VERTIGO
Disusun Oleh:
Nadya Syifa Bach (NPM masih dalam proses)
Mohammad Cipta Wardhana (NPM masih dalam proses)
Amelia Putri Marissa (NPM masih dalam proses)
Preseptor:
Siti Aminah, dr., Sp.S (K), M.Si, Med
Maculae sebagai epithetlium sensory dari saccule dan utricle yang sudah terspesialisasi.
Mempunyai hair cells yang diinervasi vestibulocochlear nerve.
Terdapat endolymphatic duct untuk storage reservoir sisa dari endolymph yang terbentuk oleh
blood capillary.
Semicircular duct punya ampulla yang memiliki ampullary crest untuk mencatat pergerakan
endolymph hasil gerakan rotasi kepala.
FISIOLOGI KESEIMBANGAN
Equilibrium ada 2:
1. Static equilibriummempertahankan posisi dari tubuh (terutama kepala) terhadap gaya
gravitasi. Gerakan tubuh yang merangsang reseptor untuk keseimbangan statis termasuk :
- memiringkan kepala dan
- linear percepatan atau perlambatan, seperti ketika tubuh sedang bergerak dalam
sebuah lift atau di mobil yang mempercepat atau memperlambat
2. dynamic equilibrium mempertahankan posisi tubuh (terutama kepala) dalam
merespon gerakan mendadak seperti percepatan atau perlambatan rotasi.
Reseptor organ keseimbanagan : saccule, utricle, and semicircular ducts, yang disebut the
vestibular apparatus mendeteksi perubahan posisi dan gerakan kepala. Seperti koklea,
semua komponen aparatus vestibular berisi endolymph dan dikelilingi oleh perilymph. Juga,
mirip dengan organ Corti, masing-masing berisi sel-sel rambut yang merespon mekanik
deformasi dipicu oleh gerakan c spesifik dari endolimph
STATIC EQUILIBRIUM
Utricle dan Saccule
- Disebut juga Otolith organ
- provide information about the position of the head relative to gravity (that is, static
head tilt) and also detect changes in the rate of linear motion The walls of both the
utricle and the saccule contain a small, thickened region called a macula. Macula
detect linear acceleration and deceleration—for example, the sensations you feel
while in an elevator or a car that is speeding up or slowing down.
- Macula mengandung: hair cells sebagai sensory receptor dan supporting cells
- Diantara hair sel terdapat colllumnar supporting cells yang mensekresikan secreta
tebal, gelatinos, dan merupakan lapisan glycoprotein yang disebut Otolithic
membrane
- Ketika kepala bergerak, semicircular duct dan hair cells bergerak dengan mengikuti
kepala. Namun Endolymph dalam ampulla tidak terikat dan ketinggalan saat kepala
bergerak . ketika hair cells bergerak dia akan menarik endolymph yg masih diam,
hingga hair cellsnya jadi bengkok Tip link tertarik membuka saluran ion
depolarizesimpulse ke vestibular nerve
pelepasan neurotransmitter
↓
Menghasilkan impuls saraf pada sensory neuron yang menginervasi hair cells
(tempat cell body di vestibular ganglia)
↓
Meleati akson yang membentuk vestibular branch dari CN VIII
VERTIGO
Definisi
Adalah suatu bentuk sakit kepala dimana penderita mengalami persepri gerakan yang tidak
semestibnya (biasanya gerakan berputar atau melayang) myang disebabkan oleh gangguan
vestibular.
Vertigo sering ditandai dengan gejala mual dan muntah serta ketidakmampuan penderita
menjaga keseimbangan badan, yang menyebabkan penderita kesulitanm berdiri atau berjalan.
Epidemiologi
Secara general, pasien vertigo mengalami rasa pusing beputar. Sekitar 80% vertigo disebabkan
oleh adanya peripheral lesion.
Jenis vertigo paling sering adalah Benign Paroxysmal Postional Vertigo. Ini terjadi di semua
umur tapi makin sering terjadi dengan meningkatnya usia. Wanita dua kali lebih sering terkena
dibandingkan pria.
