Anda di halaman 1dari 1362

O P T I M A B AT C H F E B R U A R I 2 0 2 0

S E M I N A R PA R T 2 : 1 9 6 - 3 9 0
| DR. SEPRIANI | DR. YOLINA | DR. OKTRIAN | DR. REZA | DR. CEMARA |
| DR. AARON | DR. CLARISSA |
Jakarta
Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52 RT.001/007
Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur Tlp 021-22475872
WA. 081380385694/081314412212

Medan
Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15 Kel. Tanjung
Sari, Kec. Medan Selayang 20132 WA/Line 082122727364

w w w. o p t i m a p r e p . c o . i d
PSIKIATRI
196.
Seorang perempuan 18 tahun diantar teman kuliahnya ke
UGD dengan keluhan mengamuk di kampus sejak 1 jam
yang lalu. Sejak 3 minggu yang lalu pasien dikatakan
sering terlihat berbicara sendiri dan mendengar suara-
suara yang mengaku ingin memperkosa pasien,
sehingga pasien terlihat ketakutan. Sekitar 2 bulan lalu,
pasien putus dengan pacarnya karena di tinggal
menikah. Apakah terapi yang tepat diberikan untuk
pasien saat ini?
A. Haloperidol IM
B. Diazepam IV
C. Risperidon IM
D. CPZ p.o
E. Aripiprazol p.o
Analisis Soal
• Pada pasien kasus diatas tampak mengalami gaduh gelisah
dimana terdapat kondisi mengamuk sejak 1 jam yang lalu. Pasien
tampak ada gejala psikotik yakni kondisi halusinasi sejak 3 minggu
lalu dan bisa jadi dipicu stressor yakni putus ditinggal menikah
pacarnya 2 bulan yang lalu.
• Pada kondisi agitasi maupun agresi (gaduh gelisah) yang masuk ke
IGD, penting biasanya dilakukan penilaian PANSS-EC yang akan
membantu dokter dalam memberikan penanganan awal pada
pasien untuk menenangkan pasien agar tidak membahayakan diri
sendiri maupun orang sekitar. Restrain bisa dilakukan yakni
restrain fisik maupun kimiawi.
• Pada pasien dapat diberikan restrain kimiawi berupa Haloperidol
IM (namun jangan pilih haloperidol decoanate yang sifatnya long
acting). Benzodiazepin seperti diazepam ataupun lorazepam bisa
saja diberiakn, namun biasanya sediaan IM baik tunggal (bila tidak
ada haloperidol) ataupun kombinasi dengan haloperidol IM (pada
PANSS-EC 6-7).
GADUH GELISAH dan AGITASI
• Definisi: Aktivitas motorik atau verbal yang berlebih yang
sifatnya tidak bertujuan.
• Agresi: bagian dari gaduh gelisah seperti agitasi, namun
biasanya akan ada tindakan/perilaki fisik maupun verbal
sengaja/terencana untuk menyakiti atau merusak
• Dapat berupa:
• Hiperaktivitas
• Menyerang
• Verbal abuse, memaki-maki
• Gerakan tubuh dan kata-kata mengancam
• Merusak barang
• Berteriak-teriak
• Gelisah, bicara berlebih
• Kondisi Berat Agitasi
• Tindakan kekerasan atau merusak
• Distres berat
• Mencelakai diri sendiri, keluarga, atau orang lain
Positive and Negative Syndrome Scale
(PANSS-EC)
• Consists of 5 items:
• excitement,
• tension,
• hostility,
• uncooperativeness, and
• poor impulse control.
• rated from 1 (not present) to 7 (extremely severe);
• scores range from 5 to 35;
• mean scores ≥ 20 clinically correspond to severe
agitation.

http://www.medscape.com/viewarticle/744430_2
Prinsip Tatalaksana Agitasi
• Perlu diterapi segera.
• Sedapat mungkin terkendali dalam waktu 3x24 jam.
• Sedapat mungkin antipsikotik tunggal, kecuali
agitasi berat.
Tatalaksana Agitasi
• Bila skor PANSS-EC berkisar pada skor 2-3, maka
dilakukan persuasi dan medikasi oral.
• Haloperidol 2x5 mg untuk pasien dewasa
• Haloperidol 0,5 mg atau Lorazepam 0,5 mg untuk anak dan
remaja

• Bila skor PANSS-EC menjadi 4-5, maka dilanjutkan


dengan pemberian:
• Injeksi Haloperidol 5 mg IM untuk dewasa
• 2,5-5 mg untuk anak usia 12 tahun ke atas
• Injeksi bisa diulang setiap 30 menit. Dosis max 30 mg/hari
untuk dewasa, dan 10 mg/hari untuk anak dan remaja
Tatalaksana Agitasi
• Pilihan lain: injeksi Olanzapine 10 mg IM, dapat diulang
dalam selang 2 jam sampai dosis maksimal 30 mg/hari.

• Dapat menggunakan injeksi Aripriprazole 9,75 mg IM.

• Bila hanya tersedia Diazepam injeksi, maka dapat


diberikan 10 mg iv atau IM perlahan dalam 2 menit.
Dapat diulang tiap 30 menit dengan dosis max 20
mg/hari.
Summary
• For severely violent patients requiring immediate sedation, give:
• a rapidly acting first generation (typical) antipsychotic (eg,
droperidol) or
• should be avoided in cases of alcohol withdrawal, benzodiazepine withdrawal, other
withdrawal syndromes, anticholinergic toxicity, and patients with seizures
• benzodiazepine alone (eg, midazolam) or
• retain efficacy in acute psychosis
• a combination of a first generation antipsychotic and a
benzodiazepine (eg, droperidol and midazolam, or haloperidol and
lorazepam).
• These combinations achieve more rapid sedation than either drug alone and may
reduce side effects
• Midazolam (5 mg IV or IM) and droperidol (5 mg IV or IM)
• Lorazepam (2 mg IV or IM) and haloperidol (5 mg IV or IM)
• For patients with agitation from drug intoxication or withdrawal
• give a benzodiazepine.
• For patients with undifferentiated agitation
• we prefer benzodiazepines, but first generation antipsychotics are a
reasonable choice.
• For agitated patients with a known psychotic or psychiatric disorder
• we prefer first generation antipsychotic agents, but second generation
antipsychotics are a reasonable choice.
Emergency
Management Of
The Severely
Agitated Or
Violent Patient

uptodate
197.
Wanita berusia 35 tahun datang ke poli jiwa dengan
keluhan selalu merasa cemas dan gelisah. Pasien
mengatakan tidak dapat mengendalikan dirinya untuk
tidak selalu mengecek pintu ketika keluar rumah, selalu
ingin berpenampilan dengan warna yang sama antar
atasan dan bawahan, pasien menyuci tangan hingga 3
kali sebelum mengonsumsi makanan. Pasien sadar hal
tersebut tidak baik, namun tidak paham kenapa ini
terjadi serta dapat melawan keinginannya. Berapakah
tilikan pasien?
A. Tilikan 1
B. Tilikan 2
C. Tilikan 3
D. Tilikan 4
E. Tilikan 5
Analisis Soal
• Pada kondisi pasien diatas dengan keluhan selalu
merasa cemas dan gelisah serta kesulitan
mengendalikan diri untuk tidak melakukan perilaku
berulang berupa obsesi dan kompulsi (mengecek pintu
berulang, mencuci tangan berulang, berpenampilan
sama atas dan bawahan) merupakan kondisi Obsessive
Compulsive Disorder.
• Pada pasien ini, mengingat pasien menyadari hal
tersebut tidak baik namun belum dapat melawan
keinginan, serta tidak paham penyebab hal ini biasanya
termasuk dalam tilikan 4. Pada tilikan 5 biasanya pasien
menyadari dan tahu faktor berhubungan dengan
penyakitnya meski tidak menerapkan dalam perilaku
praktis.
TILIKAN
• Tilikan adalah kemampuan seseorang untuk memahami sebab
sesungguhnya dan arti dari suatu situasi (termasuk di
dalamnya gejala yang dialaminya sendiri).

Derajat Deskripsi

1 penyangkalan total terhadap penyakitnya

2 ambivalensi terhadap penyakitnya

3 menyalahkan faktor lain sebagai penyebab penyakitnya

4 menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan tetapi tidak memahami penyebab
sakitnya
5 menyadari penyakitnya dari faktor-faktor yang berhubungan dengan
penyakitnya namun tidak menerapkan dalam perilaku praktisnya
6 menyadari sepenuhnya tentang situasi dirinya disertai motivasi untuk
mencapai perbaikan
198.
Seorang laki-laki berusia 28 tahun, dibawa keluarganya ke
Puskesmas karena dikatakan kerasukan. Sejak 5 hari yang lalu
penderita mengalami perubahan tingkah laku berupa sulit
tidur, sering bicara sendiri, mondar-mandir dan marah-
marah tanpa sebab. Penderita merasa kerasukan arwah
neneknya yang sudah meninggal, sehingga
perbuatannya sering dikendalikan oleh arwah tersebut.
Dari pemeriksaan status psikiatri didapatkan adanya waham
kendali pikir, waham sisip pikir , dan halusinasi auditorik.
Tidak ada riwayat gangguan jiwa sebelumnya. Apakah
diagnosis yang paling mendekati untuk kasus di atas?
A. Gangguan Afektif
B. Psikotik Akut
C. Skizofrenia
D. Gangguan Waham Menetap
E. Gangguan Mental Organik
Analisis Soal
• Pada kasus diatas dimana pasien tampak dibawa
dengan perubahan perilaku, peningkatan psikomotor
(pasien mondar mandir dan marah tanpa sebab jelas),
serta adanya waham kendali piker (pasien merasa
perbuatan dikendalikan arwah neneknya), waham sisip
pikir, serta halusinasi auditorik, mengarahkan pada
kondisi psikotik. Mengingat baru dialami selama 5 hari
saja, maka termasuk gangguan psikotik akut.
• Pada skizofrenia, meski ada waham dan halusinasi,
namun diagnosisnya memerlukan gejala diatas terjadi
selama kurun waktu 1 bulan atau lebih. Begitu pula
gangguan waham menetap yang ditegakkan bila satu
atau lebih waham dialami selama 1 bulan atau lebih,
serta tidak memenuhi kriteria skizofrenia.
PSIKOTIK AKUT
• Untuk menegakkan diagnosis gejala pasti
gangguan psikotik akut, harus ada
setidaknya satu dari gejala di bawah ini:
1. Halusinasi
2. Waham
3. Agitasi atau perilaku aneh (bizarre)
4. Pembicaraan aneh atau kacau (disorganisasi)
5. Keadaan emosional yang labil dan ekstrim
(iritabel)
Dengan lama episode >1 hari, tetapi <1 bulan.

PPDGJ-III
PSIKOTIK AKUT (DSM-IV)

PSIKOTIK AKUT (PPDGJ-III)


1) Halusinasi (persepsi indera yang salah atau yang dibayangkan : misalnya, mendengar suara
yang tak ada sumbernya atau melihat sesuatu yang tidak ada bendanya).

2) Waham (ide yang dipegang teguh yang nyata salah dan tidak dapat diterima oleh kelompok
sosial pasien, misalnya pasien percaya bahwa mereka diracuni oleh tetangga, menerima pesan
dari televisi, atau merasa diamati/diawasi oleh orang lain).

3) Agitasi atau perilaku aneh (bizar)

4) Pembicaraan aneh atau kacau (disorganisasi)

5) Keadaan emosional yang labil dan ekstrim (iritabel)


Lama gejala, untuk gejala psikotik yang berlangsung sekurangnya satu hari tetapi kurang satu
bulan
Gangguan Psikotik Akut (DSM 5)
Kriteria Diagnosis
A. Terdapat satu atau lebih dari gejala berikut, minimal satu harus
merupakan gejala 1, 2 atau 3:
1. Waham
2. Halusinasi
3. Bicara tidak terkoordinasi (inkoherensia, dsb)
4. Perilaku aneh atau katatonia
B. Durasi gangguan minimal satu hari namun kurang dari 1 bulan, dengan
kembalinya kemampuan fungsional hingga normal, seperti sebelum gejala
timbul
C. Gangguan tidak disebabkan oleh gangguan depresi mayor atau bipolar
dengan gejala psikotik, atau gangguan psikotik lainnya seperti skizofrenia
atau katatonia, dan bukan merupakan efek obat-obatan atau kondisi
medis lain.
199.
Pasien anak perempuan berusia 15 tahun dibawa
orangtuanya ke dokter karena sering ditemukan berjalan
saat dirinya terlelap tidur. Anak sudah alami hal ini sejak
3 bulan terakhir dan orangtua mengkhawatirkan anak
rentan alami cedera bila ini tetap terjadi. Anak tidak ingat
hal tersebut dan merasa tidurnya baik baik saja. Apa
diagnosis yang mungkin pada kasus diatas?
A. Somnabulisme
B. Pavor nocturnal
C. Sleep terror
D. Nightmare
E. HIpersomnia
Analisis Soal
• Pada kondisi anak tampak alami somnambulisme atau sleep
walking, dimana anak ditemukan sering berjalan saat dirinya
sedang tidur. Banyak hal bisa sebabkan gangguan tidur
(parasomnia) ini, misalnya saja defisiensi magnesium, stress,
kurang tidur, jadwal tidur tidak teratur atau kacau, dan
lainnya.
• Pada opsi lainnya, pavor nocturnal dan sleep/night terror
adalah kondisi yang sama dimana pasien bisa alami
terbangun dari sepertiga awal tidur malam diikuti teriakan
dan kecemasan berlebihan, namun tidak ingat terhadap
episode mimpi. Berbeda pada nightmare yang biasanya ada
kondisi terjaga dari tidur berulang dengan ingatan terperinci
akan mimpi menakutkan. Pada hypersomnia, tidak
dijelaskan pada kasus diatas, dimana pasien akan alami
mengantuk berlbih pada siang hari meski tidur tidak kurang.
KLASIFIKASI GANGGUAN Insomnia

TIDUR (DSM IV) Hipersomnia

Disomnia Narkolepsi

Gangguan tidur
berhubungan
dengan pernapasan

Gangguan tidur Gangguan tidur


primer irama sirkadian

Mimpi buruk/
nightmare
Disomnia:
Gangguan jumlah tidur
Teror tidur/ night
Parasomnia
terror
Parasomnia:
Adanya episode abnormal saat
Somnambulisme/
tidur sleep walking
F51.3 Somnambulisme
(Sleepwalking)
• Somnambulisme adalah gangguan tidur sambil berjalan, yang
merupakan gangguan perilaku yang terjadi dalam tahap mimpi
dari tidur.

Penyebab
a) Kurang tidur (sleep deprivation)
b) Jadwal tidur yang tidak teratur/kacau (chaotic sleep
schedules)
c) Demam (fever)
d) Stres atau tekanan (stress)
e) Kekurangan (deficiency) magnesium
f) Intoksikasi obat atau zat kimia
200.
Pasien wanita berusia 21 tahun datang ke dokter karena
keluhan merasa sedih dan putus asa sejak melahirkan
anak pertamanya. Keluhan dialami sudah 1 minggu sejak
melahirkan anaknya. Ibu sulit tidur dan sering menangis
terus menerus. Namun pasien masih mau menyusui dan
memandikan anaknya, meski merasa lelah karena tidak
dibantu suaminya. Ide bunuh diri disangkal. Apa
diagnosis paling sesuai untuk kasus diatas?
A. Depresi post partum
B. Post partum blues
C. Gangguan penyesuaian
D. Gangguan depresi mayor
E. Post partum psikosis
Analisis Soal
• Pasien dengan keluhan mood depresif berupa
merasa sedih dan putus asa, menangis terus
menerus, sulit tidur, yang dialami sejak 1 minggu
melahirkan, dapat mengarahkan pada kondisi post
partum blues. Hal ini juga didukung dengan pasien
yang tampak masih mampu mengurus anaknya
seperti menyusui dan memandikan anak.
• Berbeda pada depresi post partum yang biasanya
keluhan ini dialami menetap lebih dari 2 minggu,
dan bahkan biasanya bisa berbulan bulan, serta
akan terdapat gangguan fungsi terjadi pada pasien.
POST PARTUM BLUES

• Post partum blues


• Sering dikenal sebagai baby blues
• Mempengaruhi 50-75% ibu setelah proses melahirkan
• Sering menangis secara terus-menerus tanpa sebab
yang pasti dan mengalami kecemasan
• Berlangsung pada minggu pertama setelah
melahirkanbiasanya kembali normal setalah 2
minggu tanpa penanganan khusus
• Tindakan yang diperlukanmenentramkan dan
membantu ibu
Baby Blues vs Postpartum Depression
POSTPARTUM MAJOR
CHARACTERISTIC BABY BLUES DEPRESSION
Duration Less than 10 days More than two weeks

Onset Within two to three days Often within first month;


postpartum may be up to one year

Prevalence 80 percent 5 to 7 percent


Severity Mild dysfunction Moderate to severe
dysfunction

Suicidal ideation Not present May be present

Postpartum Depression, Am Fam Physician. 2010 Oct 15;82(8):926-933


201.
Seorang pasien laki-laki usia 44 tahun, datang dengan keluhan
dibenci oleh teman-teman dilingkungan kerjanya. Dari
alloanamnesis terhadap teman kerja pasien, didapatkan
pasien sering mengatur teman-temannya, pasien selalu rapi
dan teratur sehingga pasien juga memaksa teman-temannya
untuk melakukan hal yang sama. Hal ini sudah dialami sejak
pasien masuk ke tempat kerja 2 tahun yang lalu. Pasien
tersebut termasuk dalam gangguan kepribadian?
A. Antisosial
B. Schizoid
C. Anankastik
D. Schizotipal
E. Avoidans
Analisis Soal
• Pada pasien dengan kondisi diatas tampak ada suatu gangguan
kepribadian obsesif kompulsif atau anankastic dimana pasien ada
preokupasi terhadap kerapihan/keteraturan (tampak selalu rapi dan
teratur), serta mengontrol bahkan hingga teman kerjanya untuk lakukan
hal serupa. Pada kondisi ini biasanya bersifat ego-sintonik (pikiran
obsesif dan perilaku kompulsif sesuai dengan keinginan penderitanya),
sehingga apabila tidak terpenuhi, maka pasien bisa saja marah atau
bahkan timbulkan konflik dengan orang sekitar.
• Mengingat hal ini dialami pada pasien diatas usia 18 tahun dan dialami
sudah lebih dari 1 tahun, bisa termasuk dalam gangguan kepribadian
anankastic.
• Pada gangguan kepribadian lainnya, avoidan biasanya pasien cenderung
cemas menghindar dan hipersensitif dengan pandangan orang lain.
Pada antisosial pasien akan cenderung emosional dan melanggar
peraturan. Pada schizoid biasanya pasien cenderung introvert, suka
menyendiri, dan afek terbatas. Sementara skizotipal biasanya pasien
berpenampilan dan memiliki kepercayaan aneh.
Gangguan Kepribadian
Gangguan Kepribadian Cluster A (ditandai dengan perilaku/ tindakan yang eksentrik):
• Paranoid: mudah curiga, sering berpikiran buruk
• Skizotipal: penampilan dan kepercayaan aneh/ magis
• Skizoid: introvert, suka menyendiri, afek terbatas

Gangguan Kepribadian Cluster B (orang yang cenderung emosional):


• Antisosial: suka melanggar peraturan, mudah marah
• Borderline/ ambang: moodnya tidak stabil, perilaku impulsive
• Histrionik: ‘drama-queen’
• Narsistik: hanya peduli diri sendiri, kurang empati

Gangguan Kepribadian Cluster C (orang yang cenderung mudah cemas):


• Avoidant/ cemas menghindar: hipersensitif terhadap pandangan negatif orang lain
• Dependen: tidak bisa mengambil keputusan sendiri, harus dirawat orang lain
• Anankastik: kaku, perfeksionis, sangat taat aturan
Diagnosing Personality Disorder
• Personality disorder is an enduring pattern of thinking, feeling,
and behaving that is relatively stable over time.
• The features of a personality disorder usually become
recognizable during adolescence or early adult life, 18 years of
age.
• Personality disorder categories may be applied with children or
adolescents in those relatively unusual instances in which the
individual's particular maladaptive personality traits appear to
be pervasive, persistent, and unlikely to be limited to a
particular developmental stage or another mental disorder.
• For a personality disorder to be diagnosed in an individual
younger than 18 years, the features must have been present for
at least 1 year.
• Exception for above rule is antisocial personality disorder which
cannot be diagnosed in individuals younger than 18 years.

DSM 5
Gangguan Kepribadian Anankastik/
Obsesive Compulsive Personality Disorder (OCPD)

DSM-IV-TR
OCD vs OCPD
• OCD:
• pikiran obsesif yang bersifat ego-distonik (membuat
penderitanya tidak nyaman) dan harus segera diwujudkan
dalam perilaku supaya penderitanya merasa nyaman.
• Dasar perilaku kompulsifnya adalah karena ansietas.

• OCPD/ kepribadian anankastik:


• Bersifat ego-sintonik (pikiran obsesif dan perilaku kompulsif
sesuai dengan keinginan penderitanya)
• Biasanya bukan hanya berhubungan dengan 1 kebiasaan saja
tapi mempengaruhi seluruh kehidupannya (kaku, mudah
marah bila hal tidak sesuai yang seharusnya).
202.
Seorang laki laki berusia 34 tahun ditangkap polisi karena
suka memamerkan alat kelaminnya didepan umum.
Pasien mengatakan hal ini sudah dilakukan sejak 1 tahun
terakhir berulang. Pasien merasa dengan melakukan hal
ini memperoleh gairah seksual dengan memperlihatkan
genital nya pada orang asing dan bila pasien tidak
lakukan ia merasa tertekan. Apakah diagnosis yang
sesuai untuk kasus pasien diatas?
A. Fetishism
B. Ekshibisionism
C. Voyeurism
D. Frotteurism
E. Troilism
Analisis Soal
• Pada kasus diatas termasuk dalam gangguan parafilia (kondisi
gangguan/penyimpangan seksual menyangkut dorongan seksual
yang intens melibatkan objek hingga aktivitas tidak lazim yang
diperlukan untuk mengalami gairah seksual dan orgasme), yakni
ekshibisionisme. Hal ini dikarenakan pasien memperoleh gairah
seksual bila memperlihatkan genital nya pada orang asing dan bila
tidak dilakukan timbul distress.
• Pada fetishism, maka untuk memperoleh dorongan seksual pasien
akan membutuhkan objek benda mati misalnya pakaian dalam
dan lainnya. Sementara pada frotteurism, akan muncul gairah
seksual dengan menyentuh atau menggesekkan kelamin pada
orang lain tanpa persetujuannya. Voyeurism melibatkan
munculnya gairah seksual bila pasien melihat orang lain tanpa
busana atau berhubungan seksual tanpa diketahui yang
bersangkutan. Sementara troilism mirip voyeurism, namun
dengan menyaksikan aktivitas seksual orang lain sepengetahuan
orang tersebut.
Pedoman Diagnosis
Ekshibisionisme (DSM-IV)
Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.

SEXUAL DISORDER (PARAFILIA)


Diagnosis Karakteristik
Fetishism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the
use of nonliving objects (e.g., female undergarments).
Frotteurism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving
touching and rubbing against a nonconsenting person.
Masochism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the
act (real, not simulated) of being humiliated, beaten, bound, or
otherwise made to suffer.
Sadism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving acts
(real, not simulated) in which the psychological or physical suffering
(including humiliation) of the victim is sexually exciting to the person.
Voyeurism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the
act of observing an unsuspecting person who is naked, in the process
of disrobing, or engaging in sexual activity.
Necrophilia Necrophilia is an obsession with obtaining sexual gratification from
cadavers.
Diagnosis Karakteristik
Pedophilia Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving
sexual attraction to prepubescent children (generally 13 years or
younger) and the pedophilia must at least 16 years or older and at
least 5 years older than the child
Eksibisionis Seseorang yang selalu ingin memperlihatkan kemaluannya/genital
kepada orang lain (biasanya orang asing) untuk mendapatkan
kepuasan seksual
Troilisme Kepuasan seksual didapatkan dengan menyaksikan seseorang yang
sedang melakukan aktivitas seksual dengan orang lain, orang yang
ditonton mengetahui hal tersebut
Zoophilia Preferensi seksual/keinginan untuk melakukan hubungan seksual
pada hewan
Bestiality: hubungan seksual dengan hewan (sudah melakukan)
203.
Perempuan berusia 66 tahun datang dengan keluhan demam sejak
2 hari yang lalu. Sebelumnya 3 hari yang lalu, pasien berobat ke
dokter spesialis kesehatan jiwa dan dinyatakan mengalami
gangguan psikosis serta diberikan terapi. Setelah mengkonsumsi
obat tersebut, pasien mengalami demam 40oC. Tangan pasien juga
bergerak dengan sendirinya. Pada pemeriksaan fisik, pasien
tampak apatis, denyut nadi 110x/menit, pernapasan 24x/menit.
Pada pemeriksaan neurologis ditemukan peningkatan tonus otot
dan katatonik. Apakah diagnosis kasus tersebut?
A. Skizofrenia
B. Gangguan dystonia
C. Drug induced parkinsonism
D. Tardive dyskinesia
E. Neuroleptic Malignant Syndrome
Analisis Soal
• Pasien dengan kondisi diatas terdapat riwayat
penggunaan obat antipsikotik (kemungkinan generasi
pertama atau tipikal), yang diikuti kondisi demam
tinggi, penurunan kesadaran, rigiditas otot (katatonik
dan peningkatan tonus otot), dapat mengarahkan pada
kondisi neuroleptic malignant syndrome. Kondisi ini
cukup jarang ditemukan, namun bisa mengancam
nyawa.
• Pada penggunaan antipsikotik tipikal, bisa diikuti juga
dengan efek samping lain seperti gangguan dystonia,
tardive dyskinesia, dan parkinsonism. Namun umumnya
kondisi ini tidak ada penurunan kesadaran ataupun
gejala sistemik seperti demam seperti hal nya NMS.
Terapi Antipsikotik
• Antipsikotik generasi pertama (tipikal)
• antagonis reseptor dopamin D2
• Contoh: haloperidol dan chlorpromazine
• Efek samping: lebih sering menyebabkan gejala
ekstrapiramidal, neuroleptic malignant syndrome
• Sebagai alternatif jika antipsikotik generasi kedua tidak bisa
digunakan
• Antipsikotik generasi kedua (atipikal)
• afinitas rendah terhadap reseptor D2, afinitas tinggi terhadap
reseptor 5HT
• Contoh: risperidone, clozapine, dan olanzapine
• Efek samping neurologis (-)
• Efek samping metabolik (+)
• Obat pilihan pertama
SINDROM NEUROLEPTIK MALIGNA

• Rare, but life-threatening, idiosyncratic reaction to


neuroleptic medications
• Characterized by fever, muscular rigidity, altered mental
status, and autonomic dysfunction.
• Often occurs shortly after the initiation of neuroleptic
treatment, or after dose increases.
• Cardinal sign:
• Rigiditas otot berat
• Hipertermia (suhu>38°C)
• Instabilitas otonom
• Penurunan kesadaran
Tatalaksana
• Tatalaksana utama bersifat suportif

• Pasien perlu dirawat di ICU

• Yang paling penting:


• semua obat neuroleptik (antipsikotik) harus dihentikan.
• Umumnya gejala akan hilang dalam 1-2 minggu setelah
penghentian obat neuroleptik

http://emedicine.medscape.com/article/816018-overview
Efek samping terapi antipsikotik:
Gejala Ekstrapiramidal
Karakteristik
Akathisia Gelisah dan merasa perlu bergerak terus. Menggerakkan kaki mengetuk lantai (foot
tapping atau toe tapping). Gejala ini berkurang saat tidur atau pada posisi berbaring.
Pasien merasa tertekan bila tidak dapat bergerak.

Dystonia Kelainan neurologis dimana terdapat kontraksi otot yang terus-menurus sehingga
mengakibatkan gerakan repetitif dan twisting atau postur yang abnormal. Dapat
melibatkan punggung, leher, ekstremitas atas dan bawah, rahang, dan laring. Bisa
terjadi kesulitan menelan, bernapas, bicara, dan menggerakkan leher.
Oculogyric crisisDeviasi keatas bola mata yang ekstrim disertai dengan konvergen,
menyebabkan diplopia. Berkaitan dengan fleksi posterolateral dari leher dan dengan
mulut terbuka atau rahang terkunci.

Parkinsonism Tremor, rigiditas, dan kelambatan bergerak, yang melibatkan batang tubuh dan
ekstremitas. Kesulitan berdiri dari posisi duduk, postur tidak seimbang, muka
topeng.
Tardive dyskinesia Gerakan koreatetoid abnormal yang melibatkan regio orofasial dan lidah. Lebih
jarang mengenai ekstremitas dan batang tubuh. Ada gerakan mulut mencucu,
gerakan mengunyah, dan lidah menjulur. Gejala tidak menimbulkan nyeri, namun
menyebabkan penderitanya malu di depan umum.

http://www.uspharmacist.com/content/c/10205/?t=women%27s_health,neurology
204.
Seorang pria berusia 25 tahun, diantar ke poliklinik
dengan keluhan hilang ingatan secara tiba-tiba. Hal ini
terjadi setelah mengetahui bahwa ia di PHK dari
kantornya. Dari pemeriksaan didapatkan tanda vital
dalam batas normal dan kondisi fisik umum baik. Pada
pemeriksaan CT Scan tidak dijumpai adanya gangguan
otak yang mendasar. Apakah kemungkinan diagnosa
pasien ini?
A. Gangguan stupor disosiatif
B. Gangguan identitas disosiatif
C. Gangguan amnesia disosiatif
D. Gangguan fugue disosiatif
E. Gangguan motoris disosiatif
Analisis Soal
• Pada pasien terdapat hilang ingatan atau amnesia yang
terjadi tiba tiba setelah stressor berupa PHK, disertai
pemeriksaan CT scan kepala normal dapat
mengarahkan pada kondisi gangguan disosiatif/konversi
yakni gangguan amnesia disosiatif.
• Gangguan disosiatif biasanya merupakan cara
penanggulangan stress pada pasien ini dan bukan hal
yang secara sengaja dilakuakan pasien (berbeda dengan
malingering).
• Pada fugue disosiatif juga umumnya akan ada hilang
ingatan, namun biasanya pasien juga akan secara
mendadak melarikan diri serta memiliki identitas baru
(fugure : melarikan diri)
Dissociative (Conversion) Disorder
• Gangguan disosiatif disebut juga dengan konversi karena
dahulu dianggap terjadi hilangnya asosiasi antara berbagai
proses mental seperti:
• Identitas diri
• Memori
• Fungsi sensorik dan motoric
• Disosiasi adalah cara pikiran untuk menanggulangi stress
berlebih  salah satu bentuk denial.
• Didahului oleh stressor/trauma.
• DSM-V:
1. Gangguan depersonalisasi/derealisasi
2. Amnesia disosiatif
3. Fugue disosiatif
4. Gangguan identitas disosiatif
5. Gangguan disosiatif lainnya
Gangguan Konversi

DSM IV. American Psychiatric Association.


Gangguan Disosiasi (DSM-V)
Gangguan Depersonalisasi: Kehilangan/perubahan temporer dalam
depersonalisasi/de perasaan yang biasa mengenai realitas diri sendiri.
realisasi Derealisasi: Perasaan tidak nyata mengenai dunia luar.

Amnesia disosiatif Tidak bisa mengingat detail personal yang penting dan
pengalaman yang berhubungan dengan kejadian traumatis
atau sangat menekan & tidak disebabkan oleh penyebab
organik.
Fugue disosiatif “Fugure”  melarikan diri (bahasa Yunani). Individu
kehilangan seluruh ingatannya dan secara mendadak
meninggalkan rumah serta memiliki identitas baru.

Gangguan Memiliki dua atau lebih kepribadian yang berbeda atau


identitas disosiatif kepribadian pengganti (alter)  masing-masing memiliki
persepsi dan interaksi berbeda terhadap lingkungannya
Gangguan Disosiasi (DSM-V)
Gangguan 1. Gangguan Trans: Adanya kehilangan sementara aspek
disosiatif penghayatan akan identitas diri dan kesadaran akan
lainnya lingkungannya. Dalam beberapa kejadian, individu berperilaku
seakan-akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan gaib,
malaikat, atau “kekuatan lain”.
2. Gangguan Motorik Disosiatif: Ketidakmampuan menggerakkan
seluruh atau sebagian anggota gerak.
3. Konvulsi Disosiatif: Pseudo seizures, dapat sangat mirip dengan
kejang dalam hal gerakannya akan tetapi sangat jarang disertai
dengan lidah tergigit, mengompol, atau kehilangan kesadaran.
4. Kehilangan Sensorik Disosiatif: Gejala anestesi pada kulit
seringkali mempunyai batas-batas tegas yang menggambarkan
pemikiran pasien mengenai kondisi tubuhnya dan bukan kondisi
klinis sebenarnya.
5. Gangguan Disosiatif Campuran: Campuran dari gangguan-
gangguan disosiatif
6. Stupor Disosiatif
Perbedaan Psikosomatis, Gangguan
Konversi, Malingering, Factitious disorder
Kelainan Karakteristik
Psikosomatis Pada gangguan psikosomatis, ada keluhan dan ditemukan
keabnormalan pada pemeriksaan. Namun penyebabnya adalah
masalah psikis.
Gangguan Konversi Adanya satu atau beberapa gejala neurologis (misalnya buta, lumpuh
anestesi, amnesia, dll) yang tidak dapat dijelaskan dengan penjelasan
medis maupun neurologis yang ada.

Malingering Berpura-pura sakit atau melebih-lebihkan kondisi fisik yang sudah ada
sebelumnya dengan tujuan untuk mendapatkan kompensasi tertentu
(misalnya untuk mendapatkan cuti kerja).
Factitious disorder/ Berpura-pura sakit atau membuat dirinya sakit. Namun hal ini
Munchhausen dilakukan semata-mata untuk mendapatkan perhatian/ simpati dari
syndrome orang lain saja.
205.
Seorang anak perempuan berusia 15 tahun dibawa
ibunya ke dokter praktik umum karena latah terlalu
berlebihan dan sering meniru gerakan orang yang
sedang dilihatnya. Keluhan akan semakin memberat jika
dalam keadaan terkejut. Pasien mengaku merasa lelah
jika terlalu sering mengikuti gerakan orang lain, tetapi
tidak dapat menghentikannya. Apakah gangguan yang
paling tepat?
A. Katalepsia
B. Katatonik
C. Eksentrik
D. Ekolalia
E. Ekopraksia
Analisis Soal
• Pada pasien dengan kondisi latah berlebih dengan
meniru gerakan orang yang dilihat serta memberat
bila terkejut, namun tidak dapat dikendalikan dapat
mengarahkan pada gangguan perilaku motoric
yakni echopraxia.
• Pada ekolalia, biasanya pasien akan otomatis
meniru suara (vokalisasi, bentuk latah paling
sering). Pada ekoplasia, maka secara fisik atau
mental pasien akan otomatis mengikuti kontur
objek. Katalepsi merupakan bagian dari katatonik,
dimana pasien akan mempertahankan suatu posisi
tidak bergerak terus menerus.
Perilaku Motorik Yang Berhubungan Dengan
Gangguan Psikiatri
1. Katatonia: kelainan motorik dalam gangguan nonorganik
(sebagai lawan dari gangguan kesadaran dan aktivitas
motorik sekunder dari patologi organik)
Jenis Definisi

Katalepsi istilah umum untuk suatu posisi yang tidak bergerak yang
dipertahankan terus menerus.
Luapan katatonik (catatonic aktivitas motorik yang teragitasi, tidak bertujuan dan tidak
furor) dipengaruhi oleh stimulasi eksternal
Stupor katatonik penurunan aktivitas motorik yang nyata, seringkali sampai titik
imobilitas dan tampaknya tidak menyadari sekeliling
Rigidtas katatonik penerimaan postur yang kaku yang disadari, menentang usaha
untuk digerakkan
Posturing katatonik penerimaan postur yang tidak sesuai atau kaku yang disadari,
biasanya dipertahankan dalam waktu yang lama
Cerea flexibilitas seseorang dapat diatur dalam suatu posisi yang kemudian
(fleksibilitas lilin) dipertahankannya; jika pemeriksa menggerakkan anggota tubuh
pasien, anggota tubuh terasa seakan-akan terbuat dari lilin.
2. Ekopraksia:
• peniruan pergerakan yang patologis seseorang pada orang lain
3. Negativisme:
• tahanan tanpa motivasi terhadap semua usaha untuk menggerakkan
atau terhadap semua instruksi.
4. Katapleksi:
• hilangnya tonus otot dan kelemahan secara sementara yang
dicetuskan oleh berbagai keadaan emosional.
5. Stereotipik:
• pola tindakan fisik atau bicara yang terfiksasi dan berulang.
6. Mannerisme:
• pergerakan tidak disadari, dan bersifat habitual
7. Otomatisme:
• tindakan atau tindakan-tindakan yang otomatis yang biasanya
mewakili suatu aktivitas simbolik yang tidak disadari.
8. Otomatisme perintah:
• otomatisme mengikuti sugesti (juga disebut kepatuhan otomatik)
9. Mutisme:
• tidak bersuara tanpa kelainan structural
Echophenomenon (Ekofenomenon)
• Echophenomenon (also known as echo phenomenon) can be defined
as "automatic imitative actions without explicit awareness or
pathological repetitions of external stimuli or activities, actions,
sounds, or phrases, indicative of an underlying disorder.

• The echophenomena include repetition:


• echolalia–of vocalizations (the most common of the
echophenomena)
• echopraxia–of actions
• echomimia–of facial expressions
• echographia–in writing
• echoplasia–physically or mentally, tracing contours of objects
• echolalioplasia–involving sign language, described in one
individual withTourette syndrome
ILMU
PENYAKIT
DALAM
Soal No. 206
Seorang laki-laki berusia 59 tahun datang ke IGD Rumah Sakit
dengan keluhan keluhan luka pada kaki sejak 2 minggu yang lalu.
Pasien mengatakan luka nanah dan berbau. Pasien memiliki
riwayat DM sejak 10 tahun yang lalu dan tidak rutin
mengonsumsi obat. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda
vital TD 140/90 mmHg, HR 80x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 38C.
Dari hasil pemeriksaan rontgen tulang ditemukan gas dan
destruksi tulang. Apakah kemungkinan diagnosis pasien tersebut?

A. DM + osteomielitis pedis
B. DM + gangren pedis
C. DM + tinea pedis
D. DM + miositis pedis
E. DM + selulitis pedis
Soal No. 206
• Pasien diatas kemungkinan mengalami DM yang tidak
terkontrol. Saat ini pasien sedang mengalami komplikasi
berupa adanya gas dan destruksi tulang pada kaki yang
merupakan tanda dari gangren pedis. Pembentukkan gas
gangrene biasanya diakibatkan oleh infeksi bakteri
clotridium.
• Piihan A, biasanya tidak ditemukan adanya pembentukkan
gas, hanya terdapat destruksi tulang.
• Pilihan C, akan ditemukan gambaran skuama kemerahan
yang gatal dan biasanya ditemukan pada daerah lipatan
jari.
• Pilihan D, akan ditemukan nyeri dan kelemahan pada otot.
• Pilihan E, akan ditemukan infeksi pada kulit kemerahan
yang berbatas tidak tegas.
Ulkus Diabetik
• Terjadi pada 15-25% pasien DM.
• Perjalanan penyakit: ulkus  ulkus terinfeksi 
infeksi dalam  oseteomyelitis  amputasi atau
kematian.
• Faktor risiko utama terjadinya ulkus diabetik:
– Neuropati perifer
– Trauma minor (tekanan rendah yang repetitif atau
tekanan tinggi dengan durasi lebih singkat)
– Deformitas (hammer toe, kalus, keterbatasan
mobilitas sendi, dll)

IDF Clinical Practice Recommendations on the Diabetic Foot. 2017.


Diabetic Foot
Etiology Microbiology
• Neuropathic or ischemic ulcers • Mostly polymicrobial
• Traumatic wounds
• Superficial infections: Gram-
• Skin cracks/fissures
positive cocci
• Other defects in skin or nail beds
• Deep ulcers, chronically infected
Manifestations and/or previously treated with
• Inflammation antibiotics: Gram positive cocci,
• Nonpurulent drainage, enterococci, Enterobacteriaceae,
friable/discolored granulation Pseudomonas, anaerobes
tissue, undermining of wound • Extensive inflammation, necrosis,
edges
• Infection  pus in an ulcer or sinus malodorous drainage, gangrene:
tract anaerobic streptococci,
• Necrotizing infection  bullae, soft Bacteroides sp., Clostridium sp.
tissue gas, skin discoloration, foul
odor
IDF Clinical Practice Recommendations on the Diabetic Foot. 2017.
Kaki Diabetik Terinfeksi
• Based on guidelines by Infectious Diseases Society of
America, infection is present if obvious purulent drainage
and/or the presence of two or more signs of inflammation
 Erythema
 Pain
 Tenderness
 Warmth
 Induration
• Systemic signs of infection include:
 Anorexia, nausea/vomiting
 Fever, chills, night sweats
 Change in mental status and recent worsening of glycemic
control
Kaki diabetic terinfeksi
• Patients with mild infections can be treated in outpatient
settings with oral antibiotics that cover skin flora including
streptococci and Staphylococcus aureus.
• For moderate-to-severe infections, patients should be
hospitalized for parenteral antibiotic therapy.
• Empiric choices should cover streptococci, MRSA, aerobic
gram-negative bacilli, and anaerobes.
• Consider surgical intervention in cases of osteomyelitis
accompanied by: spreading soft tissue infection; destroyed
soft tissue envelope; progressive bone destruction on X-ray,
or bone protruding through the ulcer
• Osteomyelitis  6 weeks therapy of antibiotics if do not
undergo surgery

http://emedicine.medscape.com/article/237378-medication
Klasifikasi dan Penatalaksanaan
Infeksi pada Kaki Diabetik

IDF Clinical Practice Recommendations on the Diabetic Foot. 2017.


Management
• Wound management
• Good nutrition
• Appropriate antimicrobial therapy
• Glycemic control
• Fluid and electrolyte balance
Osteomyelitis in Plain X-Ray

• Consider surgical intervention in cases of osteomyelitis accompanied by:


spreading soft tissue infection; destroyed soft tissue envelope; progressive
bone destruction on X-ray, or bone protruding through the ulcer
• Osteomyelitis  6 weeks therapy of antibiotics if do not undergo surgery

International Working Group on Diabetic Foot (IWGDF). 2015


GPC  gram
positive cocci
GNR  gram
negative rod
MRSA  methicillin
resistant S. aureus

International Working Group on Diabetic Foot (IWGDF). 2015


Gangrene
• death of body tissue due to either a lack of
blood flow or a serious bacterial infection
Soal No. 207
Seorang laki-laki berusia 50 tahun diantar oleh keluarganya ke IGD
RS dengan keluhan demam dan telapak kaki kanan bernanah
akibat tertusuk paku 2 minggu yang lalu. Luka meluas ke
punggung kaki dan berbau busuk tetapi tidak nyeri. Riwayat
penyakit sebelumnya adalah DM tipe 2, dan tidak berobat teratur,
pada pemeriksaan fisik di dapatkan TD 150/80 mmHg, HR 110
x/mnt, suhu 38 C dan RR 22 x/mnt. Pada pemeriksaan lab gula
darah sewaktu 450 mg/dL. Apakah obat anti DM yang paling tepat
diberikan?

A. Sulfonil urea
B. Biguanida
C. Akarbose
D. Thiazolidinediones
E. Insulin
Soal No. 207

• Pasien diatas kemungkinan mengalami kaki DM


yang terinfeksi karena ditemukan adanya luka
pada kaki kanan yang bernanah, busuk dan tidak
nyeri.
• Pada pasien dengan kaki DM terinfeksi
tatalaksana kontrol glikemik yang tepat adalah
dengan menggunakan insulin.
• Piihan A,B,C, dan D dapat digunakan pada pasien
DM tipe 2 tanpa penyulit
Insulin Therapy in Diabetic Foot
Manajemen Ulkus Diabetik
• Kendali metabolik:
– pengendalian kadar glukosa darah, lipid, albumin, hemoglobin, dsb
• Kendali vaskular:
– perbaikan vaskular dengan operasi atau angioplasti, biasanya pada keadaan
ulkus iskemik
• Kendali infeksi:
– pengobatan infeksi secara agresif jika terlihat tanda-tanda klinis infeksi
(adanya kolonisasi pertumbuhan organisme pada hasil swab luka tanpa tanda
klinis bukan merupakan infeksi)
• Kendali luka:
– pembuangan jaringan terinfeksi dan nekrosis secara teratur dengan konsep
TIME:
• Tissue debridement
• Inflammation and infection control
• Moisture balance
• Epithelial edge advancement
• Kendali tekanan:
– pembuangan kalus, penggunaan sepatu yang sesuai untuk mengurangi
tekanan
• Penyuluhan:
– edukasi perawatan kaki secara mandiri pada pasien.
Pengelolaan DM Tipe 2 di Indonesia. Perkeni. 2015
Soal No. 208
Seorang wanita berusia 50 tahun dibawa oleh keluarganya ke unit
gawat darurat RS dengan kesadaran menurun yang dialami 1 hari
yang lalu. Keluhan disertai Iuka pada kaki sejak 1 buIan yang lalu.
Riwayat DM sejak 10 tahun dan tidak teratur minum obat.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan GDS 450 mg/dl.
Pemeriksaan Analisa gas darah didapatkan hasil pH 6,3;HCO3
rendah dan pemeriksaan elektrolit didapatkan anion gap yang
tinggi. Apakah diagnosis yang mungkin?

A. Sepsis
B. Ketoasidosis diabetic
C. Ketidakseimbangan elektrolit
D. Koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik
E. Drug induced
Soal No. 208
• Pasien diatas kemungkinan mengalami KAD karena
ditemukan adanya penurunan kesadaran dengan
peningkatan kadar gula darah, asidosis metabolic dengan
high anion gap.
• Kemungkinan pemicu KAD pada pasien ini adalah kaki DM
terinfeksi dan adanya riwayat minum obat yang tidak
teratur.
• Piihan A, perlu dilakukan pemeriksaan SOFA score terlebih
dahulu.
• Pilihan C, merupakan komplikasi dari KAD.
• Pilihan D, biasanya pH darah dalam rentang normal.
• Pilihan E, tidak ada riwayat minum obat-obatan yang
menyebabkan lonjakan gula darah yang tinggi pada pasien.
Soal No. 209
Perempuan 51 tahun datang diantar oleh keluarga nya ke IGD
dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 3 jam yang lalu.
Pasien merasa lemas dan terdapat sesak dipengaruhi oleh
aktivitas dan emosi. Pasien mengalami DM sejak 3 tahun.
Didapatkan luka pada kelingking, pus (+), eritema (+), menghitam
pada pinggir luka. Pada pemeriksaan didapatkan TD 100/80
mmHg, HR 142 x/mnt, RR 34x/mnt. Pada pemeriksaan
labatorium didapatkan GDS 442 mg/dL. Apakah tatalakasana yang
tepat yang akan diberikan pada pasien tersebut?

A. Debridement kelingking dan diberi antibiotik


B. Pemberian insulin
C. Pemberian dextrose
D. Pemberian cairan
E. Pemberian magnesium
Soal No. 209
• Pasien diatas kemungkinan mengalami komplikasi DM
yaitu KAD karena ditemukannya penurunan kesadaran dan
tanda-tanda dehidrasi seperti takikardia serta adanya
peningkatan RR dan GDS yang > 250 mg/dL.
• Pencetus KAD pada pasien kemungkinan adalah akibat
infeksi.
• Pada pasien KAD tatalaksana awal yang dapat diberikan
adalah dengan rehidrasi cairan terlebih dahulu.
• Piihan A, dilakukan setelah KAD teratasi.
• Pilihan B, diberikan setelah 2 jam rehidrasi yang adekuat.
• Pilihan C, diberikan pada pasien dengan hipoglikemia.
• Pilihan E, diberikan pada pasien dengan hypomagnesemia
Soal No. 210
Laki-laki usia 62 tahun datang ke IGD RS dengan keluhan mual
muntah sejak 3 hari smrs. Frekuensi muntah 3x berisi
makanan. Pasien memiliki riwayat DM dengan konsumsi obat
tidak teratur. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital
TD 110/80 mmHg, HR 125x/mnt, RR 25x/mnt dan suhu 37C.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan GDS 420 mg/dl ,
glukosa urin ( ++++ ) , keton (++). Pemeriksaan lanjutan yang
harus dilakukan pada pasien tersebut adalah…

A. Pemeriksaan fungsi ginjal


B. AGD
C. Pemeriksaan BUN
D. Darah rutin
E. Apus darah tepi
Soal No. 210
• Pasien diatas kemungkinan mengalami KAD karena
ditemukan adanya mual-muntah serta peningkatan
kadar GDS serta ditemukannya adanya keton pada
urin.
• Pemeriksaan selanjutnya yang dilakukan segera pada
pasien KAD adalah pemeriksaan AGD untuk
menentukan derajat beratnya KAD pada pasien
tersebut.
• Piihan A, dapat dilakukan setelah pemeriksaan AGD.
• Pilihan C, dapat dilakukan setelah pemeriksaan AGD
• Pilihan D, dapat dilakukan setelah pemeriksaan AGD
• Pilihan E, tidak diperlukan jika tidak ada indikasi.
208-210. KETOASIDOSIS DIABETIK
• Pencetus KAD:
– Insulin tidak
adekuat
– Infeksi
– Infark

• Diagnosis KAD:
– Kadar glukosa 250
mg/dL
– pH <7,35
– HCO3 rendah
– Anion gap tinggi
– Keton serum (+)
Harrison’s principles of internal medicine
ADA Diagnostic Criteria for
DKA and HHS
DKA
Parameter Mild Moderate Severe HHS
Plasma glucose, mg/dL >250 >250 >250 >600
Arterial pH 7.25-7.3 7.0-7.24 <7.0 >7.30
Serum bicarbonate, mmol/L 15-18 10 to <15 <10 >15
Serum ketones† Positive Positive Positive Small
Urine ketones† Positive Positive Positive Small
Effective serum osmolality,*
Variable Variable Variable >320
mOsm/kg
Alteration in sensoria or mental
Alert Alert/drowsy Stupor/coma Stupor/coma
obtundation
*Calculation: 2[measured Na+ (mEq/L)] + glucose (mg/dL)/18.
† Nitroprusside reaction method.

ADA. Diabetes Care. 2003;26:S109-S117.


84
Ketoasidosis Diabetik

American Diabetes Association. Hyperglycemic Crises in Patients With Diabetes Mellitus.


Diabetes care, Vol 24, No 1, January 2001
Pemeriksaan Laboratorium
Serum electrolytes:
• Serum bicarbonate is usually <15 mEq/L.
• Serum potassium (K+) may be low, normal, or elevated. There is
always significant total body potassium depletion regardless of the
initial potassium level.
• Serum sodium is usually decreased as a result of hyperglycemia,
dehydration, and lipemia. Assume 1.6-mEq/L decrease in
extracellular sodium for each 100-mg/dl increase in glucose
concentration.
• Calculate the anion gap (AG): AG = Na+ − (Cl− + HCO3−)
• In DKA, the anion gap is increased (<12) because of high levels of
ketones.
• Mixed metabolic disturbances demonstrating anion gap metabolic
acidosis overlapping with metabolic alkalosis may be present; this is
common in patients with DKA with persistent vomiting.
Anion gap
• The anion gap is the difference between
primary measured cations (sodium Na+ and
potassium K+) and the primary measured
anions (chloride Cl- and bicarbonate HCO3-) in
serum.
• Anion gap = Na − (Cl + HCO3)
• The reference range of the anion gap is 3-11
mEq/L.
Anion gap
A decreased anion gap (< 6 mEq/L) may suggest the following : An elevated anion gap (>12 mEq/L; “mud
– Hypoalbuminemia
pilers”) may indicate the following :
– Plasma cell dyscrasia – Methanol
– Monoclonal protein
– Uremia
– Bromide intoxication
– Diabetic ketoacidosis
– Normal variant

A normal anion gap (6-12 mEq/L) may indicate the following : – Propylene glycol

– Loss of bicarbonate (ie, diarrhea) – Isoniazid intoxication


– Recovery from diabetic ketoacidosis
– Lactic acidosis
– Ileostomy fluid loss
– Ethanol ethylene glycol
– Carbonic anhydrase inhibitors (acetazolamide, dorzolamide,
topiramate)
– Rhabdomyolysis/renal failure
– Renal tubular acidosis

– Arginine and lysine in parenteral nutrition


– Salicylates

– Normal variant
Skema Penatalaksanaan
Ketoasidosis Diabetik Dan
Sindroma Hiperosmolar
Hiperglikemik (Perkeni
2015)
Soal No. 211
Laki-laki usia 81 tahun datang ke IGD dengan penurunan
kesadaran. Pasien mempunyai riwayat DM dan teratur
minum obat. Pada pemeriksaan didapatkan kesadaran
somnolen. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital
TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 37C.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan GDS 40 mg/dl.
Mana obat yang dapat menimbulkan keluhan tersebut?

A. Acarbose
B. Glibenklamid
C. Insulin
D. Metformin
E. Glitazon
Soal No. 211
• Pasien diatas kemungkinan mengalami hipoglikemia
karena ditemukan adanya penurunan kesadaran dan
GDS yang rendah.
• Hipoglikemia merupakan salah satu efek tersering
dari pemakaian OHO terutama golongan
sulfonylurea.Glibenklamid
• Piihan A, efek samping berupa flatulens.
• Pilihan C, obat ini biasanya diberikan melalui
suntikan.
• Pilihan D, efek samping berupa mual dan muntah.
• Pilihan E, efek samping berupa retensi cairan.
Mekanisme Kerja Obat anti diabetik
oral
GLP-1:
• Glukagon like
petide 1, an
incretin derived
from the
proglucagon
gene, inducing
pancreas to
release insulin
and suppresing
glucagon
Sulfonilurea
• Sulfonylureas act directly on the β-cells of the
islets of Langerhans to stimulate insulin
secretion.
• They enter into the β–cell and bind to the
cytosolic surface of the sulfonylurea receptor.
• Binding of a sulfonylurea closes the K+ATP
channel, reducing the efflux of potassium
enabling membrane depolarization.
Obat Antihiperglikemia Oral
Golongan Obat Cara Kerja Utama Efek Samping Utama Penurunan
HbA1C
Sulfonilurea Meningkatkan sekresi insulin BB naik, hipoglikemia 1,0-2,0%
Glinid Meningkatkan sekresi insulin BB naik, hipoglikemia 0,5-1,5%
Metformin Menurunkan glukoneogenesis di Dispepsia, diare, 1,0-2,0%
hepar, menambah sensitivitas asidosis laktat
terhadap insulin
Penghambat Menghambat absorpsi glukosa Flatulen, tinja lembek 0,5-0,8%
alfa-
glukosidase
Tiazolidindion Menambah sensitivitas terhadap Edema 0,5-1,4%
insulin
Penghambat Meningkatkan sekresi insulin, Sebah, muntah 0,5-0,8%
DPP-IV menghambat sekresi glukagon
Penghambat Menghambat penyerapan Dehidrasi, infeksi 0,8-1,0%
SGLT-2 kembali glukosa di tubuli distal saluran kemih
ginjal
Golongan Jenis Obat Dosis harian Lama kerja Waktu
(mg) (jam)
Sulfonilurea Glibenclamid 2,5-20 12-24 Sebelum makan
Glipizide 5-20 12-16
Gliclazide 40-320 10-20
Gliquidone 15-120 6-8
Glimepiride 1-8 24
Glinide Repaglinide 1-16 4
Nateglinide 180-360 4
Penghambat alfa- Acarbose 100-300 Bersama suapan
glukosidase pertama
Biguanide Metformin 500-3000 6-8 Bersama/sesudah
Metformin XR 500-2000 24 makan

Thiazolidindion Pioglitazone 15-45 24 Tidak bergantung


Penghambat DPP-IV Vildagliptin 50-200 12-24 jadwal makan

Sitagliptin 25-100 24
Saxagliptin 5 24
Linagliptin 5 24
Penghambat SGLT-2 Dapagliflozin 5-10 24
Soal No. 212
Seorang wanita 58 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan
peningkatan berat badan 6 kg dalam satu tahun. Pasien juga
mengeluhkan adanya bengkak-bengkak di sekitar leher dan muka.
Vital sign TD 135/80 N 88 RR 22 T 36,5. Pemfis: di dapatkan full
moon face dan juga gambaran seperti punuk pada leher bagian
belakang. Pemeriksaan laboratorium kadar kortisol serum dalam
urin adalah 205 mcg/24 jam (normal 20 mcg/24jam). Kadar
kortisol serum pagi 29 mcg/dl didapatkan turun menjadi 22
mcq/dl setelah di tes supresi deksamethason 1 gram pada malam
hari. Kadar ACTH basal 59 pg/dl (normal 10-60 lg/dl). Apakah
kemungkinan diagnosis pasien tersebut?
A. Goiter disease
B. Addison disease
C. Krisis tiroid
D. Tirokositosis
E. Cushing syndrome
Soal No. 212
• Pasien diatas kemungkinan mengalami cushing syndrome
karena ditemukan adanya BB naik, moon face dan buffalo
hump.
• Adanya hasil low dose dexametason yang menunjukkan
bahwa tidak terjadi penurunan kadar kortisol plasma >
50% pada pagi hari nya mengkonfirmasi diagnosis cushing
syndrome pada pasien ini.
• Piihan A, akan ditemukan adanya benjolan pada leher.
• Pilihan B, akan ditemukan adanya hipotensi, badan lemas
dan kulit hiperpigmentasi.
• Pilihan C, akan ditemukan adanya penurunan kesadaran
dan hipotensi pada pasien dengan riwayat hipertiroidisme.
• Pilihan D, akan ditemukan tanda-tanda hipertiroid seperti
penurunan BB, berdebar-debar dan tidak tahan panas.
SINDROM CUSHING
Sindrom Cushing
(hiperadrenokortikalism/hiperkortisolism)
– Kondisi klinis yang disebabkan oleh
pajanan kronik glukokortikoid
berlebih karena sebab apapun.

• Penyebab:
– Sekresi ACTH berlebih dari hipofisis
anterior (penyakit Cushing).
– ACTH ektopik (C/: ca paru)
– Tumor adrenokortikal
– Glukokorticod eksogen (obat)

Silbernagl S, et al. Color atlas of pathophysiology. Thieme; 2000.


McPhee SJ, et al. Pathophysiology of disease: an introduction to clinical medicine. 5th ed.
McGraw-Hill; 2006.
Sindrom cushing
• Sindrom cushing  suatu kumpulan gejala dengan ciri
cushingoid akibat kondisi hiperkortisolisme
– ACTH dependent
• Cushing disease: kondisi spesifik pada sindrom cushing ketika
kelenjar hipofisis hasilkan ACTH berlebih misalnya akibat adenoma
hipofisis (ACTH dependent cortisol excess)  80% cushing
syndrome
• Ectopic ACTH syndrome, kondisi adanya hormone ACTH ektopik
yang stimulasi adrenal produksi kortisol (misalnya pada kanker
paru)
• Ectopic corticotropin releasing hormone syndrome
– ACTH independent
• Iatrogenik karena penggunaan glukokortikoid dari luar
• Adrenal adenoma
• Micronodular ataupun macronodular hyperplasia dari adrenal
Buku ajar IPD
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470218/?report=reader
Pemeriksaan
Low-dose dexamethasone
supression test
Algoritma
pemeriksaan
pasien dicurigai
Cushing syndrome

The Diagnosis of Cushing’s


Syndrome: An Endocrine
Society Clinical Practice
Guideline
Dexametason Suppresion Test
• The low-dose (2 mg) dexamethasone
suppression test is useful to exclude
pseudoCushing’s syndrome if the previous
results are equivocal.
• The high-dose (8 mg) dexamethasone test
and measurement of ACTH by
radioimmunoassay are useful to determine
the etiology of Cushing’s syndrome.
Pemeriksaan penunjang untuk
sindrom cushing
• Melihat hiperkortisolisme endogen
– 24-hour urine free cortisol (UFC) excretion  deteksi produksi
kortisol endogen berlebih. Cara: kosongkan kandung kemih pagi
hari morning void), lalu kumpulkan urine 24 jam setelahnya.
– Late night/bedtime salivary cortisol levels  bisa positif palsu bila
mengunyah licorice atau rokok
• Melihat ketidakmampuan supresi produksi kortisol endogen
– 1 mg overnight dexamethasone suppression test (DST)
– 48-hour low-dose dexamethasone suppression test  tes
konfirmasi dengan memberikan 0.5 mg deksametason tiap 6 jam, 6
jam setelah dosis terakhir diperiksa serum kortisol  >1.8 mg/dl
menunjukkan ketidakmampuan supresi produksi kortisol endogen,
konsisten dengan sindrom cushing (untuk eksklusi pseudocushing
akibat ansietasi, depresi, alkoholisme, diabetes, dan obese morbid)

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470218/?report=reader
Penanganan sindrom cushing
• Tergantung penyebab, bisa terapi medikamentosa,
pembedahan, hingga radioterapi
• Iatrogenik:
– Paparan kronik steroid  supresi aksis HPA  produksi kortisol
endogen dihambat
– Tappering off steroid eksogen bertahap  memungkinkan
pemulihan kelenjar adrenal untuk hasilkan kortisol endogen
– Belum ada panduan penghentian dosis steroid spesifik 
tergantung keputusan klinis
– Penggunaan steroid sistemik 2-4 minggu  tapp off bisa dalam
1-2 minggu
– Steroid < 2 minggu  penekanan aksis HPA kecil kemungkinan,
bisa langsung stop
Tatalaksana
• Reseksi bedah jika penyebabnya adenoma atau tumor adrenal
• Jika bedah transsphenoidal (TSS) tidak berhasil
adrenalectomydgn operasi atau dgn obat mitotane,;
ketoconazole (±metyrapone) utk ↓ kortisol
• Glucocorticoid replacement therapy
– 6–36 bulan pasca TSS
– Seumur hidup jika pasca adrenalectomy
Soal No. 213
Perempuan usia 30 tahun datang dengan keluhan penurunan
kesadaran sejak 4 jam yang lalu. Keluhan badan lemas dan
muntah2 dirasakan sejak 1 minggu terakhir. Pasien sudah berobat
ke dokter namun tidak kunjung sembuh. Pada pemeriksaan
didapatkan GCS : 9, TD 70/50 mmHg, HR 120 x/menit, RR :
24x/menit, T: 37 C. Hiperpigmentasi pada seluruh tubuh. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil natrium 120 mEq/ L,
gula darah acak 50 mg/dL. Diagnosis pasien tersebut adalah….

A. Adenoma adrenal
B. Addison disease
C. Sindrom cushing
D. Krisis adrenal
E. EKrisis tiroid
Soal No. 213
• Pasien diatas kemungkinan mengalami krisis adrenal karena
ditemukan adanya penurunan kesadaran, badan lemah,
hiperpigmentasi pada kulit, hipotensi. Selain itu pada
pemeriksaan laboratorium juga ditemukan adanya
hyponatremia dan hipoglikemia.
• Piihan A, akan ditemukan adanya peningkatan kadar homon
adrenal seperti kotrisol atau aldosterone. Gejala meliputi
kenaikan BB, hipertensi, hiperglikemia.
• Pilihan B, pasien pada mulanya memang kemungkinan
mengalami Addison disease yang saat ini sedang mengalami
perburukkan yang ditandai dengan penurunan kesadaran,
hipotensi, dan hipoglikemia berat.
• Pilihan C, akan ditandai dengan peningkatan BB, hipertensi,
moon face, buffalo hump.
• Pilihan E, akan ditandai dengan penuruna kesadaran, hipotensi
pada pasien dengan riwayat hipotiroid.
Soal No. 214
Seorang laki-laki usia 40 tahun datang ke IGD dengan keluhan
mual, muntah, demam tinggi, dan disertai nyeri perut sejak 3 jam
SMRS. Sebelumnya pasien pernah mengeluh lemas dan tidak
nafsu makan. Penurunan berat badan disangkal. Dari pemeriksaan
fisik didapatkan TD 90/60, HR 120x/menit, RR 25x/menit, Suhu
38.5 C. Pasien memiliki riwayat konsumsi jamu pegal linu secara
rutin, namun beberapa hari ini warung yang menjual jamu
tersebut tutup. Mekanisme yang menyebabkan kondisi pada
pasien tersebut adalah...

A. Hiperkortisol
B. Hipokortisol
C. ACTH meningkat
D. Hiperinsulin
E. Kekurangan iodium
Soal No. 214
• Pasien diatas kemungkinan mengalami krisis adrenal yang
ditandai dengan adanya nyeri perut, dan hipotensi.
• Kondisi krisis adrenal dapat disebabkan oleh penghentian
konsumsi steroid mendadak yang menyebabkan
berkurangnya secara drastic kadar kortisol
tubuhhipokortisol
• Piihan A, akan ditandai dengan gejala cushing syndrome.
• Pilihan C, akan ditandai dengan gejala cushing syndrome.
• Pilihan D, akan ditandai dengan gejala hipoglikemia.
• Pilihan E, akan ditandai dengan gejala-gejala hipotiroid.
213-214. Adrenal Crisis
• Life-threatening endocrine emergency brought
about by a lack of production of the adrenal
hormone cortisol, the major glucocorticoid.
• Manifestasi Klinis
Muntah, nyeri abdomen dan syok hipovelemik.
• Etiologi
Penghentian mendadak terapi steroid jangka
panjang.
Syok septik
Obat-obatan : ketokonazole, fenitoin, rifampin
Adrenal Crisis
Clinical sign and symptom • Lab findings
• Fatigue, lack of energy,
weight loss – Hyponatremia
• Low blood pressure, – Hyperkalemia
postural dizziness
– Pre-renal failure
• Abdominal pain, tenderness,
nausea, vomiting – Anemia,
• Fever somelimes
• Confusion, somnolence lymphocytosis and
• Primary adrenal eosinophilia
insufficiency: skin
hyperpigmentation, palmar – Hypoglycemia
creases, inside oral mucosa
Adrenal Crisis Treatment
• Society Endocrinology Guideline
– Hydrocortisone (immediate bolus injection of 100 mg
hydrocortisone i.v. or i.m. followed by continuous
intravenous infusion of 200 mg hydrocortisone per
24 h (alternatively 50 mg hydrocortisone per i.v. or
i.m. Injection every 6 h)

– Rehydration with rapid intravenous infusion of 1000


mL of isotonic saline infusion within the first hour,
followed by further intravenous rehydration as
required (usually 4–6 L in 24 h; monitor for fluid
overload in case of renal impairment and in elderly
patients)

Society for Endocrinology Endocrine Emergency Guidance Adrenal Crisis in Adult


Soal No. 215
Seorang laki-laki berusia 28 tahun datang ke puskesmas untuk
melakukan pemeriksaan rutin. Dari pemeriksaan didapatkan BB 92
kg dengan TB 165 cm, lingkar pinggang 110 cm. Tekanan darah
115/80 mmHg. Hasil pemeriksaan darah didapatkan: Gula darah
puasa 118 mg/dl (normal< 100 mg/dl), Gula darah2 jam PP 108
mg/dl (normal <140 mg/dl), HbA1C 5,6 % (normal < 5,6%),
Kolesterol total 230 mg/dl (optimal< 200 mg/dl), LDL-C: 130 mg/dl
(optimal <100 mg/dl}, HDL: 40 mg/dl (optimal > 50 mg/dl),
Trigliserida: 206 mg/dl (optimal < 150 mg/dl), Asam urat: 7,2
mg/dl (normal < 7 mg/dl). Apakah penanganan yang tepat
diberikan?
A. Segera memberikan terapi statin karena risiko kardiovaskular tinggi
B. Disarankan untuk menurunkan berat badan dengan diet dan olahraga
C. Perlu diberikan antiobesitas dan statin serta allopurinol
D. PemberianMetformin, Simvastatin dan allopurinol merupakan pilihan
pertama
E. ETidak melakukan penanganan karena kelainan metabolik pada pasien ini
belum berbahaya
Soal No. 215
• Pasien diatas kemungkinan mengalami syndrome
metabolic yang ditandai dengan lingkar perut > 90
Cm, GDP > 100 mg/dL, trigliserida > 150 mg/dL dan
kadar HDL < 50 mg/dL.
• Tatalaksana awal pada pasien sindrom metabolic
adalah dengan diet dan olahraga terlebih dahulu.
• Piihan A,C,D ,dapat diberikan setelah intervensi non
farmakologis terlebih dahulu.
• Pilihan E, tidak benar karena intervensi perlu segera
dilakukan namun diutamakan terapi non
farmakologis terlebih dahulu.
Dislipidemia
Klasifikasi kadar kolesterol
• Definisi : Kelainan
LDL Klasifikasi
fraksi lipid
– ↑kolesterol total < 100 mg/dL Optimal
– ↑ trigliserid 100 – 129 mg/dL Mendekati optimal
– ↓kolesterol HDL. 130 – 159 mg/dL Batas tinggi
160 – 189 mg/dL Tinggi
 190 mg/dL Sangat tinggi

Klasifikasi trigliserida Kolesterol Total Klasifikasi

Trigliserida Klasifikasi < 200 mg/dL Yang diinginkan


200 – 239 mg/dL Batas tinggi
< 150 mg/dL Normal  240 mg/dL Tinggi
150 – 199 mg/dL Batas tinggi HDL Klasifikasi
200 – 499 mg/dL Tinggi
 500 mg/dL Sangat tinggi < 40 mg/dL Rendah
 60 mg/dL Tinggi
Modifikasi Gaya Hidup Untuk Dislipidemia

Pedoman Tatalaksana Dislipidemia, PERKI, 2013.


Farmakologis
Tatalaksana
• Golongan statin: Simvastatin 5 – 40
mg/hr (↓kolest; ES: mialgia,
Modifikasi gaya hidup ↑SGOT/PT; KI:kehamilan)
• Golongan resin:Kolestiramin 4 – 16
• Diet, dengan komposisi:Lemak g/hr (kombinasi dgn statin ↓kolest)
jenuh < 7%; PUFA 10%; MUFA • Golongan asam nikotinat:Lepas
10%; Lemak total25 – 35%; cepat 1,5 – 3 g, Lepas lambat 1 –
Karbohidrat 50 – 60%; Protein 2 g (kombinasi dgn statin ↓kolest &
15%; Serat20 – 30 g/hari; TG; Interaksi dgn Aspirin; ES: gout,
Kolesterol< 200 mg/hari ↑glukosa)
• Golongan asam fibrat: Gemfibrazil
• Latihan jasmani dan
2x600 atau1x900 mg/hr (↓TG; jgn
Penurunan berat badan bagi kombinasi dgn statin ↑resiko ES
yang gemuk miopathy)
• Menghentikan kebiasaan • Penghambat absorpsi kolesterol:
merokok, minuman alcohol Ezetimibe 10 mg/hr
Tatalaksana Diet Dislipidemia
Diet pada Dislipidemia
• Data dari penelitian klinis acak, kasus kelola dan kohor
menunjukkan bahwa konsumsi PUFA omega-6 setidaknya 5%
hingga 10% dari total energi mereduksi risiko PJK.
• Konsumsi PUFA omega-3, PUFA omega-6 dan MUFA
berhubungan dengan peningkatan konsentrasi kolesterol HDL
sampai 5% dan penurunan TG sebesar 10-15%.
• Diet karbohidrat bersifat netral terhadap kolesterol LDL,
sehingga makanan kaya karbohidrat merupakan salah satu
pilihan untuk menggantikan diet lemak jenuh.
• Diet kaya karbohidrat (>60% kalori total) berhubungan dengan
penurunan konsentrasi kolesterol HDL dan peningkatan
konsentrasi TG.
Soal No. 216
Pasien Laki laki 57 tahun datang berobat untuk kontrol ke RS.
Pasien memiliki riwayat pemasangan stent pada pembuluh
darah jantung. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda
vital TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu
37C. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kolestrol
total 240 mg/dl, HDL 35, trigliserida 215. Apakah target
kontrol dyslipidemia pada pasien tersebut?

A. Kolestrol dan TG <200


B. LDL < 70
C. HDL <50
D. LDL <150
E. TG <200
Soal No. 216
• Pasien diatas kemungkinan dyslipidemia yang
ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol
total, penurunan kadar HDL dan peningkatan
kadar trigliserida.
• Adanya riwayat pemasangan stent menunjukkan
bahwa pasien memiliki faktor risiko berupa PJK
yang mana termasuk ke dalam risiko sangat
tinggi.
• Pada pasien dyslipidemia dengan faktor risiko
sangat tinggi maka target kontrol dyslipidemia
nya adalah LDL < 70 mg/dL.
Kategori Risiko dan Target Terapi
Kategori Risiko dan Target Terapi
Soal No. 217
Seorang pasien laki-laki usia 57 tahun datang ke IGD RS dengan keluhan
sesak nafas sejak 6 bulan smrs. Pasien juga mengeluhkan batuk, demam,
dan nyeri dada. Pasien juga mengeluhkan terdapat penurunan berat
badan. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital TD 140/80 mmHg,
HR 90x/mnt, RR 25x/mnt dan suhu 38C. Pemeriksaan BTA didapatkan hasil
(-), setelah dilakukan foto thoraks didapatkan hasil sebagai berikut:

Apakah kemungkinan diagnosis


pasien tersebut?

A. Ca paru
B. Abses paru
C. TB Paru
D. Giant lung bullae
E. Pneumonia
Soal No. 217
• Pasien diatas kemungkinan mengalami abses paru karena
adanya gejala berupa sesak napas batuk, demam, nyeri
dada serta penurunan berat badan. Pada rontgen thoraks
ditemukan gambaran air fluid level pada apeks paru bagian
kanan yang mengonfirmasi diagnosis abses pada pasien ini.
• Piihan A, pada rontgen akan ditemukan konsolidasi yang
dapat mendorong trakea dan mendiastinum ke arah
kontrateral.
• Pilihan C, akan ditemukan penurunan berat badan keringat
malam dan batuk-batuk kronis dengan BTA (+).
• Pilihan D, merupakan komplikasi dari emfisema akibat
destruksi dari alveoli yang tampak sebagai area berdinding
tipis tanpa adanya vaskularisasi.
• Pilihan E, akan ditemukan gambaran infiltrate pada paru.
Abses Paru
• Abses Paru
– Proses supuratif lokal yang ditandai oleh nekrosis jaringan paru.

• Etiologi dan patogenesis


– Aspirasi materi infektif: alkoholisme akut, koma, anestesia, sinusitis,
gingivodental sepsis.
– Kelanjutan infeksi paru: abses post-pneumonic, biasanya oleh S.
aureus, K. pneumoniae, dan type 3 pneumococcus.
– Emboli septik
– Neoplasia: infeksi sekunder akibat obstruksi bronkopulmonar.
– Lain-lain: trauma langsung, perluasan infeksi dari organ sekitar
(supurasi esofagus, vertebra, ruang subfrenik, ruang pleura),
hematogen.
Abses
• Sebagian besar
diagnosis ditegakkan
dari roentgen toraks.

• Kavitas abses memiliki


dinding yang terlihat
jelas mengelilingi
daerah lusen atau
adanya air fluid level
di area pneumonia.
Gambar Pada Soal

Kavitas dengan air


fluid level
Antibiotic for Lung Abscess
• Clindamycin • Ampicillin-Sulbactam
• Cefoxitin • Linezolid
• Penicillin G • Vancomycin
• Metronidazole • Imipenem/ Cilastatin
• Trimetoprim- • Amikacin
Sulfamethoxazole • Meropenem
• Ciprofloxacin • Doripenem
• Moxifloxacin • Levofloxacin

https://emedicine.medscape.com/article/299425-medication#2
Tatalaksana
• Standard treatment of an anaerobic lung infection is
clindamycin (600 mg IV q8h followed by 150-300 mg PO
qid).
• When methicillin-resistant S aureus (MRSA) is the source of
lung abscesses
– vancomycin and linezolid should be considered
• Vancomycin 15 mg/kg IV every 12 hours, with a goal trough of 15-20
mcg/mL, is adjusted renally
• Linezolid therapy should be started at a dose of 600 mg IV every 12
hours.
• Ampicillin plus sulbactam is well tolerated and as effective
as clindamycin with or without a cephalosporin in the
treatment of aspiration pneumonia and lung abscess.
• Moxifloxacin is clinically effective and as safe as ampicillin
plus sulbactam in the treatment of aspiration pneumonia
and lung abscess.
Abses Paru
Diagnosis Karakteristik

Hidropneumotoraks Masuknya cairan dan udara ke rongga pleura. Dapat


disebabkan oleh ruptur kista hidatid, kista koksidioidomikosis.

Bulla pulmoner Bulla adalah dilatasi fokal ruang udara yang disebabkan oleh
gabungan dari area-area emfisema.

Tuberkulosis Batuk > 2 minggu, sesak, batuk darah, demam, keringat


malam, BTA (+), pada roentgen kavitas TB tidak disertai air
fluid level.

Efusi pleura Sesak, perkusi redup, pada roentgen tampak sinus


costofrenikus tumpul.
Soal No. 218
Pasien Laki-laki berusia 42 tahun datang dengan keluhan leher
tegang sejak 1 bulan yang lalu. Pasien memiliki riwayat DM dan
HT. Pasien sering memakan makanan berlemak, merokok dan
jarang berolahraga. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda
vital TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 37C.
Pasien saat ini rutin minum obat HT dan DM. Pada pemeriksaan
laboratorium ditemukan GDS 239 mg/dL, kolesterol total 300
mg/dL, HDL 29 mg/dL, LDL 179 mg/dL TG 180 mg/dL. Apakah
kemungkinan diagnosis pasien tersebut?

A. Dislipidemia tanpa resiko


B. Dislipidemia resiko ringan
C. Dislipidemia resiko sedang
D. Dislipidemia resiko tinggi
E. Dislipidemia resiko sangat tinggi
Soal No. 218

• Pasien diatas kemungkinan mengalami


dyslipidemia yang ditandai dengan peningkatan
kadar kolesterol total, penurunan HDL,
peningkatan TG dan LDL.
• Adanya faktor risiko DM, hipertensi, kolesterol
HDL dan merokok menunjukkan bahwa pasien
mengalami dyslipidemia dengan risiko tinggi.
Faktor Risiko Utama (Selain
kolesterol LDL)
• Merokok
• Hipertensi (TD ≥ 140/90 atau dalam terapi
antihipertensi)
• Kolesterol HDL rendah (< 40 mg/dL)
• Riwayat PJK dini dalam keluarga (ayah < 55 tahun,
ibu < 65 tahun)
• Umur pria ≥ 45 tahun, wanita ≥ 55 tahun
Kategori Risiko dan Target Terapi
Kategori Risiko dan Target Terapi
Soal No. 219
Seorang laki laki usia 30 tahun datang dengan keluhan kesemutan
di kedua tangannya. Pasien tidak memiliki riwayat HT, DM maupun
penyakit jantung. Pasien merupakan seorang guru olahraga dan
selalu menjaga kesehatannya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
BB 67 kg TB 172cm, TD 110/70 mmHg. Pemeriksaan lab
didapatkan kolesterol total 230 mg/dL, HDL 35 mg/dL, LDL 160
mg/dL, TG 142 mg/dL, GDS 150 mg/dL. Apakah pengobatan yang
tepat untuk pasien tersebut?

A. Golongan statin
B. Golongan niasin
C. Golongan fibrat
D. Golongan sulfonilurea
E. Vitamin B
Soal No. 219

• Pasien diatas kemungkinan mengalami


dyslipidemia karena ditemukan adanya keluhan
kesemutan dan pada pemeriksaan lab ditemukan
peningkatan kadar kolesterol, penurunan HDL,
peningkatan LDL dan TG.
• Pada pengobatan dyslipidemia maka tatalaksana
awal farmakologi adalah dengan pemberian obat
statin.
Dislipidemia
Dislipidemia
Farmakologis
Tatalaksana
• Golongan statin: Simvastatin 5 – 40
mg/hr (↓kolest; ES: mialgia,
Modifikasi gaya hidup ↑SGOT/PT; KI:kehamilan)
• Golongan resin:Kolestiramin 4 – 16
• Diet, dengan komposisi:Lemak g/hr (kombinasi dgn statin ↓kolest)
jenuh < 7%; PUFA 10%; MUFA • Golongan asam nikotinat:Lepas
10%; Lemak total25 – 35%; cepat 1,5 – 3 g, Lepas lambat 1 –
Karbohidrat 50 – 60%; Protein 2 g (kombinasi dgn statin ↓kolest &
15%; Serat20 – 30 g/hari; TG; Interaksi dgn Aspirin; ES: gout,
Kolesterol< 200 mg/hari ↑glukosa)
• Golongan asam fibrat: Gemfibrazil
• Latihan jasmani dan
2x600 atau1x900 mg/hr (↓TG; jgn
Penurunan berat badan bagi kombinasi dgn statin ↑resiko ES
yang gemuk miopathy)
• Menghentikan kebiasaan • Penghambat absorpsi kolesterol:
merokok, minuman alcohol Ezetimibe 10 mg/hr
Soal No. 220
Seorang pasien wanita berusia 62 tahun datang ke Poliklinik umum RS
dengan keluhan susah menelan sejak 3 minggu ini. Benjolan dileher bagian
depan terasa sejak 6 bulan yang lalu, namun sejak 2 buIan ini semakin
membesar tanpa disertai dengan nyeri. Berat badan dirasakan turun 4 Kg
sejak 2 bulan yang lalu. Pemeriksaan fisis di dapatkan tidak ditemukan
exoptalmus, leher tampak benjolan di leher bagian depan sebelah kanan
sebesar kepalan tangan, permukaan berbenjol, bergerak ketika pasien
disuruh menelan, nyeri tekan tidak ada, konsistensi keras, permukaan
berbenjol-benjol, dan bruit tidak ada, kulit tidak berkeringat, dan
ekstremiitas tremor tidak ada. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
Hb 12,5 g/dl, Lekosit 5200/mm. Apakah diagnosis paling tepat?

A. Adenoma thyroid
B. Graves disease
C. Thyroiditis
D. Goiter
E. Ca thyroid
Soal No. 220
• Pasien diatas kemungkinan mengalami ca tiroid karena
ditemukan adanya benjolan pada leher yang semakin lama
semakin membesar. Adanya konsistensi keras pada
perabaan, permukaan berbenjol-benjol dan tidak adanya
gejala-gejala gangguan hormone tiroid menunjukkan
bahwa kemungkinan pasien mengalami ca tiroid.
• Piihan A, akan ditemukan gejala hipertiroidisme.
• Pilihan B, akan ditemukan hipertiroidisme dan
eksoftalmus.
• Pilihan C, akan ditemukan adanya gejala demam atau nyeri
pada kelenjar tiroid.
• Pilihan D, akan ditemukan pembesaran kelenjar tiroid.
Karsinoma Tiroid
• Definisi
 Neolasma primer tiroid, 4 tipe utama papiller, follikuler, anaplastik, dan
medulla.
• Epidemiologi
 Female/male ratio is 3:1.
 Median age at diagnosis: 45 to 50 yr.
• Etiologi
 Risk factors: prior neck irradiation
 Multiple endocrine neoplasia II (medullary
 carcinoma)
 Inherited syndromes associated with thyroid cancer
 GLP-1 receptor agonists for the treatment of type 2 DM (e.g., exenatide,
albiglutide) can increase the risk of medullary thyroid carcinoma (MTC)
KARSINOMA TIROID
• Thyroid carcinoma is a primary neoplasm of
the thyroid.
• There are four major types of thyroid
carcinoma: papillary, follicular, anaplastic, and
medullary.
Karsinoma Tiroid
 Follicular carcinoma (10%)
• Tanda dan Gejala
• Lebih agresif dari papillary carcinoma
 Nodul tiroid • Insiden meningkat sesuai usia
 Suara serak dan limfadenopati • Cenderung bermetastasis secara
 Pembengkakan tanpa nyeri hematogen ke tulang  fraktur
patologis
pada regio tiroid
 Anaplastic carcinoma (1%)
• Sangat agresif
• Tipe karsinoma tiroid • Two major histologic types: small cell
(less aggressive, 5-yr survival
 Pappilary carcinoma (85%) approximately 20%) and giant cell
• Sering terjadi pd wanita dekade (death usually within 6 mo of
ke 2 atau 3 diagnosis)
• Histologi  Psamoma body  Medullary Thyroid carcinoma (4%)
• Menyebar secara limfatik dan
• Lesi unifokal : ditemukan sporadis pd
invasi lokal
lansia
• Lesi Bilateral : berhubungan dgn
feokromositoma dan hipertiroidisme
 MEN II  Autosomal dominan
Pemeriksaan Laboratorium
• Thyroid function studies are generally normal.
Thyroid-stimulating hormone (TSH), T4, and
serum thyroglobulin levels should be obtained
before thyroidectomy in patients with confirmed
thyroid carcinoma.
• Serum thyroglobulin levels can be useful
postoperatively to monitor recurrence of thyroid
carcinoma.
• Increased plasma calcitonin assay in patients with
medullary carcinoma (tumors produce
thyrocalcitonin).
Karsinoma Tiroid
Soal No. 221
Seorang perempuan berusia 32 tahun datang ke puskesmas
dengan keluhan nyeri pada tulang panggul dialami sejak 2 hari
yang lalu. Saat ini pasien tersebut sedang menyusui anak
pertamanya. Pasien diketahui gemar setiap hari mengkonsumsi
nasi dan kecap saja. Riwayat operasi tiroidektomi sekitar 2 tahun
yang lalu. Pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah
120/80 mmHg, denyut nadi 96 x/menit. frekuensi napas 20
x/menit dan suhu badan 36,5oC. Apakah diagnosis yang paling
mungkin?

A. Hipokalemi
B. Hiponatremi
C. Hipokalsemi
D. Hipernatremi
E. Defisiensi vitamin C
Soal No. 221

• Pasien diatas kemungkinan mengalami


hipokalsemia yang diakibatkan post
tiroidektomi.
• Pada pasien yang menjalani operasi tiroidektomi
dapat secara tidak sengaja terambil kelenjar
paratiroid yang menyebabkan hipoparatiroidisme
sehingga menyebabkan turunnya kadar kalsium
darah sehingga dapat menyebabkan pasien lemas
dan nyeri pada tulang.
Komplikasi Tiroidektomi
HIPOPARATHYROID
• Hypoparathyroidism may occur as
a complication of thyroidectomy
– PTH released is inadequate 
hypocalcemia.
– Proximal tubular effect of PTH to
promote phosphate excretion is
lost  hyperphosphatemia
– Low level of 1,25-(OH)2D
– Less PTH is available to act in the
distal nephron  increase
calcium excretion
– Less PTH  less Mg reabsorption
at ansa Henle.

