Anda di halaman 1dari 26

Faktor Resiko Relaps Pada Skizofrenia

• Preseptor :
• Dr. Dian Budianti, Sp.Kj
Kelompok Referat III
Adrian Amimanda (09-048)
Rima Melati (14-001)
Indri Ranggelika (14-004)
Definisi

Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa yang memiliki


karakteristik khusus. Dalam Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa III, definisi skizofrenia dijelaskan
sebagai deskripsi sindrom dengan variasi penyebab, yang
ditandai dengan penyimpangan yang fundamental dan
karakteristik dari pikiran dan persepsi serta oleh afek yang
tumpul atau tidak wajar.
Etiologi

• Model diatesis-stres
• Neurobiologi
• Faktor genetik
• Faktor psikososial
Diagnosis
• Kriteria diagnosis PPDGJ-III
1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut yang amat jelas (dan
biasanyadua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau
kurang jelas):
• A. - Thought echo (isi fikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya, dan isi fikiran ulangan walaupun isinya
sama namun kualitasnya berbeda) atau
• - Thought insertion or withdrawal: Isi fikiran yang asing dari luar
masuk kedalam fikirannya atau isi fikirnya di aambil oleh sesuatu dari
luar dan
• - Thought broadcasting: isi fikirannya tersiar keluar sehinggaorang
lain atau umumnya mengetahuinya.
• B. - Delusion of control: waham tentang dirinya dikendalikanoleh
suatu kekuatan tertentu dari luar atau
• - Delusion of influence: waham tentang dirinya di pengaruhi oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar atau
• - Delusional perception: Pengalaman inderawi yang takwajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanyabersifat mistik atau
mukjizat.
• C. Halusinasi auditorik: suara halusinasi yang berkomentar secaraterus
menerus terhadap perilkau pasien, mendiskusikan perihal pasien
diantara mereka sendiri atau jenis suara halusinasi lainyang berasal
dari salah satu bagian tubuh.
• D. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya
setempat tidak wajar dan sesuatu yang mustahil.
2. Atau paling sedikit 2 gejala di bawah ini yang harus ada secara
jelas:
• E. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja.
• F. Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan yang
berakibat inkoherensi atau neologisme.
• G. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah.
• H. Gejala-gejala negative seperti sikaap sangat apatis, bicaara
yang jarang dan respons emosionaal yang menumpul dan tidak
wajar biasanya penarikan diri dari pergaulan social dan
menurunnyakinerja social, tetapi harus jelas tidak di sebabkaan
karena depresi.
3. Adanya gejala khas tersebut diatas telah berlangsung dalam
kurun waktu satu bulan atau lebih.
• Kriteria diagnosis DSM-IV-TR
• A. Gejala karakteristik: dua (atau lebih) poin berikut, masing-masing
terjadi dalam porsi waktu yang signifikan selama periode 1 bulan
• (atau kurang bila telah berhasil diobati):
1) Waham
2) Halusinasi
3) Bicara kacau
4) Perilaku yang sangat kacau atau katatonik
5) Gejala negatif
• B. Disfungsi sosial atau okupasional: selama suatu porsi waktu yang
signifikan sejak awitan gangguan, terdapat satu atau lebih area fungsi
utama seperti pekerjaan, hubungan interperonal, atau perawatan diri
yang berada jauh di bawahtingkatan yang telah dicapai sebelum
awitan.
• C. Durasi: tanda kontinu gangguan berlangsung selama setidaknya 6
bulan. Periode 6 bulan ini harus mencakup setidaknya 1 bulan gejala
yang memenuhi kriteria A, dan dapat mencakup periode gejala
prodromal atau residual ini, tanda gangguan dapat bermanifestasi
sebagai gejala negatif saja atau dua atau lebih gejala yang terdaftar
dalam kriteria A yang muncul dalam bentuk yang lebih lemah.
• D. Ekslusi gangguan mood dan skizoafektif: gangguan skizoafektif
dan gangguan mood dengan ciri psikotik telah disingkirkan baik
karena
• 1. tidak ada episode depresif, manik atau campuran mayor yang terjadi
bersamaan dengan gejala fase aktif maupun
• 2. jika episode mood
• terjadi selama gejala fase aktif, durasi totalnya relatif singkatdibanding
durasi periode aktif dan residual.
• E. Ekslusi kondisi medis umum atau zat: gangguan tersebut tidak
disebebkan efek fisiologis langsung suatu zat atau kondisi medis
umum.
• F. Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasif: jika terdapat
riwayat gangguan autistik atau gangguan perkembangan pervasive
lainnya, diagnosis tambahan skizofrenia hanya dibuat bila waham atau
halusinasi yang prominen juga terdapat selama setidaknya satu bulan.
Klasifikasi
• Tipe paranoid (F20.0)
• Tipe Hebefrenik atau Disorganisasi (F20.1)
• Tipe Katatonik (F20.2)
• Tipe tidak tergolongkan (undifferentiated type) (F20.3)
• Depresi Pasca-skizofrenia (F20.4)
• Tipe Residual (F20.5)
• Skizofrenia Simpleks (F20.6)
• Skizofrenia Lainnya (F20.8)
• Skizofrenia YTT (F20.9)
Penatalaksanaan Skizofrenia
• Perawatan di Rumah Sakit
• Indikasi utama untuk perawatan di rumah sakit adalah untuk tujuan
diagnostik, menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan
bunuh diri atau membunuh dan perilaku yang sangat kacau atau tidak
sesuai, termasuk ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar,
seperti makanan, pakaian dan tempat berlindung.
Terapi Biologi
• Pemakaian terapi biologi yang menggunakan antipsikotik pada skizofrenia
harus mengikuti lima prinsip utama yaitu:
• 1) Klinisi harus secara cermat menentukan gejala sasaran yang akan
diobati.
• 2) Suatu antipsikotik yang telah bekerja dengan baik di masa lalu pada
pasien harus digunakan lagi.
• 3) Lama minimal percobaan antipsikotik adalah empat sampai enam
minggu pada dosis yang adekuat.
• 4) penggunaan lebih dari satu medikasi antipsikotik pada satu waktu adalah
jarang diindikasikan, walaupun beberapa dokter psikiatrik menggunakan
thioridazine untuk mengobati insomnia pada pasien yang mendapatkan
antipsikotik lain untuk pengobatan gejala skizofrenia.
• 5) Pasien harus dipertahankan pada dosis efektif yang serendah mungkin
yang diperlukan untuk mencapai pengendalian gejalaselama episode
psikotik.
A. Antagonis Reseptor Dopamin
• Antagonis reseptor dopamin efektif dalam penanganan
skizofrenia, terutama terhadap gejala positif.

