psikofarmaka risperidon 2x2 mg, psikoterapi suportif dan psikoterapi reedukatif terhadap pasien dan keluarga. Diagnosis
pasien ini skizofrenia episodik berulang, episode kini akut, pasien memiliki riwayat tidak taat berobat sehingga perlu
dipertimbangkan pemberian antipsikotik jangka panjang.

Kata kunci: psikoterapi, skizofrenia, waham

Mr. S 35 Years Old Man with Multiple Episodes Schizophrenia,


Currently in Acute Episode
Abstract
Schizophrenia is classified as a chronic severe mental disorder. Generally characterized by distortion of thinking, typical
perception, and abnormalaffective disorders. The nature of schizophrenia disease, which progressive, chronic and
exacerbate, giving the impression that patient can not be cured. Mr. S, 38 years old, came with complaints of angry without
cause, raged up to slap his mother. Patient told that he heard commanding voices and felt something moved his body, this is
the sixth time the patient was taken to the asylum. Psychiatric status obtained a clear awareness, behavior normoaktive,
cooperative attitude, mood eutimia, limited affect, less harmonious, thought form: derealistik, productivity enough, thought
continuity:coherent but sometimes loose association, thought contents:delusion of control and delusion of reference,
perception: auditory hallucinations, Cognitive function good enough, individual judgment less good, insight level one and
trustworthy. Patient treatment with psychofarmacology therapyrisperidone 2x2 mg, also supportive and reeducative
psychotherapy to patient and his families. Patient’s diagnosis is multiple episodes schizophrenia, currently in acute periode,
patient had a bad compliance history of treatment so that necessary to consider long acting antipsychotic administration.

Keywords: delusion, psychotherapy, schizophrenia.

Korespondensi: Dian Laras Suminar, S.Ked, alamat jl. Sultan Haji, no. 99B, Kedaton, Bandarlampung, HP 082176274508,
email dianlarassuminar@ymail.com

Pendahuluan Faktor risiko terpenting untuk terjadinya


Skizofrenia merupakan gangguan mental skizofrenia adalah memiliki relatif dengan
yang terklasifikasi berat dan kronik. Secara skizofrenia. Tidak ada keraguan bahwa ada
umum ditandai oleh distorsi pikiran, persepsi komponen herediter merupakan etiologi
yang khas dan gangguan afek yang tidak wajar. skizofrenia. Diketahui juga bahwa genetik bukan
Skizofrenia disebabkan oleh hal yang satu-satunya etiologi skizofrenia. Konkordansi
multikompleks, seperti ketidakseimbangan pada kembar monozigot hanya sekitar 50%
neurotransmiter di otak, faktor edukasi dan pasien skizofrenia sisanya bergantung pada
perkembangan mental sejak masa anak-anak, lingkungan seseorang, sering dibagi menjadi
serta stressor psikososial berat yang faktor lingkungan awal dan akhir. Faktor
menumpuk. Sifat perjalanan penyakit psikososial tampaknya berkontribusi baik pada
skizofrenia yang progresif, cenderung menahun onset maupun kekambuhan skizofrenia. 3
(kronik), eksaserbasi (kumat-kumatan),
sehingga terkesan penderita tidak bisa Obat antipsikotik merupakan sarana
disembuhkan.1,2 terbaik yang tersedia untuk mengobati gejala