McPhee SJ, et al. Pathophysiology of disease: an introduction


to clinical medicine. 5th ed. McGraw-Hill; 2006.
Gejala Hipokalsemia
• Sistemik • Kardiak
– Confusion – Prolonged QT interval
– kelemahan – Perubahan gelombang T
• Neuromuskular • Okular
– Paresthesia – katarak
– Psikosis • Dental
– Kejang – Hipoplasia enamel gigi
– Chovstek sign • Pernafasan
– Depresi – Laryngospasm
– Bronkospasm
– stridor
Hipokalsemia

Chvostek sign
• Tap facial nerve 
twitching of lip and
spasm of facial muscles
Tatalaksana
• Hipokalsemia ringan tanpa gejala
• suplementasi kalsium oral dengan anjuran
sebanyak 1-3 g/hari.
• Hipokalsemia berat dengan gejala
simptomatik
• kalsium IV sebanyak 0,5-2 mg/kg per jam
• Terapi parenteral biasanya hanya diberikans elama
beberapa hari dan selanjutnya diberikan terapi
oral.
Soal No. 222
Seorang laki laki datang ke RS dengan keluhan sering lemas,
berat badan naik dan sering merasa dingin. Pada
pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD: 130/80 mmHg,
HR 80 x/menit, RR 20x/menit, suhu 36,7. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan benjolan ikut bergerak saat menelan, tremor
(-), berdebar2 (-). Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
hasil pemeriksaan penunjang ditemukan FT4 0,1 TSH 56 anti
TPOab (+). Apakah kemungkinan diagnosis pasien tersebut?

A. Hipotiroid Subklinis
B. Hipotiroid
C. Hipertiroid
D. Hipertiroid Subklinis
E. Krisis Tiroid
Soal No. 222
• Pasien diatas kemungkinan mengalami
hipotirodisme yang ditandai dengan adanya BB naik,
lemas, sering dingin. Adanya benjolan pada leher
dan peningkatan kadar TSH dan turunnya kadar FT4
dan anti TPO (+) menunjukkan bahwa pasien
kemungkinan mengalami tiroiditis hashimoto.
• Piihan A, biasanya tidak memberikan gejala.
• Pilihan C, akan memberikan gejala seperti BB turun,
tidak tahan panas dan berdebar-debar.
• Pilihan D, biasanya tidak memberikan gejala.
• Pilihan E, akan didapatkan penurunan kesadaran,
hipotensi pada pasien dengan riwayat hipertiroid.
HIPOTIROID

• Deficiency of thyroid
hormone.
• Autoimmune thyroid
disease (Hashimoto
disease) is the most
common cause of
hypothyroidism.
• Myxedema coma:
hipotermia,
hipotensi,
hipoventilasi,
↓kesadaran
Hipotiroidisme

Kumar and Clark Clinical Medicine


Hipotiroid
Etiologi
• Primer (90%; ↓free T4, ↑ TSH)
– Goiter/struma
• Hashimoto’s thyroiditis
– Penyebab hipotiroid terbanyak
– Kerusakan akibat Autoimmun dengan gambaranpatchy lymphocytic
infiltration
– antithyroid peroxidase (anti-TPO)(+)& antithyroglobulin (anti-Tg) Abs (+),
pd 90% kasus
• Penyembuhan pasca thyroiditis, defisiensi iodin, Li, amiodarone
– Nongoiter:
• destruksi post op, pasca pemberian radioactive iodine
• Sekunder/sentral (↓free T4, ↓/normalatausedikit naik
TSH):
– kerusakan hipotalamus atau hipofisis
Tiroiditis Hashimoto
Limfosit tersensitisasi oleh antigen tiroid

Sekresi autoantibodi TgAb, TPOAb, TSH-


Rab[block/inhibisi]
Infiltrasi limfosit  folikel limfoid & germinal center

Destruksi parenkim tiroid  tiroksin 

TSH   hipertrofi parenkim, destruksi tetap ada 


struma/tanpa struma  end stage: atrofi

Eutiroid  hipotiroid subklinis  hipotiroid


Hashimoto thyroiditis
• Faktor risiko: • Diagnosis
– genetik (anggota – kadar anti-thyroid peroxidase
antibodies, TSH, fT3, fT4, anti
keluarga dengan riwayat thyroglobulin antibodies
kelainan thyroid)
• Dekompensasi hipotiroid
– hormon (wanita lebih dapat menyebabkan koma
sering terkena) miksedema.
– Paparan radiasi
• Kelenjar thyroid dapat
membesar dan berlobul
atau dapat juga tidak
terpalpasi pembesaran
Hashimoto thyroiditis
• Temuan klinis:
– gejala hypothyroid (peningkatan berat badan, fatigue,
depresi, konstipasi)
– Kelenjar thyroid dapat membesar dan berlobul atau dapat
juga tidak terpalpasi pembesaran
• Penanganan:
– pemberian Thyroid replacement therapy ( levothyroxin),
– pembedahan (pada kasus tertentu seperti pembesaran thyroid dengan
gejala obstruksi, nodul malignan, thyroid lymphoma)
• Dekompensasi hipotiroid dapat menyebabkan koma
miksedema.
Soal No. 223
Pasien wanita usia 38 tahun datang ke RS dengan keluhan
benjolan di leher. Pasien sering berdebar-debar dan tidak
tahan panas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/80
mmHg, HR 120x/mnt, RR 24x/mnt dan suhu 37C. Pada leher
ditemukan benjolan, bulat, dengan ukuran 4x5cm, mengikuti
gerak menelan, kenyal serta mata eksoftalmus. Apakah
pemeriksaan awal yang akan dilakukan pada pasien tersebut?

A. TSH
B. T4
C. FT3
D. FT4
E. T3
Soal No. 223

• Pasien diatas kemungkinan mengalami gejala-


gejala grave disease yang ditandai dengan
adanya berdebar-debar, tidak tahan panas,
benjolan pada leher dan mata eksoftalmus.
• Pada kelainan hormone tiroid pemeriksaan awal
yang dilakukan adalah kadar TSH untuk melihat
apakah pasien mengalami hipotiroid atau
hipertiroid.
Diagnostic Workup of Hyperthyroidism

American Academy of Family Physicians. Hyperthyroidism:


Diagnosis and Treatment. 2016
Soal No. 224
Seorang pasien perempuan berusia 48 tahun datang ke IGD RS
dengan keluhan nyeri perut disertai mual muntah sejak 1 bulan
srmrs. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital TD 120/80
mmHg, HR 80x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 37C. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan nyeri perut kanan bawah. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan Kadar kalsium dan hormon
paratiroid tinggi dan kadar fosfat rendah. Pada pemeriksaan
radiologi ditemukan batu ginjal. Apakah kemungkinan diagnosis
pasien tersebut?

A. Adenoma paratiroid
B. Karsinoma paratiroid
C. Adenoma tiroid
D. Karsinoma tiroid
E. Prolaktinoma
Soal No. 224
• Pasien diatas kemungkinan mengalami hiperpatiroid
primer akibat adenoma tiroid yang ditandai dengan
peningkatan kadar hormone paratiroid dan kalsium darah
yang mengakibatkan adanya nyeri abdomen dan batu
ginjal.
• Piihan B, jarang terjadi dan biasanya diikuti dengan adanya
gejala-gejala keganasan seperti BB turun dan benjolan
yang membesar dengan cepat.
• Pilihan C, dapat disertai dengan gejala hipertiroid.
• Pilihan D, ditandai dengan benjolan pada leher yang cepat
membesar.
• Pilihan E, ditandai dengan peningkatan kadar prolactin,
pada wanita dapat diitandai dengan amenorrhea dan pada
laki-laki dapat ditandai dengan adanya ginekomastia dan
penurunan libido.
Hiperparatiroid
• Hyperparathyroidism is an endocrine disorder caused by
excessive secretion of parathyroid hormone (PTH) from the
parathyroid glands.
Hyperparathiroidism
• The main effects of parathyroid hormone are to
increase the concentration of plasma calcium by
– increasing the release of calcium and phosphate from
bone matrix
– increasing calcium reabsorption by the kidney
– increasing renal production of 1,25-dihydroxyvitamin D-3
(calcitriol), which increases intestinal absorption of
calcium.
• Overproduction of parathyroid hormone results in
elevated levels of plasma calcium.
• Parathyroid hormone also causes phosphaturia,
thereby decreasing serum phosphate levels.
• Hyperparathyroidism is usually subdivided into
primary, secondary, and tertiary hyperparathyroidism.
Metabolisme kalsium dan fosfat
Hiperparatiroid
Hiperparatiroid
• Primary hyperparathyroidism
– Usually due to parathyroid adenoma or hyperplasia.
– Etiologi
• Adenoma (80% of cases)—majority involve only one gland.
• Hyperplasia (15% to 20% of cases)—all four glands usually
affected.
• Carcinoma (<1% of cases).
– Hypercalcemia, hypercalciuria (renal stones), polyuria
(thrones), hypophosphatemia.
– Most often asymptomatic.
– May present with weakness and constipation (“groans”),
abdominal/flank pain (kidney stones, acute pancreatitis),
neuropsychiatric disturbances (“psychiatric overtones”).
Manifestasi Klinis
• “Stones” “Psychiatric overtones”—
 Nephrolithiasis depression, fatigue, anorexia,
 Nephrocalcinosis sleep disturbances,anxiety,
lethargy
• “Bones”
 Bone aches and pains
Other symptoms:
 Osteitis fibrosa cystica (“brown
tumors”)—predisposes patient to Polydipsia,
pathologic fractures polyuria
HTN, shortened QT
• “Groans” interval
 Muscle pain and weakness Weight loss
 Pancreatitis
 Peptic ulcer disease
 Gout
 Constipation
Hiperparatiroid
• Secondary hyperparathyroidism
– 2° hyperplasia due to decrease Ca2+ absorption and/or increase
PO4,
– most often in chronic kidney disease (causes hypovitaminosis D
and hyperphosphatemia  decrease Ca2+).

• Tertiary hyperparathyroidism
– is a state of excessive secretion of parathyroid hormone (PTH)
after a long period of secondary hyperparathyroidism and
resulting in a high blood calcium level.
– Refractory (autonomous) hyperparathyroidism following a
period of persistent parathyroid stimulation  from chronic
kidney disease.
– Increase PTH, Ca2+.
Tatalaksana
• Surgery is the only definitive treatment for symptomatic primary
hyperparathyroidism.
• Avoid medications that precipitate hypercalcemia (e.g., thiazide or
lithium).
• Because inadequate calcium and vitamin status stimulates PTH, it is
not necessary to restrict calcium and vitamin D intake.
• Vitamin D replacement safely improves vitamin D level and
decreases PTH level without significantly increasing serum calcium
level and urinary calcium excretion.
• Encourage physical activity since immobilization increases bone
resorption.
• Recommend adequate hydration (at least 2 L) to minimize the risk
of nephrolithiasis.
Soal No. 225
Serorang laki-laki 60 tahun datang ke IGD RS dengan keluhan badan sering
merasa mudah lelah. Pada pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva anemis
+, sklera ikterik -. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital TD
120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 37C. Pemeriksaan
penunjang ditemukan gambaran litik di foto tulang belakang. Pada
pemeriksaan laboratorium menunjukan kadar ureum serum meningkat,
kreatinin 3 mg/dL dan pemeriksaan lab tambahan sebagai berikut. Apakah
kemungkinan diagnosis pasien tersebut?

A. Lymphoma Non Hodgkin


B. Lymphoma Hodgkin
C. Acute Myeloid Leukemia
D. Acute Lymphoblastic Leukemia
E. Multiple Myeloma
Soal No. 225
• Pasien diatas kemungkinan mengalami multiple myeloma
yang ditandai dengan adanya gambran destruksi tulang,
tanda-tanda gagal ginjal. Pada soal terdapat hasil
elektroforesis protein yang menunjukkan adanya
gambaran M spike yang menandakan peningkatan kadar
fraksi gamma protein yang terdiri dari immunoglobulin.
Peningkatan kadar immunoglobulin sering ditemukan pada
pasien multiple myeloma.
• Piihan A, ditemukan gambaran berupa starry skies.
• Pilihan B, dapat ditemukan gambaran owl’s eyes.
• Pilihan C, ditemukan gambaran auer rod pada pemeriksaan
apusan darah tepi.
• Pilihan D, ditemukan peningkatan kadar sel blast pada
pemeriksaan apusan darah tepi.
Multiple Myeloma

• Definition:
B-cell malignancy characterised
by abnormal proliferation of
plasma cells able to produce a
monoclonal immunoglobulin
(M protein )

• Incidence:
3 - 9 cases per 100000
population / year
more frequent in elderly
modest male predominance
Multiple Myeloma

• Clinical forms:
multiple myeloma
solitary plasmacytoma
plasma cell leukemia

• M protein:
- is seen in 99% of cases in serum and/or urine
IgG > 50%, IgA 20-25%, IgE i IgD 1-3%
light chain 20%
- 1% of cases are nonsecretory
Multiple Myeloma
Clinical manifestations are related to malignant
behavior of plasma cells and abnormalities produced
by M protein.

• plasma cell proliferation:


 multiple osteolytic bone lesions
 hypercalcemia
 bone marrow suppression ( pancytopenia )

• monoclonal M protein
 decreased level of normal immunoglobulins
 hyperviscosity
Multiple Myeloma
Clinical symptoms: Laboratory tests:
• ESR > 100
• anaemia, thrombocytopenia
• bone pains, • rouleaux in peripheral blood
pathologic fractures smears
• weakness and fatigue • marrow plasmacytosis > 10
-15%
• serious infection
• hyperproteinemia
• renal failure • hypercalcemia
• bleeding diathesis • proteinuria
• azotemia
Pemeriksaan Serum protein
electrophoresis
• Serum protein electrophoresis (SPEP) is a test
that measures the amount of heavy chain
monoclonal protein made by myeloma cells.
• SPEP separates all the proteins in the blood
according to their electrical charge.
• The first graph represents a normal SPEP result. It shows:
– a peak in the measurement of albumin (the most plentiful
protein in the blood)
– lower levels of the other proteins, grouped into areas
labeled alpha 1 and 2
– beta (with two bumps also known as 1 and 2)
– gamma, which is where the antibody proteins lie on the
graph
• The second graph represents the result for a patient with
myeloma. In addition to the spike for albumin, there is
another tall spike. The red arrow in the gamma region of
the graph indicates this spike.
Gambar Pada Soal:

Gamma
(M spike)
Multiple Myeloma
• Recurrent bacterial infections are major cause
of illness in patients with myeloma due to
marked depression of normal immunoglobulin
production.
• Streptococcus pneumoniae and Haemophilus
influenzae are the most common pathogens.
• Herpes zoster could be seen more commonly
in patients with myeloma complicated by
renal failure.
Multiple Myeloma
Soal No. 226
Seorang pasien laki laki berusia 21 tahun datang
dengan keluhan sakit kepala sejak 3 bulan smrs. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital TD
120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu
37C. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb
21.5, leukosit 20.000, trombosit 700.000. Apakah
kemungkinan diagnosis pasien tersebut?

A. Demam Rematik
B. Polisitemia Vera
C. Arthritis Reumatoid
D. SLE
E. DIC
Soal No. 226
• Pasien diatas kemungkinan mengalami polisitemia vera
yang ditandai dengan adanya keluhan sakit kepala. Adanya
peningkatan Hb, leukosit, trombosit mengkonfirmasi
bahwa pasien mengalami polisitemia vera.
• Piihan A, ditandai dengan demam, polyarthritis migrans,
carditis, nodul subkutan dan eritema marginatum.
• Pilihan C, ditandai dengan nyeri sendi yang mengenai
sendi-sendi kecil.
• Pilihan D,ditandai dengan adanya gejala pada kulit seperti
malar rash, artritis, nefritis dan tormbositopenia.
• Pilihan E, ditandai dengan petekie, perdarahan,
peningkatan BT, PT dan APTT.
Polisitemia vera
• Polisitemia vera
– kelainan mieloproliferatif dengan ciri profilerasi sel
pendahulu eritroid yang tidak terkendali.
– penyakit kronik profresif dan sebagian penderita
penyakitnya berkembang menjadi leukemia akut dan
sisanya menjadi fibrosis sumsum tulang dan metaplasia
mieloid.
• Etiologi polisitemia primer terletak pada sel induk
• Polisitemia sekunder etiologi oleh karena stimulasi
eritropoietin berlebihan dan respon tubuh terhadap
oksigenasi jaringan yang berkurang.
• Sering terjadi leukositosis dan trombositosis
POLISITEMIA VERA vs POLISITEMIA SEKUNDER

Polisitemia Vera Polisitemia Sekunder


• Etiology: diffuse marrow • Etiology: Reduced arterial
hyperplasia of unknown O2 saturation (emphysema,
etiology pulmonary fibrosis,
congenital heart disease,
• Overproduction of red cells, etc)  increased
white cells, and platelets. erythropoietin production.

• Overproduction of red cells.


DIAGNOSIS POLISITEMIA VERA

http://www.aafp.org/afp/2004/0501/p2139.html
Gejala klinis polisitemia vera:
• Gejala yang tidak khas:
– Akibat gangguan oksigenasi ringan seperti nyeri kepala, vertigo, tinnitus, gangguan penglihatan, dan angina.
– Terjadi trombosis vena atau arteritromboemboli
– Tanda perdarahan dari petekiae hingga perdarahan saluran cerna.
– Gatal karena lepasnya granulosit histamin
– Neuropati perifer akibat degenerasi akson saraf.
• Pemeriksaan fisis didapatkan splenomegali, hepatolmegali, hipertensi, dan facial plethora

Kriteria Diagnosis polisitemia vera


Kriteria A:
• Red Cell Mass pria lebih dari 36 ml/kgBB dan perempuan lebih dari 32 ml/kgBB
• Saturasi oksigen lebih dari 92%
• Splenomegali
Kriteria B:
• Trombositosis lebih dari 400.000 sel/mm3
• Leukositosis lebih dari 12.000 sel/mm3 tanpa tanda infeksi
• LAP score lebih dari 100 tanpa tanda infeksi
• Vitamin B12 serum lebih dari 900 pg/ml atau unsaturated B12 binding capacity meningkat lebih
dari 2200 pg/ml
• Diagnosis ditegakkan bila: Semua kriteria A terpenuhi atau 2 kriteria A + 2 kriteria B
Tatalaksana Polisitemia Vera

http://www.bloodjournal.org/content/bloodjournal/109/12/5104/F1.large.jpg?sso-checked=true
Polisitemia vera
• Tatalaksana polisitemia vera
– flebotomi 250-500 cc seminggu sekali hingga Hb
dan PCV mendekati normal
• Yang harus dipertimbangkan dapat mengurangi
kadar besi
• Komplikasi dapat terjadi :
– tromboemboli,
– perdarahan,
– tukak lambung,
– leukemia akut, dan
– keganasan.
Polycythemia Vera Complications
• Pembekuan darah merupakan salah satu kompikasi yang
paling serius dari PV.
• Pembekuan darah pada hati dan limpa dapat menyebabkan
nyeri perut.
• Aliran darah yang kental menekan aliran oksigen ke organ.
• Keluhan yang dapat juga timbul berupa nyeri dada dan gagal
jantung.
• Kadar sel darah merah yang tinggi berakhir pada ulkus lambung,
gout dan batu ginjal.
• Pasien PV dapat berkembang menjadi myelofibrosis.
• Myelofibrosis digantikan oleh jaringan parut.
• Pertumbuhan yang abnormal ini dapat berakhir pada acute
myelogenous leukemia (AML).
Soal No. 227
Pasien laki-laki berusia 28 tahun datang dengan keluhan
nyeri-nyeri pada sendi, bengkak di lutut hingga sulit berjalan.
Pasien juga sering mengalami gusi berdarah dan didapatkan
petekia. Riwayat transfusi disangkal, riwayat keluarga dengan
keluhan yang sama disangkal. Pada pemeriksaan didapatkan
tanda-tanda vital TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 20x/mnt
dan suhu 37C. Apakah pemeriksaan lanjutan yang tepat pada
pasien tersebut?

A. CT-BT
B. D-dimer
C. Comb test
D. Darah rutin
E. Apus darah
Soal No. 227
• Pasien diatas kemungkinan mengalami gangguan
hemostasis yang ditandai dengan adanya perdarahan
dalam seperti hamartrosis, gusi berdarah serta perdarahan
superfisial yang ditandai dengan adanya petekie. Untuk
menegakkan diagnosis pada pasien ini maka salah satu
pemeriksaan yang dianjurkan adalah CT-BT untuk melihat
letak kelainan hemostasis darah pada pasien ini.
• Piihan B, diperiksa pada pasien dengan gangguan
thrombosis seperti DIC atau DVT.
• Pilihan C, diperiksa pada pasien yang dicurigai anemia
hemolitik.
• Pilihan D dan E, tidak dapat mementukan secara spesifik
gangguan darah pada pasien.
Bleeding Time
• It indicates how well platelets interact with blood vessel
walls to form blood clots.
• BT is the interval between the moment when bleeding
starts and the moment when bleeding stops.
• Used most often to detect qualitative defects of platelets.
• BT is prolonged in purpuras, but normal in coagulation
disorders like haemophilia.
• Purpuras can be due to
– Platelet defects - Thrombocytopenic purpura (ITP & TTP)
– Vascular defects - Senile purpura, Henoch Schonlein purpura
• Platelets are important in preventing small vessel bleeding
by causing vasoconstriction and platelet plug formation.

http://www.indianmedicinalplants.info/articles/BLEEDING-TIME.html
Clotting Time
• CT the interval between the moment when bleeding
starts and the moment when the fibrin thread is first
seen.
• BT depends on the integrity of platelets and vessel
walls, whereas CT depends on the availability of
coagulation factors.
• In coagulation disorders like haemophilia, CT is
prolonged but BT remains normal.
• CT is also prolonged in conditions like vitamin K
deficiency, liver diseases, disseminated intravascular
coagulation, overdosage of anticoagulants etc.

http://www.indianmedicinalplants.info/articles/BLEEDING-TIME.html
PT & APTT

• activated partial thromboplastin time


(aPTT)  untuk mengevaluasi jalur intrinsik
kaskade koagulasi
• prothrombin time (PT)  untuk
mengevaluasi jalur ekstrinsik kaskade
koagulasi
Bleeding

Mild Severe

intervention

stopped
continues

prolonged delayed

Platelet disorder Coagulation disorder


Kuliah Hemostasis FKUI.
Spontaneous bleeding
(without injury)

superficial, multiple deep, solitary


petechiae, hematoma,
purpura, hemarthrosis
ecchymoses

platelet disorder coagulation disorder


Kuliah Hemostasis FKUI.
Simple schematic diagram to diagnose hemostasic disorders

Kuliah Hemostasis FKUI.


Kelainan Pembekuan Darah

http://periobasics.com/wp-content/uploads/2013/01/Evaluation-of-bleeding-disorders.jpg
Bleeding Disorder
Gangguan Perdarahan
• Gangguan perdarahan dapat disebabkan oleh berbagai
hal, diantaranya gangguan trombosit, faktor
pemberkuan, dan gangguan vaskular.
• Trombosit
– DHF, akibat penurunan jumlah trombosit , sekuesterasi,
penurunan produksi
– ITP, akibat kelainan autoimun, terjadi destruksi platelet
akibat ikatan platelet-antibodi
• Faktor koagulasi (hemofilia Akekurangan faktor VIII,
dan Hemofilia B kekurangan faktor IX)
• Vaskular (Henoch-Schonlein purpura, vaskulitis sistemik
yang ditandai gejala purpura, arthritis dan nyeri
abdomen)
Soal No. 228
Seorang perempuan, 55 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan nyeri
perut disenai muntah-muntah 3 hari yang lalu. Sudah berobat ke dokter
dan mendapat terapi antasida dan omeprazol namun keluhan nyeri tidak
berkurang dan semakin meningkat serta menjalar ke punggung kanan.
Pemeriksaan fisik: konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik. Pada abdomen
ditemukan nyeri tekan di epigastrium. Pada pemeriksaan laboratorium
diperolch SGOT 64 U/L, SGPT 42 U/L, Gamma GT 240 mg/dL, bilirubin
indirek 2,3 mg/dL, bilirubin direk 9,6 mg/dL. Pada pemeriksaan USG
abdomen diperoleh gambaran batu multiple di kandung empedu. Apakah
penyebab ikterik pada pasien tersebut?

A. Hemolisis eritrosit
B. Gangguan ekskresi bilirubin
C. Produksi bilirubin meningkat
D. Gangguan kecepatan penyerapan bilirubin oleh sel hati
E. Berkurangnya atau tidak adanya enzim glukoronil transferase
Soal No. 228
• Pasien diatas kemungkinan mengalami koledokolitiasis
yang ditandai dengan nyeri perut dan icterus. Adanya
peningkatan kadar bilirubin direk menunjukkan sumbatan
pada pasien ini terjadi post hepatic yang diakibatkan
adanya batu dari kantong empedu yang turun dan
menyumbat ductus koledokus.
• Piihan A, akan ditemukan peningkatan kadar bilirubin
indirek.
• Pilihan C, tidak spesifik.
• Pilihan D, akan ditemukan peningkatan kadar bilirubin
direk dan indirek yang seimbang.
• Pilihan E, menyebabkan peningkatan bilirubin indirek.
KELAINAN KANDUNG EMPEDU
KELAINAN KANDUNG EMPEDU
• Kolelitiasis:
– Nyeri kanan atas/epigastrik mendadak,
hilang dalam 30 menit-3 jam, setelah
makan berlemak.
– Fat (ekskresi kolesterol ), female, fourty,
fertile (estrogen menghambat perubahan
kolesterol  empedu, sehingga kolesterol
menjadi jenuh)

• Kolesistitis:
– Nyeri kanan atas  bahu/punggung,
mual, muntah, demam
– Nyeri tekan kanan atas (murphy sign)

• Koledokolitiasis:
– Nyeri kanan atas, ikterik, pruritis, mual.

Pathophysiology of disease. 2nd ed. Lange; 2006.


• Kolangitis:
– Triad Charcot: nyeri kanan atas, ikterik,
demam/menggigil
– Reynold pentad: charcot + syok &
penurunan kesadaran
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pencitraan untuk diagnosis batu empedu:
– USG: pilihan pertama untuk diagnosis kandung empedu,
rutin untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan
kandung empedu, & saluran empedu ekstrahepatik.
– Foto polos abdomen: tidak dapat memperlihatkan
kolesistitis akut. Hanya 15% batu yang dapat terlihat.
– CT scan abdomen: kurang sensitif & mahal, tapi mampu
memperlihatkan abses perikolesistik yang kecil.
– ERCP: bermanfaat untuk deteksi & mengambil batu
saluran empedu, invasif & berisiko pankreatitis &
kolangitis.
– MRCP: pencitraan saluran empedu tanpa risiko, tetapi
bergantung operator & bukan modalitas terapi.
Lokasi Nyeri Anamnesis Pemeriksaan Pemeriksaan Diagnosis Terapi
Fisis Penunjang
Urea breath test (+): H.
pylori
Membaik dgn makan PPI: ome/lansoprazol
Endoskopi:
Nyeri epigastrik (ulkus duodenum), H. pylori:
Tidak spesifik eritema (gastritis akut) Dispepsia
Kembung Memburuk dgn makan klaritromisin+amoksili
atropi (gastritis kronik)
(ulkus gastrikum) n+PPI
luka sd submukosa
(ulkus)

Nyeri tekan & defans,


Gejala: mual &
perdarahan
muntah, Demam Peningkatan enzim Resusitasi cairan
Nyeri epigastrik retroperitoneal
Penyebab: alkohol amylase & lipase di Pankreatitis Nutrisi enteral
menjalar ke punggung (Cullen: periumbilikal,
(30%), batu empedu darah Analgesik
Gray Turner:
(35%)
pinggang), Hipotensi

Prodromal (demam,
Nyeri kanan atas/ Transaminase, Serologi
malaise, mual)  Ikterus, Hepatomegali Hepatitis Akut Suportif
epigastrium HAV, HBSAg, Anti HBS
kuning.
Risk: Female, Fat,
Fourty, Hamil Nyeri tekan abdomen
Nyeri kanan atas/ USG: hiperekoik dgn Kolesistektomi
Prepitasi makanan Berlangsung 30-180 Kolelitiasis
epigastrium acoustic window Asam ursodeoksikolat
berlemak, Mual, TIDAK menit
Demam

Resusitasi cairan
Nyeri epigastrik/ USG: penebalan dinding
Mual/muntah, AB: sefalosporin gen.
kanan atas menjalar Murphy Sign kandung empedu Kolesistitis
Demam 3 + metronidazol
ke bahu/ punggung (double rims)
Kolesistektomi
Kolelitiasis
• Definisi
– Batu di kandung empedu
– Empedu – garam empedu, phospholipid,
kolesterol; ↑ saturasi kolseterol di empedu +
mempercepat nukleasi + hypomotilitas kandung
empedu batu empedu
• Klinis
– Tipe: batu kolesterol 90%, batu pigmen 10%
– Kolik bilier: nyeri perut kanan atas atau
epigastrium, tiba2, bertahan 30 menit sd 3 jam,
menjalar ke scapula, mual
– Dipicu makanan berlemak
• Tata laksana
– Cholecystectomy (CCY), laparoscopic, jika
symptomatik
– Ursodeoxycholic acid (jarang) untuk batu
cholesterol jika tidak bisa operasi
• Komplikasi
– Kolesistitis
– Koledokolitiasis  kolangitis
Cholelithiasis
• Cholelithiasis involves the presence of gallstones, which
are concretions that form in the biliary tract, usually in
the gallbladder.
• Characteristics of biliary colic include the following:
– Sporadic and unpredictable episodes
– Pain that is localized to the epigastrium or right upper
quadrant, sometimes radiating to the right scapular tip
– Pain that begins postprandially, is often described as intense
and dull, typically lasts 1-5 hours, increases steadily over 10-
20 minutes, and then gradually wanes
– Pain that is constant; not relieved by emesis, antacids,
defecation, flatus, or positional changes; and sometimes
accompanied by diaphoresis, nausea, and vomiting
– Nonspecific symptoms (eg, indigestion, dyspepsia, belching,
or bloating)
Cholelithiasis Etiology
• Cholesterol gallstones, black pigment gallstones,
and brown pigment gallstones have different
pathogeneses and different risk factors.
• More than 80% of gallstones contain cholesterol
as their major component.
• Risk factors (4F)
– Female
– Forty
– Fat
– Fertile
Diagnosis
• Abdominal radiography (upright and supine) – primarily to
exclude other causes of abdominal pain (eg, intestinal
obstruction)
• Ultrasonography
• Endoscopic ultrasonography (EUS) – An accurate and relatively
noninvasive means of identifying stones in the distal CBD
• Laparoscopic ultrasonography –potential method for bile duct
imaging during laparoscopic cholecystectomy
• Computed tomography (CT) – More expensive and less sensitive
• Magnetic resonance imaging (MRI) with magnetic resonance
cholangiopancreatography (MRCP)
• Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP)
• Percutaneous transhepatic cholangiography (PTC)
Treatment
• The treatment of • Medical treatments, used
gallstones depends upon individually or in
the stage of the disease: combination, include the
– Lithogenic state following:
• Interventions are currently – Oral bile salt therapy
limited to a few special (ursodeoxycholic acid)
circumstances
– Contact dissolution
– Asymptomatic gallstones
• Expectant management
– Extracorporeal shockwave
lithotripsy
– Symptomatic gallstones
• Usually, definitive surgical
intervention (eg, • Surgery
cholecystectomy), though
medical dissolution may be – Cholecystectomy (open or
considered in some cases laparoscopic)
– Cholecystostomy
– Endoscopic
sphincterotomy
Surgery
• Cholecystectomy for asymptomatic gallstones
may be indicated in the following patients:
– large (>2 cm) gallstones
– nonfunctional or calcified (porcelain) gallbladder on
imaging studies and are at high risk of gallbladder
carcinoma
– spinal cord injuries or sensory neuropathies affecting
the abdomen
– sickle cell anemia in whom the distinction between
painful crisis and cholecystitis may be difficult
KOLEDOKOLITIASIS
• Definisi
– Batu di duktus biliaris koledokus
• Klinis
– Asymptomatic (50%)
– Kolik bilier: nyeri perut kanan atas
atau epigastrium, tiba2, bertahan
30 menit sd 3 jam, menjalar ke
scapula, mual
– Obstruksi bilier  ikterik, pruritis,
mual
• Radiologi
– USG, sensitivitas 13-55%, temuan:
visualisasi batu (hiperekoik),
dilatasi duktus bilier
– CT dengan kontras: 65-88%
• Tata laksana
– ERCP & papillotomy
– CCY
• Komplikasi
– Cholangitis, cholecystitis,
pancreatitis, stricture
Soal No. 229
Pasien laki-laki 28 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan
gusi berdarah sejak 1 jam yang lalu. Pasien juga mengeluhkan
badan lemas dan terdapat memar di tubuh sejak 5 hari yang lalu.
Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital TD 120/80 mmHg,
HR 80x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 37C. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan purpura di beberapa bagian tubuh. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan Hb 9, leukosit 1.000, trombosit
50.000.Apakah kemungkinan diagnosis pasien tersebut?

A. Leukemia akut
B. Anemia aplastic
C. Leukemia kronis
D. Anemia hemolitik
E. Anemia defisiensi besi
Soal No. 229
• Pasien diatas kemungkinan mengalami anemia
aplastic karena ditemukan adanya gejala-gejala
berupa gusi berdarah, memar pada tubuh, purpura
dan pada laboratorium ditemukan adanya
pansitopenia tanpa organomegali.
• Piihan A, akan ditemukan peningkatan kadar
leukosit.
• Pilihan C, akan ditemukan peningkatabb kadar
leukosit matur.
• Pilihan D, akan ditemukan anemia dengan
peningkatan kadar bilirubin.
• Pilihan E, akan ditemukan gambaran anemia
mikrositik hipokrom.
APLASTIC ANEMIA:
• Failure of two or more cell lines
• Anaemia, leukopenia, thrombocytopenia
(pancytopenia) + hypoplasia or aplasia of the marrow
• Pathology: Reduction in the amount of haemopoietic
tissue  inability to produce mature cells for
discharge into the bloodstream
• no hepatomegaly; no splenomegaly; no
lymphadenopathy;
• Hallmark: peripheral pancytopenia with
hypoplastic/ aplastic bone marrow
ANEMIA APLASTIK

Etiologi anemia aplastik


 Idiopatik (dimediasi imun):
70% kasus

 Sekunder: 10-15% kasus


 Obat
 Toksin
 Virus
 PNH
 Penyakit autoimun
 Timoma
 Kehamilan
 Iatrogenik

Lichtman MA, Segel GB. Aplastic anemia: acquired and inherited. In: Lichtman et al, editors. William’s hematology. 8th ed. New York: McGraw Hill; 2010. p.463-79
ACQUIRED APLASTIC ANEMIA - CAUSES
• Radiation • Immune diseases:
• Drugs and chemicals – eosinophilic fascitis
– chemotherapy – thymoma
– Benzene • Pregnancy
– Chloramphenicol: idiosyncratic; • PNH
sudden onset after several
months; 1 of every 20,000, • Marrow replacement:
irreversible – leukemia
– organophosphate – Myelofibrosis
• Viruses: – myelodysplasia
– CMV
– EBV
– Hep B, C,D
– HIV
PATHOPHYSIOLOGY

• Direct destruction of haemopoietic


progenitors
• Disruption of marrow micro-environment
• Immune mediated suppression of marrow
elements
 Cytotoxic T cells in blood and marrow
release gamma IFN and TNF  inhibit early
and late progenitor cells
ANEMIA APLASTIK

• Temuan lab anemia aplastik:


– Normositik normokrom atau
makrositik (MCV sering 95-
110 fL).
– Jumlah retikulosit rendah.
– Leukopenia dengan
limfositosis relatif.
– Tidak ada sel abnormal di
darah.
– Sumsum tulang hipoplasia,
dengan jaringan
hematopoietik digantikan
lemak.
Hoffbrand, Essential Hematology
CLINICAL FEATURES

RBC (anemia)
• Progressive and persistent pallor
• Anemia related symptoms
WBC (Leucopenia/neutropenia)
• Prone to infections - Pyodermas, OM, pneumonia, UTI, GI
infections, sepsis
Platelets (Thrombocytopenia)
• Petechiae, purpura, ecchymoses
• Hematemesis, hematuria, epistaxis, gingival bleed
• Intracranial bleed-headache, irritability, drowsiness, coma
Blood picture:
• Anemia-normocytic, normochromic
• Leukopenia (neutropenia)
• Relative lymphocytosis
• Thrombocytopenia
• Absolute reticulocyte count low
• Mild to moderate anisopoikilocytosis
Gold Standard

• Bone Marrow Puncture : dry aspirate,


hypocellular with fat (>70% yellow marrow)
Soal No. 230
Pasien laki-laki berusia 23 tahun datang dengan keluhan lemah,
mudah lelah dan nyeri perut sejak 1 bulan yang lalu. Pada
pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital TD 120/80 mmHg, HR
80x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 37C. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan konjungtiva anemis, sclera ikterik, splenomegali dan
BAK warna seperti teh. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan Hb 8, retikulosit 4,8%, direct antiglobulin test +
(coomb test direk). Penatalaksanaan tepat pada pasien tersebut
adalah…

A. Kortikosteroid
B. Klorambusil
C. Hidroksi urea
D. Siklofosfamid
E. MTX
Soal No. 230
• Pasien diatas kemungkinan mengalami AIHA karena
ditemukan gejala berupa lemah, lelah, konjungtiva anemis,
sklera ikterik dan organomegali. Adanya penurunan kadar
Hb, peningkatan kadar retikulosit > 2% serta direct
antiglobulin test (+) menunjukkan bahwa pasien memang
mengalami AIHA.
• Pada AIHA tatalaksana yang dapat diberikan adalah berupa
pemberian kortikosteroid.
• Piihan B, merupakan pengobatan pada pasien CLL.
• Pilihan C, biasanya diberikan pada pasien polisitemia vera.
• Pilihan D, E biasanya diberikan pada pasien dengan
penyakit SLE, RA, limfoma non Hodgkin atau leukemia.
Hematology: basic& principle practice, Ed.6
ANEMIA HEMOLITIK AUTOIMUN
(AIHA)
• Anemia hemolitik autoimun • Onset dapat gradual atau
merupakan anemia yang subakut, berupa mudah
disebabkan oleh lelah, sesak napas, malaise,
penghancuran eritrosit oleh ikterik. Pada pemeriksaan
autoantibodi Ig G, M, E, A fisik dapat ditemuan
• Most commonly-idiopathic organomegali.
• Dibagi menjadi :
– Primer : tanpa adanya • Hasil lab:
underlying disease – Anemia NN
– Sekunder: ada underlying – Retikulositosis (>2%)
diseas, seperti limfoma, Evans – Peningkatan LDH
syndrome, SLE,
antiphospholipid syndrome, – Peningkatan bil.indirek
IBD. – Direct antiglobulin test (DAT)/
Coombs test  untuk
membedakan anemia
hemolitik autoimun dengan
non-autoimun.
Klasifikasi AIHA
Anemia hemolitik autoimun (AIHA)
• AIHA tipe hangat: diperantai oleh IgG, berikatan dengan antigen
permukaan sel eritrosit pada suhu tubuh.
– Idiopatik
– Sekunder: leukemia, limfositosis kronis (LLK), limfoma, lupus eritematosus
sistemik (LES)
• AIHA tipe dingin: diperantarai oleh IgM, berikatan dengan antigen
permukaan sel eritrosit pada sihu dibawah suhu tubuh.
– Idiopatik
– Sekunder: infeksi Mycoplasma, mononucleosis, keganasan limforetikuler
• Paroksismal cold hemoglobinuria
– Idiopatik
– Sekunder: sifilis
• AIHA atipik
– AIHA tes antiglobulin negatif
– AIHA kombinasi tipe hangat dan dingin
Klasifikasi AIHA
• AIHA diinduksi obat: golongan penisilin, kinin,
kuinidin, sulfonamid, sulfonilurea, tiazid,
metildopa, nitrofurantoin, fenazopiridin, asam
aminosalisilat (aspirin)

• AIHA diinduksi aloantibodi:


– Reaksi hemolitik transfusi
– Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir.
Autoimmune Hemolytic Anemia
(AIHA)
• Result from RBC destruction due to RBC
autoantibodies: Ig G, M, E, A
• Most commonly-idiopathic
• Classification
– Warm AI hemolysis:Ab binds at 37degree Celsius
– Cold AI Hemolysis: Ab binds at 4 degree Celsius
Warm AI Hemolysis
• Antibodi binds at 37degree • Inv:
Celsius – MCV
• Can occurs at all age groups – P Smear: Microspherocytosis,
• F>M n-RBC
• Causes:
– Confirmation: Coomb’s Test /
Antiglobulin test
– 50% Idiopathic
– Rest - secondary causes:
• Treatment
• Lymphoid neoplasm: CLL, – Correct the underlying cause
Lymphoma, Myeloma
– Prednisolone 1mg/kg po until
• Solid Tumors: Lung, Hb reaches 10mg/dl then taper
Colon, Kidney, Ovary, slowly and stop
Thymoma – Transfusion: for life threatening
• CTD: SLE,RA problems
• Drugs: Alpha methyl – If no response to steroids 
Spleenectomy or,
DOPA, Penicillin , Quinine,
Chloroquine – Immunosuppressive:
Azathioprine,
• Misc: UC, HIV Cyclophosphamide
Cold AI Hemolysis
• Antibodi binds at 4 degree • Other causes of Cold
Celsius Agglutination:
• Usually Ig M – Infection: Mycoplasma
• Acute or Chronic form pneumonia, Infec
• Chronic: Mononucleosis
– C/F: – Rare cause seen in children
• Elderly patients in association with
• Cold , painful & often blue congenital syphilis
fingers, toes, ears, or nose
( Acrocyanosis)
• Inv: • Treatment:
– hemolysis – Treatment of the underlying
– P Smear: Microspherocytosis cause
– Ig M with specificity to I or I – Keep extremities warm
Ag
– Steroids treatment
– Blood transfusion
Tatalaksana Anemia Hemolitik
Autoimun (AIHA)
LINI PERTAMA: KORTIKOSTEROID LINI KEDUA
• Steroid dimulai dengan dosis • Terapi lini kedua yang
inisial Prednison 1 mg/kg/hari memberikan efikasi paling baik
oral atau dapat diberikan adalah splenektomi dan anti-
metilprednnisolon iv. CD20 (Rituximab).
• Dosis inisial diberikan hingga Hb
>10 g/dl. TERAPI LAINNYA
• Bila target Hb tidak tercapai • Pada AIHA yang refrakter, dapat
dalam 3minggu pemberian digunakan imunosupresan
steroid , maka perlu (seperti Azathiopirine,
dipertimbangkan terapi lini Cyclosporine, Mycofenolate
kedua. mofetil) dan pemberian
• Setelah target Hb tercapai, Cyclophosphamide dosis tinggi.
dilakukan tappering down
Prednison hingga 20-30 mg/hari
dalam beberapa minggu.

How I treat autoimmune hemolytic anemias in adults


http://www.bloodjournal.org/content/116/11/1831?sso-checked=true#F1
Soal No. 231
Pasien perempuan berusia 30 tahun datang ke RS dengan keluhan utama
berupa sulit tidur, sering terbangun karena mimpi buruk, merasa ada gurita
besar yang berada di depan kamarnya dan membuatnya takut. Keluhan ini
membuat pasien tidak bisa bekerja sejak 1 minggu terakhir. Pasien
didiagnosa HIV sejak 6 bulan terakhir. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan CD4 < 250, Sklera ikterik, OT PT meningkat 3x dari nilai normal.
Keluhan tersebut dirasa setelah mendapat ARV. Apakah tindakan yang
diambil selanjutnya?

A. Stop semua ARV


B. Menghentikan obat yang menyebabkan gejala tersebut dan lanjutkan
arv
C. Tetap konsumsi ARV karena termasuk efek samping ringan
D. Mengganti regimen ARV yang dicurigai, dan meneruskan ARV lainnya
E. Mengganti seluruh regimen ARV
Soal No. 231
• Pasien diatas kemungkinan mengalami efek samping dari
Efavirens berupa insomnia, nightmare yang merupakan tanda
dari toksisitas pada SSP.
• Adapun peningkatan OT/PT pada pasien tersebut belum tentu
disebabkan oleh hepatotoksisitas dari ARV. Hal ini dapat juga
disebabkan oleh adanya penyakit hepatitis sebelumnya.
• Oleh karena itu, tidak perlu menghentikan semuaARV untuk
menghindari efek hepatotoksisitas, seblum dilakukan evaluasi
penyebab gangguan fungsi hepar pada pasien pilihan A, B, E
tidak tepat
• Karena pada pasien ini sudah mengalami adanya tanda-tanda
toksisitas pada SSP yang tergolong berat karena sudah
mengganggu aktivitas sehari-hari maka pengobatan dengan
efavirens dapat diganti dengan NNRTI yang lain yaitu
nevirapinePilihan D tepat
Toksisitas ARV

• Prinsip penanganan efek samping akibat


ARV adalah sebagai berikut:
– Tentukan beratnya toksisitas
– Evaluasi obat yang diminum bersamaan, dan
tentukan apakah toksisitas terjadi karena (satu
atau lebih) ARV atau karena obat lainnya
– Pertimbangkan proses penyakit lain (seperti
hepatitis virus atau sumbatan bilier jika timbul
ikterus)
Toksisitas ARV
• Tata laksana efek samping bergantung pada beratnya reaksi.
Penanganan secara umum adalah:
– Derajat 4, reaksi yang mengancam jiwa: segera hentikan semua obat ARV,
beri terapi suportif dan simtomatis; berikan lagi ARV dengan paduan yang
sudah dimodifikasi (contoh: substitusi 1 ARV untuk obat yang
menyebabkan toksisitas) setelah ODHA stabil
– Derajat 3, reaksi berat: ganti obat yang dicurigai tanpa menghentikan
pemberian ARV secara keseluruhan
– Derajat 2, reaksi sedang: beberapa reaksi (lipodistrofi dan neuropati
perifer) memerlukan penggantian obat.
– Untuk reaksi lain, pertimbangkan untuk tetap melanjutkan pengobatan;
jika tidak ada perubahan dengan terapi simtomatis, pertimbangkan untuk
mengganti 1 jenis obat ARV
– Derajat 1, reaksi ringan: tidak memerlukan penggantian terapi
• Tekankan pentingnya tetap meminum obat meskipun ada toksisitas
pada reaksi ringan dan sedang.
• Jika diperlukan, hentikan pemberian terapi ARV apabila ada toksisitas
yang mengancam jiwa. Perlu diperhatikan waktu paruh masing-masing
obat untuk menghindari kejadian resistansi.
Derajat Toksisitas Klinis
Derajat Toksisitas Klinis

• Pengobatan ARV dengan menggunakan Efavirenz dapat


menimbulkan efek samping seperti ide bunuh diri, perubahan
kognitif, sakit kepala, dizziness, insomnia, dan mimpi buruk.
• Gejala neuropsikiatrik akibat Efavirenz dapat timbul setelah 3
bulan pengobatan, kecuali pada ODHA yang memang memiliki
gangguan mood sebelumnya maka gejala neuropsikiatrik dapat
timbul lebih cepat.
• Pada kasus yang serius maka pemberian Efavirenz harus
dihentikan.
Toksisitas ARV lini pertama dan pilihan obat substitusi pada
dewasa dan anak usia 5 (lima) tahun ke atas
Soal No. 232
Tuan Panji berusia 35 tahun datang dengan keluhan luka
pada lengan atas akibat digigit ular sejak 3 jam smrs. Pada
pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital TD 120/80 mmHg,
HR 80x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 37C. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan eritema. Pada pemeriksaan penunjang
didapatkan Hb 8,9 HT 33% trombosit 16.000 dan fibrinogen
103.000. Apakah komplikasi yang dapat terjadi pada pasien
tersebut?

A. DIC
B. TTP
C. ITP
D. Defisiensi Vit. K
E. HSP
Soal No. 232
• Pasien diatas mengalami gigitan ular dan saat ini ditemukan adanya
anemia, trombositopenia dan peningkatan kadar fibrinogen. Bisa ular
dapat menyebabkan perdarahan dan koagulopati yang dapat berujung
pada DIC.
• Pada pasien datas terdapat peningkatan kadar fibrinogen yang dapat
terjadi akibat reaksi inflamasi atau kerusakan jaringan yang disebabkan
oleh bisa ular tadi.
• Piihan B, akan ditandai dengan pembentukkan thrombus dan penurunan
kadar trombosit namun biasanya terjadi akibat adanya gangguan pada
endothelium.
• Pilihan C, ditandai dengan trombositopenia yang terjadi akibat adanya
autoantibody yang menyerang platelet.
• Pilihan D, ditandai dengan adanya perdarahan yang diakibatkan
gangguan pada faktor 2, 7, 9 dan 10 biasanya faktor risiko berupa bayi
yang tidak disuntik vitamin K.
• Pilihan E, ditandai dengan adanya palpable pupura yang muncul pada
ekstremitas akibat gangguan imun.
Snake Bite
• Bisa ular (venom) terdiri dari 20 atau lebih komponen
sehingga pengaruhnya tidak dapat diinterpretasikan
sebagai akibat dari satu jenis toksin saja.
• Bisa ular terdiri dari beberapa polipeptida
yaitufosfolipase A, hialuronidase, ATP-ase, 5
nukleotidase, kolin esterase, protease,
fosfomonoesterase, RNA-ase, DNA-ase.
• Enzim ini menyebabkan destruksi jaringan lokal, bersifat
toksik terhadap saraf, menyebabkan hemolysis atau
pelepasan histamin sehingga timbul reaksi anafilaksis.
• Hialuronidase merusak bahan dasar sel sehingga
memudahkan penyebaran racun.
Manifestasi Klinis

• Gejala local : edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (dalam
30 menit – 24 jam)
• Gejala sistemik : hipotensi, kelemahan otot, berkeringat, menggigil,
mual, hipersalivasi, muntah, nyeri kepala dan pandangan kabur.
• Gejala khusus gigitan ular berbisa:
• Hematotoksik: perdarahan pada tempat gigitan, paru, jantung,
ginjal, peritoneum, otak, gusi, hematemesis, melena, perdarahan
kulit, hemoptoe, hematuria dan DIC.
• Neurotoksik: hipertonik, fasikulasi, paresis, paralisis pernapasan,
ptosis, oftalmoplegi, paralisis otot laring, reflex abnormal, kejang,
koma.
• Kardiotoksik: hipotensi, henti jantung, koma.
• Sindrom kompartemen.
Komplikasi
• Kehilangan permanen fungsi ekstremitas yang
terkena gigitan.
• Hipotensi dan syok
• Gagal ginjal akut
• Gangguan pembekuan darah
• Sindrom kompartemen
Soal No. 233
Seorang pasien laki-laki berusia 35 tahun ditemukan di kamar
kos oleh temannya dalam keadaan tidak sadarkan diri. Pasien
adalah mahasiswa kedokteran yang saat ini sedang
mempersiapkan diri untuk ujian UKMPPD. Pada pemeriksaan
didapatkan tanda-tanda vital TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt,
RR 13x/mnt dan suhu 37C. Dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan pin point pupil. Tatalaksana yang tepat adalah..

A. Naloxon 0.4mg
B. Pralidoxim 0.4mg
C. Sulfas atropin 2mg
D. Injeksi metylprednisolon 4mg
E. Injeksi Ceftriaxon 1gr
Soal No. 233

• Pasien diatas kemungkinan mengalami


intoksikasi opioid yang merupakan obat
golongan depressant yang dapat menyebabkan
turunnya respiratory rate dan pupil pin point.
• Antidotum dari intoksikasi opioid adalah dengan
pemberian naloxone 0,4 mg.
• Piihan B dan C, dapat diberikan pada pasien
dengan intoksikasi organofosfat.
Intoksikasi Opioid
• Umumnya kelompok opiat digunakan untuk
mengatasi nyeri melalui mekanisme efek
depresi pada otak {depressant effect on the
brain).
• Morfin yang merupakan bagian dari kelompok ini
sering digunakan {untuk medis) pada chest pain
(nyeri dada), edema paru (sembab paru) dan
untuk mengatasi rasa sakit yang berlebihan pada
keganasan.
• Akan tetapi dalam perkembangannya sering
disalahgunakan.

EIMED PAPDI Buku 2. Interna Publishing. 2015


Mekanisme Kerja
• Setelah pemberian dosis tunggal heroin (putaw), di dalam tubuh
heoin akan dihidrolisa oleh hati (6 — 10 menit) menjadi 6
monoasetil morfin dan setelah itu akan diubah menjadi morfin.
• Yang selanjutnya diubah menjadi Mo 3 monoglukoronid dan M0 6
monoglukoronid yang Iarut di dalam air. Bentuk metabolit ini yang
dapat di tes di daiam urin.
• Oleh karena heroin (putaw) larut di dalam lemak maka bahan
tersebut (60%) dapat melalui sawar otak dalam waktu yang cepat.
• Pada umumnya kelompok opiat mempengaruhi SSP melalui aktivasi
reseptornya yang akan menyebakan efek sedasi (mengantuk) dan
depresi napas (pernapasan yang pelan).
• Kematian umumnya terjadi karena apneu (henti napas) atau
masuknya cairan lambung kedalam paru, sedangkan reaksi edema
pulmoner yang akut (non-kardiogenik) mekanismenya masih belum
jelas.

EIMED PAPDI Buku 2. Interna Publishing. 2015


EIMED PAPDI Buku 2. Interna Publishing. 2015
Tatalaksana
Penanganan kegawatan
1. Bebaskan jalan napas
2. Berikan oksigen 100% sesuai kebutuhan
3. Pasang infus D5% emergensi atau NaCl 0,9%; cairan koloid bila diperlukan

Pemberian antidotum nalokson.


1. Tanpa hipoventilasi : Dosis awal diberikan 0,4 mg iv. (Pelan pelan/diencerkan)
2. Dengan hipoventilasi : Dosis awal diberikan 1-2 mg iv.(Pelan pelan /diencerkan)
3. Bila tidak ada respon dalam 5 menit,diberikan nalokson 1-2 mg iv(pelan
pelan/diencerkan) hingga timbul respon perbaikan kesadaran dan hilangnya depresi
pernapasan, dilatasi pupil atau telah mencapai dosis maksimal 10 mg. Bila tetap tidak
ada respons lapor konsulen Tim Narkoba.
4. Efek nalokson berkurang 20-40 menit dan pasien dapat jatuh kedalam keadaan overdosis
kembali,
• pemantauan ketat tanda-tanda penurunan kesadaran, pernapasan dan perubahan pada pupil serta
tanda vital lainnya selama 24 jam.
• Untuk pencegahan dapat diberikan drip nalokson satu ampul dalam 500 cc D5% atau NaCl 0,9%
diberikan dalam 4 - 6 jam.
5. Simpan sampel urin untuk pemeriksaan opiat urin dan lakukan foto toraks.
6. Pertimbangkan pemasangan ETT (endotracheai tube) bila:
– Pernapasan tidak adekuat
– Oksigenasi kurang meski ventilasl cukup
– Hipoventilasi menetap setelah pemberian nalokson ke — 2
7. Pasien dipuasakan untuk menghindari aspirasi akibat spasme pilorik
Soal No. 234
Pasien laki-laki berusia 60 tahun datang ke IGD RS dengan
keluhan batuk dan sesak nafas selama 2 minggu. Riwayat
merokok sejak SMA. Pada pemeriksaan fisik ditemukan suara
hipersonor pada perkusi, suara nafas meningkat dan Stem
fremitus dalam batas normal. Pada pemeriksaan auskulatasi
terdapat weezing dan tampak barel chest. Pada pemeriksaan
analisa gas darah apakah kemungkinan yang akan
ditemukan?

A. PH < 7,35, HCO3 (22-26), CO2 (35-45)


B. PH > 7,35, HCO3 (<22), CO2 (<35)
C. PH < 7,35, HCO3 (>26), CO2 (>45)
D. PH > 7,35, HCO3 (>26), CO2 (>45)
E. PH < 7,35, HCO3 (< 22), CO2 (<35)
Soal No. 234
• Pasien diatas kemungkinan mengalami PPOK yang
ditandai dengan adanya perkusi hipersonor,
wheezing dan barrel chest.
• Adanya riwayat merokok merupakan faktor risiko
terjadinya PPOK pada pasien ini.
• PPOK merupakan gangguan tipe obstruktif yang
dapat menyebabkan retensi CO 2 sehingga dapat
menyebabkan gangguan asam basa berupa asidosis
respiratorik yang ditandai dengan pH turun,
peningkatan kadar CO2 dan peningkatan kadar
bikarbonat sebagai usaha kompensasi tubuh.
PPOK
• Definisi PPOK
– Ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel
– Bersifat progresif & berhubungan dengan respons inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya
– Disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat penyakit

• Karakteristik hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh


gabungan antara obstruksi saluran napas kecil (obstruksi
bronkiolitis) & obstruksi parenkim (emfisema) yang bervariasi pada
setiap individu.

• Bronkitis kronik & emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK


karena:
– Emfisema merupakan diagnosis patologi (pembesaran jalan napas
distal)
– Bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis (batuk berdahak selama 3
bulan berturut-turut, dalam 2 tahun)
PPOK
Anamnesis Pengukuran gejala sesak napas
• Sesak yang bersifat progresif dengan atau dapat dilakukan dengan
tanpa bunyi mengi beberapa kuesioner, yaitu:
• Riwayat merokok atau bekas perokok – COPD Assessment Test (CAT TM
dengan atau tanpa gejala pernapasan )
• Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna – Chronic Respiratory
di tempat kerja Questionnaire
• Riwayat penyakit emfisema pada keluarga – (CCQ® )
• Terdapat faktor predisposisi pada masa – St George’s Respiratory
bayi/anak, mis berat badan lahir rendah – Questionnaire (SGRQ)
(BBLR), infeksi saluran napas berulang, – Chronic Respiratory
lingkungan asap rokok dan polusi udara Questionnaire
• Batuk berulang dengan atau tanpa dahak – (CRQ)
• Penyakit komorbid seperti jantung, – Modified Medical Research
osteoporosis, keganasan Council
• Keterbatasan aktivitsd – (mMRC) questionnaire
• Riwayat pengobatan akibat penyakit paru

PPOK: diagnosis dan penatalaksanaan. PDPI 2016


Pemeriksaan Fisik PPOK
Inspeksi
• Pink puffer
– Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup
– Gambaran yang khas pada emfisema, mencucu)
penderita kurus, kulit kemerahan dan – Barrel chest (diameter antero - posterior dan
pernapasan pursed transversal sebanding)
– lips breathing – Penggunaan otot bantu napas
• Blue bloater – Hipertropi otot bantu napas
– Gambaran khas pada bronkitis kronik, – Pelebaran sela igaku
penderita gemuk sianosis, terdapat – Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat
denyut
edema tungkai dan ronki basah di basal
– vena jugularis di leher dan edema tungkai
paru, sianosis sentral dan perifer
• Palpasi: pada emfisema fremitus melemah, sela iga
• Pursed - lips breathing melebar
– Adalah sikap seseorang yang bernapas • Perkusi: pada emfisema hipersonor dan batas jantung
dengan mulut mencucu dan ekspirasi mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
yang memanjang. Sikap ini terjadi • Auskultasi
sebagai mekanisme tubuh untuk – suara napas vesikuler normal, atau melemah
mengeluarkan retensi CO2 yang yang – terdapat ronki dan atau mengi pada waktu
terjadi pada gagal napas kronik. bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa ekspirasi
memanjang
– bunyi jantung terdengar jauh, gagal jantung kanan
– terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema
– tungkai
PPOK: diagnosis dan penatalaksanaan. PDPI 2016
Pemeriksaan Penunjang PPOK
• Uji spirometri  merupakan gold standar
– FEV1 / FVC < 70 % (GOLD); <75% (pneumobile Indonesia)
• Uji bronkodilator harus dilakukan ketika pasien secara klinis stabil dan bebas
dari infeksi pernapasan:
– FEV1 pasca bronkodilator < 80 % prediksi dan FEV1/FVC < 75%
menandakan ada hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible
– Obstruksi saluran napas dinyatakan reversibel bila setelah pemberian
bronkodilator didapatkan FEV1 meningkat > 12% dan 200 ml dari nilai
awal
• Apabila spirometri tidak ada atau tidak memungkinkan:
– APE (arus puncak ekspirasi/ PEF Peak Expiratory Flow) dapat dipakai
sebagai alternatif untuk menunjang diagnosis
– memantau variabilitas harian pagi dan sore tidak lebih dari 20%
• Laboratorium darah: HB, Ht, trombosit, Leukosit, dan AGD
• Radiologi foto thoraks: Foto toraks PA dan lateral berguna untuk
menyingkirkan penyakit paru lain.
Keseimbangan Asam-Basa
284
Respiratory
Acidosis
Respiratory
Alkalosis
http://classes.midlandstech.edu/carterp/Courses/bio211/chap26/table_26_03_l
abeled.jpg
Soal No. 235
Seorang pria 28 tahun mengeluhkan demam yang meningkat pada
sore hari hingga malam hari sudah dirasakan 7 hari. Pasien
mengatakan demam cenderung turun pada pagi hari. Keluhan
disertai dengan konstipasi, mual, muntah. Pada pemeriksaan
didapatkan tanda-tanda vital TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR
20x/mnt dan suhu 38 C. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan titer O dan H tinggi, paratyphii (+). Apa tatalaksana
untuk kasus diatas?

A. tirah baring, diet lunak, cukup protein, tinggi karbohidrat,


rendah serat
B. tirah baring, diet kasar, tinggi karbohidrat, tinggi protein
C. tirah baring, diet kasar, cukup protein, rendah serat
D. tirah baring, diet lunak, cukup protein, rendah serat
E. tirah baring, diet lunak, tinggi karbohidrat, rendah serat
Soal No. 235

• Pasien diatas kemungkinan mengalami demam


tifoid yang ditandai dengan adanya demam
kronik yang cenderung turun pada pagi hari,
konstipasi, mual dan muntah serta peningkatan
kadar titer antibodi widal paratyphii.
• Pada pasien ini diet yang cocok diberikana adalah
diet yang mudah dicerna seperti diet lunak,
cukup protein, tinggi karbohidrat dan rendah
serat.
Demam Typhoid
• Penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi kuman
Salmonella typhi atau Salmonella partatyphii
• Gejala dan tanda klinis
– demam naik secara bertangga terutama pada sore dan malam
hari
– sakit kepala
– nyeri otot
– anoreksia, mual, muntah
– obstipasi atau diare, kesadaran berkabut,
– bradikardia relatif
– lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah,
serta tremor),
– hepatomegali, splenomegali, nyeri abdomen,
– roseolae (jarang pada orang Indonesia).
DEMAM TIFOID
INFEKSI TIFOID

Blood cultures: often (+) in the 1st week.


Stools cultures: yield (+) from the 2nd or 3rd week on.
Urine cultures: may be (+) after the 2nd week.
(+) culture of duodenal drainage: presence of Salmonella in carriers.
Jawetz medical microbiology.
Pilihan Antibiotik Untuk Demam Tifoid
(WHO 2011)
PPK Dokter di Fasyankes (IDI 2014)
• Terapi suportif dapat dilakukan dengan:
– Istirahat tirah baring dan mengatur tahapan mobilisasi
– Menjaga kecukupan asupan cairan, yang dapat diberikan secara oral maupun parenteral.
– Diet bergizi seimbang, konsistensi lunak, cukup kalori dan protein, rendah serat.
– Konsumsi obat-obatan secara rutin dan tuntas
– Kontrol dan monitor tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, kesadaran), kemudian
dicatat dengan baik di rekam medik pasien
• Terapi simptomatik:
– untuk menurunkan demam (antipiretik) dan mengurangi keluhan gastrointestinal.
• Terapi definitif :
– Antibiotik lini pertama untuk demam tifoid adalah Kloramfenikol, Ampisilin atau
Amoksisilin (aman untuk penderita yang sedang hamil), atau Trimetroprim-
sulfametoxazole (Kotrimoksazol).
– Bila pemberian salah satu antibiotik lini pertama dinilai tidak efektif, dapat diganti
dengan antibiotik lain atau dipilih antibiotik lini kedua yaitu Seftriakson, Sefiksim,
Kuinolon (tidak dianjurkan untuk anak <18 tahun karena dinilai mengganggu
pertumbuhan tulang).
Soal No. 236
Pasien laki-laki usia 37 tahun datang ke IGD Rumah Sakit
dengan keluhan sesak, wajah bengkak, kemerahan dan gatal
seluruh tubuh. Sebelumnya pasien mengatakan telah
mengonsumsi kacang. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-
tanda vital didapatkan TD 90/60 mmHg Nadi 120x/ menit RR
24x/menit T 37.6 C. Apakah terapi yang akan diberikan pada
pasien tersebut?

A. Injeksi kortikosteroid dan antihistamin


B. Antibitiotik dan antipiretik
C. Posisi Trendelenburg dan infus NaCl 0.9%
D. Dextrose 40% dan antihistamin
E. Dextrose 40%
Soal No. 236
• Pasien diatas kemungkinan mengalami syok
anafilaktik yang ditandai dengan turunnya TD,
sesak, angioedema, gatal setelah sebelumnya
mengkonsumsi kerang.
• Pada syok anafilaktik tatalaksana awal yang dapat
diberikan adalah posisi tredelenburg, rehidrasi
dengan NaCl 0,9% dan pemberian obat berupa
adrenalin 1:1000 IM.
• Piihan A, dapat diberikan setelah tatalasana awal
diatas untuk menghindari berulangnya syok
anafilaktik tersebut.
Syok Anafilaksis
• Anafilaksis adalah reaksi tipe segera yang dimediasi
oleh interaksi antara alergen dengan IgE yang terikat
pada permukaan sel mast atau basofil. Interaksi
tersebut akan menimbulkan berbagai manifestasi klinis
yaitu gejala sistemik.
• Susah dibedakan dengan reaksi anafilaktoid namun
anafilaktoid secara mekanisme tidak melibatkan IgE.
• Manifestasi klinis yang timbul meliputi gejala pada
kulit, pernapasan, kardiovaskuler, gastrointestinal, dan
gejala pada sistem organ lain seperti rinitis,
konjungtivitis.
Syok Anafilaksis
• Tatalaksana anafilaksis
– Segera berikan suntikan epinefrin 1:1000 0,3 ml i.m di daerah
deltoid atau vastus lateralis. Dapat diulang 15-20 mg bila
diperlukan
– Hentikan infus media kontras, antibiotika, dan zat lain yang
dicurigai sebagai alergen.
– Berikan difenhidramin 50 mg intravena, ranitidin 50 mg atau
cimetidin 300 mg intravena, oksigen, infus cairan garam,
metilprednisolon 125 mg intravena
– Intubasi bila diperlukan
– Bila terdapat hipotensi segera berikan rehidrasi dan dopamin
atau norepinefrine.
– Bila terdapat sesak napas berikan salbutamol inhalasi dan
oksigen
Anaphylactic Shock

World Allergy Organization


anaphylaxis guidelines:
Summary
Anaphylactic
Shock

World Allergy Organization


anaphylaxis guidelines:
Summary
Soal No. 237
Pasien laki-laki berusia 50 tahun datang ke IGD RS dengan
keluhan utama berupa nyeri dada menjalar ke lengan sejak
30 menit yang lalu. Nyeri juga menembus ke punggung
belakang. Pasien juga mengeluhkan adanya sesak napas.
Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital TD 120/80
mmHg, HR 80x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 37C. Apakah
kemungkinan etiologi dari keluhan pasien tersebut?

A. Arteriosklerosis
B. Aterosklerosis
C. Artritis
D. Arteroplebitis
E. Tromboplebitis
Soal No. 237
• Pasien diatas kemungkinan mengalami nyeri dada angina
yang ditandai dengan nyeri dada yang menjalar menembus
punggung dan sesak napas.
• Nyeri dada angina biasanya disebabkan adanya sumbatan
pada pembuluh darah akibat plak atheroma yang disebut
dengan atherosclerosis.
• Piihan A, merupakan istilah umum dari penebalan dan
kekakuan pembuluh darah. Jika penyebabnya adalah plak
atheroma maka disebut dengan aterosklerosis.
• Pilihan C, merupakan peradangan pada arteri. Dapat
ditemukan pada arteritis takayasu, kawasasi.
• Pilihan D, tidak ada istilah ini.
• Pilihan E, merupakan peradangan pada vena, contohnya
tromboflebitis superfisial dan DVT.
Atherosclerosis
• Disease of cardiovascular system affecting vessel
wall.
• It leads to the narrowing of arteries or complete
blockage.
• Its main components are endothelial disfunction,
lipid deposition, inflammatory reaction in the
vascular wall.
• Remodeling of vessel wall.
Arterial wall
• Normally arterial endothelium repels cells and inhibits
blood clotting.

• The lumen of healthy arterial wall is lined by confluent


layer of endothelial cells.

• Three layers:
1. Intima (subendothelial layer)
2. Media (middle layer) with vascular smooth muscle cells
(VSMC)
3. Adventitia (outer layer) with connective tissue and
nerves
Arterial wall
• Endothelium controls important function:
1. the ability of blood vessels to dilatate (vasodilatation)
2. the ability of blood vessels to constrict (vasoconstriction)
• Endothelium regulates tissue and organ blood flow
• Endothelium releases variety substances to control vasomotor tone:
– prostacyclines
– hyperpolarizing factor
– endothelin
– NO
• Exercise is an important mechanical stimulus mediated by shear stress
to increased blood flow.
• Shear stress –represents the frictional force that the flow of blood
exerts at the endothelial surface of the vessel wall. The flow-
dependent dilatation of pre-capillary resistance as well as conductance
allows blood flow to increase according metabolic demands.
Arterial wall
• In the case of intact endothelium, the stimulus for
vasodilatation:
– mechanical stimulation by  blood flow
– catecholamines, bradykinin, platelets-released serotonin stimulate
specific receptors
• In the case of endothelium disfunction:
– direct vasoconstrictor action of the stimuli on the VSMC outweighs the
endothelium-dependent vasodilatator effect
– this action leads to paradoxial vasoconstriction

(Hypercholesterolemia and other cardiovascular


risk factors are associated with endothelial
disfunction).
The development of atherosclerosis
• The key event – damage to the endothelium caused by excess
of lipoproteins, hypertension, diabetes, components of
cigarette smoke.
• Endothelium becomes more permeable to lipoproteins.
• Lipoproteins move below the endothelial layer (to intima).
• Endothelium loses its cell-repelent quality.
• Inflammatory cells move itno the vascular wall.
Soal No. 238
Seorang laki-laki usia 55 tahun datang ke UGD dengan
keluhan nyeri dada kiri yang tidak bisa ditunjuk sejak 1 jam
yang lalu. Nyeri disertai keringat dingin , mual dan menjalar
sampai bahu kiri. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda
vital TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu
37C. Pemeriksaan EKG ST elevasi pada lead V1-V4. Apakah
terapi definitif pada pasien ini?

A. Oksigen
B. Aspirin
C. Elektif PCI
D. Tissue plasminogen activator
E. Nitrat
Soal No. 238
• Pasien diatas kemungkinan mengalami nyeri dada angina
yang ditandai dengan adanya nyeri dada kiri yang tidak
dapat ditunjuk, keringat dingin, mual. Adanya gambaran ST
elevasi pada lead V1-V4 menunjukkan bahwa pasien
kemungkinan mengalami STEMI.
• Pada pasien STEMI dengan onset nyeri dada < 12 jam
tatalaksana yang dapat diberikan adalah fibrinolitik atau
primary PCI.
• Pada pilihan jawaban yang tepat adalah dengan fibrinolitik
yaitu pemberian tissue plasminogen activator.
• Piihan A,B dan D, merupakan tatalaksana awal.
• Pilihan C, yang lebih tepat adalah primary PCI bukan elektif
PCI.
NSTEMI & STEMI
Non-STEMI (NSTEMI, Subendocardial Myocard Infark)
– Myocardial nekrosis tanpa ST segmen elevasi atau Q wave
abnormal
– Ada peningkatan dari enzim jantung
STEMI (Transmural Myocard Infark)
– Nekrosis myocard dengan ST segmen elevasi
– Tidak hilang dengan istirahat dan pemberian nitrat
sublingual
– Lama > 30 menit
– Infark mengenai seluruh dinding ventrikel
– Ada peningkatan dari enzim jantung
Sindrom Koroner Akut
TATALAKSANA ACS
ACS
Fibrinolitik
Fibrinolitik
Soal No. 239
Laki - Laki usia 50 tahun datang ke IGD dengan keluhan sesak sejak
6 jam yang lalu. Pada awalnya nyeri dirasakan hanya pada saat
pasien beraktivitas berat , dan menghilang saat pasien
beristirahat. Sekarang nyeri dirasakan walau hanya berjalan 10
meter, dan tidak berkurang saat istirahat. Durasi 10-15 menit,
pemeriksaan fisik 140/80 mmhg, nadi 84x/mnt, S 36.4C. Pada
pemeriksaan EKG didapatkan ST depresi pada lead V4-V6 dan
tidak ditemukan kenaikan enzim jantung. Diagnosis pada pasien
ini adalah…

A. Angina pectoris stabil


B. NSTEMI
C. Angina Cresendo
D. STEMI
E. Unstable Angina Pectoris
Soal No. 239
• Pasien diatas kemungkinan mengalami nyeri dada
angina yang pada awalnya berkurang saat istirahat
namun saat ini sudah dirasakan sejak 6 jam dan tidak
berkurang dengan istirahat. Adanya gambaran ST
depresi pada EKG dan tidak ditemukannya kenaikan
enzim jantung menunjukkan bahwa pasien
mengalami UAP.
• Piihan A, nyeri timbul saat aktivitas dan membaik
dengan istirahat.
• Pilihan B, ditandai dengan kenaikan enzim jantung.
• Pilihan C, merupakan istilah lama dari UAP.
• Pilihan D, ditandai dengan gambaran ST elevasi pada
EKG dan kenaikkan enzim jantung.
UAP/NSTEMI
• Ditegakkan atas dasar keluhan angina tipikal yang
dapat disertai dengan perubahan EKG spesifik,
dengan atau tanpa peningkatan marka jantung.
– Jika marka jantung meningkat, diagnosis mengarah
NSTEMI;
– jika tidak meningkat, diagnosis mengarah UAP
• Mortalitas awal NSTEMI lebih rendah
dibandingkan STEMI
• Namun, secara jangka panjang, mortalitas
NSTEMI lebih tinggi.

Pedoman Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut PERKI. 2015


UAP/NSTEMI
• Angina tipikal yang persisten selama lebih dari 20
menit.
– Dialami oleh sebagian besar pasien (80%)
• Angina awitan baru (de novo) kelas III klasifikasi The
Canadian Cardiovascular Society.
– Terdapat pada 20% pasien.
• Angina stabil yang mengalami destabilisasi (angina
progresif atau kresendo)
– menjadi makin sering, lebih lama, atau menjadi makin
berat, minimal kelas III klasifikasi CCS.
• Angina pascainfark-miokard
– angina yang terjadi dalam 2 minggu setelah infark miokard.

Pedoman Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut PERKI. 2015


UAP/NSTEMI
• Perekaman EKG harus dilakukan dalam 10 menit
sejak kontak medis pertama.
• EKG yang mungkin dijumpai pada pasien NSTEMI
dan UAP antara lain:
– Depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T;
dapat disertai dengan elevasi segmen ST yang tidak
persisten (<20 menit)
– Gelombang Q yang menetap
– Nondiagnostik
– Normal
• Stratifikasi risiko  TIMI, GRACE, CRUSADE

Pedoman Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut PERKI. 2015


Pedoman Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut PERKI. 2015
Terapi UAP/NSTEMI
• Berdasarkan stratifikasi risiko, dapat ditentukan kebutuhan
untuk dilakukan strategi invasif dan waktu pelaksanaan
revaskularisasi.
• Strategi invasif melibatkan dilakukannya angiografi, dan
ditujukan pada pasien dengan tingkat risiko tinggi hingga
sangat tinggi.
– Strategi invasif segera  salah satu risiko sangat tinggi
– Strategi invasif dalam 24 jam  GRACE >140 atau salah satu kriteria
risiko tinggi
– Strategi invasif dalam 72 jam  salah satu kriteria risiko tinggi atau
dengan gejala berulang
– Strategi konservatif  nyeri dada tidak berulang, tidak ada tanda
gagal jantung, EKG tidak ada kelainan, troponin tidak meningkat, tidak
ada iskemia yang dapat ditimbulkan.

Pedoman Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut PERKI. 2015


Pedoman Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut PERKI. 2015
Terapi UAP/NSTEMI
• Anti iskemia
Beta blocker
Nitrat
CCB
• Antiplatelet  dual antiplatelet therapy
• Penghambat Reseptor Glikoprotein IIb/IIIa
• Antikoagulan
• Inhibitor ACE dan Penghambat Reseptor
Angiotensin
• Statin

Pedoman Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut PERKI. 2015


Soal No. 240
Laki-laki usia 50 tahun datang ke puskesmas dengan keluahan
nyeri dada. Keluhan memberat dengan aktifitas dan membaik
saat istirahat. Pasien riwayat merokok. Riwayat HT dan DM
disangkal. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital TD
120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 37C. Hasil
ekg dalam batas normal. Tatalaksana yang tepat adalah…

A. ISDN
B. Betabloker
C. Rujuk dan cek enzim jantung
D. Rujuk dan dilakukan tredmil
E. Rujuk dan diberi trombolitik
Soal No. 240

• Pasien diatas kemungkinan mengalami angina


pectoris stabil yang ditandai dengan adanya nyeri
dada yang muncul dengan aktivitas dan membaik
dengan istirahat.
• Karena pemerikssaan EKG saat ini dalam batas
normal maka pasien hendaknya dirujuk untuk
dilakukan treadmill stress test untuk melihat
adanya tanda-tanda iskemia saat melakukan
exercise.
Soal No.241
Seorang laki-laki datang ke IGD dengan keluhan nyeri dada,
nyeri dada menjalar hingga ke bahu kiri. Nyeri dada dirasakan
sekitar 10 menit. Nyeri dada memberat saat aktivitas dan
mereda setelah istirahat. Keluhan juga disertai mual dan
keringat dingin. Riwayat penyakit hipertensi, jantung
disangkal. Setelah dilakukan pemeriksaan EKG didadapatkan
normal. Pemeriksaan enzim jantung normal. Diagnosis pasien
tersebut adalah…

A. Atypical angina
B. Stable angina pectoris
C. Unstable angina pectoris
D. STEMI
E. NON STEMI
Soal No. 241

• Pasien diatas kemungkinan mengalami angina


pectoris stabil yang ditandai dengan adanya nyeri
dada yang menjalar ke bahu kiri yang disertai
dengan gejala otonom seperti mual dan keringat
dingin yang memberat dengan aktivitas dan
membaik dengan istirahat.
• Piihan A, merupakan angina yang ditandai
dengan 2 dari 3 kriteria angina (nyeri dada
substernal, dipicu oleh aktivitas, membaik
dengan istirahat atau pemberian nitrat).
240-241. Angina Pektoris Stabil
• Nyeri dada muncul saat aktivitas, stres emosional
• Nyeri dada hilang dengan istirahat atau nitrogliserin
• Nyeri dada muncul <20 menit.
• Disebabkan oleh obstruksi pada arterikoroner
epikardial akibat aterosklerosis.
• Diagnosis
– Stress test
– Angiografi dan revaskularisasi koroner
• Jika angina mengganggu aktivitas pasien walaupun dengan terapi
yang maksimal.
• Pasien dengan risiko tinggi.
Pemeriksaan Penunjang Angina
Pektoris Stabil
• Exercise stress test (jika memungkinkan dan EKG
dapat diinterpretasi).
• Pemeriksaan imaging (jika exercise test tidak
memungkinan)
– Echocardiography stress test
– Stress test perfusion scanning
– MSCT (Multislice CT scan)
• Angiografi dan revaskularisasi koroner
• Jika angina mengganggu aktivitas pasien walaupun dengan
terapi yang maksimal.
• Pasien dengan risiko tinggi (CCS3-4)
Tatalaksana
• Aspilet 1x80-160mg
• Simvastatin1x20-40 mg atau Atorvastatin 1x 20-
40 mg atau Rosuvastatin1x10-20mg
• Betabloker:
– Bisoprolol 1x5-10 mg/ Carvedilol 2x25 mg/
– Atau Metoprolol 2x50mg,
– Ivabradine 2x5mg jika pasien intoleran dengan beta
bloker
• Isosorbid dinitrat 3x 5-20mg atau Isosorbid
mononitrat 2x 20mg
Terapi Antiangina
• There are three classes of antiischemic drugs commonly used in the
management of angina pectoris: beta blockers, calcium channel
blockers, and nitrates.
• Often, a combination of these agents is used for control of symptoms.
• Beta blockers — 2012 American College of Cardiology
Foundation/American Heart Association/American College of
Physicians/American Association for Thoracic Surgery/Preventive
Cardiovascular Nurses Association/Society for Cardiovascular
Angiography and Interventions/Society of Thoracic Surgeons guideline
for the diagnosis and management of patients with stable ischemic
heart disease (SIHD)  recommends beta blockers as first line
therapy to reduce anginal episodes and improve exercise tolerance.
• Calcium channel blockers — In general, calcium channel blockers are
used in combination with beta blockers when initial treatment with
beta blockers is not successful or as a substitute for a beta blocker
when beta blockers are contraindicated or cause side effects.
Soal No. 242
Seorang wanita usia 57 tahun datang ke UGD dengan keluhan
nyeri dada. Nyeri dada dirasakan sejak satu hari yang lalu
disertai keringat dingin dan akral dingin. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan TD 80/50mmhg, N 120x/menit, RR
24X/menit, suhu 36,5. Pada pemeriksaan EKG, didapatkan
elevasi segmen ST pada semua sadapan precordial. Arteri
yang mengalami oklusi adalah

A. Left Anterior descending artery


B. Left posterior descending artery
C. Left circumflex artery
D. Right coronary artery
E. Posterolateral artery
Soal No. 242
• Pasien diatas kemungkinan mengalami nyeri dada angina
akibat STEMI yang ditandai dengan keringat dingin, akral
dingin dan ST elevasi pada semua lead precordial.
• Adanya ST elevasi pada lead V1 hingga V6 menunjukkan
bahwa kemungkinan oklusi pada pasien ini terjadi pada
LAD.
• Piihan B, merupakan cabang dari RCA. Sumbatan pada
arteri ini akan bermanifestasi pada lead V7, V8, V9.
• Pilihan C, akan menyebabkan infark pada daerah lateral
yang akan terlihat pada lead V5, V6, I dan aVL.
• Pilihan D, akan menyebabkan infark pada daerah inferior
yang akan terlihat pada lead II, III, aVF.
• Pilihan E, merupakan cabang dari RCA, isolated occlusion
jarang terjadi pada percabangan RCA ini.
STEMI
Soal No. 243
Pasien laki-laki berusia 50 tahun datang ke IGD RS dengan
keluhan utama berupa sesak nafas sejak 2 hari smrs. Pasien
memiliki riwayat gagal jantung. Pada pemeriksaan didapatkan
tanda-tanda vital TD 160/80 mmHg, HR 100x/mnt, RR
30x/mnt dan suhu 37C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
distensi vena juguler, edema pada tungkai bilateral. Pasien
kemudian dilakukan pemeriksaan EKG. Apakah kemungkian
hasil EKG dari pasien tersebut?

A. Gelombang P > 2.5 mm dan R/S = 1


B. S di V1 + R di V6 > 35 mm
C. Gel P dan QRS berjalan sendiri-sendiri
D. PR interval memanjang
E. Ventricular fibrilasi
Soal No. 243
• Pasien diatas kemungkinan mengalami CHF yang ditandai
dengan sesak dan tanda-tanda kongesti seperti distensi JVP, dan
edema tungkai bilateral.
• CHF biasanya disebabkan oleh hipertensi yang tidak terkontrol
sehingga akan ditemukan gejala-gejala gagal jantung kiri
terlebih dahulu yang diikuti oleh gejala gagal jantung kanan.
• Pada pasien gagal jantung kiri akan ditemukan adanya
pembesaran dari ventrikel kiri yang pada EKG sesuai dengan
kriteria sokolov-lyon akan ditemukan S V1 + R V6 > 35 mm.
• Piihan A, akan ditemukan pada pembesaran jantung kanan,
namun LVH biasanya akan ditemukan terlebih dahulu.
• Pilihan C, akan ditemukan pada kasus AV blok derajat 3.
• Pilihan D, akan ditemukan pada AV blok derajat 1 dan mobitz
tipe 1.
• Pilihan E, biasanya ditemukan pada pasien dengan henti
jantung.
Gagal Jantung
• disfungsi jantung berkurangnya aliran darah dan suplai
oksigen ke jaringan  tidak dapat lagi memenuhi
kebutuhan metabolik tubuh
• Pembagian:
– Gagal jantung kanan (terjadi pada hipertensi pulmonal primer,
tromboemboli), dengan gejala kongesti cairan sistemik dan
Gagal jantung kiri (akibat kelemahan ventrikel kiri) berakibat
pada penurunan perfusi sistemik.
– Low Output Heart Failure (biasanya terjadi akibat hipertensi,
kardiomiopati dilatasi, kelainan katub)dan High Output Heart
Failure (ditemukan pada penurunan resistensi vaskular
sistemik, seperti hipertiroid, anemia dan kehamilan)
GAGAL JANTUNG KONGESTIF
• Adanya 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor
dan 2 kriteria minor
• Kriteria minor dapat diterima bila tidak
disebabkan oleh kondisi medis lain seperti
hipertensi pulmonal, penyakit paru kronik,
asites, atau sindrom nefrotik
• Kriteria Framingham Heart Study 100% sensitif
dan 78% spesifik untuk mendiagnosis
Sources: Heart Failure. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition.
Archives of Family Medicine 1999.
Neurohormonal Activation in Heart
Failure
Myocardial Injury
(CAD,HTN,CMP )

LV Dysfunction
Increase wall stress

Activation of RAS and SNS

LV Rem odeling Fibrosis, apoptosis, hypertrophy Peripheral vasoconstriction


and cellular/m olecular alterations, Hem odynam ic alterations
progressive LV Dysfunction m yotoxicity

Morbidity/Mortality Heart Failure Sym toms


Arrhythm ias Dyspnea
Pum p Failure Fatigue ,Edema
Chest Congestion
Gagal Jantung

• B-type Natriuretic Peptide (BNP) adalah hormon yang dihasilkan


oleh otot jantung ketika otot bilik (ventrikel) jantung meregang
atau mengalami tekanan. BNP berfungsi mengatur keseimbangan
pengeluaran garam dan air, termasuk mengatur tekanan darah.
BNP diproduksi sebagai pre-hormon yang disebut proBNP.
• Jika jantung, khususnya ventrikel kiri fungsinya terganggu, kadar
NT-ProBNP di dalam darah akan meningkat. Karena itu, NT-proBNP
digunakan sebagai penanda untuk deteksi gagal jantung.
Pemeriksaan EKG
• Left ventricular hypertrophy (LVH)
• Kriteria :
– Sokolow-Lyon: S di V1 + R di V5 atau V6 ≥ 35 mm
– Cornell: R di aVL + S di V3 >28 mm laki2 atau >20
mm perempuan
Chest Radiography
• Chest radiography should be performed
initially to evaluate for heart failure because it
can identify pulmonary causes of dyspnea
(e.g., pneumonia, pneumothorax, mass).
• Pulmonary venous congestion and interstitial
edema on chest radiography in a patient with
dyspnea make the diagnosis of heart failure
more likely
TATALAKSANA
• MR antagonist Gagal Jantung
• mineralocorticoid antagonist
or aldosteron antagonist (eg.
Spironolactone)
• CRT-D
• cardiac resynchronization
therapy-defibrillator
• CRT-P
• cardiac resynchronization
therapy-pacemaker
• ICD
• implantable cardioverter
defibrillator
• LVAD
• left ventricular assisting
device
• Ivabradine
• selective heart rate-lowering
agent in If current (sodium
and potassium current) in
pacemaker cells

ESC.2013
Terapi Non Farmakologi
1. Monitoring BB : Target IMT 18 – 25. Bila kenaikan BB > 2 kg dalam
3 hari  waspadai telah terjadi retensi cairan, intake garam
berlebih atau dosis diuretik yang kurang
2. Intake Na : restriksi garam < 2 gr/hari t.u Fungsional Class III-IV
dan bila ada edema perifer
3. Intake Cairan : Pada CHF max 1,5 – 2 lt/hr ttp pertimbangkan k.u
px
4. Hnetikan Merokok
5. Aktivitas Fisik dan seksual : keadaan akut  tirah baring stlh
tertangani  aktif. FC. II-II aktvitas sehari2 biasa slm tdk
mencetuskan gejala. OR yg bersifat isometrik (mendorong,
menarik) & kompetitif hrs dihindari. Max HR : 220 – Umur X 60 %.
FC.III-IV  penggunaan sildanafil atau fosfodiesterase inhibitor
lainnya tidak dianjurkan pada CHF apalagi bg yg masih dalam
therapi dg NITRAT
Soal No. 244
Pasien usia 70th datang ke IGD dengan keluhan bengkak
kedua tungkai dirasakan semakin memberat. Keluhan disertai
sesak. Ada Riwayat sakit TB dengan pengobatan yang belum
tuntas. Pemeriksaan fisik TD 90/60 mmHg, HR 99x/mnt, RR
25x/mnt, suhu 37C. Keluhan membaik jika posisi berbaring
dengan bantal ditumpuk 4. Pada pemeriksaan auskultasi
didapatkan Ronchi basal di kedua lapang paru. Edema kedua
pretibial. Apakah kemungkinan diagnosis pasien tersebut?