B. Antagonis Serotonin-Dopamin (SDA)


efektif untuk gejala negatif, dan lebih sedikit, bila ada,
menyebabkan gejala ekstrapiramidal. Beberapa SDA yang
telah disetujui diantaranya adalah klozapin, risperidon,
olanzapin, sertindol, kuetiapin, dan ziprasidon.
Nama Obat Sediaan Dosis Anjuran

Haloperidol Tab. 2 – 5 mg 5 – 15 mg/hari


(Haldol)

Risperidone Tab. 1 – 2 – 3 mg 2 – 6 mg/hari


(Risperdal)

Olanzapine Tab mg 2 – 6 mg/hari 10 – 20 mg/hari


(Zyprexa)

Clozapine Tab. 25 – 100 mg 25 – 100 mg/hari


(Clozaril)

Quetiapine Tab. 25 – 100 mg – 50 – 400 mg/hari


(Seroquel) 200 mg

Aripiprazole Tab 10-15 mg 10-15 mg/hari


(Abilify)
Terapi Psikososial
A. Terapi Perilaku.
• Rencana pengobatan untuk skizofrenia harus ditujukan pada
kemampuan dan kekurangan pasien. Teknik perilaku menggunakan
latihan keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial,
kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis dan komunikasi
interpersonal.
B. Terapi berorientasi keluarga.
• Berbagai terapi berorientasi keluarga cukup berguna dalam
pengobatan skizofrenia. Karena pasien skizofrenia sering kali
dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, keluarga di mana pasien
skizofrenia kembali sering kali mendapatkan manfaat dari terapi
keluarga yang singkat tetapi intensif (setiap hari).
C. Terapi kelompok
• Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada
rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata.

D. Psikoterapi individual
• Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah
sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap
kaidah sosial lebih disuka.
Prognosis

Sejumlah studi telah menunjukkan bahwa selama periode 5


sampai 10 tahun setelah rawat inap psikiatrik yang pertama
untuk skizofrenia, hanya sekitar 10 sampai 20% pasien yang
dapat dideskripsikan memiliki hasil akhir yang baik. Lebih dari
50% pasien digambarkan memiliki hasil yang buruk dengan
rawat inap berulang.
Skizofrenia Relaps

