Anda di halaman 1dari 39

Kedaruratan Psikiatri

Dr. Arma Diani, SpKJ


Pendahuluan
• Kedaruratan psikiatri adalah setiap gangguan
pada pikiran, perasaan atau tindakan yang
membutuhkan intervensi terapeutik segera.
• Cakupan kedaruratan psikiatri meluas, mencakup
masalah khusus seperti penyalahgunaan zat,
kekerasan pada anak-anak dan pasangan hidup,
bunuh diri, pembunuhan dan perkosaan,
berbagai masalah sosial seperti tuna-wisma,
lanjut usia, AIDS.
Epidemiologi
• Unit gawat darurat psikiatri digunakan sama baik
pria maupun wanita dan lebih banyak lajang
daripada yang sudah menikah. Kira-kira 20%
merupakan kasus bunuh diri, dan kira-kira 10%
merupakan kasus kekerasan.
• Diagnosis yang terbanyak adalah gangguan mood
(termasuk gangguan depresi dan episode manik),
skizofrenia dan ketergantungan alkohol. Kira-kira
40% dari semua pasien yang datang ke unit gawat
darurat psikiatri perlu rawat inap.
Evaluasi
• Alat evaluasi utama dalam kedaruratan
psikiatri ialah pemeriksaan fisik, wawancara
psikiatri, pemeriksaan status mental dan
pemeriksaan laboratorium.
• Semua pasien psikiatri harus diperiksa tanda
vitalnya
• Pertanyaan paling penting pada kedaruratan
psikiatri adalah apakah masalah pada pasien
adalah medis, psikiatri, atau keduanya
• Tujuan utama dari evaluasi ini adalah asesmen
dengan waktu yang tepat untuk pasien dalam
krisis. Pada akhirnya, klinisi harus membuat
diagnosa awal, mengidentifikasi faktor
pencetus dan kebutuhan segera, serta
memulai tatalaksana atau merujuk ke tempat
yang tepat.
• Wawancara kedaruratan psikiatri hampir sama
dengan wawancara standard psikiatri kecuali
masalah waktu yang terbatas karena pasien
lain menunggu untuk diperiksa dan
kemungkinan adanya resiko yang mendesak
bagi pasien dan orang lain.
• Fokus pada keluhan utama saat ini dan alasan
mengapa pasien datang ke unit gawat darurat.
• Bila teman, keluarga atau polisi menemani
pasien, riwayat tambahan harus diperoleh dari
mereka, terutama bila pasiennya mutisme,
negativistik, tidak kooperatif atau tidak dapat
memberikan riwayat jelas
• Bila pasien dibawa ke rumah sakit tanpa
kemauannya sendiri, kesediaannya atau
kemampuannya untuk kooperatif mungkin
sulit.
• Hubungan seorang klinisi dan pasien
berpengaruh kuat apakah pasien akan bicara
atau tidak, bahkan dalam konteks wawancara
pertama di unit gawat darurat; sehingga
sebagian besar wawancara kedaruratan
psikiatri melibatkan tehnik mendengar,
mengamati dan interpretasi.
• Sikap tegas, terus terang, jujur, tenang, tidak
mengancam sangat penting.
• Pada asesmen awal, evaluasi yang dilakukan,
paling tidak mencakup lima pertanyaan dibawah
ini sebelum mengambil keputusan:
1. Apakah aman untuk pasien berada di ruang gawat
darurat
2. Apakah masalahnya organik, fungsional atau
keduanya
3. Apakah pasien tersebut psikotik
4. Apakah pasien bunuh diri atau membunuh
5. Pada tingkat apa kemampuan pasien untuk merawat
diri.
Diagnosis Banding
• Seorang klinisi harus mempertimbangkan
secara luas kondisi-kondisi yang menunjukkan
tanda dan gejala. Keluhan yang terbanyak
dikategorikan sebagai kecemasan, depresi,
mania dan gangguan berpikir. Kondisi ini dapat
tumpang tindih dan memiliki penyebab yang
beragam.
• Dibawah ini gambaran yang sebaiknya dipikirkan
oleh seorang psikiater atau klinisi sebagai kondisi
organik yang menyebabkan gangguan jiwa :
• Onset akut (dalam beberapa jam atau menit,
dengan gejala umum)
• Episode pertama
• Usia lanjut
• Penyakit medis atau trauma saat ini
• Penyalah gunaan zat
• Gangguan persepsi non auditorik
• Gejala neurologis (hilang kesadaran, kejang, cedera
kepala, perubahan pola sakit kepala, perubahan
penglihatan)
• Tanda status mental klasik (berkurangnya kesiagaan,
disorientasi, gangguan memori, gangguan konsentrasi
dan perhatian, diskalkulia, konkritisasi)
• Tanda status mental lainnya (bicara, pergerakan)
• Apraksia konstruksional (kesulitan menggambar jam,
kubus, potongan pentagon, Bender gestalt design).