A. Hipertensi pulmonal 1
B. Hipertensi pulmonal 2
C. Gagal jantung kiri akut
D. Cor pulmonal
E. PPOK
Soal No. 244
• Pasien diatas kemungkinan mengalami kor pulmonal
karena adanya gejala-gejala gagal jantung yang
kemungkinan disebabkan karena adanya kelainan pada
parenkim paru. Pada kasus diatas kemungkinan disebabkan
oleh adanya TB paru.
• Piihan A, merupakan HT pulmonal akibat sebab idiopatik,
penyakit jantung kongestif, HIV atau obat-obatan.
• Pilihan B, PH yang disebabkan karena penyakit pada
jantung sebelah kiri.
• Pilihan C, dapat ditandai dengan tanda-tanda edema paru
akut atau syok kardiogenik.
• Pilihan E, ditandai dengan sesak, batuk-batuk berdahak,
dada barrel chest.
Cor Pulmonale

Definisi
• Cor pulmonale  kelainan jantung kanan berupa
hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan sekunder karena
hipertensi pulmonal sebagai akibat penyakit parenkim
atau vaskuler paru

Etiologi
– Penyakit obstruktif paru kronis.
– Hipoventilasi kronis.
– Kelainan pembuluh darah paru.
– Kelainan parenkim paru.
Classification
Based on the etiology, cor pulmonale can be
classified as:
• Acute cor pulmonale
– caused by pulmonary embolism (more
common) and acute respiratory distress
syndrome (ARDS).
• Chronic cor pulmonale
– caused by increased afterload, leads to
structural alterations in the right ventricle (RV)
including RV hypertrophy (RVH)
Klasifikasi
Manifestasi Klinis
• Sesak napas, nyeri dada, pingsan, barrel chest,
sianosis, bendungan vena leher
• Kelainan pemeriksaan fisis sesuai dengan
kelainan paru dan jantung.
• Nyeri perut kanan atas karena kongesti hepar.
• Tanda-tanda gagal jantung kanan
– JVP meningkat,
– edema tungkai,
– asites,
– bunyi jantung S3 pada ventrikel kanandapat
didengar pada garis sternal kiri
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan EKG
– didapatkan RAD/RVH, artimia supraventrikular/ventrikular.
• Dapat didapatkan polisitemia
• Pemeriksaan darah
– Peningkatan hematoktrit ( polisitemia sekunder)
– Def alpha 1-antitrypsin
– ANA positif jika etiologi penyakit kolagen vaskular
– Hiperkoagulasi (peningkatan protein S dan C. antitrombin III,
faktor V Leyden, anticardiolipin antibodies, homosistein).
• Nuclear scanning  menilai V/Q (ventilation/perfusion)
• CT scan  untuk estimasi massa ventrikel kanan jantung
Pemeriksaan Penunjang

• Gambaran EKG :
 Deviasi aksis ke kanan
 Hipertrofi ventrikel kanan
 P-pulmonale yg tampak pd lead II, III, aVF
 RBBB
 Low voltage QRS
Gambaran Radiologis Cor Pulmonale

• Didapatkan
dilatasi arteri
pulmonal sentral
dan hipertrofi
ventrikel kanan.
(From Crawford MH et al
[eds]:Cardiology,ed 2, St Louis, 2004,
Mosby.
Pemeriksaan Penunjang
• Echocardiogram to detect right ventricular
enlargement and/or hypertrophy and
estimate pulmonary artery pressure.
• Right-sided heart catheterization measures
pulmonary artery pressures and pulmonary
vascular resistance.
Cor Pulmonale
Tatalaksana
• Tatalaksana penyakit yg mendasari  penyakit paru.
• Memperbaiki oksigenasi.
 Diberikan jika saturasi oksigen >88%, dengan target
saturasi oksigen 88%.
• Tatalaksana terhadap jantung dan hipertensi pulmonal
 Tirah baring
 Diet rendah garam
 Diuretika
 Digitalis
 Vasodilator (inhibitor fosfodiesterase)
Tatalaksana Medikamentosa
• Diuretik
Menurun load jantung
• Calcium channel blocker, terutama slow release
nifedipine dan diltiazem
Vasodilatasi arteri pulmonal
• PDE-5 Inhibitor (sildenafil)
Melepaskan nitric oxide yang berfungsi untuk
vasodilatasi
• Antikoagulan (warfarin)
Mencegah trombosis yg sering terjadi pd pasien cor
pulmonal.
Soal No. 245
Seorang pasien laki-laki berusia 52 tahun datang ke IGD RS
dengan keluhan sesak nafas. Sesak sudah dirasakan sejak 2
jam dan memberat dengan aktivitas. Pada pemeriksaan
didapatkan TD 190/100 mmHg, HR 130x/mnt , RR 30 x/mnt
dengan saturasi O2 88% . Sebelumnya pasien sudah
didiagnosis dengan gagal jantung sejak 1 tahun terakhir
namun minum obat tidak teratur. Apakah diagnosis yang
paling mungkin ?

A. Hipertensi sekunder
B. Edem paru akut
C. Gagal jantung kanan
D. Syok kardiogenik
E. Emboli paru akut
Soal No. 245
• Pasien diatas kemungkinan mengalami edema paru akut
karena adanya sesak yang tiba-tiba memberat sejak 2 jam,
penurunan saturasi oksigen dengan riwayat CHF yang tidak
teratur minum obat.
• Piihan A, HT yang disebabkan oleh adanya underying
disease seperti hiperaldosteronisme atau feokromositoma.
• Pilihan C, ditandai dengan tanda-tanda edema ekstremitas,
asites, peningkatan JVP.
• Pilihan D, ditandai dengan hipotensi.
• Pilihan E, ditandai dengan sesak tiba-tiba, nyeri dada
pleuritic, hemoptysis pada pasien dengan risiko
terbentuknya pembentukkan emboli seperti gangguan
irama jantung, tirah baring lama, riwayat operasi.
ACUTE LUNG EDEMA
• Clinical manifestation of acute pulmonary
edema:
– Acute pulmonary edema usually presents with the
rapid onset of dyspnea at rest, tachypnea,
tachycardia, and severe hypoxemia.
– Crackles and wheezing due to alveolar flooding
and airway compression from peribronchial
cuffing may be audible.
– Release of endogenous catecholamines often
causes hypertension.
Edema Paru Akut
• Edema paru timbul bila cairan yang difiltrasi oleh
dinding mikrovaskuler lebih banyak dari yang bisa
dikeluarkan.
• Edema paru akut dapat terjadi karena penyakit jantung
maupun penyakit di luar jantung ( edema paru
kardiogenik dan non kardiogenik ).
• Edem paru kardiogenik disebabkan oleh peningkatan
tekanan hidrostatik
• edem paru nonkardiogenik disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas pembuluh darah paru
• yang menyebabkan meningkatnya cairan dan protein
masuk ke dalam interstisial paru dan alveolus
Etiologi
• Acute myocardial infarction.
• Exacerbation of chronic congestive heart failure due to arrhythmia,
myocardial ischemia, poor dietary or medical compliance, excessive
alcohol consumption, anemia, or inadequately treated hypertension.
• Valvular regurgitation (e.g., acute mitral regurgitation due to papillary
muscle rupture).
• Ventricular septal defect.
• Severe myocardial ischemia causes left ventricular diastolic dysfunction
prior to causing systolic dysfunction.
• Mitral stenosis, particularly with tachycardia.
• Bilateral renal artery stenosis.
• Postpartum cardiomyopathy.
• Other: cardiac tamponade, endocarditis, myocarditis, arrhythmias,
hypertensive crisis, endocrine abnormalities such as thyrotoxicosis.
Edema Paru Akut
• Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran cairan
dari darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke
alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau
melalui saluran limfatik.
Klinis
• Sianosis sentral
• Sesak nafas dengan bunyi napas melalui mukus berbuih
• Ronkhi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi
hampir seluruh lapangan paru; kadang-kadang disertai
ronki kering dan ekspirasi yang memanjang akibat
bronkospasme sehingga disebut asma kardial
• Takikardia dengan gallop S3
• Murmur bila ada kelainan katup
Pemeriksaan Radiologi
• Edema paru kardiogenik
– Pemeriksaan radiologi polos dada
• menunjukkan adanya kardiomegali,
• redistribusi pembuluh darah paru,
• infiltrat perihiler (seperti kupu — kupu), dan
• efusi pleura
• Pada edema paru non kardiogenik
– biasanya ditemukan infiltrat yang berdistribusi di
seluruh lapang paru, dengan tidak adanya
kardiomegali atau efusi pIeura.*
Gambaran Radiologi pada Edema Paru
Kardiogenik
• Kerley B lines (septal lines)  penebalan garis septa
parenkim paru, +- tebal 1 mm dan panjang 1 cm, tegak
lurus terhadap permukaan pleura, ditemukan pada
perifer paru
• Efusi pleura  biasanya bilateral, sisi kanan lebih besar
dari kiri. Jika unilateral, lebih sering di sisi kanan
• Peribronkial cuffing  gambaran cairan pada dinding
bronkus
• Batwing’s appearance  opasitas perihiler bilateral
• Kardiomegali (tidak selalu ada)
Batwing’s appearance Kerley B lines (panah putih) Peribronchial cuffing
Soal No. 246
Seorang laki laki usia 48 tahun datang diantar oleh istri nya
dengan keluhan sesak nafas, mual dan muntah. Pasien diketahui
memiliki riwayat hipertensi sejak 10 tahun yg lalu dan rutin
mengonsumsi valsartan 80 mg dan amlodipin 10 mg. Namun
dalam seminggu terakhir pasien mengaku tidak meminum obat
tersebut. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD
180/100 mmHg, RR 28x/menit, HR 100x/mnt, Suhu 37C dan
terdapat suara ronki di basal paru. terdapat peningkatan JVP.
Apakah terapi yang sesuai pada pasien tersebut?

A. Diltiazem
B. Nikardipin dan diuretic
C. Valsartan dan amlodipine
D. Diuretik
E. Captopril dan diuretik
Soal No. 246
• Pasien diatas kemungkinan mengalami edema paru akut
karena ditemukan adanya gejala seperti sesak napas yang
memberat. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya
hipertensi, peningkatan JVP dan ronchi di basal paru.
• Pada pasien dengan edema paru seperti pasien diatas
maka tatalaksana yang tepat adalah dengan pemberian
obat diuretic seperti furosemid.
• Piihan A, diberikan pada pasien dengan aritmia.
• Pilihan B dan C, tidak dianjurkan pemberian CCB karena
dapat memperburuk gejala kongesti pada pasien.
• Pilihan E, pemberian captopril dapat dilakukan setelah
pemberian furosemide dengan syarat TD sistolik > 100
mmHg.
Penanganan Edem Paru
• Posisi ½ duduk.
• Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila
perlu dengan masker.
– Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi
bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan ≥ 60
mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi,
retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu
mengurangi cairan edema secara adekuat), maka
dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan
ventilator.
• Infus emergensi.
– Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila
ada.
Penanganan Edem Paru
• Nitrogliserin sublingual atau intravena
– Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap 5 – 10 menit
– Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan
Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB.
• Morfin sulfat
– 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit
– total dosis 15 mg> pemberian ini bertujuan untuk menenangkan
pasien
• Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus
– followed by continuous I.V.
– infusion doses of 10-40 mg/hour
– If urine output is <1 mL/kg/hour, double as necessary to a
maximum of 80-160 mg/hour.
• Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) :
– Dopamin 2 – 5 ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 – 10
ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik
Drug Dose range Adverse effects¶ RoleΔ
Vasodilators
Fenoldopam Initially 0.1 mcg/kg per minute◊ Tachycardia, headache, nausea, Most hypertensive emergencies.
as IV infusion titrated to a flushing Use caution or avoid with glaucoma or
maximum of 1.6 mcg/kg per increased intracranial pressure.
minute
Hydralazine 10 to 20 mg IV Sudden precipitous drop in blood In general, hydralazine should be
pressure, tachycardia, flushing, avoided due to its prolonged and
10 to 20 mg IM (40 mg headache, vomiting, aggravation of unpredictable hypotensive effect.
maximum per labeling) angina Labetalol and nicardipine are generally
preferred choices for treatment of
eclampsia.
Nicardipine 5 to 15 mg/hour as IV infusion. Tachycardia, headache, dizziness, Most hypertensive emergencies,
Some patients may require up nausea, flushing, local phlebitis, edema including pregnancy induced.
to 30 mg/hour. Avoid use in acute heart failure.
Caution with coronary ischemia.

Nitroglycerin 5 to 100 mcg/minute as IV Hypoxemia, tachycardia (reflex Potential adjunct to other IV


(glyceryl infusion sympathetic activation), headache, antihypertensive therapy in patients
trinitrate) vomiting, flushing, with coronary ischemia (ACS) or acute
methemoglobinemia, tolerance with pulmonary edema.
prolonged use
Nitroprusside 0.25 to 10 mcg/kg per minute Elevated intracranial pressure, In general, nitroprusside should be
as IV infusion. decreased cerebral blood flow, reduced avoided due to its toxicity.
coronary blood flow in CAD, cyanide Nitroprusside should be avoided in
and thiocyanate toxicity, nausea, patients with AMI, CAD, CVA, elevated
vomiting, muscle spasm, flushing, intracranial pressure, renal impairment,
sweating or hepatic impairment.
Drug Dose range Adverse effects¶ RoleΔ
Adrenergic inhibitors
Esmolol 250 to 500 mcg/kg loading dose Nausea, flushing, bronchospasm, Perioperative hypertension.
over one minute; then initiate IV first-degree heart block, infusion-site Avoid use in acute
infusion at 25 to 50 mcg/kg per pain; half-life prolonged in setting of decompensated heart failure.
minute; titrate incrementally up to anemia
maximum of 300 mcg/kg per minute

Labetalol Initial bolus of 20 mg IV followed by Nausea/vomiting, paresthesias (eg, Most hypertensive emergencies
20 to 80 mg IV bolus every 10 scalp tingling), bronchospasm, including myocardial ischemia,
minutes (maximum 300 mg) dizziness, nausea, heart block hypertensive encephalopathy,
or pregnancy, and postoperative
0.5 to 2 mg/minute as IV loading hypertension.
infusion following an initial 20 mg IV Avoid use in acute
bolus (maximum 300 mg) decompensated heart failure.
Use cautiously in obstructive or
reactive airway.

Metoprolol Initially 1.25 to 5 mg IV followed by Refer to labetalol Myocardial ischemia,


2.5 to 15 mg IV every three to six perioperative hypertension.
hours Avoid use in acute
decompensated heart failure.
Soal No. 247
Seorang pria 45 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan
perut terasa berdenyut sejak 1 tahun. Pasien mengatakan
perut berdenyut hilang timbul dan 1 bulan terakhir makin
sering. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital TD
120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 37C. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan suara bruit pada epigastrium
tengah. Apakah kemungkinan diagnosis pasien tersebut?

A. Congestive heart failure


B. Aneurisma aorta
C. Diseksio aorta
D. Aneurisma torakal
E. Penyakit jantung coroner
Soal No. 247
• Pasien diatas kemungkinan mengalami aneurisma aorta
abdominal yang ditandai dengan adanya perut yang terasa
berdenyut serta adanya suara bruit pada epigastrium
tengah.
• Aneurisma aorta abdominal merupakan penonjolan dari
dinding lumen pembuluh darah aorta abdominal yang
sewaktu-waktu dapat pecah.
• Piihan A, akan ditemukan gejala sesak, edema tungkai atau
asites.
• Pilihan C, akan ditemukan gejala seperti nyeri pada dada
seperti disobek. Biasanya terjadi pada cabang-cabang
utama aorta dan jarang terjadi pada aorta abdominal.
• Pilihan D, biasanya ditandai dengan nyeri pada dada
• Pilihan E, ditandai dengan nyeri dada angina.
Abdominal Aorta Aneurysm (AAA)
• Risk factors:
– men older than 65 years
– peripheral atherosclerotic vascular disease.
• Usually asymptomatic until they expand or rupture.
• Expanding AAA signs and symptoms:
– severe, constant low back, flank, abdominal, or groin pain.
Syncope may be the chief complaint.
– Physical exam: pulsatile abdominal mass (fewer than half of all
cases)
• Ruptured AAA:
– shock (cyanosis, mottling, altered mental status, tachycardia,
hypotension),
– pain due to ruptured AAA.
– Patients may have normal vital signs in the presence of a
ruptured AAA as a consequence of retroperitoneal containment
of hematoma
Pemeriksaan Penunjang
• USG
– standard imaging technique for AAA
• Plain radiography
– aortic wall calcification, seen less
than half of the time
• Computed tomography (CT) and CT
angiography (CTA)
– This form of imaging is the main
modality for defining and planning
open or endovascular AAA repair;
– CT offers certain advantages over
ultrasonography in defining aortic CT demonstrates abdominal aortic
size, rostral-caudal extent, aneurysm (AAA). Aneurysm was noted
involvement of visceral arteries, and during workup for back pain, and CT was
extension into the suprarenal aorta ordered after AAA was identified on
radiography. No evidence of rupture is seen.
Pemeriksaan Penunjang
• Magnetic resonance imaging
– This permits imaging of the aorta comparable to
that obtained with CT and ultrasonography,
without subjecting the patient to dye load or
ionizing radiation
• Angiography
– With the fine resolution afforded by CTA,
conventional angiography is rarely indicated to
define the anatomy
Tatalaksana
• Surgical repair. The primary methods of AAA
repair are as follows:
– Open - This requires direct access to the aorta via
a transperitoneal or retroperitoneal approach
– Endovascular - This involves gaining access to the
lumen of the abdominal aorta, usually via small
incisions over the femoral vessels; an endograft,
typically a polyester or Gore-Tex graft with a stent
exoskeleton, is placed within the lumen of the
AAA, extending distally into the iliac arteries
Soal No. 248
Pasien lakil-laki usia 56 tahun datang dengan riwayat batuk batuk terkadang
disertai darah. Pasien mengatakan batuk darah sudah dirasakan sejak 6
bulan smrs. Pasien merupakan perokok berat dan sudah merokok sejak 30
tahun smrs. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 150/70 mmHg, HR
89x/mnt, RR 22x/mnt, dan suhu 37C. Pada pemeriksaan thoraks didapatkan
dada barrel chest. Pada pemeriksaan foto rontgennya didapatkan
gambaran sebagai berikut:

Apakah kemungkinan diagnosis


pasien tersebut?

A. Aspergilloma
B. Abses paru
C. Bullae paru
D. TB paru
E. Pneumonia
Soal No. 248
• Pasien diatas kemungkinan mengalami aspergiloma karena
ditemukan adanya gambaran fungus ball pada kavitas di
paru kanan. Adanya riwayat hemoptysis serta PPOK
menunjukkan faktor risiko adanya kavitas yang sebelumnya
sudah terbentuk dan kemudian diinfeksi oleh aspergillus.
• Piihan B, akan ditemukan adanya gambaran air fluid level
pada foto rontgen.
• Pilihan C, akan ditemukan adanya kavitas tanpa
vaskularisasi.
• Pilihan D, akan ditemukan adanya infiltrate pada apeks
paru.
• Pilihan E, akan ditemukan adanya infiltrate pada parenkim
paru.
Aspergilosis
• Definisi
– Aspergillosis refers to several forms of a broad range of illnesses
caused by infection with Aspergillus species

• Etiologi
– A. fumigatus is the usual cause.
– A. Flavus is the second most important species, particularly in
invasive disease of immunosuppressed patients and in lesions
beginning in the nose and paranasal sinuses. A. niger can also
cause invasive human infection.

• Faktor Risiko
– The clinical syndrome depends on the underlying lung architecture,
the host’s immune response, and the degree of inoculum.
– Aspergillosis refers to several forms of a broad range of illnesses
caused by infection with Aspergillus species
Aspergilloma (Fungus Ball)
• In the absence of invasion or significant immune
response, Aspergillus can colonize a preexisting
cavity, causing pulmonary aspergilloma.
• Forms masses of tangled hyphal elements, fibrin,
and mucus.
• Patients typically have a history of chronic lung
disease, tuberculosis, sarcoidosis, or emphysema.
• Manifests commonly as hemoptysis.
• Many are asymptomatic
Pemeriksaan Lab dan Imaging
• Sputum culture
• Serum precipitating antibody
Gambar Pada soal

Fungus Ball
Tatalaksana
• Controversial and problematic; the optimal treatment
strategy is unknown.
• Up to 10% of aspergillomas may resolve clinically
without overt pharmacologic or surgical intervention.
• Observation for asymptomatic patients.
• Surgical resection/arterial embolization for those
patients with severe hemoptysis or life-threatening
hemorrhage.
• For those patients at risk for marked hemoptysis with
inadequate pulmonary reserve,consider itraconazole
200 to 400 mg/day PO.
Soal No. 249
Seorang pasien laki-laki berusia 55 tahun datang dengan keluhan
pingsan. Pingsan dirasakan 4 kali dalam 1 bulan. Setelah pingsan
pasien sadar kembali, tidak ada kelemahan pada anggota gerak.
Riwayat stroke dan DM disangkal pasien. Pada pemeriksaan
didapatkan tanda-tanda vital TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR
20x/mnt dan suhu 37C. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan GDS normal. Saat dilakukan pemeriksaan, tekanan
darah pada tangan kanan dan tangan pasien berbeda 20 mmHg.
Kemungkinan diagnosis pasien tersebut adalah…

A. Transient Ischemic Attack


B. Vasovagal syncope
C. Subclavian Steal Syndrome
D. Reversible Ischemic Neurological Deficit
E. Hipoglikemia
Soal No. 249
• Pasien diatas kemungkinan mengalami subclavian
steal syndrome yang ditandai dengan adanya
pingsan, tanpa adanya kelemahan anggota gerak.
Adanya pemeriksaan fisik berupa perbedaan tekanan
darah antara kiri dan kanan yang lebih dari 10 mmHg
mengkonfirmasi diagnosis ini.
• Piihan A, ditandai dengan adanya deficit neurologis
yang membaik dalam waktu 24 jam.
• Pilihan B, ditandai dengan pingsan yang dipicu akibat
rasa takut, stress emosional atau nyeri.
• Pilihan D, deficit neurologis yang terjadi lebih dari 24
jam dan akan membaik dalam waktu 72 jam .
• Pilihan E, ditandai dengan penurunan kadar GDS.
Subclavian Steal Syndrome
Definisi
occlusion or severe stenosis of the proximal subclavian
artery leading to decreased antegrade flow or
retrograde flow in the ipsilateral vertebral artery and
neurologic symptoms referable to the posterior
circulation.

Etiologi
• Atherosclerosis
• Arteritis (Takayasu’s disease and temporal arteritis)
Subclavian Steal Syndrome
Manifestasi Klinis
• Many patients are asymptomatic.
• Upper-extremity ischemic symptoms: fatigue, exercise-related aching,
coolness, numbness of the involved upper extremity.
• Neurologic symptoms are reported by 25% of patients with known
unilateral subclavian steal. These include brief spells of:
– Vertigo
– syncope
– Diplopia
– Decreased vision
– Oscillopsia
– Gait unsteadiness
• These spells are only occasionally provoked by exercising the ischemic
upper extremity (classic subclavian steal).
• Left subclavian steal is more common than right, but the latter is more
serious.
• Posterior circulation stroke related to subclavian steal is rare.
• Innominate artery stenosis can cause decreased right carotid artery flow
and cerebrovascular symptoms of the anterior cerebral circulation, but this
is uncommon.
Pemeriksaan Fisik
• Physical findings:
– Delayed and smaller volume pulse (wrist or
antecubital) in the affected upper extremity
– Lower blood pressure in the affected upper extremity
– Supraclavicular bruit

• Pemeriksaan penunjang :
– Noninvasive upper-extremity arterial flow
studies
– Doppler sonography of the vertebral, subclavian, and
innominate arteries
– Arteriography, magnetic resonance arteriogram
Soal No. 250
Tn. Orlando Campano, 55 tahun, datang ke Rumah sakit dengan keluhan
sesak sejak 1 minggu terakhir, sesak semakin berat saat aktifitas. Keluhan
disertai batuk berdahak kekuningan. Pasien seorang perokok aktif selama
20 tahun terakhir, pasien menghabiskan 2 bungkus rokok sehari. Pasien
sudah pernah sakit seperti ini sebelumnya Dari pemeriksaan klinis
didapatkan Tekanan darah 110/80 mmHg, denyut nadi 84 x/menit,
frekuensi nafas 30 x/menit, suhu 37oC. pada pemeriksaan fisik didapatkan
bibir sianosis dan pemeriksaan pulmo didapatkan suara tambahan
wheezing dan ekspirasi memanjang, bentuk dada barrel chest. Pada
pemeriksaan spirometri didapatkan PPOK FEV1/FVC <70%, FEV1 60 %.
Apakah derajat PPOK pasien tersebut?

A. Mild
B. Moderate
C. Severe
D. Very Severe
E. Extremely severe
Soal No. 250
• Pasien diatas kemungkinan mengalami PPOK karena
ditemukan sesak, batuk berdahak dan riwayat
merokok lama. Adanya hasil pemeriksaan fisik
berupa sianosis, wheezing dan dada barrel chest
semakin menguatkan diagnosis ke arah PPOK.
Adanya hasil spirometeri FEV1/FVC < 70%
menunjang ke arah kelainan obstruktif. FEV 1 60%
menunjukkan bahwa derajat PPOK pasien adalah
derajat sedang.
• Piihan A, FEV1 >80% prediksi.
• Pilihan C, 30% < FEV1 < 50% prediksi.
• Pilihan D, FEV1 <30% prediksi.
• Pilihan E, tidak ada klasifikasi ini.
PPOK (klasifikasi)
Dalam penilaian derajat PPOK diperlukan beberapa penilaian seperti
• Penilaian gejala dengan menggunakan kuesioner COPD Assesment
Test (CAT) serta The modified British Medical Research Council
(mMRC) untuk menilai sesak nafas;
• Penilaian derajat keterbatasan aliran udara dengan spirometri
– GOLD 1: Ringan: FEV1 >80% prediksi
– GOLD 2: Sedang: 50% < FEV1 < 80% prediksi
– GOLD 3: Berat: 30% < FEV1 < 50% prediksi
– GOLD 4: Sangat Berat: FEV1 <30% prediksi
• Penilaian risiko eksaserbasi
Soal No. 251
Pasien laki-laki berusia 48 tahun dibawa ke IGD karena tidak sadarkan diri.
Nadi tidak teraba. Pasien Sudah di RJP, ETT, IV line dan injeksi epinefrin
1mg. Pada pemeriksaan EKG didapatkan gambaran sebagai berikut.

Apakah tindakan selanjutnya yang akan dilakukan?


A. Defebrilasi 200 J bifasik
B. Synchronized cardioversion 100 J
C. Injeksi epinefrin 1mg/kg
D. Injeksi digoxin 2,5
E. kardioversi 200 J
Soal No. 251

• Pasien diatas kemungkinan mengalami henti


jantung karena tidak sadar dan nadi tidak teraba.
• Pada gambaran EKG didapatkan gambaran VT
monomorfik yang termasuk ke dalam gelombang
yang shockable sehingga tatalaksana yang tepat
adalah dengan defibrilasi 200 J bifasik.
Ventrikular Takikardia/VT
Berdasarkan morfologinya terbagi 2:
• VT monomorfik
Kompleks QRS sama dari segi bentuk dan juga
amplitudo.

• VT polimorfik
Kompleks QRS bervariasi dari segi bentuk dan juga
amplitudo,
ex : torsades de pointes, bidirectional vetricular
tachycardia
VT Monomorfik
Gambar pada Soal

Kompleks QRS Lebar (> 0,12 detik)


Gel P tidk ada
VT Polimorfik
Soal No. 252
Seorang laki-laki berusia 50 tahun datang ke IGD dengan
penurunan kesadaran. Setelah dilakukan pemeriksaan nadi tidak
teraba. Dilakukan pemeriksaan EKG ditemukan gambaran sebagai
berikut

Diagnosis dan tatalaksana pasien tersebut adalah…


A. VT + defibrilasi
B. VF + kardioversi
C. Asistol + defibrilasi
D. PEA + adrenalin
E. Bradikardia + sulfas Atropine
Soal No. 252

• Pasien diatas kemungkinan mengalami henti


jantung yang ditandai dengan penurunan
kesadaran dan nadi yang tidak teraba.
• Pada gambaran EKG ditemukan irama PEA
(pulseless electrical activity) yang termasuk ke
dalam irama non shockable dan tatalaksana
selanjutnya adalah dengan melanjutkan RJP dan
pemberian obat adrenalin.
Gambar pada Soal
Soal No. 253
Seorang wanita 70 tahun ke puskesmas untuk kontrol hipertensi
yang diidap 10 tahun terakhir. Saat ini pasien tidak ada keluhan.
Pasien rutin minum obat hipertensi dan kontrol di puskesmas tiap
bulan. Hasil EKG saat ini:

Tatalaksana yang paling tepat adalah…


A. Verapamil
B. Rujuk RS untuk treadmill test
C. Rujuk RS untuk echocardiography
D. Rujuk RS untuk kardioversi
E. Digoksin
Soal No. 253

• Pasien diatas kemungkinan mengalami kelainan


EKG berupa VES.
• Pada pasien dengan VES perlu disingkirkan
adanya kemungkinan kelainan structural
jantung, jika tidak ada maka VES biasanya benign
dan memiliki prognosis yang baik.
PVC/VES

• PVCs are ectopic impulses originating from an area distal to the His
Purkinje system.
• Most common ventricular arrhythmia.
• Significance of PVCs is interpreted in the context of the underlying
cardiac condition.
• Ventricular ectopy leading to ventricular tachycardia (VT), which, in
turn, can degenerate into ventricular fibrillation, is one of the
common mechanisms for sudden cardiac death.
• The treatment paradigm in the 1970s and 1980s was to eliminate
PVCs in patients after myocardial infarction (MI).
PVC
Pathophysiology
• Three common mechanisms exist for PVCs:
• Automaticity : The development of a new site of
depolarization in non-nodal ventricular tissue.
• Reentry circuit : Reentry typically occurs when
slow conducting tissue (post-infarction
myocardium) is present adjacent to normal
tissue.
• Triggered activity : After depolarization can occur
either during (early) or after (late) completion of
repolarization.
.
Etiologi
Cardiac Causes Non-cardiac Causes
• Acute myocardial infarction • Electrolyte disturbances
• Valvular heart disease, (hypokalemia, hypomagnesemia, or
especially mitral valve hypercalcemia)
• prolapse • Medications (eg, digoxin, tricyclic
• Cardiomyopathy (ischemic, antidepressants, aminophylline,
dilated, hypertrophic, amitriptyline, pseudoephedrine,
• infiltrative) fluoxetine)
• Myocardial stretch • Other drugs (eg, cocaine,
• Cardiac contusion amphetamines, caffeine, alcohol)
• Bradycardia • Anesthetics
• Tachycardia (high- • Surgery
catecholamine state)
• Infection
• Stress
PVC
Clinical Presentation Physical Examination
• Variable or decreased intensity of heart
• Palpitations sounds.
• Lightheadedness • The augmented beat following a
• Fatigue dropped beat (pause) heard frequently.
• The follow-up beat after a VPC is
• Sustained stronger due to the post-extra systolic
tachycardia is not compensatory pause, allowing greater
uncommon left ventricular (LV) filling, causing
• True syncope is greater intensity of that beat.
infrequently seen • Conversely, the VPC itself may be
underperfused and consequently not
perceived by radial pulse, resulting in a
spurious documentation of bradycardia
PVC
Classification
• PVCs may be uniform (same form) or multiform (different forms).
• Classification according to frequency:
 Frequent - 10 or more PVCs per hour (by Holter monitoring) or 6 or
more per minute
 Occasional - Fewer than 10 PVCs per hour or fewer than 6 per
minute
• Classification according to relationship to normal beats:
 Bigeminy - Paired complexes, VPC alternating with a normal beat
 Trigeminy - VPC occurring every third beat (2 sinus beats followed
by VPC)
 Quadrigeminy - VPC occurring every fourth beat (VPC following 3
normal beats)
 Couplet - 2 consecutive PVCs
Gambar Pada Soal

VES
Evaluasi
• focus on documenting their presence or
absence with an electrocardiogram (ECG) or
some form of ambulatory cardiac monitoring.
• Once VPBs have been identified, an additional
evaluation should be performed focusing on
the presence or absence of underlying
structural heart disease.
Evaluasi
For patients in whom otherwise unexplained VPBs have been
identified, the following evaluation should be performed:
• 24-hour ambulatory (Holter) monitor to quantify the
frequency of VPBs and determine if they are monomorphic
or multimorphic.
• Echocardiography to assess cardiac structure and function.
• Exercise treadmill stress test to evaluate the response of
the VPBs to exercise, determine the VPB morphology,
determine if sustained or nonsustained ventricular
tachycardia (VT) can be induced with exercise, as well as to
screen for underlying ischemia.
Tatalaksana
Absence of structural heart disease
 Asymptomatic = require no therapy.
 Symptomatic PVCs = patient education and reassurance, avoidance
of aggravating factors , and anxiolytic drugs if needed
 Beta-blockers and non-dihydropyridine calcium channel blockers
 Anti-arrhythmic therapy is only used to prevent symptoms.

Presence of underlying heart disease


 Treatment of transient ischemia.
 Optimal treatment for congestive heart failure (CHF), CAD, or both
should be instituted.
 Maintain electrolyte balance.
 Blood pressure control
Soal No. 254
Seorang laki-laki berusia 50 tahun datang dengan keluhan berdebat debar sejak 2 jam yang
lalu, Pasien mengatakan memiliki riwayat hipertensi dan tidak minum obat secara rutin. Dari
hasil pemeriksaan fisik tanda tanda vital TD : 160/100, HR : 140x/menit, RR : 26x/menit.
Pada gambaran EKG didapatkan gambaran sebagai berikut:

Apa diagnosis yang tepat?


A. Atrial Fibrilasi dan RBBB
B. Atrial fibrilasi dan LBBB
C. Sinus bradikardi dan RBBB
D. SVT dan RBBB
E. SVT dan LBBB
Soal No. 254
• Pasien diatas kemungkinan mengalami takiaritmia
berupa atrial fibrilasi karena ditemukan adanya
gambaran EKG berupa QRS sempit tanpa adanya
gelombang P yang jelas.
• Pada lead V2 ditemukan adanya gelombang RSR’
yang menandakan pada pasien juga terjadi RBBB.
• Piihan B, pada LBBB akan ditemukan gel RSR’ pada
lead V5 atau V6.
• Pilihan C, akan ditemukan HR < 60x/menit.
• Pilihan D dan E, pada SVT akan ditemukan gambaran
takiaritmia tanpa gelombang p yang jelas.
ATRIAL FIBRILASI
Etiologi
• Fibrillation is presumed to be caused by multiple wandering wavelets,
usually originating from the pulmonary veins. Both reentrant and focal
mechanisms have been proposed.
• Vascular causes: hypertensive heart disease Valvular heart disease
• Pulmonary causes: pulmonary embolism, chronic obstructive pulmonary
disease, obstructive sleep apnea, carbon monoxide poisoning
• Structural cardiac disease: hypertrophic cardiomyopathy, congestive heart
failure, coronary artery disease, myocardial infarction, congenital heart
disease (especially those that lead to atrial enlargement such as atrial
septal defect)
• Pericarditis and myocarditis
• Arrhythmias: atrial tachycardias and atrial flutters have been associated
with atrial fibrillation, as has Wolff-Parkinson-White syndrome
• Endocrine: thyrotoxicosis, hyperthyroidism or subclinical
hyperthyroidism, pheochromocytoma, obesity
Etiologi
• Surgery: both cardiac and noncardiac
• Electrolytes: hypokalemia, hypomagnesemia
• Systemic stress: fever, anemia, hypoxia, sepsis, infections (e.g.,
pneumonia)
• Medications/toxins: digitalis, adenosine, theophylline,
amphetamines, cocaine, antihista mines, alcohol abuse and/or
withdrawal, caffeine, steroidal antiinflammatory drugs (SAIDs)
• Frequency of vigorous exercise is associated with an increased risk
of developing AF in young men and joggers
• Porphyrias have been associated with autonomic dysfunction and
increased risk of AF
• Patients with metabolic syndrome, excessive vitamin D intake, or
excessive niacin intak have a higher risk of AF
Atrial flutter

Atrial fibrilasi

Ventricular tachycardia:
The rate >100 bpm
Broad QRS complex (>120 ms)
Regular or may be slightly irregular
Atrial Fibrilasi
• AF berpotensi berbahaya karena:
1. HR yang terlalu cepat menurunkan preload sehingga curah jantung
menurun,
2. Kontraksi atrium yang ireguler mengakibatkan stasis di atrium  trombus
 embolisasi.

• Klasifikasi AF:
– Paroksismal:
• Episode < 48 jam.
• Sekitar 50% kembali normal dalam 24 jam.
– Persisten:
• Episode 48 jam s.d. 7 hari
• Diperlukan kardioversi untuk kembali ke irama sinus
– Kronik/permanen
• Berlangsung lebih dari 7 hari
• Dengan kardioversi pun sulit kembali ke irama sinus.

The only ECG book you ever need.


Atrial Fibrilasi
• AF – Slow ventricular response
– Rate QRS < 60 bpm

• AF – Normal ventricular response


– Rate QRS 60 – 100 bpm

• AF – Rapid ventricular response


– Rate QRS > 100bpm
Pemeriksaan Fisik
• Clinical presentation is variable:
– Palpitations, dizziness, or lightheadedness
– Fatigue, weakness, or impaired exercise tolerance
– Angina
– Dyspnea
– Some patients are asymptomatic
– Cardiac auscultation revealing irregularly irregular rhythm
– Thromboembolic phenomenon such as stroke
– Pulsus defsit, dimana terdapat selisih jumlah nadi yang
teraba dengan auskultasi laju jantung dapat ditemukan
pada pasien FA.
Pulsus Defisit
• It is the difference between the heart rate and
the pulse rate, when counted simultaneously
for one full minute.

Interpretation :
– More than 10 beat per min : atrial Fibrillation
– Pulse deficit Less than 10: MAT /
Atrial Fibrilasi
• Prinsip tatalaksana AF:
1. Pengontrolan laju irama jantung,
• Target 60-80 x/menit saat istirahat, 90-115 kali/menit saat
aktivitas.
2. Pengembalian ke irama sinus (kardioversi),
• Kardioversi farmakologis
– Pasien AF episode pertama tanpa gangguan hemodinamik bermakna
tidak perlu terapi spesifik.
– Pasien AF persisten rekuren dengan gejala mengganggu diberikan
antiaritmia.
• Electric cardioversion:
– Untuk pasien tidak stabil (penurunan kesadaran, hipotensi, nyeri dada,
sinkop), bifasik 120-200 J, monofasik 200 J.
3. Pencegahan tromboemboli
• Warfarin diberikan untuk pasien dengan risiko tinggi terjadi stroke (usia
>65, hipertensi, penyakit jantung reumatik, DM, CHF, riwayat stroke/TIA).
Target INR of 2.0 to 3.0

Pathophysiology of Heart Disease.


Therapy
The 2017 American Academy of Family Physicians updated guidelines on
the pharmacologic management of newly diagnosed atrial fibrillation (AF)
include the following recommendations for patients with AF :
• Rate control is preferred to rhythm control for most patients with AF,
with preferred rate-control options including non-dihydropyridine
calcium channel blockers and beta-blockers.
• Lenient rate control (< 110 beats per minute [bpm]) is preferred over
strict rate control (< 80 bpm).
• Clinicians should discuss stroke and bleeding risks with all patients
considering anticoagulation, as well as consider using continuous
CHADS2 or CHA2 DS2 -VASc for predicting stroke risk and HAS-BLED for
prediction of bleeding risk.
• Chronic anticoagulation (eg, warfarin, apixaban, dabigatran, edoxaban,
rivaroxaban) is recommended unless patients have a low stroke risk
(CHADS2< 2) or have specific contraindications.
Therapy
• Digoxin is not a potent AV nodal blocking agent
and has a potential for toxicity and therefore
cannot be relied on for acute control of the
ventricular response, but it may be used in
conjunction with beta-blockers and calcium
channel blockers.
– However, it can be a useful adjunction to a beta-
blocker in the hypotensive or heart failure patient,
which is not infrequent.
– When used, give 0.5 mg IV loading dose (slow) and
then 0.25 mg IV 6 hr later.
Right Bundle Branch Block
• RBBB
– adanya hambatan
konduksi pada Right
Bundle Branch 
depolarisasi ventrikel
tertunda hingga
ventrikel kiri telah
terdepolarisasi
sepenuhnya
Right Bundle Branch Block
Etiologi
• Normal variant in 0.2% of
adults.
• CAD  Acute anterior MI
(occlusion of proximal LAD)
• Pulmonary hypertension
(COPD)
• Acute pulmonary embolism
• Congenital heart disease e.g.
ASD, Ebstein’s anomaly
• Rate dependent RBBB
• Rare: Brugada syndrome
Right Bundle Branch Block
Kriteria Right Bundle Branch Block

• QRS duration ≥ 110ms


• rSR’ pattern or notched R wave in V1
• Wide and slurred S wave in I and V6
Gambar pada Soal
RBBB : RsR’ pada V2

Gambaran AF : Irama irregular, QRS sempit, Gel P tidak jelas


LBBB VS RBBB
Left Bundle Branch Block (LBBB) Right bundle branch block (RBBB)
indirect activation causes left ventricle contracts indirect activation causes right ventricle
later than the right ventricle. contracts later than the left ventricle

QS or rS complex in V1 - W-shaped Terminal R wave (rSR’) in V1 - M-shaped


RsR' wave in V6- M-shaped Slurred S wave in V6 - W-shaped

Mnemonic: WILLIAM Mnemonic: MARROW


Soal No. 255
Seorang laki-laki berusia 55 tahun datang ke IGD dengan
dengan keluhan jantung berdebar-debar sejak 6 jam smrs.
Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital TD 120/80
mmHg, HR 150x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 37C.

Diagnosa pasien tersebut adalah….


A. SVT
B. Atrial Flutter
C. Atrial Fibrilasi
D. NSTEMI
E. VES
Soal No. 255
• Pasien diatas kemungkinan mengalami takiaritmia
yang pada gambaran EKG sesuai dengan SVT.
• Pada SVT didapatkan komplekss QRS yang sempit
dan gel P yang tidak jelas.
• Piihan B, akan ditemukan gambaran gigi gergaji.
• Pilihan C, irama tidak teratur dan tidak ditemukan
gelombang P yang jelas.
• Pilihan D, akan ditemukan gambaran ST depresi.
• Pilihan E, akan ditemukan gelombang QRS yang
lebar.
SVT

Lilly. Pathophysiology
of heart disease.
Atrial flutter

Atrial fibrilasi

Ventricular tachycardia:
The rate >100 bpm
Broad QRS complex (>120 ms)
Regular or may be slightly irregular
Takikardi Supraventrikular
Gambar pada Soal
Soal No. 256
Seorang pria 46 Tahun datang ke IGD dengan penurunan kesadaran. Pada
pemeriksaan fisik dijumpai TD 160/90 mmHg, HR 110 x/mnt, RR 25x/mnt,
suhu 37C. Pada pemeriksaan EKG didapatkan gambaran sebagai berikut:

Tatalaksana pada kasus diatas adalah…


A. Defibrilasi
B. RJP
C. Amiodaron
D. Epineprin
E. Kardioversi
Soal No. 256
• Pasien diatas kemungkinan mengalami takiaritmia yang
tidak stabil yang ditandai dengan adanya penurunan
kesadaran. Pada gambaran EKG ditemukan gambaran VT
polimorfik atau yang dikenal dengan gelombang torsades
de pointes sehingga tatalaksana yang benar adalah dengan
defibrilasi.
• Piihan B, dilakukan pada pasien dengan henti jantung.
• Pilihan C, dapat diberikan pada pasien dengan takiaritmia
yang stabil
• Pilihan D, diberikan pada pasien dengan henti jantung.
• Pilihan E, diberikan pada pasien dengan takiaritmia yang
tidak stabil dengan irama QRS sempit regular, QRS sempit
irregular dan QRS lebar irregular.
VT Polimorfik
Torsades de pointes / TdP
• Clinical Significance
 TdP seringkali singkat dan dapat hilang dgn sendirinya namun dapat
berhubungan dgn ketidakstabilan hemodinamik dan pingsan.
 TdP dapat berubah menjadi VF.
 Pemanjangan QT dpt terjadi karena efek obat , gangguan elektrolit atau
kondisi medis lain  dapat menjadi TdP.

• Gambaran EKG
 Wide QRS Complex Tachycardia
 Mempunyai morfologi, durasi, dan aksis gelombang QRS yang berubah-
ubah
 Khas Torsades De Pointes, yakni Selama periode VT terdapat " Twist" atau
periode seperti isoelektrik line. Tidak adanya Twist tidak menghilangkan
diagnosis TdP
 Ada Pemanjangan Interval QT Sebelumnya
VT Polimorfik
Gambar pada Soal

Amplitudo yg Amplitudo yg
berubah-ubah berubah-ubah
Soal No. 257
Seorang wanita 39 tahun datang dengan keluhan tidak bisa
buang air kecil sejak 1 hari lalu. Pasien memiliki riwayat ca
ovarium sejak 4 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan
didapatkan tanda-tanda vital TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt,
RR 20x/mnt dan suhu 37C. Hasil pemeriksaan lab diapatkan
ureum 191; creatinin 2,6. Pemeriksaan USG didapatkan
hidronefrosis bilateral. Diagnosis yang tepat adalah…

A. Glomerulonefritis akut
B. AKI pre renal
C. AKI renal
D. AKI post renal
E. Sindroma nefrotik
Soal No. 257
• Pasien diatas kemungkinan mengalami AKI yang
ditandai dengan tidak ada BAK sejak 1 hari serta
peningkatan kadar ureum dan creatinine.
• Adanya faktor risiko berupa Ca ovarium dan
hidronefrosis bilateral menunjukkan bahwa
penyebab AKI dari pasien ini adalah post renal.
• Piihan A, ditandai dengan hematuria makroskopik.
• Pilihan B, disebabkan oleh syok hipovolemik.
• Pilihan C, dapat disebabkan oleh ATN, AIN atau
glomerulonephritis.
• Pilihan E, ditandai dengan edema anasarka dan
proteinuria massif.
GAGAL GINJAL AKUT

Kidney International Supplements (2012) 2, 8–12; doi:10.1038/kisup.2012.7


Gambar 11. Klasifikasi GGA menurut RIFLE dan AKIN (Sumber:
Cruz,N.D.,et al, 2009. Critical Care 13:211).

• Klasifikasi
Klasifikasi interdisipliner internasional yang pertama kali untuk GGA adalah kriteria
RIFLE yang diajukan oleh The Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI). Kemudian ada
upaya dari kelompok Acute Kidney Injury Network (AKIN) untuk mempertajam
kriteria RIFLE sehingga lebih awal dikenali.
Acute Kidney Injury
• disebabkan oleh berbagai kondisi yang
GGA prerenal menimbulkan hipoperfusi ginjal →
(~55%) penurunan fungsi ginjal tanpa ada
kerusakan parenkim yang berarti.

• Kerusakan langsung pada parenkim ginjal. Proses


inflamasi memegang peranan penting pada
patofisiologi GGA yang terjadi karena iskemia..
GGA renal • Obstruksi renovaskular
• Penyakit pada glomerulus atau pembuluh darah
(~40%) • Nekrosis tubular akut
• Nefritis interstitial
• Obstruksi intratubular

• Gangguan yang berhubungan dengan


obstruksi saluran kemih.
GGA postrenal • Obstruksi ureter
(~5%) • Obstruksi leher vesica urinaria
• Obstruksi urethra
Terapi Spesifik : GGA Prerenal
• Pemberian terapi cairan pengganti harus disesuaikan dengan
kondisi pasien.
• Pilihan cairan:
• Larutan Ringer Laktat (pilihan utama), larutan NaCL (berpotensi menimbulkan
asidosis hiperkloremik).
• Dosis:
• Pada pemberian awal →bolus cepat 1-2 liter pada dewasa dan 20 ml/kg BB
pada anak→ nilai respon untuk memutuskan penanganan lanjutannya
• Perhitungan jumlah total volume kristaloid yang dibutuhkan dikenal dengan 3
for 1 rule → mengganti setiap mililiter darah yang hilang dengan 3 ml
kristaloid.
• Obat-obatan:
• Pasien gagal jantung → agen inotropik, penurun preload dan afterload,
antiaritmia, atau tindakan invasif seperti intraaortic ballon pumps
• Selama pemberian terapi cairan, dokter harus memperhatikan timbulnya
ascites dan edema paru.
Terapi Spesifik
GGA renal (~40%)
• NTA iskemik
• Pengembalian perfusi renal dilakukan dengan pemberian resusitasi cairan
dan agen vasopressor.
• NTA nefrotoksik
• Eliminasi agen nefrotoksiknya, juga dapat diberikan penanganan spesifik
untuk toksinnya, misalnya forced alkaline diuresis dilakukan untuk
rabdomiolisis, dan allopurinol/rasburicase untuk sindrom lisis tumor.
• Glukokortikoid dan agen imunosupresan lainnya dapat diberikan
pada GGA renal yang lain seperti pada glomerulonefritis akut,
vaskulitis renal, dan nefritis intersititial alergik.
GGA postrenal (~5%)
• Menghilangkan obstruksi
Terapi Pengganti Ginjal
• Indikasi memulai terapi pengganti ginjal pada GGA:
 Oligouria: urine output<200 cc/ 12 jam
 Anuria: urine output<50 cc/ 12 jam
 Hiperkalemia: K+>6,5 mmol/L
 Asidemia berat: pH <7
 Azotemia: kadar urea >30 mmol/L
 Ensefalopati uremikum
 Neuropati/miopati uremikum
 Perikarditis uremikum
 Natrium abnormalitas plasma: Na+>155 mmol/L atau
<120 mmol/L
 Hipertermia
 Keracunan obat
Soal No. 258
Pasien laki-laki datang ke IGD Rumah Sakit dengan keluhan
nyeri panas terbakar saat kencing. Setelah melakukan
pemeriksaan dokter jaga mendiagnosa awal pasien dengan
pyelonephritis dengan penyebab E.Coli. Pada pemeriksaan
didapatkan tanda-tanda vital TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt,
RR 20x/mnt dan suhu 38C. Dokter memutuskan untuk
merawatinapkan pasien. Antibiotik apakah yang tepat
diberikan kepada pasien ?

A. Moxifloxacin
B. Penicillin G
C. Ceftriaxone
D. Kloramfenikol
E. Amoksisilin
Soal No. 258

• Pasien diatas kemungkinan mengalami ISK yang


ditandai dengan rasa panas saat kencing. Pasien
kemudian didiagnosis dengan pyelonephritis.
• Untuk ISK yang dirawat inap pilihan antibiotic
adalah ceftriaxone, golongan quinolone,
extended-spectrum penicillins, carbapenems,
atau aminoglycosida.
Pyelonefritis
• Uncomplicated Pyelonephritis
– Mild to moderate cases
– Severe cases

• Complicated Pyelonephritis
– Infection associated with a condition, such as a
structural or functional abnormality of the
genitourinary tract, or the presence of an underlying
disease, which increase the risk of a more serious
outcome than expected from UTI
Pyelonefritis

• Indikasi Absolut • Indikasi Relatif Rawat


Rawat Inap Inap
• Usia > 60 tahun
– Muntah persisten
• Abnormalitas saluran
– Infeksi progresif kemih
– Tersangka sepsis • Imunokompromais
– Diagnosis belum • Akses follow up
pasti kurang adekuat
• Dukungan social
– Obstruksi saluran kurang
kemih
Pielonefritis akut
Pielonefritis

• Untuk pasien dengan respons yang cepat (demam & gejala hilang di awal
terapi), terapi dapat dibatasi selama 7-10 hari.
• Pada laki-laki muda (< 35 tahun), sebaiknya fluoroquinolone diteruskan
hingga 14 hari. Karena risiko aktivitas seksual lebih aktif.
• Pada beberapa penelitian pemberian golongan β-lactam kurang dari 14 hari
berkaitan dengan angka kegagalan yang tinggi.
• Satu penelitian menunjukkan keunggulan siprofloksasin selama 7 hari
dibandingkan TMP-SMX selama 14 hari.
Comprehensive cllinicall nephrology. 5th ed. 2015
Severe Uncomplicated Pyelonephritis
• Terapi antibiotic IV dahulu, setelah perbaikan dapat diganti antibiotic
oral hingga total pengobatan selama 1-2 minggu
Complicated Pyelonephritis

• Antibiotik IV durasi 7-14 hari


Soal No. 259
Seorang laki-laki berusia 45 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan batuk
sejak 3 minggu yang lalu. Keluhan disertai dahak warna kuning, kadang adasedikit
bercak darah, berat badan menurun 3 kg dalam 1 bulan, nafsu makan turun,
kadang ada deman malam hari, dan didapatkan keringat malam. Pasientidak
pernah mendapatkan terapi. Dari pemeriksaan fisik didapatkan berat badan 53 kg,
tekanan darah 110/70 mmHg, denyut nadi 78 x/menit, frekuensi napas20x/menit,
suhu 37°C. Hasil pemeriksaaan dada didapatkan ronchi +/-lapangan atas paru,
whezing +/-, pemeriksaan jantung dalam batas normal. Kapankah monitoring
hapusan dahak pasien dilakukan?

A. Pada tahap akhir intensif(AI}, akhir sisipan (AS), akhir pengobatan (AP)
B. Pada tahap akhir intensif(AI}, akhir sisipan (AS), 1 buIan sebelum akhir
pengobatan (AP-1)
C. Pada tahapakhir intensif(AI}, 1 bulan sebelum akhir pengobatan (AP-1},
akhir pengobatan (AP}
D. Pada tahap akhir sisipan (AS},1buIan sebelum akhir pengobatan (AP-1), akhir
pengobatan (AP)
E. Pada tahap 1 bulan sebelum akhir pengobatan (AP-1), akhir pengobatan (AP
Soal No. 259

• Pasien diatas kemungkinan mengalami TB paru


dan akan diberikan terapi OAT.
• Monitoring pemeriksaan BTA biasanya dilakukan
pada akhir tahap intensif, 1 bulan sebelum akhir
pengobatan dan pada akhir pengobatan.
Alur Diagnosis TB Dan TB Resistan Obat Di Indonesia

Terduga TB
Tuberculosis
Pasien baru, tidak ada riwayat pengobatan TB, tidak ada riwayat kontak erat Pasien dengan riwayat pengobatan TB, pasien dengan riwayat
dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (-) atau tidak diketahui status HIV nya kontak erat dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (+)

Pemeriksaan Klinis dan Pemeriksaan bakteriologis dengan Mikroskop atau Tes Cepat Molekuler (TCM)

Tidak memiliki akses untuk TCM TB Memiliki akses untuk TCM TB

Pemeriksaan Mikroskopis BTA Pemeriksaan TCM TB


Algoritma
TB Nasional
(- -) (+ +)
(+ -)
MTB Pos, Rif
Sensitive
MTB Pos, Rif
Indeterminate
MTB Pos, Rif
Resistance
MTB Neg
2016
Tidak bisa
dirujuk
Ulangi Foto Toraks
TB RR
TB Terkonfirmasi pemeriksaan (Mengikuti alur
Bakteriologis TCM yang sama
Foto Terapi
dengan alur
Toraks Antibiotika
Non OAT
Pemeriksaan
pada tambahan
hasil pada semua pasien TB
Mulai Pengobatan TB RO; Lakukan pemeriksaan
Pengobatan yang terkonfirmasi baik secara bakteriologis
mikrokopis BTA
pemeriksaan Biakan dan Uji Kepekaan
maupun negatif
klinis (-adalah pemeriksaan HIV dan
TB Lini 1 -) )
OAT Lini 1 dan Lini 2
Gambaran Tidak Mendukung TB; gula darah. Pemeriksaan lain dilakukan sesuai
Mendukung Bukan TB; Cari indikasi misalnya fungsi hati, fungsi ginjal, dll)
TB kemungkinan penyebab Ada Tidak Ada
(- -) (+ +)
MTB Pos, Rif
Sensitive
MTB Pos, Rif
Indeterminate
MTB Pos, Rif
Resistance Tuberculosis
MTB Neg

(+ -)
Tidak bisa
dirujuk
Ulangi Foto Toraks
TB RR
TB Terkonfirmasi pemeriksaan (Mengikuti alur
Bakteriologis TCM yang sama
Foto Terapi
dengan alur
Toraks Antibiotika
pada hasil
Non OAT
Mulai Pengobatan TB RO; Lakukan pemeriksaan
Pengobatan
mikrokopis BTA
pemeriksaan Biakan dan Uji Kepekaan
TB Lini 1 negatif (- -) )
OAT Lini 1 dan Lini 2
Gambaran Tidak Mendukung TB;
Mendukung Bukan TB; Cari
TB kemungkinan penyebab Ada Tidak Ada
penyakit lain Perbaikan Perbaikan TB RR; TB Pre TB XDR
Klinis Klinis, ada
faktor risiko
TB MDR XDR Algoritma TB
TB
Terkonfirmasi
Klinis
Bukan TB; Cari
kemungkinan
TB, dan atas
pertimbangan
dokter
Lanjutkan Pengobatan
Nasional 2016
Pengobatan TB RO
TB RO
penyebab dengan Paduan Baru
penyakit lain TB
Terkonfirmasi
Klinis
Pemeriksaan tambahan pada semua pasien TB
yang terkonfirmasi baik secara bakteriologis
maupun klinis adalah pemeriksaan HIV dan
Pengobatan gula darah. Pemeriksaan lain dilakukan sesuai
TB Lini 1 indikasi misalnya fungsi hati, fungsi ginjal, dll)
Tuberkulosis
Soal No. 260
Seorang pasien usia 35 tahun datang dengan keluhan sesak
nafas, nyaman pada posisi duduk membungkuk dan
menolak untuk berbaring saat akan diperiksa. Pasien hanya
bisa menjawab pertanyaan kata demi kata. Pada
pemeriksaanfisik didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg,
frekuensi napas 32 x/menit, denyut nadi 124 x/menit,
auskultasi paru ditemukan wheezing saat inspirasi dan
ekspirasi. Apakah kriteria asma pada pasien tersebut?

A. Asma akut sedang


B. Asma akut berat
C. Life threatening asthma
D. Asma persisten
E. Asma akut ringan
Soal No. 260
• Pasien diatas kemungkinan mengalami asma eksaserbasi akut
yang ditandai dengan sesak napas, membungkuk dan menolak
pada saat akan diperiksa.
• Adanya jawaban pertanyaan berupa kata demi kata, RR >
30x/mnt, HR > 120x/mnt dan wheezing pada inspirasi dan
ekspirasi menunjukkan bahwa derajat serangan pasien adalah
derajat berat.
• Piihan A, ditandai dengan cara berbicara beberapa kata, RR 20-
30x/mnt dan HR 100-120x/mnt.
• Pilihan C, ditandai dengan sianosis, penurunan kesadaran dan
silent chest.
• Pilihan D, asma persisten merupakan pembagian asma
berdasarkan derajat kekerapannya.
• Pilihan E, ditandai dengan cara berbicara berupa kalimat RR <
20x/mnt, HR< 100x/mnt.
ASMA
• inflamasi kronik pada saluran nafas yang
berhubungan dengan hiperreaktifitas saluran
respirasi & keterbatasan aliran udara akibat
adanya penyempitan bronchus yang bersifat
reversibel.
• Gejala klinis
– kondisi stabil (steady-state)  keluhan batuk malam
hari dan sesak nafas saat olahraga
– saat serangan asma (asthma-attack exacerbation) 
sesak berat dan ditandai dengan suara nafas mengi. P
Asma
• Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik,
gejala batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan
variabiliti yang berkaitan dengan cuaca.

• Riwayat penyakit / gejala :


– Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa
pengobatan
– Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan
berdahak
– Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari
– Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
– Respons terhadap pemberian bronkodilator

• Pemeriksaan Gold Standar  spirometri dengan kombinasi


bronkodilator
GINA 2017
Klasifikasi Asma
Derajat Asma Gejala Gejala malam Faal paru
Gejala<1x/minggu, tanpa VEP>80% nilai prediksi
Intermitten gejala diluar serangan, <2x sebulan APE> 80% nilai terbaik
serangan singkat Variabilitas APE<20%,
Gejala>1x/minggu tetapi
VEP1>80% nilai prediksi,
Persisten <1x/hari, serangan dapat
>2x sebulan APE>80% nilai terbaik,
Ringan mengganggu aktivitas dan
variabilitas APE 20-30%
tidur

Gejala setiap hari, serangan VEP1 60-80% nilai


Persisten mengganggu aktivitas dan prediksi, APE 60-80% nilai
>1x seminggu
sedang tidur, membutuhkan terbaik,
bronkodilator setiap hari variabilitas APE > 30%

VEP 1 < 60% nilai prediksi,


Gejala terus menerus, sering
Persisten berat Sering APE < 60% nilai terbaik,
kambuh, aktivitas fisik terbatas
variabilitas APE > 30%
Klasifikasi Serangan Asma (PDPI 2004)
Gejala dan tanda Ringan Sedang Berat Mengancam jiwa
Sesak napas Berjalan Berbicara Istirahat
Dapat tidur Duduk
Posisi Duduk
terlentang membungkuk
Kalimat, mungkin Beberapa kata, Kata demi kata, Mengamuk, gelisah,
Cara berbicara
gelisah gelisah gelisah kesadaran menurun
Frekuensi nafas <20x/menit 20-30x/menit >30x/menit
Nadi <100x/menit 100-120x/menit >120x/menit Bradikardi
Pulsus paradoksus Tidak ada -/+ 10-20 mmHg +>25 mmHg
Kelelahan otot,
Otot bantu nafas
Tidak ada Ada Ada torakoabdominal
dan retraksi
paradoksal
Inspirasi dan
Mengi Akhir ekspirasi Akhir ekspirasi Silent chest
ekspirasi
APE >80% 60-80% <60%
PaO2 >80 mmHg 60-80 mmHg < 60 mmHg
PaCO2 <45 mmHg < 45 mmHg >45 mmHg
SaO2 >95% 91-95% <90%
Managing exacerbations in PRIMARY CARE
PRIMARY CARE Patient presents with acute or sub-acute asthma exacerbation

Is it asthma?
ASSESS the PATIENT Risk factors for asthma-related death?
Severity of exacerbation?

MILD or MODERATE SEVERE


Talks in words, sits hunched LIFE-THREATENING
Talks in phrases, prefers
sitting to lying, not agitated forwards, agitated Drowsy, confused
Respiratory rate increased Respiratory rate >30/min or silent chest
Accessory muscles not used Accessory muscles in use
Pulse rate 100–120 bpm Pulse rate >120 bpm
O2 saturation (on air) 90–95% O2 saturation (on air) <90%
PEF >50% predicted or best PEF ≤50% predicted or best URGENT

START TREATMENT
TRANSFER TO ACUTE
SABA 4–10 puffs by pMDI + spacer,
repeat every 20 minutes for 1 hour CARE FACILITY
WORSENING While waiting: give inhaled SABA
Prednisolone: adults 1 mg/kg, max.
50 mg, children 1–2 mg/kg, max. 40 mg and ipratropium bromide, O2,
Controlled oxygen (if available): target systemic corticosteroid
saturation 93–95% (children: 94-98%)

GINA 2017, Box 4-3 (4/7) © Global Initiative for Asthma


START TREATMENT
SABA 4–10 puffs by pMDI + spacer, TRANSFER TO ACUTE
repeat every 20 minutes for 1 hour CARE FACILITY
Prednisolone: adults 1 mg/kg, max. WORSENING
While waiting: give inhaled SABA
50 mg, children 1–2 mg/kg, max. 40 mg and ipratropium bromide, O2,
Controlled oxygen (if available): target systemic corticosteroid
saturation 93–95% (children: 94-98%)

CONTINUE TREATMENT with SABA as needed


WORSENING
ASSESS RESPONSE AT 1 HOUR (or earlier)

IMPROVING

ASSESS FOR DISCHARGE ARRANGE at DISCHARGE


Symptoms improved, not needing SABA Reliever: continue as needed
PEF improving, and >60-80% of personal Controller: start, or step up. Check inhaler technique,
best or predicted adherence
Oxygen saturation >94% room air Prednisolone: continue, usually for 5–7 days
(3-5 days for children)
Resources at home adequate
Follow up: within 2–7 days

FOLLOW UP
Reliever: reduce to as-needed
Controller: continue higher dose for short term (1–2 weeks) or long term (3 months), depending
on background to exacerbation
Risk factors: check and correct modifiable risk factors that may have contributed to exacerbation,
including inhaler technique and adherence
Action plan: Is it understood? Was it used appropriately? Does it need modification?

GINA 2017, Box 4-3 (7/7) © Global Initiative for Asthma


Managing exacerbations in acute care settings

INITIAL ASSESSMENT Are any of the following present?


A: airway B: breathing C: circulation Drowsiness, Confusion, Silent chest

NO
YES

Further TRIAGE BY CLINICAL STATUS Consult ICU, start SABA and O2,
according to worst feature and prepare patient for intubation

MILD or MODERATE SEVERE


Talks in phrases Talks in words
Prefers sitting to lying Sits hunched forwards
Not agitated Agitated
Respiratory rate increased Respiratory rate >30/min
Accessory muscles not used Accessory muscles being used
Pulse rate 100–120 bpm Pulse rate >120 bpm
O2 saturation (on air) 90–95% O2 saturation (on air) < 90%
PEF >50% predicted or best PEF ≤50% predicted or best

GINA 2017, Box 4-4 (2/4) © Global Initiative for Asthma


MILD or MODERATE SEVERE
Talks in phrases Talks in words
Prefers sitting to lying Sits hunched forwards
Not agitated Agitated
Respiratory rate increased Respiratory rate >30/min
Accessory muscles not used Accessory muscles being used
Pulse rate 100–120 bpm Pulse rate >120 bpm
O2 saturation (on air) 90–95% O2 saturation (on air) < 90%
PEF >50% predicted or best PEF ≤50% predicted or best

Short-acting beta2-agonists Short-acting beta2-agonists


Consider ipratropium bromide Ipratropium bromide
Controlled O2 to maintain Controlled O2 to maintain
saturation 93–95% (children 94-98%) saturation 93–95% (children 94-98%)
Oral corticosteroids Oral or IV corticosteroids
Consider IV magnesium
Consider high dose ICS

GINA 2016, Box 4-4 (3/4)


Short-acting beta2-agonists Short-acting beta2-agonists
Consider ipratropium bromide Ipratropium bromide
Controlled O2 to maintain Controlled O2 to maintain
saturation 93–95% (children 94-98%) saturation 93–95% (children 94-98%)
Oral corticosteroids Oral or IV corticosteroids
Consider IV magnesium
Consider high dose ICS

If continuing deterioration, treat as


severe and re-assess for ICU

ASSESS CLINICAL PROGRESS FREQUENTLY


MEASURE LUNG FUNCTION
in all patients one hour after initial treatment

FEV1 or PEF <60% of predicted or


FEV1 or PEF 60-80% of predicted or
personal best,or lack of clinical response
personal best and symptoms improved
SEVERE
MODERATE
Continue treatment as above
Consider for discharge planning
and reassess frequently

GINA 2017, Box 4-4 (4/4) © Global Initiative for Asthma


Soal No. 261
Seorang laki-laki usia 35 tahun datang ke praktik doktor dengan
keluhan batuk berdahak dan sesak sejak 3 hari yg lalu. Batuk
disertai dahak yang mukoid. Pasien juga mengaku mengeluhkan
demam dan sudah meminum obat paracetamol namun demam
tidak hilang. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital TD
120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 38 C.
Pemeriksaan fisik ronkhi seluruh lapangan paru, wheezing tidak
dijumpai, perkusi redup pada lapangan paru bawah. Apakah
terapi untuk pasien tsb?

A. Azitromisin
B. Eritromisin
C. Kanamisin
D. Amoksisiin
E. Ciprofloksasin
Soal No. 261
• Pasien diatas kemungkinan mengalami pneumonia
yang ditandai dengan adanya batuk berdahak dan
sesak akut, demam, dan pada PF ditemukan adanya
ronchi pada seluruh lapang paru dan perkusi redup
pada lapangan paru bawah.
• Pada perhitungan skor CURB 65 dari pasien ini
didapatkan skor 0 (Confusion -, Uremikum -, RR ≥ 30
-, BP < 90 mmHg -, dan usia ≥ 65 -)Rawat jalan
• Pada pneumonia rawat jalan tatalaksana antibiotic
adalah dengan
– pemberian B lactam atau B lactam ditambah dengan anti
B lactamase atau
– makrolid baru seperti klaritromisin atau azitromisin.
Pneumonia
• Diagnosis pneumonia komunitas:
Infiltrat baru/infiltrat progresif + ≥2 gejala:
1. Batuk progresif
2. Perubahan karakter dahak/purulen
3. Suhu aksila ≥38 oC/riw. Demam
4. Fisis: tanda konsolidasi, napas bronkial, ronkhi
5. Lab: Leukositosis ≥10.000/leukopenia ≤4.500

• Gambaran radiologis:
– Infiltrat sampai konsolidasi dengan “air bronchogram”, penyebaran
bronkogenik & interstisial serta gambaran kaviti.
– Air bronchogram: gambaran lusen pada bronkiolus yang tampak
karena alveoli di sekitarnya menjadi opak akibat inflamasi.

Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003.
Berdasarkan agen penyebab, pneumonia dibagi
menjadi:
– Pneumonia bakterial atau tipikal (terjadi pada
semua usia)
– Pneumonia atipikal (disebabkan Mycoplasma,
Legionella dan Chlamydia)
– Pneumonia virus
– Pneumonia jamur (immunocompromised)
MIKROORGANISME PENYEBAB PNEUMONIA
LOBARIS
Cough, particularly cough productive of sputum, is the most
consistent presenting symptom of bacterial pneumonia and
may suggest a particular pathogen, as follows:
• Streptococcus pneumoniae: Rust-colored sputum
• Pseudomonas, Haemophilus, and pneumococcal species:
May produce green sputum
• Klebsiella species pneumonia: Red currant-jelly sputum
• Anaerobic infections: Often produce foul-smelling or bad-
tasting sputum
http://emedicine.medscape.com/article/300157-overview
Tatalaksana Pneumonia Severity Index (PSI)/ PORT
score
Pneumonia
• Indikasi rawat inap
pneumonia komuniti (PDPI):
– Skor PSI 70
– Skor PSI < 70 , tapi dijumpai
salah satu kriteria ini:
• Frekuensi napas > 30/menit
• Pa02/FiO2 <250 mmHg
• Foto toraks infiltrat
multilobus
• TD sistolik < 90 mmHg
• TD diastolik < 60 mmHg
– Pneumonia pada pengguna
NAPZA

Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2014.
Management

American Thoracic Society Guidelines for CAP.


Pneumonia
Petunjuk terapi empiris menurut PDPI
• Rawat jalan
– Sebelumnya sehat atau tanpa riwayat antibiotik 3 bulan sebelumnya:
• β laktam atau β laktam + anti β laktamase
• Makrolid baru (klaritromisin, azitromisin)
– Dengan komorbid atau riwayat antibiotik 3 bulan sebelumnya:
• Fluorokuinolon respirasi: levofloksasin 750 mg, moksifloksasin
• β laktam + anti β laktamase
• β laktam ditambah makrolid

• Rawat inap non-ICU


– Fluorokuinolon respirasi: levofloksasin 750 mg, moksifloksasin
– β laktam ditambah makrolid

• ICU, tanpa faktor risiko infeksi pseudomonas: β laktam ditambah


makrolid baru atau fluorokuinolon respirasi IV
Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2014.
Faktor Komorbid Pneumonia
Faktor modifikasi pada terapi pneumonia:
• Pneumokokus resisten terhadap penisilin
– Umur lebih dari 65 tahun
– Memakai obat-obat golongan P laktam selama tiga bulan terakhir
– Pecandu alkohol
– Penyakit gangguan kekebalan
– Penyakit penyerta yang multipel
• Bakteri enterik Gram negatif
– Penghuni rumah jompo
– Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru
– Mempunyai kelainan penyakit yang multipel
– Riwayat pengobatan antibiotik
• Pseudomonas aeruginosa
– Bronkiektasis
– Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari
– Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir
– Gizi kurang
Pasien Keterangan
Rawat Jalan Pasien yg sebelumnya sehat atau tanpa riwayat pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya :
• Golongan β laktam atau β laktam ditambah anti β laktamase
ATAU
• Makrolid baru (Klaritromisin, azitromisin)
Pasien dgn komorbid atau mempunyai riwayat pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya.
• Florokuinolon respirasi (levofloksasin 750 mg, moksifloksasin)
ATAU
• Golongan β laktam ditambah anti β laktamase
ATAU
• β laktam ditambah makrolid

Rawat Inap non ICU Floroquinolon respirasi : levofloksasin 750 mg, moksifloksasin
ATAU
β laktam ditambah makrolid
Ruang Rawat Intensif Tidak ada faktor risiko infeksi pseudomonas:
• β laktam (sefotaksim, seftriakson atau ampisilin sulbaktam) ditambah makrolid baru atau
floroquinolon respirasi IV
Pertimbangan Khusus Bila ada faktor risiko pseudomonas:
• Antipneumokokal, antipseudomonas β laktam (piperacilin-tazobaktam, sefepime,
imipenem atau meropenem) ditambah levofloksasin 750 mg
ATAU
• β laktam seperti disebut diatas ditambah aminoglikosida dan azitromisin
ATAU
• β laktam seperti disebut diatas ditambah aminoglikosida dan antipneumokokal
fluorokuinolon (untuk pasien yang alergi penisilin, β laktam diganti dengan aztreonam)
Bila curiga disertai infeksi MRSA
• Tambahkan vankomisin atau linezolid
Soal No. 262
Seorang laki-laki usia 35 tahun datang ke praktik doktor dengan keluhan
batuk berdahak dan sesak sejak 3 hari yg lalu. Batuk disertai dahak yang
mukoid. Pasien juga mengaku mengeluhkan demam dan sudah meminum
obat paracetamol namun demam tidak hilang. Pada pemeriksaan
didapatkan tanda-tanda vital TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 20x/mnt
dan suhu 38 C. Pemeriksaan fisik ronkhi seluruh lapangan paru, wheezing
tidak dijumpai, perkusi redup pada lapangan paru bawah. Pada pasien
kemudian dilakukan pemeriksaan kultur dan didapatkan Klebsiella
Pneumonia ESBL (Extended Spectrum B Lactamase). Apakah terapi yang
dapat diberikan?

A. Ceftriaxone
B. Meropenem
C. Cefotaxime
D. Penicillin
E. Eritromisin
Soal No. 262
• Pasien diatas kemungkinan mengalami pneumonia
yang ditandai dengan adanya batuk berdahak dan
sesak akut, demam, dan pada PF ditemukan adanya
ronchi pada seluruh lapang paru dan perkusi redup
pada lapangan paru bawah.
• Pada hasil kultur didapatkan bakteri ESBL yang dapat
menghidrolisis extended spectrum cephalosporin
• sehingga antibiotic yang dipilih hendaknya juga
dapat mencover bakteri ESBL seperti
– golongan carbapenem,
– cefepime,
– quinolone dan
– B lactam ditambah dengan B lactamase inhibitor.
ESBL
• Extended-spectrum beta-lactamases (ESBL) are
enzymes that confer resistance to most beta-
lactam antibiotics, including
– penicillins, cephalosporins, and the monobactam
aztreonam.
• ESBLs have been found exclusively in gram-
negative organisms, primarily in
– Klebsiella pneumoniae, Klebsiella oxytoca, and
Escherichia coli but also in Acinetobacter,
Burkholderia, Citrobacter, Enterobacter, Morganella,
Proteus, Pseudomonas, Salmonella, Serratia, and
Shigella spp
Tatalaksana Bakteri ESBL
• The best therapeutic option for severe infections caused
by ESBL-producing organisms is a carbapenem (imipenem,
meropenem, doripenem, and ertapenem).
• Cefepime may be effective against ESBL-producing
organisms that test susceptible if administered in high
doses (ie, 2 g every eight hours).
• Use of other cephalosporins and piperacillin-tazobactam
has been associated with treatment failures.
• Ceftolozane-tazobactam and ceftazidime-avibactam
combinations appear promising, but further clinical data
are needed to establish their efficacy relative to
carbapenems.
• Resistance to aminoglycosides and fluoroquinolones is also
common in these organisms
Soal No. 263
Pasien laki-laki berusia 45 tahun mengeluhkan demam dan
meriang sejak 3 hari smrs. Pasien juga mengeluh tubuh
gemetar, nyeri otot, sakit kepala dan batuk tidak berdahak.
Pasien juga merasa kelelahan Pasien baru saja pulang liburan
dari timur tengah. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-
tanda vital TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 28x/mnt dan
suhu 38,5C.Kemungkinan penyebabnya adalah…

A. Pox virus
B. H5N1
C. Corona virus
D. H1N1
E. Flu singapura
Soal No. 263
• Pasien diatas kemungkinan mengalami MERS yang
ditandai dengan demam, meriang, myalgia, sakit
kepala dan batuk kering. Adanya riwayat pulang
liburan dari timur tengah mengkonfirmasi diagnosis
ini.
• MERS merupakan penyakit yang disebabkan oleh
virus corona.
• Piihan A, dapat menyebabkan penyakit berupa
moluskum contangiosum.
• Pilihan B, dapat menyebabkan flu burung.
• Pilihan D, merupakan penyebab flu babi.
• Pilihan E, menyebabkan hand foot and mouth
disease (HFMD).
MERS
• MERS CoV atau Middle East Respiratory Syndrome
Coronavirus adalah penyakit saluran napas yang
disebabkan oleh virus coronavirus jenis baru, yang pertama
kali ditemukan di Arab Saudi pada tahun 2012.

• Coronaviruses are a large family of viruses that can cause


diseases ranging from the common cold to Severe Acute
Respiratory Syndrome (SARS).

• Unta mendapatkan virus MERS CoV dari kelelawar.

• Virus tersebut dapat disebarkan unta ke udara saat batuk,


bersin, mengendus atau meludah.
Middle East respiratory syndrome
coronavirus (MERS-CoV)
• Typical MERS symptoms include:
– fever,
– cough and shortness of breath
– Pneumonia is common, but not always present
– Gastrointestinal symptoms, including diarrhoea, have
also been reported.
• Some laboratory-confirmed cases of MERS-CoV
infection are reported as asymptomatic, meaning
that they do not have any clinical symptoms, yet
they are positive for MERS following a laboratory
test.
– Most of these asymptomatic cases have been detected
following aggressive contact tracing of a laboratory-
confirmed case.

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/mers-cov/en/
264.
Tuan Leon S Kennedy, 45 th datang dengan diare berdarah, lendir
(+) sejak 3 hari SMRS. Pasien mengatakan bahwa dia sempat
makan makanan sisa akibat sedang berusaha kabur dari Racoon
City minggu lalu akibat kerusuhan massal. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan Tensi 120/80 mmHg RR 20x/menit HR 88x/menit, dan
demam dengan suhu 38,3C, nyeri tekan abdomen di kuadran
kanan dan umbilikus. Pada pemeriksaan apusan feses didapatkan
gambaran kista dengan inti 4.
Tatalaksana yang diberikan kepada pasien adalah?
A. metronidazole 3 x 500 mg selama 5 hari
B. ciprofloxacin 2 x 500 mg selama 7 hari
C. cotrimoxazole 2 x 960 mg selama 10 hari
D. Tidinazole 3 x 500 mg selama 3 hari
E. albendazole 400 mg SD
Analisis
• Pada soal didapatkan seorang laki-laki dengan demam
dan nyeri perut serta diare berdarah, Pada
pemeriksaan apusan feses didapatkan gambaran kista
dengan inti 4.
• Kista dengan inti 4 menggambarkan kista amoeba, jadi
kasus ini adalah amebiasis
• Terapi pada amebiasis yang tepat adalah A.
Metronidazole 3 x 500 mg selama 5-10 hari
• Pilihan D juga bisa tapi salah dosis, harusnya 1-2 gram
selama 3 hari
Klasifikasi berat badan Orang Asia
Anemia Defisiensi Besi
• Kegagalan pembentukan hb akibat defisiensi besi yang
berperan dalam pembentukan heme.
Anemia Defisiensi besi

Harrison’s principles of internal medicine.


Anemia Defisiensi Besi (tahapan
klinis)
265
Seorang laki-laki bernama Tyrant T-00 a.k.a Mr. X,
usia 40 tahun datang dengan keluhan wajah kasar
dan jari kuku berbuku-buku. Keluhan ini sudah
dirasakan lama sebelumnya. Pada pemeriksaan
tanda vital didapatkan hipertensi dengan TD 160/90
dan pada pemeriksaan penunjang CT Scan
didapatkan tumor hipofisis.
Apa yang mendasari proses di atas?
A. Peningkatan ACTH
B. Penurunan ACTH
C. Penurunan IGF-1
D. Peningkatan GH
E. Penurunan GH
Analisis Soal
• Pada pasien didapatkan gejala wajah kasar dan jari
kuku yang berbuku-buku, hal ini merupakan gejala
pertumbuhan penebalan kulit pada akromegali, yang
juga disertai dengan peningkatan tekanan darah.
• Gejala ini dibuktikan pula dengan adanya tumor
hipofisis. Akromegali adalah akibat kelebihan GH atau
growth hormone
• IGF-1 adalah insulin like growth factor yang berperan
dalam pertumbuhan masa kanak
• ACTH menyebabkan peningkatan/penurunan produksi
kortisol
Gigantisme dan Akromegali
• Gigantisme mengacu pada pertumbuhan linear
yang tinggi dan abnormal (lihat gambar di bawah)
karena aksi berlebihan faktor pertumbuhan seperti
insulin I (IGF-I) saat lempeng pertumbuhan epifisis
masih terbuka selama masa kanak-kanak.
• Akromegali adalah kelainan yang sama dari
kelebihan IGF-I tetapi terjadi setelah epifisis
menutup di masa dewasa.

https://emedicine.medscape.com/article/925446-
overview
Gejala Akromegali
• Doughy-feeling skin over the • Small sessile and
face and extremities pedunculated fibromas (ie,
• Thick and hard nails skin tags)
• Deepening of creases on the • Hypertrichosis
forehead and nasolabial folds • Oily skin (acne is not common)
• Noticeably large pores • Hyperpigmentation (40% of
• Thick and edematous eyelids patients)
• Enlargement of the lower lip • Excessive eccrine and
and nose (the nose takes on a apocrine sweating
triangular configuration) • Breast tissue becoming
• Wide spacing of the teeth and atrophic; galactorrhea
prognathism • High blood pressure
• Mitral valvular regurgitation
https://emedicine.medscape.com/article/925446-
overview
Akromegali
266.
Seorang wanita bernama Ada Wong, usia 24 tahun datang
dengan keluhan tidak bisa membuka mulut seminggu yang
lalu dia mengalami kecelakaan dan jatuh dari balkon lantai 2
karena grapple gunnya terlepas dari pegangan. Saat jatuh
pasien terjatuh di gunung rongsokan dengan sebuah serpihan
besi menancap di bagian paha, terdapat vulnus laceratum
awalnya namun besi dicabut dan luka diobati sendiri.
Antibiotik yang tepat untuk pasien adalah?
A. Metronidazole
B. Doksisiklin
C. Levofloxacin
D. Vankomisin
E. Dicloxacilin
Analisis soal
• Pada pasien didapatkan gejala trismus pada tetanus
dengan riwayat kecelakaan vulnus laceratum
sebelumnya.
• Terapi eradikasi bakteri pada tetanus bisa
menggunakan penicilin, tapi karena tidak ada
pilihannya maka dipilih alternatifnya yaitu
metronidazole IV.
Asma
• Inflamasi kronik pada saluran nafas yang berhubungan dengan
hiperreaktifitas saluran respirasi & keterbatasan aliran udara
akibat adanya penyempitan bronchus yang bersifat reversibel.
• Gejala klinis
– kondisi stabil (steady-state)  keluhan batuk malam hari dan sesak nafas
saat olahraga
– saat serangan asma (asthma-attack exacerbation) 
sesak berat dan ditandai dengan suara nafas mengi.
• Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala batuk,
sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan
dengan cuaca.
• Riwayat penyakit / gejala :
– Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan
– Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
– Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari
– Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
– Respons terhadap pemberian bronkodilator
• Pemeriksaan Gold Standar  spirometri dengan kombinasi bronkodilator

GINA 2017
Kriteria Diagnosis Asma (GINA 2017)
Karakteristik Kriteria
Riwayat gejala respirasi variatif • Umumnya terdapat > 1 gejala respirasi
Wheezing, napas pendek, dada • Gejala bervariasi dari segi waktu dan intensitas
terasa sesak dan batuk • Gejala lebih berat saat malam hari/bangun tidur
• Dicetuskan oleh aktivitas fisik, tertawa, alergen, udara
dingin
• Timbul/semakin parah dengan infeksi virus

Confirmed variable expratory airflow limitation:


Obstruksi saluran napas yang variatif • FEV1 < 80%, dan minimal pada satu kali pengukuran dimana
FEV1 <80%, didapatkan FEV1/FVC <75% (dewasa) / <90%
(anak)
• Semakin variatif, diagnosis asma semakin kuat.