PATOFISIOLOGI VERTIGO
Gangguan keseimbangan dapat terjadi akibat terganggunya reseptor, transmisi oleh saraf aferen,
pusat integrasi dan koordinasi batang otak dan serebelum, atau korteks. Pada kondisi normal,
informasi yang tiba di pusat intregasi, yang berasal dari vestibuler, visual, propioseptik kanan
dan kiri dibandingkan, bila seimbang, diproses secara wajar, sehingga respon yang muncul
adanya penyesuaian dari otot mata dan penggerak tubuh, sehingga orang sadar, posisi
kepala/tubuh terhadap sekitarnya. Kondisi tidak normal, dari fungsi alat keseimbangan tubuh
perifer/sentral atau adanya informasi yang aneh, maka proses pengolahan yang wajar tidak
terjadi, timbullah gejala vertigo, respon penyesuaian tubuh tidak adekuat
DIAGNOSTIK VERTIGO
Dalam menegakkan diagnosis vertigo gilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
A. Anamnesis
a. Pusing : Apakah pusing berputar atau pusing yang bergoyang/melayang
b. Sifat serangan vertigo : Periodik/kontinu/ ringan/berat
c. Faktor pencetus : gerakan kepala, suara, emosi
d. Gejala Otonom : mual,muntah, keringat dingin
e. Kelainan pendengaran : tinnitus/ tuli
f. Riwayat konsumsi obat yang dapat menyebabkan vertigo: streptomisin, gentamisin,
kemoterapi
g. Riwayat operasi telinga
h. Riwayat penyakit terdahulu : DM, hipertensim kelainan jantung
i. Defisit neurologic : hemipestesi, baal wajah satu sisi, perioral numbness, disfagia,
hemiparesis, penglihatan ganda, ataksia sereberalis
B. Pemeriksaan Fisik
- Test Romberg
Pada test Romberg pemeriksa berdiri dibelakang pasien. Pasien berdiri dengan tegak dengan
kedua tangan di dada dan mata terbuka. Amati selama 30 detik. Setelah itu pasien diminta tutup
mata dan amati selama 30 detik. Jika saat buka mata terjatuh maka vertigo berasal dari kelainan
serebelum. Jika saat tutup mata maka kelainannya pada vestibuler atau propioseptif.
- Test Romberg dipertajam
Pemeriksa berdiri dibelakang pasien. Pasien diminta untuk meletakkan tumit didepan ibu jari
kaki lainnya. Diawali dengan mata pasien terbuka dan amati selama 30 detik. Kemudian pasien
menutup mata dan amati kembali selama 30 detik. Interpretasi sama dengan test Romberg.
- Tes Jalan tandem
Pada garis lurus, pasien diminta untuk jalan mengikuti garis. Cara berjalan sama dengan test
Romberg dipertajam. Pada kelainan serebelar pasien tidak dapat melakukannya, atau jatuh. Pada
kelainan vertibular pasien akan deviasi ke sisi kelainan.
- Tes Fukuda
Pemeriksa berada di belakang pasien. Tangan diluruskan ke depan mata pasien ditutup. Pasien
diminta jalan ditempat 50 langkah. Tes ini menunjukkan sisi lesi, dianggap positif apabila pasien
berpindah >1m atau deviasi >30 derajat
C. Pemeriksaan Penunjang
- Sesuai dengan etiologi
- Pemeriksaan : EEG pada epilepsy vestibular, EMG untuk neuropati, EKG untuk kasus
serebrovaskular, TCD untuk kasus serebrovaskular, LP pada kasus infeksi, CT scan?MRI
pada stroke/infeksi atau tumor.
VERTIGO VESTIBULAR
Vertigo adalah persepsi yang salah dari gerakan seseorang atau lingkungan sekitarnya. Vertigo
dibagi menjadi vertigo vestibular dan vertigo non vestibular. Gejala yang muncul pada vertigo
vestibular adalah gejala rasa berputar. Sedangkan pada vertigo non vestibular, terjadi lesi pada
visual atau somatosensori dengan keluhan melayang, goyang, seperti sedang berenang.
Persepi gerakan bisa berupa:
- Rasa berputar (vertigo vestibular)
- Rasa goyang melayang, mengambang (vertigo non vestibular)
Gejala Vertigo Vestibular Vertigo Non Vestibular
Sensasi Berputar Melayang, goyang
Tempo serangan episodik Kontinyu/konstan
Mual/ muntah + -
Gangguan pendengaran +/- -
Gerakan pencetus Kepala Objek sekitar
Sistem vestibular terdiri atas kanalis semisirkularis dan organ otoitik. Kanalis
semisirkularis(SCC) terdiri atas SCC lateral, superior, dan posterior. SCC berfungsi untuk
mendeteksi gerakan rotasional. Organ otolitik terdiri dari utrikulus dan sakulus berfungsi untuk
mendeteksi aselerasi linier.