J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|29


Dian│Tn. S Usia 35 Tahun dengan Skizofrenia Episodik Berulang, Episode Kini Akut

orang yang menderita skizofrenia, namun ada memuncak saat melihat motor keluarganya
variabilitas yang signifikan dalam respon klinis yang rusak setelah dipakai oleh adiknya namun
terhadap obat-obatan psikotropika. 4,5 Selain itu, belum diperbaiki. Menurut pasien, pasien
sebanyak 30-40% dari pasien tersebut mungkin mendengar suara-suara yang menyuruhnya
menunjukkan respon yang tidak memadai atau untuk mengamuk dan menampar ibunya, dan
bahkan buruk untuk antipsikotik konvensional pasien merasa ada yang menggerakkan
dan sampai 50% dari mereka mungkin tubuhnya untuk melakukan perbuatan tersebut
mengalami efek samping yang serius oleh namun pasien tidak bisa menahannya, keluhan
pengobatan tersebut.5 Respon yang buruk ini sudah berlangsung sejak satu tahun yang
terhadap terapi obat antipsikotik dan/atau lalu semenjak pasien berhenti bekerja.
dalam fase pemeliharaan ditemukan efek Perilaku pasien berubah sejak 12 tahun
samping yang merugikan dapat menyebabkan yang lalu, yaitu menjadi sering melamun, sulit
pasien tidak patuh, gangguan psikososial dan untuk tidur, gelisah, mondar-mandir, dan
hasil yang buruk.6,7 merusak barang-barang di rumahnya. Pasien
Efek samping antipsikotik meliputi efek sering mencurigai orang lain termasuk
pada susunan saraf pusat (gangguan aktivitas keluarganya sendiri, pasien merasa bahwa
motorik yaitu sindrom ekstrapiramidal, orangtuanya tidak adil padanya dan lebih
penurunan fungsi kognitif), sistem saraf otonom menyayangi adik-adiknya. Pasien merasa orang-
(hipertensi atau hipotensi, takikardi, diaporesis orang di sekitar lingkungannya membicarakan
dan pallor), serta sistem endokrin.7,8 keburukannya, yang mana hal tersebut tidak
Kebanyakan obat antipsikotik yang tersedia secara nyata didengar oleh pasien.
dapat menyebabkan peningkatan sekresi Lima belas tahun yang lalu pasien pernah
prolaktin karena produksi prolaktin dihambat merasa sakit hati karena kekasihnya menikah
oleh pelepasan dopamin di sirkuit hipotalamus- dengan orang lain, pasien merasa putus asa dan
hipofisis dan dapat ditingkatkan dengan memutuskan untuk pergi ke Jakarta selama 2
menghalangi tipe 2 (D2) reseptor dopamin. tahun, perilaku pasien berubah menjadi