Positive bronchodilator reversibility test Dewasa: peningkatan FEV1>12% dan >200 mL baseline dalam 10-
(lebih mungkin positif jika sebelumnya 15 menitGINA
pemberian
2017
albuterol 200-400 mcg/ekuivalennya
terapi dihentikan: SABA stop ≥ 4 jam, LABA Anak: peningkatan FEV1 >12% nilai prediksi
≥ 15 jam)

Variabilitas eksesif dalam pengukuran peak Dewasa: rerata variabilitas diurnal PEF > 10% Anak:
expiratory flow 2x sehari selama 2 minggu rerata variabilitas diurnal PEF > 13%
Kriteria Diagnosis Asma (GINA 2017) (cont)
Karakteristik Kriteria

Confirmed variable expratory airflow limitation:

Positive exercise challenge test • Dewasa: FEV1 turun >10% dan >200 mL baseline
• Anak: FEEV1 turun >12% prediksi atau PEF >15%

Positive bronchial challenge test Penurunan FEV1 ≥ 20% dengan pemberian dosis standar
(umumnya pada dewasa) metacholine atau histamin, atau FEV1 turun ≥ 15% dengan
hiperventilasi standar, uji salin hipertonik atau manitol

Variabilitas eksesif antar kunjungan Dewasa: variasi FEV1 >12% dan >200 mL pada setiap
rawat jalan (less reliable) kunjungan, di luar kasus infeksi respirasi
Anak: variasi FEV1 >12% atau PEF >15% (dapat termasuk
kasus infeksi respirasi)

GINA 2017
267.
Seorang laki-laki bernama Lucas Baker, 25 tahun datang ke
PKM dengan keluhan nyeri perut bawah sejak 3 hari yang lalu.
Keluhan di sertai demam, mual, dan BAK keluar sedikit-
sedikit. Pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/80, HR
115x/menit , RR 26x/menit, Suhu 38.5oC, terdapat nyeri tekan
suprapubik. Hasil lab urinalisis leukosit lebih dari 106/LPB
dan nitrit urin (+).
Apa diagnosis pada kasus di atas?
A. Prostatitis akut
B. BPH
C. Cystitis
D. Striktur urethra
E. Vesikolithiasis
Analisis soal
• Pada pasien didapatkan keluhan BAK tidak lampias
serta demam dan nyeri suprapubic yang
menandakan Cystitis.
• Hal ini juga diperkuat dengan ditemukannya bakteri
pada urinalisis leukosit lebih dari 106/LPB (normal
laki-laki 104 dan nitrit urin (+))
• Tidak dipilih prostatitis karena tidak ada gambaran
prostat pada pemeriksaan colok dubur, dan karena
disertai demam lebih mengarah kepada infeksi
daripada batu
Infeksi Saluran Kemih
• Escherichia coli adalah penyebab utama UTIs.
• Bakteri lainnya yang dapat menyebabkan UTI:
Klebsiella spp.,
other Enterobacteriaceae,
Staphylococcus saprophyticus, and
enterococci.
Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Infeksi Saluran Kemih (ISK)
• Rute infeksi saluran kemih:
Ascending
• kolonisasi uretra, lalu infeksi menyebar ke
atas
Hematogen
• bakteri ke ginjal berasal dari bakteremia
Limfogen
•dari abses retroperitoneal atau infeksi
intestin
Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Infeksi Saluran Kemih
• Pielonefritis
Inflamasi pada ginjal & pelvis renalis
Demam, menggigil, mual, muntah, nyeri pinggang, diare,
Lab: silinder leukosit, hematuria, pyuria, bakteriuria, leukosit
esterase +.
• Sistitis:
Inflamasi pada kandung kemih
Disuria, frekuensi, urgensi, nyeri suprapubik, urin berbau,
Lab: pyuria, hematuria, leukosit esterase (+) nitrit +/-.
• Urethritis:
Inflamasi pada uretra
Disuria, frekuensi, pyuria, duh tubuh.
Lab: pyuria, hematuria, leukosit esterase (+), nitrit (-).
Terapi
pada
Cystitis

https://emedicine.medscape.com/article/233101-treatment#d8
268.
Seorang wanita bernama Jill Valentine 24 tahun datang
dengan bintil-bintil kemerahan setelah makan udang. Pasien
mengaku sebetulnya sejak kecil memang alergi udang tapi
terpaksa makan makanan tersebut karena tidak ada makanan
lain saat ini di Kijuju, Afrika. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan TD 110/70, HR 86, RR 20, T 36.5 dengan infiltrat
multipel di kedua tangan dan leher.
Bagaimana cara pencegahan kekambuhan pada pasien ini?
A. Kortikosteroid dosis tinggi
B. Antihistamin dosis tinggi
C. Memaparkan dengan makanan pemicu sedikit demi sedikit
D. Menghindari makanan pemicu reaksi IgE mediated
E. Pemberian Siklosporin
Analisis Soal
• Pada soal di atas didapatkan seorang pasien dengan
infiltrat multipel di kedua tangan dan leher, setelah
memakan udang, maka kemungkinan diagnosis pada
pasien adalah urtikaria akut.
• Untuk mencegah urtikaria lebih baik dengan
menghindari pencetus.
• Terapi desentisasi saat ini terbukti dapat mencegah
kekambuhan untuk rhinitis allergy dan asma, tapi pada
anak-anak,
• Untuk penelitian mengenai terapi desentisasi untuk
food allergy masih banyak hasil yang kontroversial,
terutama pada orang dewasa
Urtikaria

• Urtikaria (dikenal juga dengan “hives, gatal-gatal, kaligata, atau


biduran”) adalah kondisi kelainan kulit berupa reaksi vaskular terhadap
bermacam-macam sebab, biasanya disebabkan oleh suatu reaksi alergi,
• Urtikaria mempunyai ciri-ciri berupa kulit kemerahan (eritema) dengan
sedikit oedem atau penonjolan (elevasi) kulit berbatas tegas yang timbul
secara cepat setelah dicetuskan oleh faktor presipitasi dan menghilang
perlahan-lahan.
Penanganan Urtikaria
• Antihistamin adalah terapi lini pertama untuk
urtikaria.
• Antihistamin generasi pertama yang memblokir
reseptor H1 adalah terapi lini pertama untuk
urtikaria. Diphenhydramine dan hydroxyzine adalah
yang paling umum digunakan di kelas ini.
• Namun, karena obat-obatan ini diberikan secara IV
dengan potensi efek samping antikolinergik lainnya,
antihistamin generasi lebih dianggap sebagai lini
pertama sekarang ini.
https://emedicine.medscape.com/article/762917-medication
Allergen Immunotherapy
• Imunoterapi alergen, juga dikenal sebagai desensitisasi
atau hipo-sensitisasi, adalah perawatan medis untuk
alergi seperti gigitan serangga dan asma.
• Imunoterapi meliputi pemaparan individu pada alergen
dalam jumlah yang progresif dalam upaya mengubah
respons sistem kekebalan tubuh terutama menurunkan
produksi IgE.
• Meta-analisis telah menemukan bahwa suntikan
alergen di bawah kulit efektif dalam pengobatan rinitis
alergi pada anak-anak dan pada asma.
• Untuk penggunaan allergen immunoterapi pada kasus
lainnya terutama untuk intake makanan secara oral
belum banyak bukti klinis yang mendukung

https://emedicine.medscape.com/article/762917-medication
269.
Seorang pasien bernama Marguerite Baker usia 48 tahun
dibawa keluarganya dengan keluhan nyeri punggung dan
harus berjalan dengan membungkuk sejak 1 bulan terakhir.
Pasien diketahui pernah menderita penyakit flek paru sejak
1 tahun yang lalu, namun tidak pernah berobat rutin karena
pasien memiliki kelainan jiwa skizofrenia herbefrenik dimana
pasien suka sekali bermain dengan laron sambil membawa
lentera. Pada pemeriksaan MRI Lumbar didapatkan gambar
sebagai berikut:
Mekanisme penyebarannya adalah:
A. penularan kontinum
B. kerja katup Harbes
C. melalui kelenjar limfa
D. melalui vena
E. melalui pleksus Batson
Nekrosis pada Lumbar Spine
Analisis Soal
• Pada gambar MRI tulang pasien didapatkan lesi tulang
yang kemungkinan akibat persebaran kuman TB ke
tulang dari fokus utama di paru
• Persebaran TB ke tulang adalah secara hematogen,
melalui aliran pleksus yang bernama pleksus batson
• Pilihan D sebenarnya benar, TB bisa menyebar
hematogen lewat vena dan arteri namun tidak spesifik
• Penyebaran kontinuum bukan istilah medis. Kontinuum
memiliki arti berkelanjutan atau progresive
• Tidak ada Katup Harbes dalam anatomi
Pott Disease
• Penyakit Pott atau spondylitis tuberkulosis
adalah suatu bentuk tuberkulosis yang
terjadi di luar paru-paru di mana penyakit
terlihat pada vertebra. Tuberkulosis dapat
menyerang beberapa jaringan di luar
paru-paru termasuk tulang belakang
berupa artritis tuberkulosis pada sendi
intervertebralis.
• Penyakit Pott disebabkan oleh
penyebaran tuberkulosis hematogen dari
tempat lain, seringkali paru-paru. Infeksi
biasa terjadi pada dua vertebra yang
berdekatan ke ruang diskus
intervertebralis diantaranya. Jika dua
tulang vertbrae terkena infeksi, diskus di
tengahnya menjadi avaskular, tidak dapat
menerima nutrisi dan kolaps.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3184481/
Pathophysiology Pott Disease
• Keterlibatan tulang belakang biasanya
merupakan hasil dari penyebaran M.
tuberculosis secara hematogen ke dalam
pembuluh darah padat tulang cancellous
dari badan vertebral.
• Situs infeksi primer adalah lesi paru atau
infeksi sistem genitourinari. Penyebaran
terjadi baik melalui arteri atau rute vena.
Sebuah arterial pleksus di regio
subkondral tiap vertebra terdiri dari
arteri spinal anterior dan posterior.
Arterial pleksus ini memfasilitasi
penyebaran hematogen di regio diskus.
• Batson’s paravertebral venous plexus
pada vertebra adalah sistem tanpa katup
yang memungkinkan aliran darah dua
arah dengan peningkatan tekanan
intraabdominal seperti batuk.
Batson’s plexus
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3184481/
270.
Seorang Laki-laki 24 tahun bernama Ramon Salazar datang dengan
keluhan batuk lebih dari dua bulan, disertai dahak dan kadang dengan
darah. pasien juga demam dan mengeluhkan nyeri telan, penurunan berat
badan >10kg selama periode tersebut, pemeriksaan kepala-leher
didapatkan leukoplakia ad glossus et palatum, swab langit-langit
menunjukkan candida (+). Pasien terlihat sangat kurus, tulang dada
pasien terlihat jelas dan Otot ekstremitas pasien terlihat mengecil.
Pasien memang seorang pengguna jarum suntik dan obat kesukaannya
bermerk illuminados plaga. Pada pemeriksaan tes HIV didapatkan reaktif.
Diagnosis pada pasien ini adalah?
A. TB paru dengan HIV st 1
B. TB paru dengan HIV st 2
C. TB paru dengan HIV st 3
D. TB paru dengan HIV st 4
E. TB paru dengan HIV st 5
Analisis Soal
• Pada pasien terdapat diagnosis HIV, dengan
penyulit TB paru, dan Candidosis
• Namun, pada pasien juga ditemukan HIV wasting
syndrome, dengan penurunan BB lebih dari 10%
dengan gambaran pasien yang sangat kurus dan
otot pasien yang tampak atrofi
• HIV wasting syndrome adalah gejala HIV stadium
IV, jadi jawabannya TB dengan HIV stadium IV
Analisis Soal
• HIV stadium 1  ditandai dengan limfadenopati
generalisata
• HIV stadium 2  ditandai dengan herpes zoster
atau cheilitis angularis
• HIV stadium 3  ditandai dengan TB paru, oral
thrush atau diare kronik
• HIV stadium 5  tidak ada HIV stadium 5
HIV

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.


HIV
1. Acute HIV syndrome:
• Experienced in 50–70%
of individuals with HIV
infection
• acute clinical syndrome
occurs 3–6 weeks after
primary infection.
• The typical clinical
findings occur along with
a burst of plasma
viremia.

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.


HIV
2. The Asymptomatic Stage—Clinical Latency
– The length of time from initial infection to the development
of clinical disease. Median time for untreated patients is 10
years.
– Active virus replication is ongoing and progressive during this
asymptomatic period.
– The rate of disease progression is directly correlated with HIV
RNA levels.
• Patients with high levels of HIV RNA in plasma progress to
symptomatic disease faster than do patients with low levels of HIV
RNA.
• During the asymptomatic period of HIV infection, the average rate
of CD4+ T cell decline is 50/L per year.
• When the CD4+ T cell count falls to <200/L, the resulting state of
immunodeficiency is severe enough to place the patient at high
risk for opportunistic infection and neoplasms and, hence, for
clinically apparent disease.

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.


HIV
3. Symptomatic Disease
• Symptoms of HIV disease can
appear at any time during the
course of HIV infection.

• The more severe and life-


threatening complications of
HIV infection occur in patients
with CD4+ T cell counts <200/L.

• AIDS:
– HIV infection & a CD4+ T cell
count <200/L or
– HIV infection who develops one
of the HIV-associated diseases
considered to be indicative of a
severe defect in cell-mediated
immunity (category C)

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.


HIV/AIDS
HIV/AIDS
271.
Seorang pasien bernama Whopper Zombie, 32 tahun
datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas. Pasien
memang sudah lama obesitas dan juga memiliki riwayat
DM tidak terkontrol. Dokter melakukan pemeriksaan
USG dan didapatkan tampakan bright liver.
Diagnosis pada pasien ini adalah?
A. Hepatosclerosis diabetikum
B. Non alcoholic fatty liver disease
C. Hepatitis alkoholik
D. Hepatitis B kronik
E. Hepatoma
Analisis Soal
• Pada pasien didapatkan nyeri perut kanan atas yang
kemungkinan menandakan hepatitis. Karena pasien
terdapat obesitas, kemungkinan terjadi hepatitis akibat
perlemakan hati, disebut juga Non alcoholic steatohepatisis
(NASH)
• Akan tetapi pilihan ini tidak ada jadi dipilih Non alcoholic
fatty liver disease (NAFLD). NAFLD adalah stadium sebelum
NASH, dimana biasanya hanya terjadi perlemakan hati tanpa
gejala
• Hal ini diperkuat dengan gambaran bright liver pada
pemeriksaan USG.
• Pilihan A, diabetes memperburuk gejala fatty liver tapi tidak
secara langsung membuat sclerosis pada liver jadi tidak
dipilih
Non Alcoholic Steatohepatitis/
Fatty Liver Disease
• Penyakit hati berlemak non-alkohol (NAFLD) adalah kelainan
yang sangat umum dan merujuk pada sekelompok kondisi di
mana ada akumulasi lemak berlebih di hati orang yang
minum sedikit atau tanpa alkohol.
• Bentuk NAFLD yang paling umum adalah kondisi tidak serius
yang disebut fatty liver. Di hati berlemak, lemak menumpuk
di sel-sel hati.
• Sekelompok kecil orang dengan NAFLD dapat memiliki
kondisi yang lebih serius bernama steatohepatitis non-
alkohol (NASH). Pada NASH, akumulasi lemak menyebabkan
peradangan sel hati dan berbagai tingkat jaringan parut.
NASH adalah kondisi yang berpotensi serius yang dapat
menyebabkan jaringan parut dan sirosis hati

https://gi.org/topics/fatty-liver-disease-nafld/
Spektrum NAFLD

https://gi.org/topics/fatty-liver-disease-nafld/
Gambaran USG

• Gambaran USG pada liver NAFLD menunjukkan gambaran


hiperekoik atau dikenal juga dengan “bright liver”
272.
Seorang Pria bernama Jake Muller berusia 30thn mengeluh
diare terus menerus sejak 2 hari terakhir ini. Diare terus
menerus membuat pasien terasa lemas. Diare berupa cair
seperti air cucian beras. Kejadian ini muncul setelah pasien
terpaksa jajan makanan jalanan karena ditugaskan misi di Lan
Shiang di China untuk mengamankan C-Virus.
Apa tatalaksana yang tepat diberikan pada pasien?
A. Ceftriaxon
B. Tetrasiklin
C. Amoxicillin
D. Eritromisin
E. Metronidazol
Analisis soal
• Pada pasien diatas dicurigai mengalami infeksi
Vibrio cholera karena terdapat diare seperti air
cucian beras
• Tatalaksana yang diberikan pada kolera untuk orang
dewasa menurut rekomendasi WHO menggunakan
golongan tetrasiklin yaitu doksisiklin 1 x 300 mg SD
atau tetrasiklin 4 x 500 mg selama 3 hari, jadi dipilih
B yang tersedia
273.
Seorang laki-laki bernama Chris Redfield, 35 tahun
dibawa keluarganya dengan penurunan kesadaran. Saat
ini pasien juga memiliki gejala banyak berliur dan takut
terhadap air. Keluarga menceritakan pasien mulai sakit
sehabis misi mengejar penjahat bernama Lucas Baker di
sebuah tambang tua di daerah Lousiana.
Terapi yang diberikan kepada pasien adalah:
A. Serum anti rabies
B. Antibiotik
C. Antipruritus
D. Kortikosteroid
E. Antihistamin
Analisis Soal
• Pada pasien ditemukan gejala penurunan
kesadaran dan hipersalivasi serta takut terhadap
air. Gejala ini menandakan gejala rabies, terutama
pasien sehabis berada di tambang tua dengan
kemungkinan kontak kelelawar
• Terapi yang paling mungkin diberikan pada pasien
hanya serum anti rabies jadi dipilih A
Rabies
• Penyakit infeksi akut pada Sistem Saraf Pusat (SSP)
yang disebabkan oleh virus rabies, dan ditularkan
melalui gigitan hewan menular rabies terutama
anjing, kucing, kera, dan kelelawar.
• Merupakan penyakit yang bersifat fatal, selalu
diakhiri dengan kematian bila tidak ditangani dan
diobati dengan baik.
• Telah dilaporkan 98 persen kasus rabies di
Indonesiaditularkan akibat gigitan anjing dan 2
persen akibat gigitan kucing dan kera.
Penanganan pasien rabies
Pada pasien dengan rabies yang dikonfirmasi atau
diduga, pilihan penatalaksanaan meliputi
pendekatan paliatif atau agresif
• Pendekatan paliatif biasanya dilakukan pada
pasien yang tidak mungkin bertahan atau yang
tidak dapat bertahan hidup dengan gejala residu
neurologis yang parah.
• Pendekatan agresif dapat dicoba untuk pasien
yang memiliki kemungkinan bertahan hidup dan
dapat menerima gejala residu neurologis dari
infeksi rabies.
https://www.uptodate.com/contents/treatment-of-rabies?csi=a5441754-b6c0-41c1-
831b-fa90d799879e&source=contentShare
Penanganan Paliatif
• Kamar pribadi yang tenang sangat dianjurkan.
• Bila pasien gelisah, berikan Benzodiazepin seperti diazepam,
Lorazepam atau Midazolam (IV/IM) untuk sedasi dan
relaksasi otot
• Haloperidol (IV/IM) untuk gejala gelisah, agitasi,
hipereksitabilitas, delirium, halusinasi, dan agresi
• Untuk analgesia, morfin dapat diberikan secara IV atau SC,
• Sekresi saliva yang berlebihan dapat diobati dengan
antikolinergik, termasuk skopolamin dan glikopirrolat.
• Sensasi kehausan bisa diredakan dengan keping-keping es di
mulut.
• Demam dapat diobati dengan kompres dan antipiretik,
termasuk asetaminofen dan / atau ibuprofen.
https://www.uptodate.com/contents/treatment-of-rabies?csi=a5441754-b6c0-41c1-
831b-fa90d799879e&source=contentShare
Penanganan Agresif
Pendekatan agresif melibatkan kombinasi perawatan
suportif dan penggunaan terapi off-label yang
tersedia saat ini
• Perawatan suportif dalam unit perawatan kritis
digunakan untuk menangani komplikasi potensial
rabies, khususnya jantung dan pernapasan
• Terapi kombinasi, terutama menggunakan
imunoterapi dan antiviral, menghasilkan survival
tertinggi meski hasilnya masih kontroversial

https://www.uptodate.com/contents/treatment-of-rabies?csi=a5441754-b6c0-41c1-
831b-fa90d799879e&source=contentShare
Combination Therapy
(Immunotherapy)
• Vaksin rabies
• Viral clearance pada rabies dikaitkan dengan
pengembangan respon imun, dan ciri penting dari
respon ini adalah adanya antibodi virus anti-rabies yang
menetralkan dalam serum dan cairan serebrospinal.
• Namun, tidak diketahui secara pasti manfaat untuk
memberikan vaksin rabies kepada pasien dengan rabies.
• Human rabies imunoglobulin (HRIG)
• HRIG tidak secara rutin diberikan kepada pasien dengan
rabies karena imunoglobulin tidak melewati blood brain
barrier, dan oleh karena itu, tidak diketahui sejauh mana
imunoglobulin akan memfasilitasi pembersihan virus

https://www.uptodate.com/contents/treatment-of-rabies?csi=a5441754-b6c0-41c1-
831b-fa90d799879e&source=contentShare
Combination Therapy (Antiviral)
• Terapi antivirus
• Pendekatan pengobatan agresif mencakup penggunaan
satu atau lebih agen antivirus dengan tujuan
mengurangi penyebaran virus ke sel yang tidak
terinfeksi.
• Akan tetapi pemberian antiviral saat ini menunjukkan
efek hanya secara invitro, dan masih tidak menunjukkan
manfaat pada manusia dengan rabies, contohnya
seperti:
• Interferon-alfa
• Ribavirin,
• Amantadine
• Favipiravir
https://www.uptodate.com/contents/treatment-of-rabies?csi=a5441754-b6c0-41c1-
831b-fa90d799879e&source=contentShare
274.
Seorang pasien perempuan bernama Claire Redfield, 27 tahun
datang dengan keluhan lemas, pasien juga cepat sekali
merasa kedinginan meski di daerah tropis, nafsu makan
menurunan, dan BB turun dalam 3 bulan terakhir. Pada
pemeriksaan didapatkan penurunan kadar T4 dan kadar TSH
meningkat, marker anti TPO (+).
Kemungkinan diagnosis penyebab pada pasien ini adalah?
A. Hashimoto tiroiditis
B. Goiter endemik
C. Tiroiditis granulomatosa subakut
D. Graves disease
E. Huntington disease
Analisis Soal
• Pada pasien didapatkan gejala hipotiroid dengan gejala
lemas, mudah kedinginan dan BB menurun
• Hal ini dikonfirmasi dengan adanya T4 yang menurun
dan TSH yang meningkat serta Anti TPO positif.
Kemungkinan paling banyak penyebab hipotiroid
adalah Hashimoto thyroiditis
• Anti TPO juga berkorelasi dengan Graves, namun
seharusnya terdapat gejala hipertiroidisme
• Diagnosis B dan C tidak menyebabkan hipotiroid
• Penyakit huntington bukan penyakit endokrin, tetapi
saraf, dengan keluhan utama chorea atau gerakan
involunter
275.
Pasien laki laki 48 tahun bernama William Birkins dengan
DM dan rutin konsumsi OHO glimiperid + Metformin,
datang ke UGD dengan keluhan lemas dan berkeringat
dingin. Pasien sebelumnya tidak sarapan namun tetap
meminum obat DM glibenclamid dan metformin. Pada
GDS didapatkan hasil 65 mg/dl.
Tatalaksana yang tepat adalah?
A. Larutan gula 3 sendok
B. D40% bolus 2 flakon
C. Infus nacl 0.9 1 kolf
D. Infus Dextrose 5% 1 kolf
E. Glimipirid
Analisis Soal
• Pada pasien didapatkan gejala hipoglikemia berupa
lemas dan berkeringat dingin, namun masih sadar
karena pasien dapat mengatakan keluhannya di
IGD, sehingga kasus ini termasuk hipoglikemia
ringan
• Tatalaksana hipoglikemia ringan adalah dengan
pemberian makanan tinggi karbohidrat, jadi dipilih
pilihan A
• Bila pasien tidak sadar baru dipilih B
Analisis soal
• Obat prokinetic adalah obat yang meningkatkan
motilitas saluran cerna dengan meningkatkan
kontraksinya tanpa meningkatkan ritme frekuensinya,
prokinetic membantu pengosongan lambung lebih
cepat, contohnya metoklorpramid, doomperidon
• Obat anti spasmodic adalah untuk mengurangi gejala
nyeri gastrointestinal, seperti papaverine atau
buscopan
• Antihistamin yang digunakan pada golongan ini adalah
golongan H2 blocker, namun tidak sepoten PPI
• Tidak ada rekomendasi pemberian analgetic pada nyeri
ulkus peptikum/duodenum
Tatalaksana
276.
Seorang pria bernama Jack Baker, 50 tahun, datang
dengan keluhan penurunan BB dalam 3 bulan terakhir.
Nyeri di area perut bawah kanan. Ketika dilakukan
pemeriksaan didapatkan benjolan, teraba keras,
terfiksir. Tidak ada gangguan berkemih. Dilakukan
pemeriksaan PA dan didapatkan gambar di bawah.
Diagnosisnya pada kasus ini adalah?
A. Karsinoma sel renal
B. Tumor wilms
C. Kista renal
D. Sindrom Pseudomeigs
E. Polikistik Kidney
Gambaran Inti Sel (nuclei) yang tersusun
Linier di tepi tubul -> Gambaran clear cells
Analisis
• Pada kasus ini didapatkan gejala keganasan dengan
penurunan Berat badan dan perut membesar, dari
gambaran PA didapatkan gambaran clear cell
• Pilihan di opsi dengan gambaran tersebut adalah
Karsinoma sel renal
• Tumor Wilms adalah tumor ginjal pada anak-anak
dengan keluhan massa intraabdomen dan hematuria
• Pada kista renal ditemukan massa dengan gambaran
hipoekoik pada USG
• Sindrom pseudomeigs bila terdapat ascites dan efusi
pleura tapi dengan tumor lain selain tumor ovarium
• Polikistik kidney akan terdapat gambaran kista multipel
di ginjal disertai gagal ginjal
Clear Cell Carcinoma
• Clear Cell Carcinoma juga dikenal sebagai
adenokarsinoma clear cell dan mesonefroma adalah
karsinoma turunan sel epitel yang ditandai dengan
adanya clear cell yang diamati selama penilaian
diagnostik dan histologis.
• Bentuk kanker ini diklasifikasikan sebagai kanker langka
dengan insidensi 4,8% pada pasien berkulit putih, 3,1%
pada pasien berkulit hitam, dan 11,1% pada pasien
Asia.
• Karsinoma sel jernih dapat timbul pada beberapa jenis
jaringan termasuk ginjal (Karsinoma ginjal clear cell),
uterus (karsinoma clear cell rahim), saluran pencernaan
(karsinoma sel-sel kolorektal bening) atau ovarium
(karsinoma ovarium clear cell)
"Clear cell renal cell carcinoma". Genetic and Rare Diseases Information Center (GARD) – an NCATS Program. Genetic
and Rare Diseases Information Center (GARD), National Center for Advancing Translational Sciences (NCATS). Retrieved
2019-10-15.
Clear Cell Carcinoma

"Clear cell renal cell carcinoma". Genetic and Rare Diseases Information Center (GARD) – an NCATS Program. Genetic
and Rare Diseases Information Center (GARD), National Center for Advancing Translational Sciences (NCATS). Retrieved
2019-10-15.
277.
Seorang pasien bernama Jack Krauser, usia 30 tahun datang
dengan keluhan ulkus dangkal dan fisura pada bagian sudut
bibir. Pasien juga mengeluhkan bibir terasa kering dan
pecah2. Keluhan ini muncul setelah pasien tidak bisa
mendapatkan asupan buah dan sayur karena habis pergi ke
pulau terpencil yang dimilki oleh Los Illuminados.
Defisiensi vitamin pada pasien ini adalah?
A. Vit A
B. Vit B
C. Vit C
D. Vit D
E. Vit E
Analisis Soal
• Pada kasus ini, keluhan ulkus dangkal pada bibir dengan
bibir kering adalah gejala scurvy
• Scurvy diakibatkan kareka kekurangan vitamin C
• Kekurangan vitamin A menyebabkan xeroftalmia
• Kekurangan vitamin B menyebabkan berbagai gejala,
seperti kekurangan B1 menyebabkan beri-beri, B3
menyebabkan pellagra
• Kekurangan vitamin D menyebabkan gangguan
pertumbuhan tulang
• Kekurangan vitamin E menyebabkan gangguan otot dan
kesemutan, tapi gangguan ini sangat langka
Alur Diagnosis TB Dan TB Resistan Obat Di Indonesia

Terduga TB

Pasien baru, tidak ada riwayat pengobatan TB, tidak ada riwayat kontak erat Pasien dengan riwayat pengobatan TB, pasien dengan riwayat
Tuberculosis
dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (-) atau tidak diketahui status HIV nya kontak erat dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (+)

Pemeriksaan Klinis dan Pemeriksaan bakteriologis dengan Mikroskop atau Tes Cepat Molekuler (TCM)

Tidak memiliki akses untuk TCM TB Memiliki akses untuk TCM TB

Pemeriksaan Mikroskopis BTA Pemeriksaan TCM TB

MTB Pos, Rif MTB Pos, Rif MTB Pos, Rif MTB Neg
(- -) (+ +) Sensitive Indeterminate Resistance
(+ -)
Tidak bisa
dirujuk
Ulangi Foto Toraks
TB RR
TB Terkonfirmasi pemeriksaan (Mengikuti alur
Bakteriologis TCM yang sama
Foto Terapi
dengan alur
Toraks Antibiotika
pada hasil
Non OAT
Mulai Pengobatan TB RO; Lakukan pemeriksaan
Pengobatan
mikrokopis BTA
pemeriksaan Biakan dan Uji Kepekaan
TB Lini 1 negatif (- -) )
OAT Lini 1 dan Lini 2
Gambaran Tidak Mendukung TB;
Mendukung
TB
Bukan TB; Cari
kemungkinan penyebab
penyakit lain
Ada
Perbaikan
Tidak Ada
Perbaikan TB RR; TB Pre TB XDR
Algoritma TB
Klinis Klinis, ada
TB MDR

Nasional 2016
XDR
faktor risiko
TB TB, dan atas
Terkonfirmasi Bukan TB; Cari pertimbangan
Klinis Lanjutkan Pengobatan
kemungkinan dokter Pengobatan TB RO
TB RO
penyebab dengan Paduan Baru
penyakit lain
Pemeriksaan tambahan pada semua pasien TB
TB
Terkonfirmasi yang terkonfirmasi baik secara bakteriologis
Klinis
maupun klinis adalah pemeriksaan HIV dan
gula darah. Pemeriksaan lain dilakukan sesuai
Pengobatan indikasi misalnya fungsi hati, fungsi ginjal, dll)
TB Lini 1
278.
Seorang Perempuan bernama Excella Gionne, 50an tahun, datang
untuk periksa kesehatan, tidak ada keluhan. BB 70 kg, TB 156 cm,
TD 150/90 mmHg, GDP 114 mg/dL, TTGO 186 mg/dL, Kolesterol
total 186 mg/dL, HDL 26 mg/dL, LDL 161 mg/dL, Trigliserida 506
mg/dL. Pasien mengatakan kalau dia memiliki gaya hidup yang
berantakan karena stress semenjak dikhianati rekannya yang
bernama Albert Wesker dalam proyek besar bernama Uroboros.
Apa diagnosis yang tepat pada pasien ini?
A. Obesitas
B. Diabetes mellitus
C. Dislipidemia
D. Sindroma metabolik
E. Hipertrigiseridemia
Analisis soal
• Pada soal didapatkan pasien dengan kadar gula
darah puasa abnormal (antara 100 -125 mg/dL),
ditambah dengan hipertensi dan kadar HDL rendah
serta hipertrigliseridemia
• Berdasarkan kriteria IDF, kadar gula abnormal
ditambah dua atau lebih gejala tambahan lainnya
termasuk dalam sindrom metabolik
Profilaksis Malaria
NON FARMAKOLOGIS
• Tidur menggunakan kelambu yang sudah
dicelup pestisida
• Menggunakan obat pembunuh nyamuk
(mosquito repellant)
• Proteksi diri saat keluar dari rumah (baju
berlengan panjang, kus/stocking)
• Proteksi kamar atau ruangan menggunakan
kawat anti nyamuk
Profilaxis Malaria
Initiation
(time before Discontinuation
Drug Dose Freq. first (time after last
exposure to exposure)
malaria)

Areas with chloroquine-resistant Plasmodium falciparum


Atovaquone- 5-8 kg, 1/2 pediatric tablet daily; Once daily 1-2 days 7 days
proguanil 9-10 kg, 3/4 pediatric tablet
(Malarone) daily;
Pediatric tablet: 11-20 kg, 1 pediatric tablet
62.5 mg- 25 mg daily;
Adult tablet: 21-30 kg, 2 pediatric tablets
250 mg - 100 mg daily;
31-40 kg, 3 pediatric tablets
daily;
≥41 kg, 1 adult tablet daily
Mefloquine ≤9 kg, 1/8 tablet or 5 mg salt per Once 3 weeks 4 weeks
hydrochloride kg weekly preferable; 2
250 mg salt (228 mg 10-19 kg, 1/4 tablet weeks
base) 20-30 kg, 1/2 tablet acceptable
31-45 kg, 3/4 tablet
≥46 kg, 1 tablet

Doxycycline 100 mg ≥8 years old, 2 mg per kg of Once daily 1-2 days 4 weeks
orally once daily (maximum dose
100 mg/day)
279.
Pasien perempuan, 25 tahun bernama Sherry Birkins datang
dengan keluhan lemas, sering BAK dan cepat merasa lapar
dan haus. Pasien didiagnosis menderita Mature Onset
Diabetic of the Young. Dokter menyarankan obat kepada
pasien yang berfungsi untuk meningkatkan sekresi insulin
dengan menekan produksi glukagon.
Obat yang dimaksud adalah
A. Rosiglitazon
B. Dapaglifozin
C. GLP1-RA
D. Degludec
E. Metformin
Analisis Soal
• Pada soal ditanya mengenai obat yang meningkatkan
sekresi insulin dengan menekan glukagon
• Obat tersebut adalah golongan DPP4-inhibitor atau
GLP-1 Agonist, dimana pada pilihannya hanya ada
GLP1-RA yang merupakan GLP-1 Agonist
• Rosiglitazon adalah golongan thiazolinidion yang
berfungsi meningkatkan uptake glukosa seperti
metformin, namun sudah tidak dipakai karena efek
samping kardiovaskular
• Dapaglifozin adalah golongan SGLT-2 inhibitor yang
mencegah reabsorpsi glukosa di urin
• Degludec adalah insulin ultra long acting yang dapat
dipakai dengan penyuntikan 2 hari sekali
Lipodermatosclerosis
• Lipodermatosclerosis adalah kondisi peradangan
kronis yang ditandai dengan fibrosis subkutan dan
pengerasan kulit pada tungkai bawah
280.
Pasien laki2 usia 35 tahun bernama dr. Salvador datang
dengan keluhan demam, nyeri otot dan mata
kemerahan. Nyeri otot dirasakan terutama di daerah
betis. Pasien mendapatkan keluhan ini setelah
menggergaji kayu di kebunnya menggunakan chainsaw
saat hujan sedang turun.
Tatalaksana yang tepat pada pasien ini adalah?
A. Klorampenikol 3 x 500 mg PO
B. Ceftriaxon 1 x 2 gram IV
C. Penisilin G 1,5 juta Unit IM
D. Ciprofloxacin 2 x 500 mg PO
E. Ampicillin 4 x 500 mg PO
Pembahasan
• Pada pasien gejala yang terdapat adalah demam,
dan nyeri otot terutama daerah betis atau
m.gastrocnemius, karena tidak ada ikterik berarti
kasus ini adalah infeksi leptospira ringan
• Terapi pada kasus ini bisa rawat jalan, dengan
ampicillin 4 x 500 mg
Hepatitis
• Inflamasi hepar yang disebabkan oleh berbagai macam
penyebab.
• Penyebab hepatitis: autoimun, hepatitis imbas obat, virus,
alkohol, dan lain-lain.
• Virus hepatitis merupakan infeksi sistemik yang dominan
menyerang hepar. Hepatitis jenis ini paling sering disebabkan
oleh virus hepatotropik (virus Hepatitis A, B, C, D, E).
• Incubation periods for hepatitis A range from 15–45 days
(mean, 4 weeks), for hepatitis B and D from 30–180 days
(mean, 8–12 weeks), for hepatitis C from 15–160 days (mean, 7
weeks), and for hepatitis E from 14–60 days (mean, 5–6
weeks).
Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. 2011.
281
Seorang pasien bernama Eveline E-001, usia 11 tahun datang
dengan keluhan muntah berdarah segar dan BAB berdarah.
Menurut dokter, pasien telah didiagnosis sirosis hepatis
karena penyakit Wilson yang dideritanya. Dari hasil
pemeriksaan, venektasi (+), spider navy (+), ascites (+). TD
110/70, nadi 125x/menit, RR 24x/menit, suhu 37.8oC.
Tatalaksana yang diberikan kepada pasien adalah
A. Somatostatin bolus IV dilanjutkan drip somatostatin
B. Omeprazol IV dilanjutkan drip ranitidine
C. Asam Traneksamat dan Vitamin K
D. Oksitosin IV bolus dilanjutkan oksitoksin drip
E. E-Necrotoxin
Analisis Soal
• Pada pasien didapatkan gejala sirosis pada usia muda
karena penyakit wilson yang merupakan penyakit
genetik. Penyakit wilson merupakan kelainan dimana
terjadi deposit tembaga (cu) berlebihan pada tubuh,
dan pada hepar dapat menyebabkan sirosis.
• Pada pasien dengan sirosis, perdarahan saluran cerna
terjadi karena pecah varises esofagus. Tatalaksana yang
diberikan pada kasus ini utamanya adalah somatostatin
yang berupa obat vasoaktif
• Asam traneksamat dan vitamin K diberikan pada kasus
perdarahan secara umum, tapi pada kasus PVO terapi
awal utama adalah obat vasoaktif
• Tidak ada obat bernama E-Necrotoxin
Penyakit Wilson
• Penyakit Wilson adalah kelainan genetik di mana kelebihan
tembaga [Cu] menumpuk di dalam tubuh. Gejalanya
biasanya terkait dengan otak dan hati.
• Gejala terkait hati termasuk muntah, lemas, cairan
menumpuk di perut, pembengkakan kaki, kulit kekuningan
dan pruritus
• Gejala yang berhubungan dengan otak termasuk tremor,
kekakuan otot, kesulitan berbicara, perubahan kepribadian,
kecemasan dan halusinasi
• Penyakit Wilson adalah kondisi resesif autosom yang
disebabkan oleh mutasi pada gen protein penyakit Wilson
(ATP7B). Protein ini mengangkut kelebihan tembaga ke
empedu, tempat dimana tembaga akan diekskresikan.
"Wilson Disease". NIDDK. July 2014. Archived from the original on 2016-10-04. Retrieved
2016-11-06.
Penyakit Wilson

Kayser-Fleischer Ring

Gambaran utama pada penyakit wilson adalah gambaran cincin kecoklatan di


sekitar limbus mata atau dikenal sebagai Kayser-Fleischer ring
https://ghr.nlm.nih.gov/condition/wilson-disease
PVO (Pecahnya Varises Oesophagus)
• Salah satu komplikasi terbanyak ditemui pada
pasien gangguan hati, terutama sirosis hati
• 25-35% pasien sirosis hati  varises oesophagus
• Diagnosis PVO:
• Tanda2 perdarahan saluran cerna bagian atas, mis:
hematemesis, melena, anemia, penurunan tekanan
darah
• Tanda2 sirosis hati, mis: caput medusae, gynecomastia,
dll.

Kusumobroto H. Penatalaksanaan perdarahan varises esophagus. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 5.Interna Publising; 2009. h.222-6
HIPERTENSI PORTAL & VARISES
ESOFAGUS
• Hipertensi portal
mengakibatkan varises
di tempat anastomosis
portosistemik:
• Hemoroid di anorectal
junction,
• Varises esofagus di
gastroesophageal
junction,
• Kaput medusa di
umbilikus.
ANATOMI VENA OESOPHAGEA

V.Gastrica
brevis
3 Jalur Utama
Kolateral
Portosistemik
pada Sirosis
Hepatis dan
Komplikasinya
Tatalaksana Khusus Perdarahan Variseal
• Tatalaksana perdarahan variseal
• Tamponade balon dalam 24 jam
• Obat vasoaktif
• Vasopresin 0,5-1mg/menit selama 20-60 menit
• Somatostatin 250 mcg bolus diikuti drip 250 mcg/jam
• Ocreotide drip 50 mcg/jam
• Endoskopi
• Profilaksis antibiotik
• Propanolol, dimulai dosis 2 x 10 mg dosis dapat ditingkatkan sampi
tekanan diastolik turun 20 mmHg atau denyut nadi turun 20% (setelah
keadaan stabil  hematemesis melena (-)
• Isosorbid dinitrat/mononitrat 2 x 1 tablet/hari setelah KU stabil
• Metoklorpramid 3 x 10 mg/hari
• Bila ada gangguan hemostasis obati sesuai kelainan
• Pada pasien dengan pecah varises/penyakit hati kronik/sirosis hati
diberikan :
• Laktulosa 4 x 1 sendok makan
• Neomisin 4 x 500 mg/ Ciprofloxacin 2 x 500mg
• Obat ini diberikan sampai tinja normal.
282
Pasien laki-laki 56 tahun bernama Osmund Saddler
dengan riwayat stroke datang dengan keluhan nyeri kaki
kanan. Pada PF didapatkan tungkai bawah kanan dingin.
Pulsasi tidak teraba pada a. Poplitea dan a. Dorsalis
pedis. Pada px EKG didapatkan gambaran sebagai
berikut:
Apa yang mendasari terjadinya hal tersebut ?
A. Plak atherosklerosis pada a poplitea
B. Ruptur plak atherosklerosis
C. Thrombus pada a poplitea
D. Emboli pada a poplitea
E. Thrombus pada a dorsalis pedis
282. EKG

Jarak R-R berbeda satu sama lain

Atrial Fibrillation Normal Response


Pembahasan
• Pada pasien didapatkan peripheral arterial disease
dimana tidak terabanya pulsasi dari arteri poplitea
ke dorsalis pedis
• Pada gambaran EKG terlihat gambaran AF, pada AF
sering terbentuk emboli di atrium kanan karena
kontraksi atrium yang tidak teratur sehingga
beresiko mengalami emboli, jadi dipilih D.
SLE
• Merupakan
penyakit inflamasi
autoimun kronis
peradangan pada
kulit, sendi, ginjal,
paru-paru, sistem
saraf dan organ
tubuh lainnya
• Akibat
Hipersensitivitas
tipe 3

Robbins & Cotran pathologic basis of diseases. 2010.


Robbins & Cotran pathologic basis of diseases. 2010.
Kriteria Diagnostik
283
• Seorang pasien perempuan 22 tahun bernama Ashley Graham datang
untuk pemeriksaan demi membuat surat keterangan sehat. Saat
memeriksa nadi dokter curiga karena pasien memiliki HR hanya
50x/menit. Setelah dilakukan EKG didapatkan gambar sebagai berikut:

R R R R
P P P P

TOTAL AV BLOCK
283.
Apa yang harus dilakukan pada pasien ini?
A. Sulfas Atropine 0.5 mg injeksi IM
B. Transcutaneous Pacing
C. Manuver Kristeller
D. Manuver Vagal
E. Observasi saja
Pembahasan
• Pada pasien didapatkan gambaran bradikardia dengan
total AV blok
• Akan tetapi pada pasien tidak ditemukan gejala tidak
stabil seperti penurunan kesadaran, hipotensi, atau
tanda syok lainnya karena dilihat pasien bisa datang ke
dokter sendiri, jadi ini termasuk stable bradikardia
• Pada stable bradikardia cukup dilakukan observasi
• Manuver vagal adalah kontraindikasi pada bradikardia
• Manuver kristeller adalah manuver untuk membantu
melahirkan bayi dengan menekan abdomen ibu
Pneumonia
• Diagnosis pneumonia komunitas:
Infiltrat baru/infiltrat progresif + ≥2 gejala:
1. Batuk progresif
2. Perubahan karakter dahak/purulen
3. Suhu aksila ≥38 oC/riw. Demam
4. Fisis: tanda konsolidasi, napas bronkial, ronkhi
5. Lab: Leukositosis ≥10.000/leukopenia ≤4.500

• Gambaran radiologis:
• Infiltrat sampai konsolidasi dengan “air bronchogram”, penyebaran
bronkogenik & interstisial serta gambaran kaviti.
• Air bronchogram: gambaran lusen pada bronkiolus yang tampak
karena alveoli di sekitarnya menjadi opak akibat inflamasi.

Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003.
Pneumonia
284
Pasien laki2 bernama HUNK the unknown soldier, 22
tahun datang dengan keluhan jantung berdebar-debar
TD 160/100 HR 112 x/menit, RR 20 x/menit, Suhu 37.7oC,
lalu pada pemeriksaan EKG pada lead I, II dan III
ditemukan gambaran PR memendek dengan QRS lebar
serta gambaran delta wave.
Diagnosis pada pasien ini adalah?
A. SVT
B. Wolf Parkinson White Syndrome
C. Atrial fibrilasi
D. Atrial ekstrasistol
E. Ventrikel ekstrasistol
Pembahasan
• Pada pasien didapatkan keluhan berdebar-debar
dengan HR 112x/menit, dengan gambaran EKG
adalah PR memendek dengan QRS lebar serta
gambaran gelombang delta
• Gambaran gelombang delta melambangkan
sindrom wolf parkinson white, dimana terjadi entry
langsung dari SA node ke Bundle of His tanpa
melalui blok AV terlebih dahulu yang menyebabkan
gelombang PR yang pendek
Sindrom Wolf Parkinson White
(WPW)
• Sindrom Wolff-Parkinson-White merupakan salah
satu bentuk sindrom preeksitasi dimana terdapat
jaras aksesoris kongenital antara atrium dan
ventrikel, sehingga terjadi aktivasi ventrikel lebih
awal akibat arus listrik dari atrium langsung turun
ke ventrikel tanpa melalui AV node
• Jaras aksesoris kongenital pada sindrom WPW
dikenal sebagai Bundle of Kent, yang langsung
menghubungkan antara atrium dan ventrikel tanpa
melalui AV Node
http://www.ina-ecg.com/2015/05/sindrom-wolff-parkinson-white.html
Sindrom Wolf Parkinson White
(WPW)

http://www.ina-ecg.com/2015/05/sindrom-wolff-parkinson-white.html
Sindrom Wolf Parkinson White
(WPW)
• Karena adanya jaras aksesoris kongenital, pasien
dengan sindrom WPW akan sering mengalami
episode takiaritmia, akibat mekanismee reentry
pada jaras aksesorisnya yang kita sebut sebagai
Atrioventrikular Reentry Tachycardia ( AVRT )
• Insidens Sindrom WPW mencapai 0,1 - 3 / 1000
orang dan dihubungkan dengan peningkatan resiko
sudden cardiac death

http://www.ina-ecg.com/2015/05/sindrom-wolff-parkinson-white.html
Karakteristik EKG pada WPW
• Interval PR Memendek (< 120 msec)
• Terdapat Gelombang Delta ( adanya
Slurring pada awal gelombang QRS )
• Gelombang QRS sedikit melebar
akibat gelombang delta
• Adanya abnormalitas gelombang
ST/T akibat abnormalitas repolarisasi
• Kadang Terlihat Pseudo Infarction
Pattern, Karena Gelombang Delta
Negatif menyerupai Gelombang Q
Patologis

http://www.ina-ecg.com/2015/05/sindrom-wolff-parkinson-white.html
EKG pada sindrom WPW

Gambaran Delta wave dengan jarak P ke QRS complex yang pendek

http://www.ina-ecg.com/2015/05/sindrom-wolff-parkinson-white.html
285.
Seorang pasien laki-laki, 35 tahun bernama Albert Wesker
datang dengan keluhan nyeri kepala cekat cekot. Keluhan
pada kepala bagian belakang. Pada pemeriksaan tanda vital
didapatkan dalam batas normal. Pemeriksaan laboratorium
didapatkan Hb 21 mg/dL, leukosit 5000 x 103/nl, trombosit
253.000 x 103/nl. Pasien sering memakai anabolik steroid
bermerk PG67A/W untuk menstabilkan tubuhnya.
Diagnosis pada pasien ini adalah
A. Polisitemia Vera
B. Tension type headache
C. Hemodilusi
D. Polisitemia Sekunder
E. Polisitemia Tersier
Pembahasan
• Pada pasien didapatkan nyeri kepala yang kemungkinan
disebabkan akibat peningkatan sel darah merah yang
terkonsentrasi sehingga menyebabkan hemokonsentrasi
dan obstruksi yang menurunkan aliran darah
• Pada pasien hanya didapatkan peningkatan HB, jadi ini
adalah polisitemia sekunder, yang kemungkinan
disebabkan oleh obat anabolic steroid pasien. Anabolic
steroid adalah testosteron sintesis yang biasa dipakai
sebagai penumbuh otot
• Tidak dipilih Polisitemia vera karena PV adalah penyakit
myeloproliferatif dimana akan terjadi peningkatan
hemoglobin, leukosit dan trombosit sekaligus
• Tidak dipilih tension type headache karena stressor biasa
berupa psikologis, bukan organik
285. Ketoasidosis Diabetik
• Pencetus KAD:
• Insulin tidak
adekuat
• Infeksi
• Infark

• Diagnosis KAD:
• Kadar glukosa 250
mg/dL
• pH <7,35
• HCO3 rendah
• Anion gap tinggi
• Keton serum (+)
Harrison’s principles of internal medicine
Harrison’s principles of internal medicine
Penyebab Polisitemia Sekunder
• sleep apnea
• smoking or lung disease
• obesity
• hypoventilation
• chronic obstructive pulmonary disease (COPD)
• diuretics
• performance-enhancement drugs, seperti
eythropoietin, testosterone, dan anabolic steroids

https://www.healthline.com/health/secondary-polycythemia#causes
THT
No. 286
Seorang laki-laki, 48 tahun, datang dengan keluhan
mimisan hilang timbul 3 bulan terakhir, disertai terasa
mengganjal di hidung kanan, dan bau busuk.
Pemeriksaan fisik ditemukan regio colli dextra
membesar, rinoskopi anterior, ada benjolan di hidung
kanan, keluhan lain pendengaran menurun. Diagnosis
pada pasien ini adalah…
A. Limfadenitis coli
B. Sinusitis maksilaris
C. Polip nasofaring
D. Angiofibroma nasofaring
E. Carcinoma nasofaring
Analisis Soal
• Kemungkinan diagnosis pasien adalah Ca nasofaring karena
terdapat keluhan:
• pasien laki-laki mimisan, disertai terasa mengganjal di hidung
kanan, bau busuk, pendengaran menurun
• regio colli dextra membesar
• rinoskopi anterior, ada benjolan di hidung kanan
• Pilihan Atidak disertai dengan keluhan-keluhan lain
• Pilihan BTidak disertai dengan pembesaran daerah colli
• Pilihan Ctidak ada diagnosis ini
• Pilihan Dbiasanya terjadi pada masa remaja (juvenile),
tidak ada keluhan pembesaran colli dan bau busuk
Manifestasi Klinis
Gejala dapat dibagi dalam lima kelompok, yaitu:
1. Gejala nasofaring
2. Gejala telinga
3. Gejala mata
4. Gejala saraf
5. Metastasis atau gejala di leher
Manifestasi Klinis
• Gejala telinga: • Gejala hidung:
– rasa penuh di telinga, – ingus bercampur darah,
– rasa berdengung, – post nasal drip,
– rasa tidak nyaman di – epistaksis berulang
telinga
– rasa nyeri di telinga, – Sumbatan hidung
– otitis media serosa unilateral/bilateral
sampai perforasi
membran timpani • Gejala telinga, hidung,
– gangguan pendengaran nyeri kepala >3 minggu
tipe konduktif, yang
biasanya unilateral  sugestif KNF
Manifestasi Klinis
• Gejala lanjut  • Gejala lokal lanjut 
Limfadenopati servikal gejala saraf
• Penyebaran limfogen • Penjalaran petrosfenoid
• Konsistensi keras, tidak  dapat mengenai saraf
nyeri, tidak mudah anterior (N II-VI),
digerakkan sindroma petrosfenoid
• Soliter Jacob
• KGB pada leher bagian • Penjalaran
atas jugular superior,
bawah angulus mandibula petroparotidean 
mengenai saraf posterior
(N VII-XII), sindrom
horner, sindroma
petroparatoidean Villaret
KGB Leher
Diagnosis
• Medical history and physical exam
• Nasopharingeal exam
 Indirect nasopharyngoscopy
 Direct nasopharyngoscopy
• Biopsy
 Endoscopy
 Fine needle aspiration (FNA) biopsy
• CT-Scan
• MRI
• Chest X-Ray
• PET Scan
• Blood test
 Routine blood test
 EBV level
Pemeriksaan Penunjang
• Rhinoskopi posterior
• FNAB KGB
• Titer IgA anti :
– VCA: sangat sensitif,
kurang spesifik
– EA: sangat kurang sensitif, spesifitas tinggi
• Evaluasi gigi geligi
• Audiometri
• Neurooftalmologi
• USG Abdomen, Liver Scinthigraphy
• Bone scan
PENGOBATAN
• Radioterapi
Stadium dini tumor primer
Stadium lanjut tumor primer (elektif),
KGB membesar
• Kemoterapi
Stadium lanjut / kekambuhan sandwich
• Operasi
– sisa KGB  diseksi leher radikal
– Tumor ke ruang paranasofaringeal/ terlalu besar 
nasofaringektomi
Keganasan
History Physical Exam. Diagnosis Treatment

unilateral obstruction &


Laki-laki usia 50an yang rhinorrea. Diplopia, proptosis .
terpapar nikel, krom, Bulging of palatum, cheek Ca sinonasal Surgery
formalin, dan terpentin protrusion, anesthesia if
involving n.V

Orang tua, yang merokok,


Posterior rhinoscopy: mass at
suka makan yang terlalu
fossa Rosenmuller, cranial Radiotherapy,
panas, zat pengawet.
nerves abnormality, KNF chemoradiation,
Tinnitus, otalgia epistaxis,
enlargement of jugular lymph surgery.
diplopia, neuralgia
nodes.
trigeminal.

Painful ulceration with


Nyeri pada tenggorokan.
induration of the tonsil. Lymph Ca tonsil Surgery
otalgia. Air liur berdarah
node enlargement.

Anterior rhinoscopy: red


Laki-laki usia muda dengan Juvenile
shiny/bluish mass. No lymph Surgery
keluhan sering mimisan angiofibroma
nodes enlargement.
No. 287
Roberto Hongo Akira, pasien anak laki-laki usia 5 tahun,
datang dibawa oleh ibunya karena tersedak saat sedang
makan baso di dekat rumahnya sekitar 20 menit yang
lalu, Pasien tampak sesak, pada pemeriksaan fisik
dijumpai stridor inspirasi. Berdasarkan data tersebut,
Dimanakah perkiraan kemungkinan terbesar letak
sumbatan?
A. Trakea
B. Laring
C. Faring
D. Glottis
E. Bronkus
Analisis Soal
• Pasien anak tersedak bakso dan saat ini terdengar stridor
inspirasi
• Dari tanda tersebut, kemungkinan sumbatannya terletak
pada Laring
• Secara anatomi, Laring dapat dibagi menjadi supraglotis,
glottis dan subglotis
– Sumbatan pada supraglotisStridor inspirasi
– Sumbatan pada glottis dan subglotisstridor inspirasi dan
stridor ekspirasi
• Dari pilihan jawaban yang ada, maka jawaban yang lebih
tepat adalah B. Laring
• Pilihan Cakan didapatkan keluhan disfagia
• Pilihan Eakan didapatkan keluhan wheezing pada satu
sisi atau infeksi paru berulang
Anatomy – subdivision

Source: AJCC Cancer Staging Manual, 6th Ed (2002)


Stridor
• Stridor is a harsh,
vibratory sound of
variable pitch
caused by partial
obstruction of the
respiratory
passages that
results in turbulent
airflow through the
airway
Benda asing saluran nafas
Lokasi sumbatan Tanda dan Gejala
Total: asfiksia karena spasme laring
Parsial: suara parau, disfonia, batuk yang disertai sesak (croupy cough),
Laring
odinofagia, mengi, sianosis, hemoptisis, rasa subjektif (pasien menunjuk
leher)

Batuk tiba-tiba dengan rasa tercekik (choking), tersumbat di


tenggorokan (gagging), sentuhan benda asing pada pita suara terasa
Trakea
getaran di daerah tiroid (palpatory thud), atau didengar di stetoskop
(audible slap), mengi saat membuka mulut (asthmatoid wheeze)

Lebih banyak bronkus kanan


Bronkus Fase asimtomatik
Fase pulmonum: emfisema, atelektasis, drowned lung, abses paru

Hidung tersumbat, rinore unilateral dengan cairan kental, berbau, nyeri,


Hidung
demam, bersin, epistaksis

Orofaring dan Nyeri menelan (odinofagia), Jackson’s sign  akumulasi ludah pada
hipofaring sinus piriformis tempat benda asing tersangkut,
Benda Asing pada Laring
• 8-10% of airway foreign
bodies
• Highest risk of death
before arrival to the
hospital
• Additional
history/physical:
– Complete airway
obstruction
– Hoarseness
– Stridor
– dyspnea
Tracheal Foreign Body
• Tracheal foreign body
• Additional
history/physical:
– Complete airway
obstruction
– Audible slap
– Palpable thud
– Asthmatoid wheeze
Benda Asing pada Trakhea
• Patofisiologi:
– Benda asing trakea yang masih dapat bergerak, pada saat benda itu
sampai dikarina, dengan timbulnya batuk, benda asing itu akan
terlempar ke laring
– Sentuhan benda asing itu pada pita suara dapat terasa merupakan
getaran di daerah tiroidpalpatory thud
– Dapat didengar dengan stetoskop di daerah tiroidaudible slap
• Gejala Klinis:
– Palpatory thud serta audible slap
• lebih jelas teraba atau terdengar bila pasien tidur terlentang dengan mulut terbuka
saat batuk
• Audible slapsuara hentakan di trakea, pita suara atau subglotis
• Palpatory thudteraba hentakan di trakea pars servikal
– Mengi (asthmatoid wheeze)
• dapat didengar pada saat pasien membukamulut dan tidak ada hubungannya
dengan penyakit asma bronchial
Benda Asing pada Bronkus
• 80-90% of airway foreign
bodies
• Right main stem most
common (controversial)
• Additional history/physical:
– Diagnostic triad (<50% of
cases):
• unilateral wheezing
• decreased breath sounds
• Cough
– Chronic cough or
asthma,recurrent
pneumonia, lung abscess
No. 288
Seorang pria datang ke IGD diantar teman-temannya karena
keluar darah dari lubang hidung kiri sejak setengah jam
SMRS. Pada pemeriksaan rhinoskopi ditemukan bahwa
perdarahan aktif dari bagian septum nasi anterior dan tidak
didapatkan darah pada segmen posterior hidung. Dari
manakah sumber perdarahan pada kasus diatas?
A. Plexus Kiesselbach
B. Arteri spenopalatina
C. Arteri palatina major
D. Arteri ehtmoidalis
E. A. maxillaris
Analisis Soal
• Pasien ini kemungkinan mengalami epistaksis
anterior karena :
• keluar darah dari lubang hidung kiri sejak setengah jam
SMRS
• Pada pemeriksaan rhinoskopi ditemukan bahwa
perdarahan aktif dari bagian septum nasi anterior dan
tidak didapatkan darah pada segmen posterior hidung.
• Pada epistaksis anterior, sumber perdarahannya
berasal dari Pleksus Kiesselbach
Epistaksis
• Epistaksis anterior:
– Sumber: pleksus kisselbach plexus atau a. ethmoidalis
anterior
– Dapat terjadi karena infeksi & trauma ringan, mudah
dihentikan.
– Penekanan dengan jari selama 10-15 menit akan menekan
pembuluh darah & menghentikan perdarahan.
– Jika sumber perdarahan terlihat  kauter dengan AgNO3, jika
tidak berhenti  tampon anterior 2 x 24 jam.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


Tatalaksana Awal
• Adapun pertolongan
pertama yang dapat
dilakukan yakni:
– Posisikan kepala
menunduk dan duduk
condong ke depan
– Tekan cuping hidung
selama 10-15 menit
(metode trotter)
– Bernafas melalui mulut
– Kompres pangkal hidung
dengan air dingin
No. 289
Laki-laki, 36 tahun, datang ke puskesmas keluhan pusing dan
berkeringat dingin setelah menempuh perjalanan dengan
mobil selama 25 menit. Disertai rasa mual, riwayat keluhan
dialami sejak kecil setiap naik kendaraan. Tanda vital dalam
batas normal, laboratorium darah rutin tidak menunjukkan
kelainan. Bagaimanakah tindakan pencegahan pada kasus ini
?
A. Mengalihkan perhatian dengan membaca buku selama
perjalanan
B. Mencari tempat yang tidak bisa melihat pergerakan benda
di luar kendaraan
C. Fokus pada film yang diputar di gadget
D. Memilih kursi yang menghadap kebelakang
E. Memilih kursi yang memungkinkan untuk melihat keluar
Analisis Soal
• Diagnosis pasien ini adalah motion sickness karena
terdapat keluhan:
– keluhan pusing dan berkeringat dingin setelah naik mobil
selama 25 menit
– Disertai rasa mual, riwayat keluhan dialami sejak kecil
setiap naik kendaraan.
• Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah
melihat pemandangan yang luas, sehingga akan lebih
membantu bila dapat melihat pemandangan luar.
• Jawaban yang paling tepat adalah E. Memilih kursi
yang memungkinkan untuk melihat keluar
• Pilihan A-Ddapat memicu motion sickness
Motion Sickness
• Unpleasant condition that occurs when persons are subjected
to motion or the perception of motion, considered to be
physiological.
• Common symptoms:
– nausea, nonvertiginous dizziness, and malaise.
• Pathophysiology:
– conflicted input from vestibular, visual, and proprioceptive
receptors.
– Conflict causes more severe symptoms when the patient is
passively moved at certain frequencies.
• Physical signs:
– yawning, belching, perioral and facial pallor.
– Increased salivation, diaphoresis, and flushing.
• Visual tips to minimize motion
sickness:
Motion – Try to see a wide horizon.
Sickness: –

Look toward motion.
Do not do any close work or read.
Management – Wear sunglasses.
– Close your eyes.
• Proprioceptive tips to minimize
NON-PHARMACOLOGICAL: motion sickness:
• Minimize motion: – Connect with steering device.
– Pick a stable vehicle – Support head
– Occupy the center/front, midline of – Avoid neck torsion
vehicle – Stand
– Choose a location at ground floor or – Recline as much as possible
waterline
• Reduce vestibular symptoms:
PHARMACOLOGICAL
– Reduce off-axis motion
– Support the head
• Skopolamin
– Recline head back 30 degree • Dimenhidrinat
• Promethazine
No. 290
Tn. Yahya Muhaimin Iskandar, usia 65 tahun, datang ke
poliklinik dokter umum diantar istrinya dengan keluhan sesak
nafas sejak 2 hari yang lalu. Rahang bawah terasa bengkak
dan nyeri. Air liur mengalir keluar. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan TD 110/70, N 82x, R 33x, S 38C. Pada pemeriksaan
fisik : terdapat massa di submandibular teraba seperti papan,
lidah terangkat dan trismus (+). Penyebab tersering kasus
diatas adalah…
A. Infeksi odontogenik
B. Infeksi saliva
C. Infeksi parotis
D. Infeksi Telinga
E. ISPA berulang
Analisis Soal
• Diagnosis pasien ini adalah Angina Ludwig karena
terdapat keluhan:
– sesak nafas sejak 2 hari yang lalu disertai rahang bawah
bengkak, nyeri dan disfagia (air liur mengalir keluar).
– Sesak napas (R 33x/m) dan demam (S 38C)
– Pada pemeriksaan fisik : terdapat massa di submandibular
teraba seperti papan, lidah terangkat dan trismus (+)
• Etiologi tersering dari angina Ludwig adalah infeksi
pada gigi molar 2 dan 3, maka pilihan jawaban yang
tepat adalah A. Infeksi Odontogenik
Ludwig’s Angina
• Ludwig’s angina is a rapidly progressing
polymicrobial cellulitis of the sublingual
and submandibular spaces
• Rarely become fluctuant
• Results in life threatnening air way
compromise
• The organisms most often isolated in
patients with the disorder are
Streptococcus viridans and
Staphylococcus aureus
• Anaerobes also are frequently involved,
including bacteroides, peptostreptococci,
and peptococcus, fusiform bacilli ,
diptheroids.
• Non specific mixed infection
Ludwig Angina: Etiology
• It is primarily caused by infection of the
second and third molars as the roots of
these teeth have direct access to the
submaxillary space>90%.
• Other causes of Ludwig's angina include:
– Dental abscesses
– Dental injury or trauma can also cause
Ludwig's Angina
– Peritonsillar/parapharyngeal abscesses
– Mandibular fractures
– Oral lacerations and piercings
– Oral cancer
– Pre-disposing factors include: Poor oral
hygiene, Dental caries, Recent dental
treatment or tooth extraction
Angina Ludwig
• Ludwig’s is a cellulitis of the submandibular space that
spreads to the structures of the anterior
• neck and beyond via connective tissue, muscle, and
fascial planes rather than by the lymphatic system.
• Cellulitis, rather than abscess formation, is the most
common early presenting finding.
• As the infection progresses, edema of the suprahyoid
tissues and supraglottic larynx elevate and posteriorly
displace the tongue, resulting in lifethreatening airway
narrowing.
• In advanced infection, cavernous sinus thrombosis and
brain abscess, in addition to airway compromise, have
been described.
Ludwig’s Angina Anatomy

submaxillary space = submylohyoid space


• The submandibular space is composed of two spaces separated anteriorly by the mylohyoid muscle: the
sublingual space, which is superior, and the submaxillary space, which is inferior.
• These 2 spaces can communicate each other by mylohyoid cleft
• Ludwigs angina begins in the submaxillary space and secondarily involves submental and sublingual
space
• Typically affected structures, in order of most frequent contamination, are the anterior neck, the
pharyngomaxillary space, the retropharynx, and the superior mediastinum.
Ludwig’s Angina
• The spread of infection is halted
anteriorly by the mandible and
inferiorly by the mylohyoid muscle.

• The infectious process expands


superiorly and posteriorly, elevating
the floor of the mouth and the
tongue.

• The hyoid bone limits the process


inferiorly, and swelling spreads to
the anterior aspect of the neck,
causing distortion and a “bull neck”
appearance.
Spread of process superiorly and posteriorly elevates floor of
• This then evolves to an infectious
mouth and tongue. In anterior spread, the myoid bone limits
spread inferiorly, causing a “bull neck” appearance. compartment syndrome of the
submandibular and sublingual
spaces.
Clinical Manifestations
• Bilateral ‘wood like’ swelling in the submandibular, sublingual and
submental spaces
• Double chin appearance
• Skin is tense and tends to pit and blanch on pressure
• Rapidly spreading edema
• Edema and congestion of floor of the mouthBoard like swelling of
floor of mouth
• Elevation and protrusion of tongue
• Elevation of the tongue is associated with dysphagia, odynophagia,
dysphonia and cyanosis
• Poor oral hygeine, tooth pain
• Tachypnea, and tachycardia and fever
• Hoarseness, stridor, respiratory distress, decreased air movement,
cyanosis
On Oral examination
• Board like swelling of floor of mouth
• Elevation of the tongue
• Nonfluctuant suprahyoid swelling typify the disease
process. There is typically a bilateral submandibular
edema,
• The swelling of the anterior soft tissues of the neck
above the hyoid bone sometimes leads to the
characteristic “bull’s neck” appearance of affected
patients.
• Adenopathy and fluctuance are not usually seen in
patients with Ludwig’s angina
Tongue protrusion culminating in rapid and progressive airway
obstruction.
Treatment of Ludwig’s Angina
• Treatment includes assessment and protection of the airway
– Tracheostomy if nescessary
• use of intravenous antibiotics
– Recommended initial antibiotics are high-dose penicillin G, sometimes used
in combination with an anti-staphylococcal drug or metronidazole IV.
– In penicillin-allergic patients, clindamycin hydrochloride is a good choice.
– Alternative choices include cefoxitin sodium or combination drugs such as
ticarcillin-clavulanate, piperacillin-tazobactam or amoxicillin-clavulanate
• Surgical evaluation and, if necessary, operative decompression.
– Surgical drainage may be indicated if no clinical improvement is seen within
24 hours.
• Intravenous dexamethasone sodium phosphate given for 48 hours, has
been beneficial in reducing edema, which helps maintain airway
integrity and enhances antibiotic penetration.
MANAGEMENT
ALGORITHM OF
LUDWIG’S ANGINA

Tracheostomy and drainage


No. 291
Seorang laki-laki, 20 tahun, datang ke Puskesmas dengan
keluhan sering pilek, hidung tersumbat dan penurunan
membau. Pemeriksaan fisik dalam batas normal. Tidak
ada riwayat alergi. Pada pemeriksaan hidung tampak
massa bertangkai warna putih mengkilat menutupi
seluruh rongga hidung. Apakah diagnosis yang paling
tepat?
A. Rhinitis alergi
B. Sinusitis alergi
C. Polip nasi
D. Polip anthrocoana
E. Ca nasofaring
Analisis Soal
• Diagnosis pasien ini adalah Polip nasi karena terdapat
keluhan:
– sering pilek, hidung tersumbat dan penurunan membau.
– pemeriksaan hidung tampak massa bertangkai warna putih
mengkilat menutupi seluruh rongga hidung
• Pilihan A-Bdisingkirkan karena pasien ada massa
bertangkai, pada kedua diagnosis ini, tidak ditemukan
massa bertangkai
• Pilihan Dtidak dipilih, karena pada polip antrokoana,
pemebesaran massa mengarah kearah posterior
(nasofaring), sehinga massa akan terlihat pada rinoskopi
posterior dan hanya sedikit terlihat di dalam rongga hidung
• Pilihan Edisingkirkan, karena pada Ca nasofaring, massa
terletak di fossa rosenmuller, yang biasanya terlihat pada
rinoskopi posterior
Polip Nasal
• Polyp is a white-greyish soft tissue containing fluid within
nasal cavity, which is caused by mucosal inflammation.
• Nasal polyps do not occur in children except in the
presence of cystic fibrosis.
• Symptoms & signs:
– nasal obstruction, nasal discharge, hyposmia, sneezing, pain,
frontal headache.
– Rhinoscopy: pale mass at meatus medius, smooth & moist,
pedunculated and move on probing.
• Therapy:
– Corticosteroid (eosinophilic polyp has good response
compared with neutrophilic polyp)
– polipectomy if no improvement.
Pemeriksaan
• Pemeriksaan utama adalah rhinoskopi anterior.
• Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior  massa pucat dari
meatus medius, mudah digerakkan,bisa menyebabkan
pelebaran hidung karena polip yang masif
• Penunjang: nasoendoskopi, radiologi (foto polos sinus
paranasal, CT scan)  terapi ini dilakukan jika dari
pemerikaan rhinoskopi anterior belum dapat ditegakkan
diagnosis polip.
• Biopsi  dilakukan jika terdapat kecurigaan ke arah
keganasan.
• Terapi: steroid (polipektomi medikamentosa)  tidak
membaik, polipektomi bedah
Antrochoanal polyp
• Polyps start in the
maxillary sinus and
grow out of the ostium
or accessory ostium
• Grow posteriorly into
the choana and further
Appearance of an antrochoanal polyp behind
into the oropharynx the uvula and the soft palate
• Mainly appeared during
posterior rhinoscopy or
pharyngeal examination
No. 292
Laki-laki, 26 tahun, datang ke puskesmas dgn keluhan
sakit menelan sejak 7 hari. Pasien sulit makan, disertai
demam naik turun 1 bulan yang lalu dan penurunan
berat badan. Keadaan umum lemah, TD 100/70, HR 100,
RR 26, suhu 38oC. Pemeriksaan THT hidung dalam batas
normal, tonsil T1/T1, dan orofaring hiperemi, bercak
keputihan dan edema. Diagnosis pasien ini adalah…
A. Tonsilofaringitis akut
B. Faringitis kandidiasis
C. Faringitis kronis eksaserbasi akut
D. Faringitis akut bacterial
E. Tonsilofaringitis kronis eksaserbasi akut
Analisis Soal
• Kemungkinan diagnosis pasien ini adalah Faringitis Kandida kerena
terdapat keluhan:
– sakit menelan sejak 7 hari disertai sulit makan
– Terdapat kemungkinan kondisi imunosupresi (HIV), karena terdapat
keluhan demam naik turun 1 bulan yang lalu dan penurunan berat
badan.
– Keadaan umum lemah, TD 100/70, HR 100, suhu 38oC
– Pemeriksaan THT hidung dalam batas normal, tonsil T1/T1, dan
orofaring hiperemi, bercak keputihan dan edema
• Pilihan A dan Etidsk dipilih karena pada pasien ini, tidak
ditemukam kelainan pada tonsil
• Pilihan Ctidak dipilih karena tidak terdapat riwayat infeksi faring
yang berulang atau lama sebelumnya
• Pilihan Ddisingkirkan karena pada penyebab bakteri, tidak
ditemukan bercak keputihan
Oropharingeal Candidiasis
• Definisi
– Oropharyngeal candidiasis, or thrush, is a common local
infection seen in infants, older adults who wear dentures,
patients treated with antibiotics, chemotherapy, or radiation
therapy to the head and neck, and those with cellular immune
deficiency states, such as AIDS.

• Etiologi
– The usual causative agent is Candida albicans, but other species,
including C. glabrata, C. krusei, and C. tropicalis, have been
isolated from patients with thrush or esophagitis.
– These other species are usually present along with C. albicans,
which is the probable cause of the symptoms in most patients.
However, in highly immunosuppressed AIDS patients, non-
albicans species appear to cause disease
Manifestasi Klinis
• The pseudomembranous form is the most common and appears as
white plaques on the buccal mucosa, palate, tongue, and/or the
oropharynx.
• The atrophic form, also called denture stomatitis, is the most
common form in older adults.
– It is often found under upper dentures and is characterized by erythema
without plaques.
– usually experience pain.
• Many patients with oropharyngeal candidiasis are asymptomatic.
• The most common symptoms that do occur are a cottony feeling in
the mouth, loss of taste, and in some cases, pain during eating and
swallowing.
• In addition, immunosuppressed patients with thrush often have
concurrent Candida esophagitis or occasionally laryngeal candidiasis.
– laryngeal candidiasis may be suspected in a patient with evidence of
oropharyngeal infection who also complains of hoarseness.
Jenis Gambaran klinis Kandidiasis oral

Kandidiosis Plak putih pada lidah, palatum,


pseudomembranosa gusidapat diangkatsetelah
akut diangkat tampak dasar eritema

Kandidiosis Papilla lidah menipis tertutup oleh


eritematosa/ atrofik pseudomembran tipis pada
akut permukaan dorsal lidah dan dapat
disertai rasa panas atau nyeri.

Kandidiosis Plak putih atau translusen yang tidak


hiperplasia kronik dapat dilepaskan, biasanya di
mukosa bukal.
Denture related Mukosa palatum yang kontak dengan
stomatitis/ atrofik gigi tiruan tampak edematosa dan
kronik eritematosa, bersifat kronik, dan
dapat dijumpai keilitis angularis.

Kelitis Lesi berupa fissura dan eritema di


angularis/perlèche sudut mulut dan terasa perih

Sumber: Scully C. Mucosal candidiosis clinical presentation. Emedicine | PPK Perdoski. 2017
Diagnosis
• The diagnosis of
oropharyngeal candidiasis
is usually suspected
clinically and is readily
confirmed by scraping the
lesions with a tongue
depressor and performing
a Gram stain or KOH
preparation on the
scrapings.
• Budding yeasts with or
without pseudohyphae are
seen.
Tatalaksana
• For patients presenting with an initial episode
of mild thrush, topical therapy can be
administered for 7 to 14 daysclotrimazole
troches (one 10 mg troche five times daily),
• Miconazole mucoadhesive buccal tablets (50
mg once daily applied to the mucosal surface
over the canine fossa) can also be used.
• Nystatin suspension (400,000 to 600,000 units
four times daily) is another option.
No. 293
Jing Krak Moon, seorang pasien laki laki usia 54 tahun,
datang dengan keluhan suara serak. Pada saat dilakukan
pemeriksaan THT, dari hasil pemeriksaan laringoskopi
indirek didapatkan massa di pita suara, rapuh dan
mudah berdarah. Berdasarkan tanda dan gejala tersebut,
apakah diagnosis yang paling tepat untuk pasien?
A. Ca laring
B. Laringitis
C. Faringitis
D. Epiglotitis
E. Vestibulitis
Analisis Soal
• Diagnosis pasien ini kemungkinannya adalah Ca
Laring, karena terdapat keluhan:
– suara serak
– pemeriksaan laringoskopi indirek didapatkan massa di
pita suara, rapuh dan mudah berdarah
• Pilihan Btidak ditemukan massa, dapat
ditemukan pita suara yang berwarna merah
• Pilihan Ctidak disertai dengan suara serak
• Pilihan D dan Edisingkirkan karena kelaianan
pada pasien terdapat di pita suara
No. 294
Laki-laki bernama Tn. Chandra Harahap, usia 60 tahun
datang ke puskesmas dengan keluhan suara serak sejak 4
bulan yang lalu. Keluhan disertai dengan batuk berdarah
dan penurunan berat badan. Sudah berobat dan diberi
obat antibiotik dan antiinflamasi namun tidak membaik.
Pemeriksaan anjuran apa yang perlu dilakukan oleh
pasien adalah…
A. Laringoskop direk
B. Laringoskop indirek
C. Otoskop
D. Rhinoskopi anterior
E. Rhinokopi posterior
Analisis Soal
• Kemungkinan diagnosis pasien ini adalah Ca Laring
karena terdapat keluhan:
– suara serak sejak 4 bulan yang lalu, disertai dengan batuk
berdarah dan penurunan berat badan
– Sudah berobat dan diberi obat antibiotik dan antiinflamasi
namun tidak membaik
• Pada Ca Laring, pemeriksaan lanjutan yang perlu
dilakukan adalah B. laringoskop Indirek
• Laringoskop direk dilakukan saat akan melakukan
biopsy, hal ini dikerjakan setelah melihat kondisi laring
dengan laringoskop indirek, oleh karena itu jawaban
laringoskop direk tidak tepat
293-294. Laryngeal Cancer: Anatomy
Laryngeal Cancer
Karsinoma Laring
• Tumor ganas pada laring.
• Faktor risiko: merokok (utama), konsumsi alkohol, laki-laki, infeksi HPV, usia,
diet rendah sayur, pajanan thd cat, radiasi, asbestos, diesel, refluks
gastroesofageal.
• Gejala:
– Suara serak
– Dispnea dan stridor
– Disfagia
– Batuk, hemoptisis
– Gejala lain: nyeri alih ke telinga ipsilateral, halitosis, batuk, mudah lelah, penurunan
berat badan
– Pembesaran KGB
– Nyeri tekan laring
• Pemeriksaan fisik dengan laringoskopi: tampak massa ireguler pada pita suara.
• Pemeriksaan penunjang:
– Biopsi
– CT scan/MRI untuk mengetahui perluasan massa
Epidemiology
• Most common head and neck CA (excluding skin)
• The laryngeal cancer can develop mostly in three parts of the
larynx:
– The glottis
– The supraglottis
– The subglottis
• Male : Female = 4 : 1
• > 90% squamous cell cancer
Incidence by Site (US)
Supraglottic 40%
Glottic 59%
Subglottic 1%
American Cancer Society: Cancer Facts and Figures 2008. Atlanta, Ga: American Cancer Society, 2008.
Risk Factors
• Age. Cancer of the larynx occurs most often in people over the age of
55.
• Gender. Men are four times more likely than women to get cancer of
the larynx.
• Race. African Americans are more likely than whites to be diagnosed
with cancer of the larynx.
• Smoking. Smokers are far more likely to get cancer of the larynx.
• Alcohol. People who drink alcohol are more likely to develop laryngeal
cancer
• A personal history of head and neck cancer. Almost one in four people
who have had head and neck cancer will develop a second primary
head and neck cancer.
• Occupation. Workers exposed to sulfuric acid mist or nickel or asbestos
have an increased risk of laryngeal cancer.
• HPV, GERD implicated
Clinical Presentation
• Signs and symptoms • Gejala & tanda keganasan laring:
– Mass effect: hoarseness, – suara serak,
dysphagia, hemoptysis, neck – disfagia,
mass, airway compromise (difficulty
breathing), aspiration – hemoptisis,
– Throat pain, ear pain (referred – massa di leher,
through CN X branch) – nyeri tenggorok,
• Suggests advanced stage – nyeri telinga,
– Hoarseness = allow for early – Batuk persisten
detection of glottic cancer – Bau mulut
– Supraglottic CA = tend to present – gangguan jalan napas, &
later
– aspirasi.
• Usually present w/bulkier tumors
before Si/Sx present
– Laringoskopi: laring tampak
penonjolan seperti jamur, friabel
• More likely to present w/node
mets d/t richer lymphatics
(mudah berdarah), nodular,
ulseratif, atau perubahan warna
– Weight loss
saja.
Clinical Presentation – cont’

• Physical Exam
– Complete head and neck exam
• Palpation for nodes; restricted laryngeal crepitus.
– Quality of voice
• Breathy voice = cord paralysis
• Muffled voice = supraglottic lesion
– Laryngoscopy indirect
• Laryngeal mirror
• Fiberoptic exam (lack depth perception)
• Note: contour, color, vibration, cord mobility, lesions.
– Stroboscopic video laryngoscopy
• Highlights subtle irregularities: vibration, periodicity, cord closure
Laryngeal cancer workup
• Radiology
– Contrast-enhanced CT scan and MRI 
extension of tumor into vita structure
– Chest X-ray  present metastasis
– PET-CT
• Laboratory
– CBC, blood gas, thyroid function, renal
and hepatic function
• Histopathology
– 96% squamous cell carcinoma
– squamous cell carcinoma means that
abnormal-appearing squamous cells,
and often keratin, are beneath the area
where the usual basement membrane
lies.
Imaging
• CT or MRI
– Evaluate pre-epiglottic or paraglottic space
– Laryngeal cartilage erosion
– Cervical node mets
• PET
– Role under investigation, currently not standard of care
– Specific application
• Identifying occult nodal mets
• Distinguish recurrence vs radionecrosis or other prior tx sequalae
• Ultrasound
– In Europe: used to identify cervical mets and laryngeal abn.
• Direct laryngoscopy with biopsy
• Histologic subtypes
– Squamous cell carcinoma
• > 90% of causes
• Linked to tobacco and excessive alcohol
(R) Source: http://www.medscape.com/content/2002/00/44/25/442595/442595_fig.html
(L) Source: http://www.som.tulane.edu/classware/pathology/medical_pathology/New_for_98/Lung_Review/Lung-62.html
Penyakit Laring
Diagnosis Karakteristik
Polip pita suara Lesi bertangkai unilateral, dapat berwarna keabuan (tipe
mukoid) atau merah tua (angiomatosa). Gejala: suara parau.
Lokasi di sepertiga anterior/medial/seluruhnya.
Umum dijumpai pada dewasa, namun bisa pada semua usia.
Nodul pita suara Suara parau, riwayat penggunaan suara dalam waktu lama.
Lesi nodul kecil putih, umumnya bilateral, di sepertiga
anterior/medial.
Laringitis Inflamasi laring, gejala suara parau, nyeri menelan/bicara, batuk
kering, dapat disertai demam/malaise.
Mukosa laring hiperemis, edema di atas dan bawah pita suara.
Papilloma laring Massa seperti buah murbei berwarna putih kelabu/kemerahan.
Massa rapuh, tidak berdarah.
Gejala: suara parau, dapat disertai batuk dan sesak.
Lokasi pada pita suara anterior atau subglotik.
No. 295
Frisiana Flegia, seorang anak perempuan berusia 5 tahun
datang dibawa ibunya dengan keluhan penurunan
pendengaran sejak 2 minggu. Terdapat cairan seperti
lem dari telinga. Tidak ada nyeri. Riwayat otitis media
akut 4 bulan yg lalu, otoskopi membran timpani tampak
utuh, retraksi, berwarna merah kekuningan
Penatalaksanaan yang tepat adalah…
A. Timpanopalsti
B. Dekongestan, analgetik
C. Antibiotik, Dekongestan
D. Miringotomi, pemasangan Grommet Tube
E. Ear toilet
Analisis Soal
• Diagnosis pasien ini adalah otitis media efusi kronik (glue
ear) karena terdapat keluhan:
– penurunan pendengaran sejak 2 minggu
– Terdapat cairan seperti lem dari telinga
– Riwayat otitis media akut 4 bulan yg lalu
– otoskopi membran timpani tampak utuh, retraksi, berwarna
merah kekuningan
• Adanya riwayat otitis media akut sebelumnya, dapat
meningkatkan risiko terjadinya OME kronik
– Sekitar 10% penderita OMA akan menjadi OME kronik, akibat
disfungsi tuba
• Tatalaksana yang tepat adalah D. Miringotomi dan
pemasangan Grommet tube
• Pada OME kronik, terapi medikamentosa secara umum
memberikan hasil yang kurang baik
Otitis Media

Akut
Otitis Media Efusi
(Air Bubble (+))
Infeksi (-)

Kronik
Glue Ear
Oklusi tuba
Akut
< 3 bulan
Infeksi (+) Otitis Media
Kronik
> 3 bulan
Otitis Media Efusi
• Radang mukoperiosteum rongga telinga tengah yang ditandai dengan
adanya cairan dan membrane timpani yang utuh.
• Terjadi ketika suatu oklusi tuba tidak teratasi.
• Terjadi pengumpulan cairan serosa di dalam cavum timpani dengan gejala
khas berupa gelembung udara pada pemeriksaan otoskop (Air Bubble)
• Klasifikasi: Eksudativa (Aerotitis, Barotrauma), Serosa (Kataralis), Mukoid
(Glue Ear)
• Gejala:
– Telinga seperti tertutup atau penuh
– Tinnitus nada rendah
– Tuli konduktif
– Displakusis (mendengar suara ganda
• Terapi:
– Cari pencetusnya
– Medikamentosa: steroid, dekongestan, antihistamin
– Definitf: pemasangan ear ventilation tube (grommet tube)
Otitis Media Efusi
– Obstruksi tuba Eustachius 
tekanan negatif  transudasi
– Penurunan pendengaran, tidak
nyeri jika tidak terinfeksi atau
perubahan tekanan yang cepat
– Jika masih ada udara 
perubahan posisi kepala
menimbulkan sensasi lembab
dengan suara gelembung
– Bisa ada tinnitus,
desiran/gemuruh nada rendah,
atau tinitus pulsatil dari suara
arteri.
1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, & throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007. 3) Menner, a pocket guide to ear. 2003.