Dibawah ini daftar gangguan SSP yang menggambarkan
perubahan perilaku yang memerlukan penanganan
neurologik termasuk neuroimaging :
• Afasia (afasia yang lancar atau reseptif mengakibatkan
pasien tidak mengerti kata-kata pembicaraan,
meskipun mereka lancar tapi bicaranya inkoheren)
• Sindrom lobus frontalis (perubahan perilaku motorik,
kemampuan berkonsentrasi, pemikiran, berpikir,
pertimbangan sosial dan pengendalian impuls)
• Sindrom lobus temporalis (psikosis, kejang,
gambaran kepribadian dan Kluver Bucy)
• Sindrom lobus parietalis (lesi kanan dengan
penyangkalan dan hipomania)
• Sindrom lobus oksipitalis (Sindrom Anton –
kebutaan kortikal dengan penyangkalan)
Penatalaksanaan kedaruratan
• Psikoterapi, semua usaha dilakukan untuk
membantu kepercayaan diri pasien. Empati
digunakan untuk membantu pasien di unit
gawat darurat.
• Harga diri yang terluka merupakan masalah
besar, klinisi menghindari sikap meremehkan
dan mencoba untuk berkomunikasi dengan
sikap menghormati dan memperhatikan.
• Pada bunuh diri, keputusan untuk rawat inap
berdasarkan pada diagnosis, tingkat depresi
dan ide bunuh diri, kemampuan pasien dan
keluarga mengatasi masalah, situasi tempat
tinggal pasien, ketersediaan sosial support,
dan ada atau tidaknya faktor-faktor resiko
bunuh diri.
• Dalam kekerasan rumah tangga, seorang
klinisi harus memperhatikan kerentanan
khusus terhadap keluarga dekat tertentu.
• Sebagaimana pasien-pasien yang ingin bunuh
diri, banyak pasien korban kekerasan
memerlukan rawat inap dan biasanya
menerima penawaran rawat inap dengan
perasaan terbebaskan.
• Lebih dari satu psikoterapis atau tipe
psikoterapi sering digunakan pada terapi
gawat darurat.
• Tidak ada satu pendekatan yang cocok untuk
semua orang dalam situasi yang sama.
• Pada situasi gawat darurat, ketika seorang
klinisi tidak tahu apa yang mau dikatakan,
pendekatan yang terbaik adalah
mendengarkan. Seseorang dalam krisis
mengungkapkan seberapa besar mereka
butuh dukungan, penyangkalan, ventilasi dan
kata-kata untuk mengungkapkan arti krisis
tersebut untuk mereka dan untuk
menemukan jalan pemecahannya.
Farmakoterapi
• Kondisi gaduh gelisah berespons dengan anti
psikotik, haloperidol, risperidone, olanzapine,
aripiprazole, beta adrenergik reseptor
antagonis (beta bloker), carbamazepin dan
lithium.
• Benzodiazepine dapat digunakan sebagai
pengganti atau sebagai tambahan antipsikotik
(untuk mengurangi dosis antipsikotik).
• Pasien yang sensitif dengan antipsikotik dan
benzodiazepine diobati dengan amobarbital (Amytal)
130 mg per oral atau intramuscular (IM), paraldehida
atau difenhidramin (Benadryl) 50-100 mg per oral atau
IM.
• Bila kegaduhan disebabkan karena alkohol atau bagian
dari gangguan psikomotor pasca kejang, tidur akan
terjadi setelah beberapa jam pemberian obat secara IV.
Waktu terbangun pasien sering siaga penuh dan
rasional dan mengalami amnesia komplit tentang
kejadian kegaduhan
• Bila gangguan merupakan bagian dari proses psikotik
yang sedang berlangsung, dan kembali menghilang
segera setelah pemberian IV, pengobatan lanjutan
dapat diberikan. Kadang-kadang lebih baik
menggunakan IM dalam jumlah kecil atau dosis oral
dengan interval setengah sampai satu jam (contoh
haloperidol 2-5 mg atau diazepam 20 mg) sampai
pasien terkontrol daripada menggunakan dosis awal
yang besar dan berakhir dengan overdosis.