Peningkatan ini terkait dengan berbagai efek murung dan pemarah setelah kembali dari
samping: menurunnya libido dan disfungsi Jakarta. Pasien mengatakan saat di jakarta
ereksi pada pria, amenorea dan galaktorea pada pasien pernah mengkonsumsi narkoba untuk
wanita, serta percepatan osteoporosis pada melampiaskan sakit hatinya namun berhenti
wanita. 9-11 setelah 1 bulan. Pasien pernah dirawat kurang
Diperlukan terapi suportif dalam lebih selama 1 bulan saat 15 tahun yang lalu,
memulihkan dan memperkuat pertahanan kemudian pasien melakukan rawat jalan,
pasien dan mengintegrasikan kapasitas yang namun pasien malas untuk minum obat,
telah terganggu. Disamping itu juga diperlukan sehingga pasien sering kambuh sehingga
psikoedukasi kepada keluarga untuk membantu berulang kali dirawat di RSJ. Saat jeda waktu
penyembuhan atau pemulihan pasien.2 Dengan perawatan di RSJ pasien melakukan rawat jalan,
output kesembuhan yang tidak begitu baik, dan dapat kembali bekerja, namun satu tahun
penderita skizofrenia memerlukan perawatan yang lalu pasien dikeluarkan dari pekerjaannya
yang komprehensif dan berkesinambungan karena perilakunya yang terkadang meresahkan
untuk membantu diri mereka beradaptasi lingkungan kerjanya sehingga sekarang pasien
dengan lingkungan keluarga, lingkungan sosial menganggur.
serta layanan sosial ketika penderita skizofrenia Saat ini pasien tinggal serumah dengan
dipulangkan setelah menjalani rawat inap. 12 kedua orangtuanya serta kedua adiknya yang
sudah menikah, hal ini membuat pasien merasa
Kasus tertekan karena pasien merupakan anak tertua
Tn. S, usia 35 tahun wajah sesuai dengan dan belum menikah. Pendidikan terakhir pasien
usianya dengan kesan penampilan tidak rapi, adalah SMA. Riwayat keluarga yang pernah
dibawa ke rumah sakit oleh adiknya dengan mengalami gangguan jiwa disangkal. Riwayat
keluhan mengamuk, marah-marah tanpa sebab minum-minuman beralkohol (+) namun sudah
yang jelas dan menampar ibu pasien. Pasien berhenti sejak 1 tahun yang lalu, riwayat
dibawa ke Rumah Sakit Jiwa ini untuk ke-enam penggunaan obat-obatan terlarang (+) 14 tahun
kalinya, pasien mengatakan bahwa ia yang lalu, riwayat panas tinggi
melakukan hal itu karena emosinya yang
J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|30
Dian│Tn. S Usia 35 Tahun dengan Skizofrenia Episodik Berulang, Episode Kini Akut