Otitis Media
Chronic serous otitis media/glue ear/mucous OM
• If a serous effusion continues for weeks  the mucous
glands of the middle ear & eustachian tube tend to
proliferate & secrete more actively  the fluid can
progressively thicken “glue” (gelatinous mucus).
• Batasan antara otitis media serosa akut dan kronik:
– Akutsekret terjadi secara tiba-tiba
– Kroniksekret terjadi secara bertahap dan berlangsung
lama
• Lebih sering terjadi pada anak-anak
• Gejala:
– Tuli lebih menonjol (40-50dB)
• Findings:
– Membran timpani tampak retraksi, suram, kuning kemerahan
atau keabuan
– The serous and mucous ear effusions are usually sterile & do
not cause the diffuse thick redness .
– Audiometry will document conductive hearing loss.
• Th: myringotomy & inserting ventilation pipe (Grommet)
Tatalaksana OME Kronik
• Sering sembuh spontan
• Cari pencetusnya
• Watchful waiting
– pada anak tanpa risiko gangguan bicara, bahasa, dan
belajar, pendengaran normal/ tuli<40dB
• Medikamentosa:
– steroid, dekongestan, antihistamin, mukolitik 
sebetulnya unproven effective
• Definitf:
– pemasangan ear ventilation tube (grommet tube) jika:
• keluhan persistent
• tuli>40 Db
• risiko gangguan belajar/bicara/bahasa
Otitis Media
Otitis media serosa akut
– Terbentuknya sekret di telinga tengah secara tiba-tiba akibat gangguan fungsi
tuba
– Obstruksi tuba Eustachius  tekanan negatif  transudasi
– Penyebab:
• Sumbatan tuba secara tiba-tibabarotrauma
• Infeksi virus pada saluran napas atas
• Alergi pada jalan napas atas
• Idiopatik
– Lebih sering pada dewasa
– Gejala:
• Penurunan pendengaran, tidak nyeri jika tidak terinfeksi atau perubahan
tekanan yang cepat
• Bisa ada tinnitus, desiran/gemuruh nada rendah, atau tinitus pulsatil
dari suara arteri.
– Otoskopi:
• Membran timpani retraksi, kadang tampak gelembung udara atau
permukaan cairan
– Tatalaksana:
• Medikamentosavasokonstriktor topikal, antihistamin, perasat valsava
• Bila menetap 1-2 minggu Miringotomi dgn atau tanpa pipa grommet
Otoscopic findings

https://www.aap.org/en-us/about-the-aap/Committees-Councils-Sections/Section-on-
infectious-diseases/Documents/monograph.pdf
No. 296
Seorang laki-laki, Tn. Nugroho Hendratama, 25 tahun,
datang ke poliklinik dokter umum dengan keluhan hidung
tersumbat sudah 3 bulan ini. Terdapat riwayat alergi
dalam keluarga. Pasien merasa tidurnya terganggu dan
sering menggunakan obat semprot hidung yang dijual
bebas. Namun, 1 minggu ini keluhan tidak membaik. Obat
yang harusnya anda berikan...
A. Cetirizine oral
B. Cefadroxil oral
C. Phenilyephrin semprot hidung
D. Momethasone furoat semprot
E. Steroid PO
Analisis Soal
• Diagnosis pasien ini kemungkinan adalah Rinitis alergi,
karena terdapat keluhan hidung tersumbat sudah sejak
3 bln dan terdapat riwayat alergi
• Derajat rhinitis alergi pada pasien kemungkinan:
– rhinitis sedang berat karena sudah menganggu tidur, dan
– frekuensi Persisten, karena sudah sejak 3 bulan keluhan
berlangsung
• Pada rhinitis persisten sedan-berat, maka pilihannya
adalah KS Intranasal, di pilihan jawaban yang tepat
adalah D. Mometason furoat semprot
Rinitis Alergi
No. 297
Seorang perempuan berusia 40 tahun datang ke Puskesmas
dengan keluhan telinga terasa penuh dan sangat gatal sejak 1
minggu lalu. Pada pemeriksaan ditemukan kulit sekitar liang
telinga hiperemis dengan sisik putih, liang telinga tertutup
serumen. Pada pemeriksaan serumen ditemukan blastospora
dan hifa semu. Pengobatan apakah yang paling tepat untuk
kasus tersebut ?
A. Mengeluarkan serumen
B. Memberikan obat tetes telinga
C. Membersihkan liang telinga setiap habis mandi
D. Irigasi telinga dan memberikan obat lokal antibiotik ke
dalam liang telinga
E. Irigasi telinga dan memberikan obat lokal anti jamur ke
dalam liang telinga
Analisis Soal
• Kemungkinan diagnosis pada pasien ini adalah Otomikosis,
karena terdapat keluhan:
– telinga terasa penuh dan sangat gatal sejak 1 minggu lalu
– Ditemukan kulit sekitar liang telinga hiperemis dengan sisik
putih, liang telinga tertutup serumen.
– Pada pemeriksaan serumen ditemukan blastospora dan hifa
semu
• Pengobatan pada otomikosis adalah dengan pemberian
obat antijamur topical, sehingga jawaban yang paling tepat
adalah E. Irigasi telinga dan memberikan obat lokal anti
jamur ke dalam liang telinga
• Pilihan Auntuk serumen plug
• Pilihan Duntuk otitis eksterna karena bakteri
• Pilihan B dan CTidak spesifik dan tidak selalu dianjurkan
Otomikosis
• The infection may be either sub
acute or acute and is characterized
by inflammation, pruritis, scaling and
severe discomfort.

• The mycosis results in inflammation,


superficial epithelial masses of debris
containing hyphae, suppuration and
pain.

• In addition, symptoms of hearing loss


and aural fullness are as a result of
accumulation of fungal debris in the
canal.

Pak J Med Sci. 2014 May-Jun; 30(3): 564–567.


Otomikosis (Fungal Otitis Externa)

Tatalaksana
Asam asetat 2% dalam alkohol atau povidon iodine 5%
atau antifungal topikal (nistatin/clotrimazol 1%)
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003.
Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otomikosis (Fungal Otitis Externa)

• Univariate analysis showed that the predisposing factors for


otomycosis were:
– frequent swimming in natural or artificial pools (Relative Risk (RR) 3.7;
CI 1.7-8.1),
– daily ear cleaning (RR 3.5; CI 1.8-6.8) and
– excessive use of eardrops containing antibiotics and corticoids (RR =
9.3; IC95% = 4.3-20.1).

• The most common etiologic agents were:


– Aspergillus flavus (20.4%), Candida albicans (16.3%), Candida
parapsilosis (14.3%), & Aspergillus niger (12.2%).
No. 298
Anak, 15 tahun, datang dengan keluhan hidung berair
dan tersumbat dan batuk berdahak, ingus warna putih
kental, tidak disertai demam, ingus berbau, riwayat
bersin-bersin akibat cuaca dingin/ debu disangkal. Pada
rhinoskopi anterior didapatkan kavum nasi sempit, konka
hiperemis dan bengkak. Apakah Terapi yang tepat untuk
pasien?
A. Antibiotik
B. Inhaler menthol
C. Mukolitik
D. Antihistamin
E. Kortikosteroid
Analisis soal
• Pada soal terdapat gejala yang paling efektif dan risiko
rhinitis akut, yaitu: bersin, lebih kecil adalah
hidung berair dan antihistamin, karena dapat
tersumbat, tidak demam, mengurangi keluhan
sekret berwarna putih, rhinorrhea, bersin, dan gatal.
rhinoskopi anterior Kortikosteroid nasal efektif
didapatkan kavum nasi dalam mengatasi keluhan
sempit, konka hiperemis rhinorrhea, bersin, dan
dan bengkak. Dipikirkan sumbatan, namun ada risiko
akibat infeksi virus. untuk perdarahan mukosa.
• Untuk pasien dibutuhkan
terapi simptomatik.
• Beberapa pilihan obat Sehingga dipilih D
dapat digunakan untuk
terapi simptomatik
Infectious Rhinitis
• Infectious rhinitis is • Therapy should be
usually caused by an directed at
upper respiratory tract symptomatic care
infection, usually of
viral origin
• Patients with infectious
rhinitis typically present
with clear-to-
mucopurulent nasal
discharge
https://emedicine.medscape.com/article/874171-overview#a2
Pharmacotherapy
• Anticholinergics • Nasal corticosteroids
• Ipratropium Bromide • useful for managing
for rhinorrhea only rhinorrhea, sneezing,
pruritus, and congestion
• Antihistamines
• risk for nasal bleeding
• useful in relieving
rhinorrhea, sneezing,
and nasal pruritus
• Sympathomimetics
• useful for the short-
term treatment of nasal
obstruction
DIAGNOSIS CLINICAL FINDINGS
Riwayat atopi. Gejala: bersin, gatal, rinorea, kongesti. Tanda: mukosa
RINITIS ALERGI
edema, basah, pucat atau livid, sekret banyak.

Gejala: hidung tersumbar dipengaruhi posisi, rinorea, bersin. Pemicu:


RINITIS
asap/rokok, pedas, dingin, perubahan suhu, lelah, stres. Tanda: mukosa
VASOMOTOR
edema, konka hipertrofi merah gelap.
Hipertrofi konka inferior karena inflamasi kronis yang disebabkan oleh
infeksi bakteri, atau dapat juga akrena rinitis alergi & vasomotor. Gejala:
RINITIS HIPERTROFI
hidung tersumbat, mulut kering, sakit kepala. Sekret banyak &
mukopurulen.
Disebabkan Klesiella ozaena atau stafilokok, streptokok, P. Aeruginosa pada
RINITIS ATROFI / pasien ekonomi/higiene kurang. Sekret hijau kental, napas bau, hidung
OZAENA tersumbat, hiposmia, sefalgia. Rinoskopi: atrofi konka media & inferior,
sekret & krusta hijau.

Hidung tersumbat yang memburuk terkait penggunaan vasokonstriktor


RINITIS
topikal. Perubahan: vasodilatasi, stroma edema,hipersekresi mukus.
MEDIKAMENTOSA
Rinoskopi: edema/hipertrofi konka dengan sekret hidung yang berlebihan.

Rhinitis akut: umumnya disebabkan oleh rhinovirus, sekret srosa,


RINITIS AKUT
demam, sakit kepala, mukosa bengkak dan merah.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
No. 299
Marlynn Johnson, seorang wanita, usia 36 tahun, datang
dengan penurunan pendengaran. Keluhan ini terjadi
setelah pasien dipukul oleh suaminya di wajah.
Pemeriksaan otoskopi didapatkan perforasi membrane
timpani dan ditemukan bekas perdarahan. Apakah
temuan yang dapat ditemukan pada pemeriksaan garpu
tala?
A. Tuli sensorineural
B. Tuli konduktif
C. Gangguan Konduksi
D. tidak dapat dilakukan
E. lateralisasi
Analisis Soal
• Pemeriksaan garpu tala pada pasien, kemungkinan
akan didapatkan tuli konduktif, karena terdapat
keluhan:
– penurunan pendengaran setelah trauma
– didapatkan perforasi membrane timpani dan ditemukan
bekas perdarahan
• Tidak dipilih jawaban C dan E, karena pada interpretasi
pemeriksaan garpu tala, menggunakan istilah tuli
konduksi atau tuli sensorineural, bukn gangguan
konduksi atau lateralisasi
• Pilihan D tidak dipilih karena pemeriksaan garpu tala
dapat dilakukan pada pasien ini
Uji Penala
• Cara Pemeriksaan :
– Tes Rinne  penala digetarkan, tangkainya diletakkan pada prosesus
mastoid, setelah tidak terdengar penala diletakkan depan telinga
• Positif (+) bila masih terdengar
• Negatif (-) bila tidak terdengar
– Tes Weber  penala digetarkan dan tangkai penala dilerakkan di garis
tengah kepala
– Tes Swabach  penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada
prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi, lalu segera pindahkan
pada prosesus mastoid pemeriksa.
• Memendek bila pemeriksa masih mendengar
• Jika pemeriksa tidak mendengar maka penala digetarkan pada processus mastoid
pemeriksa lebih dulu. Sampai tidak terdengar bunyi, tangkai penala segera
dipindahkan pada proc mastoideus telinga pasien, bila pasien masih dapat
mendengar bunyi maka swabach pasien memanjang.
Tes Penala
Rinne Weber Schwabach

Normal (+) Tidak ada Sama dengan


lateralisasi pemeriksa
CHL (-) Lateralisasi Memanjang
ke telinga
sakit
SNHL (+) Lateralisasi Memendek
ke telinga
sehat
Note: Pada CHL <30 dB, Rinne masih bisa positif

Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
No. 300
Seorang perempuan usia 20 tahun datang dengan keluhan
suara serak yang bertambah sejak 2 bulan yang lalu. Pasien
mengalami demam tapi tidak terlalu tinggi. Batuk ada tapi
tidak berdahak sejak 3 minggu yll, terasa nyeri saat menelan.
Penurunan berat badan (+) 5 kg dalam 2 bulan. Pemeriksaan
orofaring didapatkan laring, epiglottis, dan plica vocalis
hiperemis dan edema Apa diagnosis yang tepat?
A. Faringitis akut
B. Laringitis akut
C. Laringitis kronik
D. Faringitis kronik
E. Laringitis tuberkulosa
Analisis soal
• Pada soal didapatkan suara parau yang
berlangsung lebih dari sebulan, mengarahkan
diagnosis ke laryngitis kronik, keluhan nyeri
menelan dan kemerahan pada laring
mendukung diagnosis laryngitis tb
• Tidak dipilih pilihan jawaban akut (A/B) karena
proses kronik
• Pilhan B dan D tidak spesifik sehingga dipilih
jawaban E
Laringitis
• Definisi  Laryngitis is an acute or chronic inflammation of
the laryngeal mucous membranes.
• If a patient has symptoms of laryngitis for more than 3
weeks, the condition is classified as chronic laryngitis.
• The etiology of acute laryngitis includes vocal misuse,
exposure to noxious agents, or infectious agents leading to
upper respiratory tract infections.
• The infectious agents are most often viral but sometimes
bacterial.
• Epidemiology  It is a common illness worldwide in both
genders and all age groups, but the diagnosis is imprecise
and, therefore, statistics are not readily available with
respect to incidence and prevalence.

emedicine
Etiology
Laringitis akut
• Acute laryngitis has an abrupt onset and is usually self-
limited.
• Most often caused by viruses so treatment consists of
supportive measures.
• Antibiotics and other antimicrobials may be indicated in
cases in which specific treatable pathogens are identified.
• Guaifenesin may be a useful adjunct as a mucolytic agent.
• In gastroesophageal reflux disease (GERD)- associated
laryngitis use acid-suppressive therapy (H2 blockers, proton
pump inhibitors) and nocturnal antireflux precautions.
Etiologi
Laringitis Kronik
• Results from any of the following: tuberculosis, usually through
bronchogenic spread;leprosy, from nasopharyngeal or
oropharyngeal spread; syphilis, in secondary and tertiary stages;
rhinoscleroma, extending from the nose and nasopharynx;
actinomycosis; cryptococcosis; histoplasmosis; blastomycosis;
paracoccidiomycosis; coccidiosis; candidiasis; aspergillosis;
sporotrichosis; rhinosporidiosis; parasitic infections including
leishmaniasis and Clinostomum infection following raw fresh-water
fish ingestion.
• Noninfectious causes of both acute and chronic laryngitis include
malignancy, voice abuse (singers), GERD, and chemical or
environmental irritants such as cigarettes and allergens.
• Other causes of inflammatory or granulomatous lesions of the
larynx include relapsing polychondritis, Wegener’s granulomatosis,
and sarcoidosis.
Manifestasi Klinis
Laringitis akut
• Clinical syndrome characterized by the onset of hoarseness, voice
breaks, or episodes of aphonia; may also have accompanying
sorethroat, cough, nasal congestion, and rhinorrhea.
• Usually associated with viral upper respiratory infection.
• Larynx with diffuse erythema, edema, and vascular engorgement of
the vocal folds, and occasionally mucosal ulceration.
• In young children subglottis is often affected, resulting in airway
narrowing with marked hoarseness, inspiratory stridor, dyspnea,
and restlessness.
• Respiratory compromise rare in adults

Laringitis Kronik  hoarseness or dysphonia persisting for longer than


2 wk.
Laringitis TB
• Infesi kuman ke laring dapat terjadi melalui udara
pernapasan, sputum yang mengandung kuman,
atau penyebaran melalui aliran darah atau limfa
• Laringitis TB dapat menetap walaupun TB paru
telah dinyatakan sembuh
• Struktur mukosa laring sangat lekat pada kartilago
serta vaskularisasi tidak sebaik paru
• 4 stadium laringitis tuberkuosis:
1. Stadium infiltrasi
2. Stadium ulserasi
3. Stadium perikondritis
4. Stadium pembentukan tumor
Laringitis TB
• Stadium infiltrasi :
- Awalnya, mukosa laring posterior bengkak dan hiperemis. Kemudian
mukosa akan berwarna pucat
- Tuberkel terbentuk pada submukosa, bintik-bintik kebiruan, melekat
satu sama lain  mukosa meregang  pecah dan timbul ulkus
• Stadium ulserasi :
- Ulkus dangkal, dasarnya ditutup perkijuan, terasa nyeri
• Stadium perikondritis :
- Ulkus makin dalam mengenai kartilago aritenoid dan epiglotis 
kerusakan tulang rawan  nanah berbau
• Stadium fibrotuberkulosis
- Terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita suara, dan
subglotik
Laringitis TB
• Gejala klinis
– Rasa kering, tertekan, panas pada laring
– Suara parau selama berminggu-minggu hingga afonia
– Hemoptisis
– Nyeri menelan
– Keadaan umum buruk
– Pada pemeriksaan paru (klinis dan radiologis) terdapat
proses aktif
• Terapi:
– OAT, istirahat suara
No. 301
James Bond Sidabutar, Laki-laki usia 28 tahun, datang ke
praktek dokter dengan mengeluh hidung sering
tersumbat, gejala tersebut dipengaruhi posisi. Misalnya
saat berbaring miring kanan, hidung akan tersumbat pada
sisi kanan, dan begitu pula sebaliknya bila berbaring
miring ke kiri, pada pemeriksaan rhinoskopi anterior akan
ditemukan...
A. Konka atropi
B. Konka edema dan berwarna merah gelap
C. Sekret kehijauan
D. Konka edema
E. Polip
Analisis Soal
• Kemungkinan diagnosis pasien ini adalah rhinitis
vasomotor karena terdapat keluhan hidung
sering tersumbat yang dipengaruhi posisi
• Pada rinoskopi, akan ditemukan konka edema
dan berwarna kebiruan, sehingga jawaban yang
benar adalah yang B. Konka edema dan
berwarna merah gelap
• Pilihan Aditemukan pada rhinitis atrofikans
• Pilihan Cdapat ditemukan pada rhinosinusitis
• Pilihan Ddapat ditemukan pada hamper smua
rhinitis kec.rhinitis atrofi
• Pilihan EPada polip nasi
Rinitis Vasomotor
DESKRIPSI
keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia, hormonal
BATASAN atau pajanan obat

belum diketahui; Dicetuskan oleh rangsang non-spesifik  asap, bau, alkohol, suhu,
ETIOLOGI
makanan, kelembaban, kelelahan, emosi/stres
Anamnesis: Hidung tersumbat bergantian kiri dan kanan, tergantung posisi pasien
disertai sekret yang mukoid atau serosa yang dicetuskan oleh rangsangan non spesifik
Rinoskopi anterior: Edema mukosa hidung, konka merah gelap atau merah tua
DIAGNOSIS dengan permukaan konka dapat licin atau berbenjol (hipertrofi) disertai sedikit sekret
mukoid
Penunjang: Eosinofilia ringan, tes alergi hasil (-)

1. Menghindari stimulus
2. Simptomatis: dekongestan oral, kortikosteroid topikal, antikolinergik topikal,
TATALAKSANA kauterisasi konka, cuci hidung)
3. Operasi (bedah-beku, elektrokauter, atau konkotomi)
4. Neurektomi nervus vidianus bila cara lain tidak berhasil
Buku ajar ilmu THT 2007
Rhinitis
Rinitis Vasomotor
• Rinitis non imunologis
• Ditandai dengan gejala obstruksi nasal, rinorea, dan
kongesti.
• Gejala dieksaserbasi oleh bau tertentu (parfum, asap
rokok, cat semprot, tinta), alkohol, makanan pedas,
emosi, dan faktor lingkungan seperti suhu dan
perubahan tekanan udara.
• Diduga disebabkan peningkatan aktivitas kolinergik
(hidung berair) dan peningkatan sensitivitas neuron
nosiseptif (obstruksi nasal)
• Pemeriksaan penunjang  menyingkirkan diagnosis
lain.

Vasomotor Rhinitis. Am Fam Physician.


Rinitis Vasomotor:
Tatalaksana
• Tatalaksana Rinitis vasomotor
didasarkan pada keluhan yang
dominan:
– Rhinorea + bersin + congesti
nasal +PND akan diberikan
antihistamin topical.
– Rhinorea saja akan diberikan
antikolinergik topical.
– Congesti nasal + obstruksi nasal
akan diberikan antiinflamasi
topical (kortikosteroid topical).
– Cell mast stabilizer (sodium
cromolyn) dipakai bila
antihistamin topical dan
antikolinergik topical tidak
memberikan respon adekuat.

Vasomotor Rhinitis. Am Fam Physician.


DIAGNOSIS CLINICAL FINDINGS
Riwayat atopi. Gejala: bersin, gatal, rinorea, kongesti. Tanda: mukosa
RINITIS ALERGI
edema, basah, pucat atau livid, sekret banyak.

Gejala: hidung tersumbar dipengaruhi posisi, rinorea, bersin. Pemicu:


RINITIS
asap/rokok, pedas, dingin, perubahan suhu, lelah, stres. Tanda: mukosa
VASOMOTOR
edema, konka hipertrofi merah gelap.
Hipertrofi konka inferior karena inflamasi kronis yang disebabkan oleh
infeksi bakteri, atau dapat juga akrena rinitis alergi & vasomotor. Gejala:
RINITIS HIPERTROFI
hidung tersumbat, mulut kering, sakit kepala. Sekret banyak &
mukopurulen.
Disebabkan Klesiella ozaena atau stafilokok, streptokok, P. Aeruginosa pada
RINITIS ATROFI / pasien ekonomi/higiene kurang. Sekret hijau kental, napas bau, hidung
OZAENA tersumbat, hiposmia, sefalgia. Rinoskopi: atrofi konka media & inferior,
sekret & krusta hijau.

Hidung tersumbat yang memburuk terkait penggunaan vasokonstriktor


RINITIS
topikal. Perubahan: vasodilatasi, stroma edema,hipersekresi mukus.
MEDIKAMENTOSA
Rinoskopi: edema/hipertrofi konka dengan sekret hidung yang berlebihan.

Rhinitis akut: umumnya disebabkan oleh rhinovirus, sekret srosa,


RINITIS AKUT
demam, sakit kepala, mukosa bengkak dan merah.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
No. 302
Seorang anak laki-laki usia 8 tahun dibawa ayahnya ke
tempat praktek dokter keluarga dengan keluhan
pendengaran telinga kiri menurun sejak 2 tahun ini.
Riwayat keluar cairan pada telinga tidak diketahui. Pada
pemeriksaan otoskopi tidak didapatkan adanya serumen
di canalis auricularis, membran timpani perforasi sentral.
Diagnosis yang paling mungkin adalah...
A. Otitis media akut
B. Otitis media supuratif kronik
C. Otitis media akut stadium supurasi
D. Otitis media kronik
E. Otitis media efusi
Analisis Soal
• Pasien ini kemungkinan mengalami Otitis media supuratif
kronik, karena terdapat keluhan:
– pendengaran telinga kiri menurun sejak 2 tahun ini
– Otoskopi ditemukan membran timpani perforasi sentral
• Walaupun dari anamnesis tidak diketahui riwayat keluar
cairan pada telinga, namun bila dilihat dari pilihan jawaban
yang ada, yang paling mendekati adalah B. Otitis media
supuratif kronik kemungkinan pasien dan keluarganya
tidak menyadari keluhan ini
• Pilihan jawaban A dan Ctidak dipilih karena keluhan
pasien sudah kronik, berlangsung sejak 2 tahun yang lalu
• Pilihan Dtidak jelas jenis otitis media kronik yang
dimaksud, dan secara terminology jarang dipakai
• Pilihan Etidak disertai perforasi membrane timpani, pada
pasien terdapat perforasi membrane timpani
No. 303
Seorang laki-laki bernama Tn. Kartosuwiryo Madiun, berusia
34 tahun datang ke Puskesmas Cempaka Putih untuk berobat.
Pasien mengeluhkan pusing dan nyeri di belakang telinga.
Pasien juga mengatakan terdapat riwayat keluar cairan kuning
dari kedua telinga. Otoskopi : jaringan granulasi +, MT
perforasi total. Apa pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan kepada pasien?
A. Foto rontgen kepala
B. CT temporal
C. MRI
D. CT scan
E. Audiometri
Analisis Soal
• Kemungkinan diagnosis pasien ini adalah OMSK tipe maligna
dengan kecurigaan komplikasi mastoiditis, karena terdapat
keluhan:
– keluar cairan kuning dari kedua telinga, ditemukan jaringan granulasi +
dan MT perforasi totalOMSK tipe maligna
– Jaringan granulasikemungkinan kolesteatoma
– pusing dan nyeri di belakang telingaMastoiditis
• Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah CT temporal untuk
melihat adanya mastoiditis, dan merupakan pemeriksaanstandar
pada pasien dengan kecurigaan mastoiditis
• Pilihan ATidak dipilih karena tidak lebih superior dibandingkan CT
temporal
• Pilihan Chanya dilakukan bila terdapat kecurigaan adanya tumor
• Pilihan Dtidak dipilih karena tidak spesifik
• Pilihan Etidak dipilih karena saat ini, lebih penting untuk
menegakkan diagnosis mastoiditis, karena akan mempengaruhi
terapi selanjutnya
No. 304
Seorang laki-laki usia 25 tahun datang dengan keluhan keluar cairan
dari telinga kanan. Keluhan ini dirasakan pada usia 15 tahun, pada
awalnya keluar cairan putih kental, tidak berbau. Keluhan dirasakan
kembali 18 bulan yang lalu, keluar cairan kuning kental, berbau busuk,
disertai sakit pada telinga kanan. Pasien berobat ke puskesmas namun
keluhan tidak kunjung sembuh. Pada kanalis auditori eksterna terdapat
jaringan granulasi dan kolesteatoma serta perforasi marginal pada
membran timpani. Apakah terapi definitif yang tepat pada pasien ini?
A. Medikamentosa
B. Radikal Mastoidektomi
C. Miringotomi
D. Timpanoplasti
E. Simple Mastoidektomi
Analisis soal
• Kemungkinan diagnosis pasien ini adalah OMSK tipe
maligna karena terdapat keluhan:
– keluar cairan dari telinga kanan yang hilang timbul usia 15
tahun dan muncul lagi sejak 18 bulan yang lalu
– Pada kanalis auditori eksterna terdapat jaringan granulasi dan
kolesteatoma serta perforasi marginal pada membran
timpanitipe maligna
• Terapi definitive yang tepat pada OMSK Tipe maligna yang
dialami pasien adalah dengan radikal mastoidektomi
• Pilihan ATidak dipilih karena dari riwayat pasien, telah
berobat namun tidak sembuh juga
• Pilihan CDilakukan pada OMA stadium supurasi atau
pada OME kronis
• Pilihan D dan Edilakukan pada OMSK tipe aman
302-304. Otitis Media Supuratif
Kronik
• OMSK merupakan suatu radang kronik
pada telinga tengah disertai perforasi
membrane timpani dengan/tanpa otorea
persisten.
• Otorea atau sekret yang keluar dari telinga
tengah secara terus menerus atau hilang
Large central perforation
timbul selama minimal 2-6 minggu.
• 2 tipe OMSK:
– OMSK tipe tubotimpani : perforasi bagian
sentral (TIPE AMAN)
– OMSK tipe atikoantral : perforasi baik pada
bagian atik atau marginal (TIPE BAHAYA) 
berhubungan dengan proses kerusakan
tulang akibat kolesteatoma, granulasi, atau
osteitis
Cholesteatoma at attic
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Otitis Media Supurasi type perforation
Kronik 2018
Kolesteatom
Epitel kulit yang berada
di tempat yang salah.

Epitel fisiologis
bertransfromasi akibat:
• Invaginasi membran
timpani
• Invasi epithelial
• Metaplasia
• Hiperplasia sel basal
Patogenesis
Infeksi Akut Telinga Tengah

Respon peradangan: edema, ulserasi,


kerusakan jaringan epitel

Infeksi tidak dapat teratasi

Terbentuknya jaringan granulasi

Destruksi struktur sekitar


OMSK Maligna dan Benigna
Kelainan Tipe Benigna Tipe Maligna

Daerah terkena Tubotimpanik Atikoantral


Perforasi Anterior atau sentral Atik atau marginal
Nanah Mukoid, tidak berbau Tebal, berbau busuk
Granulasi Tidak biasa didapat Biasa didapat
Polip Jika ada, pucat, oedem Jika ada, hiperemi, lunak
Tuli Konduktif ringan-sedang Konduktif atau campuran
Radiografi mastoid Normal Tidak ada sel udara
Kolesteatoma Sangat jarang Sering
Roland P. Chronic Suppurative Otitis Media. Emedicine. 2019.
Gejala OMSK
Otorrhea

Gangguan pendengaran

Demam, vertigo, atau nyeri dapat menunjukkan adanya


komplikasi intratemporal atau intrakranial.

Riwayat OMSK persisten harus dicurigai sebagai adanya


kolesteatoma.
Diagnosis OMSK: Anamnesis
• Otorea hilang timbul atau terus menerus selama minimal 2-
6 minggu, bisa secret encer, kental, bening, atau berupa
nanah
• Gejala umum: penurunan pendengaran, rasa penuh di
telinga, tinnitus
• Gejala komplikasi: paralisis wajah sementara atau menetap,
otalgia, vertigo, demam tinggi, fotofobia, bengkak telingan
mengindikasikan mastoditis
• Nyeri jarang ada
• Red flags: sakit kepala hebat, muntah proyektil, deficit
neurologis fokal, penurunan kesadaran
• Adanya demam, vertigo, atau nyeri harus curiga:
– komplikasi intratemporal  petrositis, paralisis fasial, labirintitis
– komplikasi intrakranial  tromboflebitis sinus lateral,
meningitis, abses intrakranial
Diagnosis Mastoiditis
• Biasanya akibat komplikasi OMA atau OMSK
• Infeksi telinga tengah  menyebar dan
menyebabkan osteitis dalam sistem sel udara
mastoid atau periosteitis pada prosesus mastoid
• Progresivitas mastoiditis
– Hiperemia lapisan mukosa sel udara mastoid
– Transudasi dan eksudasi cairan dan/atau pus di dalam
sel
– Nekrosis tulang karena gangguan vaskularisasi septa
– Hilangnya dinding sel lalu bergabung menjadi kavitas
abses
– Ekstensi proses inflamasi ke daerah sekitarnya
Devan PP. Mastoiditis. Emedicine. 2018.
Sullivan DJ. Chronic otitis media, cholesteatoma, and mastoiditis. Uptodate 2018.
Diagnosis Mastoiditis
• Etiologi  Streptococcus pneumoniae, Streptokokus beta hemolitik
grup A, Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes,
Haemophilus influenzae
• Tanda&Gejala:
– Persisten otorea
– Perubahan kulit area postaurikula
– Fullness o the posterior-superior EAC skin
– Demam, leukositosis
– Nyeri di dalam dan belakang telinga, terutama di prosesus mastoideus
– Gangguan pendengaran
– Eritema area mastoid
– Proptosis aurikular
– Temuan abses
– Temuan membran timpani pada tanda otitis media akut atau kronis

Devan PP. Mastoiditis. Emedicine. 2018.


Sullivan DJ. Chronic otitis media, cholesteatoma, and mastoiditis. Uptodate 2018.
Diagnosis OMSK: pemeriksaan fisik
• Perforasi membrane timpani
– Daerah sentral (pars tensa)  tipe aman
– Daerah marginal (sebagian tepi berhubungan dengan anulus atau sulkus timpanikum), atau
atik (pars flaksida)  tipe bahaya
• Otoskop:
– kanal eksternal dapat edema
– Tampak jaringan granulasi di telinga tengah
– Inflamasi mukosa telinga tengah: hiperemis, polypoid, edema dengan atau tanpa otorea
– Mukosa telinga tengah dapat tervisualisasi melalui lubang perforasi  tampak edema,
polipoid, pucat atau eritematos
– Adanya kolesteatoma ketika epitel skuamosa berkeratin ditemukan di telinga tengah atau area
pneuumatisasi lain di tulang temporal
• Atelektasis membrane timpani menyertai disfungsi tuba eustachius : adanya
retraksi atau kolaps membrane timpani
• Sekret telinga : serosa, mukopurulen, berbau, cheeselie, atau hemoragik
• Gangguan pendengaran  Tes penala
• Tanda sequelae  tuli konduktif, kolesteatoma, timpanosklerosis
• Timpanosklerosis: plak putih di membrane timpani dan deposit nodular di lapisan
submucosa telinga tengah

Roland PS. Chronic supurative otitis media. Emedicine. 2017.


Pemeriksaan Penunjang Mastoiditis
Lab
• Kultur
• Resistensi
Pencitraan (untuk menilai adanya mastoiditis)
• Foto rontgen (Stenver, Schuller, Towne, Law view)
• CT Scan Temporalthe standard for evaluation of
mastoiditissensitivity 87-100%
• MRInot typically the imaging study of choice, usefull for
differentiating certain tumor and for evaluating potential
complication

Audiometri
Tata Laksana OMSK
• Medikamentosa:
– Kombinasi antibiotik topikal (Gol. Aminoglikosida atau
Florokuinolon) + Steroid topikal
– Aural toilet  H2O3 3%
• OMSK yang tidak responsif dengan antibiotik,
aural toilet, dan kontrol jaringan granulasi 
indikasi tindakan surgikal.
• Indikasi surgikal:
– Perforasi > 6 minggu
– Otorea > 6 minggu walaupun diberikan antibiotik
– Terbentuk Kolesteatoma
– Tanda mastoiditis kronis
– Tuli konduktif
Roland PS. CSOM. Emedicine. 2019.
Penanganan OMSK (1)
• Aural toilet atau cuci telinga
– Dengan suction, swab kapas, atau gunakan forsep untuk
angkat granula mukosa kecil
– Cuci telinga dengan larutan irigasi (cairan Burow, air
steril, normal salin, hydrogen peroksida), yang
dihangatkan, selama 4x/hari dirumah oleh pasien
– Aural toilet agresif dengan H202 3% reguler 2-3x/hari
karena jaringan terlapisi eksudat mukoid dan epitel
deskuamasi  bila tidak dilakukan akan menurunkan
efektivitas obat
– Tidak sebagai monoterapi, harus kombinasi dengan
antibiotik
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Otitis Media Supurasi Kronik 2018
Roland PS. Chronic supurative otitis media. Emedicine. 2017.
Penanganan OMSK (1)
• Antibiotik
• Terapi antibiotik topikal lebih dipilih dibanding sistemik (kecuali bila topikal
gagal) DAN meliputi gram negatif (pseudomonas) dan gram positif (S.
aureus)
• Mengurangi jaringan granulasi  kombinasi AB tetes dengan steroid
– Rekomendasi golongan kuinolon  efektif untuk Pseudomonas aeruginosa,
tidak kokleotoksik atau vestibulotoksik, bisa kombinasi dengan dexametaso
topical untuk efek antiinflamasi : contoh ofloksasin, siprofloksasin
– DOC: Floroquinolon 10-14 hari  ciprofloxacin 0,2%, ofloxacin 0,3%
– Aminoglikosida  (+) efek signifikan toksik terhadap vestibular dan koklear 
tobramycin, neomisin, gentamisin
– Neomisin dan polimiksin B  efektif untuk gram positif namun tidak lagi efektif
untuk gram negatif
– Sefalosporin gen 3, ex: Ceftazidime  antibiotik iv sistemik  penetrasi baik
– Alternatif golongan aminoglikosida jangka pendek (<2 minggu), namun resiko
ototoksik

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Otitis Media Supurasi Kronik 2018
Roland PS. Chronic supurative otitis media. Emedicine. 2017.
Penanganan OMSK (2)
• Kortikosteroid topikal
– Kombinasi dengan antibiotic topical untuk efek antiinflamasi
– Pertimbangkan berikan pada pasien peradangan mukosa telinga
tengah disertai jaringan granulasi
– Misalnya deksametason 0.1%, hidrokortison, triamsinolon
• Antibiotik sistemik
– Dibandingkan antibiotik topikal, antibiotik sistemik kurang
efektif untuk mengatasi otorea setelah 1-2 minggu terapi
– Pilihan lini kedua pada OMSK, pertimbangan otorea persisten
setelah 3 minggu manajemen antibiotic topical atau bila ada
komplikasi intracranial
– Antibiotik sistemik sesuai etiologic dan hasil uji resistensi
– Bisa penisilin, sefalosporin, aminoglikosida, klindamisin,
kloramfenikol, trimethoprim sulfametoksazol oral

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Otitis Media Supurasi Kronik 2018
Tata Laksana Surgikal OMSK
• Miringoplasti (Timpanoplasti tipe I)  rekonstruksi membran timpani
tanpa memperbaiki rongga telinga tengah  Indikasi: OMSK tipe aman dan
tenang dengan tuli ringan.
• Timpanoplasti Tipe II-V  menghentikan infeksi, memperbaiki membran
timpani, dan memperbaiki tulang pendengaran  Indikasi: OMSK tipe
aman dengan kerusakan berat, OMSK tipe aman gagal medikamentosa
• Mastoidektomi:
– Sederhana  menangani infeksi dan mencegah sekret  Indikasi: OMSK tipe
aman yang tidak membaik dengan terapi konservatif
– Mastoidektomi dinding runtuh atau radikal (canal wall down)  Membuang
jaringan patologis dan mencegah komplikasi intrakranial  Indikasi: OMSK
tipe bahaya dengan infeksi/kolesteatoma luas
– Kombinasi dengan timpanoplasti  eradikasi kolesteatoma dan rekonstruksi
membran timpani  Indikasi: OMSK tipe aman dengan jaringan granulasi luas;
OMSK tipe bahaya

Lalwani AK. Current diagnosis and treatment ENT. 2007.


Tatalaksana OMSK
• Tujuan pembedahan :
– menyelamatkan struktur yang
normal dan masih berfungsi, Mastoidektomi
sederhana
eksplorasi mastoid,
miringoplasti (menutup defek
membran timpani), dan Mastoidektomi radikal
timpanoplasti (memperbaiki
rongga timpani meliputi
Mastoidektomi radikal
membran dan osikel). Jenis Pembedahan dengan modifikasi
– Eradikasi penyakit yang (operasi Bondy)

bertujuan tercapainya
drainase yang baik Miringoplasti

– Menghindari rekurensi infeksi


– Mencegah komplikasi
Timpanoplasti
– Mempertahankan/memperba
iki fungsi pendengaran
Versi lain: Tatalaksana Pembedahan untuk
OMSK
• Mastoidektomi sederhana:
– Indikasi: OMSK tipe aman yg tidak membaik dgn terapi konservatif
– Tujuan: membersihkan jaringan patologik pada ruang mastoid, sehingga infeksi
tenang dan sekret tidak keluar lagi.
– Fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
• Miringoplasti (timpanoplasti tipe I)
– Rekonstruksi membran timpani tanpa memperbaiki rongga telinga tengah
– Indikasi: OMSK tipe aman dengan tuli ringan hanya akibat perforasi membran
timpani. Infeksi telah teratasi.
– Mencegah rekurensi infeksi telinga tengah, memperbaiki fungsi pendengaran.
• Timpanoplasti (tipe II, III, IV, V)
– Eksplorasi kavum timpani dengan/tanpa mastoidektomi dilanjutkan rekonstruksi
membran timpani dan tulang pendengaran
– Indikasi: OMSK tipe aman dgn kerusakan lebih berat, OMSK tipe aman yang gagal
medika mentosa
– Menghentikan proses infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani dan
tulang pendengaran
• Mastoidektomi radikal
– Untuk OMSK tipe bahaya
• Mastoidektomi radikal dengan modifikasi:
– Dinding dipertahankan  pada OMSK tipe bahaya tanpa kerusakan luas
No. 305
Pasien laki-laki bernama Tn. Margono Atmodilaga, usia 27
tahun, datang ke Puskesmas Mekarsari untuk
mengeluhkan nyeri pada lubang hidungnya. Pada
pemeriksaan lanjutan dengan rinoskopi anterior
didapatkan adanya furunkel pada lubang hidung pasien.
Apakah penyebab yang mendasari kejadian tersebut?
A. Infeksi folikel rambut
B. Infeksi lemak
C. Infeksi kelenjar liur
D. Infeksi kelenjar sebasea
E. Infeksi kelenjar keringat
Analisis Soal
• Pada soal telah dikatakan bahwa terdapat
furunkel pada lubang hidung pasien, maka
kemungkinan yang menyebabkan nyeri pada
hidung pasien adalah furunkel tersebut
• Penyebab dari furunkel adalah A. infeksi
folikel rambut
Kriteria diagnosis pioderma
• Folikulitis (Staph. Aureus): pioderma pada folikel rambut, ada 2
bentuk yakni:
– Folikulitis superfisialis (impetigo Bockhart): predileksi pada scalp (anak), dagu,
aksila, ekstremitas bawah, bokong (dewasa), terasa gatal dan panas, tampak
pustule kecil dome-shaped, multiple, mudah pecah, pada folikel rambut atau
perifolikuler
– Folikulitis profunda (sycosis barbae): predileksi dagu dan atas bibir, nodus
eritemaosa perabaan hangat

• Furunkel (Staph. Aureus): peradangan folikel rambut dan jaringan


sekitarnya, predileksi daerah berambut sering gesekan/oklusif,
berkeringat (leher, wajah, aksila), berupa papul, vesikel atau pustule
atau nodus perifolikuler dengan eritematosa di sekitarnya, dapat
membesar 1-3 cm, setelahnya ada fluktuasi (bila pecah keluar pus),
dan disertai rasa nyeri

• Furunkulosis: beberapa furunkel yang tersebar.

• Karbunkel (Staph. Aureus): kumpulan dari beberapa furunkel,


ditandai dengan beberapa furunkel yang berkonfluensi membentuk
nodus bersupurasi di beberapa puncak, diameter bisa capai 3-10
cm, dasar lebih dalam, bila pecah tinggalkan jaringan parut

Menaldi, Sri Linuwih. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh, 2015. Badan Penerbit FKUI.
PPK Perdoski 2017
No. 306
Anak laki-laki bernama Chicco Anas Nugraha, 4 tahun,
datang ke poli dengan keluhan nyeri pada telinga kanan
sejak 3 hari yang lalu. Demam (+). Pada pemeriksaan
otoskopi, didapatkan nyeri tekan tragus (-). CAE tampak
lapang. Membran timpani tampak hiperemis dan
menonjol (bulging). Apakah tindakan yang dilakukan agar
keluhan tersebut tidak berulang?
A. Jangan sering mengorek telinga
B. Cegah infeksi saluran napas atas berulang
C. Jangan berenang
D. Pergi ke poli untuk berobat
E. Jangan mendengar suara-suara yang keras
Analisis Soal
• Kemungkinan diagnosis pada pasien ini adalah Otitis media akut
karena terdapat keluhan:
– nyeri pada telinga kanan sejak 3 hari yang lalu disertai Demam
– Membran timpani tampak hiperemis dan menonjol (bulging).
– Walaupun pada pasien ditemukan nyeri tekan tragus, tidak dipikirkan
otitis eksterna karena CAE tampak lapang dan membrane timpani
tampak ada kelainan
• Pada otitis media akut, tindakan pencegahan yang dapat dilakukan
adalah dengan mencegah infeksi saluran napas atas berulang
• Patofisiologi terjadinya OMA adalah karena adanya disfungsi tuba
eustachius. Disfungsi ini dapat terjadi akibatadanya infeksi pada
saluran napas atas, yang kemudian akan mengakibatkan ascending
infection melalui tuba eustachius, sehingga terjadilah OMA
• Dengan mencegah infeksi ISPA, maka tidak terjadi disfungsi tuba dan
tidak terjadi ascending infection
• Maka Jawaban yang benar adalah B. Cegah infeksi saluran napas
atas berulang
• Pilihan A Untuk mencegah terjadinya otitis eksterna
• Pilihan Cdilakukan pada OMSK atau OMA yang masih memiliki
membrane timpani yang perforasi
OTITIS MEDIA

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


Patofisiologi

AOM, acute otitis media; ET, eustachian tube;


ME, middle ear; URTI, upper respiratory tract
infection
Otitis Media Akut
Otitis Media Akut
• Etiologi:
Streptococcus pneumoniae 35%,
Haemophilus influenzae 25%,
Moraxella catarrhalis 15%.
 Perjalanan penyakit otitis media akut:
1. Oklusi tuba: membran timpani retraksi atau suram.
2. Hiperemik/presupurasi: hiperemis & edema, pelebaran pembuluh
darah.
3. Supurasi: nyeri, demam, eksudat di telinga tengah, membran timpani
membonjol.
4. Perforasi: ruptur membran timpani, demam berkurang.
5. Resolusi: Jika tidak ada perforasi membran timpani kembali normal.
Jika perforasi  sekret berkurang.
1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, and throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
No. 307
Seorang laki-laki bernama Tn. Chandratama Wibowo, usia
27 tahun datang ke poliklinik umum untuk berobat,
dengan keluhan hidung buntu sejak 1 bulan ini.
Pemeriksaan tanda vital dalam batas normal. Rhinoskopi
anterior didapatkan krusta kehijauan, ingus berwarna
hijau, kental dan berbau busuk. Apakah penyebab dari
penyakit di atas?
A. Klabsiella ozaena
B. Staphylococcus aureus
C. Streptococcus grup b hemolyticus
D. Rhinovirus
E. hemophilus influenza
Analisis Soal
• Diagnosis pasien ini adalah rhinitis atrofi
karena terdapat keluhan:
– hidung buntu sejak 1 bulan ini
– Rhinoskopi anterior didapatkan krusta kehijauan,
ingus berwarna hijau, kental dan berbau busuk.
• Penyebab dari rhinitis atrofi adalah A.
Kleibsiella ozaena
Atrophic Rhinitis/Ozaena
• Atrophic rhinitis is a chronic condition characterized by:
– progressive atrophy of the nasal mucosa
– nasal crusting
– nasal dryness (caused by atrophy of glandular cells)
– Fetor/foul smell from the nose
– Other symptoms: epistaxis, loss of smell, cacosmia (even normal
smells are perceived as foul) and nasal obstruction
• Onset usually at puberty, more common in female
• Etiology:
– Primary: Klebsiella ozaena
– Secondary: after sinonasal surgery/trauma, granulomatous
diseases (sarcoidosis, leprosy), and infections (tuberculosis and
syphilis).
Rinitis Atrofi
• Pengobatan konservatif
– Cuci hidung, jika sekret dan krusta tidak menghilang, cairan
irigasi dicampur dengan AB
– Lama pengobatan bervariasi tergantung hilangnya tanda klinis
berupa askret purulent kehijauan.
– Antibiotik spektrum luas jika ada infeksi bakteri akut

• Pengobatan operatif
– Dilakukan jika pengobatan konservatif tidak menolong, namun
efikasi tidak jelas
– Teknik operasi antara lain operasi penutupan lubang hidung
atau penyempitan lubang hidung dengan implantasi atau jabir
osteoperiosteal.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


No. 308
Seorang laki-laki 25 tahun datang dengan keluhan
pendengaran hilang mendadak. Riwayat mendengarkan
baku tembak 3 hari yang lalu. Nyeri kepala tidak terlalu
dirasakan. Telinga dirasakan berdenging. Setelah
dilakukan pemeriksaan, tanda-tanda vital dalam batas
normal. Terdapat perforasi pada membrane timpani
kanan kiri. Apa kemungkinan yang dialami pasien?
A. Presbiakusis
B. Otosklerosis
C. Paracusis
D. Tinnitus
E. Trauma akustik akut
Analisis Soal
• Kemungkinan diagnosis pada pasien ini adalah
Trauma akustik Akut karena terdapat keluhan:
– pendengaran hilang mendadak setelah mendengarkan
baku tembak 3 hari yang lalu
– Tinitus(Telinga berdenging)
– Terdapat perforasi pada membrane timpani kanan kiri
• Pilihan A dan Bdisingkirkan karena keduanya
terjadi secara gradual
• Pilihan C dan Dmerupakan suatu gejala, bukan
diagnosis
Accoustic Trauma
• Acoustic trauma is an extremely loud noise
usually resulting in immediate, permanent
hearing loss.
• Such transient noise stimuli are generally less
than 0.2 seconds in duration.
• The 2 types of transient noises are
1. impulse noise, which is usually the result of an
explosion
2. impact noise, which results from a collision (usually
metal on metal).
Acoustic Trauma
• Acoustic trauma refers to • Jadi trauma akustik
a sudden permanent selalu akut, tidak kronik
hearing loss caused by a • Sebaliknya noise induced
single exposure to an hearing loss tidak akut
intense sound
• Chronic NIHL, in contrast
to acoustic trauma, is a
disease process that
occurs gradually over
many years of exposure
to less intense noise
levels
https://www.utmb.edu/otoref/grnds/Hear-
Loss-Noise-000110/Hear-Loss-Noise.pdf
Trauma Akustik
• Gangguan pendengaran pada telinga dalam
karena eksposure pd stimulus suara yg intens (>
140 dB)
• Mechanical tearing of intracochleal membranes
and physical disruption of cell walls with mixing
of perilymph and endolymph
• Tidak terkait dgn ruptur membran timpani
dapat terjadi dengan atau tanpa ruptur
membran timpani
Trauma akustik Vs NIHL

(Noise induced Permanent Threshold shift)

http://www.liberaldictionary.com/acoustic-trauma-deafness/
DD: Blast Injury to The Ear
• Injuries caused by an • Tympanic membrane
Explosion commonly rupture at 5-
• Due to blast- 15 Psi
overpressure-wave • Irregular border of
• Affect air-filled organs rupture seen with
and organs which has air- otoscope sometimes
fluid interface hemotympanum without
• Most commonly affect rupture can also be seen
ears tympanic • 80% heal spontaneously,
membrane rupture if not healed within 3
and/or dislocations of months, indications for
bones in the middle ear myringoplasty
DD: Blast Injury to The Ear
Diagnosis Tatalaksana

• Singkirkan trauma osikular • Antibiotik  mencegah


atau telinga bagian dalam. infeksi
• Pada pemeriksaan • Bersihkan kanalis auditorik
audiometri: eksternus menggunakan
 CHL > 40db  suspek
diskontinuitas osikular alkohol (dgn tampon)
 Jika hasilnya tuli • Cegah ISPA
sensorineural  kerusakan
telinga bagian dalam • Jgn lakukan manuver
valsalva
• Hindari tetes telinga
• Jika setelah 3 bulan masih
terjadi perforasi 
myringoplasty
DD: Barotrauma
• Nyeri telinga akibat kerusakan membran
timpani akibat perubahan cepat tekanan.
• Adanya defek pd mekanisme keseimbangan
tekanan antara telinga bagian tengah dan luar.
• NOT blast related.
• Salah satu penyebab OME akut.
No. 309
Jean-Maurice Gaston, pasien laki-laki usia 60 tahunan
datang dengan keluhan penurunan pendengaran
menurun pada kedua telinga sejak beberapa bulan yang
lalu. Keluhan dirasakan semakin memberat 1 bulan
terakhir, hingga sulit berkomunikasi dengan keluarga.
Setelah diperiksa ternyata ambang 95 dB. Derajat tuli
dari pasien adalah…
A. Tuli ringan
B. Tuli berat
C. Tuli sedang-berat
D. Tuli sedang
E. Tuli sangat berat
Analisis Soal
• Derajat ketulian pada pasien termasuk derajat
Sangat Berat, karena ambang batas
pendengaran 95 Db
• Pilihan A >25-40 Db
• Pilihan B >70-90 Db
• Pilihan C >55-70 Db
• Pilihan D >40-55 dB
Audiologi
Audiometri nada murni:
• Pada interpretasi audiogram harus ditulis (a) telinga yang mana, (b) apa
jenis ketuliannya, (c) bagaimana derajat ketuliannya, misalnya: telinga kiri
tuli campur sedang
• Dalam menentukan derajat ketulian, yang dihitung hanya ambang dengar
hantaran udaranya (AC) saja.
• Ambang Dengar (AD): bunyi nada murni terlemah pada frekuensi tertentu
yang masih dapat didengar oleh telinga seseorang.
• Perhitungan derajat ketulian:
(AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000 Hz) / 4
• Derajat ketulian:
– 0-25 dB : normal
– >25-40 dB : tuli ringan
– >40-55 dB : tuli sedang
– >55-70 dB : tuli sedang berat
– >70-90 dB : tuli berat
– >90 dB : tuli sangat berat
No. 310
Tn. Johnny- Johnny, seorang laki-laki berusia 23 tahun,
Pasien datang sendiri ke poliklinik dengan keluhan hidung
tersumbat sejak 3 minggu yang lalu. Nyeri tekan di
wajah (+). Didapatkan riwayat gigi molar berlubang dan
tidak diobati. Berdasarkan data yang diberikan, apakah
kemungkinan diagnosis pasien yang paling tepat?
A. Sinusitis maksilaris akut
B. Sinusitis maksilaris kronik
C. Sinusitis Frontalis
D. Sinonasal carcinoma
E. Ca Lidah
Analisis Soal
• Diagnosis pasien ini kemungkinan adalah sinusitis
maksilaris akut, karena terdapat keluhan:
– hidung tersumbat sejak 3 minggu yang lalu disertai
dengan nyeri tekan di wajah (+)sesuai dengan letak
anatomi dari sinus maksila
– Kemungkinan penyebab sinusitis pada pasien ini
adalah gigi molar berlubang yang tidak diobati
• Tidak dipilih sinusitis maksilaris kronis karena
durasi keluhan pasien adalah 3 minggu, pada
sinusitis maksilaris kronis, durasi penyakit
berlangsung lebih dari 3 bulan
Rhinosinusitis
Diagnosis Clinical Findings
Rinosinusitis akut 2/lebih gejala: obstruksi nasal/rhinorea ditambah nyeri wajah atau
hiposmia/anosmia.
• Nyeri pipi: sinusitis maksilaris
• Nyeri retroorbital: sinusitis etmoidalis
• Nyeri dahi atau kepala: sinusitis frontalis
Akut bila gejala sampai 4 minggu, lebih dari 4 minggu sampai 3 bulan
disebut subakut. Penyebab infeksi: virus, bakteri (tersering Strep.
Pneumonia), jamur
Sinusitis kronik Kronik: > 3 bulan. Gejala tidak spesifik, dapat hanya ada 1 atau 2 dari gejala
berikut: sakit kepala kronik, postnasal drip, batuk kronik, gangguan
tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan tuba, sinobronkitis, pada anak
gastroenteritis akibat mukopus yang tertelan.
Sinusitis dentogen Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris, dan hanya terpisahkan oleh
tulang tipis. Infeksi gigi rahang atas mudah menyebar secara langsung ke
sinus, atau melalui pembuluh darah dan limfe.
Sinusitis jamur Faktor risiko:pemakaian antibiotik, kortikosteroid, imunosupresan, dan
radioterapi.Ciri: Etiology: Candida or Aspergillus. Sinusitis unilateral, sulit
sembuh dengan antibiotik, terdapat gambaran kerusakan tulang dinding
sinus, atau bila ada membran berwarna putih keabuan pada irigasi antrum.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Maxillary Sinuses
• Largest sinuses
– 3.5 cm high
– 2.5 – 3 cm wide

• Within maxilla
– Above upper teeth

• Paired & symmetric

• Communicates with middle nasal


meatus

• Clinically, in adults the most


commonly affected sinuse
followed by the ethmoid cells,
the frontal sinus, and finally
the sphenoidal sinus.

http://www.fulspecialista.hu/en/nose/maxillary-sinusitis
Copyright © 2005, Mosby, Inc.
Frontal Sinuses
• Second largest sinuses
– 2 – 2.5 cm

• Normally:
– Between tables of vertical
plate in frontal bone
– Can extend beyond frontal
bone inot the orbital
plates

• Rarely symmetrical

• Number varies
(occassionally absent)

• Drain into middle nasal


meatus
Copyright © 2005, Mosby, Inc.
Osteomeatal complex – coronal view
• Pathways of communication
– Frontal, ethmoid and
maxillary

• 2 key passageways
– Infundibulum
– Middle nasal meatus
Rhinosinusitis
• Sebagian besar sinusitis akut, terjadi sekunder karena:
 common cold;
 influenza;
 measles, whooping cough, etc.

• Pada 10% kasus infeksi berasal dari gigi:


 Abses apikal,
 Cabut gigi.

• Organisme penyebab umumnya: Streptococcus pneumoniae,


Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis. Pada infeksi gigi,
bakteri anaerob dapat ditemukan.
Tatalaksana Rhinosinusitis
• Tujuan:
– Mempercepat penyembuhan
– Mencegah komplikasi
– Mencegah perubahan menjadi kronik
• Prinsip:
– Membuka sumbatan di kompleks osteomeatal (KOM) → drainasi & ventilasi pulih
• Farmakologi:
– Antibiotik jika disebabkan oleh bakteri
– Dekongestan
– Lain-lain: analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, NaCl
– Saline irrigation — Mechanical irrigation with buffered, physiologic, or hypertonic saline
may reduce the need for pain medication and improve overall patient comfort,
particularly in patients with frequent sinus infections.
• Operasi
– untuk sinusitis kronik yang tidak membaik, sinusitis disertai kista atau kelainan
ireversibel, polip ekstensif, komplikasi (kelainan orbita, intrakranial, osteomielitis,
kelainan paru), sinusitis jamur.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


ILMU
KEDOKTERAN
K O M U N I TA S
DAN
FORENSIK
311.
Seorang dokter bekerja di desa A dengan kasus leptospirosis
tinggi bila dibandingkan dengan desa tetangga. Dokter
tersebut mengira hal tersebut dikarenakan terdapat sistem
pembuangan sampah dengan cepat dan harga yang murah di
desa tetangga tersebut. Dokter ingin menganalisis adakah
korelasi antara kasus leptospirosis dengan adanya sistem
pembuangan tersebut. Apa metode penelitian yg bs
digunakan?
A. Cohort retrospektif
B. Case control
C. Experimental
D. Cross sectional
E. Cohort prospective
Analisis Soal
• Pada soal ini hanya ingin diteliti mengenai korelasi,
bukan hubungan sebab akibat, penelitian yang
meneliti adakah hubungan/asosiasi/korelasi antara
dua variabel adalah cross sectional
DESAIN PENELITIAN

STUDY
DESIGNS

Analytical Descriptive

Case report (E.g. Cholera)

Case series
Observational Experimental
Cross-sectional

1. Cross-sectional Clinical trial (parc vs. aspirin


in Foresterhill)
2. Cohort
3. Case-control Field trial (preventive
programmes )
4. Ecological
DESAIN PENELITIAN
Case report

Case series
Deskriptif
Memberi deskripsi Studi ekologi
tentang kejadian
penyakit
Cross
Desain studi
sectional

Observasional Hanya melakukan pengamatan

Analitik
Memberikan perlakuan kepada
Mencari hubungan antara Eksperimental subyek penelitian (misalnya obat)
suatu pajanan dengan
penyakit
Desain Penelitian Analitik
Prinsip Desain Studi Analitik
Observasional
Cross-sectional
• Pajanan/ faktor risiko dan outcome dinilai dalam waktu yang
bersamaan.

Cohort study
• Individu dengan pajanan/ faktor risiko diketahui, diikuti
sampai waktu tertentu, kemudian dinilai apakah outcome
terjadi atau tidak.

Case-control study
• Individu dengan outcome diketahui, kemudian digali riwayat
masa lalunya apakah memiliki pajanan/ faktor risiko atau
tidak.
Prinsip Desain Studi Analitik
Observasional
PAST PRESENT FUTURE
Time
Assess exposure
Cross -sectional study and outcome

Assess Known
Case -control study exposure outcome

Known Assess
Prospective cohort exposure outcome

Known Assess
Retrospective cohort exposure outcome
312.
Seorang dokter melakukan pemeriksaan pada karyawan
perusahaan A. Dari hasil pemeriksaan ditemukan pada
seluruh karyawan didapatkan 5 kasus epilepsi, 3 kasus
hipertensi, dan 2 migraine. Kemudian dokter
memutuskan untuk melaporkan pada atasan. Hal yang
dilakukan dokter ini adalah
A. Salah karena tidak meminta persetujuan pasien
B. Salah karena memberitahukan rahasia pasien
C. Benar karena penyakit mengancam jiwa
D. Benar karena mengikuti aturan dokter perusahaan
E. Salah karena melanggar autonomi pasien
Analisis Soal
• Pada soal dikatakan adanya dokter perusahaan
yang melaporkan hasil pemeriksaan kepada atasan,
hal ini benar sesuai dengan aturan peraturan
dokter perusahaan
• Berdasarkan etika kesehatan kerja, dokter dapat
melaporkan hasil pemeriksaan kepada pihak
manajemen yang berupa apakah individu tersebut
layak bekerja atau tidak tanpa menyebut rincian
diagnosis klinis individu tersebut
TUJUAN PELAYANAN KESEHATAN
KERJA
• Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam penyesuaian
diri baik fisik maupun mental, terutama dalam penyesuaian
pekerjaan dengan tenaga kerja

• Melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan kesehatan


yang timbul dari pekerjaan atau lingkungan kerja

• Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan


kemampuan fisik tenaga kerja

• Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi


tenaga kerja yang menderita sakit.
Etika Kesehatan Kerja
• Ketentuan etika bagi dokter perusahaan:
• Dokter perusahaan adalah profesi mandiri yang menjadi penasihat
perusahaan
• Rekam medis harus dirahasiakan oleh petugas kesehatan dan
pasien perorangan
• Rekam medis harus disimpan secara aman dan terkunci di klinik
perusahaan
• Sertifikat layak kerja atau tidak layak kerja yang diterbitkan untuk
manajemen tidak boleh mengandung rincian pemeriksaan medis,
kecuali terdapat persetujuan tertulis dari pekerja yang bersangkutan
• Hasil uji monitoring biologi harus dijelaskan kepada pekerja secara
perseorangan, namun hasil pemeriksaan secara kelompok boleh
diberikan pada manajemen dan serikat pekerja, tanpa nama pekerja
yang bersangkutan
• Tanggung jawab dokter kepada pekerja yang terpajan bahaya lebih
tinggi daripada perhatian manajemen mengenai kepentingan
komersial
• Penelitian yang dilakukan harus atas persetujuan pekerja secara
perseorangan, tidak bisa berdasarkan persetujuan manajemen atau
serikat pekerja
Harrington JM, Gill FS. Kesehatan Kerja. Edisi 3. 2005.
Kategori Pekerja berdasarkan Tes Kesehatan
• Fit to work
• Pekerja memenuhi persyaratan untuk melakukan pekerjaan dalam jabatannya tanpa
menderita penyakit kronik dan/atau mempunyai risiko terhadap kesehatannya.
• Fit with medical note, meliputi:
• Fit dengan akomodasi pekerjaan/modifikasi pekerjaan
• Risiko rendah: mempunyai penyakit kronik dengan risiko terjadi gangguan kesehatan,
tetapi terkontrol pengobatan
• Risiko menengah: mempunyai penyakit kronik dengan risiko terjadi gangguan
kesehatan yang belum terkontrol
• Temporary unfit, meliputi:
• Risiko tinggi untuk kemungkinan dilakukan evaluasi medis
• Penyakit menular yang bersifat airborne, waterborne, atau foodborne
• Membahayakan diri sendiri dan/atau orang lain karena tidak mampu mengikuti
proses evakuasi di tempat kerja
Pegawai yang termasuk golongan 3 diberi kesempatan berobat selama 1 tahun dengan
evaluasi tiap 3 bulan, jika hingga 1 tahun tidak perbaikan  termasuk kategori unfit.
• Unfit
• Tidak memenuhi persyaratan untuk melakukan pekerjaan sesuai jabatannya.
313.
Sistem BPJS memiliki berbagai tipe keanggotaan yang
terbagi berdasarkan bagaimana seseorang tersebut
terdaftar dalam kepesertaan. Setiap peserta juga akan
mendapat layanan sesuai kelas haknya masing-masing.
Berikut ini yang termasuk kedalam golongan penerima
bantuan iuran adalah?
A. TNI
B. polri
C. PNS
D. swasta
E. pekerja kontrak <6 bulan
Analisis Soal
• Pada soal, pilihan TNI, Polri dan PNS akan masuk
golongan pegawai penerima upah oleh pemerintah
dan begitu pula D sebagai pegawai swasta yang
merupakan pegawai penerima upah
• Pilihan A-D tidak memungkinkan menjadi PBI,
sehingga yang mungkin hanya yang E
• Akan tetapi golongan PBI harus ditetapkan
berdasarkan rumah tempat tinggal, pendidikan,
harta simpanan dan syarat-syarat lainnya sebelum
seseorang dapat ditetapkan tergolong dalam PBI.
KEPESERTAAN BPJS KESEHATAN
PESERTA PBI
• Penerima Bantuan Iuran (PBI) adalah peserta
Jaminan Kesehatan bagi fakir miskin dan orang
tidak mampu sebagaimana diamanatkan UU SJSN
yang iurannya dibayari Pemerintah sebagai peserta
program Jaminan Kesehatan. Peserta PBI adalah
fakir miskin yang ditetapkan oleh Pemerintah dan
diatur melalui Peraturan Pemerintah.

http://www.jkn.kemkes.go.id/detailfaq.php?id=9
Siapa Yang Dianggap Miskin dan Tidak
Mampu? (9 dari 14 harus dipenuhi)
• Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang
• Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan
• Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/ rumbia/ kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.
• Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan rumah tangga lain.
• Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
• Sumber air minum berasal dari sumur/ mata air tidak terlindung/ sungai/ air hujan.
• Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/ arang/ minyak tanah
• Hanya mengkonsumsi daging/ susu/ ayam dalam satu kali seminggu.
• Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun
• Hanya sanggup makan sebanyak satu/ dua kali dalam sehari
• Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/ poliklinik
• Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500m2, buruh tani, nelayan, buruh
bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan
• Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/ tidak tamat SD/ tamat SD.
• Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,- seperti sepeda motor kredit/ non
kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.

http://www.pasienbpjs.com/2016/04/cara-menjadi-peserta-bpjs-pbi.html
314.
Di sebuah sekolah menengah atas terjadi kehebohan. Di
gudang penyimpanan olahraga terdapat karung besar berisi
mayat perempuan tak dikenal. Pada jenazah terdapat banyak
luka, tapi jenazah meninggal dicurigai karena tertusuk benda
tajam ke jantung, dengan kedalaman luka 12 cm lebar 4 cm.
Alat tajam yg paling tidak mungkin menyebabkan luka
tersebut di bawah ini adalah?
A. lebar 5 cm panjang 12 cm
B. lebar 3 cm panjang 16 cm
C. lebar 4 cm panjang 7 cm
D. lebar 4 cm panjang 10 cm
E. lebar 4 cm panjang 14 cm
Analisis Soal
Pada soal didapatkan luka tusuk / vulnus punctum karena
kedalaman luka melebihi lebar luka

Senjata yang mengakibatkan luka tusuk memiliki lebar


maksimal sama dengan lebar luka, senjata dapat memiliki
lebar lebih kecil karena pelaku dapat mengoyak luka pada
tubuh korban dengan senjatanya, membuat luka lebih lebar
Panjang senjata pada luka tusuk dapat lebih panjang atau
lebih pendek dari dalam luka, tergantung dari kekuatan
tusukan dari pelaku kejahatan. Sangat mungkin kerusakan
lebih dalam dari panjang senjata karena jaringan tubuh
manusia bersifat lunak

Jadi dipilih A, karena tidak mungkin lebih lebar senjatanya


dari lebar luka
Perlukaan akibat kekerasan
Pelbagai jenis kekerasan
o Kekerasan bersifat mekanik
• Kekerasan tumpul
• Kekerasan tajam
• Tembakan senjata api

o Kekerasan bersifat alam


• Luka akibat api
• Luka akibat listrik

o Kekerasan bersifat kimiawi


• Luka akibat asam keras
• Luka akibat basa kuat
Luka Akibat Kekerasan Tumpul
• Luka memar: Tampak sebagai bercak, biasanya
berbentuk bulat/lonjong. Luka memar yang baru terjadi
tampak sebagai bercak biru kemerahan dan agak
menimbul. Proses penyembuhan menyebabkan warna
bercak berubah menjadi kebiruan, kehijauan,
kecoklatan, kekuningan dan akhirnya hilang saat terjadi
penyembuhan sempurna dalam 7-10 hari.

• Luka robek: Luka terbuka tepi tidak rata, pada salah


satu sisi dapat ditemukan jejas berupa luka lecet tekan.
Luka Akibat Kekerasan Tumpul
• Luka lecet tekan: Tampak sebagai
bagian kulit yang sedikit
mencekung, berwarna kecoklatan.
Bentuknya memberikan gambaran
bentuk benda penyebab luka.

• Luka lecet geser: Bagian yang


pertama bergeser memberikan
batas yang lebih rata, dan saat
benda tumpul meningalkan kulit
yang tergeser berbatas tidak rata.
Tampak goresan epidermis yang
berjalan sejajar.
Luka Akibat Kekerasan Tajam
• Luka tusuk: Akibat kekerasan tajam yang mengenai kulit dengan
arah kekerasan tegak terhadap permukaan kulit. Tepi luka rata.
• Lebar luka menggambarkan lebar pisau yang digunakan.
• Karena elastisitas kulit, dalamnya luka tidak menggambarkan
panjangnya pisau

• Luka sayat: Akibat kekerasan tajam yang bergerak k.l sejajar


dengan permukaan kulit. Panjang luka jauh melebihi dalamnya
luka.

• Luka bacok: Akibat kekerasan tajam dengan bagian “mata”


senjata yang mengenai kulit dengan arah tegak. Kedua sudut luka
lancip dengan luka yang cukup dalam.
315.
Sebuah Penelitian dilakukan untuk membandingkan
efektivitas manajemen obat anti hipertensi terbaru
golongan calcium channel blocker bernama Acardipine,
sebelum dan setelah 2 jam diberikan terapi pada
individu yang sama.
Maka uji hipotesis yang dilakukan pada penelitian ini
adalah
a. Freedom T Test
b. Student T Test
c. Independent T test
d. Paired T Test
e. One Sample T Test
Analisis Soal
• Pada soal ingin didapatkan perbandingan kadar
tekanan darah sebelum dan sesudah pemakaian
obat jadi jawabannya adalah Paired T Test
• Freedom T test tidak ada
• Student T test adalah nama panjang dari T test,
yaitu sebuah uji membandingkan rata-rata antara
dua kategori
• One sample T test menggunakan satu nilai rata-rata
yang dibandingkan dengan nilai rata-rata klaim
sebelumnya.
TABEL UJI HIPOTESIS
VARIABEL
U J I S TAT I S T I K U J I A LT E R N AT I F
INDEPENDEN DEPENDEN

Fisher (digunakan untuk tabel


Kategorik Kategorik Chi square 2x2)*
Kolmogorov-Smirnov
(digunakan untuk tabel bxk)*

Kategorik T-test independen Mann-Whitney**


Numerik
(2 kategori)
T-test berpasangan Wilcoxon**

One Way Anova (tdk


Kruskal Wallis**
Kategorik berpasangan)
Numerik
(>2 kategori) Repeated Anova
Friedman**
(berpasangan)
Numerik Numerik Korelasi Pearson Korelasi Spearman**
Regresi Linier
Keterangan:
* : Digunakan bila persyaratan untuk uji chi square tidak terpenuhi
**: Digunakan bila distribusi data numerik tidak normal
Langkah Menentukan Uji
Statistik
• Tentukan sifat variabel yang diuji (numerik atau kategorik)

• Bila ada variabel yang bersifat numerik, tentukan apakah


variabel tersebut terdistribusi normal atau tidak. Atau bila
kedua variabel bersifat kategorik, tentukan apakah
memenuhi persyaratan uji chi square. Untuk mengerjakan
soal UKDI, bila tidak disebutkan, maka diasumsikan bahwa
variabel tersebut terdistribusi normal atau memenuhi
persyaratan chi square.

• Lihat tabel untuk menentukan uji hipotesis apa yang sesuai.


Uji Parametrik (2 kategorik VS numerik)

• z-test is a statistical test to help determine the probability that new data will be near the
point for which a score was calculated.
• A z-score is calculated with population parameters such as “population mean” and
“population standard deviation” and is used to validate a hypothesis that the sample drawn
belongs to the same population.
• A t-test is used when the population parameters (population mean and population
standard deviation) are not known.
316.
Di daerah Sukamaja, terdapat angka kelahiran sebanyak 290
jiwa, diantara semua kelahiran tersebut terdapat 110 bayi
meninggal saat lahir dan 30 sebelum usia 1 tahun. Sementara,
ibu yg meninggal saat hamil 9 orang, ibu yg meninggal saat
melahirkan 16 orang, ibu yang meninggal saat nifas 7 orang,
dan ibu dengan anak usia sekolah 12 orang.
Berapakah angka kematian ibu per 100.000 kelahiran?
A. 32/180
B. 32/290
C. 44/180
D. 110/290
E. 140/290
Analisis Soal
• Angka kematian ibu adalah:

jumlah kematian ibu (hamil sampai nifas)


X100.000
jumlah kelahiran hidup

• Jadi (9 saat hamil + 16 saat meninggal + 7 saat


nifas)/(290 – 110 kasus bayi meninggal)
• Hasilnya 32/180 x 100.000
Ukuran Mortalitas Penyakit
Ukuran Definisi
Crude death rate/ angka angka kematian kasar atau jumlah seluruh kematian selama
kematian kasar satu tahun dibagi jumlah penduduk pada pertengahan tahun.

Case fatality rate persentase angka kematian oleh sebab penyakit tertentu,
untuk menentukan kegawatan/ keganasan penyakit tersebut.
Rumus: jumlah kematian/jumlah seluruh kasus x 100%.

Angka kematian ibu jumlah kematian ibu oleh sebab kehamilan/ melahirkan/ nifas
(sampai 42 hari post partum) per 100.000 kelahiran hidup.
Rumus: jumlah kematian ibu/jumlah kelahiran hidup x 100.000

Angka kematian bayi jumlah kematian bayi (umur <1tahun) per 1000 kelahiran
hidup. Rumus: jumlah kematian bayi/jumlah kelahiran hidup x
1000
ANGKA KEMATIAN IBU (AKI)/
MATERNAL MORTALITY RATE (MMR)
DEFINISI
• Banyaknya kematian perempuan pada saat hamil
atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan
tanpa memandang lama dan tempat persalinan,
yang disebabkan karena kehamilannya atau
pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab
lain, per 100.000 kelahiran hidup.
Angka Kematian Ibu
Misalnya:
• Angka Kematian Ibu atau Maternal Mortality Ratio
(MMR) di Indonesia untuk periode tahun 1998 -
2002, adalah sebesar 307.
• Artinya terdapat 307 kematian ibu yang disebabkan
karena kehamilan, persalinan sampai 42 hari
setelah melahirkan pada periode tersebut per
100.000 kelahiran hidup.
317.
Mahasiswa kedokteran sedang mengembangkan rapid
test untuk mendeteksi dengue. Untuk sampel terdapat
800 penderita dengue dan 1000 orang bukan penderita
dengue. Setelah dilakukan rapid test, diperoleh hasil 400
positif pada penderita dengue dan 200 positif pada
bukan penderita dengue. Apakah hasil yang diperoleh
pada 200 orang tersebut?
A. False negative
B. True negatif
C. False positif
D. True positif
E. Reaktif
Analisis

Gold Std (+) Gold Std (-)


Test (+) 400 200
Test (-) 400 800

• Dalam soal didapatkan ada 200 orang yang


didiagnosa positif padahal bukan penderita dengue
• Jadi kasus ini adalah false positive
UJI DIAGNOSTIK
SAKIT (+) SAKIT (-)
HASIL TEST (+) True Positive (TP) False Positive (FP)
HASIL TEST (-) False Negative (FN) True Negative (TN)

SENSITIVITAS =
Kemampuan tes untuk
mendeteksi orang yang sakit
TP
dengan benar. TP+FN
Kemampuan tes untuk TN
S P E S I F I S I TA S = mendeteksi orang yang tidak
sakit dengan benar. FP+TN
Kemampuan tes untuk TP + TN
AKURASI = mendeteksi dengan benar
dari seluruh populasi. Total
UJI DIAGNOSTIK
SAKIT (+) SAKIT (-)

HASIL TEST (+) True Positive (TP) False Positive (FP)

HASIL TEST (-) False Negative (FN) True Negative (TN)

POSITIVE Persentase pasien TP


PREDICTIVE VALUE dengan hasil test (+)
= yang benar-benar sakit TP+FP

NEGATIVE Persentase pasien


TN
PREDICTIVE VALUE dengan hasil test(-) yang
= benar-benar tidak sakit FN+TN
318.
Seorang wanita 17 tahun terlambat haid pasca berhubungan
seksual dengan pacarnya bulan lalu. Ia takut jika
memeriksakan diri akan ketahuan hamil. Ia datang ke dokter
puskesmas diperiksa dan dinyatakan hamil 8 minggu. Pasien
menjadi ketakutan dan minta saran terbaik kepada dokter.
Apa layanan yang saat ini dapat diberikan kepada pasien
tersebut?
A. Aborsi Laten
B. Aborsi Elektif
C. Konseling remaja
D. KIA
E. Misoprostol intravaginal
Analisis Soal
• Pada soal didapatkan seorang perempuan yang
sudah hamil. Tidak ada indikasi aborsi seperti
kandungan yang membahayakan nyawa ibu atau
keadaan janin yang tidak dapat hidup di luar
kandungan, sehingga tidak boleh dilakukan aborsi,
sehingga yang dapat diberikan adalah konsultasi
ibu anak (KIA)
• Konseling remaja lebih kearah masalah atau
gangguan pada perilaku remaja, bukan mengenai
kehamilan
ABORTUS PROVOKATUS
• Abortus menurut pengertian kedokteran terbagi
dalam:
• Abortus spontan
• Abortus provokatus, yang terbagi lagi ke dalam: Abortus
provokatus terapeutikus & Abortus provokatus
kriminalis

• Abortus provokatus kriminalis sajalah yang


termasuk ke dalam lingkup pengertian
pengguguran kandungan menurut hukum.
Abortus buatan (provokatus), jika ditinjau dari aspek hukum
dapat digolongkan ke dalam dua golongan yakni :
• Abortus buatan legal
• Yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan menurut syarat
dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang. Populer
juga disebut dengan abortus provocatus therapcutius/
medisinalis, karena alasan yang sangat mendasar untuk
melakukannya adalah untuk menyelamatkan
nyawa/menyembuhkan si ibu.
• Abortus buatan ilegal
• Yaitu pengguguran kandungan yang tujuannya selain dari pada
untuk menyelamatkan/ menyembuhkan si ibu, dilakukan oleh
tenaga yang tidak kompeten serta tidak memenuhi syarat dan
cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang. Abortus
golongan ini sering juga disebut dengan abortus provocatus
criminalis, karena di dalamnya mengandung unsur kriminal atau
kejahatan.
Idries A.M. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Penerbit
Binarupa Aksara. 1997
Indikasi Medis Abortus Provocatus
• Abortus yang mengancam (threatened • Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang
abortion) disertai dengan perdarahan mengandung, misalnya penyakit
yang terus menerus, atau jika janin telah jantung organik dengan kegagalan
meninggal (missed abortion). jantung, hipertensi, nephritis, tuberkulo
sis paru aktif, toksemia gravidarum yang
• Mola Hidatidosa
berat.
• Infeksi uterus akibat tindakan abortus
• Penyakit-penyakit metabolik,
kriminalis.
misalnya diabetes yang tidak terkontrol
• Penyakit keganasan pada saluran jalan yang disertaikomplikasi
lahir, misalnya kanker serviks atau jika vaskuler, hipertiroid, dan lain-lain.
dengan adanya kehamilan akan
• Epilepsi yang luas dan berat.
menghalangi pengobatan untuk
penyakit keganasan lainnya pada tubuh • Hiperemesis gravidarum yang berat
seperti kanker payudara. dengan chorea gravidarum.
• Prolaps uterus gravid yang tidak bisa • Gangguan jiwa, disertai dengan
diatasi. kecenderungan untuk bunuh diri. Pada
kasus seperti ini, sebelum melakukan
• Telah berulang kali mengalami operasi
tindakan abortus harus dikonsultasikan
caesar.
dengan psikiater.
319.
Seorang dokter melakukan penelitian hubungan faktor resiko yang berperan dalam
meningkatkan penyakit TB Paru di suatu daerah, di suatu daerah. Didapatkan data
di bawah ini:
Faktor Resiko OR
Malnutrisi 0.9
Merokok 2.1
Status DM 0.2
Status HIV 1.0
Usia 0.5
Dari data di atas mana faktor yang paling berperan meningkatkan resiko TB?
A. Malnutrisi
B. Merokok
C. DM
D. HIV
E. Usia
Analisis soal
• Pada soal di atas OR terbesar adalah merokok,
dengan nilai 2.1, jadi yang paling berperan adalah
merokok

Faktor Resiko OR
Malnutrisi 0.9
Merokok 2.1
Status DM 0.2
Status HIV 1.0
Usia 0.5
Interpretasi RR/OR/PR

RR/OR/PR= 1 menunjukkan tidak ada hubungan antara paparan


dengan outcome.

RR/OR/PR lebih dari 1 menunjukkan asosiasi positif (semakin tinggi


paparan, semakin tinggi risiko mengalami penyakit)  paparan
yang diteliti merupakan FAKTOR RISIKO suatu penyakit.

RR/OR/PR kurang dari 1 menunjukkan bahwa paparan bersifat


protektif terhadap terjadinya outcome(semakin tinggi paparan,
semakin rendah risiko mengalami penyakit)  paparan yang diteliti
merupakan FAKTOR PROTEKTIF terjadinya suatu penyakit.
INTERPRETASI OR DAN NILAI P
• Pertama, lihat dahulu nilai P-nya.
• Jika nilai p<0,05, maka dapat disimpulkan bahwa variabel
independen berhubungan dengan variabel dependennya.
• Jika nilai p>0,05, maka dapat disimpulkan bahwa variabel
independen tidak berhubungan dengan variabel
dependennya.

• Lalu lihat OR-nya.


• Jika OR >1, maka variabel independennya merupakan faktor
risiko.
• Jika OR <1, maka variabel independennya merupakan faktor
protektif.
• Jika OR =1, maka variabel independennya tidak berhubungan.
Analisis OR dan 95% CI
• Pertama-tama, yang dilihat adalah OR dan 95% confidence intervalnya. Sebagai contoh, OR
gado-gado adalah 20 (95% CI=0,4-25). Secara sederhana, hal ini artinya OR gado-gado
untuk menyebabkan diare adalah 20. Bila penelitian yang sama diulang 95 kali lagi, maka
hasil ORnya mungkin tidak tepat sama yaitu 20, tetapi ORnya pasti dalam rentang 0,4-25.

• Ingat bahwa OR>1 merupakan faktor risiko, OR<1 merupakan faktor protektif, dan OR=1
menunjukkan variabel yang diteliti tidak memiliki hubungan. Maka pada gado-gado,
karena ORnya berada dalam rentang <1 sampai >1, maka gado-gado tidak jelas
hubungannya dengan diare (apakah gado-gado adalah faktor risiko, protektif, tidak
berhubungan?).

• Hal yang sama juga didapatkan pada OR (95% CI) chicken katsu. OR chicken katsu adalah 5,
tapi 95%CInya menunjukkan rentang <1 sampai >1, maka chicken katsu tidak dapat
disimpulkan sebagai penyebab diare.

• Hal berbeda pada nasi goreng, didapatkan OR 1,5 (95% CI 1,4-2,0). Dari nilai OR dan 95%
CInya yang lebih dari 1, maka jelas bahwa nasi goreng lah penyebab diarenya.
320.
Seorang laki laki datang dengan luka bakar akibat asam di
tangan kanan, laki-laki tersebut ditemani polisi yang
membawa SPV. Dokter melakukan penanganan
sementara dan pasien dikatakan perlu kontrol hingga 7
hari kemudian untuk melihat respons pengobatan.
Apa dokumen yang diberikan kepada polisi di hari ke 7
tersebut?
A. Visum et repertum sementara
B. Visum et repertum tetap
C. Visum et repertum lanjutan
D. Surat keterangan
E. surat sakit
Analisis soal
• Pada kasus ini terdapat luka yang perlu perawatan
lanjutan untuk melihat hasil pengobatan, jadi
dibuat VeR sementara baru setelah hasil
pengobatan keluar dibuat VeR lanjutan
• Jadi yang diberikan ke polisi hari ke 7 adalah VeR
lanjutan
VISUM ET REPERTUM
• Aspek medis: visum et repertum dibuat
berdasarkan penilaian dokter mengenai kondisi
klinis pasien (dalam hal ini korban), dapat
berdasarkan pemeriksaan langsung atau
berdasarkan pemeriksaan yang tercatat di rekam
medis.

• Aspek hukum: merupakan pelayanan kedokteran


yang dilakukan untuk kepentingan hukum, dan
dibuat berdasarkan peraturan perundangan yang
berlaku.
Siapa Yang Berhak Membuat VER?
• Dalam pasal 133 KUHAP disebutkan: penyidik berwenang
untuk mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.

• Sebenarnya boleh saja seorang dokter yang bukan dokter


spesialis forensik membuat dan mengeluarkan visum et
repertum.

• Tetapi, di dalam penjelasan pasal 133 KUHAP dikatakan


bahwa keterangan ahli yang diberikan oleh dokter spesialis
forensik merupakan keterangan ahli, sedangkan yang dibuat
oleh dokter selain spesialis forensik disebut keterangan.
Visum et
Repertum

Antemortem Postmortem

Visum Pemeriksaan Pemeriksaan


sementara luar dalam (Otopsi)

Otopsi
Visum definitif anatomis

Visum lanjutan Otopsi klinis

Otopsi forensik
Jenis Visum et Repertum Korban Hidup

• Visum et repertum biasa/tetap. Visum et repertum ini


diberikan kepada pihak peminta (penyidik) untuk korban
yang tidak memerlukan perawatan lebih lanjut.

• Visum et repertum sementara. Visum et


repertum sementara diberikan apabila korban memerlukan
perawatan lebih lanjut karena belum dapat membuat
diagnosis dan derajat lukanya. Apabila sembuh
dibuatkan visum et repertum lanjutan.