Neurotransmiter utama pada nucleus vestibularis adalah kolinergik dan h1 histeminergik. Sistem
kolinergik memodulasi neural store. Sistem histaminergic merangsang muntah. GABA sebagai
inhibitor dari sel-sel Purkinje serebelum. Sistem adrenergic menginhibisi aktivitas vestibular.
Jalur serotoninergic diaktivasi oleh rangsang dari traktus digestivus bekerja pada pusat muntah.
Agonis dopamin bekerja pada pusat muntah dengan memblokade chemoreceptor trigger zone di
area postrema.
Jenis vertigo vestibular terdiri dari:
a. Perifer : terjadi di labirin dan nervus vestibularis
Contoh: benign paroxysmal positional vertigo (BPPV), Meniere’s disease, Neuritis vestibularis,
oklusi a. labirin, labirintis, obat ototoksik, autoimun, tumor CN.VIII, microvascular
compression.
b. Sentral : terjadi di nucleus, batang otak, thalamus, atau korteks serebri.
Contoh: migraine, CVD, tumor, epilepsi, degenerasi.
Pada vertigo vestibular perifer, gangguan dapat disertai gejala tinnitus, gangguan fungsi
pendengaran, dan tidak disertai gejala neurologis fokal seperti hemiparesis, diplopia, perioral
paresthesia, paresis fasialis.
BPPV merupakan gangguan vertigo jenis perifer dengan gejala berulag dan singkat, sering
berkaitan dengan dengan posisi kepala berbaring kemudian memiringkan kepala.
a. Etiologi
BPPV terjadi akibat otokoia terperangkap dalam endolimf dan terbawa ke semisirkular
kanal(SCC). 50% kasus adalah idiopatik, sedangkan penyebab lainnya diantaranya adalah
paca trauma, pasca labirinitis virus, pasca operasi, mastoiditis kronik.
b. Faktor risiko dari BPPV diantaranya adalah usia, dan jenis kelamin perempuan. Serangan
BPPV meningkat 7 kali lipat pada pasien yang usianya diatas 60 tahun dibandingkan
dengan pasien berusia 18-39 tahun. BPPV juga lebih sering terjadi pada perempuan
dibandingkan pada laki-laki.
c. Patofisiologi
Otokonia merupakan kalsium karbonat yang normalnya berada pada utrikulus atau sakulus.
Otokonia memiliki densitas 2x lipat dibandingkan endolimf sehingga merespon terhadap
perubahan gravitasi dan akselerasi lain. Pada kondisi normal, otokonia tidak terdapat pada
kanalis semisirkularis. Terdapat 2 hipotesa mengenai penyakit ini:
- Hipotesis kupulolitiasis
Terjadi akibatnya lepasnya otokonia dari macula utrikulus yang berdegenerasi, menempel pada
permukaan kapula kanalis semisirkularis posterior yang letaknya paling bawah. Apabila terjadi
perubahan posisi dari duduk ke berbaring dengan kepala tergantung, kanalis posterior yang berda
di inferior menjadi ke superior, kupula bergerak secara centrifugal dan menimbulkan nystagmus.
- Hipotesis Kanalitiasis
Pada teori ini diduga bahwa Kristal kalsium bergerak secara bebas. Kristal kalsium karbonat
bergerak di SCC menyebabkan endolimf bergerak dan menstimulasi dalam kanal sehingga
meyebabkan vertigo. Nistagmus dibangkitkan oleh saraf ampularis yang teriksitasi dalam kanal
yang berhubungan dengan muskulus ekstra okuler.
d. Gambaran klinis
Muncul mendadak setelah perubahan posisi terjadi kurang dari 10-30 detik. Rasa berputar bisa
disertai mual dan muntah.
e. Diagnosis
Anamnesis : adanya vertigo yang terasa berputar, timbul mendadak pada perubahan
posisi kepala atau badan, lamanya <30 detik dapat disertai mual dan kadang-kadang
muntah.
Pemeriksaan fisik : pada idiopatik tidak ditemukan kelainan namun pada yang
simptomatik dapat ditemukan kelainan neurologis fokal.
Tes Dix Hallpike.
Pasien diberikan penjelasan mengenai pemeriksaan
Pasien duduk dekat bagian ujung meja pemeriksaan (saat tiduran kepala pasien
menggantung)
Mata terbuka dan berkedip sedikit mungkin , pada posisi duduk kepala menengok kiri
atau kanan lalu dengan cepat dibaringkan.