disangkal, riwayat kejang disangkal, riwayat mana memenuhi kriteria diagnostik


trauma kepala disangkal, serta riwayat sakit berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual
kepala hebat disangkal. of Mental Disorder (DSM) V yaitu Kriteria A,
Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan terdapat lebih dari dua gejala yang khas:
keadaan umum baik, tekanan darah 120/80 waham, halusinasi, adanya gejala negatif seperti
mmHg, nadi 76x/menit, laju napas 18x/menit, alogia; Kriteria B, terdapat disfungsi sosial atau
suhu 36,0oC, status generalis, neurologis pekerjaan: penurunan nyata di bawah tingkat
maupun pemeriksaan laboratorium dalam yang dicapai sebelum onset dalam suatu
batas normal. Status psikiatrikus didapatkan rentang waktu yang bermakna sejak onset
kesadaran jernih, perilaku normoaktif, sikap gangguan seperti pekerjaan, hubungan
kooperatif, mood eutimia, afek terbatas, kurang interpersonal atau perawatan diri; Kriteria C,
serasi, bentuk pikir derealistik, produktivitas durasi gangguan terus berlanjut dan menetap
cukup, arus pikir koheren namun terkadang lebih dari 6 bulan, meliputi 1 bulan gejala-gejala
asosiasi longgar, isi pikir delusion of control dan fase aktif yang memenuhi kriteria A, Kriteria D,
gangguan skizoafektif dan mood dengan
waham rujukan, persepsi halusinasi auditorik,
gambaran psikotik dikesampingkan karena tidak
fungsi kognitif cukup baik, daya nilai kurang
ada episode depresi, mania atau campuran
baik, tilikan satu, dan dapat dipercaya.
keduanya yang terjadi bersamaan dengan
Diagnosis pasien berupa diagnosis gejala-gelala fase aktif; Kriteria E, gangguan ini
multiaksial yaitu aksis I: Skizofrenia episodik bukan disebabkan oleh efek fisiologis langsung
berulang, episode kini akut, aksis II dan III: tidak dari suatu zat (seperti obat-obatan medikasi
ada. Terapi psikofarmaka yaitu Risperidone 2x2 atau yang disalah gunakan) atau oleh suatu
mg, psikoterapi suportif dan psikoterapi kondisi medis umum; Kriteria F, tidak ditemukan
reedukatif terhadap pasien dan keluarga, serta suatu gangguan perkembangan pervasif,
rehabilitasi sesuai bakat dan minat pasien. Multiple episodes, adalah episode berulang
setelah minimal terdapat dua episode (setelah
Pembahasan episode pertama, masa remisi dan minimal satu
Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter kali kekambuhan); currently in acute episode
Indonesia (SKDI) penyakit Skizofrenia yang adalah periode waktu dimana terdapatnya
termasuk dalam golongan gangguan Psikosis karakteristik kriteria A.18-20
memiliki tingkat kemampuan 3A yang berarti Diagnosis Aksis II, tidak ada gangguan
seorang dokter pada pelayanan kesehatan kepribadian berdasarkan autoanamnesis dan
primer harus mampu membuat diagnosis klinik alloanamnesis, sejak kecil tidak terdapat pola
dan memberikan terapi pendahuluan pada perilaku yang abnormal, gaya berhubungan
keadaan yang bukan gawat darurat, dokter dengan orang lain cukup baik sebelum sakit,
mampu menentukan rujukan yang paling tepat dan pasien dapat mengikuti pembelajaran di
bagi penanganan pasien selanjutnya dan sekolahnya dengan baik tanpa tinggal kelas.
mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari Pada pemeriksaan fisik maupun penunjang
rujukan.13,14 laboratorium berupa pemeriksaan darah rutin
Diagnosis berdasarkan sistem multiaksial dan kimia darah tidak ditemukan adanya
mencakup penilaian pada beberapa aksis, kelainan sehingga tidak ada diagnosis aksis
setiap aksis merujuk kepada bidang informasi III.21,22
yang berbeda yang dapat membantu seorang Penatalaksanaan pada pasien Skizofrenia
dokter merencanakan penatalaksanaan dan meliputi fase akut, fase stabilisasi, dan fase
memperkirakan hasilnya.15 Terdapat 3 aksis rumatan. Pada fase akut terapi bertujuan
pada sistem multiaksial menurut DSM 5 yaitu, mencegah pasien melukai dirinya atau orang
Aksis I : Gangguan Klinis, Gangguan lain yang lain, mengendalikan perilaku yang merusak,
menjadi fokus perhatian klinis; Aksis II : mengurangi beratnya gejala psikotik dan gejala
Gangguan kepribadian, Retardasi Mental; Aksis terkait lainnya misalnya agitasi, agresi dan
III : Kondisi Medik Umum.16,17 Pada kasus ini gaduh gelisah.18-20 Pada kasus ini pasien
diagnosis Aksis I adalah Skizofrenia episodik diberikan terapi antipsikotik golongan atipikal
berulang, episode kini akut (multiple episodes berupa Risperidon 2x2 mg dipertimbangkan
Schizophrenia, currently in acute episode), yang