• Visum et repertum lanjutan. Dalam hal ini korban tidak


memerlukan perawatan lebih lanjut karena sudah sembuh,
pindah dirawat dokter lain, atau meninggal dunia.
321.
Seorang laki-laki ditemukan tewas di sebuah gudang.
Mayat tampak pucat. Pada pemeriksaan luar ditemukan
luka tepi rata, ujung lancip, tanpa jembatan jaringan di
dada kiri dengan panjang 15cm dan terdapat patah
tulang iga.
Apakah kemungkinan senjata yang dipakai dari jenis
lukanya?
A. RPG
B. Riot Gun
C. Katana
D. Chainsaw
E. Nunchaku
Analisis soal
• Pada soal di atas terdapat kekerasan tajam karena
tepi rata dengan ujung lancip tanpa jembatan
jaringan, kemungkinan adalah luka bacok karena
menyebabkan patah tulang iga
• Dari senjata di atas yang bisa membuat luka bacok
dengan tepi rata hanya katana
• Chainsaw akan menyebabkan luka dengan tepi
yang tidak rata
• RPG (Roket Peluncur Granat) Akan menyebabkan
tubuh manusia hancur berkeping-keping
Analisis Soal
• Riot Shotgun akan
menyebabkan luka tembak
ballistic shotgun, berupa
luka tembak multiple akibat
sharpnel peluru shotgun
yang menyebar
• Nunchaku akan Luka Tembak Shotgun
menyebabkan kekerasan
tumpul berupa luka memar
Luka Akibat Kekerasan Tajam
• Luka tusuk: Akibat kekerasan tajam yang mengenai kulit dengan
arah kekerasan tegak terhadap permukaan kulit. Tepi luka rata.
• Lebar luka menggambarkan lebar pisau yang digunakan.
• Karena elastisitas kulit, dalamnya luka tidak menggambarkan
panjangnya pisau

• Luka sayat: Akibat kekerasan tajam yang bergerak k.l sejajar


dengan permukaan kulit. Panjang luka jauh melebihi dalamnya
luka.

• Luka bacok: Akibat kekerasan tajam dengan bagian “mata”


senjata yang mengenai kulit dengan arah tegak. Kedua sudut luka
lancip dengan luka yang cukup dalam.
Senjata

RPG Riot Shotgun

Nunchaku

Katana Chainsaw
322.
Dilakukan suatu pemeriksaan kesehatan dan rokok pada
suatu perusahaan. Didapatkan 40% pegawai merokok
dan tidak terdapat keluhan serta tidak ingin mengubah
kebiasaannya.
Menurut teori perubahan perilaku, 40% orang tersebut
termasuk dalam tahap apakah?
A. Action
B. Maintenance
C. Contemplation
D. Pre contemplation
E. Evaluation
Analisis Soal
• Pada 40% ini terdapat niat yang sama sekali tidak
ada keinginan berhenti merokok, sehingga masuk
ke tahap precontemplation
• Penjelasan tahap lainnya di slide berikutnya
INSIDENS KESELAMATAN PASIEN
Pasien tidak
cedera
NEAR MISS

Medical
Error
PREVENTABLE
• Kesalahan nakes
Pasien cedera ADVERSE MALPRAKTIK
• Dapat dicegah
• Karena berbuat (commission) EVENT
• Karena tdk berbuat
(ommision)
Acceptable
Risk

Process of UNPREVENTABLE Unforseeable


care Pasien cedera Risk
(Non error) ADVERSE EVENT
Complication
of Disease
323.
Dokter ingin melakukan penelitian mengenai merokok
dengan kejadian TB di suatu daerah, kemudian dia
membaca penelitian seorang professor mengenai
persebaran data penduduk yang merokok dan
menderita TB di wilayah C.
Apa jenis penelitian yang dilakukan oleh professor?
A. Deskriptif
B. Analitik
C. Deskriptif analitik
D. Eksperimental
E. Case Report
Analisis Soal
• Pada soal dikatakan penelitian hanya dilakukan
berupa persebaran data penduduk yang merokok
dan menderita TB, sehingga ini adalah deskriptif
saja, karena tidak ada analisis statistik yang
digunakan.
• Case report bila melaporkan satu kasus tertentu,
bila multipel dinamakan serial case report
DESAIN PENELITIAN
Secara umum dibagi menjadi 2:
• DESKRIPTIF: memberi gambaran distribusi dan
frekuensi penyakit saja. Misalnya prevalensi DM
tipe 2 di DKI Jakarta, 10 penyakit terbanyak di
Puskesmas X.

• ANALITIK: mencari hubungan antara paparan


dengan penyakit. Misalnya penelitian hubungan
antara obesitas dengan DM tipe 2.
DESAIN PENELITIAN

STUDY
DESIGNS

Analytical Descriptive

Case report (E.g. Cholera)

Case series
Observational Experimental
Cross-sectional

1. Cross-sectional Clinical trial (parc vs. aspirin


in Foresterhill)
2. Cohort
3. Case-control Field trial (preventive
programmes )
4. Ecological
DESAIN PENELITIAN
Case report

Case series
Deskriptif
Memberi deskripsi Studi ekologi
tentang kejadian
penyakit
Cross
Desain studi
sectional

Observasional Hanya melakukan pengamatan

Analitik
Memberikan perlakuan kepada
Mencari hubungan antara Eksperimental subyek penelitian (misalnya obat)
suatu pajanan dengan
penyakit
Desain Penelitian Analitik
324.
Seorang pasien datang dengan ulkus DM, saat dibawa ke
IGD, tampak pasien demam tinggi, somnolen, dengan
tekanan darah 90/60. Dokter menduga sudah ada tanda
sepsis dan dokter menyarankan amputasi, namun
sayangnya keluarga menolak.
Apakah prinsip yang diutamakan dokter ketika
memberikan saran tersebut ?
A. Justice
B. Beneficience
C. Autonomy
D. Non maleficence
E. Audacity
Analisis Soal
• Pada soal dikatakan adanya ulkus DM yang
menyebabkan sepsis dan dokter menyarankan
amputasi demi menyelamatkan nyawa pasien.
Sehingga tindakan ini termasuk non maleficience
(do no harm)
• Beneficience bukan dalam kasus life saving, lebih ke
arah untuk memberikan kualitas hidup yang lebih
baik bagi pasien
• Audacity tidak termasuk dalam kaidah dasar moral
maupun turunannya
KAIDAH DASAR MORAL

Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.
Berbuat baik (beneficence) Tidak berbuat yang merugikan
(nonmaleficence)
• Selain menghormati martabat manusia,
dokter juga harus mengusahakan agar • Praktik Kedokteran haruslah memilih
pasien yang dirawatnya terjaga keadaan pengobatan yang paling kecil risikonya dan
kesehatannya (patient welfare). paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno:
• Pengertian ”berbuat baik” diartikan first, do no harm, tetap berlaku dan harus
bersikap ramah atau menolong, lebih diikuti.
dari sekedar memenuhi kewajiban.
Keadilan (justice)
Menghormati martabat manusia (respect
for person) / Autonomy • Perbedaan kedudukan sosial, tingkat
ekonomi, pandangan politik, agama dan
faham kepercayaan, kebangsaan dan
• Setiap individu (pasien) harus kewarganegaraan, status perkawinan,
serta perbedaan jender tidak boleh dan
diperlakukan sebagai manusia yang tidak dapat mengubah sikap dokter
memiliki otonomi (hak untuk menentukan terhadap pasiennya.
nasib diri sendiri), • Tidak ada pertimbangan lain selain
• Setiap manusia yang otonominya kesehatan pasien yang menjadi perhatian
utama dokter.
berkurang atau hilang perlu mendapatkan
perlindungan. • Prinsip dasar ini juga mengakui adanya
kepentingan masyarakat sekitar pasien
yang harus dipertimbangkan
Beneficence
Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan
orang lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter
4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya
5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien)
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
16. Menerapkan golden rule principle
Beneficence (Berbuat baik)
• General beneficence
• Melindungi dan mempertahankan hak, mencegah terjadinya kerugian
• Menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain
• Specific beneficence
• Menolong orang cacat, menyelamatkan dari bahaya, mengutamakan kepentingan pasien
• Memandang pasien/ keluarga/ sesuatu tidak hanya sejauh menguntungkan dokter/ rumah
sakit/ pihak lain
• Maksimalisasi akibat baik
• Menjamin nilai pokok: “apa saja yang ada, pantas kita bersikap baik terhadapnya” (apalagi ada
yang hidup)
• Prinsip tindakan
• Berbuat baik kepada siapa pun, termasuk yang tidak kita kenal
• Pengorbanan diri demi melindungi dan menyelamatkan pasien
• “janji” atau wajib menyejahterakan pasien dan membuat diri terpecaya
• Contoh tindakan
• Dokter bersikap profesional, bersikap jujur, dan luhur pribadi (integrity); menghormati pasien,
peduli pada kesejahteraan pasien, kasih sayang, dedikatif mempertahankan kompetensi
pengetahuan dan keterampilan teknisnya
• Memilih keputusan terbaik pada pasien yang tidak otonom (kurang mampu memutuskan
bagi dirinya), misalnya anak, pasien dengan gangguan jiwa, pasien dalam kondisi gawat
Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian dokter
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
Non-Maleficence
• Sisi komplementer beneficence dari sudut pandang pasien: tidak boleh
berbuat jahat (evil) atau membuat derita (harm) pasien; minimalisasi akibat
buruk
• Primum non nocere: First do no harm
• Kewajiban dokter untuk menganut ini berdasarkan hal-hal:
• Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko hilangnya sesuatu yang
penting dan dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut
• Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
• Manfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya mengalami risiko minimal)
• Norma tunggal, isinya larangan
• Contoh tindakan:
• Tidak melakukan malpraktik etik, baik sengaja atau tidak; seperti dokter tidak
mempertahankan kemampuan ekspertisnya atau menganggap pasien sebagai
komoditi
• Menghentikan pengobatan yang sia-sia atau pengobatan luar biasa, yaitu
pengobatan yang tidak biasa diperoleh atau digunakan tanpa pengeluaran amat
banyak, nyeri berlebihan, atau ketidaknyamanan lainnya
• Juga membiarkan mati (letting die), bunuh diri dibantu dokter, euthanasia, sengaja
malpraktik etis
325.
DI kali Ciliwung, mendadak ditemukan jenazah bayi baru
lahir oleh seorang pemulung. Mayat bayi tersebut
dibawa ke polisi dan kemudian dibawa ke dokter forensik
untuk dilakukan autopsi, untuk melihat apakah bayi
tersebut pernah hidup di luar kandungan.
Bagaimana cara otopsi kepala yang tepat?
A. Open head
B. Insisi kepala
C. Open door
D. Teknik Banekke
E. Belah Duren
Analisis Soal
• Pada soal dikatakan bagaimana cara mengotopsi
kepala yang tepat, maka jawabannya adalah insisi
kepala, lalu tarik bagian kulit kepala ke dua arah
untuk mengekspos tulang tengkorak
• Teknik open head seperti membelah kepala
menjadi dua tidak dibenarkan
• Tidak ada istilah open door, teknik Banekke
ataupun teknik belah duren
Tahap Autopsy
Tindakan autopsy terdiri atas:
1. Y-Incision
2. Removal of Organs
3. Stomach Contents
4. Sample Collection
5. Head and Brain examination
6. Returning Organs and Conclusion
Y-incision digunakan untuk membuka rongga dada dan
mengakses organ seperti: heart, lungs, liver, stomach,
spleen etc.

http://www.exploreforensics.co.uk/performing-an-autopsy.html
Pemeriksaan Kepala
• Pemeriksaan kepala adalah tahap terakhir
• Pemeriksaan dimulai dengan membuat insisi
sepanjang kulit kepala dan menarik kulit ke arah
anterior dan posterior secara berlawanan untuk
mengekspos tulang tengkorak
• Tulang tengkorak dibuka untuk melihat bagian otak
dan mengambil sampel.

http://www.exploreforensics.co.uk/performing-an-autopsy.html
Teknik otopsi kepala
326.
Seorang peneliti ingin mengukur penggunaan sebuah obat PPI baru
bernama Toxoprazole untuk perbaikan gejala GERD. Variabel dependen
dari penelitian ini adalah GERD Score dari kedua grup antara Toxoprazole
dengan Pantoprazole.
Termasuk jenis data apakah variabel dependen dari penelitian ini?
A. Nominal
B. Ordinal
C. Interval
D. Ratio
E. Kategorikal
Analisa Soal
• Pada soal ini variabel dependen adalah GERD Score
yang merupakan hasil skoring tingkatan, jadi
jawabannya adalah ordinal
GERD-Q

• Common source: satu orang atau sekelompok


orang tertular penyakit dari satu sumber yang
sama, dibagi menjadi:
• Point
• Continuous
• Intermittent

• Propagated/ progressive: penyakit menular dari 1


orang ke orang yang lain (sehingga umumnya
muncul penyakit baru dengan jarak 1 masa
inkubasi).
Data Dalam Penelitian
Data

Kategori/ Numerik/
Kualitatif Kuantitatif

Nominal Ordinal Diskret Kontinu


Hanya Membedakan Didapat dari Didapat dari
membedakan urutan, besaran perhitungan pengukuran
beda
Gender,
sehat/sakit, Baik, sedang, Interval Ratio
gol. Darah, dll buruk Perbedaan Ada nilai nol
Stadium besaran dan jarak, mutlak
penyakit, tidak ada nilai nol
pendidikan mutlak Berat badan,
tinggi badan
Suhu, denyut
jantung
VARIABEL ORDINAL
• Data yang diperoleh dengan cara
VARIABEL NOMINAL kategorisasi atau klasifikasi, tetapi
• Data yang diperoleh dengan cara diantara data tersebut terdapat
kategorisasi atau klasifikasi. hubungan.
• Posisi data setara. Misalnya: jenis • Posisi data tidak setara. Misalnya
pekerjaan. tingkat kepuasan pelanggan, dibagi
• Tidak bisa dilakukan operasi matematika menjadi tidak puas, puas, dan sangat
(X, +, - atau : ) puas.
• Tidak bisa dilakukan operasi
matematika (X, +, - atau : )

VARIABEL INTERVAL
• data yang diperoleh dengan cara VARIABEL RASIO
pengukuran, dimana jarak antar dua titik • data yang diperoleh dengan cara
pada skala, sudah diketahui. Misalnya pengukuran, dimana jarak antar dua titik
variabel suhu tubuh dalam Celcius, pada skala, sudah diketahui.
sudah diketahui bahwa jaraknya antara • Ada angka nol mutlak. Misalnya tinggi
0-100 derajat Celcius. badan, berat badan.
• Tidak ada angka nol mutlak • Bisa dilakukan operasi matematika.
• Bisa dilakukan operasi matematika.
327.
Seorang pasien perempuan berusia 55 tahun datang
untuk kontrol pasca operasi. Pasien sebelumnya
dioperasi karena didiagnosis Mallory Weiss Tear. Pasien
datang ke poli RS tipe C dan menggunakan pembayaran
menggunakan BPJS untuk kontrolnya. Bagaimana jenis
pembayaran BPJS pada RS ini?
A. Out of pocket
B. Kapitasi
C. INA CBG
D. Fee for service
E. Reimburse
Analisis Soal
• Pada soal ini ditanyakan sistem pembayaran BPJS ke
rumah sakit, yaitu menggunakan metode INA CBGs
• Out of pocket dan fee for service bila pasien bayar
sendiri, kapitasi pembayaran BPJS di fasyankes
primer, sementara reinbursement digunakan
asuransi untuk menggantikan uang yang
dikeluarkan pasien untuk biaya pengobatan
Sistem Pembayaran BPJS
Kesehatan
• Mekanisme pembayaran BPJS kesehatan untuk
faskes primer (puskesmas, klinik pratama, dokter
praktek perorangan) adalah kapitasi dan non
kapitasi untuk kasus tertentu.

• Mekanisme pembayaran BPJS kesehatan untuk


faskes sekunder dan tersier adalah case payment
menggunakan INA CBGs serta non INA CBGs untuk
kondisi tertentu.
Pembayaran Klaim BPJS Kepada
Fasilitas Kesehatan
Perpres 111/2013 pasal 38:
1) BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan
atas pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling
lambat:
a. tanggal 15 (lima belas) setiap bulan berjalan bagi Fasilitas
Kesehatan tingkat pertama yang menggunakan cara
pembayaran praupaya berdasarkan kapitasi; dan
b. 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima lengkap
bagi Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan.
2) BPJS Kesehatan wajib membayar ganti rugi kepada
Fasilitas Kesehatan sebesar 1% (satu persen) dari jumlah
yang harus dibayarkan untuk setiap 1 (satu) bulan
keterlambatan.
PEMBAYARAN BPJS DI FASKES PRIMER

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR TARIF PELAYANAN
KESEHATAN DALAM PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN
Pembayaran BPJS di Faskes
Sekunder & Tersier (Rumah Sakit)
• Indonesian-Case Based Groups (INA-CBGs): besaran
pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas
Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan atas paket layanan
yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis
penyakit dan prosedur.

• Non INA-CBGs: tarif diluar tarif paket INACBG untuk


beberapa item pelayanan tertentu meliputi alat bantu
kesehatan, obat kemoterapi, obat penyakit kronis,
CAPD dan PET Scan, dengan proses pengajuan klaim
dilakukan secara terpisah dari tarif INA-CBG

Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No. 52 tahun 2016


328.
Seorang kepala desa meminta Anda sebagai dokter umum
untuk membuat surat kematian warganya yang meninggal 1
jam lalu. kebetulan warga tersebut sudah menjadi pasien
Anda selama 4 tahun dan rumahnya tidak jauh dari tempat
praktik saudara.
Sikap Anda terhadap kejadian itu adalah?
A. meminta jenazah dibawa ke rs
B. meminta surat pada puskesmas
C. meminta mayat dirujuk ke forensik dahulu
D. langsung membuat saat itu juga karena sudah tahu
penyakitnya
E. datang ke rumah yang bersangkutan untuk menentukan
sebab kematian
Analisis Soal
• Sesuai dengan Bab I pasal 7 KODEKI, “Setiap dokter
hanya memberikan keterangan dan pendapat yang
telah diperiksa sendiri kebenarannya”.
• Maka dokter tetap harus memeriksa dahulu sebab
kematian sebelum membuat surat kematian bagi
pasien tersebut
PERAN DOKTER DALAM KASUS KEMATIAN
• Jenazah dan kronologis kejadian.
• Jika ditemukan/dicurigai suatu tindak pidana atas
kematian korban, maka dokter menganjurkan pengantar
atau petugas rumah sakit untuk melapor ke polisi di
wilayah tempat kejadian perkara.
• Selanjutnya jenazah ditahan di rumah sakit sampai
penyidik memutuskan untuk tindakan forensik
selanjutnya.
• Jika ditemukan/dicurigai suatu tindak pidana atas kematian
korban, maka dokter menganjurkan pengantar atau petugas
rumah sakit untuk melapor ke polisi di wilayah tempat
kejadian perkara. Selanjutnya jenazah ditahan di rumah sakit
sampai penyidik memutuskan untuk tindakan forensik
selanjutnya.
• Jika merupakan kematian wajar maka jenazah boleh dibawa
pulang
SURAT KEMATIAN
• Surat keterangan kematian adalah surat yang
menyatakan bahwa seseorang sudah meninggal.
• Surat keterangan kematian dibuat atas dasar
pemeriksaan jenazah, minimal pemeriksaan luar.
• Dalam hal kematian berkaitan dengan tindak pidana
tertentu, pastikan bahwa prosedur hukum telah
dilakukan sebelum dikeluarkan surat keterangan
kematian.
• Surat keterangan kematian tidak boleh dibuat bila
seseorang yang mati diduga akibat suatu peristiwa
pidana tanpa pemeriksaan kedokteran forensik
terlebih dahulu.
Dasar Hukum Surat Kematian
• Bab I pasal 7 KODEKI, “Setiap dokter hanya memberikan
keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya”.

• Bab II pasal 16 KODEKI, “Setiap dokter wajib


merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
seorang pasien bahkan juga setelah pasien meninggal
dunia”.

• Pasal 267 KUHP: ancaman pidana untuk surat keterangan


palsu.

• Pasal 179 KUHAP: wajib memberikan keterangan ahli demi


pengadilan, keterangan yang akan diberikan didahului
dengan sumpah jabatan atau janji.
Manfaat Surat Kematian

• Untuk kepentingan pemakaman jenazah


• Kepentingan pengurusan asuransi, warisan,
hutang,dll
• Untuk tujuan hukum, pengembangan kasus
kematian tidak wajar
• Salah satu cara pengumpulan data statistik
penentuan tren penyakit dan tren penyebab
kematian pada masyarakat
• Sumber data untuk penelitian biomedis maupun
sosiomedis
329.
Seorang mayat perempuan tergantung di kisi pintu ditemukan
di dalam kamar yang terkunci. Pada pemeriksaan didapatkan
luka tekan geser di leher berbentuk V dari depan ke belakang,
wajah keunguan karena bendungan darah, ditemukan bercak
kemerahan di balik kelopak mata, sianosis (+) pada bibir dan
ujung jari.
Mekanisme kematian korban adalah ...
A. sumbatan jalan napas
B. bendungan organ dalam
C. refleks vagal
D. patah tulang leher
E. penekanan pembuluh darah leher
Analisis Soal
• Pada soal ini didapatkan adanya cyanosis dengan
warna keunguan pada bibir dan jari, tardieu spot di
mata yang menandakan tanda asfiksia
• Jadi dipilih jawaban A yaitu sumbatan jalan nafas
• Pilihan B merupakan tanda asfiksia
• Pada pilihan C seharusnya tidak ada tanda asfiksia
• Pilihan D tidak dispesifikasikan di soal
• Pilihan E tidak dipilih karena jeratan lebih
menyumbat jalan nafas yang menyebabkan asfiksia
secara generalisata, dibandingkan menekan arteri
karotis yang hanya menyebabkan asfiksia ke otak
ASFIKSIA
• Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan
berupa berkurangnya kadar oksigen (O2) dan
berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2) secara
bersamaan dalam darah dan jaringan tubuh akibat
gangguan pertukaran antara oksigen (udara) dalam
alveoli paru-paru dengan karbon dioksida dalam
darah kapiler paru-paru.
Kematian akibat asfiksia
• Asfiksia (mati lemas): kondisi terjadinya gangguan
pertukaran udara pernapasan  oksigen darah
berkurang (hipoksia) dan peningkatan karbon dioksida
(hiperkapnea)  kematian
• Penyebab:
• Asfiksia mekanik : trauma sebabkan sumbatan pada saluran
napas (pembekapan/smothering, penyumbatan/gagging dan
choking, penjeratan/strangulation, pencekikan/throttling,
gantung/hanging, penekanan dinding dada)
• Penyebab alamiah : penyakit misalnya laryngitis difteri,
fibrosis paru
• Keracunan : bahan sebabkan depresi pusat
napas/barbiturate, narkotika, karbon monoksida, hydrogen
sianida

Buku Ilmu Kedokteran Forensik, FKUI


ETIOLOGI ASFIKSIA
Mekanik • hambatan mekanik terhadap aliran udara dalam traktus respiratorik.

• Masuknya oksigen ke dalam paru dihambat oleh penyakit dari saluran


Patologis napas atas atau paru.
• Contoh: edema laring, spasme laring, tumor, abses

• Berhentinya pergerakan respiratorik akibat paralisis dari pusat


Toksik pernafasan pada kasus intoksikasi morfin atau barbiturat

• Bernafas pada lingkungan tercemar atau minim oksigen seperti


Lingkungan ketinggian, inhalasi CO2 atau gas lainnya

• Luka penetrans pada toraks yang menyebabkan pneumotoraks atau


Trauma emboli paru

• Pada pasien dengan penurunan kesadaran sehingga saluran napas


Postural tertutup

Iatrogenik • Dampak dari anestesi


ASFIKSIA MEKANIK
• Penutupan lubang saluran pernafasan bagian atas:
• Pembekapan (smothering)
• Penyumbatan/ penyumpalan (gagging , choking)
• Penekanan dinding saluran pernafasan:
• Penjeratan (strangulation)
• Pencekikan (manual strangulation)
• Gantung (hanging)
• External pressure of the chest yaitu penekanan
dinding dada dari luar.
• Drowning (tenggelam) yaitu saluran napas terisi air.
Mechanical
asphyxia

Obstructive Compressional
asphyxia asphyxia

Liquid Compressing the Compressing the


Compressing the
obstruction mouth and nose chest and
neck
(drowning) (smothering) abdomen

Solid obstruction
Strangulation:
(choking,
penjeratan
gagging)

Manual
strangulation:
pencekikan

Hanging
330.
Di daerah Batu Ceper terdapat peningkatan kasus batuk
berdahak serta demam lama. Puskesmas setempat khawatir
terjadi peningkatan kasus TB karena di daerah itu memang
endemis. Untuk itu puskesmas tersebut ingin menghitung
ulang jumlah kasus TB di daerahnya, dengan cara mendatangi
rumah warga satu persatu untuk pencatatan:
Tindakan ini adalah
A. Surveilans aktif
B. Surveilans pasif
C. Identifikasi aktif
D. Identifikasi pasif
E. Surveilans inisiatif
Analisis Soal
Tindakan puskesmas tersebut dengan langsung mendatangi
masyarakat merupakan surveilans aktif, surveilans aktif adalah
Surveilans epidemilogi dimana unit Surveilans mengumpulkan
data dengan cara mendatangi unit pelayanan kesehatan,
masyarakat atau sumber data lainnya.

Sementara Surveilans Pasif adalah Penyelenggaraan Surveilans


epidemiologi dimana unit Surveilans mengumpulkan data
dengan cara menerima data tersebut dari unit pelayanan
kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya.
Suveilans Epidemiologi
• Proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan
interprestasi data secara sistematik dan terus
menerus serta penyebaran informasi kepada Unit
yang membutuhkan untuk diambil tindakan.
a.Penyelenggaraan Berdasarkan Metode
Pelaksanaan
• Surveilans Epidemiologi Rutin Terpadu
• penyelenggaraan Surveilans epidemiologi terhadap beberapa
kejadian, permasalahan dan atau faktor resiko kesehatan.
• Surveilans epidemiologi Khusus
• penyelenggaraan Surveilans epidemiologi terhadap suatu kejadian,
permasalahan , faktor resiko atau situasi khusus kesehatan
• Surveilans sentinel
• penyelenggaraan Surveilans epidemiologi pada populasi dan wilayah
terbatas untuk mendapatkan signal adanya masalah kesehatan pada
suatu populasi atau wilayah yang lebih luas.
• Studi epidemiologi
• penyelenggaraan Surveilans epidemiologi pada periode tertentu serta
populasi atau wilayah tertentu untuk mengetahui lebih mendalam
gambaran epidemiologi penyakit, permasalahan dan atau factor resiko
kesehatan.
b. Penyelenggaraan berdasarkan Aktifitas Pengumpulan
Data
• Surveilans aktif
• penyelenggaraan Surveilans epidemilogi dimana unit Surveilans
mengumpulkan data dengan cara mendatangi unit pelayanan
kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya.
• Surveilans Pasif
• Penyelenggaraan Surveilans epidemiologi dimana unit Surveilans
mengumpulkan data dengan cara menerima data tersebut dari unit
pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya.
c. Penyelenggaraan Berdasarkan Pola Pelaksanaan
• Pola Kedaruratan
• kegiatan Surveilans yang mengacu pada ketentuan yang
berlaku untuk penanggulangan KLB dan atau wabah dan
atau bencana
• Pola Selain Kedaruratan
• kegiatan Surveilans yang mengacu pada ketentuan yang
berlaku untuk keadaan di luar KLB dan atau wabah dan atau
bencana,
331.
Dokter AB adalah seorang selebgram, facegram, twitterceleb dan
tiktokgram dengan lebih dari 10.000 followers per akun. Dokter
tersebut mendapat endorse dari perusahaan facial wash. Agar
tampil elegan jadi iklan dokter tersebut menggugah foto dengan
menggunakan jas tuksedo dan mencantumkan titelnya di headline
post.
Bagaimanakah hal ini secara etika kedokteran?
A. Tidak patut karena tidak sesuai dengan prinsip kemandirian
profesi
B. tidak patut karena tidak boleh mempromosikan sabun facial yang
belum terbukti secara klinis
C. Tidak patut karena dokter tidak boleh punya akun medsos
D. Tidak melanggar etika tapi melanggar hukum
E. Tidak melanggar etika tapi melanggar disiplin
Analisis Soal
• Pada soal ini dikatakan seorang dokter yang melanggar
etika karena mencantumkan gelar untuk promosi,
karena hal ini mempengaruhi kemandirian profesi
dimana seorang dokter harus independen dalam
menentukan terapi bagi pasien
• Pilihan B meski sudah terbukti klinis sekalipun, seorang
dokter tidak boleh menggunakan jabatannya untuk
mempromosikan obat/produk apapun kepada umum
• Dokter tidak masalah punya akun medsos jadi C salah
• Hal ini adalah pelanggaran etika bukan disiplin atau
hukum jadi D dan E salah
PELANGGARAN DALAM
PELAYANAN KEDOKTERAN
• Pelanggaran dapat berupa:
• Pelanggaran etik
• Pelanggaran disiplin
• Pelanggaran hukum (pidana dan perdata)
Pelanggaran Etik
• Dasar: Kode Etik Dokter Indonesia (KODEKI), yang berisi
kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien, dan
kewajiban terhadap teman sejawat.

• Alur: Laporan dari institusi pelayanan  komite etik di


institusi pelayanan  MKEK  ditentukan sanksi ringan/
sedang/ berat

• Sanksi dapat berupa : Penasehatan, peringatan lisan,


peringatan tertulis, pembinaan perilaku,reschooling
(pendidikan/pelatihan ulang), atau pemecatan sementara
sebagai anggota IDI yang diikuti dengan mengajukan saran
tertulis kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota
untuk mencabut izin praktek sementara.

PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA LAKSANA KERJA MAJELIS KEHORMATAN ETIK KEDOKTERAN, IDI, 2008
Intisari KODEKI
KEWAJIBAN UMUM KEWAJIBAN THD PASIEN KEWAJIBAN THD DIRI SENDIRI & TS

menjunjung tinggi, menghayati dan ..wajib merujuk jika tidak setiap dokter harus memelihara
mengamalkan sumpah dokter (pasal mampu, atas persetujuan kesehatannya supaya dapat
1) pasien(pasal 14) bekerja dengan baik (pasal 20)

Seorang dokter wajib selalu setiap dokter wajib merahasiakan setiap dokter harus senantiasa
melakukan pengambilan keputusan segala sesuatu yang diketahuinya mengikuti perkembangan ilmu
profesional secara independen, dan tentang seorang pasien , bahkan pengetahuan dan teknologi
mempertahankan perilaku juga setelah pasien itu meninggal kedokteran/kesehatan (psl 21)
profesional dalam ukuran yang dunia (pasal 16)
tertinggi. (pasal 2) setiap dokter memperlakukan
setiap dokter wajib melakukan teman sejawat nya sebagaimana
dalam melakukan pekerjaannya pertolongan darurat sbg suatu ia sendiri ingin diperlakukan
seorang dokter tidak boleh tugas perikemanusiaan, kecuali (pasal 18)
dipengaruhi oleh sesuatu yang bila ia yakin ada orang lain
mengakibatkan hilangnya bersedia dan mampu
kebebasan & kemandirian profesi memberikannya (pasal 17)
(pasal 3)

seorang dokter hanya memberi


surat keterangan dan pendapat yang
telah diperiksa sendiri kebenarannya
(pasal7)
Pelanggaran Disiplin
• Pelanggaran terhadap standar profesi kedokteran.

• Alur: delik aduan  MKDKI  sanksi.

• Sanksi Disiplin (Pasal 69 ayat 3, UUPK):


1.Pemberian peringatan tertulis
2.Rekomendasi pencabutan STR atau SIP
3.Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di
institusi pendidikan kedokteran
Pelanggaran Hukum
• Dokter adalah bagian dari komunitas (publik)
sehingga berlaku kepadanya HUKUM PUBLIK.

• Hukum publik dapat berupa pidana atau perdata.


Sanksi Pidana dalam UU No.29 Th 2004 Tentang
Praktik Kedokteran
• Pasal 75  Praktik tanpa STR
• Pasal 76  praktik tanpa SIP
• Pasal 77  menggunakan gelar seolah-olah dr/drg
yang memiliki STR
• Pasal 79  tidak memasang papan praktik, tidak
membuat rekam medik, tidak sesuai standar profesi
(rasional,merujuk,dll)
• Pasal 80  mempekerjakan dr/drg tanpa STR & SIP
Sanksi Perdata Menurut KUH
Perdata
• Wan Prestasi, jika hubungan yuridis dokter-pasien adalah perjanjian
membawa hasil (resultaatverbintenis) dengan memakai pasal 1239 KUH
Perdata,

• Perbuatan melawan hukum, jika hubungan yuridis dokter-pasien adalah


perjanjian memasang tekad (inspanningsverbintenissen) atau perjanjian
teraupetik dengan memakai pasal 1365 KUH Perdata.

• Melalaikan pekerjaan sebagai penanggungjawab. Artinya, dokter


bertanggungjawab atas kesalahan yang dibuat bawahannya (perawat,
paramedis) yang secara langsung diawasinya dalam melaksanakan
perintah atau petunjuk dokter. Bawahan dokter tersebut merupakan
perpanjangan tangan dokter (verlengende arm van de geneesher) dalam
melakukan tindakan medik. Pasal yang digunakan adalah pasal 1367 ayat
(3) KUH Perdata,
Etik Murni dan Etikolegal
Pelanggaran Etik Murni Pelanggaran Etikolegal
• Menarik imbalan jasa yang tidak wajar • Pelayanan kedokteran di
dari pasien atau menarik imbalan jasa
dari sejawat dan keluarganya bawah standar
• Mengambil alih pasien tanpa • Menerbitkan surat keterangan
persetujuan sejawatnya
palsu
• Memuji diri sendiri di depan pasien,
keluarga atau masyarakat • Melakukan tindakan medik
• Pelayanan kedokteran yang yang bertentangan dengan
diskriminatif
hukum
• Kolusi dengan perusahaan farmasi atau
apotik • Melakukan tindakan medik
• Tidak mengikuti pendidikan kedokteran tanpa indikasi
berkesinambungan
• Dokter mengabaikan kesehatannya • Pelecehan seksual
sendiri
• Membocorkan rahasia pasien
332.
Sebuah puskesmas di daerah Kudus mendapatkan banyak
terjadi kanker serviks di wilayahnya. Oleh karena itu
dokter Puskesmas melakukan sosialisasi dalam
mengantisipasi kanker serviks dengan melakukan
skrining pap smear yang dibiayai oleh BPJS.
Level pencegahan yang dilakukan oleh dokter Puskesmas
tersebut adalah:
A. Pencegahan primer
B. Pencegahan sekunder
C. Pencegahan tersier
D. Health promotion
E. Rehabilitasi
Analisis Soal
• Pada soal disebutkan mengenai skrining pap smear,
semua metode skrining adalah metode deteksi dini,
maka masuk ke Early diagnosis and Prompt
treatment
• Early diagnosis and prompt treatment masuk ke
pencegahan sekunder
FIVE LEVEL OF PREVENTION
• Dilakukan pada orang sehat
Health promotion • Promosi kesehatan
• Contoh: penyuluhan

• Dilakukan pada orang sehat


Specific • Mencegah terjadinya kesakitan
protection • Contoh: vaksinasi, cuci tangan pakai sabun

• Dilakukan pada orang sakit


Early diagnosis & • Tujuannya kuratif
prompt treatment • Contoh: Pengobatan yang tepat pada pasien TB

• Dilakukan pada orang sakit


Disability • Membatasi kecacatan
limitation • Contoh: pasien neuropati DM latihan senam kaki

• Dilakukan pada orang sakit dengan kecacatan


Rehabilitation • Optimalisasi fungsi tubuh yang masih ada
• Contoh: latihan berjalan pada pasien pasca stroke
Pencegahan Primer-Sekunder-Tersier
333.
Ditemukan mayat pria di bawah kebel listrik pada tiang
listrik yang roboh. Korban diduga meninggal akibat
terkena listrik. Temuan fisik pada korban ditemukan
ulkus besar soliter pada telapak kaki dengan tengahnya
tampak kering dan berwarna hitam legam.
Gambaran tersebut adalah ...
A. Exogenous Burn
B. Metalisasi
C. Joule Burn
D. Aborescent Mark
E. Current Mark
Analisis Soal
• Pada korban ditemukan ulkus dengan bagian tengahnya
menghitam. Gambaran tersebut adalah
joule/exogenous burn akibat kontak lama dengan
sumber listrik
• Pada Exogenous Burn terjadi kerusakan jaringan masif
dengan kemungkinan patah tulang akibat masuknya
aliran listrik dengan teganagan sangat tinggi
• Metalisasi adalah proses yang terjadi saat aliran listrik
masuk ke tubuh, dimana badan seseorang dapat
menarik benda metal di sekitarnya
• Aborescent Mark adalah gambaran dari terkena petir
• Current Mark adalah lesi kulit yang menggaung, bisa
berwarna kuning atau cokelat, biasanya kecil yang
merupakan tempat listrik masuk
LUKA LISTRIK
Ada 2 jenis tenaga listrik yang dapat
menimbulkan luka listrik yaitu :
• Tenaga listrik alam seperti petir dan kilat.
• Tenaga listrik buatan meliputi arus listrik searah
(DC) seperti telepon (30-50 volt) dan tram listrik
(600-1000 volt) dan arus listrik bolak-balik (AC)
seperti listrik rumah, pabrik, dll
Akibat Luka Listrik
KOEPPEN menggolongkan akibat kecelakaan listrik dalam 4
kelompok yaitu :
• Kelompok I : kuat arus < 25 mA AC (DC antara 25-80 mA)
dengan transitional R yang tinggi efek yang berbahaya (-).
• Kelompok II : kuat arus 25-80 mA AC (DC 80-300 mA) dg
transitional R < dari kel.I  hilangnya kesadaran, aritmia
dan spasme pernafasan.
• Kelompok III : Kuat arus 80-100 mA AC (DC 300 mA - 3A),
transitional R < dari kel. II. Jk t = 0,1-0,3s , efek biologisnya
sama dg kel. II. Jk > 0,3s  vibrilasi ventrikel irreversibel.
• Kelompok IV : kuat arus > 3A  cardiac arrest
Pemeriksaan Luar Luka Listrik
• Current mark berbentuk oval, kuning atau coklat keputihan atau coklat
kehitaman atau abu-abu kekuningan dikelilingi daerah kemerahan dan
edema sehingga menonjol dari jaringan sekitarnya (daerah halo).
• Sepatu korban dan pakaian dapat terkoyak.
• Tanda yang lebih berat yaitu kulit menjadi hangus arang, rambut ikut
terbakar, tulang dapat meleleh dengan pembentukan butir kapur/kalk
parels terdiri dari kalsium fosfat.
• Endogenous burn/Joule burn terjadi jika kontak dengan tubuh lama
sehingga bagian tengah yang dangkal dan pucat pada electric mark dapat
menjadi hitam dan hangus terbakar
• Exogenous burn dapat terjadi bila tubuh terkena arus listrik tegangan tinggi
yang sudah mengandung panas, sehingga tubuh akan hangus terbakar
dengan kerusakan yang sangat berat dan tidak jarang disertai dengan
patahnya tulang-tulang .
Gambaran Luka Bakar Listrik

Current Mark Endogenous/Joule Burn

Exogenous Burn Aborescent Mark


Electrocution
• Daya listrik yang besar dapat membuat kerusakan
jaringan berupa luka bakar, namun yang paling
sering terjadi adalah fibrilasi jantung dan henti
jantung.
• Efek listrik ke saraf berupa neuropati perifer, pada
pasien yang tidak tewas tersengat listrik, dapat
terjadi neuropati terutama pada area masuknya
listrik

Leslie Alexander Geddes, Rebecca A. Roeder, Handbook of Electrical Hazards and


Accidents Lawyers & Judges Publishing Company, 2006
334.
Seorang dokter mendapat kasus penyakit yang sangat
langka, yaitu seorang pasien dengan sindrom huntington.
Dokter tersebut merekam pasien tersebut dengan
tujuan meningkatkan awareness dari masyarakat
setempat, namun sayangnya tanpa seizin pasien. Video
tersebut kemudian jadi viral.
Pelanggaran yang dilakukan dokter tersebut adalah?
A. Pidana
B. perdata
C. Hukum kedokteran
D. Sumpah dokter
E. norma masyarakat
Analisis Soal
• Kasus ini adalah pelanggaran etika dimana seorang
dokter wajib menyimpan rahasia medis. Kewajiban
ini selain tertera dalam KODEKI, juga tertera dalam
sumpah kedokteran.
• Jadi dokter tersebut melanggar sumpah kedokteran
• kasus ini bukan pelanggaran hukum ataupun
disiplin kedokteran
RAHASIA MEDIS
• Segala temuan pada diri pasien dapat dikatakan sebagai rahasia
medik atau rahasia kedokteran dan rahasia ini sepenuhnya milik
pasien.
• Sumpah dokter (Sumpah Hipocrates) terdapat sumpah untuk
merahasiakan apapun yang dilihat dan didengar dalam
sepanjang proses menjalankan profesi seorang dokter
• Dasar hukum
– PP no 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran tgl 21
mei 1966.
– UU RS no 44 thn 2009
– UU Kesehatan no 36 thn 2009
– UU Praktik Kedokteran no 29 tahun 2004
– Pasal 11 PP 749.MENKES/PER/XII/1989 tentang REKAM MEDIS: “rekam
medis merupakan berkas yang wajib disimpan kerahasiaannya”
– PERMENKES NO. 36 TAHUN 2012 ttg Rahasia Kedokteran
– PERMENKES NO. 269 TAHUN 2008
• Dasar etik: Rahasia medis harus tetap dijaga, bahkan setelah
pasien meninggal dunia (KODEKI pasal 16).
Siapa Saja Yang Wajib Menyimpan
Rahasia Medis?
• Yang diwajibkan menyimpan rahasia medis ialah:
• Dokter/Dokter ahli
• Mahasiswa Kedokteran
• Perawat/Bidan
• Petugas Administrasi Kedokteran
• Forensik/kamar jenazah

Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1966


335.
Di Indonesia sedang diterapkan prinsip universal health
coverage. BPJS memiliki beberapa prinsip yang
menguntungkan pengguna layanan JKN. Salah satu
prinsip BPJS menyebutkan, WNI yang memiliki BPJS
dapat berpindah dan tetap mendapat jaminan BPJS.
Prinsip manakah di bawah ini yang menggambarkan hal
tersebut?
A. Portabilitas
B. Nirlaba
C. Kegotongroyongan
D. Dana Amanat
E. Keterbukaan
Analisis Soal
• Prinsip dimana tanggungan JKN seseorang dapat dipakai di
daerah lain apabila berpergian, termasuk prinsip
portabilitas.
• Tetapi prinsip portabilitas memiliki penggunaan yang
terbatas, apabila pasien ingin pindah domisili maka pasien
harus mendaftarkan ke BPJS setempat
• Nirlaba artinya tidak mencari keuntungan
• Kegotong-royongan artinya tanggungan dari masyarakat
yang lebih mampu akan menanggung yang kurang mampu
• Dana Amanat artinya dana yang masuk ke BPJS dipakai
hanya demi kesejahteraan peserta
• Keterbukaan artinya masyarakat berhak mengetahui secara
detail apa saja layanan yang ditanggung BPJS
Prinsip BPJS
(UU No. 24 Thn 2011 pasal 4)
Kegotong- • prinsip kebersamaan antar peserta dalam menanggung beban
biaya jaminan sosial  kewajiban setiap peserta membayar
royongan iuran sesuai dengan tingkat gaji/tingkat penghasilan.

• prinsip pengelolaan usaha yang mengutamakan penggunaan


Nirlaba hasil pengembangan dana untuk memberikan manfaat sebesar-
besarnya dari seluruh peserta.

• prinsip mempermudah akses informasi yang lengkap, benar, dan


Keterbukaan jelas bagi setiap peserta.

Kehati-hatian • prinsip pengelolaan dana secara cermat, teliti, aman, dan tertib.
Prinsip BPJS
(UU No. 24 Thn 2011 pasal 4)
• prinsip pelaksanaan program dan pengelolaan keuangan yang akurat
Akuntabilitas
dan dapat dipertanggungjawabkan.

• prinsip memberikan jaminan yang berkelanjutan meskipun peserta


Portabilitas berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

• prinsip yang mengharuskan seluruh penduduk menjadi peserta jaminan


Kepesertaan Bersifat Wajib
sosial.

• iuran dan hasil pengembangannya merupakan dana titipan dari peserta


Dana Amanat untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan peserta jaminan
sosial.

Hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial


dipergunakan seluruhnya untuk • hasil berupa deviden dari pemegang saham yang dikembalikan untuk
pengembangan program dan untuk kepentingan peserta jaminan sosial.
sebesar besar kepentingan peserta
336.
Seorang perempuan tua usia 65 tahun dengan kanker ovarium stadium
akhir datang ke dokter. Perempuan tersebut merasa resah karena sesak
nafas dan sudah sulit untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan sudah
tidak tahan menjalani radioterapi dan kemoterapi. Pasien meminta
tindakan euthanasia kepada dokter dan bersedia menanda tangani
inform consent.
Bagaimanakah sikap dokter dalam hal ini?
A. Menyetujui tindakan karena pasien memiliki hak autonomi yaitu hak
mengakhiri hidup
B. Menyetujui tindakan karena mengikuti keinginan pasien apapun itu
sesuai kaedah autonomi
C. Menyetujui tindakan karena pasien sudah lansia
D. Menyetujui tindakan karena tidak ada obat untuk pasien
E. Tidak menyetujui kalau eutanasia aktif
Analisis Soal
• Dari soal didapatkan pasien yang meminta euthanasia,
dalam hal ini yang diperbolehkan hanya euthanasia
pasif secara volunter dimana pasien meminta
penghentian pengobatan agar mempercepat kematian
• Tidak diperbolehkan euthanasia aktif karena
melanggar KODEKI (pasal 9, bab II) dan KUHP pasal
344
• Dalam hal ini yang paling benar adalah E.
• Pilihan A dan B memang benar, pasien punya hak
mengakhiri hidup tapi bukan dengan tangan seorang
dokter, jadi tidak dipilih
Euthanasia
“Dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk memperpanjang hidup
seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek
hidup atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan ini dilakukan untuk
kepentingan pasien sendiri”

• Konsep mati : Jika batang otak telah mati (brain stem death) dapat
diyakini bahwa manusia tersebut telah mati baik secara fisik maupun
sosial. Yang harus diyakini adalah proses kematian tersebut bersifat
irreversible.
• Berdasarkan cara pelaksanaanya dibagi menjadi:
– Euthanasia aktif
– Euthanasia pasif
• Berdasarkan pengambil keputusannya dibagi menjadi:
– Euthanasia volunter
– Euthanasia involunter
Garrard E, Wilkinson S. Passive euthanasia. Journal of Medical Ethics (British Medical Journal)2005;31:64-68
EUTHANASIA AKTIF
Perbuatan yang dilakukan secara medik melalui intervensi
aktif oleh seorang dokter untuk mengakhiri hidup seorang
(pasien) yang dilakukan secara medis. Biasanya dilakukan
dengan penggunaan obat-obatan yang bekerja cepat dan
mematikan. Pada euthanasia aktif ini, pasien secara
langsung meninggal setelah diberikan suntikan mati.
Euthanasia aktif hanya diperbolehkan di Belanda, Belgia,
dan Luxemburg.

MEMATIKAN SECARA SENGAJA


• Kondisi sudah sangat parah / stadium akhir
• Tidak mungkin sembuh / bertahan lama
• Dokter memberikan suntikan yang mematikan
Euthanasia aktif
• Eutanasia aktif langsung
Dilakukannya tindakan medik secara terarah yg
diperhitungkan akan mengakhiri hidup pasien, atau
memperpendek hidup pasien.
• Eutanasia aktif tidak langsung
Saat dokter atau tenaga kesehatan melakukan
tindakan medik untuk meringankan penderitaan
pasien, namun mengetahui adanya risiko tersebut
dapat memperpendek atau mengakhiri hidup
pasien
EUTHANASIA PASIF
perbuatan menghentikan atau mencabut segala
tindakan atau pengobatan yang perlu untuk
mempertahankan hidup manusia, sehingga pasien
diperkirakan akan meninggal setelah tindakan
pertolongan dihentikan.

TINDAKAN DOKTER BERUPA PENGHENTIAN PENGOBATAN PASIEN


• Tidak mungkin disembuhkan
• Kondisi ekonomi pasien terbatas
EUTHANASIA PASIF
• Euthanasia pasif dilakukan pada kondisi dimana seorang pasien
secara tegas menolak untuk menerima perawatan medis.
• Pada kondisi ini, sang pasien sudah mengetahui bahwa
penolakannya tersebut akan memperpendek atau mengakhiri
hidupnya.
• Dengan penolakan tersebut, ia membuat sebuah “codicil”,
yaitu pernyataan yang tertulis.
• Euthanasia pasif ini dapat dilakukan melalui beberapa cara,
misalnya dengan tidak memberikan bantuan oksigen bagi
pasien yang mengalami kesulitan dalam bernapas, menolak
untuk melakukan operasi yang seharusnya dilakukan guna
memperpanjang hidup pasien, dan sebagainya.
• Tindakan yang dilakukan tidak membuat pasien langsung mati
setelah diberhentikan asupan medisnya, tetapi secara
perlahan-lahan.
Ditinjau dari jenis permintaan
• Voluntary euthanasia: euthanasia yang dilakukan atas permintaan pasien
secara sadar dan dilakukan berulang-ulang (penghentian tindakan
pengobatan atau mempercepat kematian atas permintaan pasien sendiri.)
• Involuntary euthanasia:
• didasarkan pada keputusan dari seseorang yang tidak berkompeten
atau tidak berhak untuk mengambil suatu keputusan, misalnya wali
dari si pasien.
• Namun di sisi lain, kondisi pasien sendiri tidak memungkinkan untuk
memberikan ijin, misalnya pasien mengalami koma atau tidak sadar.
• Dalam hal ini dianggap famili pasien yang bertanggung jawab atas
penghentian bantuan pengobatan.
• Pada umumnya, pengambilan keputusan untuk melakukan euthanasia
didasarkan pada ketidaktegaan seseorang melihat sang pasien
kesakitan.
Euthanasia
• Menurut KODEKI (pasal 9, bab II), dokter tidak
diperbolehkan:
• Menggugurkan kandungan
• Mengakhiri hidup seseorang yang sakit meskipun menurut
pengetahuan tidak akan sembuh lagi.

• Tapi, bila pasien telah mengalami mati batang otak,


maka secara keseluruhan pasien tersebut telah mati
meskipun jantung masih berdenyut.

• Penghentian tindakan terapeutik dilakukan dengan


mempertimbangkan keinginan pasien & keluarga
pasien.
Euthanasia
• Ketentuan pidana terkait euthanasia aktif dengan
permintaan: Pasal 344 KUHP:
• Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas
permintaan orang itu sendiri, yang disebutnya dengan
nyata & sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-
lamanya dua belas tahun.

• Ketentuan pidana terkait euthanasia aktif/pasif


tanpa permintaan:
• Pasal 338, 340, 339 KUHP  dihukum penjara.
337.
Seorang anak datang dengan keluhan luka di telapak
tangan. Anak tersebut baru saja terjatuh saat bermain
bola dan sayangnya tangannya terluka karena menumpu
dan menancap di sebuah paku yang kebetulan ada.
Setelah di bersihkan lukanya, terlihat luka tembus dari
palmar ke dorsum diantara metacarpal 1 dan 2.
Diagnosis pada kasus ini adalah…
A. Vulnus punctum
B. Vulnus scissum
C. Vulnus sclopetorum
D. Vulnus penetratum
E. Vulnus morsum
Analisis Soal
• Pada soal didapatkan luka tembus dari palmar ke
dorsum yang berarti adalah vulnus penetratum
• Vulnus punctum berupa luka tusuk, namun luka
tusuk belum tentu menembus.
• Vulnus Scissum adalah luka sayat, nama lain dari
vulnus insivum
• Vulnus Sclopetorum adalah luka tembak
• Vulnus Morsum adalah luka gigit
Luka Akibat Kekerasan Tumpul
• Luka memar: Tampak sebagai bercak, biasanya
berbentuk bulat/lonjong. Luka memar yang baru
terjadi tampak sebagai bercak biru kemerahan dan
agak menimbul. Proses penyembuhan
menyebabkan warna bercak berubah menjadi
kebiruan, kehijauan, kecoklatan, kekuningan dan
akhirnya hilang saat terjadi penyembuhan
sempurna dalam 7-10 hari.
Luka Akibat Kekerasan Tumpul
• Luka robek/ vulnus laceratum: Luka terbuka tepi
tidak rata, pada salah satu sisi dapat ditemukan
jejas berupa luka lecet tekan.
Luka Akibat Kekerasan Tumpul
• Luka lecet tekan: Tampak sebagai
bagian kulit yang sedikit
mencekung, berwarna kecoklatan.
Bentuknya memberikan gambaran
bentuk benda penyebab luka.

• Luka lecet geser: Bagian yang


pertama bergeser memberikan
batas yang lebih rata, dan saat
benda tumpul meningalkan kulit
yang tergeser berbatas tidak rata.
Tampak goresan epidermis yang
berjalan sejajar.
Luka Akibat Kekerasan Tajam
• Luka tusuk/ vulnus punctum: Akibat kekerasan tajam yang
mengenai kulit dengan arah kekerasan tegak terhadap permukaan
kulit. Tepi luka rata.
• Lebar luka menggambarkan lebar pisau yang digunakan.
• Karena elastisitas kulit, dalamnya luka tidak menggambarkan
panjangnya pisau

• Luka sayat/vulnus scissum: Akibat kekerasan tajam yang bergerak


k.l sejajar dengan permukaan kulit. Panjang luka jauh melebihi
dalamnya luka.

• Luka bacok: Akibat kekerasan tajam dengan bagian “mata”


senjata yang mengenai kulit dengan arah tegak. Kedua sudut luka
lancip dengan luka yang cukup dalam.
Luka Bakar/ Vulnus Combustio
• Luka bakar api: menimbulkan kerusakan kulit yang bervariasi,
tergantung pada tingginya suhu dan lamanya api mengenai kulit.
• Luka bakar ringan kelainan hanya pada tebalnya kulit, berupa
eritema,vesikel atau bula
• Luka bakar sedangkerusakan sudah melewati tebalnya kulit
• Luka bakar beratPengarangan jaringan/karbonifikasi

• Luka bakar benda panas: kerusakan kulit terbatas, sesuai dengan


penampang benda yang mengenai kulit. Bentuk luka sesuai dengan
bentuk permukaan benda padat.

• Luka bakar listrik: Benda beraliran listrik saat mengenai kulit, oleh
tahanan yang terdapat pada kulit, akan menimbulkan panas yang
dapat merusak kulit dalam bentuk luka bakar benda padat. Pada kulit
basah, listrik dialirkan tanpa merusak kulit.
• Bila listrik mengalir melewati medula oblongata pusat vital akan
terganggu; melewati daerah jantungfibrilasi ventrikel; melewati otot sela
igakejang otot pernafasan.
338.
Seorang laki-laki ditemukan meninggal dalam kamar
tidurnya dengan posisi lem yang menempel pada
daerah hidung. Laki-laki tersebut dikatakan mengalami
stress sebelumnya karena ditolak terus oleh perempuan
yang dikejarnya selama 10 tahun. Ditemukan dua buah
lem di sekitar pasien.
Apakah kemungkinan penyebab kematian korban?
A. Keracunan LSD
B. Keracunan Metanol
C. Keracunan Etanol
D. Keracunan Metilbenzene
E. Keracunan Aseton
Analisis Soal
• Pada pasien didapatkan pasien meninggal dengan lem
di regio hidung. Zat yang mungkin terkandung dalam
lem adalah LSD. Sehingga dipilih keracunan LSD
• Metanol dan etanol adalah zat alkohol yang dikonsumsi
dengan cara diminum
• Gejala intoksikasi berupa intoksikasi alkohol seperti slurred
speech, ketidakseimbangan gait cycle dan koma
• Methylbenzene digunakan dalam zat pewarna seperti
cat
• Intoksikasi terdapat pada pengguna yang terekspos secara
kronik
• Methylbenzene tidak menyebabkan kematian tapi dapat
menimbulkan gejala fatigue, pusing dan ataxia
Analisis Soal
• Aseton adalah zat yang terkandung dalam kutek
atau pewarna rambut
• Kandungan Aseton dalam produk sehari-hari terlalu
kecil untuk menyebabkan intoksikasi, kecuali dalam
bentuk gas terkonsentrasi dapat menyebabkan depresi
sistem saraf pusat yang menyebabkan kegagalan
sirkulasi
Lem Aibon
• Lem seperti lem kayu atau
lem kertas aibon
mengandung Lysergic Acid
Diethyilamide (LSD). LSD
adalah zat golongan
halusinogen
• LSD dapat menimbulkan
efek seperti merasa nyaman
atau tenang.

https://www.academia.edu/10528257/
Other sign &
Toxidrome Mental status Pupils Vital signs Examples of toxic agents
Symptoms

Hyperthermia, Cocaine, amphetamines,


Hyperalert, Diaphoresis,
SYMPATHO tachycardia, ephedrine,
agitation, tremors,
-MIMETIC/ Mydriasis hypertension, widened pseudoephedrine,
hallucinations, hyperreflexia,
STIMULANT pulse pressure, phenylpropanolamine,
paranoia seizures
tachypnea, hyperpnea theophylline, caffeine

Hallucinations,
Phencyclidine, LSD,
perceptual
Hyperthermia, mescaline, psilocybin,
HALLUCINO distortions, Mydriasis Nystagmus,
tachycardia, designer amphetamines
GENIC depersonaliza- (usually) dry mouth
hypertension, tachypnea (eg, MDMA ["Ecstasy"],
tion, synesthesia,
MDEA)
agitation

Bradypnea, apnea Hyporeflexia, Opioids (eg, heroin,


CNS depression, characteristic; may pulmonary morphine, methadone,
OPIOID Miosis
coma develop: hypothermia, edema, needle oxycodone,
bradycardia, hypotension marks hydromorphone),

Often normal, but may


CNS depression, develop: hypothermia, Benzodiazepines,
SEDATIVE-
confusion, Variable bradycardia, Hyporeflexia barbiturates, alcohols,
HYPNOTIC
stupor, coma hypotension, apnea, zolpidem
bradypnea
339.
Seorang ibu hamil G3P2A0 datang ke Puskesmas mau
melakukan pemeriksaan, Saat dipanggil ke ruangan,
pasien langsung berbaring dimeja pemeriksaan dan
dokter langsung melakukan pemeriksaan.
Jenis consent yang dilakukan oleh pasien ini dengan
tindakannya adalah...
A. Implied
B. Involuntary
C. Voluntary
D. Presumed
E. Expressed
Analisis Soal
• Pada soal didapatkan seorang ibu yang langsung
berbaring di meja pemeriksaan yang menandakan
implied consent
• Tidak ada involuntary consent, semua consent
bersifat voluntary
• Presumed bila dalam keadaan gawat darurat,
seorang pasien dianggap setuju bila tidak sadar
apabila seorang dokter melakukan tindakan
penyelamatan terhadap nyawanya
• Ekspressed bila consent diucapkan lewat perkataan
INFORMED CONSENT
• Informed Consent adalah persetujuan tindakan
kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga
terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara
lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan
dilakukan terhadap pasien tersebut.

• Menurut Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan


Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang
Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2
menyebutkan dalam memberikan informasi kepada
pasien / keluarganya, kehadiran seorang perawat /
paramedik lainnya sebagai saksi adalah penting.
Yang Berhak Memberikan Informed Consent

• Pasien yang telah dewasa (≥21 tahun atau sudah


menikah, menurut KUHP) dan dalam keadaan
sadar.
• Bila tidak memenuhi syarat di atas, dapat
diwakilkan oleh keluarga/ wali dengan urutan:
• Suami/ istri
• Orang tua (pada pasien anak)
• Anak kandung (bila anak kandung sudah dewasa)
• Saudara kandung
Good Samaritan dalam Kasus
Kegawatdaruratan
• Di USA dikenal penerapan doktrin Good
Samaritan dalam peraturan perundang-undangan pada
hampir seluruh negara bagian. Doktrin tersebut
terutama diberlakukan dalam fase pra-rumah sakit
untuk melindungi pihak yang secara sukarela beritikad
baik menolong seseorang dalam keadaan gawat
darurat. Dengan demikian seorang pasien dilarang
menggugat dokter atau tenaga kesehatan lain untuk
kecederaan yang dialaminya.

• Dua syarat utama doktrin Good Samaritan yang harus


dipenuhi adalah:
• Kesukarelaan pihak penolong.
• Itikad baik pihak penolong.
PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS
• Persetujuan tindakan medis secara praktis dibagi
menjadi 2:

Implied consent Pasien tidak menyatakan persetujuan baik secara tertulis maupun
lisan, namun dari tingkah lakunya menyatakan persetujuannya.
Contoh: pasien membuka baju untuk diperiksa, pasien
mengulurkan lengan untuk diambil sampel darah.

Expressed Persetujuan dinyatakan secara lisan atau tertulis. Khusus setiap


consent tindakan yang mengandung risiko tinggi, harus diberikan
persetujuan tertulis oleh pasien atau yang berhak mewakili (sesuai
UU No.29 tahun 2004 pasal 45)

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyelidikan,


A. Munim Idries, 2013
Jenis Consent Lainnya
JENIS
PENJELASAN
CONSENT
Consent yang diberikan pada pasien secara tertulis,
Informed consent yang ditandatangani langsung oleh pasien yang
berangkutan.

Consent yang diberikan oleh wali pasien (orangtua,


suami/istri, anak, saudara kandungnya dsb) karena
Proxy consent
pasien tidak kompeten untuk memberikan consent
(misalnya pada pasien anak).

Pasien tidak dapat memberikan consent, namun


diasumsikan bahwa bila pasien sadar, ia akan setuju
Presumed
dengan tindakan medis yang diambil. Consent jenis ini
consent
biasanya dilakukan pada kondisi kegawatdaruratan atau
pada donor organ dari cadaver.
Appelbaum PS. Assessment of patient’s competence to consent to treatment. New England Journal of Medicine. 2007; 357: 1834-
1840.
340.
Seorang pasien tabrak lari dibawa ke IGD. Pada
pemeriksaan tampak pupil anisokor dan tidak respons
terhadap cahaya bilateral. Pasien masih bernafas, namun
pasien dikatakan meninggal karena refleks dolls eye
movement sudah positif.
Yang berhak menerbitkan keterangan mati batang otak
pada pasien adalah..
A. Direktur RS
B. Komite medik RS
C. DPJP
D. Tim dokter
E. Komite etik RS
Analisis Soal
Sesuai dengan Peraturan menteri kesehatan republik
indonesia nomor 37 tahun 2014 tentang penentuan
kematian dan pemanfaatan organ donor, pasal 9 ayat 1
dan 2 yang berbunyi:
1. Penentuan seseorang mati batang otak hanya dapat
dilakukan oleh tim dokter yang terdiri atas 3 (tiga)
orang dokter yang kompeten.
2. Anggota tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus melibatkan dokter spesialis anestesi dan dokter
spesialis syaraf
Jadi jawaban yang paling tepat adalah tim dokter,
tepatnya meliputi dokter anestesi dan saraf
SURAT KEMATIAN
• Surat keterangan kematian adalah surat yang
menyatakan bahwa seseorang sudah meninggal.
• Surat keterangan kematian dibuat atas dasar
pemeriksaan jenazah, minimal pemeriksaan luar.
• Dalam hal kematian berkaitan dengan tindak pidana
tertentu, pastikan bahwa prosedur hukum telah
dilakukan sebelum dikeluarkan surat keterangan
kematian.
• Surat keterangan kematian tidak boleh dibuat bila
seseorang yang mati diduga akibat suatu peristiwa
pidana tanpa pemeriksaan kedokteran forensik
terlebih dahulu.
Dasar Hukum Surat Kematian
• Bab I pasal 7 KODEKI, “Setiap dokter hanya memberikan
keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya”.

• Bab II pasal 16 KODEKI, “Setiap dokter wajib


merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
seorang pasien bahkan juga setelah pasien meninggal
dunia”.

• Pasal 267 KUHP: ancaman pidana untuk surat keterangan


palsu.

• Pasal 179 KUHAP: wajib memberikan keterangan ahli demi


pengadilan, keterangan yang akan diberikan didahului
dengan sumpah jabatan atau janji.
Peraturan menteri kesehatan republik indonesia
nomor 37 tahun 2014 tentang penentuan kematian dan
pemanfaatan organ donor
Pasal 7
• Penentuan kematian seseorang dapat dilakukan dengan
menggunakan kriteria diagnosis kematian
klinis/konvensional atau kriteria diagnosis kematian mati
batang otak.
Pasal 8
1. Kriteria diagnosa kematian klinis/konvensional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 didasarkan pada
telah berhentinya fungsi sistem jantung sirkulasi dan
sistem pernafasan terbukti secara permanen.
2. Proses penentuan kematian klinis/konvensional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai
standar profesi, standar pelayanan, dan standar
operasional prosedur.
Peraturan menteri kesehatan republik indonesia
nomor 37 tahun 2014 tentang penentuan kematian dan
pemanfaatan organ donor
Pasal 9
1. Penentuan seseorang mati batang otak hanya dapat dilakukan
oleh tim dokter yang terdiri atas 3 (tiga) orang dokter yang
kompeten.
2. Anggota tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
melibatkan dokter spesialis anestesi dan dokter spesialis syaraf.
3. Dalam hal penentuan mati batang otak dilakukan pada calon
donor organ, maka tim dokter sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) bukan merupakan dokter yang terlibat dalam tindakan
transplantasi.
4. Masing-masing anggota tim sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) melakukan pemeriksaan secara mandiri dan terpisah.
5. Diagnosis mati batang otak harus dibuat di ruang rawat intensif
(Intensive Care Unit)
Peraturan menteri kesehatan republik indonesia
nomor 37 tahun 2014 tentang penentuan kematian dan
pemanfaatan organ donor
Pasal 10
1. Pemeriksaan seseorang mati batang otak dilakukan pada pasien dengan
keadaan sebagai berikut:
a. koma unresponsive/GCS 3 atau Four Score 0;
b. tidak adanya sikap tubuh yang abnormal (seperti dekortikasi, atau
deserebrasi); dan
c. tidak adanya gerakan yang tidak terkoordinasi atau sentakan
epileptik.
2. Syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan pemeriksaan mati batang
otak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. terdapat prakondisi berupa koma dan apnea yang disebabkan oleh
kerusakan otak struktural ireversibel akibat gangguan yang
berpotensi menyebabkan mati batang otak; dan
b. tidak ada penyebab koma dan henti nafas yang reversibel antara lain
karena obat-obatan, intoksikasi, gangguan metabolik dan hipotermia.
OBSTETRI
&
GINEKOLOG
I
341
Seorang wanita bernama Ny. Saripati Kusuma berusia 28
tahun G1P1A0 hamil 10 minggu datang dengan keluhan
perdarahan jalan lahir disertai keluar jaringan mirip cicak. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg,
nadi 80x/menit, nyeri perut disangkal. Dari pemeriksaan
inspekulo didapatkan portio tertutup dan tidak ditemukan
darah yang keluar. Apa diagnosis pasien tersebut?
A. Abortus insipien
B. Abortus komplit
C. Abortus inkomplit
D. Abortus iminens
E. Abortus missed
Analisa Soal
• Pasien hamil 10 minggu datang dengan
keluhan perdarahan jalan lahir disertai keluar
jaringan  mengarahkan pada abortus
• Pemeriksaan inspekulo  portio tertutup dan
tidak ditemukan darah  sesuai dengan
abortus komplit
Jenis Abortus
• Dua jenis abortus
– Abortus spontan dan abortus provokatus

• Abortus spontan
– terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis, disebut juga
keguguran (miscarriage)

• Abortus provokatus
– Sengaja sengaja dilakukan tindakan (Cunningham
dkk.,2010)
Abortus
• Definisi:
– ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup di luar kandungan.
– WHO IMPAC menetapkan batas usia kehamilan
kurang dari 22 minggu, namun beberapa acuan
terbaru menetapkan batas usia kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500
gram
Abortus
• Diagnosis  dengan bantuan USG
– Perdarahan pervaginam (bercak hingga berjumlah banyak)
– Perut nyeri & kaku
– Pengeluaran sebagian produk konsepsi
– Serviks dapat tertutup/ terbuka
– Ukuran uterus lebih kecil dari yang seharusnya

• Faktor Predisposisi Abortus Spontan


– Faktor dari janin: kelainan genetik (kromosom)
– Faktor dari ibu: infeksi, kelainan hormonal (hipotiroidisme,
DM), malnutrisi, obat-obatan, merokok, konsumsi alkohol,
faktor immunologis & defek anatomis seperti uterus didelfis,
inkompetensia serviks, dan sinekhiae uteri karena sindrom
Asherman
– Faktor dari ayah: Kelainan sperma
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Abortus: Diagnosis dan Faktor Risiko
• Diagnosis  dengan bantuan USG
– Perdarahan pervaginam (bercak hingga berjumlah
banyak)
– Perut nyeri & kaku
– Pengeluaran sebagian produk konsepsi
– Serviks dapat tertutup/ terbuka
– Ukuran uterus lebih kecil dari yang seharusnya

• Faktor Predisposisi Abortus Spontan


– Faktor dari janin: kelainan genetik (kromosom)
– Faktor dari ayah: Kelainan sperma
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Abortus: Diagnosis dan Faktor Risiko
• Faktor dari ibu:
– Usia ibu  semakin tinggi usia bu, semakin tinggi risikonya. Usia 25-29
tahun risiko abortus 10%, usia 35-39 tahun risiko 17%, usia 40-44 tahun
risiko 33%, usia ≥45 tahun risiko 57%.
– Riwayat abortus sebelumnya  satu kali abortus pada kehamilan
sebelumnya meningkatkan risiko dengan OR 1.54, dua kali abortus
sebelumnya meningkatkan risiko hingga OR menjadi 2.21.
– Infeksi  approximately 15 percent of EPL is associated with an infectious
etiology. Tergantung jenis infeksi yang terjadi pada pasien.
– Obesitas  more strongly and consistently associated with pregnancy loss
than either type 1 or type 2 diabetes, OR 1.67
– Alkohol  the effects vary depending upon the quantity and pattern of
alcohol consumption, maternal and fetal genetics, maternal age, maternal
nutrition, and smoking, among other factors

https://www.uptodate.com/contents/the-effects-of-caffeine-on-reproductive-outcomes-in-
women?sectionName=Spontaneous%20abortion&topicRef=5439&anchor=H18&source=see_link#H18
Abortus: Diagnosis dan Faktor Risiko
• Faktor dari Ibu:
– Kelainan tiroid  baik hipotiroid dan hipertiroid dapat meningkatkan risiko
abortus
– Diabetes dan penyakit metabolik lainnya
– Inkompetensi serviks
– Sinekia uteri
– Rokok  any active smoking was associated with increased risk of
miscarriage (summary relative risk [RR] ratio 1.23)
– Kafein  consumption of caffeinated beverages during pregnancy at a
level ≤5 to 6 mg/kg body weight/day does not increase the risk of
spontaneous abortion

https://www.uptodate.com/contents/the-effects-of-caffeine-on-reproductive-outcomes-in-
women?sectionName=Spontaneous%20abortion&topicRef=5439&anchor=H18&source=see_link#H18
Jenis Abortus
BESAR
DIAGNOSIS PERDARAHAN SERVIKS GEJALA LAIN
UTERUS
• Tes kehamilan +
Sesuai usia
Abortus imminens Sedikit-sedang Tertutup lunak • Nyeri perut
kehamilan
• Uterus lunak

Sesuai atau lebih • Nyeri perut >>


Abortus insipiens Sedang-banyak Terbuka lunak
kecil • Uterus lunak

• Nyeri perut >>


Lebih kecil dari usia
Abortus inkomplit Sedikit-banyak Terbuka lunak • Jaringan +
kehamilan
• Uterus lunak

• Sedikit atau tanpa


Tertutup atau Lebih kecil dari usia nyeri perut
Abortus komplit Sedikit-tidak ada
terbuka lunak kehamilan • Jaringan keluar ±
• Uterus kenyal

Membesar, nyeri • Demam


Abortus septik Perdarahan berbau Lunak
tekan • leukositosis
• Tidak terdapat gejala
nyeri perut
Lebih kecil dari usia
Missed abortion Tidak ada Tertutup • Tidak disertai
kehamilan
ekspulsi jaringan
konsepsi
Abortus Imminens Abortus Insipiens Abortus Inkomplit

Abortus Komplit Missed Abortion


342
Seorang perempuan, 20 tahun, G1P0A0 hamil 12 minggu ke UGD
keluhan keluar darah sedikit demi sedikit dari jalan lahir sejak dua hari
yang lalu. Enam jam yang lalu perdarahan banyak, keluar gumpalan
seperti daging, disertai rasa kram perut bagian bawah. TD 110/60, HR
90, RR 20, suhu 37. Pemeriksaan ginekologi tampak darah keluar dari
introitus, inspekulo didapatkan porsio lunak, OUE tertutup.
Pemeriksaan bimanual didapatkan korpus uteri sebesar telur ayam,
nyeri goyang portio (-), Hb 9.2. Tatalaksana tepat untuk kasus tersebut
adalah…
A. Kuretase
B. Pemberian tablet Fe
C. Pemberian antibiotika
D. Pemberian as. Folat
E. Pemberian transfuse darah
Analisa Soal
• Pasien hamil 12 minggu dengan keluhan darah
sedikit demi sedikit kemudian semakin banyak
dan keluar gumpalan seperti daging disertai nyeri
perut  mengarahkan pada abortus.
• Pemeriksaan: tampak darah di introitus, porsio
lunak, OUE tertutup. Pemeriksaan Hb 9.2 
abortus yang dialami adalah abortus komplit
dengan anemia.
• Tatalaksana abortus komplit, disertai anemia
adalah pemberian tablet Fe selama 2 minggu.
Abortus: Tatalaksana Umum
• Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu termasuk
tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan, suhu).
• Periksa tanda-tanda syok (akral dingin, pucat, takikardi, tekanan sistolik
<90 mmHg). Jika terdapat syok, lakukan tatalaksana awal syok
• Jika tidak terlihat tanda-tanda syok, tetap pikirkan kemungkinan
tersebut saat penolong melakukan evaluasi mengenai kondisi ibu karena
kondisinya dapat memburuk dengan cepat
• Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus dengan komplikasi,
berikan kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam untuk 48 jam:
– Ampicillin 2 g IV/IM kemudian 1 g diberikan setiap 6 jam
– Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
– Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
• Segera rujuk ibu ke rumah sakit .
• Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan emosional
dan konseling kontrasepsi pasca keguguran.
• Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus
Tatalaksana Abortus Komplit
• Tidak diperlukan evakuasi lagi.
• Konseling untuk memberikan dukungan
emosional dan menawarkan KB pasca keguguran.
• Observasi keadaan ibu.
• Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet
sulfas ferosus 600 mg/hari selama 2 minggu, jika
anemia berat berikan transfusi darah.
• Evaluasi keadaan ibu setelah 2 minggu.
343
Seorang ibu bernama Ny. Tika berusia 27 tahun G1P0A0
hamil 18 minggu dibawa keluarganya dengan keluhan
perdarahan dari jalan lahir sejak 2 hari yg lalu. Riwayat
terjatuh disangkal. Dari hasil pemeriksaan didapatkan
OUE terbuka, didapatkan perdarahan aktif, tidak
dijumpai jaringan. Kemungkinan diagnosis adalah…
A. Abortus imminens
B. Abortus komplit
C. Abortus insipien
D. Abortus habitualis
E. Abortus inkomplit
Analisa Soal
• Pasien hamil 18 minggu dengan keluhan
perdarahan jalan lahir  mengarah pada
abortus
• Pemeriksaan: OUE terbuka, perdarahan aktif,
tidak dijumpai jaringan  abortus insipien.
Jenis Abortus
BESAR
DIAGNOSIS PERDARAHAN SERVIKS GEJALA LAIN
UTERUS
• Tes kehamilan +
Sesuai usia
Abortus imminens Sedikit-sedang Tertutup lunak • Nyeri perut
kehamilan
• Uterus lunak

Sesuai atau lebih • Nyeri perut >>


Abortus insipiens Sedang-banyak Terbuka lunak
kecil • Uterus lunak

• Nyeri perut >>


Lebih kecil dari usia
Abortus inkomplit Sedikit-banyak Terbuka lunak • Jaringan +
kehamilan
• Uterus lunak

• Sedikit atau tanpa


Tertutup atau Lebih kecil dari usia nyeri perut
Abortus komplit Sedikit-tidak ada
terbuka lunak kehamilan • Jaringan keluar ±
• Uterus kenyal

Membesar, nyeri • Demam


Abortus septik Perdarahan berbau Lunak
tekan • leukositosis
• Tidak terdapat gejala
nyeri perut
Lebih kecil dari usia
Missed abortion Tidak ada Tertutup • Tidak disertai
kehamilan
ekspulsi jaringan
konsepsi
Abortus Imminens Abortus Insipiens Abortus Inkomplit

Abortus Komplit Missed Abortion


Tatalaksana Abortus Insipiens
• Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu: lakukan evakuasi isi uterus (dengaan
AVM) Jika evakuasi tidak dapat dilakukan segera:
– Berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian bila perlu)
– Rencanakan evakuasi segera.
• Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu:
– Tunggu pengeluaran hasil konsepsi secara spontan dan evakuasi sisa hasil konsepsi dari dalam
uterus (lakukan dengan AVM).
– Bila perlu, berikan infus 40 IU oksitosin dalam 1 liter NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan
kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu pengeluaran hasil konsepsi
• Lakukan pemantauan pascatindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila kondisi ibu
baik, pindahkan ibu ke ruang rawat.
• Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk
pemeriksaan patologi ke laboratorium.
• Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan
produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin setelah 24
jam. Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat diperbolehkan
pulang.
344
Seorang suami membawa istrinya bernama Ny. Asikina
berusia 30 tahun yang sedang hamil 8 minggu datang
untuk periksa ke dokter. Pasien mengeluh perdarahan
dari jalan lahir. Pasien mengeluhkan keluar darah berserta
gumpalan daging. Dari pemeriksaan dalam didapatkan
darah dan teraba jaringan di ostium uteri eksterna.
Diagnosanya adalah…
A. Abortus inkomplit
B. Abortus insipien
C. Missed abortion
D. Abortus medisinalis
E. Abortus sepsis
Analisa Soal
• Pasien hamil 8 minggu, dengan keluhan
perdarahan dari jalan lahir, keluar darah
beserta gumpalan daging.  abortus,
kemungkinan abortus komplit atau inkomplit.
• Pemeriksaan: didapatkan darah dan teraba
jaringan di ostium uteri eksterna  abortus
inkomplit
Jenis Abortus
BESAR
DIAGNOSIS PERDARAHAN SERVIKS GEJALA LAIN
UTERUS
• Tes kehamilan +
Sesuai usia
Abortus imminens Sedikit-sedang Tertutup lunak • Nyeri perut
kehamilan
• Uterus lunak

Sesuai atau lebih • Nyeri perut >>


Abortus insipiens Sedang-banyak Terbuka lunak
kecil • Uterus lunak

• Nyeri perut >>


Lebih kecil dari usia
Abortus inkomplit Sedikit-banyak Terbuka lunak • Jaringan +
kehamilan
• Uterus lunak

• Sedikit atau tanpa


Tertutup atau Lebih kecil dari usia nyeri perut
Abortus komplit Sedikit-tidak ada
terbuka lunak kehamilan • Jaringan keluar ±
• Uterus kenyal

Membesar, nyeri • Demam


Abortus septik Perdarahan berbau Lunak
tekan • leukositosis
• Tidak terdapat gejala
nyeri perut
Lebih kecil dari usia
Missed abortion Tidak ada Tertutup • Tidak disertai
kehamilan
ekspulsi jaringan
konsepsi
Abortus Imminens Abortus Insipiens Abortus Inkomplit

Abortus Komplit Missed Abortion


Tatalaksana Abortus Inkomplit
• Jika perdarahan ringan atau sedang dan kehamilan usia kehamilan kurang dari 16
minggu, gunakan jari atau forsep cincin untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang
mencuat dari serviks.
• Jika perdarahan berat dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu, lakukan evakuasi isi
uterus. Aspirasi vakum manual (AVM) adalah metode yang dianjurkan. Kuret tajam
sebaiknya hanya dilakukan bila AVM tidak tersedia. Jika evakuasi tidak dapat segera
dilakukan, berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian bila perlu).
• Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, berikan infus 40 IU oksitosin dalam 1 liter NaCl
0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu
pengeluaran hasil konsepsi.
– Lebih disarankan untuk memakai kuret tajam jika usia kehamilan >16 minggu
• Lakukan evaluasi tanda vital pascatindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila kondisi ibu
baik, pindahkan ibu ke ruang rawat.
• Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk pemeriksaan
patologi ke laboratorium.
• Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan produksi
urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin setelah 24 jam. BIla hasil
pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat diperbolehkan pulang
345
Seorang pasien bernama Ny. Zaenab berusia 60 th datang
ke poliklinik dengan keluhan benjolan di jalan lahir yang
dirasakan sejak dua bulan terakhir. Benjolan tersebut
dirasakan menganggu, terutama bila buang air kecil dan
berjalan. Pemeriksaan fisik massa licin, 5 cm dari introitus
vagina. Porsio sondase 5 cm, paniang vagina 8 cm.
Diagnosis ?
A. Prolaps Uteri I
B. Prolaps Uteri II
C. Prolaps Uteri III
D. Prolaps Uteri IV
E. Prolaps Uteri V
Analisa Soal
• Adanya keluhan benjolan di jalan lahir sejak dua bulan
terakhir yang terasa mengganggu terutama bila buang
air kecil dan berjalan mengarahkan pada adanya
prolaps uteri.
• Pemeriksaan fisik ditemukan massa licin, porsio
sondase 5 cm, panjang vagina 8 cm.
• Dengan demikian, panjang prolaps (yang ditunjukkan
dengan porsio sondase) tidak lebih dari 2 cm kurang
dari panjang total vagina (8-2 = 6 cm).
• Sehingga yang paling sesuai adalah prolaps uteri III.
• Prolaps uteri Gr. IVPanjang prolapse lebih dari total
Panjang vagina-2 cm
Prolaps Uteri
Definisi
• Penurunan uterus dari posisi anatomis yang seharusnya

• Insidens: meningkat dengan bertambahnya usia

Gejala dan Tanda


• Manifestasi klinis yang sering didapatkan adalah keluarnya massa dari
vagina dan adanya gangguan buang air kecil hingga disertai
hidronefrosis
• Sitokel (BAK sedikit-sedikit, tidak tuntas, stres inkontinensia), rektokel
(konstipasi), koitus terganggu, leukorea (ec jongesti daerah serviks), luka
gesek pada portio, enterokel (rasa berat dan penuh pada panggul),
servisitis (bisa menyebabkan infertilitas), menoragia ec bendungan

Komplikasi
• Keratinasi mukosa vagina dan portio, ulkus dekubitus, hipertrofi serviks,
gangguan miksi & stres inkontinensia, ISK, infertilitas, gangguan partus,
hemoroid, inkarserasi usus
Classification of
Genitourinary Prolapse
• The Pelvic Organ Prolapse Quantification
(POPQ)by The international continence society. It
is based on the position of the most distal portion
of the prolapse during straining
– Stage O: no prolapse
– Satge 1 : more than 1 cm above the hymen
– Stage 2 : witihin 1 cm proximal or distal to the plane
of the hymen
– Stage 3 : more than 1 cm below the plane of the
hymen but protrudes no further than 2 cm less than
the total length of vagina
– Stage 4: there is complete eversion of the vagina
• Baden Walker or Beecham classification
systems:
– 1st degre : cervix is visible when the perineum is
depressed – prolapse is contained within the
vagina
– 2nd degree: cervix prolapsed through the introitus
with the fundus remaining in the pelvis
– 3rd degree: procidentia (complete prolaps)- entire
uterus is outside the introitus
Treatment
• Treatment is indicated for women with symptoms of
prolapse or associated conditions (urinary, bowel, or
sexual dysfunction).
• Obstructed urination or defecation or hydronephrosis
from chronic ureteral kinking are all indications for
treatment, regardless of degree of prolapse .
• Treatment is generally not indicated for women with
asymptomatic prolapse
• Treatment is individualized according to each patient’s
symptoms and their impact on her quality of life
• Women with symptomatic prolapse can be managed expectantly,
or treated with conservative or surgical therapy.
• Both conservative and surgical treatment options should be
offered. There are no high quality data comparing these two
approaches.
1. Expectant management — Expectant management is a viable
option for women who can tolerate their symptoms and prefer to
avoid treatment.
2. Conservative management — Conservative therapy is the first
line option for all women with POP, since surgical treatment incurs
the risk of complications and recurrence:
– Pessarium, pelvic floor muscle excercise, esterogen therapy
3. Surgical treatment — Surgical candidates include women with
symptomatic prolapse who have failed or declined conservative
management of their prolapse. There are numerous surgeries for
prolapse including vaginal and abdominal approaches with and
without graft materials
346
Seorang perempuan bernama Ny. Skintia berusia 25
tahun P1A0 datang dengan keluhan nyeri perut kanan
bawah sejak 2 hari yang lalu. Pasien memiliki riwayat
sering keputihan dan saat ini menggunakan AKDR sebagai
kontrasepsi. Pemeriksaan tanda vital dalam batas normal,
pemeriksaan ginekologi didapatkan nyeri tekan adneksa
dan nyeri goyang serviks. Diagnosis kondisi di atas adalah:
A. Penyakit radang panggul
B. Appendisitis akut
C. Abortus immines
D. Kehamilan ektopik terganggu
E. Missed abortus
Analisa Soal
• Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah
sejak 2 hari, ada riwayat sering keputihan. Pemeriksaan
fisik terdapat nyeri tekan adneksa dan nyeri goyang serviks
 mengarahkan pada penyakit radang panggul (pelvic
inflammatory disease/PID).
• Penggunaan AKDR sebenarnya bukanlah faktor risiko untuk
PID.
• Tidak dipilih kehamilan ektopik terganggu karena tidak ada
keterangan tes kehamilan positif.
• Appendisitis akut  umumnya hanya nyeri perut kanan
bawah, migratory, tanpa nyeri tekan adneksa dan nyeri
goyang serviks
• Abortus imminens  perdarahan pada kehamilan <20
minggu
• Missed abortus  ada perdarahan, tes kehamilan (+)
IUD and Infection
• Historically there have been concerns that IUD use increases the risk of
pelvic inflammatory disease (PID)  no evidence
• If an infection such as endometritis or pelvic inflammatory disease is
going to occur, the most common time of infection is near the time of
insertion. However, infection can rarely develop later.
• Although PID resulting from IUD insertion is rare , given the possible
serious sequelae of PID, clinicians should have a low threshold for empiric
treatment of PID in women who have recently undergone IUD insertion.
• All women with IUD suspected of having PID should undergo bimanual
exam to evaluate for cervical motion, uterine, or adnexal tenderness.
• Additionally, speculum exam should be performed to evaluate for cervical
mucopurulent discharge
IUD related infection: Treatment
• PID has historically been associated with STIs,
such as chlamydia and gonorrhea, but multiple
other agents including genital mycoplasmas, both
aerobic and anaerobic endogenous vaginal flora,
and aerobic streptococcus can also cause PID
• Studies have found higher rates of BV in women
using the IUD than in women using other
contraceptive method  Metronidazole should
be used in women suspected with PID

SOGC COMMITTEE OPINION. Best Practices to Minimize Risk of Infection With Intrauterine Device Insertion. March 2014.
• Treatment:
– In treating mild to moderate pelvic inflammatory
disease, it is not necessary to remove the intrauterine
device during treatment unless the patient requests
removal or there is no clinical improvement after 72
hours of appropriate antibiotic treatment. (Society of
Obstetricians and Gynaecologists of Canada /SOGC)
– In cases of severe pelvic inflammatory disease,
consideration can be given to removing the
intrauterine device after an appropriate antibiotic
regimen has been started. (SOGC)
– Uptodate (2017): Most women with an IUD in-situ
who are diagnosed with PID do not require IUD
removal prior to initiation of antibiotic therapy,
regardless of interval since IUD insertion
SOGC COMMITTEE OPINION. Best Practices to Minimize Risk of Infection With Intrauterine Device Insertion. March 2014.
PELVIC INFLAMMATORY DISEASE
• Infeksi pada traktus genital atas wanita yang melibatkan
kombinasi antara uterus, ovarium, tuba falopi, peritonium
pelvis, atau jaringan penunjangnya.
• PID terutama terjadi karena ascending infection dari traktus
genital bawah ke atas
• Patogen: Dapat berupa penyakit akibat hubungan seksual atau
endogen (Tersering: N. Gonorrhea & Chlamydia Trachomatis)
• Faktor Risiko:
 Kontak seksual
 Riwayat penyakit menular seksual
 Multiple sexual partners
 IUD

PID:Current concepts of diagnosis and management,Curr Infect Dis Rep, 2012


Salphingitis
• Inflamasi pada tuba fallopi

• Salphingitis akut biasanya disamakan dengan PID karena merupakan bentuk paling sering
dari PID

• Faktor Risiko
– Instrumentasi pada serviks dan uteri (IUD, biopsi, D&C)
– Perubahan hormonal selama menstruasi, menstruasi retrogard

• Gejala dan Tanda


– Spotting, dismenorea, dispareunia, demam, nyeri punggung bawah, sering BAK, mual dan muntah,
nyeri goyang serviks

• Diagnosis
• Nyeri perut bawah, nyeri adneksa bilateral, nyeri goyang serviks
• Tambahan: suhu oral > 38.3 C, keputihan abnormal, peningkatan C rekative protein, adanya bukti
keterlibatan N. gonorrhoeae atau C. trachomatis

• Terapi
– Rawat inap dengan antibiotik IV (cefoxitin dan doksisiklin)
– Rawat jalan dengan cefotixin IM dan Doksisiklin oral
– Operatif bila antibiotik gagal

http://emedicine.medscape.com/article/275463-overview#a2
PID:Current concepts of diagnosis and management,Curr Infect Dis Rep, 2012
USG pada PID
• USG banyak dilakukan untuk evaluasi PID. Gambaran
PID pada pemeriksaan USG adalah: tuba falopii yang
menebal, terisi cairan, dan gambaran seperti roda gigi
(cogwheel sign).
• Pada pasien dengan endometritis, USG akan
menunjukkan gambaran cairan atau gas dalam ruang
endometrium, penebalan yang heterogen, atau garis
endometrium yang samar, namun penemuan ini pun
tidak konsisten.
• Bila terjadi abses tubo-ovarium, akan tampak
kumpulan kistik multilocular berdinding tebal, disertai
multiple fluid levels.
PID: Pengobatan
• Harus berspektrum luas
• Semua regimen harus efektif melawan N. gonorrhoeae dan C.
trachomatis karena hasil skrining endoserviks yang negatif tidak
menyingkirkan infeksi saluran reproduksi atas

• Rawat jalan atau rawat inap bergantung pada:


 Adanya emergensi (contoh; apendisitis)
 Pasien hamil
 Pasien tidak berespon baik terhadap antibiotik oral
 Pasien tidak memungkinkan untuk menoleransi antibiotik oral
 Pasien memiliki penyakit berat, mual-muntah, demam tinggi
 Pasien memiliki abses tubo-ovarian

http://www.cdc.gov/std/treatment/2010/pid.htm
347
Seorang pasien perempuan bernama Ny. Jerukitaloka
berusia 55 tahun datang dengan keluhan nyeri dan panas
di kedua pipi sejak dua minggu yang lalu. Pasien mengaku
sudah tidak haid sejak 5 tahun yang lalu. Pada
pemeriksaan fisik tanda-tanda vital dalam batas normal,
pemeriksaan kulit wajah tidak tampak kelainan. Apa
diagnosis pasien tersebut?
A. Febris ec inflamasi
B. Menopause
C. Sindrome perimenopouse
D. Gangguan hormonal
E. Postmenopousal syndrome
Analisa Soal
• Pasien usia 55 tahun dengan keluhan nyeri dan panas di kedua pipi
sejak 2 minggu. Sudah tidak haid sejak 5 tahun yang lalu. Pada
pemeriksaan tidak tampak kelainan, kulit wajah tidak tampak
kelainan.
• Sindrom perimenopause tidak dipilih karena pada kondisi ini pasien
masih menstruasi, tetapi siklusnya tidak teratur. Sementara pada
pasien sudah tidak haid sejak 5 tahun.
• Menopause didefinisikan sebagai kondisi tidak haid (amenorea)
selama 12 bulan berturut turut pada usia 40-56 tahun disertai
peningkatan FSH dan penurunan estradiol. Periode setelah itu,
disebut dengan postmenopause. Kedua kondisi tersebut disertai
dengan keluhan somatik (berdebar-debar, nyeri sendi, vagina
kering), keluhan vasomotor (hot flushes), psikis (mood swing, sering
lupa).
• Karena pasien sudah tdak haid sejak 5 tahun, maka kondisi pasien
saat ini lebih tepat disebut sebagai postmenopausal syndrome.
Menopause
No. Stages Definition
1 Late reproductive Menstrual cycles are ovulatory, but the follicular
years phase (the first half of the menstrual cycle before
ovulation occurs) begins to shorten (eg, 10 versus 14
days)
2 Perimenopause The change in bleeding pattern, which is
accompanied by hormonal fluctuations and a variety
of symptoms, is referred to as the menopausal
transition, or perimenopause, and occurs on average
at age 47 years

3 Menopause permanent cessation of menstrual periods,


determined retrospectively after a woman has
experienced 12 months of amenorrhea without any
other obvious pathological or physiological cause.
Postmenopause: period after someone have
menopause
www. Uptodate.com
Menopause
• Natural menopause is defined as the permanent cessation of
menstrual periods, determined retrospectively after a woman
has experienced 12 months of amenorrhea without any other
obvious pathological or physiological cause.
• Median age of 51.4 years in normal women and is a reflection
of complete, or near complete, ovarian follicular depletion,
with resulting hypoestrogenemia and high follicle-stimulating
hormone (FSH) concentrations.
• Menopause before age 40 years is considered to be abnormal
and is referred to as primary ovarian insufficiency (premature
ovarian failure).
• The menopausal transition, or perimenopause, occurs after the
reproductive years, but before menopause, and is
characterized by irregular menstrual cycles, endocrine changes,
and symptoms such as hot flashes.
Menopause PNPK POGI 2010
The Stages of Reproductive Aging Workshop +10 staging system for
reproductive aging in women

www. Uptodate.com FMP: final menstrual period


Late Reproductive Years
(Premenopause)
• Menstrual cycles are ovulatory, but the
follicular phase (the first half of the menstrual
cycle before ovulation occurs) begins to
shorten (eg, 10 versus 14 days)
• Serum inhibin B begins to decrease, serum
follicle-stimulating hormone (FSH) increases
slightly, estradiol levels are preserved, but
luteal phase progesterone levels decrease as
fertility potential begins to decline
Perimenopause
• The change in bleeding pattern, which is accompanied by hormonal
fluctuations and a variety of symptoms, is referred to as the menopausal
transition, or perimenopause, and occurs on average at age 47 years.
• Early perimenopause:
– Women typically first notice a lengthening in the intermenstrual interval (in
contrast to the shortening that occurs in the late reproductive years).
– Normal intermenstrual interval during the reproductive years is 25 to 35 days;
during the menopausal transition, this may increase to 40 to 50 days.
– Early follicular phase FSH levels are high but variable
• Late Perimenopause
– After the initial lengthening of intermenstrual interval, women then develop
more dramatic menstrual cycle changes with skipped cycles, episodes of
amenorrhea, and an increasing frequency of anovulatory cycles.
– typically lasts for one to three years before the FMP
– The more irregular cycles are accompanied by more dramatic fluctuations in
serum FSH and estradiol concentrations
Menopause & Postmenopause
• After the years of menstrual irregularity,
women eventually experience permanent
cessation of menses.
• Twelve months of amenorrhea is considered
to represent clinical menopause and is
termed "postmenopause”
• Marker Menopause
– >> FSH (penanda kegagalan ovarium) dan << estradiol dan
inhibin
Gejala Perimenopause-Menopause-Postmenopause
• Hot flashes — The most common symptom during the menopausal transition and menopause are
hot flashes (also referred to as vasomotor symptoms or hot flushes)
– When hot flashes occur at night, women typically describe them as "night sweats.”
– Hot flashes typically begin as the sudden sensation of heat centered on the upper chest and face that rapidly
becomes generalized. The sensa
– tion of heat lasts from two to four minutes, is often associated with profuse perspiration and occasionally
palpitations, and is sometimes followed by chills and shivering, and a feeling of anxiety.
• Gangguan tidur
• Depression — A number of reports indicate that there is a significant increased risk of new-onset
depression in women during the menopausal transition compared with their premenopausal
years. The risk then decreases in the early postmenopause.
• Vaginal dryness
– Estrogen <<  epitelium vagina menjadi memerah karena epitel menipis dan kapiler lebih terlihat 
atrofi epitel vagina  vagina memucat dan rugae <<  vaginitis atrophic  dispareunia
– Uterus mengecil
– Efek urogenital: << pH urin  perubahan flora bakteri  keputihan yang berbau dan gatal
• Sexual function — Estrogen deficiency leads to a decrease in blood flow to the vagina and
vulva. This decrease is a major cause of decreased vaginal lubrication and sexual dysfunction
in menopausal wome
• Long-term consequences of estrogen deficiency: bone loss, cardiovascular disease, skin
changes (desreased cutaneous collagen)
348
Seorang pasien wanita bernama Ny. Hafisah berusia 27 tahun
G1P0A0 hamil 38 minggu datang diantar keluarganya dengan
keluhan perdararahan berat dan sudah keluar air-air sejak
satu hari yan glalu. Pemeriksaan fisik tanda vital tekanan
darah 100/80 mmHg, N 100 x/menit. DJJ 80 x/menit. Inspeksi
tampak pembuluh darah menutupi jalan lahir. Diagnosis
pasien tersebut adalah:
A. Vasa previa
B. Plasenta previa
C. Solosio plasenta
D. Ruptur uteri
E. Abortus
Analisa Soal
• Pasien hamil 38 minggu, perdarahan berat
dan keluar air-air sejak satu hari, DJJ 80
x/menit, inspeksi tampak pembuluh darah
menutupi jalan lahir  sesuai dengan vasa
previa.
Vasa Previa
• Kondisi langka dimana pembuluh darah janin
melintasi membran amnion
• Pembuluh darah tersebut dapat berasal dari insersio
velamentosa dari talipusat atau bagian dari lobus
suksenteriata (lobus aksesorius).
• Bila pembuluh darah tersebut pecah maka akan
terjadi robekan pembuluh darah sehingga terjadi
eksanguisasi dan kematian janin.
• Penyebab perdarahan antepartum dimana terjadi
fetal distress yang tidak sebanding dengan jumlah
perdarahan
• Diagnosis
– USG Doppler + Posisi Tredelenburg + pemindahan manual
posisi presentasi janin dengan lembut
• Tatalaksana
– Perawatan di RS dengan NICU pada usia
kehamilan 28-32 minggu
– Kortikosteroid untuk pematangan paru
– SC elektif di usia kehamilan 35-37 minggu
http://www.jogi.co.in/may_june_16/10_cr_Vasa.html
• Pathogenesis
1. velamentous insertions (where the cord inserts
directly into the membranes, leaving unprotected
vessels running to the placenta) (25- 62%)
2. vessels crossing between lobes of the placenta such
as in succenturiate or bilobate placentas (33- 75%)
3. A vessel that courses over the edge of a marginal
placenta or a placenta previa may become a vasa
previa after extension of the placenta over better
vascularized area (trophotropism) and involution of
the cotyledons that were previa
Risk Factor
• Conditions associated
with vessels that run
close to the cervix, such
as
– low-lying placenta
– placenta previa
– multiple pregnancies
– multi-lobate placentas and
velamentous insertion [1%
of singleton pregnancy ,
10% in multifetal
pregnancies].
• Placenta membranacea
Clinical Presentation
• The classical modes of presentation included:
– vessel rupture at amniotomy,
– vessel rupture before rupture of membranes,
– vessel rupture after rupture of membranes,
– vessel compression, and
– vessels palpable on vaginal examination

• The most frequent presentation is still vaginal bleeding


occurring at the time the membranes rupture, the bleeding
being most often attributed to a placenta previa, placental
abruption, or “heavy show.”
• Bleeding of even 100 mL is sufficient to cause fetal shock
and death.