• Selama terapi awal, tekanan darah dan tanda vital
pasien lainnya harus dimonitor
Rapid tranquilization
• Merupakan teknik pemberian antipsikotik
atau benzodiazepin atau keduanya, untuk
mengatasi agitasi, kecemasan, ketegangan,
hiperaktivitas atau gaduh gelisah. Gejala
psikotik utama seperti delusi, halusinasi dan
pikiran yang kacau bukan merupakan gejala
target untuk RT.
• Obat pilihannya adalah haloperidol dan
antipsikotik lain yang berpotensi tinggi,
risperidone, ziprasidone, olanzapine,
sedangkan lorazepam adalah benzodiazepine
yang paling sering digunakan
• Untuk orang dewasa dapat diberikan 5-10 mg
haloperidol per oral atau IM dan diulang
dalam 20-30 menit sampai pasien tenang,
maksimal 30 mg.
• Tujuan untuk mengurangi perilaku agitasi,
pasien lebih kooperatif.
• Beberapa pasien mengalami gejala EPS ringan
dalam 24 jam pertama pengobatan, harus
menjadi perhatian
• Pasien agitasi atau yang mengalami panik
dapat diobati dengan dosis kecil lorazepam 2-
4 mg IV atau IM yang dapat diulang dalam 20-
30 menit bila perlu sampai pasien tenang
• Kegawat daruratan ekstrapiramidal berespons
dengan benztropine (Cogentin) 2 mg per oral
3x sehari, IM atau IV, atau difenhidramine 25
mg oral 4x sehari, IM atau IV. Beberapa pasien
berespons dengan diazepam 5-10 mg per oral
atau IV.
PANSS EC
• Seorang pasien dikatakan mengalami
skizofrenia eksaserbasi akut jika kriteria
komponen gaduh gelisah PANSS terpenuhi,
dengan skor 25-35 yaitu:
– Pengendalian impuls yang buruk (G 14) skor 6-7
– Ketegangan (G 4) skor 6-7
– Permusuhan (P 7) skor 6-7
– Ketidak kooperatifan (G 8) skor 6-7
– Gaduh gelisah (P 4) skor 6-7
• Kriteria pulang rawat inap bila memenuhi
komponen gaduh gelisah PANSS dengan skor
5-17:
– Pengendalian impuls yang buruk (G 14) skor 1-4
– Ketegangan (G 4) skor 1-3
– Permusuhan (P 7) skor 1-3
– Ketidak kooperatifan (G 8) skor 1-3
– Gaduh gelisah (P 4) skor 1-4
Extra Pyramidal Symptomps
(EPS)
• Efek samping Psikofarmakologi yang paling
sering terjadi adalah Extra Pyramidal
Symptomps . Yang disebabkan penurunan
dopamin pada jalur Nigrostriatal, yaitu bagian
dari sistem saraf ekstrapiramidal yang
berfungi mengontrol pergerakan motorik.
• Gangguan pergerakan yang diinduksi obat yang
sering terjadi antara lain: parkinsonism, distonia
akut dan akut akatisia.
• Terdapat kontraksi otot yang menghasilkan
gerakan atau postur abnormal yang bahkan dapat
menyebabkan kesulitan bernafas hingga sianosis
• Gejala yang paling umum terjadi adalah:
– Tremor (pasien diminta untuk ulurkan tangan dan
buka jari lebar-lebar)
– Kesulitan dalam berjalan atau gangguan
keseimbangan
– Kesulitan dalam menelan atau berbicara
– Restless, rasa tidak bisa diam, selalu bergerak
– Mata melihat keatas (krisis okulogirik)
– Saliva yang meningkat, disebabkan hambatan
dalam menelan.
– Gerakan abnormal ekstremitas
– Gerakan abnormal lidah, rahang, bibir atau wajah
– Postur tubuh yang kaku
• Gangguan pergerakan ini dapat menimbulkan
rasa nyeri dan menakutkan dan sering
mengakibatkan ketidak patuhan pengobatan.
tatalaksana
• Untuk kondisi akut dapat diberikan
difenhidramin 25 mg IM atau IV dapat diulang
setiap 30 menit hingga dosis maksimal 100 mg
• Diteruskan dengan pemberian peroral
antikolinergik, THP 2-5 mg, 3x sehari
• Atau Clonazepam 0,5-4mg perhari, 2x sehari.
• Meskipun toleransi terhadap efek samping
obat biasanya terjadi, namun tetap perlu
mempertimbangkan untuk merubah terapi,
apalagi bila menjadi masalah untuk pasien
untuk meneruskan terapi.

Anda mungkin juga menyukai