Tanya apakah ada keluhan vertigo dan periksa apakah adanya nystagmus. Tahan posisi
10-15 detik kemudian dengan cepat didudukan kembali dan dilihat kembali apakah ada
vertigo atau nystagmus.
Manuver diulang dengan menghadap ke sisi lain
Pada pasien normal tidak ada gejala vertigo maupun nystagmus. Pada pasien yang abnormal
makaakan timbul nystagmus yang memiliki 4 ciri : adanya masa laten, <30detik, disertai vertigo
dengan vertigo dan nystagmus yang berkurang tiap maneuver diulang.
- Vertigo rekuren
- Kurang dari 1 menit
- Gejala dapat dipovokasi leh perubahan posisi kepala :
Dari duduk ke telentang, miring kanan atau ke kiri saat telentang, atau minimal 2
manuver dari : merebahkan kepala, dari telentang lalu duduk, membungkuk ke depan.
- Tidak disebabkan penyakit lain
f. Terapi
1. Komunikasi dan informasi : Pasien BPPV seringkali merasa takut atau gelisah karena
khawatir terhadap geejalanya. Pasien harus dijelaskan bahwa BPPV tidak berbahaya.
2. Medikamentosa : tidak diperlukan
3. Reposisi
Pasien dari posisi duduk dibaringkan dengan kepala menggantung ke sisi kanan selama 20-30
detik. Kepala diputar 90 derajat ke ddepan selama 20-30 detik. Kepala kemudian diputar ke lain
sisi sebesar 90 derajat sehingga kepala mendekati posisi mennunduk selama 20-30 detik. Pasien
diangkat ke posisi duduk.
Kepala penderita diputar 45 derajat ke sisi kiri kemudian secara cepat dibaringkan ke sisi kanan .
Ditahan selama 30 detik kemudian lakukan hal yang sama ke sisi sebelahnya.
II. Terapi Kanal Horizontal
Posisikan kepala pasien dengan telinga abnormal menempel pada meja kemudian kepala diputar
90 derajat kedepan secara cepat. Kemudian wajah diputar kearah sisi telinga yang normal. Dan
kemudian diputar lagi 90 derajat dan seterusnya sampai mencapai putaran 360 derajat.
Pasien juga dapat melakukan latihan dirumah dengan Metode Brandt Daroff
Pasien duduk di tepi tempat tidur dengan kedua tungkai menggantung. Pasien menutuo mata
kemudian secara cepat miringkan kepala kke satu sisi dan dipertahankan selama 30 detik.
Kemudian pasien tegak kembali dan baringkan secara cepat ke sisi lannya pertahankan 30 detik
lalu duduk kembali. Latihan ini dilakukan 3 kali sehari selama 2 minggu atau 2 kali sehari
selama 3 minggu delama 5 kali tiap kali latihan.
4. Terapi Bedah
Pada pasien BPPV berkepanjanan dan tidak sembuh dengan terapi konservatif bisa dilakukan
operasi neurektomi atau canal plugging. Namun tindakan ini dapat menyebabkan komplikasi
berupa tuli sensorineural pada 10% kasus.
g. Prognosis
B. Penyakit Meniere
Merupakan suatu gangguan kronis pada telinga dalam tidak fatal namun mengganggu kualitas
hidup. Ditandai dengan 4 hal : vertigo, pendengaran menurun, tinnitus, rasa penuh dalam telinga.
a. Etiologi
Penyebab penyakit ini belum jelas. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan penyakt ini adalah
- Familial - Autoimun
- Faktor geografis - Orosklerosis
- Anomali dan malformasi fisik - Gangguan vaskularisasi telinga
- Genetik dalam
- Alergi local telinga dalam
b. Faktor pencetus
d. Diagnosis
e. Terapi farmakologi:
- Anti vertigo : al betahistine 48 mg/hari
- Diuretik : Hydrochlorthiazide/ acetazolamide 50mg/hari
- Steroid : Orednisone 80mg/hari selama 7 hari kemudian diturunkan betahap.
- KCl
- Anti histamine
Terapi diet:
h. Prognosis
Pada penyakit Meniere tidak dapat dikatakan sembuh namun penatalaksanaan yang agresif
dapat menurunkan gejala sampai 80-90%.