SOGC CLINICAL PRACTICE GUIDELINE. GUIDELINES FOR THE MANAGEMENT OF VASA PREVIA. 2009
insersio velamentosa dari lobus suksenteriata (lobus aksesorius).
talipusat
349
Seorang pasien perempuan bernama Ny. Tikah berusia 23
thn G1P0A0 datang ke Puskesmas untuk memeriksakan
kehamilannya. Pasien tidak ingat kapan hari pertama haid
terakhirnya. Pada pemeriksaan fisik keadaan umum dan
tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan obstetrik
tinggi fundus uteri teraba setinggi pusat, djj 152x/menit.
Berapa usia kehamilan?
A. 12 mggu
B. 16 mggu
C. 20 mggu
D. 24 mggu
E. 28 mggu
Analisa Soal
• Pasien hamil, tidak ingat HPHT, pemeriksaan
obstetrik TFU setinggi pusat, DJJ 152 x/menit
 usia kehamilan 20 minggu.
• 12 minggu  teraba di atas simfisis pubis
• 16 minggu  di antara simfisis pubis dan
umbilikus
• 24 minggu  minggu gestasi +- 2 cm
• 28 minggu  antara umbilikus dan processus
xyphoideus
Taksiran usia kehamilan
350
Pasien wanita bernama Ny. Cefirizine berusia 28 tahun
hamil G2P1A0 dengan usia kehamilan 30 minggu. Pasien
datang ke Puskesmas dengan keluhan keluar cairan dari
kemaluan sejak satu hari yang lalu. Cairan berwarna
keabuan, berbau amis. Pemeriksaan penunjang
didapatkan clue cell (+). Tidak ada kontraksi. Riwayat
demam disangkal. Apa komplikasi dari kondisi tersebut?
A. Pertumbuhan janin terganggu
B. Katarak kongenital
C. Tuli kongenital
D. Kelahiran preterm
E. Intra Uterine Fetal Death
Analisa Soal
• Pasien hamil 30 minggu dengan keluar cairan
dari kemaluan berwarna keabuan, berbau
amis, dan ditemukan clue cell (+) pada
pemeriksaan penunjang sehingga sesuai
dengan bacterial vaginosis
• Komplikasi obstetrik dari bacterial vaginosis
salah satunya adalah kelahiran preterm.
Bakterial Vaginosis
• Bakterial vaginosis: polymicrobial clinical syndromemenyebabkan jumlah
Lactobacillus sp. (flora normal vagina) menurun dan meningkatnya jumlah
bakteri anaerob.
• Etiologi utama: Gardnerella vaginalis, lainnya: Prevotella sp., Mobiluncus Sp.,
Mycoplasma, Bacteroides, Peptostreptococcus, Mycoplasma hominis, Ureaplasma
urealyticum, Eubacterium, Fusobacterium, Veilonella, Streptococcus viridans, dan
Atopobium vaginae

• Faktor resiko
 BV berhubungan dengan seks multipartner
 Douching
 Jumlah lactobacillus (flora normal vagina) turun
 Semakin sering berhubungan sekssemakin beresiko
 Semakin jarang berhubungan sekssemakin rendah
resiko

PPK PERDOSKI 2017


Bakterial Vaginosis: Pemeriksaan
• Didapatkan keputihan yang homogen
• Labia, introitas, serviks dapat normal maupun
didapatkan tanda servisitis.
• Keputihan biasanya terdapat banyak di fornix
posterior
• Dapat ditemukan gelembung pada keputihan
• Pemeriksaan mikroskopis cairan keputihan harus
memenuhi 3 dari 4 kriteria Amsel untuk
menegakkan diagnosis bakterial vaginosis
Prinsip diagnosis
• Kriteria Amsel:
 Duh tubuh homogen putih keabuan
 Sediaan basah dengan larutan
NaCI fisiologis atau sediaan apus Terpenuhi 3 dari 4
dengan pewarnaan Gram
ditemukan clue cells
 pH vagina >4.5 Bakterial Vaginosis
Whiff test (+): Duh tubuh berbau amis
(fishy odor sebelum atau sesudah ditetesi
KOH 10%)sebagai akibat dari pelepasan
amina yang merupakan produk
metabolisme bakteri
• Gold standard: Pemeriksaan Gram
PPK PERDOSKI 2017
Tatalaksana (PPK Perdoski 2017)
• Metronidazol 2x500 mg/hari selama 7 hari, ATAU
• Metronidazol 2 gram per oral dosis tunggal, ATAU
• Obat alternatif:
Klindamisin 2x300 mg/hari per oral selama 7 hari
• Catatan:
Pasien dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi
alkohol selama pengobatan dengan metronidazol
berlangsung sampai 48 jam sesudahnya untuk
menghindari disulfiram-like reaction4
http://emedicine.medscape.com/article/254342 & http://www.cdc.gov/std/tg2015/bv.htm
Bakterial Vaginosis: Komplikasi
• Komplikasi Umum
– Endometritis, penyakit radang panggul, sepsis
paskaaborsi, infeksi paskabedah, infeksi
paskahisterektomi, peningkatan risiko penularan HIV
dan IMS lain

• Komplikasi obstetrik
– Keguguran, lahir mati, perdarahan, kelahiran
prematur, persalinan prematur, ketuban pecah dini,
infeksi cairan ketuban, endometritis paskapersalinan
dan kejadian infeksi daerah operasi (IDO)
351
Seorang wanita 25 thn G1P0A0 hamil 36 minggu, dirujuk
karena darah tinggi. ANC dilakukan teratur dan sebelumnya
tidak ada riwayat hipertensi sebelumnya. Gerakan janin masih
baik, pemeriksaan tanda vital TD 160/110 nadi 90 napas 60
suhu 37. TFU 30cm, presentasi kepala, his (-), djj 12-11-12.
Inspekulo portio licin, ostium tertutup, flour albus (-), fluksus(-
). Pemeriksaan dalam portio kenyal, ostium tertutup,
penurunan kepala station -2. Proteinuria ++. Diagnosis?
A. Superimposed preeclampsia
B. Hpt kehamilan
C. Hpt kronik
D. Preeclampsia berat
E. Eklampsia
Analisa Soal
• Adanya peningkatan tekanan darah tinggi
>160/110 mmHg pada pasien hamil tanpa
riwayat hipertensi sebelumnya yang disertai
dengan proteinuria mengarahkan pada pre-
eklampsia berat.
Preeklampsia
• Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi
pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya
gangguan organ.
• Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein
urin, namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan
gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
preeklampsia, yaitu:
– 1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
– 2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal lainnya
– 3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali
normal dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas
abdomen
– 4. Edema Paru

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran. Diagnosis dan Tatatalaksana Preeklamsia. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia
Himpunan Kedokteran Feto Maternal 2016
– 5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri
kepala, gangguan visus
– 6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi
tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta :
Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR)
atau didapatkan adanya absent or reversed end
diastolic velocity (ARDV)
Pre Eklampsia Berat
352
Seorang wanita bernama Ny. Ucha berusia 28 tahun G2P1A0
hamil usia kehamilan 32 minggu melakukan kontrol kehamilan
ke dokter. Pasien mengaku tidak mengeluh apapun. Tidak ada
riwayat tekanan darah tinggi sebelumnya. Pada pemeriksaan
tekanan darah 160/90 mmHg, tidak ditemukan edema pada
ekstremitas, dan tidak dijumpai proteinuria. Diagnosis pada
pasien ini adalah…
A. Hipertensi gestasional
B. Eklampsia
C. Hipertensi essensial
D. Pre eklampsia
E. Superimposed preeklampsia
Analisa Soal
• Pasien hamil 32 minggu, tekanan darah
160/90 mmhg, tanpa ada keluhan apapun,
tanpa riwayat hipertensi sebelumnya, tidak
ada edema ekstremitas, tidak dijumpai
proteinuria  memenuhi kriteria hipertensi
gestasional.
Hipertensi Gestasional
• Definisi
– Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20 minggu dan
menghilang setelah persalinan
• Diagnosis
– TD ≥140/90 mmHg
– Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah kembali
normal <12 minggu pasca salin
– Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
– Tidak ada gangguan organ
• Tatalaksana Umum
– Pantau TD, urin (untuk proteinuria), dan kondisi janin setiap minggu.
– Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia ringan
– Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat,
rawat untuk penilaian kesehatan janin.
– Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia dan
eklampsia.
– Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal.

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
353
Perempuan 28 tahun G3P2A0 hamil 38 minggu datang ke rumah sakit
dengan keluhan keluar cairan jernih dari jalan lahir sejak 8 jam yang
lalu. Belum ada kontraksi Rahim, gerakan janin masih dirasakan kuat,
lendir dan darah belum keluar. Riwayat persalinan kedua anaknya
normal. Pemeriksaan tanda vital dalam batas normal. Janin tunggal,
presentasi kepala, TFU 31cm, DJJ 144. Inspekulo didapatkan portio
belum ada pembukaan, tampak cairan jernih keluar dari OUE, tes
lakmus (+). Penatalaksanaan yang tepat adalah…
A. Sectio caesaria
B. Induksi persalinan
C. Observasi persalinan
• Pimpin persalinan
A. Rehidrasi cairan isotonis
Analisa Soal
• Pasien hamil 38 minggu, keluar cairan jernih dari
jalan lahir sejak 8 jam, tanpa ada tanda
persalinan (belum ada kontraksi, belum ada
pembukaan). Pemeriksaan: tes lakmus (+) 
mengarahkan pada kondisi ketuban pecah dini.
• Mengingat usia kehamilan >34 minggu,
presentasi kepala, DJJ normal  tatalaksana yang
tepat adalah lakukan induksi persalinan.
• Sectio caesaria dilakukan bila ada kelainan
obstetri (fetal distress, CPD, letak sungsang) atau
gagal induksi.
KPD: Diagnosis
• Inspeksi
• pengumpulan cairan di vagina atau mengalir keluar dari lubang
serviks saat pasien batuk atau saat fundus ditekan

• Kertas nitrazin (lakmus)


• Berubah menjadi biru (cairan amnion lebih basa)

• Mikroskopik
• Ferning sign (arborization, gambaran daun pakis)

• Amniosentesis
• Injeksi 1 ml indigo carmine + 9 ml NS  tampak
pada tampon vagina setelah 30 menit

http://www.aafp.org/afp/2006/0215/p659.html
KPD: Tatalaksana
KETUBAN PECAH DINI

MASUK RS
• Antibiotik
• Batasi pemeriksaan dalam
• Observasi tanda infeksi & fetal distress

PPROM
• Observasi:
PROM
• Temperatur
• Fetal distress
• Kelainan Obstetri
Kortikosteroid
• Fetal distress
Letak Kepala
• Letak sungsang
• CPD
• Riwayat obstetri buruk Indikasi Induksi
• Grandemultipara • Infeksi
• Elderly primigravida • Waktu
• Riwayat Infertilitas
• Persalinan obstruktif

Berhasil
• Persalinan pervaginam
Gagal
Sectio Caesarea • Reaksi uterus tidak ada
• Kelainan letak kepala
• Fase laten & aktif memanjang
• Fetal distress
• Ruptur uteri imminens
• CPD
Ketuban Pecah Prematur: Tatalaksana
• Tatalaksana Umum: Antibiotik profilaksis
• DOC: Penisilin dan makrolida
• Ampicillin 2 g IV/6 jam dan erythromycin 250 mg IV/6 jam selama 2 hari diikuti amoxicillin 250
mg PO/ 8 jam dan erythromycin 333 mg PO/8 jam selama 5 hari
• Atau eritromisin 250 mg PO/6 jam selama 10 hari
• Kombinasi amoksilin dengan asam klavulanat tidak digunakan karena dapat
memicu terjadinya enterokolitis nekrotikans

• Tatalaksana Khusus kehamilan 24-33 minggu


– Selama perawatan 2 hari dilakukan:
• Observasi adanya amnionitis/tanda infeksi (demam, takikardia, lekositosis, nyeri pada rahim,
sekret vagina purulen, takikardi janin)
• Pengawasan timbulnya tanda persalinan
• USG menilai kesejahteraan janin
– Bila terdapat amnionitis, abrupsio plasenta, dan kematian janin, lakukan persalinan
segera.
– Berikan deksametason 6 mg IM tiap 12 jam selama 48 jam atau betametason 12
mg IM tiap 24 jam selama 48 jam.
– Lakukan pemeriksaan serial untuk menilai kondisi ibu dan janin.
– Bayi dilahirkan di usia kehamilan 34 minggu, atau di usia kehamilan 32-33 minggu,
bila dapat dilakukan pemeriksaan kematangan paru dan hasil menunjukkan bahwa
paru sudah matang (komunikasikan dan sesuaikan dengan fasilitas perawatan bayi
preterm).
Tatalaksana Khusus
• <24 minggu:
– Pertimbangan dilakukan dengan melihat risiko ibu dan
janin.
– Lakukan konseling pada pasien. Terminasi kehamilan
mungkin menjadi pilihan.
– Jika terjadi infeksi (korioamnionitis), lakukan
tatalaksana korioamnionitis
• >34 minggu:
– Lakukan induksi persalinan dengan oksitosin bila
tidak ada kontraindikasi.
Alur Antibiotik untuk KPD
Ketuban Pecah Prematur: Komplikasi

https://www.uptodate.com/contents/preterm-prelabor-rupture-of-membranes-clinical-manifestations-and-
diagnosis?search=premature%20rupture%20of%20membranes&source=search_result&selectedTitle=2~150&usage_type=de
fault&display_rank=2
354
Seorang perempuan berusia 34 tahun G4P3A0 hamil 32 minggu,
datang ke puskesmas dengan keluhan perdarahan warna merah segar
dari jalan lahir tiba-tiba. Tidak ada riwayat jatuh dan nyeri pada perut
paska senggama. Pasien tidak pernah mengalami perdarahan
sebelumnya. Pemeriksaan tanda vital normal. TFU pertengahan antara
pusat dan procesus xiphoideus, letak bokong, DJJ 140, kontraksi (+).
Inspekulo OUE terbuka 1cm dan tampak darah, gumpalan darah keluar
dari ostium. Etiologi perdarahan yang mungkin adalah…
A. Placenta previa
B. Solusio plasenta
C. Vasa previa
D. Ruptur uteri
E. Abortus insipient
Analisa Soal
• Pasien hamil 32 minggu dengan perdarahan warna merah segar dari
jalan lahir tiba-tiba  perdarahan antepartum, sehingga
kemungkinannya adalah solusio plasenta, plasenta previa, dan vasa
previa.
• Tidak ada riwayat jatuh, pemeriksaan janin masih dapat dilakukan,
DJJ masih terdeteksi  menyingkirkan kemungkinan solusio
plasenta (yang umumnya diawali trauma, perut tegang, DJJ sulit
terdeteksi)
• Vasa previa dapat disingkirkan karena umumnya terjadi fetal
distress, sementara pada kasus di soal DJJ masih normal.
• Pemeriksaan inspeksi: OUE terbuka 1 cm dan tampak darah,
gumpalan darah keluar dari ostium  mengarahkan pada
kemungkinan plasenta previa.
• Ruptur uteri  selain perdarahan, ada rasa nyeri, sesak napas,
mual, DJJ juga umumnya sulit didengar.
• Abortus insipien  tidak sesuai dengan usia kehamilan pasien.
PERDARAHAN ANTEPARTUM
Perdarahan dari jalan lahir setelah usia kehamilan 22 minggu
Gejala dan Tanda Utama Faktor Predisposisi Penyulit Lainnya Diagnosis
• Perdarahan tanpa nyeri. Nullipara atau multiparitas • Tidak ada nyeri. Plasenta Previa
• Darah segar atau kehitaman. • Bagian terendah fetus tidak
• Terjadi setelah miksi atau defekasi, aktifitas masuk pintu atas panggul.
fisik, kontraksi braxton hicks, trauma atau • Gawat janin
koitus.
• Perdarahan dengan nyeri intermitten atau • Hipertensi • Syok yang tidak sesuai jumlah Solusio Plasenta
menetap. • Versi luar darah yang keluar
• Darah kehitaman dan cair atau mungkin • Trauma abdomen • Anemia berat
terdapat bekuan • Polihidramnion • Melemah/hilangnya gerak
• Bila jenis terbuka, warna darah merah segar. • Gemelli fetus
• Defisiensi nutritif • Gawat janin atau hilangnya
DJJ
• Uterus tegang dan nyeri
• Kelelahan dan dehidrasi • Pernah SC • Syok/takikardia Ruptura Uteri
• Konstriksi bandl • Partus lama • Hilangnya gerak dan DJJ
• Nyeri perut bawah hebat • CPD • Bentuk uterus
• Gejala tidak khas pada bekas seksio sesaria • Kelainan abnormal/kontur tidak jelas
letak/presentasi • Nyeri raba/tekan dinding
• Persalinan traumatik perut
• Bagian anak mudah dipalpasi
• Perdarahan merah segar • Solusio plasenta • Perdarahan gusi Gangguan
• Uji pembekuan darah tidak menunjukan adanya • Janin mati dalam rahim • Gambaran memar bawah kulit pembekuan darah
bekuan darah setelah 7 menit • Eklampsia • Perdarahan dari tempat
• Rendahnya faktor pembekuan darah • Emboli air ketuban suntikan/infus
• Perdarahan saat amniotomi atau saat selaput • Kehamilan multipara • Sulit dikenali saat pembukaan Vasa Previa
ketuban pecah spontan • Genetik masih kecil
• Pulsasi di sepanjang alur pembuluh yang teraba
Plasenta Previa
• Implantasi pada tempat abnormal sehingga
menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan
lahir (OUI)

• Etiologi dan Faktor Risiko


– Endometrium di fundus belum siap menerima implantasi,
endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasaan plasenta
untuk mampu memberikan nutrisi pada janin, dan vili korealis
pada chorion leave yang persisten -Manuaba (1998)-
• Belum diketahui pasti tetapi
meningkat pada grademultipara,
primigravida tua, bekas SC, bekas
operasi, kelainan janin dan
leiomioma uteri -Mansjoer (2001)-
Plasenta Previa
Klasifikasi Berdasarkan terabanya jaringan plasenta
melalui pembukaan jalan lahir (Chalik, 2002):

Totalis: menutupi seluruh OUI

Partialis: menutupi sebagian OUI

Marginalis: tepinya agak jauh letaknya


dan menutupi sebagian OUI
Letak plasenta normal Plasenta let. rendah Plasenta previa lateralis Plasenta previa totalis
Plasenta Previa
• Gejala dan Tanda
• Perdarahan tanpa sebab, tanpa rasa nyeri serta berulang
• Darah: merah segar
• Bagian terbawah janin belum masuk PAP dan atau disertai dengan
kelainan letak karena letak plasenta previa berada di bawah janin
(Winkjosastro, 2002).
• Pemeriksaan
• Risiko plasenta akreta >> pada
kehamilan dengan plasenta
previa
• USG: >> lakuna plasenta pada 15-
20 minggu  gambaran moth-
eaten atau swiss cheese = plasenta
akreta
http://www.acog.org/Resources-And-Publications/Committee-Opinions/Committee-on-
Obstetric-Practice/Placenta-Accreta
Plasenta
Plasenta Previa: Tatalaksana
Previa: Tatalaksana

Inspekulo + USG + Koreksi cairan dengan infus (NaCl 0,9% atau RL)

Lihat Jumlah Perdarahan

SC tanpa melihat Waktu menuju 37 minggu


masih lama  rawat jalan
usia kehamilan  kembali ke RS jika
terjadi perdarahan

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Tatalaksana Plasenta Previa
Tatalaksana Umum
• PERHATIAN! Tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan
dalam sebelum tersedia kesiapan untuk seksio sesarea.
Pemerik¬saan inspekulo dilakukan secara hati-hati, untuk
menentukan sumber perdarahan.
• Perbaiki kekurangan cairan/darah dengan infus cairan
intravena (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat).
• Lakukan penilaian jumlah perdarahan.
• Jika perdarahan banyak dan berlangsung, persiapkan seksio
sesarea tanpa memperhitungkan usia kehamilan
• Jika perdarahan sedikit dan berhenti, dan janin hidup tetapi
prematur, pertimbangkan terapi ekspektatif
Terapi Konservatif
• Agar janin tidak terlahir prematur dan upaya diagnosis dilakukan secara non-invasif.
• Syarat terapi ekspektatif:
– Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti dengan atau
tanpa pengobatan tokolitik
– Belum ada tanda inpartu
– Keadaan umum ibu cukup baik (kadar Hb dalam batas normal)
– Janin masih hidup dan kondisi janin baik
• Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotika profilaksis.
• Lakukan pemeriksaan USG untuk memastikan letak plasenta.
• Berikan tokolitik bila ada kontraksi:
– MgSO4 4 g IV dosis awal dilanjutkan 4 g setiap 6 jam, atau Nifedipin 3 x 20 mg/hari
– Pemberian tokolitik dikombinasikan dengan betamethason 12 mg IM dosis tunggal
selama 2 hari untuk pematangan paru janin
• Perbaiki anemia dengan sulfas ferosus atau ferous fumarat per oral 60 mg selama 1 bulan.
• Pastikan tersedianya sarana transfusi.
• Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama, ibu dapat
dirawat jalan dengan pesan segera kembali ke rumah sakit jika terjadi perdarahan.
Terapi aktif
• Rencanakan terminasi kehamilan jika:
– Usia kehamilan cukup bulan
– Janin mati atau menderita anomali atau keadaan yang mengurangi
kelangsungan hidupnya (misalnya anensefali)
– Pada perdarahan aktif dan banyak, segera dilakukan terapi aktif tanpa
memandang usia kehamilan
– Jika terdapat plasenta letak rendah, perdarahan sangat sedikit, dan presentasi
kepala pemecahan selaput ketuban dan persalinan pervaginam masih
dimungkinkan. Jika tidak, lahirkan dengan seksio sesarea
• Jika persalinan dilakukan dengan seksio sesarea dan terjadi perdarahan
u

dari tempat plasenta:


– Jahit lokasi perdarahan dengan benang,
– Pasang infus oksitosin 10 unitin 500 ml cairan IV (NaCl 0,9% atau Ringer
Laktat) dengan kecepatan 60 tetes/menit
– Jika perdarahan terjadi pascasalin, segera lakukan penanganan yang sesuai,
seperti ligasi arteri dan histerektomi
355
Seorang wanita bernama Ny. Kisarana berusia 27 tahun P1A0
baru melahirkan dua minggu lalu dan saat ini sedang
menyusui bayinya. Pasien datang dengan keluhan payudara
kiri terasa nyeri dan lecet. Demam disangkal. Pemeriksaan
fisik tanda-tanda vital dalam batas normal, pemeriksaan
lokalis payudara kiri tampak bengkak dan merah, puting
tampak lecet. Penatalaksanaan untuk kasus tersebut adalah:
A. Kompres air dingin
B. Ubah posisi menyusui
C. Beri antibiotik oral
D. Insisi dan drainase
E. Berikan NSAID
Analisa Soal
• Adanya keluhan payudara kiri terasa nyeri dan
lecet pada pasien yang menyusui, dengan temuan
fisik payudara tampak bengkak, merah, dan
puting tampak lecet sesuai dengan mastitis.
• Penatalaksanaan yang sesuai adalah pemberian
antibiotik oral.
• Kompres air dingin juga dapat dilakukan sebagai
salah satu bagian terapi mastitis, akan tetapi
tetap dipilih antibiotik karena lebih spesifik untuk
mengatasi infeksi pada kondisi mastitis.
Gangguan Proses Menyusui: Mastitis
• Inflamasi / infeksi payudara
• Etiologi: stasis Asi dan infeksi
Staphylococcus aureus
Diagnosis
• Payudara (biasanya unilateral) keras,
memerah, dan nyeri
• Dapat disertai benjolan
• Dapat disertai demam > 38 C
• Paling sering terjadi di minggu ke-3 dan
ke-4 postpartum, namun dapat terjadi
kapan saja selama menyusui
Faktor Predisposisi
• Bayi malas menyusu atau tidak menyusu
• Menyusui selama beberapa minggu setelah melahirkan
• Puting yang lecet
• Menyusui hanya pada satu posisi, sehingga drainase payudara tidak sempurna
• Bra yang ketat dan menghambat aliran ASI
• Riwayat mastitis sebelumnya saat menyusui
Mastitis & Abses Payudara: Tatalaksana
Tatalaksana Umum Abses Payudara
• Tirah baring & >> asupan cairan • Stop menyusui pada payudara yang
• Sampel ASI: kultur dan diuji sensitivitas abses, ASI tetap harus dikeluarkan
Tatalaksana Khusus • Bila abses >> parah & bernanah 
• Berikan antibiotika : antibiotika
– Kloksasilin 500 mg/6 jam PO , 10-14 hari • Rujuk apabila keadaan tidak
ATAU membaik.
– Eritromisin 250 mg, PO 3x/hari, 10-14
• Terapi: insisi dan drainase
hari
• Tetap menyusui, mulai dari payudara sehat. • Periksa sampel  kultur resistensi
Bila payudara yang sakit belum kosong dan pemeriksaan PA
setelah menyusui, pompa payudara untuk • Jika abses diperkirakan masih banyak
mengeluarkan isinya. tertinggal dalam payudara, selain
• Kompres dingin untuk <<bengkak dan nyeri. drain, bebat juga payudara dengan
• Kompres hangat untuk lancarkan aliran ASI elastic bandage  24 jam tindakan
• Berikan parasetamol 3x500mg PO  kontrol kembali untuk ganti kassa.
• Sangga payudara ibu dengan bebat atau bra • Berikan obat antibiotika dan obat
yang pas. penghilang rasa sakit
• Lakukan evaluasi setelah 3 hari.
Kompres pada Mastitis
• Pada mastitis, kompres hangat dan dingin
dilakukan secara bergantian.
– Kompres dingin dilakukan untuk mengurangi
bengkak dan nyeri.
– Kompres hangat dilakukan sesaat sebelum
menyusui untuk melancarkan aliran ASI.
• Setelah sesi menyusui, bila payudara masih
terasa sakit, kompres dingin dapat kembali
dilakukan.
Mastitis. Australian Breastfeeding Association. https://www.breastfeeding.asn.au/bf-
info/common-concerns%E2%80%93mum/mastitis
356
Seorang pasien perempuan P1A0 datang untuk kontrol ke
Puskesmas setelah melahirkan 1 minggu yang lalu. Pasien
mengaku merasa nyeri saat menyusui dan khawatir bayinya
mengalami penurunan berat badan. Proses persalinan
spontan, bayi langsung menangis, berat lahir bayi 2750 gram.
Bayi alert, pemeriksaan lain dalam batas normal, BB bayi saat
ini 2730 gram. Apakah edukasi yang diberikan dokter?
A. Beri susu tambahan karena bayi mengalami penurunan BB
B. Posisi menyusui diperbaiki, basuh puting sebelum dan
sesudah memberi ASI
C. Ibu memerlukan antibiotik
D. Menyusui bayi menggunakan puting yang tidak lecet
E. Ibu perbaiki nutrisi agar nutrisi anak baik
Analisa Soal
• Pasien datang untuk kontrol setelah melahirkan 1
minggu lalu, merasa nyeri saat menyusui dan khawatir
bayi penurunan berat badan.
• Penurunan berat badan bayi pada soal masih dalam
batas normal (kurang dari 10% dalam waktu
seminggu) sehingga belum diperlukan tambahan lain
selain ASI.
• Pada soal, tidak ada keterangan puting lecet atau data
mengenai mastitis sehingga tidak perlu antibiotic atau
menyusui dengan payudara yang tidak lecet.
• Yang perlu dilakukan ibu adalah memperbaiki posisi
menyusui dan membasuh puting dengan asi sebelum
dan setelah menyusui untuk mengurangi risiko lecet.
Karena itu dipilih pilihan B.
Gangguan Proses Menyusui: Cracked Nipple
• Perawatan puting payudara
– Jangan digosok terlalu keras atau menggunakan sabun 
meningkatkan kekeringan dan iritasi
– Apabila basah/terlalu lembab  diangin-anginkan

• Tatalaksana
– Gunakan ASI/lanolin/krim untuk melembabkan
– Tetap susui bayi
– Gunakan nipple shield sebagai alternatif terakhir  karena
dapat mengurangi produksi ASI
Gangguan Proses menyusui: Mastalgia
• Nyeri pada payudara

• Etiologi
– Mastalgia terlokalisasi: gangguan fokal akibat massa pada payudara (kista dsb) atau
infeksi (mastitis, abses)
– Mastalgia bilateral
• Perubahan fibrokistik
• Mastitis bilateral difus (jarang)
• Perubahan hormon  proliferasi jaringan (kehamilan, pengobatan dengan hormon)
• Peregangan ligamen Cooper

• Pemeriksaan
– Pastikan tidak ada tanda radang, lihat perubahan kulit (eritema, rash, edema)

• Tatalaksana
– Mastalgia akibat menstruasi: parasetamol atau NSAID, nyeri berat  tamoxifen
atau danazol
– Terkait kehamilan: gunakan bra yang suportif, parasetamol

http://www.msdmanuals.com/professional/gynecology-and-obstetrics/breast-disorders/mastalgia-(breast-pain)
357
Seorang wanita bernama Ny. Maesaroh berusia 36 tahun
datang ke poliklinik dengan keluhan benjolan di bibir
vagina sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Benjolan teraba lunak dan nyeri, sehingga pasien merasa
tidak nyaman ketika berjalan. Keluhan juga disertai dg
nyeri saat berhubungan seksual. Dari pemeriksaan fisik
ditemukan massa di labium minor arah jam 7. Diagnosis?
A. Kista nabothi
B. Ca serviks
C. Abses bartholin
D. Polil serviks
E. Abses sebasea
Analisa Soal
• Pasien datang dengan keluhan benjolan di bibir
vagina sejak 1 minggu, teraba lunak dan nyeri
saat berjalan dan nyeri saat berhubungan
seksual.
• Pemeriksaan fisik  massa di labium minor arah
jam 7  sesuai untuk lokasi kelenjar bartholin.
• Karena sudah ada tanda nyeri saat berjalan dan
berhubungan seksual, menandakan adanya
infeksi sehingga dipilih opsi C.
• Pilihan A, B, D  tidak dipilih karena lokasi di
serviks.
KISTA BARTHOLIN
Kelenjar Bartholin: Kista Duktus Bartholin:
• Bulat, kelenjar seukuran kacang • Kista yang paling sering
terletak didalam perineum pintu
masuk vagina arah jam 5 & jam 7 • Disebabkan oleh obstruksi
• Normal: tidak teraba sekunder pada duktus akibat
• Duktus: panjang 2 cm & terbuka inflamasi nonspesifik atau
pada celah antara selaput himen trauma
& labia minora di dinding lateral
posterior vagina • Kebanyakan asimptomatik
Bartholin Cyst
• Bartholin cyst • Bartholin abscess
– If the orifice of the – An obstructed Bartholin
Bartholin duct becomes duct can become infected
obstructed, mucous and form an abscess
produced by the gland
accumulates, leading to
cystic dilation proximal to
the obstruction.
– Obstruction is often caused
by local or diffuse vulvar
edema.
– Bartholin cysts are usually
sterile and the gland is not
affected.

Uptodate.com
Clinical Presentation
• Bartholin cyst :
– Unilateral, 1-3 cm
– typically painless, and may be asymptomatic or mild pain
– Most Bartholin cysts are detected during a routine pelvic examination or by the woman
herself.
– Larger cysts  discomfort, typically during sexual intercourse, sitting, or ambulating.
– Patients may also find the presence of a cyst to be disfiguring, even in the absence of
symptoms.
– Cysts are likely to have clear or white fluid.

• Bartholin abscesses :
– typically present with such severe pain and swelling and patients are unable to walk, sit,
or have sexual intercourse.
– Abscesses have a purulent discharge that is typically yellow or green
– Fever - One-fifth of patients with abscess are febrile
– Unilateral, warm, tender, soft, or fluctuant mass in the lower medial labia majora or lower
vestibular area, occasionally surrounded by erythema (cellulitis) and edema
(lymphangitis).
– A large abscess, however, can expand into the upper labia.
– If the abscess is very close to the surface, pus may break through the thin layer of skin at a
point (pointing) and may drain spontaneously.
Kista & Abses Bartholin: Terapi
• Pengobatan tidak diperlukan pada wanita usia
< 40 tahun kecuali terinfeksi atau simptomatik
• Simptomatik
– Kateter Word selama 4-6 minggu
– Marsupialization: Alternatif kateter Word, biasanya
dilakukan jika rekuren tidak boleh dilakukan bila
masih terdapat abses  obati dulu dengan antibiotik
spektrum luas Kateter Word
– Eksisi: bila tidak respon terhadap terapi sebelumnya 
dilakukan bila tidak ada infeksi aktif, jarang dilakukan
karena menyebabkan disfigurasi
anatomis serta nyeri

• Pada wanita > 40 tahun


• Biopsi dilakukan untuk
menyingkirkan adenocarcinoma
kelenjar Bartholin
http://www.aafp.org/afp/2003/0701/p135.html
Treatment
• Cyst • Abscess
– No intervention is necessary – The mainstay of treatment is
for asymptomatic Bartholin I&D (Insicion and Drainage)
cysts. with placement of a Word
– A possible exception to this is catheter, under local
women age 40 years or older, anesthesia.
for whom some experts – Immediate pain relief occurs
suggest incision and drainage upon drainage of pus.
(I&D) to allow a biopsy to – Antibiotic therapy is only
exclude carcinoma. given in patients with risk
– Cysts that are disfiguring or factors or clinical findings
symptomatic are treated is indicative of a more severe
the same manner as a infection or for recurrent
Bartholin abscess. abscesses.
– Marsupialization refers to a
procedure whereby a new
ductal orifice is created.
• This is achieved by incising
the cyst/abscess and then
everting and suturing the
epithelium to the skin at the
edge of the incision.
358
Seorang perempuan bernama Ny. Rainy berusia 23 tahun
G1P0A0 hamil 39 minggu datang ke puskesmas untuk
periksa kehamilan. Pada pemeriksaan leopold III
didapatkan bagian terbawah janin belum masuk PAP
dengan penurunan 5/5. Pada pemeriksaan dalam
didapatkan diameter anteroposterior lebih lebar dari
diameter transversa. Bentuk panggul apa ?
A. Platypelloid
B. Ginekoid
C. Android
D. Antropoid
E. Ginekoandroid
Analisa Soal
• Pasien hamil 39 minggu datang untuk
pemeriksaan kehamilan. Pada pemeriksaan
dalam didapatkan diametes anteroposterior
lebih lebar dari diameter transversa  sesuai
dengan bentuk panggul antropoid.
Jenis Panggul
• Ginekoid (45% wanita)
– Panggul paling baik untuk
perempuan. Diameter
anteroposterior kira-kira sama
dengan diameter transversa.
• Android (15% wanita)
– Umumnya pria. Bentuk PAP hampir
segitiga. Panjang diameter
anteroposterior hampir sama
dengan transversal, tapi titik temu
dekat sakrum.
• Antropoid (35% wanita)
– Bentuk pinggul atas agak lonjong
spt telur. Panjang diameter antero-
posterior lebih besar daripada
diameter transversal
• Platipeloid (5% wanita)
– Jenis ginekoid yang menyempit ke
arah belakang. Ukuran diameter
transversal lebih besar daripada
diameter antero-posterior
359
Seorang perempuan bernama Ny. Bassriah berusia 35 tahun
G3P0A2 hamil 30 minggu datang ke dokter dengan keluhan
perut mulas menjalar ke pinggang disertai keluar darah dari
vagina. Pasien memiliki riwayat dua kali keguguran di usia
kehamilan 16-20 minggu. Pada pemeriksaan dalam
didapatkan OUE terbuka, terbawah di Hodge II, dan ketuban
intak. Diagnosis pasien tersebut adalah…
A. Abortus imminens
B. Abortus insipiens
C. Partus prematurus imminen
D. Inkompeten servix
E. Abortus inkomplit
Analisa Soal
• Pasien hamil 30 minggu dengan perut mulas menjalar ke
pinggang, keluar darah dari vagina, pemeriksaan
didapatkan OUE terbuka, bagian terbawah di Hodge II,
ketuban intak  mengarahkan pada partus prematurus
imminens.
• Inkompeten servix tidak dipilih karena kondisi ini
merupakan ketidakmampuan mempertahankan kehamilan
pada trimester II (13-28 minggu)Sementara pada kondisi
soal, kehamilan sudah memasuki trimester III.
• Riwayat keguguran sebelumnya mungkin disebabkan oleh
inkompeten serviks karena keguguran terjadi di usia 16-20
minggu.
• Pilihan A, B, dan E tidak dipilih karena merupakan
perdarahan pada kehamilan kurang dari 20 minggu.
Partus Prematurus

• POGI (Semarang, 2008): persalinan preterm


adalah persalinan yang terjadi pada usia
kehamilan 22-37 minggu

• (Wibowo, 1997): Kontraksi uterus yang teratur


setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum 37
minggu dengan interval kontraksi 5-8 menit atau
kurang + satu atau lebih tanda berikut:
– Perubahan serviks yang progresif
– Dilatasi serviks 2 cm atau lebih
– Penipisan serviks 80 % atau lebih
Faktor Risiko & Diagnosis PPI
Menurut Wijnyosastro (2010) dan Rompas (2004)
Janin & Plasenta Perdarahan trimester I, perdarahan antepartum, KPD, pertumbuhan
janin terhambat, cacat kongenital, gemeli, polihidramnion

Ibu DM, preeklampsia, HT, ISK, infeksi dengan demam, kelainan bentuk
uterus, riwayat partus preterm/abortus berulang, inkompetensi
serviks, narkotika, trauma, perokok berat, kelainan imun/rhesus,
serviks terbuka > pada 32 minggu, riwayat konisasi

Kriteria Diagnosis PPI (American College of Obstetricians and Gynecologists, 1997)


1. Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi 4x dalam 20 menit atau 8x dalam 60
menitplus perubahan progresif pada serviks
2. Dilatasi serviks lebih dari 1 cm
3. Pendataran serviks > 80%
Agen Tokolitik pada Persalinan
Preterm
• Most Effective tocolytic drugs:
– Inhibitor prostaglandin sintetase (COX inhibitor):
Indometasin
– Antagonis calcium channel : Nifedipin
– Beta Agonis: Terbutalin, Ritodrine
• Less Effective tocolytic drugs:
– Magnesium sulfat
– Antagonis oksitosin: Atosiban
Pematangan Paru

• Akselerasi pematangan fungsi paru janin


– Bila usia kehamilan < 35 minggu
– Obat:
• Betametason 2 x 12 mg IM, jarak pemberian 24 jam
• Deksametason 4 x 6 mg IM, jarak pemberian 12 jam
• Peningkat surfaktan: thyrotropin releasing hormone 200 ug IV ATAU
inositol

• Pencegahan infeksi
– DOC: eritromisin 3 x 500 mg selama 3 hari
– Ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari
– Klindamisin
– Kontra indikasi: amoksiklav  risiko necrotizing enterocolitis
Komplikasi PPI
• Pada Ibu
– Endometritis

• Pada Janin
– HMD, gangguan refleks akibat SSP belum matang,
intoleransi akibat GI belum matang, retinopati,
displasia bronkopulmoner, penyakit jantung,
jaundice, infeksi/septikemia, anemia, gangguan
mental & motorik
Inkompetensia Serviks
• Ketidakmampuan serviks uterus untuk mempertahankan
kehamilan pada trimester II, tanpa adanya kontraksi uterus
(ACOG)

• Gejala dan Tanda


– Dilatasi serviks dan penonjolan selaput ketuban tanpa nyeri
– PPROM
– Persalinan cepat janin non viable
– Tidak adanya kontraksi uterus
– Kram, nyeri punggung, peningkatan cairan vagina

• Diagnosis
– USG untuk mengukur panjang serviks (< 25 mm pada usia kehamilan
24 minggu)
– Dilatasi serviks yang tidak nyeri pada pemeriksaan dalam
Symptoms
• Women with cervical insufficiency in the current
pregnancy may be :
– asymptomatic or
– may present with mild symptoms, such as :
• pelvic pressure,
• Braxton-Hicks-like contractions,
• premenstrual-like cramping,
• backache, and/or
• a change in vaginal discharge  Discharge volume may increase;
the color may change from clear, white, or light yellow to pink, tan,
or red spotting; and the consistency may become thinner.
• Symptoms, if present, typically begin between 14 and
20 weeks of gestation and may be present for several
days or weeks before the diagnosis of cervical
insufficiency is made.
Physical examination
• Early in the course of cervical insufficiency  the
cervix may be soft and closed, with minimal
effacement
• Provocative maneuvers such as suprapubic or
fundal pressure or the Valsalva maneuver 
reveal fetal membranes in the endocervical canal
or vagina; this is always an abnormal finding.
• In some cases, membranes may be prolapsed or
ruptured.
• Tocodynamometry shows no or infrequent
contractions at irregular intervals.
360
Seorang perempuan bernama Ny. Shephia berusia 30 thn
G1P0A0 hamil 34 minggu datang ke praktek dokter untuk
pemeriksaan kehamilan. Pada pemeriksaan tanda vital
dalam batas normal. Pasien mengaku sering makan
daging setengah matang, termasuk saat hamil. Dari
pemeriksaan USG janin tunggal dengan hidrosefalus dan
kalsifikasi intracranial. Pemeriksaan serologis yg tepat?
A. Antibody anti toksoplasma
B. Antibody anti rubella
C. Antibody anti HSV
D. Antibody anti CMV
E. Antibody anti HIV
Analisa Soal
• Pasien hamil 34 minggu dengan riwayat sering
makan daging setengah matang saat hamil.
Pemeriksaan USG: janin tunggal hidrosefalus dan
kalsifikasi intracranial.
• Toksoplasma yang terjadi pada trimester kedua
kehamilan dapat menyebabkan congenital
toxoplasmosis dengan trias klasik hidrosefalus,
klasik intrakranial, dan korioretinitis. Sesuai
dengan temuan USG pasien.
• Karena itu, pemeriksaan berikutnya yang tepat
adalah antibody anti toksoplasma.
361
Seorang pasien perempuan bernama Ny. Ponitah berusia 32 thn
G4P0A3 hamil 8-9 minggu datang ke dokter untuk memeriksakan
kehamilannya. Pasien mengaku pernah mengalami 3 kali keguguran.
Pemeriksaan tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang
didapatkan toksoplasma IgM nonreaktif dan IgG reaktif, rubella IgM
reaktif dan IgG nonreaktif, CMV IgM nonreaktif dan IgG nonreaktif,
herpes IgM dan IgG nonreaktif. Interpretasi dari pemeriksaan
penunjang tersebut?
A. Infeksi toksoplasmosis kronis
B. Infeksi CMV
C. Infeksi rubella kronis
D. Reinfeksi toksoplasma
E. Infeksi toksoplasmosis akut
Analisa Soal
• Pasien hamil 8-9 minggu, dengan riwayat tiga kali
keguguran. Pemeriksaan penunjang:
– Toksoplasma IgM (-), IgG (+)  infeksi toksoplasma
kronis (mengalami infeksi dalam waktu 6 bulan
terakhir atau lebih)  kemungkinan penyebab
keguguran sebelumnya adalah infeksi toksoplasma
sebelumnya.
– Rubella IgM (+), IgG (-)  infeksi rubella akut
– CMV IgM (-), IgG (-)  tidak ada infeksi CMV
– Herpes IgM (-),IgG (-)  tidak ada infeksi herpes
• Sehingga jawaban yang paling sesuai adalah A.
Infeksi toksoplasmosis kronis
362
Seorang pasien wanita bernama Ny. Churata berusia 20 tahun
G1P0A0 hamil 10 minggu datang untuk pemeriksaan kehamilan
rutin. Pasien memiliki riwayat memelihara kucing sejak saat
sekolah. Pada pemeriksaan fisik normal, dari USG tampak
bayinya ada kalsifikasi otak dan hati + dilatasi ventrikel. Ada IgM
toxo dan IgG toxo. Mekanisme penularannya adalah…
A. Meningkatnya virulensi virus
B. Turunnya imunitas tubuh
C. Melalui transplasental
D. Hematogen
E. Melalui udara
Analisa Soal
• Pasien hamil, pada pemeriksaan USG tampak
bayi mengalami kalsifikasi otak dan hati +
dilatasi ventrikel, IgM dan IgG toxo (+) 
mengarahkan pada congenital
toksoplasmosis.
• Riwayat memelihara kucing sejak sekolah 
merupakan faktor risiko dari toksoplasma.
• Pada kasus soal, penularan pada bayi adalah
melalui transplasental dari ibu ke janin.
360-362. Toksoplasma
• Etiologi: Toxoplasma gondi

• Gejala dan Tanda:


– Tanpa disertai gejala yang spesifik. Kira-kira hanya 10-20% kasus infeksi Toxoplasma yang
disertai gejala ringan, mirip gejala influenza, bisa timbul rasa lelah, malaise, demam, dan
umumnya tidak menimbulkan masalah.
– Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus
spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan.
pada Toxoplasmosis bawaan, gejala dapat muncul setelah dewasa, misalnya kelainan mata
dan telinga, retardasi mental, kejang-kejang dn ensefalitis.

• Diagnosis
– Gejala-gejalanya tidak spesifik atau bahkan tidak menunjukkan gejala (sub klinik).
– Pemeriksaan laboratorium: Anti-Toxoplasma IgG, IgM dan IgA, serta Aviditas Anti-
Toxoplasma IgG.

• Pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada orang yang diduga terinfeksi Toxoplasma, ibu-ibu
sebelum atau selama masa hamil (bila hasilnya negatif pelu diulang sebulan sekali khususnya
pada trimester pertama, selanjutnya tiap trimeter), serta bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi
Toxoplasma.

Sumber :Pengertian TORCH Berikut Pencegahannya - Bidanku.comhttp://bidanku.com/pengertian-torch-berikut-


pencegahannya
Oocysts transform into
tachyzoites shortly after
ingestion. These tachyzoites
localize in neural and muscle
tissue and develop into tissue
cyst bradyzoites (3). Cats
become infected after
consuming intermediate hosts
harboring tissue cysts (4). Cats
may also become infected
directly by ingestion of
sporulated oocysts. Animals
bred for human consumption
and wild game may also become
infected with tissue cysts after
ingestion of sporulated oocysts
in the environment (5).
Humans can become infected by
any of several routes:
• eating undercooked meat of
animals harboring tissue
cysts (6).
• consuming contaminated
food or water (7).
The only known definitive hosts for Toxoplasma gondii are members of family Felidae • blood transfusion or organ
(domestic cats and their relatives). Unsporulated oocysts are shed in the cat’s feces transplantation (8).
(1). Although oocysts are usually only shed for 1-2 weeks, large numbers may be shed. • transplacentally from
Oocysts take 1-5 days to sporulate in the environment and become infective. mother to fetus (9).
Intermediate hosts in nature (including birds and rodents) become infected after
ingesting soil, water or plant material contaminated with oocysts (2).
• Humans can become infected by any of several routes:
– eating undercooked meat of animals harboring tissue cysts .
– consuming food or water contaminated with cat feces or by
contaminated environmental samples (such as fecal-contaminated
soil or changing the litter box of a pet cat) .
– blood transfusion or organ transplantation .
– transplacentally from mother to fetus .
Diagnosis
• The diagnosis of toxoplasmosis is typically made by serologic testing.
– immunoglobulin G (IgG) is used to determine if a person has been infected.
– If it is necessary to try to estimate the time of infection, which is of particular
importance for pregnant women, a test which measures immunoglobulin M (IgM) is
also used along with other tests such as an avidity test.
– Newborn infants suspected of congenital toxoplasmosis should be tested by both an
IgM- and an IgA-capture EIA. Detection of Toxoplasma-specific IgA antibodies is more
sensitive than IgM detection in congenitally infected babies
• Diagnosis can be made by direct observation of the parasite in stained tissue
sections such as : cerebrospinal fluid (CSF), or other biopsy material.
– These techniques are used less frequently because of the difficulty of obtaining these
specimens.
• Isolated from blood or other body fluids (for example, CSF)  difficult and
requires considerable time.
• Molecular techniques (the parasite's DNA detection) in the amniotic fluid can be
useful in cases of possible mother-to-child (congenital) transmission.
• Ocular disease is diagnosed based on the appearance of the lesions in the eye,
symptoms, course of disease, and often serologic testing.
Tachyzoite : crescent shape, formed by
asexual reproduction in host cells (often
macrophages cells)
Toxoplasma-positive reaction, stained by
immunofluroescence (IFA)
Pemeriksaan Antibodi
• Deteksi antibodi spesifik toksoplasma merupakan metode diagnostik
primer
• Deteksi inisial adalah IgG untuk menentukan status imun  (+):
indikasi infeksi pada suatu waktu lampau  uji IgM
• Uji IgM (-): menyingkirkan infeksi kini (recent infection)

• Uji IgM toksoplasma: kurang spesifitas


– IgM (+)/IgG (-): spesimen I mencurigakan  tes ulang 2 minggu kemudian
dengan spesimen II
• Bila spesimen I diambil pada awal infeksi, maka spesimen II seharusnya IgG (+)
tinggi
• Bila IgG (-) dan IgM (+) pada kedua spesimen: positif palsu, pasien tidak terinfeksi
– IgM (+)/IgG (+): ambil spesimen II  uji di lab lain yang menggunakan metode
tes berbeda untuk konfirmasi
– IgM (+)/IgG (+) dan hamil: IgG avidity Test
Antibody Detection
• For women who are initially tested at the end of the first trimester
and have positive IgM and IgG, the probability that infection
occurred after conception is 1 to 3 percent, depending on the test
used.
• The timing of infection in these cases is difficult to determine.
• To establish whether the positive IgM and IgG antibodies reflect
recent or chronic infection or a false-positive result, confirmatory
testing must be obtained with avidity testing.
• High IgG avidity is a hallmark of chronic infection (>4 months old),
but low avidity is not diagnostic of recent infection, as low IgG
avidity can persist for years in some women
IgG Result IgM Result Report/interpretation for humans*

Negative Negative No serological evidence of infection with Toxoplasma.

Possible early acute infection or false-positive IgM reaction. Obtain a new specimen for
Negative Equivocal IgG and IgM testing. If results for the second specimen remain the same, the patient is
probably not infected with Toxoplasma.
Possible acute infection or false-positive IgM result. Obtain a new specimen for IgG and
Negative Positive IgM testing. If results for the second specimen remain the same, the IgM reaction is
probably a false-positive.
Indeterminate: obtain a new specimen for testing or retest this specimen for IgG in a
Equivocal Negative
different essay.
Equivocal Equivocal Indeterminate: obtain a new specimen for both IgG and IgM testing.

Possible acute infection with Toxoplasma. Obtain a new specimen for IgG and IgM testing.
If results for the second specimen remain the same or if the IgG becomes positive, both
Equivocal Positive
specimens should be sent to a reference laboratory with experience in diagnosis of
toxoplasmosis for further testing.

Positive Negative Infected with Toxoplasma for six months or more.

Infected with Toxoplasma for probably more than 1 year or false-positive IgM reaction.
Obtain a new specimen for IgM testing. If results with the second specimen remain the
Positive Equivocal
same, both specimens should be sent to a reference laboratory with experience in the
diagnosis of toxoplasmosis for further testing.
Possible recent infection within the last 12 months, or false-positive IgM reaction. Send
Positive Positive the specimen to a reference laboratory with experience in the diagnosis of toxoplasmosis
for further testing.
Congenital Toxoplasma Clinical
Presentation
• First Trimester – often results in death
• Second Trimester – classic triad
– Hydrocephalus
– Intracranial calcifications
– Chorioretinitis
• Third Trimester – often asymptomatic at birth
• Symptoms may also include fever, IUGR, microcephaly,
seizure, hearing loss, maculopapular rash, jaundice,
hepatosplenomegaly, anemia, and lymphadenopathy
Toksoplasma pada Kehamilan
• Insiden toksoplasmosis kongenital pada ibu yang
diketahui terinfeksi sebelum masa gestasi sangat
rendah (mendekati nol)

– Terapi menggunakan spiramycin atau dengan


pyrimethamine, sulfadiazine, dan folinic acid serta
diagnosis prenatal untuk infeksi fetal tidak diindikasikan
kecuali ibu imunokompromais

– Dari keterangan diatas, dapat disimpulkan bahwa adanya


antibodi yang muncul setelah infeksi pada ibu sebelum
masa gestasi akan melindungi janin terhadap
toksoplasmosis kongenital

http://cid.oxfordjournals.org/content/47/4/554.long
TORCH: Terapi Toksoplasma dalam
Kehamilan
• Trimester I dan II (sebelum 18 minggu
gestasi)DOC: Spiramisin 3x1 gram
• Trimester II akhir dan IIIDOC:
Pirimetamin/sulfadiazin + leucovorin sampai
aterm
 Pyrimethamine 50 mg q12h for 2 days, lanjut 50
mg/day
 Sulfadiazine loading of 75 mg/kg followed by 50
mg/kg q12h
 Folinic acid 10-20 mg/day until 1 week following
cessation of pyrimethamine treatment
Emedicine
363
Seorang perempuan bernama Ny. Livosporin berusia 28 tahun
P1A0 mengeluh belum hamil lagi. Pasien berhubungan secara
teratur tanpa menggunakan alat kontrasepsi. Riwayat menstruasi
teratur tiap bulan, tidak ada nyeri panggul, tidak pernah nyeri
menstruasi dan keputihan. Anak pertama berusia 8 tahun. Apa
diagnosis yang paling mungkin?
A. Infertilitas primer
B. Infertilitas sekunder
C. Inkunditas
D. Endometriosis
E. PID
Analisa Soal
• Adanya keluhan belum hamil lagi, setelah
memiliki anak pertama berusia 8 tahun, dan
telah rutin berhubungan, tidak menggunakan
alat kontrasepsi, sesuai untuk kondisi
infertilitas sekunder.
Infertilitas
• Infertilitas :
– kegagalan suatu pasangan untuk mendapatkan kehamilan sekurang-
kurangnya dalam 12 bulan berhubungan seksual secara teratur tanpa
kontrasepsi, atau biasa disebut juga sebagai infertilitas primer.
• Infertilitas sekunder:
– ketidakmampuan seseorang memiliki anak atau mempertahankan
kehamilannya.
• Infertilitas idiopatik :
– pasangan infertil yang telah menjalani pemeriksaan standar meliputi tes
ovulasi, patensi tuba, dan analisis semen dengan hasil normal
• Fekunditas: kemampuan seorang perempuan untuk hamil.
• Data dari studi yang telah dilakukan pada populas, kemungkinan seorang
perempuan hamil tiap bulannya adalah sekitar 20 sampai 25%
• Pada perempuan di atas 35 tahun, evaluasi dan pengobatan dapat
dilakukan setelah 6 bulan pernikahan.
Infertilitas
• Kegagalan dari pasangan suami-istri untuk mengalami
kehamilan setelah melakukan hubungan seksual, tanpa
kontrasepsi, selama satu tahun (Sarwono,497)
• Infertilitas primer
– Pasangan suami istri belum mampu dan belum pernah
memiliki anak setelah satu tahun berhubungan seksual
sebanyak 2 – 3 kali perminggu tanpa menggunakan alat
kontrasepsi dalam bentuk apapun
• Infertilitas sekunder
– Pasangan suami istri telah atau pernah memiliki anak
sebelumnya tetapi saat ini belum mampu memiliki anak lagi
setelah satu tahun berhubungan seksual sebanyak 2 – 3 kali
perminggu tanpa menggunakan alat atau metode
kontrasepsi jenis apapun
364
Pasien perempuan G1P0A0 hamil 25 minggu datang dengan
keluhan badan lemah. Pasien merasa mudah lelah saat
beraktivitas. Pasien mengeluhkan kepala pusing dan pandangan
berkunang-kunang. Pasien pernah dirawat sebelumnya karena
muntah berlebihan pada awal kehamilan. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan konjungtiva anemis. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan Hb 8,6 Ferritin 5 TIBC 150. Apa terapi yang tepat?
A. Tablet tambah darah besi elemental 200 mg
B. Ferrous fumarat 125 mg
C. Asam folat 2 mg
D. Vit B12 250 mg
E. Ferrous sulfat 60 mg
Analisa Soal
• Adanya keluhan badan lemah, kepala pusing,
pandangan berkunang-kunang, temuan fisik
konjungtiva anemis, dan didukung oleh pemeriksaan
Hb 8.6 Feritin 5 TIBC 150 menunjukkan bahwa pasien
mengalami anemia defisiensi besi pada kehamilan.
• Untuk kondisi ini, perlu diberikan terapi besi
elemental 180 mg per hari dan yang paling tepat
adalah pilihan A.
• Pilihan B dan E juga merupakan pilihan sediaan
tablet besi tetapi tidak dipilih karena dosisnya yang
tidak tepat.
Anemia Gravidarum
• Diagnosis anemia gravidarum ditegakkan, apabila:
- Hb <11 g/dl pada trimester I dan III
- Hb <10,5 g/dl pada trimester II

• Etiologi:
- Intake besi, B12, dan asam folat yang rendah (kurang
mengkonsumsi makanan tinggi besi)
- Gangguan gastrointestinal
- Penggunaan antasida
- Penyakit kronik
- Riwayat keluarga

Sumber: Kemenkes. Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan.
Prinsip tatalaksana
Tatalaksana Umum
• Jika diagnosis anemia tegakpemeriksaan apusan darah
• Jika apusan darah tidak ada, beri suplementasi besi dan asam
folat: Fe 3x60 mg besi elemental selama 90 hariada
perbaikandilanjutkan sampai 42 hari pasca persalinan
• Jika tidak meningkat setelah 90 harirujuk ke pusat pelayanan
lebih tinggi
Sediaan tablet besi

Sumber: Kemenkes. Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan.
Tatalaksana khusus
• Jika ada hasil hapusan darah tepi:
Anemia mikrositik hipokrom
- Defisiensi besi: cek ferritin, jika <15 ng/mlberikan terapi besi
elemental 180 mg per hari. Jika ferritin normal, cek SI dan TIBC
- Thalassemiarawat bersama spesialis penyakit dalam

Anemia normositik normokrom


Cari riwayat perdarahan, tanda gejala aborsi, mola, kehamilan ektopik,
perdarahan pasca persalinan, dan infeksi kronik

Anemia makrositik hiperkrom


• Defisiensi asam folat dan B12: berikan asam folat 1x2 mg dan
vitamin B12 1x250-1000 μg

Indikasi transfusi:
- Hb <7 g/dl atau kadar hematokrit <20%
- Hb >7 g/dl dengan gejala klinis: pusing, pandangan berkunang-
kunang, atau takikardia (>100x/menit)
Sumber: Kemenkes. Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan.
365
Seorang wanita bernama Ny. Maesaroh Adinaputri berusia 28
tahun G1P0A0 hamil 33 minggu ingin kontrol kehamilannya.
Pasien mengeluh sering lemas dan mudah lelah selama
kehamilannya. Nafsu makan juga dirasakan menurun. Riwayat
ANC tidak teratur. Pemeriksaan fisik pasien tampak pucat, TD
110/70 mmHg. Pemeriksaan darah kesan anemia mikrositik
hipokrom. Komplikasi yang mungkin terjadi pada janin adalah:
A. Hidrops fetalis
B. Kematian janin
C. Insufisiensi tiroid
D. Distres pernapasan
E. Sepsis neonatorum
Analisa Soal
• Pasien hamil 33 minggu mengeluh sering lemas
dan mudah lelah, tampak pucat, dan pada
pemeriksaan penunjang ditemukan kesan anemia
mikrositik hipokrom  kondisi ini sesuai dengan
anemia defisiensi besi pada kehamilan.
• Komplikasi anemia kehamilan pada janin
diantaranya adalah kelahiran prematur, berat
lahir rendah, abortus spontan, dan kematian
janin. Karena itu dipilih jawaban B.
Komplikasi Maternal dari Anemia
• Anemia berat dapat menimbulkan sejumlah komplikasi
pada ibu dan fetus.
• Komplikasi maternal mayor akibat anemia umumnya terjadi
pada ibu hamil dengan kadar Hb kurang dari 6 gr/dL.
• Meski demikian, kadar Hb yang rendah dapat
meningkatkan morbiditas dalam kehamilan seperti infeksi,
peningkatan lama rawat di rumah sakit, dan masalah
kesehatan umum lainnya.
• Pada kondisi berat, terutama pada wanita dengan Hb < 6
gr/dL, komplikasi berbahaya dapat terjadi akibat gagal
jantung kongestif dan penurunan oksigenasi jaringan,
termasuk pada otot jantung.
• Anemia defisiensi besi berat atau anemia methemorragik
dapat mengakibatkan komplikasi pada kehamilan seperti
plasenta previa, solusoi plasenta, persalinan melalui
tindakan section caesaria, dan perdarahan post partum.
Sifakis S. Anemia in Pregnancy. Annals of the New York Academy of Sciences. February 2000.
Komplikasi Fetal dari Anemia
• Efek anemia pada ibu hamil terhadap janin
masih belum jelas. Namun, pada beberapa
literatur disebutkan anemia berhubungan
dengan penurunan kadar hemoglobin pada
bayi premature, abortus spontaneous, bayi
berat lahir rendah, dan kematian janin.

Sifakis S. Anemia in Pregnancy. Annals of the New York Academy of Sciences. February 2000.
366
Seorang pasien wanita bernama Ny. Salsabitya berusia 28 tahun
G2P0A0 usia kehamilan 20 minggu datang untuk pemeriksaan
kehamilan. Pasien saat ini tidak ada keluhan apapun.
Pemeriksaan tanda vital TD 120/80 mmHg, N 80 x/menit, P 14
x/menit. Dokter berencana untuk melakukan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan apakah yang disarankan oleh dokter
terhadap pasien tersebut?
A. Fungsi hati, fungsi jantung
B. Fungsi ginjal
C. Toksoplasma
D. Rubella
E. Hb, glukosa darah
Analisa Soal
• Pasien hamil 20 minggu tanpa keluhan apapun dan hasil
pemeriksaan dalam batas normal.
• Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan oleh dokter di
trimester kedua adalah pemeriksaan Hb dan glukosa untuk
mendeteksi anemia pada kehamilan dan diabetes gestasional.
• Pemeriksaan toksoplasma dan rubella  umumnya dilakukan
di kunjungan pertama (trimester pertama).
• Pemeriksaan fungsi hati, jantung dan ginjal umumnya diperiksa
bila ada indikasi preeklampsia yang terlihat dari keluhan seperti
edema kaki dan peningkatan tekanan darah saat hamil.
– Pada kondisi di soal, hasil pemeriksaan pada pasien dalam batas normal,
sehingga tidak dipilih opsi A dan B.
ANC pada Kehamilan

• Pemeriksaan ibu hamil baik fisik dan mental


serta menyelamatkan ibu dan anak dalam
kehamilan, persalinan dan masa nifas
sehingga mampu menghadapi persalinan, kala
nifas, persiapan pemberian ASI dan
kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar
(Wiknjosastro, 2005.; Manuaba, 2008).
Asuhan Antenatal
Kunjungan ANC adalah :
• setiap bulan sampai umur kehamilan 28
minggu
• setiap 2 minggu sampai umur kehamilan 36
minggu
• setiap 1 minggu sejak kehamilan 37 minggu
sampai terjadi kelahiran.
Pemeriksaan khusus jika ada keluhan tertentu.
Asuhan Antenatal
• Untuk menghindari
risiko komplikasi pada
kehamilan dan
persalinan, setiap ibu
hamil perlu melakukan
kunjungan antenatal
komprehensif yang
berkualitas minimal 4
kali .

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. 2013
Asuhan Antenatal
• Panduan ANC
berdasarkan WHO
tahun 2016 
rekomendasi ANC untuk
setiap ibu hamil adalah
minimal 8 kali selama
kehamilan.

WHO recommendations on antenatal care for a positive pregnancy experience. WHO, 2016
Identifikasi dan Riwayat Kesehatan
Data umum pribadi
Keluhan saat datang
Antenatal Riwayat haid
Riwayat kehamilan dan persalinan
care Riwayat kehamilan saat ini
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit ibu
Riwayat operasi
Riwayat KB, imunisasi, menyusui

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum (tanda vital, TB, BB, jantung paru,
payudara, dsb)
Pemeriksaan abdomen (inspeksi, palpasi, auskultasi)
Pemeriksaan Obstetri (Leopold)
Pemeriksaan inspekulo

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (Hb, MCV, Gol. darah, hitung jenis,
GDS, HbsAg, HIV/ VDRL, antibodi Rubella, urinalisis,
feses lengkap) dan USG
367
Seorang pasien wanita bernama Ny. Gulita berusia 28 tahun
G1P0A0 hamil 38 minggu datang ke unit gawat darurat karena
sudah menjalani persalinan lama tetapi belum lahir juga.
Keluarga pasien mengatakan pasien sempat pergi ke dukun dan
dipimpin persalinan tetapi sudah 3 jam belum lahir. Pada
pemeriksaan dalam pembukaan lengkap, hodge IV, pemeriksaan
fisik lain normal. Tatalaksana pada kondisi ini adalah…
A. Vakum
B. Injeksi oksitosin
C. Pimpin persalinan
D. SC
E. Forseps
Analisa Soal
• Pasien hamil 38 minggu, persalinan di dukun selama 3 jam
tetapi belum lahir juga. persalinan lama.
• Pada pemeriksaan didapatkan pembukaan sudah lengkap,
hodge IV dan lainnya normal. Maka tatalaksana yang paling
tepat untuk kondisi ini adalah persalinan dengan forseps.
• Vakum dan pilihan pimpin persalinan tidak dipilih karena
kemungkinan ibu sudah lelah. Sementara untuk keduanya
diperlukan kekuatan ibu untuk meneran.
• Injeksi oksitosin  tidak dipilih karena tidak ada keterangan
adanya masalah his.
• SC  tidak dipilih karena pada soal pembukaan lengkap,
kepala di hodge IV, dan ada pilihan forseps.
Persalinan Lama
• Waktu persalinan memanjang karena
kemajuan persalinan yang terhambat.

• Definisi berbeda sesuai fase


kehamilan, klasifikasi diagnosisnya:
– Distosia pada kala I fase aktif: grafik
pembukaan serviks pada partograf
antara garis waspada - garis
bertindak/ sudah memotong garis
bertindak, ATAU
– Fase ekspulsi (kala II) memanjang:
Bagian terendah janin pada persalinan
kala II tidak maju. Batasan waktu:
• Maks 2 jam untuk nulipara dan 1
jam untuk multipara, ATAU
• Maks 3 jam untuk nulipara dan 2
jam untuk multipara bila
menggunakan analgesia epidural
Fase Aktif Memanjang: Gejala dan Tanda
• Kontraksi melemah, sehingga menjadi kurang kuat, lebih
singkat dan/atau lebih jarang, ATAU

• Kualitas kontraksi tetap sama seperti semula, tidak


mengalami kemajuan ataupun melemah

• Ibu terus mengejan dengan kekuatan yang sama selama


berjam-jam, atau menyadari persalinan lebih mudah untuk
dikendalikan (kontraksi tidak semakin nyeri/ his tidak
bertambah kuat)

• Pada pemeriksaan vaginal, serviks tidak mengalami


perubahan

http://www.obgyn-rscmfkui.com/berita.php?id=234
Kriteria Diagnosis untuk Gangguan proses Persalinan
Persalinan dengan Alat Bantu: Vakum
Alat bantu berupa cup penghisap yang menarik kepala bayi dengan
lembut

INDIKASI KONTRA INDIKASI


• Ibu • Ibu
– Kelelahan ibu  masih kooperatif – Ibu dengan resiko tinggi ruptur
dan dapat mengejan uteri
– Partus tak maju – Kondisi ibu tidak boleh
– Toksemia gravidarum mengejan
– Memperpendek persalinan kala II, – Panggul sempit (CPD)
penyakit jantung kompensasi, • Janin
penyakit fibrotik – Bayi prematur (belum memiliki
• Janin moulage yang baik  kompresi
– Adanya gawat janin (ringan) forceps  perdarahan
periventrikular)
• Waktu
– Letak lintang, presentasi muka,
– Kala persalinan lama presentasi bokong, kepala janin
menyusul
Persalinan dengan Vakum
Syarat
• Pembukaan lengkap atau hampir lengkap
• Presentasi kepala
• Cukup bulan (tidak premature)
• Tidak ada kesempitan panggul
• Anak hidup dan tidak gawat janin
• Penurunan hodge III+
• Kontraksi baik/ terdapat his
• Ibu kooperatif dan masih mampu untuk mengedan

Komplikasi
• perdarahan intrakranial, edema skalp, sefalhematoma,
aberasi, dan laserasi kulit kepala pada janin, laserasi
perineum, laserasi anal, maupun laserasi jalan lahir pada ibu
Persalinan dengan Alat Bantu: Forceps
• Janin dilahirkan dengan tarikan cunam/ forceps di kepalanya
• Forceps/cunam: Logam, terdiri dari sepasang sendok (kanan-kiri)

INDIKASI KONTRA INDIKASI


• Ibu • Ibu
– Sama dengan ekstraksi vakum, – Sama seperti pada ekstraksi
hanya ibu sudah tidak mampu vakum
mengejan/ his tidak adekuat

• Janin • Janin
– Adanya gawat janin – Sama seperti pada ekstraksi
vakum
• Waktu
– Nullipara: 3 jam dengan anelgesi
lokal, 2 jam tanpa anelgesi lokal
– Multipara: 2 jam dengan anelgesi
lokal, 1 jam tanpa anelgesi lokal
Persalinan dengan Forcep
Syarat:
• Presentasi belakang kepala atau muka dengan dagu di
depan atau kepala menyusul pada sungsang
• Pembukaan lengkap
• Penurunan kepala 0/5 (Hodge IV)
– Head is engaged (at least 0/5 cm station).Forceps should
never be used when the head is not engaged. (Uptodate)
• Kontraksi baik dan ibu tidak gelisah
• Ketuban sudah pecah
• Dilakukan di rumah sakit rujukan

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di


Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan
Persalinan dengan Forcep
• Pemilihan jenis forcep
ditentukan oleh beberapa
faktor:
– Ukuran dan bentuk kepala bayi
dan panggul ibu harus sesuai
dengan ukuran dan lengkung
pada forcep
• Forcep Simpson  untuk
molded head
• Forcep Elliot atau Tucker-
McLane  utk bentuk kepala
yang bulat, unmolded
– Posisi kepala bayi dan apakah
akan dilakukan rotasi
• Forcep Kielland  untuk rotasi
kepala
• Forcep Piper  untuk kondisi
aftercoming head pada
persalinan bokong per vaginam

https://www.uptodate.com/contents/operative-vaginal-
delivery?search=forceps&source=search_result&selectedTitle=1~150&usa
ge_type=default&display_rank=1#H14
368
Seorang wanita bernama Ny. Robaidah berusia 30 tahun G2P1A0
hamil 30-32 minggu. Pasien dirujuk bidan karena pada
pemeriksaan kehamilan ketiga ditemukan berat badan pasien
tidak meningkat. Pasien memiliki BMI <18. Pemeriksaan
kehamilan tinggi fundus uteri (TFU) setinggi pusat dengan letak
bayi melintang. Diagnosis pasien ini adalah…
A. Oligohidramnion
B. Polihidramnion
C. Pertumbuhan janin terhambat
D. IUFD
E. Anemia pada kehamilan
Analisa Soal
• Pasien hamil 30-32 minggu dengan keluhan berat badan tidak
meningkat, BMI <18 (underweight), tinggi fundus uteri setinggi
pusat dengan letak lintang
• Untuk usia kehamilan 30-32 minggu, TFU seharusnya adalah
sekitar 32-34 cm. Sementara, TFU pasien pada soal sesuai untuk
usia kehamilan 20 minggu.
• TFU pasien lebih kecil dibandingkan TFU normal sesuai usia
kehamilan.  Janin mengalami pertumbuhan janin terhambat.
• Oligohidramnion dan polihidramnion tidak dipilih karena tidak
ada keterangan volume ketuban melalui pemeriksaan USG
• IUFD  tidak dipilih karena harus ada tanda seperti tidak ada
denyut jantung janin, perut mengecil dan terasa dingin.
• Anemia pada kehamilan  tidak ada keterangan kadar Hb pasien
sehingga tidak dipilih
Pertumbuhan Janin Terhambat (Intra
Uterine Growth Restriction)
• Kecil Usia kehamilan (small for gestational
age/SGA) dan Pertumbuhan janin terhambat
(fetal/intrauterine growth restriction/IUGR)
– SGA : Janin dengan berat di bawah persentil 10
pada kurva berat menurut usia gestasi
– FGR : berat janin di bawah persentil 10, dan janin
tidak dapat mencapai potensi pertumbuhan
optimal.
IUGR: Definition
• The most widely used definition of IUGR is
– a fetus whose estimated weight is below the 10th
percentile for its gestational age and
– whose abdominal circumference is below the
2.5th percentile.

https://www.aafp.org/afp/1998/0801/p453.html
Causes of and
risk factors for Comments Uptodate. 2018
IUGR
Fetal genetic Account for 5 to 20% of FGRduplications, ring chromosome, and aberrant genomic
abnormalities imprinting.
Account for 5 to 10% of FGR. Cytomegalovirus (CMV) and toxoplasmosis are the most
common infectious etiologies of FGR in developed countries. Other viruses and
Fetal infection parasites that may cause FGR include rubella, varicella-zoster, malaria, syphilis, and
herpes simplex. Malaria is a common infectious cause of FGR where the infection is
endemic.
Fetuses with congenital anomalies can have impaired growth, which is often related
Fetal structural
to coexistent cytogenetic disorders. The frequency of FGR is related to both the type
anomaly
and number of anomalies.
Confined placental mosaicism (CPM) refers to chromosomal mosaicism in the
Confined placental
placenta, but not in the fetus. It usually involves a trisomy and is strongly associated
mosaicism
with FGR.
Ischemic placental Ischemic placental disease can manifest clinically as FGR, preeclampsia, abruptio
disease placenta, or a combination of these disorders, and is often recurrent.
Gross cord and placental structural anomalies possibly associated with FGR include
Gross cord and
single umbilical artery, velamentous umbilical cord insertion, marginal cord insertion,
placental
bilobate placenta, circumvallate placenta, and placental hemangioma. If an
abnormalities
association between these entities and FGR exists, it is at most weak.
Causes of and risk
Comments
factors for IUGR
In epidemiologic studies, women who were growth-restricted at birth have a
Maternal genetic twofold increase in risk of FGR in their offspring. In addition, women who give birth
factors to a growth restricted fetus are at high risk of recurrence, and the risk increases
with increasing numbers of FGR deliveries.