• Insiden relaps pada pasien skizofrenia adalah tinggi, yaitu


berkisar 60- 75% setelah suatu episode psikotik jika tidak
diterapi, dari 74% pasien yang relaps, 71% diantaranya
memerlukan rehospitalisasi. Penelitian lain mendapatkan
hasil bahwa prevalensi relaps pada pasien skizofrenia adalah
43,4%, dan studi di Afrika Selatan mendapatkan hasil 61,8%.
• Relaps diartikan sebagai suatu keadaan dimana apabila
seorang pasien skizofrenia yang telah menjalani rawat inap di
rumah sakit jiwa dan diperbolehkan pulang kemudian
kembali menunjukkan gejala-gejala sebelum dirawat inap.
Faktor Resiko Relaps
1. Ketidakpatuhan minum obat
• Beberapa alasan pasien menjadi tidak patuh dalam berobat antara
lain adalah:
1) Efek samping obat
2) Lupa minum obat
3) Merasa sudah sembuh
4) Kurangnya pengawasan
5) Biaya
2. Faktor Lingkungan
Dukungan dan bantuan dari keluarga maupun lingkungan
sekitar merupakan variabel penting dalam kepatuhan terhadap
pengobatan. Pasien yang tinggal sendirian secara umum
mempunyai angka kepatuhan yang rendah dan memiliki
kesulitan dalam mengakses pusat layanan kesehatan
dibandingkan mereka yang tinggal dalam lingkungan yang
mendukung.
3. Faktor-Faktor Sehubungan Dengan Dokter
Banyak faktor yang diketahui dapat meningkatkan risiko
terjadinya relaps pada pasien skizofrenia. Salah satu faktor
terbanyak adalah penghentian pengobatan oleh klinisi.
Faktor Protektif dari Relaps
1. Dukungan Keluarga dan Teman
Jenis dukungan yang berikan kepada pasien adalah mengenai
pengambilan obat-obatan, pengawasan, memantau asupan obat
dan menemani pasien untuk pergi ke pelayanan kesehatan jiwa
secara teratur, serta kebutuhan dasar kehidupan lainnya seperti
pendidikan, pekerjaan, dan kesehatan secara umum.
2. Kepatuhan Minum Obat
Kepatuhan obat antipsikotik menjadi pelindung yang kuat dari
kekambuhan. Ditemukan bahwa risiko kambuh secara
substansial lebih rendah ketika pasien sedang mengikuti
dengan terapi antipsikotik yang benar.

3. Agama
Agama menciptakan rasa memiliki dan memungkinkan pasien
untuk menghadapi situasi sulit dan memberi mereka kekuatan
untuk melanjutkan kehidupan dengan baik meskipun kondisi
ada masalah pada kondisi kejiwaan mereka.
4. Pekerjaan
Pada beberapa penelitian menemukan bahwa ketika pasien
memiliki pekerjaan untuk mendapatkan penghasilan, mereka
menjadi mandiri. Hal ini akan meningkatkan mereka harga diri
dan membantu mereka merasa bahwa mereka dapat
berkontribusi untuk keluarga atau masyarakat.

5. Layanan Kesehatan Jiwa


Sebagian besar pasien dan keluarga banyak mengatakan
bahawa pelayanan kesehatan jiwa telah banyak membantu,
baik dari edukasi mengenai kesehatan jiwa dan pemberian
obat-obatan.
6. Hubungan Terapetik Antara Pasien dan Care provider
Hubungan terapeutik yang dimaksud adalah bagaimana pasien
bereaksi terhadap intervensi yang ditawarkan oleh dokter atau
perawat. Hubungan ini mengacu pada kedekatan emosional
antara dua individu dalam terapi.

7. Community Home Visit


Kunjungan rutin ke masyarakat dilakukan untuk memberikan
psikoedukasi untuk manajemen pasien, kepatuhan dan efek
samping obat.
KESIMPULAN
Penatalaksanan skizofrenia tidak hanya terfokus pada terapi obat-
obatan tetapi juga terfokus pada terapi psikososial. Skizofrenia diobati
dengan antipsikotika generasi 1 (APG-1) dan antipsikotika generasi II
(APG-II). Sebagian besar pasien skizofrenia mendapatkan manfaat dari
pemakaian kombinasi pengobatan antipsikotik dan
psikososial. Beberapa terapi psikososial yang dapat dilakukan adalah
terapi perilaku, terapi berorientasi keluarga, terapi kelompok. Terapi
psikososial mempengaruhi proses perbaikan dan peningkatan kualitas
hidup pasien skizofrenia. Banyak faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya relaps padapasien skizofrenia, diantaranya adalah faktor
pasien, pengobatan,lingkungan dan dokter.

Anda mungkin juga menyukai