J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|31


Dian│Tn. S Usia 35 Tahun dengan Skizofrenia Episodik Berulang, Episode Kini Akut

peningkatan dosis setiap 2-3 hari sesuai dengan samping, misalnya sindrom ekstrapiramidal
gejala. Hal ini sesuai dengan guideline (distonia akut atau parkinsonisme), langkah
schizoprenia dari American Psychiatric pertama yaitu menurunkan dosis antipsikotika,
Association 2010 yang menyatakan bahwa kemudian dapat diberikan triheksifenidil (2-4)x2
terapi skizofrenia menggunakan antipsikosis mg. Jika timbul distonia akut berikan injeksi
golongan atipikal sebagai first line. Untuk dosis difenhidramin, jika timbul akatisia (gelisah,
Risperidon dianjurkan pemberian 2-8 mg. 21-23 mondar mandir tidak bisa berhenti bukan
Pada fase akut, obat segera diberikan segera akibat gejala) berikan propranolol (2-3)x(10-20)
setelah diagnosis ditegakkan, dosis dimulai dari mg.19,22
dosis anjuran dinaikkan perlahan secara Selain terapi psikofarmaka, psikoterapi
bertahap dalam waktu 1-3 minggu sampai juga berperan penting dalam proses
dicapai sampai dosis optimal yang dapat pengobatan. Psikoterapi merupakan suatu
mengendalikan gejala, lalu dipertahankan bentuk intervensi, dengan berbagai macam cara
sampai 8-12 minggu sebelum masuk ke fase dan metode yang bersifat psikologik untuk
rumatan lalu diturunkan tiap dua minggu tujuan menghilangkan, mengubah, atau
perlahan lahan selanjutnya dipertahankan menghambat gejala -gejala dan penderitaan
sampai dengan lima tahun. Risperidon memiliki akibat penyakit.13,18 Psikoterapi yang dapat
spektrum kerja yang luas bukan hanya pada diterapkan diantaranya psikoterapi suportif
reseptor D2 melainkan juga untuk 5-HT2A. kepada pasien dengan cara pengenalan pasien
Sehingga dapat mengatasi gejala positif dan terhadap penyakitnya, manfaat pengobatan,
negatif. Risperidon juga memiliki efek samping cara pengobatan dan efek samping pengobatan,
yang lebih aman jika dibandingkan antipsikosis memotivasi pasien agar minum obat secara
yang lain.5,7,19 teratur dan rajin kontrol, mendorong pasien
Jika pasien dibawa oleh keluarga dalam untuk melakukan fungsinya dengan seoptimal
keadaan gaduh gelisah dapat diberikan mungkin di pekerjaan dan aktivitas harian lain,
intervensi sementara injeksi intra muskular mendorong pasien untuk menghargai norma
haloperidol kerja cepat (short acting) 5 mg, dan harapan masyarakat (berpakaian,
dapat diulangi dalam 30 menit sampai 1 jam berpenampilan dan berperilaku pantas).
jika belum ada perubahan yang signifikan, dosis Kemudian dapat dilakukan psikoterapi
maksimal 30 mg/hari. Untuk pemberian reedukatif seperti terapi kelompok dan terapi
haloperidol dapat diberikan tambahan injeksi keluarga yang bertujuan untuk mengobah pola
intra muskular diazepam untuk mengurangi perilaku dengan meniadakan kebiasaan
dosis antipsikotiknya dan menambah efektivitas tertentu dan membentuk kebiasaan yang lebih
terapi.24,25 menguntungkan.16,21,23
Farmakoterapi pada fase stabilisasi
bertujuan mempertahankan remisi gejala serta Simpulan
meminimalisasi risiko kekambuhan dan Diagnosis kasus ini adalah Skizofrenia
mengoptimalkan fungsi dan proses episodik berulang, episode kini akut (multiple
kesembuhan. Setelah diperoleh dosis optimal, episodes Schizophrenia, currently in acute
dosis tersebut dipertahankan selama lebih episode) berdasarkan kriteria diagnostik DSM-5.
kurang 8-10 minggu sebelum masuk ke tahap Penatalaksanaan Skizofrenia mencakup
rumatan. Pada fase rumatan dosis mulai Farmakoterapi (fase akut, fase stabilisasi, fase
diturunkan secara bertahap sampai diperoleh rumatan) dan Psikoterapi (suportif, reedukatif)
dosis minimal yang masih mampu mencegah yang membutuhkan dukungan keluarga serta
kekambuhan. Bila kondisi akut, pertama kali, masyarakat di lingkungan pasien. Pada kasus ini
terapi diberikan sampai dua tahun, bila sudah pasien memiliki riwayat tidak taat berobat
berjalan kronis dengan beberapa kali sehingga perlu dipertimbangkan pemberian
kekambuhan, terapi diberikan sampai lima antipsikotik jangka panjang seperti haloperidol
tahun bahkan seumur hidup.20,22 decanoate 50 mg atau fluphenazine decanoate
Untuk pasien yang tidak taat berobat, 25 mg.
dapat dipertimbangkan untuk pemberian
injeksi depo (jangka panjang) antipsikotik DAFTAR PUSTAKA
seperti haloperidol decanoate 50 mg atau 1. Jeste DV, Dolder CR. Schizophrenia and
fluphenazine decanoate 25 mg. Bila terjadi efek paranoid disorders. Dalam: Blazer DG,
J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|32
Dian│Tn. S Usia 35 Tahun dengan Skizofrenia Episodik Berulang, Episode Kini Akut