Maternal conditions that can be associated with diminished utero-placental-fetal


blood flow and/or oxygen delivery have been associated with FGR. These conditions
include, but are not limited to:
▪ Preeclampsia
▪ Abruptio placenta
▪ Chronic hypertension
▪ Chronic kidney disease
Maternal medical ▪ Pregestational diabetes mellitus
and obstetrical ▪ Systemic lupus erythematosus and antiphospholipid syndrome
conditions ▪ Cyanotic heart disease
▪ Chronic pulmonary disease
▪ Severe chronic anemia
▪ Sickle cell disease
▪ Uterine malformations
▪ Misuse of alcohol, cigarettes, and/or drugs (eg, heroin, cocaine)
▪ Prepregnancy radiation therapy to the pelvis
▪ Heavy first trimester antepartum bleeding
Causes of and risk
Comments
factors for IUGR
Exposures to various teratogens, including medications such as warfarin, anticonvulsants (eg,
valproic acid), antineoplastic agents, and folic acid antagonists, can cause FGR with specific
Teratogens and other
dysmorphic features. Exposure to alcohol, tobacco, and air pollution can also impair fetal
environmental factors
growth. Exposure to therapeutic, but not diagnostic, doses of radiation can cause permanent
restriction of growth.
Assisted reproductive Singleton pregnancies conceived via assisted reproductive technologies have a higher
technologies prevalence of small for gestational age infants compared with naturally conceived pregnancies.
Low prepregnancy
weight, poor Maternal weight at birth, prepregnancy weight, and gestational weight gain can affect the risk
gestational weight gain, of FGR as these factors are responsible for about 10% of the variance in fetal weight. Macro-
malabsorption, poor and micronutrients in the maternal diet also appear to play a role.
nutritional status

A direct relationship between increasing altitude and lower birth weight has been
demonstrated in studies performed in Denver and Leadville, Colorado (altitude 1600 and 3100
Residing at high
m, respectively), Tibet (altitude 3658 m), and Peru. Birth weight data from 15 areas in Peru
altitude
located between sea level and 4575 m showed birth weight declined an average of 65 g for
every additional 500 m in altitude above 2000 m.
Short interpregnancy
interval
Extremes of maternal
age
Abnormal maternal
biochemical markers Examples include Low pregnancy-associated plasma protein A (PAPP-A), low beta-human
for Down syndrome chorionic gonadotropin (HCG), high alpha-fetoprotein (AFP)
screening
Diagnosis
• The diagnosis of FGR is based on discrepancies between
actual and expected sonographic biometric measurements
for a given gestational age.
• Traditionally, it has been defined as <10th percentile weight
for gestational age on a singleton growth curve, as this
establishes the diagnosis as being small for gestational age
(SGA)
• A weight <10th percentile definition is clinically practical,
but it alone does not distinguish the constitutionally small
fetus that achieves its normal growth potential and is not at
increased risk of adverse outcome from the similarly small
fetus whose growth potential is restricted and is at
increased risk of perinatal morbidity and mortality.
• when a fetus <10th percentile weight for gestational age is
identified  monitor fetal growth and fetal physiology
over time.
• A normal growth trajectory, normal Doppler velocimetry
of the umbilical artery, and normal amniotic fluid volume
suggest a constitutionally small fetus or minimal fetal
impact from uteroplacental insufficiency
• Serial ultrasound evaluation  represent the key elements of
fetal assessment and guide pregnancy management decisions.
– fetal growth,
– fetal behavior (biophysical profile or nonstress test with
assessment of amniotic fluid volume), and
– impedance to blood flow in fetal vessels (Doppler
velocimetry)
369
Seorang pasien wanita bernama Ny. Badriah berusia 28 tahun.
Pasien sudah 18 bulan menikah, tetapi tidak hamil. Pasien
mengaku sudah melakukan hubungan seksual tanpa kontrasepsi.
Pasien riwayat nyeri saat menstruasi dan terkadang ada
perdarahan intermenstrual. Pemeriksaan fisik teraba masa kistik
di adnexa Kanan, adnexa kiri dalam batas normal. Diagnosis
pasien ini adalah…
A. Endometritis
B. Endometriosis
C. Abses
D. Salpingitis
E. PID
Analisa Soal
• Pasien sudah 18 bulan menikah tetapi tidak hamil, hubungan
seksual rutin tanpa kontrasepsi  pasien mengalami
infertilitas primer.
• Riwayat dismenorea dan metroragia, pemeriksaan teraba
massa kistik di adnexa kanan  sesuai untuk kondisi
endometriosis.
• Endometriosis dapat menimbulkan dismenorea dan
menyebabkan infertilitas/subfertilitas pada penderitanya.
• Endometritis  infeksi di uterus pasca persalinan, gejala:
demam, lokia berbau
• Salpingitis/PID  gejala: nyeri perut bawah, keputihan,
demam menggigil, nyeri goyang porsio (+).
Endometriosis & Adenomiosis
• Endometriosis
– Pertumbuhan jaringan yang mirip dengan
endometrium di luar kavum uteri
• Endometriosis interna / Adenomiosis
– Endometriosis yang terdapat di dalam miometrium

• Pelvic endometriosis muncul bersamaan dengan


adenomyosis uteri pada 2–24% kasus, hal ini
menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara dua
kelainan ini
Endometriosis: Gejala Klinik
• Dismenore
– Timbul beberapa saat sebelum keluarnya darah haid,
berlangsung selama menstruasi dan progresif

• Subfertilitas/infertilitas

• Dispareunia

• Abortus spontan
– Meningkat 40% dibanding wanita normal 15-25%

• Keluhan lain
– Di kolon & rektum : distensi abdomen, kostipasi
– Di ureter : obstruksi, disuri, hematuri dll
1205
Endometriosis: Pemeriksaan
• Umumnya tidak menunjukkan kelainan

• Nodul pada daerah ligamentum sakrouterina dan


kavum douglas

• Nyeri pada septum rektovagina dan pembesaran


ovarium unilateral (kistik)

• Kasus berat : uterus retroversi fiksata, pergerakan


ovarium dan tuba terbatas

http://www.nhs.uk/Conditions/Endometriosis/Pages/Treatment.aspx
Endometriosis: Pemeriksaan
• Laparoskopi : untuk biopsi lesi
• USG, CT scan, MRI

http://www.nhs.uk/Conditions/Endometriosis/Pages/Treatment.aspx
Endometriosis: Terapi
1. Operatif
2. Non-Operatif
– Anti nyeri (NSAID, aspirin, morphine, and codeine)
– Hormonal
• Pil KB
• Levonorgestrel-releasing intrauterine system
(LNG-IUS)
• Gonadotrophin-releasing hormone (GnRH)
analogues
• Progestogens (medroxyprogesterone acetate)

http://www.nhs.uk/Conditions/Endometriosis/Pages/Treatment.aspx
370
Seorang perempuan, 28 tahun, diantar oleh suaminya ke bidan dengan
keluhan keluar bercak darah dari kemaluan sejak 30 menit yang lalu.
Keluhan diawali dengan perut mulas. Bidan segera merujuk ke RS. Ibu
hamil aterm, janin tunggal, hidup, letak kepala. Kemudian pasien
melahirkan bayi perempuan dengan berat 3700 gram, apgar 7/9.
Kemudian 30 menit dari bayi lahir, plasenta tidak keluar. Perdarahan
dari jalan lahir. Apakah diagnosis yang tepat?
A. Involusio uteri
B. Vasa previa
C. Retensio placenta
D. Solusio placenta
E. Atonia uteri
Analisa Soal
• Pasien mengalami perdarahan pasca
persalinan. Kemungkinan penyebab
perdarahan post partum adalah tone, tissue,
tear, thrombin, dan inversio uteri.
• Keterangan pada soal adalah plasenta tidak
keluar setelah 30 menit dari bayi lahir 
penyebab perdarahan post partum pada
pasien adalah jaringan plasenta  retensio
plasenta.
Hemorrhagia Post Partum

Etiologi (4T dan I) Pemeriksaan

• Tone (tonus) – atonia uteri • Palpasi uterus


– Bagaimana kontraksi uterus dan tinggi
fundus uterus.
• Trauma – trauma traktus • Memeriksa plasenta dan ketuban:
– lengkap atau tidak.
genital • Melakukan eksplorasi kavum uteri
untuk mencari :
– Sisa plasenta dan ketuban.
• Tissue (jaringan)- retensi – Robekan rahim.
plasenta – Plasenta suksenturiata.
• Inspekulo :
– untuk melihat robekan pada serviks,
• Thrombin – koagulopati vagina dan varises yang pecah.
• Pemeriksaan laboratorium :
– periksa darah, hemoglobin, clot
• Inversio Uteri observation test (COT), dan lain-lain.
Hemorrhagia Post Partum: Definisi
• Definisi Lama
– Kehilangan darah > 500 mL setelah persalinan pervaginam
– Kehilangan darah > 1000 mL setelah persalinan sesar (SC)

• Definisi Fungsional
– Setiap kehilangan darah yang memiliki potensial untuk
menyebabkan gangguan hemodinamik

• Insidens
– 5% dari semua persalinan
Hemorrhagia Post Partum: Diagnosis
G E J A L A D A N TA N D A G E J A L A & TA N D A YA N G DIAGNOSIS
YA N G S E L A L U A D A KADANG-KADANG ADA
• Uterus tidak berkontraksi dan lembek • Syok Atonia uteri
• Perdarahan setelah anak lahir (perdarahan
pascapersalinan primer)

• Perdarahan segera • Pucat Robekan jalan


• Darah segar yang mengalir segera setelah bayi • Lemah lahir
lahir • Menggigil
• Uterus kontraksi baik
• Plasenta lengkap

• Plasenta belum lahir setelah 30 menit • Tali pusat putus akibat traksi Retensio plasenta
• Perdarahan segera (P3) berlebihan
• Uterus kontraksi baik • Inversio uteri akibat tarikan
• Perdarahan lanjutan

• Plasenta atau sebagian selaput (mengandung • Uterus berkontaksi tetapi tinggi Tertinggalnya
pembuluh darah) tidak lengkap • fundus tidak berkurang sebagian plasenta
• Perdarahan segera • (kontraksi hilang-timbul)
Hemorrhagia Post Partum: Diagnosis
GEJALA DAN
G E J A L A D A N TA N D A TA N D A YA N G
DIAGNOSIS
YA N G S E L A L U A D A KADANG-KADANG
ADA
• Uterus tidak teraba • Syok neurogenik Inversio uteri
• Lumen vagina terisi massa • Pucat dan limbung
• Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir)
• Perdarahan segera
• Nyeri sedikit atau berat

• Sub-involusi uterus • Anemia Perdarahan


• Nyeri tekan perut bawah • Demam terlambat
• Perdarahan > 24 jam setelah persalinan. Perdarahan Endometritis atau
sekunder atau P2S. Perdarahan bervariasi (ringan atau sisa plasenta
berat, terus menerus atau tidak teratur) dan berbau (terinfeksi atau
(jika disertai infeksi) tidak)

• Perdarahan segera (Perdarahan intraabdominal dan / • Syok Robekan dinding


atau pervaginam • Nyeri tekan perut uterus (Ruptura
• Nyeri perut berat atau akut abdomen • Denyut nadi ibu cepat uteri
Retensio plasenta
• Plasenta atau bagian-
bagiannya dapat tetap
berada dalam uterus
setelah bayi lahir
• Sebab: plasenta belum
lepas dari dinding uterus
atau plasenta sudah lepas
tetapi belum dilahirkan
• Plasenta belum lepas:
kontraksi kurang kuat atau
plasenta adhesiva (akreta,
inkreta, perkreta)
• Terapi: stabilisasi tanda vital
dan manual plasenta
Retensio Plasenta: Komplikasi

• Inversio Uteri
• Syok hipovolemik
• Perdarahan post partum
• Sepsis purpura
• Subinvolusi uteri

http://nationalwomenshealth.adhb.govt.nz/Portals/0/Documents/Policies/Retained%20Placenta%20Management_.pdf
371
Seorang pasien wanita bernama Ny. Flianta berusia 35 tahun
P4A0. Pasien baru melahirkan di dukun pada usia kehamilan 39
minggu. Saat di dukun, suami pasien mengaku dukun
mendorong perut pasien dari luar. Pasien mengalami
perdarahan banyak disertai nyeri perut yang hebat. Pada
pemeriksaan fisik TD 70/palpasi. Diagnosis pasien ini adalah…
A. Plasenta Previa
B. Solutio Plasenta
C. Ruptur Uteri
D. Plasenta Akreta
E. Vasa previa
Analisa Soal
• Pasien melahirkan di dukun dan dukun mendorong perut
pasien dari luar. Pasien mengalami perdarahan banyak, nyeri
perut hebat, dan penurunan tekanan darah (TD 70/palpasi) 
kemungkinan mengalami rupture uteri.
• Adanya riwayat dukun yang mendorong perut pasien menjadi
faktor risiko kondisi ini.
• Plasenta previa  perdarahan antepartum, darah merah
segar, tanpa nyeri perut.
• Solusio plasenta  perdarahan disertai nyeri perut, perut
tampak tegang, DJJ sulit dideteksi
• Plasenta akreta  perdarahan post partum, plasenta tidak
lahir
• Vasa previa  perdarahan disertai distress janin.
Ruptur Uteri
• Definisi Ruptur Uteri
– Lengkap: Laserasi berhubungan dengan kavum
peritoneum
– Tidak Lengkap: Laserasi dipisahkan dari kavum
peritoneum oleh peritoneum viseralis/ ligamentum
kardinale
– Ruptur bekas SC: Pelepasan luka insisi lama + robekan
selaput ketuban
– Dehisensi jaringan parut bekas SC: Selaput ketuban
tidak pecah
Ruptur Uteri: Etiologi

• Jaringan parut bekas SC (terbanyak)


• Riwayat kuretase atau perforasi uterus
• Trauma abdomen
• Persalinan lama akibat CPD
• Stimulasi berlebihan saat induksi (pematangan
serviks mis. Misoprostol/ dinoprostone)
• Peregangan uterus berlebihan
• Neoplasma trofoblastik gestasional
• Pelepasan plasenta manual yang sulit
Ruptur uteri
• Ruptura uteri atau robeknya dinding rahim terjadi akibat
terlampauinya daya regang miometrium. Pada bekas seksio sesarea,
risiko terjadinya ruptura uteri lebih tinggi.
• Diagnosis
– Perdarahan intraabdominal, dengan atau tanpa perdarahan
pervaginam
– Nyeri perut hebat (dapat berkurang setelah ruptura terjadi)
– Syok atau takikardia
– Adanya cairan bebas intraabdominal
– Hilangnya gerak dan denyut jantung janin
– Bentuk uterus abnormal atau konturnya tidak jelas
– Dapat didahului oleh lingkaran konstriksi (Bandl’s ring)
– Nyeri raba/tekan dinding perut
– Bagian-bagian janin mudah dipalpasi
Rupture uteri
• Complete/total uterine rupture:
– defined as a tear through all layers of the uterine wall, including the serosa and amniotic
membranes.
– it is associated with the following:
• Clinically significant uterine bleeding
• Fetal distress
• Protrusion or expulsion of the fetus and/or placenta into the abdominal cavity
• Need for prompt cesarean delivery
• Uterine repair or hysterectomy

• Partial/incomplete uterine rupture:


– defined as a tear in the muscular layers, with intact serosa or amniotic membranes
• Risk Factor:
– Previous cesarean section (CS) incision or other uterine scars,
– uterine anomalies,
– grand multiparity,
– tumours,
– use of oxytocin,
– placenta percreta, and
– fetal anomalies are
Ruptur Uteri: Klasifikasi
• Ruptur Uteri Tanpa Jaringan Parut
– Ruptur Spontan
• Terjadi pada uterus tanpa parut
• Etiologi: persalinan lama, multiparitas, hidrosefalus, janin
letak lintang, oksitosin dosis tinggi

• Ruptur Jaringan Parut Seksio Sesarea


– Terjadi pada luka parut lama

• Ruptur Uteri Traumatik


– Karena jatuh, kecelakaan (tabrakan dll), ruptur uteri
violenta (misal pada versi ekstraksi letak lintang atau
setelah ekstraksi cunam)
Ruptur Uteri: Mekanisme
• Peregangan berlebihan dari uterus, kadang disertai
pembentukan cincin retraksi patologis (Bandl)

• Lingkaran Bandl: fisiologis bila dijumpai 2-3 jari diatas


simfisis  bila meninggi  waspada ruptura uteri
iminens (RUI)
Ruptur Uteri: Gejala & Penemuan Klinis
– Anamnesis & Inspeksi: Kesakitan, napas
dangkal & cepat,takikardia, muntah ec
rangsangan peritoneum, syok, kontraksi
uterus hilang, defans muskular

– Palpasi: Krepitasi pada kulit perut


(emfisema subkutan), teraba bagian
janin langsung dibawah kulit perut, nyeri
tekan perut, Ligamentum rotundum
teraba seperti kawat listrik

– Auskultasi: DJJ sulit terdengar/ tidak


terdengar

– Pemeriksaan Dalam: Robekan dinding


rahim teraba  teraba organ
Tatalaksana Umum
– Berikan oksigen.
– Perbaiki kehilangan volume darah dengan pemberian infus cairan intravena
(NaCl 0,9% atau Ringer Laktat) sebelum tindakan pembedahan.
– Jika kondisi ibu stabil, lakukan seksio sesarea untuk melahirkan bayi dan
plasenta.

Tatalaksana Khusus
– Jika uterus dapat diperbaiki dengan risiko operasi lebih rendah daripada
histerektomi dan tepi robekan uterus tidak nekrotik, lakukan reparasi uterus
(histerorafi) . Tindakan ini membutuhkan waktu yang lebih singkat dan
menyebabkan kehilangan darah yang lebih sedikit dibanding histerektomi.
– Jika uterus tidak dapat perbaiki, lakukan histerektomi subtotal. Jika robekan
memanjang hingga serviks dan vagina, histerektomi total mungkin
diperlukan
Tatalaksana Ruptur Uteri

• Tindakan yang segera dilakukan memperbaiki


keadaan umum pasien ( resusitasi cairan dan
persiapan tranfusi ) dan persiapan tindakan SC dan
laparotomi.

• Tindakan definitif:
– Histerorafia (bila tobekan melintang dan tidak mengenai
daerah yang luas), atau
– Histerektomi (bila robekan uterus mengenai jaringan yang
sangat luas serta sudah banyak bagian yang nekrotik)
372
Seorang pasien perempuan bernama Ny. Arielita berusia 38
tahun G5P2A2 hamil 38 minggu datang dengan keluhan keluar
darah hitam kental dari jalan lahir, nyeri perut menetap, gerakan
janin hilang sejak 4 jam lalu. Sebelumny pasien terjatuh dengan
posisi terduduk, pemeriksaan fisik tanda vital normal, perut
tegang, DJJ tidak terdengar. Apa penyebab DJJ bayi hilang?
A. Trauma janin
B. Perdarahan janin
C. Hipoksia janin
D. Kongenital
E. Virus
Analisa Soal
• Pasien hamil 38 minggu, perdarahan gelap kental, nyeri perut,
gerakan janin hilang, perut tampak tegang dan DJJ tidak
terdengar  mengarahkan pada perdarahan antepartum ec
solusio plasenta. Riwayat jatuh terduduk merupakan faktor
risiko dari kondisi ini.
• Solusio plasenta adalah kondisi dimana plasenta terdesak dan
terlepas dari tempat perlekatannya. Hal ini menimbulkan
janin kekurangan oksigen (hipoksia) sehingga menyebabkan
DJJ menurun atau tidak terdengar. Karena itu pilihan yang
tepat adalah opsi C.
Solusio Plasenta
• Terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya

• Diagnosis
– Perdarahan kehitaman dan cair, syok tidak sesuai dengan jumlah
darah keluar (tersembunyi), anemia berat, gawat janin/
hilangnya DJJ, uterus tegang dan nyeri

• Faktor Predisposisi
– Hipertensi
– Versi luar
– Trauma abdomen
– Hidramnion
– Gemelli
– Defisiensi besi
Solusio Plasenta
Solusio Plasenta: Gambaran Klinis
• Solusio Placenta Ringan
– Luas plasenta yang terlepas < 25% atau < 1/6 bagian (Jumlah perdarahan < 250 ml)
– kadar fibrinogen plasma lebih dari 250 mg%
– Tumpahkan darah yang keluar terlihat seperti pada haid, sukar dibedakan dari
plasenta previa kecuali warna darah yang kehitaman
– Komplikasi terhadap ibu dan janin belum ada

• Solusio Placenta Sedang


– Luas plasenta yang terlepas 25-50% (Jumlah perdarahan 250 ml-1.000 ml
– Kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%
– Gejala dan tanda sudah jelas: rasa nyeri pada perut yang terus menerus, denyut
jantung janin menjadi cepat, hipotensi dan takikardia

• Solusio Placenta Berat


– Luas plasenta yang terlepas > 50%, dan jumlah perdarahan > 1.000 ml
– Gejala dan tanda klinik jelas: keadaan umum penderita buruk disertai syok, dan
hampir semua janinnya telah meninggal. Komplikasi koagulopati dan gagal ginjal
yang ditandai pada oliguri biasanya telah ada
Solusio Plasenta: Patofisiologi
• Perdarahan pada pemb. Darah plasenta/uterus  hematma pada desidua 
plasenta terdesak dan terlepas

• Perdarahan berlangsung teru karena otot uterus yang telah meregang oleh
kehamilan tidak mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan perdarahannya 
hematoma retroplasenter bertambah besar  sebagian/ seluruh plasenta lepas
dari dinding uterus

• Sebagian darah akan menyusup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina atau
menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban atau mengadakan
ektravasasi di antara serabut-serabut otot uterus

• Apabila ektravasasinya berlangsung hebat,maka seluruh permukaan uterus akan


berbercak biru atau ungu (uterus Couvelaire)  Perut terasa sangat tegang dan
nyeri

• Akibat kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter  banyak


trombosit akan masuk ke dalam peredaran darah ibu  pembekuan intravaskuler
dimana-mana  menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen 
hipofibrinogenemia  gangguan pembekuan darah tidak hanya di uterus tetapi
juga pada alat-alat tubuh yang lainnya
373
Seorang pasien wanita bernama Ny. Sefiksim berusia 30 tahun
G2P1A0 hamil 39 minggu datang ke dokter untuk pemeriksaan
kehamilan. Pada pemeriksaan umum tanda vital dalam batas
normal. Pada pemeriksaan ditemukan kala I fase aktif saat
dilakukan pemeriksaan dalam didapatkan orbita dan teraba
sinsiput pada bayi. Presentasi pada kasus tersebut adalah…
A. Puncak kepala
B. Belakang kepala
C. Dahi
D. Muka
E. Bahu
Analisa Soal
• Pasien hamil pada pemeriksaan dalam didapatkan
orbita dan teraba sinsiput pada bayi, kemungkinan
presentasi janin adalah presentasi dahi.
• Tidak dipilih presentasi muka, karena pada presentasi
muka, pemeriksaan dalam akan teraba muka, mulut,
hidung dan pipi.
• Presentasi puncak kepala  teraba UUB yang paling
rendah, dan UUB sudah berputar ke depan
• Presentasi belakang kepala  UUK teraba di segmen
depan
• Presentasi bahu  ketika bahu, lengan atau tangan
keluar pertama pada saat partus
Verteks
Presentasi Dahi
• Presentasi dahi adalah keadaan dimana kedudukan kepala
berada diantara fleksi maksimal dan defleksi maksimal
• Pada umumnya merupakan kedudukan yg sementara dan
sebagian besar akan berubah menjadi presentasi muka atau
belakang kepala
• Penyebabnya CPD, janin besar, anensefal,tumor didaerah
leher,multiparitas dan perut gantung

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi


Presentasi Dahi

• Diagnosis pada periksa dalam dapat diraba sutura frontalis,


pakal hidung dan lingkaran orbita. Mulut dan dagu tidak dapat
diraba.
• Biasanya penurunan dan persalinan macet. Konversi kearah
verteks atau muka jarang terjadi. Persalinan spontan dapat
terjadi jika bayi kecil atau mati dgn maserasi
• Bila janin hidup lakukan SC
• Bila janin mati, pembukaan belum lengkapSC
• Bila pembukaan lengkaplakukan embriotomi

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi


Presentasi Muka
• Disebabkan oleh terjadinya ekstensi yang penuh dari kepala
janin .
• Penolong akan meraba muka, mulut , hidung dan pipi
• Etiologi: panggul sempit,janin besar,multiparitas,perut
gantung,anensefal,tumor dileher,lilitan talipusat
• Dagu merupakan titik acuan, sehingga ada presentasi muka
dengan dagu anterior dan posterior
• Sering terjadi partus lama. Pada dagu anterior kemungkinan
persalinan dengan terjadinya fleksi.

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi


Presentasi Muka

• Pada presentasi muka dengan dagu posterior


akan terjadi kesulitan penurunan karena
kepala dalam keadaan defleksi maksimal

• Posisi dagu anterior, bila pembukaan lengkap :


- lahirkan dengan persalinan spontan pervaginam
- bila kemajuan persal lambat lakukan oksitosin drip
- bila penurunan kurang lancar, lakukan forsep

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi


Presentasi Muka
• Dalam kaitannya dengan simfisis pubis,
maka presentasi muka dapat terjadi dengan
mento anterior atau mento posterior.

• Pada janin aterm dengan presentasi muka


MENTO POSTERIOR, proses persalinan
terganggu akibat bregma (dahi) tertahan
oleh bagian belakang simfisis pubis. Dalam
keadaan ini, gerakan fleksi kepala agar
terjadi persalinan pervaginam menjadi
terhalang, sehingga persalinan muka
spontan per vaginam tidak terjadi

• Pada MENTO ANTERIOR , persalinan kepala


per vaginam masih mungkin dapat
berlangsung pervaginam melalui gerakan
fleksi kepala
374
Seorang wanita bernama Ny. Ellie berusia 27 tahun G3P2A0
datang ke Puskesmas dengan keluhan keluar cairan darah sejak 4
jam yang lalu. Pasien sudah ada dorongan untuk mengedan.
Pada pemeriksaan didapatkan pembukaan lengkap, Hodge IV.
Pasien dipimpin untuk meneran lalu kepala lahir, tetapi bahu
sulit lahir. Perasat yang dilakukan adalah…
A. Ritgen
B. Louvset
C. Mc Robert
D. Kristeller
E. Klasik
Analisa Soal
• Pasien keluar cairan darah sejak 4 jam, ada dorongan untuk
mengedan, pembukaan lengkap, Hodge IV, lalu dipimpin
untuk meneran dan kepala lahir, tetapi bahu sulit lahir 
distosia bahu.
• Perasat awal yang dilakukan adalah McRobert.
• Perasat Louvset dan klasik  manuver untuk persalinan
sungsang
• Perasat ritgen  menekan bagian atas coccygeal untuk
memperpanjang kepala saat persalinan dengan demikian
dapat melindungi robekan perineum yang luas
• Perasat kristeller  menekan uterus saat persalinan
Distosia Bahu

• Keadaan dimana setelah kepala dilahirkan, bahu


anterior tidak dapat lewat dibawah simfisis pubis
• Kegagalan melahirkan bahu dengan metode biasa
• Incidence
• 1 to 2 per 1000 deliveries
• 16 per 1000 deliveries of babies > 4000 g
• Diagnosis:
– Kesulitan melahrikan wajah dan dagu
– “Turtle Sign”: kepala bayi melekat erat di vulva atau
bahkan tertarik kembali
– Kegagalan paksi luar kepala bayi
– Kegagalan turunnya bahu
Manuver
McRobert

Penekanan
Suprasimfisis
Lift - McRobert’s Manoeuver
Manuever Mac Roberts
• Maneuver ini terdiri dari melepaskan
kaki dari penyangga dan melakukan
fleksi sehingga paha menempel pada
abdomen ibu. Tindakan ini dapat
menyebabkan sacrum mendatar, rotasi
simfisis pubis kearah kepala maternal
dan mengurangi sudut inklinasi.
Meskipun ukuran panggul tak berubah,
rotasi cephalad panggul cenderung
untuk membebaskan bahu depan yang
terhimpit.
• Maneuver Mc Robert
• Fleksi sendi lutut dan paha serta
mendekatkan paha ibu pada abdomen
sebaaimana terlihat pada (panah
horisontal). Asisten melakukan tekanan
suprapubic secara bersamaan (panah
vertikal)
375
Seorang pasien perempuan bernama Ny. Rusdiah berusia 25
tahun G1P0A0 Hamil 28 minggu datang dengan keluhan keluar
darah dan lendir dari kemaluan. Pasien mengaku ada rasa nyeri
perut seperti mulas. Pada pemeriksaan didapatkan TFU 28cm,
his (+) 2 kali dalam 10 menit, pada pemeriksaan inspekulo
didapatkan bukaan 3, tampak lendir dan darah. Diagnosis pasien
ini adalah…
A. G1P0A0 hamil 28 minggu kala II
B. G1P0A0 hamil 28 minggu kala I fase aktif
C. G1P0A0 hamil 28 minggu kala I fase laten
D. G1P0A0 hamil 28 minggu dengan partus prematur iminens
E. G1P0A0 hamil 28 minggu dengan KPD
Analisa Soal
• Pasien hamil 28 minggu dengan keluhan keluar darah dan
lendir dari kemaluan, nyeri perut mulas (+), TFU 28 cm, his (+)
2x/10 menit, pembukaan 3, tampak lendir darah  pasien
sudah persalinan kala I fase laten.
• Akan tetapi karena usia kehamilan pasien 28 minggu (<37
minggu) dengan tanda persalinan, maka diagnosis yang paling
sesuai dengan kondisi pasien adalah pilihan D yaitu G1P0A0
hamil 28 minggu dengan partus prematur iminens.
Partus Prematurus

• POGI (Semarang, 2008): persalinan preterm


adalah persalinan yang terjadi pada usia
kehamilan 22-37 minggu

• (Wibowo, 1997): Kontraksi uterus yang teratur


setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum 37
minggu dengan interval kontraksi 5-8 menit atau
kurang + satu atau lebih tanda berikut:
– Perubahan serviks yang progresif
– Dilatasi serviks 2 cm atau lebih
– Penipisan serviks 80 % atau lebih
Faktor Risiko & Diagnosis PPI
Menurut Wijnyosastro (2010) dan Rompas (2004)
Janin & Plasenta Perdarahan trimester I, perdarahan antepartum, KPD, pertumbuhan
janin terhambat, cacat kongenital, gemeli, polihidramnion

Ibu DM, preeklampsia, HT, ISK, infeksi dengan demam, kelainan bentuk
uterus, riwayat partus preterm/abortus berulang, inkompetensi
serviks, narkotika, trauma, perokok berat, kelainan imun/rhesus,
serviks terbuka > pada 32 minggu, riwayat konisasi

Kriteria Diagnosis PPI (American College of Obstetricians and Gynecologists, 1997)


1. Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi 4x dalam 20 menit atau 8x dalam 60
menitplus perubahan progresif pada serviks
2. Dilatasi serviks lebih dari 1 cm
3. Pendataran serviks > 80%
376
Seorang pasien perempuan bernama Ny. Firdisa berusia 26
tahun P2A0 pasca melahirkan spontan 5 hari yang lalu dengan
ruptur perineum dan dijahit oleh bidan. Saat ini pasien datang
dengan keluhan keluar buang air besar dari vagina. Pada
pemeriksaan fisik tanda vital TD 120/80 mmHg, Nadi 80 x/menit,
P 16 x/menit S 37. Pemeriksaan lokalis tampak feses di vagina.
Diagnosis pasien tersebut adalah…
A. Fistula rektovagina
B. Fistula uterovagina
C. Fistula ureterovagina
D. Abses rectum
E. Prolaps uteri
Analisa Soal
• Pasien post melahirkan dengan ruptur
perineum dan sudah dijahit, datang dengan
buang air besar dari vagina dan tampak feses
di vagina  kemungkinan terdapat fistula
rektovagina yang membuat adanya saluran
antara rektum dengan vagina.
• Fistula ureterovagina  buang air kecil dari
vagina, pasien tidak dapat menahan BAK
• Fistula uterovaginaltidak ada
Fistula rektovaginal
• Derajat laserasi perineum
– I : Laserasi pada epitel vagina
atau kulit perineum saja
– II : Melibatkan kerusakan pada
otot-otot perineum, tetapi
tidak melibatkan kerusakan
sfingter ani
– III: Kerusakan pada otot
sfingter ani
• 3a : robekan <50% sfingter ani
eksterna
• 3b: robekan >50% sfingter ani
eksterna
• 3c: robekan juga meliputi
sfingter ani interna
– IV: Robekan stadium tiga
disertai robekan mukosa
rektum
Rectovaginal Fistula (RVF)
• Vaginal or rectal • A few patients are
operative procedures, asymptomatic, but most
especially those report the passage of
performed near the flatus or stool through
dentate line, may cause the vagina, which is
RVFs. understandably
• Traumatic injury distressing.
(penetrating or blunt)
and forceful coitus also
have produced RVFs.
377
Seorang pasien perempuan bernama Ny. Tuti berusia 27 tahun
G1P0A0 hamil 30 minggu datang ke puskesmas dengan keluhan
buang air besar berdarah dan nyeri. Pada pemeriksaan fisik TD
110/70 mmHg Nadi 80 x/menit, P 12 x/menit. Pemeriksaan
kehamilan dalam batas normal. Pemeriksaan rectal toucher
teraba massa konsistensi kenyal padat di arah jam 3,7,dan 11.
Tatalaksana yang tepat adalah…
A. Diet Tinggi Serat
B. Rubber Band Ligation
C. Kompres Hangat
D. Obat Topical
E. Pembedahan
Analisa Soal
• Pasien hamil 30 minggu, BAB berdarah dan
nyeri, pemeriksaan RT teraba massa kenyal
padat di area jam 3,7,11  kemungkinan ada
hemoroid interna grade I.
• Tatalaksana hemoroid pada ibu hamil adalah
diet tinggi serat.
HEMOROID

Hemoroid interna dan eksterna dibatasi


oleh linea dentata.

Hemoroid eksterna Hemoroid Interna


Diluar anal canal, sekitar sphincter Didalam anal canal
Gejala terjadi karena thrombosis Gejala timbul karena perdarahan atau
iritasi mukosa
Tidak dapat dimasukkan ke dalam anal dapat dimasukkan ke dalam anal canal
canal sampai grade III
Grading Hemoroid Interna
(Banov, 1985)
• Grade I hemorrhoids project into the anal canal and often bleed but do
not prolapse

• Grade II hemorrhoids may protrude beyond the anal verge with straining
or defecating but reduce spontaneously when straining ceases (ie, return
to their resting point by themselves)

• Grade III hemorrhoids protrude spontaneously or with straining and


require manual reduction (ie, require manual effort for replacement into
the anal canal)

• Grade IV hemorrhoids chronically prolapse and cannot be reduced; these


lesions usually contain both internal and external components and may
present with acute thrombosis or strangulation
ACG (American College of
Gastroenterology Guideline
Treatment for internal hemorrhoids by grade:
• Grade I hemorrhoids
– conservative medical therapy and avoidance of nonsteroidal anti- inflammatory drugs
(NSAIDs) and spicy or fatty foods
– Conservative therapy:
• Increased fiber intake and adequate fluids  reducing both prolapse and bleeding
• Avoid straining and limit their time spent on the commode
• Topical and systemic analgesics; proper anal hygiene
• a short course of topical steroid cream
• Grade II or III hemorrhoids
– initially treated with nonsurgical procedures, rubber band ligation, sclerotherapy, and infrared
coagulation
– Rubber band Ligation is the treatment of choice for second- degree hemorrhoids, and it is a
reasonable first-line treatment for third-degree hemorrhoids
• Very symptomatic grade III and grade IV hemorrhoids
– surgical hemorrhoidectomy, or stapled
– Very symptomatic gr. III
  continous bleeding, intractable pain, large hemoroid gr. III
• Treatment of grade IV internal hemorrhoids or any incarcerated or gangrenous
tissue requires prompt surgical consultation

Wald A, Bharucha AE, Cosman BC, et al. ACG clinical guideline: management of benign anorectal
disorders. Am J Gastroenterol. Aug 2014
378
Seorang pasien perempuan berusia 27 tahun P2A0 post partum
2 minggu yang lalu datang dengan keluhan keluar cairan bau dari
kemaluan, pemeriksaan fisik HR meningkat suhu demam,
abdomen teraba uterus 1 jari bawah pusat, inspekulo tampak
cairan berwarna putih kekuningan mengalir keluar dari serviks,
apa kemungkinan diagnosis pasien?
A. Endometritis
B. Atonia Uteri
C. Retensio Plasenta
D. Servisitis
E. Bacterial vaginosis
Analisa Soal
• Pasien post partum 2 minggu, keluar cairan bau dari
kemaluan, disertai demam dan HR meningkat 
mengarahkan adanya infeksi.
• Pemeriksaan fisik lainnya uterus 1 jari bawah pusat, tampak
cairan putih kekuningan mengalir dari serviks  kemungkinan
infeksi post partum yaitu endometritis.
• Subinvolusi yang terjadi pada pasien kemungkinan disebabkan
oleh infeksi, bukan oleh gangguan tonus maupun sisa
jaringan, sehingga pilihan B dan C tidak dipilih.
• Pilihan D dan E tidak dipilih karena tidak spesifik berhubungan
dengan persalinan.
Endometritis
• Inflamasi pada lapisan endometrial uterus, dapat
meluas hingga miometrium dan parametrium (metritis)

• Patogenesis
• Kuman masuk kedalam luka endometrium (t.u bekas
perlekatan plasenta)  leukosit >>  pus dan kontraksi otot
• Dapat menghalangi involusi uterus

• Endometritis: hanya mengenai endometrium dan


kelenjar glandular

Obstetri Patologi Edisi 2. Fakultas Kedokteran Univ Padjadjaran hal 188 http://emedicine.medscape.com/article/254169-overview
Endometritis: Klasifikasi

Pregnancy-related endometritis
• Akut: Penyebab utama  Infeksi postpartum
• Kronik: sisa hasil konsepsi, abortus elektif

Endometritis unrelated to pregnancy (Pelvic


Inflammatory Disease)
• Akut: PID, prosedur ginekologik invasif
• Kronik: Infeksi (chlamydia, TB, BV), AKDR

http://emedicine.medscape.com/article/254169-overview
Endometritis: Etiologi

• Polimikroba, biasanya 2-3 mikroorganisme


• Paling banyak: infeksi ancending dari flora normal
vagina
• Bakteri: Ureaplasma
urealyticum,Peptostreptococcus, Gardnerella
vaginalis, Bacteroides bivius, streptococcus grup B
• Chlamydia: sering pada endometritis post partum
• Enterococcus: pada 25% wanita yang menerima
profilaksis sefalosporin
• Herpes dan TB: kasus jarang

http://emedicine.medscape.com/article/254169-overview
Endometritis: Gejala dan Tanda
• Gejala umum: Demam, nyeri perut bawah, lokia berbau
busuk, perdarahan vagina abnormal, keputihan abnormal,
dispareunia, disuria, malaise

• Postpartum: demam dalam 36 jam setelah partus,


menggigil, nyeri perut bawah, lokia berbau busuk, uterine
tenderness

• PID: nyeri perut bawah, keputihan, dispareunia, disuria,


demam, nyeri adeneksa, gejala sistemik lain

• Infeksi chlamydia: tanpa gejala spesifik

http://emedicine.medscape.com/article/254169-overview
Endometritis: Faktor Risiko
• Faktor risiko umum
• AKDR, darah menstruasi, servisitis GO atau non
GO, BV, bilas vagina, aktivitas seksual tidak aman

• Endometritis obstetrik
• Mayor: SC, KPD lama, persalinan lama dengan VT
sering, bimanual plasenta
• Minor: pemberian kortikosteroid pada persalinan
preterm, operasi lama, anestesi umum, anemia
postpartum

http://emedicine.medscape.com/article/254169-overview
Endometritis Post Partum
• Faktor Risiko
• Mayor: SC, KPD lama, persalinan lama dengan VT sering,
bimanual plasenta
• Minor: pemberian kortikosteroid pada persalinan preterm,
operasi lama, anestesi umum, anemia postpartum
• kurangnya higiene pasien,
• Kurangnya nutrisi
• Tanda dan Gejala :
– demam di atas 380C dapat disertai menggigil,
– nyeri perut bawah,
– lokia berbau dan purulen,
– nyeri tekan uterus,
– subinvolusi uterus, dan
– dapat disertai perdarahan per vaginam hingga syok
http://emedicine.medscape.com/article/254169-overview
Endometritis: Laboratorium

• Leukositosis dengan left-shift (sulit dilihat


pada postpartum karena leukositosis
fisiologis)

• Endometritis kronik
 > 5 neutrofil pada pembesaran 400x di
endometrium superfisial
 > 1 plasma cells pada pembesaran (120x) pada
stroma endometrium

http://emedicine.medscape.com/article/254169-workup
Endometritis: Terapi
• Digunakan untuk endometritis post partum
dan endometritis secara umum

• Kombinasi klindamisin 900 mg dan gentamisin


2mg/kgBB IV/ 8 jam

• Monoterapi: sefalosporin, penisilin spektrum


luas, fluorokuinolon

• Profilaksis: Sefalosporin generasi II (cefazolin)


http://emedicine.medscape.com/article/254169-treatment#d10
379
Seorang wanita Ny. Peninsula berusia 28 tahun hamil G1A0P0
hamil 39 mggu. Datang ke puskesmas dengan keluhan nyeri
perut. Pemeriksaan dalam didapatkan pembukaan 3 penipisan
75% presentasi kepala, Bagian oksiput anterior. His 3 x 10
detik/10 menit. Dokter melakukan pemeriksaan ulang 3 kali tidak
ada kemajuan. Faktor yang mungkin menjadi penyebab pad
akondisi ini adalah…
A. Malposisi
B. Inersia uteri
C. Malrotasi
D. Inversio uteri
E. CPD
Analisa soal
• Pasien hamil 39 minggu, nyeri perut, pemeriksaan tampak
pembukaan 3 cm, presentasi kepala, his 3x10 detik/10 menit.
Pemeriksaan diulang 3 kali tidak ada kemajuan.
• Penyebab persalinan macet kemungkinannya adalah power,
passage, passenger.
• Berdasarkan keterangan di soal, his pasien kurang dari
normal dan tidak ada kemajuan setelah 3 kali pemeriksaan,
maka kemungkinan penyebab persalinan macet adalah inersia
uteri.
Distosia ec. Kelainan Tenaga
• His Normal: mulai dari fundus menjalar ke korpus, dominasi di fundus
dan disertai relaksasi yang merata

• Jenis Kelainan His


– Inersia Uteri (Kontraksi Uterus Hipotonik)
• His lemah, pendek, jarang  tidak adekuat untuk mebuka serviks dan mendorong
janin
– His terlalu kuat (Kontraksi Uterus Hipertonik)
• His terlalu kuat dan terlalu efisien sehingga persalinan terlalu cepat
– Incoordinate uterine contraction
• Tidak ada koordinasi antara kotraksi bagian atas, tengah dan bawah; tidak ada
dominasi fundus

• Faktor predisposisi
– Primigravida, terutama primi tua
– Kelainan letak janin/disporposi fetopelviks
– Peregangan rahim yang berlebihan: gemeli, hidramnion
Inersia Uteri: Tatalaksana
1. Periksa keadaan serviks, presentasi dan posisi janin,
turunnya bagian terbawah janin dan keadaan janin

2. Bila kepala sudah masuk PAP, anjurkan pasien untuk jalan-


jalan

3. Buat rencana untuk menentukan sikap dan tindakan yang


akan dikerjakan misalnya pada letak kepala :
a. Lakukan augmentasi persalinan misalnya dengan infus oksitosin
b. Bila inersia uteri + CPD  seksio sesaria
c. Bila semula his kuat  inersia uteri sekunder, ibu lemah, dan
partus telah berlangsung lebih dari 24 jam (primi) dan 18 jam
(multi) oksitosin drips tidak berguna  Selesaikan partus
sesuai dengan hasil pemeriksaan dan indikasi obstetrik lainnya
(Ekstrasi vakum, forcep dan seksio sesaria)
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO
Uterine Dysfunction
• His Normal: mulai dari fundus menjalar ke korpus, dominasi di fundus dan disertai
relaksasi yang merata
• Faktor predisposisi disfungsi uterus
– Primigravida, terutama primi tua
– Kelainan letak janin/disporposi fetopelviks
– Peregangan rahim yang berlebihan: gemeli, hidramnion

1. Hypotonic uterine dysfunction


 more common
 no basal hypertonus
 uterine contractions have a normal gradient pattern
 the slight rise in pressure during a contraction is insufficient to dilate the cervix

2. Hypertonic uterine dysfunction or Incoordinate uterine contraction


 either basal tone is elevated or the pressure gradient is distorted
 complete asynchronism of the impulses originating in each cornu or a combination of these
two
Treatment
1. Oxytocin infusion
2. Glucose infusion
3. Mobilization
4. Cervix dilatation
– Prostaglandins
– Drotaverin + Opiates
– Paracervical block
– Epidural analgesia
5. Perineal relaxation
– Pudendal block
– Epidural analgesia
– Spinal analgesia
380
Seorang pasien wanita bernama Ny. Cefat berusia 39 tahun
datang bersama suami nya untuk konseling KB, pasien diketahui
sudah mempunyai 3 orang anak, tidak ada riwayat penyakit yang
dimiliki pasien sebelumnya, dari pemeriksaan tanda vital dan
pemeriksaan fisik yang dilakukan didapatkan hasil yang normal.
Apakah tujuan dari KB yang cocok untuk wanita tersebut?
A. Menjarangkan kehamilan
B. Menunda kehamilan
C. Mencegah kehamilan
D. Mengakhiri kesuburan
E. Mencegah infeksi menular seksual
Analisa Soal
• Pasien usia 39 tahun, sudah mempunyai 3 anak, datang untuk
konseling KB.
• Tujuan KB pada kondisi pasien bukan lagi untuk menjarangkan
atau menunda kehamilan, karena dari segi usia dan jumlah
anak, sudah tidak sesuai.
• Tujuan KB pada pasien ini adalah untuk mencegah kehamilan.
• Pilihan D tidak dipilih karena bukan merupakan salah satu
tujuan kontrasepsi.
Konseling KB
• Prinsip pelayanan kontrasepsi saat ini adalah memberikan kemandirian
pada ibu dan pasangan untuk memilih metode yang diinginkan.
• Pemberi pelayanan berperan sebagai konselor dan fasilitator, sesuai
langkah-langkah di bawah ini.
1. Jalin komunikasi yang baik dengan ibu
– Beri salam kepada ibu, tersenyum, perkenalkan diri Anda.
– Gunakan komunikasi verbal dan non-verbal sebagai awal interaksi
dua arah.
– Tanya ibu tentang identitas dan keinginannya pada kunjungan ini.
2. Nilailah kebutuhan dan kondisi ibu
– Tanyakan tujuan ibu berkontrasepsi dan jelaskan pilihan metode
yang dapat diguakan untuk tujuan tersebut.
– Tanyakan juga apa ibu sudah memikirkan pilihan metode tertentu.

Buku pelayanan Kesehatan Ibu di Faskes Dasar dan Rujukan. 2013.


KB: Tujuan
• Menunjang tercapainya kesehatan ibu dan bayi, karena
kehamilan yang diinginkan dan berlangsung pada keadaan
dan saat yang tepat, akan lebih menjamin keselamatan ibu
dan bayi yang dikandungnya

• Pelayanan KB bertujuan menunda, menjarangkan, atau


membatasi kehamilan bila jumlah anak sudah cukup

• Keluarga berencana termasuk dalam empat pilar upaya


Safe Motherhood
– Tujuan Safe Motherhood: Menurunkan angka kesakitan dan
kematian ibu hamil, bersalin, nifas, di samping menurunkan
angka kesakitan dan kematian bayi  program KB memiliki
peranan dalam menurunkan risiko kematian ibu melalui
pencegahan kehamilan, penundaan usia kehamilan serta
menjarangkan kehamilan (Depkes RI, 2000).
Vasektomi
Permanen
Tubektomi

IUD
Berbantu
Kondom/
Barrier
diafragma

Spermisida
Metode Sementara
Kontrasepsi
Implan
MAL
Hormonal Pil/suntik
Pantang
Alami
berkala
Kondar
Senggama
terputus
Kontrasepsi: Jenis
• Metode Kontrasepsi Sederhana
– Cara mencegah kehamilan dengan alat dan juga bisa
tanpa alat
• Tanpa alat: Senggama terputus dan sistem kalender
• Menggunakan alat: Kondom, cream atau jelly

• Metode Modern/Metode Efektif


– Permanen: Operasi steril baik pada laki-laki atau
wanita (vasektomi dan tubektomi/ KB steril)
– Non permanen (reversibel): pil, AKDR (Alat
Kontrasepsi Dalam Rahim), suntikan, dan norplant
381
Seorang pasien perempuan bernama Ny. Asabri berusia 27 tahun
G1P0A0 hamil 30 minggu datang untuk kontrol kehamilan.
Riwayat hipertensi, DM, penyakit jantung pada diri sendiri dan
keluarga tidak ada. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD
160/100. Pemeriksaan penunjang lainnya dalam batas normal,
protein dalam urin (-), kolesterol normal. Apa tatalaksana yang
tepat?
A. Ramipril
B. Metildopa
C. Valsartan
D. Lisinoprol
E. Losartan
Analisa Soal
• Pasien hamil 30 minggu, tanpa riwayat
hipertensi sebelumnya, pemeriksaan TD
160/100, proteinuria negatif  mengarahkan
pada hipertensi gestasional.
• Tatalaksana pada hipertensi gestasional
dengan TD sistolik ≥ 160 mmHg atau TD
diastolik ≥ 110 mmHg adalah pemberian
antihipertensi  pilihan utama: metildopa
Hipertensi Gestasional
• Definisi
– Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20 minggu dan
menghilang setelah persalinan
• Diagnosis
– TD ≥140/90 mmHg
– Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah kembali
normal <12 minggu pasca salin
– Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
– Tidak ada gangguan organ
• Tatalaksana Umum
– Pantau TD, urin (untuk proteinuria), dan kondisi janin setiap minggu.
– Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia ringan
– Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat,
rawat untuk penilaian kesehatan janin.
– Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia dan
eklampsia.
– Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal.

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Tatalaksana Hipertensi Gestasional
- Pantau tekanan darah, urin untuk proteinuria,
dan kondisi janin setiap minggu
- Jika TD sistolik ≥ 160 mmHg atau TD diastolik ≥
110 mmHg  terapi antihipertensi seperti
metildopa, nifedipine, labetalol
- Jika tekanan darah meningkat tatalaksana
sebagai preeklampsia
- Kondisi janin memburuk atau pertumbuhan janin
terhambatrawat untuk pemantauan kesehatan
janin
- Jika TD stabil bisa persalinan normal
Sumber: Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan WHO, 2013
Drug Doses For Oral Treatment Of
Hypertension In Pregnancy

* The full hypotensive effect of an initial dose or adjustment of methyldopa may not occur until after 2 to 3 days of continuous use.
¶ Use of immediate release nifedipine (oral or sublingual) is not recommended because it may cause significant rapid decreases in blood pressure.
Δ Chronic hydralazine doses above 100 mg daily are associated with an increased risk for developing lupus erythematosus, particularly in women and slow
acetylators; ascertainment of acetylator status is recommended before increasing dose above 100 mg per day in many countries.
Antihipertensi dalam Kehamilan
• DOC: Metildopa
– Tidak mempengaruhi cardiac output atau aliran darah janin dan
ginjal

• Labetalol
– Dapat digunakan untuk tatalaksana preeklampsia dan hipertensi
kronik pada kehamilan
– Digunakan dalam waktu pendek (<6 minggu) pada trimester III

• Antagonis kalsium (nifedipine)


– Dapat digunakan pada trimester akhir

• Hydralazine
– Biasanya digunakan untuk terapi kombinasi dengan metildopa
– Pemberian IV adalah DOC untuk tatalaksana akut pada hipertensi
berat
http://www.medscape.com/viewarticle/406535_6
Antihipertensi dalam Kehamilan
• ACE inhibitor
– Penggunaan pada trimester II dan III dapat menimbulkan
IUGR, gagal ginjal, persistent patent ductus arteriosus,
respiratory distress syndrome, fetal hypotensive
syndrome, kematian prepartum

• Anti diuretik
– Menurunkan volume plasma ibu, gangguan elektrolit

• Ca Channel Blocker (Verapamil)


– Termasuk kategori C
– Penggunaan harus hati-hati bila perfusi uteroplasenta
terganggu
382
Perempuan usia 23 tahun G2P1A0 8 minggu datang ke IGD RS dengan keluhan
nyeri pada perut bagian bawah sejak 12 jam yang lalu. Selain itu pasien juga
mengeluh keluar darah berbentuk flek dari jalan lahir. Anak pertama pasien
sekarang berusia 7 tahun, tidak ada riwayat penggunaan kontrasepsi. Tanda-
tanda vital, TD 90/70 mmHg, Nadi 100x/menit, RR 24x/menit. Nyeri goyang
porsio (+). Hasil pemeriksaan laboratorium Hb 9,7 mg/Dl, HCG (+).
Mekanisme timbulnya nyeri pada pasien adalah…
A. Perangsangan pada saraf pembawa nyeri dan viscera
B. Darah yang mengiritasi peritoneum
C. Pembesaran kantung kehamilan yang mendesak struktur sekitar
D. Peregangan pada peritoneum pelvis
E. Perforasi uterus
Analisa Soal
• Pasien hamil 8 minggu dengan keluhan nyeri perut
sejak 12 jam sebelunya, keluar darah berbentuk flek,
nyeri goyang portio (+), Hb 9.7  mengarahkan pada
kehamilan ektopik terganggu.
• Pada kehamilan ektopik terganggu, kantung
kehamilan yang ruptur menyebabkan adanya darah
di ruang peritoneum. Darah akan merangsang
reseptor nosiseptif kimia di peritoneum sehingga
timbul nyeri. Paling tepat jawaban B.
• Pilihan A tidak dipilih karena tidak spesifik
menjelaskan proses nyeri pada KET.
Kehamilan Ektopik Terganggu
• Kehamilan yang terjadi
diluar kavum uteri

• Gejala/Tanda:
– Riwayat terlambat
haid/gejala & tanda hamil
– Akut abdomen
– Perdarahan pervaginam
(bisa tidak ada)
– Nyeri goyang porsio
– Keadaan umum: bisa baik
hingga syok dan penurunan
kesadaran
– Kadang disertai febris
Neurologic basis for abdominal pain in Ectopic
Pregnancy
• Pain receptors in the abdomen respond to mechanical and chemical
stimuli.
• Stretch is the principal mechanical stimulus involved in visceral
nociception, although distention, contraction, traction,
compression, and torsion are also perceived
• Visceral receptors responsible for these sensations are located on
serosal surfaces, within the mesentery, and within the walls of
hollow viscera.
• Visceral mucosal receptors respond primarily to chemical stimuli,
while other visceral nociceptors respond to chemical or mechanical
stimuli.
• Ectopic pregnancies usually occur in the fallopian tube, but
sometimes within the cervical canal or a cesarean delivery scar.
• Clinical manifestations are usually related to free blood in the
peritoneal cavity due to extrauterine pregnancy rupture or
bleeding, and vary depending upon the location
Implantasi Memicu
embrio inflamasi edema

Pendesakan jaringan sekitar o/ Kantung


kantung kehamilan kehamilan
ruptur

Perangsangan pada reseptor Darah merangsang reseptor


nosiseptif mekanik (stretch nosiseptif chemical
receptor) peritoneum

Nyeri
nyeri berat
383
Seorang perempuan berusia 30 tahun dibawa oleh keluarganya ke IGD
RS dengan keluhan perdarahan jalan lahir. Riwayat persalinan di tolong
oleh dukun 1 jam yang lalu. Bayi lahir dengan berat badan 4200 gram.
Pemeriksaan tanda vital didapatkan kesadaran pasien baik, TD 120/70
mmHg, FN 100 x/i, RR 20 x/i, dan T 37,2 C. Pemeriksaan fisik abdomen
didapatkan TFU dua jari di bawah umbilikus dan kontraksi baik.
Pemeriksaan vulvo vaginal didapatkan laserasi pada mukosa vagina,
otot-otot perineum, sfingter ani eksterna hingga sfingter ani interna.
Apakah diagnosis yang paling tepat pada kasus di atas ?
A. Ruptur Perineum Grade I
B. Ruptur Perineum Grade II
C. Ruptur Perineum Grade III A
D. Ruptur Perineum Grade III B
E. Ruptur Perineum Grade III C
Analisa Soal
• Pasien post partum per vaginam dengan berat
bayi 4200 gram, mengalami perdarahan dari
jalan lahir  perdarahan post partum.
• TFU dua jari di bawah umbilikus, kontraksi
baik  kemungkinan perdarahan akibat tissue
dan tone dapat disingkirkan.
• Ada laserasi mukosa vagina dan otot
perineum, sfinger ani eksterna, hingga sfingter
ani interna  ruptur perineum grade III C.
Ruptur Perineum
Manajemen Ruptur Perineum
• Ruptur perineum harus segera diperbaiki untuk meminimalisir risiko
perdarahan, edema, dan infeksi. Manajemen ruptur perineum
untuk masing-masing derajatnya, antara lain sebagai berikut :
– a. Derajat I
• Bila hanya ada luka lecet, tidak diperlukan penjahitan. Tidak usah menjahit
ruptur derajat I yang tidak mengalami perdarahan dan mendekat dengan baik.
• Penjahitan robekan perineum derajat I dapat dilakukan hanya dengan
memakai catgut yang dijahitkan secara jelujur (continuous suture) atau
dengan cara angka delapan (figure of eight).
– b. Derajat II
• Ratakan terlebih dahulu pinggiran robekan yang bergerigi, dengan cara
mengklem masing-masing sisi kanan dan kirinya lalu dilakukan pengguntingan
untuk meratakannya.
• Setelah pinggiran robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan.
– c. Derajat III dan IV
• Dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki dokter spesialis
obstetric dan ginekologi.
384
Seorang perempuan bernama Ny. Jennifer berusia 28 tahun datang ke
IGD rumah sakit dengan keluhan nyeri perut bawah sejak 1 minggu.
Keluhan tersebut disertai demam. Pasien mengaku ada riwayat sering
keputihan. Pada pemeriksaan ditemukan TD 120/80 mmHg, N 90
x/menit, T 39. Pemeriksaan fisik nyeri tekan suprapubik (+), nyeri
goyang porsio (+). Pasien membawa hasil USG: ada sedikit cairan di
cavum douglas. Apa terapi yang diberikan?
A. Amoxicilin.
B. Ciprofloxacin.
C. Doxisiklin.
D. Klindamisin.
E. Eritromisin.
Analisa Soal
• Pasien dengan keluhan nyeri perut bawah 1 minggu, demam,
sering keputihan, nyeri tekan suprapubik dan nyeri goyang
porsio, serta USG sedikit cairan di cavum douglas 
mengarahkan pada PID.
• Pada PID, temuan di USG antara lain adalah: penebalan dindin
tuba falopii lebih dari 5 mm, septae inkomplit di dalam tuba,
cairan di cul-de-sac, dan cogwheel sign. (sumber: AAFP) 
temuan USG pada soal (cairan di cavum douglas) sesuai untuk
kondisi PID.
• Pada pasien tidak terdapat gejala sakit berat seperti demam
tinggi, mual, muntah  termasuk kriteria outpatient 
terapi yang diberikan adalah doksisiklin.
PELVIC INFLAMMATORY DISEASE
• Infeksi pada traktus genital atas wanita yang melibatkan
kombinasi antara uterus, ovarium, tuba falopi, peritonium
pelvis, atau jaringan penunjangnya.
• PID terutama terjadi karena ascending infection dari traktus
genital bawah ke atas
• Patogen: Dapat berupa penyakit akibat hubungan seksual atau
endogen (Tersering: N. Gonorrhea & Chlamydia Trachomatis)
• Faktor Risiko:
 Kontak seksual
 Riwayat penyakit menular seksual
 Multiple sexual partners
 IUD

PID:Current concepts of diagnosis and management,Curr Infect Dis Rep, 2012


Salphingitis
• Inflamasi pada tuba fallopi

• Salphingitis akut biasanya disamakan dengan PID karena merupakan bentuk paling sering
dari PID

• Faktor Risiko
– Instrumentasi pada serviks dan uteri (IUD, biopsi, D&C)
– Perubahan hormonal selama menstruasi, menstruasi retrogard

• Gejala dan Tanda


– Spotting, dismenorea, dispareunia, demam, nyeri punggung bawah, sering BAK, mual dan muntah,
nyeri goyang serviks

• Diagnosis
• Nyeri perut bawah, nyeri adneksa bilateral, nyeri goyang serviks
• Tambahan: suhu oral > 38.3 C, keputihan abnormal, peningkatan C rekative protein, adanya bukti
keterlibatan N. gonorrhoeae atau C. trachomatis

• Terapi
– Rawat inap dengan antibiotik IV (cefoxitin dan doksisiklin)
– Rawat jalan dengan cefotixin IM dan Doksisiklin oral
– Operatif bila antibiotik gagal

http://emedicine.medscape.com/article/275463-overview#a2
PID:Current concepts of diagnosis and management,Curr Infect Dis Rep, 2012
USG pada PID
• USG banyak dilakukan untuk evaluasi PID. Gambaran
PID pada pemeriksaan USG adalah: tuba falopii yang
menebal, terisi cairan, dan gambaran seperti roda gigi
(cogwheel sign).
• Pada pasien dengan endometritis, USG akan
menunjukkan gambaran cairan atau gas dalam ruang
endometrium, penebalan yang heterogen, atau garis
endometrium yang samar, namun penemuan ini pun
tidak konsisten.
• Bila terjadi abses tubo-ovarium, akan tampak
kumpulan kistik multilocular berdinding tebal, disertai
multiple fluid levels.
PID: Pengobatan
• Harus berspektrum luas
• Semua regimen harus efektif melawan N. gonorrhoeae dan C.
trachomatis karena hasil skrining endoserviks yang negatif tidak
menyingkirkan infeksi saluran reproduksi atas

• Rawat jalan atau rawat inap bergantung pada:


 Adanya emergensi (contoh; apendisitis)
 Pasien hamil
 Pasien tidak berespon baik terhadap antibiotik oral
 Pasien tidak memungkinkan untuk menoleransi antibiotik oral
 Pasien memiliki penyakit berat, mual-muntah, demam tinggi
 Pasien memiliki abses tubo-ovarian

http://www.cdc.gov/std/treatment/2010/pid.htm
Pelvic Inflammatory Disease

http://depts.washington.edu/handbook/syndromesFemale/ch8_pid.html
Sexually active woman presenting with abnormal vaginal
discharge, lower abdominal pain, OR dyspareunia

Uterine tenderness, OR
Adnexal tenderness, OR
Cervical motion tenderness on pelvic exam?

YES NO

1) Perform NAAT for gonorrhea and chlamydia


2) Perform pregnancy testing See Vaginal Discharge algorithm,
3) Perform vaginal microscopy if available consider other organic causes
4) Offer HIV testing

Empiric treatment for PID* if no other organic


cause found (e.g. ectopic pregnancy, appendicitis)

Signs of severe illness (i.e. high fever, nausea/vomiting), OR


Surgical emergency (e.g. appendicitis) not excluded, OR
Suspected to have a tubo-ovarian abscess, OR
Unable to tolerate or already failed oral antibiotics, OR
Pregnant?

YES NO

Inpatient PID treatment: Outpatient PID treatment:


Cefotetan 2g IV Q12 hours OR Ceftriaxone 250mg IM x 1 dose PLUS
Cefoxitin 2g IV Q6 hours, PLUS Doxycycline 100mg PO BID x 14 days,** WITH OR WITHOUT
Doxycycline 100mg PO/IV Q12 hours** Metronidazole 500mg PO BID x 14 days***
(other regimens available****) OR
Cefoxitin 2g IM x 1 dose and Probenecid 1g PO x 1dose together PLUS
Doxycycline 100mg PO BID X 14 days,** WITH OR WITHOUT
Metronidazole 500mg PO BID x 14 days***
(other regimens available****)

1) Hospitalize 24-48 hours to ensure response to treatment Response to treatment


2) Discharge on oral antibiotics to complete 14 day course 72 hours later?

NO YES

See Inpatient treatment Continue treatment for 14 days


http://www.cdc.gov/std/treatment/2010/pid.htm
PID Outpatient Therapy
OR Cefoxitin 2 g IM in a
OR Other parenteral
single dose and
third-generation
Ceftriaxone 250 mg IM Probenecid, 1 g orally
cephalosporin (e.g.,
in a single dose PLUS administered
ceftizoxime or
Doxycycline 100 mg concurrently in a single
cefotaxime) PLUS
orally twice a day for 14 dose PLUS Doxycycline
Doxycycline 100 mg
days WITH* or WITHOUT 100 mg orally twice a
orally twice a day for 14
Metronidazole 500 mg day for 14 days WITH or
days WITH* or WITHOUT
orally twice a day for 14 WITHOUT
Metronidazole 500 mg
days Metronidazole 500 mg
orally twice a day for 14
orally twice a day for 14
days
days

CDC. 2015 & Uptodate 2017


PID Inpatient Therapy
OR Clindamycin
900 mg IV every 8
Cefotetan 2 g IV OR Cefoxitin 2 g IV hours PLUS
every 12 hours every 6 hours PLUS Gentamicin loading
PLUS Doxycycline Doxycycline 100 mg dose IV or IM (2
100 mg orally or IV orally or IV every mg/kg), followed
every 12 hours 12 hours by a maintenance
dose (1.5 mg/kg)
every 8 hours.

*The recommended third-generation cephalsporins are limited in the coverage of anaerobes. Therefore, until it is known that
extended anaerobic coverage is not important for treatment of acute PID, the addition of metronidazole to treatment regimens
with third-generation cephalosporins should be considered

CDC. 2015 & Uptodate 2017


385
Seorang pasien wanita bernama Ny. Ceftriaksin berusia 26 tahun
sedang hamil anak kedua G2P1A0 hamil 40 minggu dirujuk bidan
karena sudah 2 jam dipimpin meneran namun janin belum lahir,
riwayat kelahiran sebelumnya usia anak 8 bulan, BBL 2200 gr.
Perkiraan berat janin saat ini 3300 gr. Pemeriksaan: TD 120/80
mmHg, N 90 x/menit, presentasi kepala, pembukaan lengkap,
Hodge 1-2. Apakah penyebab persalinan lama pada pasien ini?
A. CPD
B. Berat badan janin
C. His Tidak Adekuat
D. Malpresentasi
E. Distosia bahu
Analisa Soal
• Pasien hamil aterm sedang persalinan, sudah 2 jam dipimpin
meneran tetapi janin belum lahir. Pembukaan lengkap, kepala
Hodge 1-2, dan Berat janin bayi saat ini 3300 gram sementara
berat janin sebelumnya 2200 gram  kemungkinan penyebab
persalinan lama adalah CPD.
• Tidak dipilih C, karena tidak ada keterangan his pada soal.
• Pilihan B juga kurang spesifik menjelaskan kondisi pasien di
soal (dimana berat bayi sebenarnya masih dalam rentang
normal tetapi panggul ibu kemungkinan relatif sempit) 
sehingga kurang tepat.
Cephalopelvic Disproportion
• Bila kepala janin terlalu besar untuk ukuran panggul ibu

• Etiologi
– Herediter, diabetes, postmatur, multiparitas, malposisi janin,
panggul sempit, panggul abnormal

• Gejala dan Tanda


– USG menunjukkan
ukuran janin yang besar,
molase 2+

• Penanganan
– Sectio caesarea
Panggul Sempit
• Definisi
– Anatomi: Panggul yang satu atau lebih ukuran
diameternya berada di bawah angka normal sebanyak 1
cm atau lebih
– Obstetri: Panggul yang satu atau lebih diameternya kurang
sehingga mengganggu mekanisme persalinan normal

• Parameter
– Penyempitan pintu tengah panggul lebih sering
dibandingkan pintu atas panggul  apabila diameter
interspinarum + diameter sagitalis posterior panggul
tangah < 13,5 cm
– Distansia interspinarum < 9,5 cm  curiga CPD
– Penyempitan pintu bawah panggul  bila diameter
distantia intertuberosum berjarak < 8 cm
Anatomi Panggul
Parameter
• Penyempitan pintu tengah
panggul lebih sering
dibandingkan pintu atas
panggul  apabila diameter
interspinarum + diameter
sagitalis posterior panggul
tangah < 13,5 cm

• Distansia interspinarum < 9,5


cm  curiga CPD

• Penyempitan pintu bawah


panggul  bila diameter
distantia intertuberosum
berjarak < 8 cm
Panggul Sempit: Tatalaksana
• Konjugata vera 11 cm  dapat dipastikan partus biasa, dan bila ada
kesulitan persalinan, pasti tidak disebabkan oleh faktor panggul
– CV kurang dari 8,5 cm dan anak cukup bulan tidak mungkin melewati panggul
tersebut
– CV 8,5 – 10 cm dilakukan partus percobaan yang kemungkinan berakhir
dengan partus spontan atau dengan ekstraksi vakum, atau ditolong dengan
secio caesaria sekunder atas indikasi obstetric lainnya
– CV = 6 -8,5 cm dilakukan SC primer
– CV = 6 cm dilakukan SC primer mutlak

• Disamping hal-hal tersebut diatas juga tergantung pada :


– His atau tenaga yang mendorong anak.
– Besarnya janin, presentasi dan
posisi janin
– Bentuk panggul
– Umur ibu dan anak berharga
– Penyakit ibu
Indikasi
Absolut SC
https://www.aerzteblatt.de/int/archive/article/171328/The-indications-for-and-risks-of-elective-cesarean-section
386
Seorang pasien wanita usia 40 tahun P6A1 datang dengan
perdarahan. Sebelumnya pasien melahirkan anak ke 6 dengan
berat 4300 gram dan plasenta lahir 40 menit kemudian. Pada
palpasi teraba bulat berukuran sebesar bola pingpong. TTV:
kesadaran somnolen, TD 60/40mmhg HR 130 x/I. Apakah
tatalaksana yang tepat di lakukan?
A. Stabilisasi Airway, Breathing, Circulation
B. Reposisi Uterus
C. Rujuk Sp.Og
D. Rehidrasi Dan Pemberian Asam Traneksamat
E. Injeksi Oksitosin
Analisa Soal
• Pasien post melahirkan anak keenam dengan berat janin 4300
gram dan plasenta lahir 40 menit kemudian, mengalami
perdarahan jalan lahir  perdarahan post partum.
• Kesadaran somnolen, penurunan tekanan darah, peningkatan
nadi  tanda syok akibat perdarahan
• Tatalaksana kegawatdaruratan pada pasien ini adalah
penilaian airway, breathing, dan circulation serta stabilisasi
gangguan yang ditemui pada penilaian tersebut.
Hemorrhagia Post Partum

Etiologi (4T dan I) Pemeriksaan

• Tone (tonus) – atonia uteri • Palpasi uterus


– Bagaimana kontraksi uterus dan tinggi
fundus uterus.
• Trauma – trauma traktus • Memeriksa plasenta dan ketuban:
– lengkap atau tidak.
genital • Melakukan eksplorasi kavum uteri
untuk mencari :
– Sisa plasenta dan ketuban.
• Tissue (jaringan)- retensi – Robekan rahim.
plasenta – Plasenta suksenturiata.
• Inspekulo :
– untuk melihat robekan pada serviks,
• Thrombin – koagulopati vagina dan varises yang pecah.
• Pemeriksaan laboratorium :
– periksa darah, hemoglobin, clot
• Inversio Uteri observation test (COT), dan lain-lain.
Hemorrhagia Post Partum: Definisi
• Definisi Lama
– Kehilangan darah > 500 mL setelah persalinan pervaginam
– Kehilangan darah > 1000 mL setelah persalinan sesar (SC)

• Definisi Fungsional
– Setiap kehilangan darah yang memiliki potensial untuk
menyebabkan gangguan hemodinamik

• Insidens
– 5% dari semua persalinan
Hemorrhagia Post Partum: Diagnosis
G E J A L A D A N TA N D A G E J A L A & TA N D A YA N G DIAGNOSIS
YA N G S E L A L U A D A KADANG-KADANG ADA
• Uterus tidak berkontraksi dan lembek • Syok Atonia uteri
• Perdarahan setelah anak lahir (perdarahan
pascapersalinan primer)

• Perdarahan segera • Pucat Robekan jalan


• Darah segar yang mengalir segera setelah bayi • Lemah lahir
lahir • Menggigil
• Uterus kontraksi baik
• Plasenta lengkap

• Plasenta belum lahir setelah 30 menit • Tali pusat putus akibat traksi Retensio plasenta
• Perdarahan segera (P3) berlebihan
• Uterus kontraksi baik • Inversio uteri akibat tarikan
• Perdarahan lanjutan

• Plasenta atau sebagian selaput (mengandung • Uterus berkontaksi tetapi tinggi Tertinggalnya
pembuluh darah) tidak lengkap • fundus tidak berkurang sebagian plasenta
• Perdarahan segera • (kontraksi hilang-timbul)
Hemorrhagia Post Partum: Diagnosis
GEJALA DAN
G E J A L A D A N TA N D A TA N D A YA N G
DIAGNOSIS
YA N G S E L A L U A D A KADANG-KADANG
ADA
• Uterus tidak teraba • Syok neurogenik Inversio uteri
• Lumen vagina terisi massa • Pucat dan limbung
• Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir)
• Perdarahan segera
• Nyeri sedikit atau berat

• Sub-involusi uterus • Anemia Perdarahan


• Nyeri tekan perut bawah • Demam terlambat
• Perdarahan > 24 jam setelah persalinan. Perdarahan Endometritis atau
sekunder atau P2S. Perdarahan bervariasi (ringan atau sisa plasenta
berat, terus menerus atau tidak teratur) dan berbau (terinfeksi atau
(jika disertai infeksi) tidak)

• Perdarahan segera (Perdarahan intraabdominal dan / • Syok Robekan dinding


atau pervaginam • Nyeri tekan perut uterus (Ruptura
• Nyeri perut berat atau akut abdomen • Denyut nadi ibu cepat uteri
HPP: Tatalaksana

2 komponen utama:
1. Tatalaksana
perdarahan
obstetrik dan
kemungkinan syok
hipovolemik
2. Identifikasi dan
tatalaksana
penyebab utama
387
Seorang pasien wanita berusia 28 tahun datang dengan keluhan
keluar cairan dari vagina terasa gatal dan perih sejak seminggu
terakhir. Warna cairan kadang putih bercampur abu. Perut juga
kadang terasa sakit. Pemeriksaan fisik TD 120/80 mmHg, N 80
x/menit, P 14 x/menit. Pemeriksaan penunjang ditemukan whiff
test (+). Pengobatan yang tepat untuk kondisi pasien di atas
adalah…
A. Metronidazole dan metronidazole gel
B. Ceftriaxone dan cefixime
C. Azitromicin dan ceftriaxone
D. Azitromicin dan cefime
E. Eritromisin dan azitromisin
Analisa Soal
• Adanya keluhan keluar cairan dari vagina,
gatal, perih, berwarna putih abu, whiff test (+)
 mengarahkan pada bacterial vaginosis.
• Tatalaksana pada BV adalah metronidazole
oral.
– Sebenarnya terapi BV hanya metronidazole saja
tanpa metronidazole gel.
– Namun, karena dalam pilihan jawaban tidak ada
yang sesuai lagi, tetap dipilih opsi A.
Bakterial Vaginosis
• Bakterial vaginosis: polymicrobial clinical syndromemenyebabkan jumlah
Lactobacillus sp. (flora normal vagina) menurun dan meningkatnya jumlah
bakteri anaerob.
• Etiologi utama: Gardnerella vaginalis, lainnya: Prevotella sp., Mobiluncus Sp.,
Mycoplasma, Bacteroides, Peptostreptococcus, Mycoplasma hominis, Ureaplasma
urealyticum, Eubacterium, Fusobacterium, Veilonella, Streptococcus viridans, dan
Atopobium vaginae

• Faktor resiko
 BV berhubungan dengan seks multipartner
 Douching
 Jumlah lactobacillus (flora normal vagina) turun
 Semakin sering berhubungan sekssemakin beresiko
 Semakin jarang berhubungan sekssemakin rendah
resiko

PPK PERDOSKI 2017


Bakterial Vaginosis: Pemeriksaan
• Didapatkan keputihan yang homogen
• Labia, introitas, serviks dapat normal maupun
didapatkan tanda servisitis.
• Keputihan biasanya terdapat banyak di fornix
posterior
• Dapat ditemukan gelembung pada keputihan
• Pemeriksaan mikroskopis cairan keputihan harus
memenuhi 3 dari 4 kriteria Amsel untuk
menegakkan diagnosis bakterial vaginosis
Prinsip diagnosis
• Kriteria Amsel:
 Duh tubuh homogen putih keabuan
 Sediaan basah dengan larutan
NaCI fisiologis atau sediaan apus Terpenuhi 3 dari 4
dengan pewarnaan Gram
ditemukan clue cells
 pH vagina >4.5 Bakterial Vaginosis
Whiff test (+): Duh tubuh berbau amis
(fishy odor sebelum atau sesudah ditetesi
KOH 10%)sebagai akibat dari pelepasan
amina yang merupakan produk
metabolisme bakteri
• Gold standard: Pemeriksaan Gram
PPK PERDOSKI 2017
Tatalaksana (PPK Perdoski 2017)
• Metronidazol 2x500 mg/hari selama 7 hari, ATAU
• Metronidazol 2 gram per oral dosis tunggal, ATAU
• Obat alternatif:
Klindamisin 2x300 mg/hari per oral selama 7 hari
• Catatan:
Pasien dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi
alkohol selama pengobatan dengan metronidazol
berlangsung sampai 48 jam sesudahnya untuk
menghindari disulfiram-like reaction4
http://emedicine.medscape.com/article/254342 & http://www.cdc.gov/std/tg2015/bv.htm
388
Seorang pasien perempuan bernama Ny. Sukiah berusia 22
tahun G1P0A0 hamil 34 minggu datang ke IGD rumah sakit
diantar keluarganya dengan keluhan kejang 1 jam sebelum
masuk rumah sakit. Keluarga mengaku setelah kejang, pasien
sadar. Selama ini tidak ada riwayat tekanan darah tinggi.
Pemeriksaan tanda vital TD 180/110 mmHg, pemeriksaan urin
ditemukan proteinuria +4. Apa terapi utama yang diberikan?
A. O2
B. Mgso4
C. Nifedipin
D. Metildopa
E. Diazepam
Analisa Soal
• Pasien hamil 34 minggu, kejang 1 jam smrs,
setelah kejang sadar. Tidak ada riwayat
hipertensi sebelumnya, pemeriksaan fisik TD
180/110 mmhg, proteinuria +4 
preeclampsia berat dengan riwayat
eklampsia.
• Tatalaksana yang tepat adalah pemberian
MgSO4.
Pre Eklampsia & Eklampsia: Kejang
• Pencegahan dan Tatalaksana Kejang
– Bila terjadi kejang perhatikan prinsip ABCD
• MgSO4
– Eklampsia  untuk tatalaksana kejang
– PEB  pencegahan kejang

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
• Syarat pemberian MgSO4: Terdapat refleks patella, tersedia
kalsium glukonas, napas> 16x/menit, dan jumlah urin
minimal 0,5 ml/kgBB/jam
389
Seorang pasien perempuan bernama Ny. Pipita berusia 29 tahun
G1P0A0 hamil 28 minggu datang ke rumah sakit untuk kontrol
kehamilan. Pemeriksaan tanda vital TD 110/80 mmHg, N 80
x/menit, P 16 x/menit. Pada pemeriksaan leopold TFU 27 cm,
punggung kanan, presentasi bokong. DJJ 140 x/menit. Edukasi
yang dapat disampaikan untuk pasien adalah...
A. Kneckle position
B. Lakukan versi luar pada minggu 37
C. Kembali USG 2 minggu lagi
D. Rencanakan section caesaria
E. Anjurkan senam hamil
Analisa Soal
• Pasien hamil 28 minggu, pemeriksaan
kehamilan TFU 27 cm, punggung kanan,
presentasi bokong, DJJ 140 x/menit. Edukasi
yang dapat disampaikan adalah lakukan versi
luar pada minggu 37
– Versi luar di usia kehamilan 37 minggu lebih baik dibandingkan dengan
metode ekspektan (menunggu)  karena itu pilihan C dan E tidak
dipilih.
– Versi luar menurunkan risiko persalinan sungsang sebesar 60% dan
menurunkan risiko persalinan caesar sebesar 40% (sumber: uptodate
“External Cephalic Version”)  pilihan D juga tidak dipilih.

• Kneckle position  tidak diketahui.


Versi Luar
• Prosedur untuk melakukan perubahan presentasi janin
melalui manipulasi fisik dari satu kutub ke kutub lain
yang lebih menguntungkan bagi berlangsungnya proses
persalinan pervaginam dengan baik

• Klasifikasi:
– Berdasarkan arah pemutaran
• Versi Sepalik : merubah bagian terendah janin menjadi
presentasi kepala
• Versi Podalik : merubah bagian terendah janin menjadi
presentasi bokong
– Berdasarkan cara pemutaran
• Versi luar (external version)
• Versi internal ( internal version)
• Versi Bipolar ( “Braxton Hicks” version)
Syarat Versi Luar
• Janin dapat lahir pervaginam atau diperkenankan untuk lahir pervaginam
(tak ada kontraindikasi)
• Bagian terendah janin masih dapat dikeluarkan dari pintu atas panggul
(belum enggage)
• Dinding perut ibu cukup tipis dan lentur sehingga bagian-bagian tubuh
janin dapat dikenali (terutama kepala) dan dapat dirasakan dari luar
dengan baik
• Selaput ketuban utuh
• Pada parturien yang sudah inpartu : dilatasi servik kurang dari 4 cm
dengan selaput ketuban yang masih utuh
• Pada ibu yang belum inpartu :
– Pada primigravida : usia kehamilan 34 – 36 minggu.
– Pada multigravida : usia kehamilan lebih dari 38 minggu.
Indikasi dan Kontraindikasi Versi Luar
• Indikasi :
– Letak bokong, Letak lintang, Letak kepala dengan talipusat atau tangan terkemuka, Penempatan dahi

• Kontra indikasi :
– Perdarahan antepartum.
• Pada plasenta praevia atau plasenta letak rendah, usaha memutar janin dikhawatirkan akan
menyebabkan plasenta lepas dari insersionya sehingga akan menambah perdarahan.
– Hipertensi.
• Pada penderita hipertensi pada umumnya sudah terjadi perubahan pembuluh arteriole
plasenta sehingga manipulasi eksternal dapat semakin merusak pembuluh darah tersebut
sehingga terjadi solusio plasenta.
– Cacat uterus.
• Jaringan parut akibat sectio caesar atau miomektomi pada mioma intramural merupakan locus
minoris resistancea yang mudah mengalami ruptura uteri.
– Kehamilan kembar.
– Primitua, nilai sosial anak yang tinggi atau riwayat infertilitas
– Insufisiensi plasenta atau gawat janin
Versi Luar
• Faktor yang menentukan keberhasilan:
– Paritas.
– Presentasi janin.
– Jumlah air ketuban

• Faktor yang mempengaruhi terjadinya kegagalan


– Bagian terendah janin sudah engage .
– Bagian janin sulit diidentifikasi (terutama kepala).
– Kontraksi uterus yang sangat sering terjadi.
– Hidramnion.
– Talipusat pendek.
– Kaki janin dalam keadaan ekstensi (“frank breech”)
Versi Luar
• Kriteria Versi Luar dianggap gagal:
– Ibu mengeluh nyeri saat dilakukan pemutaran.
– Terjadi gawat janin atau hasil NST memperlihatkan
adanya gangguan terhadap kondisi janin.
– Bagian janin tidak dapat diidentifikasi dengan baik
oleh karena sering terjadi kontraksi uterus saat
dilakukan palpasi.
– Terasa hambatan yang kuat saat melakukan rotasi.
• Masalah kontroversial dalam tindakan versi luar :
– Penggunaan tokolitik
– Penggunaan analgesia epidural
Syarat Versi Luar: Komplikasi
• Komplikasi Versi Luar
– Solusio plasenta
– Ruptura uteri
– Emboli air ketuban
– Hemorrhagia fetomaternal
– Isoimunisasi
– Persalinan Preterm
– Gawat janin dan IUFD

Sumber: American College of Obstetricians and Gynecologists : External Cephalic


version. Practice Bulletin No 13, February 2000
390
Sepasang suami istri bernama Tn. Udin dan Ny. Imas masing-
masing berusia 30 tahun dan 28 tahun datang ke dokter untuk
berkonsultasi. Pasien sudah menikah selama 5 tahun tetapi
belum memiliki anak. Saat dilakukan pemeriksaan, tidak
ditemukan kelainan pada pemeriksaan terhadap istri. Suami
memiliki kebiasaan merokok. Pemeriksaan penunjang apa yang
disarankan pada pasien?
A. Analisa Sperma
B. Urin Rutin
C. USG
D. Darah Rutin
E. Inspekulo
Analisa Soal
• Sepasang suami istri datang untuk berkonsultasi, 5
tahun menikah belum memiliki anak  infertilitas
primer.
• Istri tidak ada kelainan, suami perokok.
• Rokok  salah satu faktor risiko infertilitas.
– Rokok dapat menyebabkan gangguan morfologi sperma 
infertilitas pada pria.
• Untuk dapat memastikan, pemeriksaan yang dapat
dilakukan adalah analisa sperma.
Infertilitas
• Infertilitas :
– kegagalan suatu pasangan untuk mendapatkan kehamilan sekurang-
kurangnya dalam 12 bulan berhubungan seksual secara teratur tanpa
kontrasepsi, atau biasa disebut juga sebagai infertilitas primer.
• Infertilitas sekunder:
– ketidakmampuan seseorang memiliki anak atau mempertahankan
kehamilannya.
• Infertilitas idiopatik :
– pasangan infertil yang telah menjalani pemeriksaan standar meliputi tes
ovulasi, patensi tuba, dan analisis semen dengan hasil normal
• Fekunditas: kemampuan seorang perempuan untuk hamil.
• Data dari studi yang telah dilakukan pada populas, kemungkinan seorang
perempuan hamil tiap bulannya adalah sekitar 20 sampai 25%
• Pada perempuan di atas 35 tahun, evaluasi dan pengobatan dapat
dilakukan setelah 6 bulan pernikahan.
Faktor Resiko Infertilitas
• Gaya Hidup
Faktor Laki – laki
Infertilitas dapat juga disebabkan oleh faktor laki-laki, dan
setidaknya sebesar 30-40% dari infertilitas disebabkan oleh
faktor laki-laki, sehingga pemeriksaan pada laki-laki penting
dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan infertilitas.
• Fertilitas laki-laki dapat menurun akibat dari:11
– Kelainan urogenital kongenital atau didapat
– Infeksi saluran urogenital
– Suhu skrotum yang meningkat (contohnya akibat dari varikokel)
– Kelainan endokrin
– Kelainan genetik
– Faktor imunologi
Infertilitas pada Pria: Etiologi

https://www.andrologyaustralia.org/your-health/male-infertility/

Anda mungkin juga menyukai