Steffens DC, Busse EW, eds. Essentials of Corporation Schizophrenia Research and
Geriatric Psychiatry. Arlington: American Treatment; 2014.
Psychiatric Publishing; 2000. 12. Putri PK, Ambarini TK. Makna hidup
2. Pilpala, Triharim KS. Terapi supportif dan penderita skizofrenia pasca rawat inap.
psikoedukasi untuk meningkatkan Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan
pemahaman diri pada penderita Mental; 2012.
skizofrenia paranoid. Procedia Studi 13. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Kasus dan Intervensi Psikologi. 2013;46- Indonesia Nomor 5 Tahun 2014. Panduan
51. praktik klinis bagi dokter di fasilitas
3. Stefan M, Travis M, Murray RM. pelayanan kesehatan primer; 2014.
Epidemiology and risk factors on atlas of 14. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar
schizophrenia. The Parthenon Publishing kompetensi dokter indonesia; 2012.
Group; 2002. 15. American Psychiatric Association.
4. Shaikh S, Collier DA, Sham P, Pilowsky L, Diagnosis dan statistical manual of
Sharma T, Lin LK, et al. Analysis of mental disorders (DSM IV TR).
clozapine response and Washington DC: APA; 2000.
polymorphisms of the dopamine D4 16. Maramis W. Psikoterapi dalam catatan
receptor gene (DRD4) in ilmu kedokteran jiwa. Surabaya:
schizophrenic pati ents. Am. J Med. Universitas Airlangga; 2009. hlm. 478-89.
Genet. (Neuropsychiatric Genet). 17. Maslim R. Buku saku diagnosis
2005;541–5. gangguan jiwa (PPDGJ III). Jakarta:
5. Shafti SS, Gilanipoor M. A comparative Fakultas Kedokteran Jiwa Unika
study between olanzapine and risperidon Atmajaya; 2004. hlm. 56.
in the management of schizophrenia: 18. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & sadock’s:
clinical study. Hindawi Publishing synopsis of psychiatry behavioral
Corporation Schizophrenia Research and sciences/clinical psychiatry,. New York:
Treatment; 2014. Lippicontt Williams & Wilkins; 2007.
6. Arijaya DNK. Clozapine pada skizofrenia
paranoid dengan obesitas: sebuah 19. AmericanPsychiatricAssociation.
laporan kasus. Fakultas Kedokteran Treatment of patients with
Universitas Udayana; 2010. schizophrenia. Edisi ke-2. Amerika
7. Kusumawardhani A, Elvira SD. Terapi fisik Serikat: APA; 2010.
dan psikofarmaka; psikoterapi. Dalam: 20. Perhimpunan Dokter Spesialis
Buku Ajar Psikiatri. Edisi ke-2. Jakarta: Kedokteran Jiwa (PP PDSKJI). Pedoman
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran nasional pelayanan kedokteran
Universitas Indonesia; 2013. jiwa/psikiatri; 2012.
8. Baggaley M. Sexual dysfunction in 21. Buckley PF, Miller BJ, Lehre DS, Castle DJ.
schizophrenia: focus on recent evidence. Psychiatric comorbidities and
Dalam: Human Psychopharmacology. schizophrenia. Schizophrenia Bulletin.
2008; 23(3):201–9. 2009; 35(2): 383-402.
9. Haddad PM, Wieck A. Antipsychotic- 22. Lieberman JA, Stroup TS, McEvoy JP,
induced hyperprolactinaemia: Swartz MS, Rosenheck RA et al.
mechanisms, clinical features and Effectiveness of antipsychotic drugs in
management. 2004; 64(20):2291–314. patients with chronic schizophrenia. The
10. O’Keane V. Antipsychotic-induced New England J of Medicine. Volume ke-
hyperprolactinaemia, hypogonadism and 353. No. 12; 2005.
osteoporosis in the treatment of 23. Turola MC, Comelini G, Galuppi A, Nanni
schizophrenia. J of Psychopharmacology. MG, Carantoni E, Scapoli C.
2008; 22(2):70–5. Schizophrenia in real life: courses,
11. Rajkumar RP. Prolactin and symptoms and functioning in an Italian
psychopathology in schizophrenia: population. International J of Mental
Review article. Hindawi Publishing Health Systems. 2012; 6(12).

J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|33


Dian│Tn. S Usia 35 Tahun dengan Skizofrenia Episodik Berulang, Episode Kini Akut

24. American Psychiatric Association. 25. Tandon R et al. Definition and description
Diagnosis dan statistical manual of of schizophrenia in the DSM-5.
mental disorders (DSM 5). Washington Schizophrenia Research Elsevier; 2013.
DC: APA; 2013.

J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|34

Anda mungkin juga menyukai