C. Neuritis Vestibularis
Defisit unilateral pada sistem vestibular perifer yang terjadi secara tiba-tiba tanpa penurunan
fungsi pendengaran atau disfungsi batang otak. Merupakan kelainan vertigo terbanyak setelah
BPPV. Sering mengenai usia 30-60 tahun. Biasanya berkaitan dengan musim, didahului oleh
ISPA.
a. Etiologi
Diduga bahwa virus menjadi penyebab neuritis vestibularis. Penelitian menunjukkan bahwa
adanya peningkatan protein pada cairan serebrospinal dengan DNA dan RNA virus herpes
positif pada ganglia vestibular.
b. Patofisiologi
Normalnya perubahan gerakan kepala akan mengaktifkan salah satu labirin dan menghambat
sisi lainnya. Aktivitas neuronal yang asimetri pada nucleus vestibularis menghasilkan
gerakan mata kompensasi dan pengaturan postur, sehingga kepala terasa berputar. Bila input
dari satu sisi yang berhenti ini akibat neuritis vestibularis, maka aktifitas neuronal nucleus
ipsilateral akan berhenti sementara kontraleteral akan tetap aktif. Rangsangan asimetri ini
sesuai dengan rotasi kontinyu kepala dan kemiringan kepala menuju sisi yang sehat. Kelainan
pada penyakit ini biasanya terjadi pada bagian superior nervus vestibularis yang mensarafi
kanalis semisirkular horizontal dan anterior, termasuk utrikulus dan sebagian sakulus.
c. Gambaran Klinis
- Vertigo rotatorik dan nausea spontan yang berat
- Nistagmur horizontal rotatorik kea rah non lsi dengan ilusi gerakan sekitarnya
- Deficit fungsi kanalis horizontal unilateral
- Pemeriksaan otoskopi dan pendengaran normal
- Tak didapatkan deficit neurologis
Sering terjadi mendadak pada malam dan saat bangun pagi biasanya berlangsung sampai 2
minggu. Pasien merasa harus baring dengan mata tertutup serta miring ke posisi telinga yang
terganggu dibawah.
f. Diagnosis
Diagnosis penyakit ini dilakukan dengan melihat gambaran klinis. Pemeriksaan yang
sekiranya dibutuhkan adalah elektronistagmografi dan tes kalori.
h. Terapi
Penderita umumnya sembuh sendiri. Namun dapat juuga diberikan terapi simptomatik dan
terapi kausal. Terapi simptomatik dapat diberikan pada dase akut 1-3 hari yaitu tablet
dimehydrinate 100 mg atau obat anti vertigo lainnya untuk menekan mual atau muntah. Obat
harus dihentikan pemberiannya setelah keluhan berkurang.
Terapi kasual : matilprednisolon diberikan dalam 3 jam pertama dan berlanjut hingga 3
minggu. Awalnya 100mg/hari selanjutnya diturunkan 20mg tiap 3 hari. Prednison juga dapat
dibeikan 2 tab x 20 mg selama 10-14 hari
i. Prognosis
50% dari pasien mengalami kesembuhan tanpa gejala sisa dalam beberapa minggu atau
bulan. Gejala sisa kecil meliputi oskilopsia, gangguan keseimbangan selama gerakan kepala
yang cepat kearah sisi yang terganggu.
D. Vestibular Paroxysmia
a. Etiologi
b. Diagnosis
Pemeriksaan Penunjang:
Audiometri: Adanya kelainan unilateral
ENN : Nistagmus spontan
MRI: kompresi vaskuler pada CN VIII
c. Terapi
MIGRAINE-ASSOCIATED DIZZINESS
Migrain merupakan suatu penyakit dengan gejala nyeri kepala periodik unilateral, yang dapat
disertai dizziness, yaitu rasa kurang nyaman di kepala dengan derajat yang lebih ringan
dibandingkan vertigo.
Secara neurologis, keterkaitan migrain dan dizziness sangat erat, dimana keduanya
dihubungkan oleh kelainan sistem saraf pusat.
Epidemiologi
Gejala vestibular dapat terjadi secara spontan atau dengan pemicu seperti gerakan, dengan
prevalensi mencapai 25%-54% dari seluruh kasus migrain. Insiden vertigo yang berkaitan
dengan migrain mencapai 50%-70% dengan keluhan terasa seperti melayang, dizziness, atau
hilangnya keseimbangan (unsteadiness).
Etiologi
Penyebab munculnya gejala-gejala seperti migrain dan dizziness bisa berupa tumor
cerebellum, infark batang otak, inflamasi pada otak, insufisiensi vertebrobasilar, epilepsi,dan
multiple-sclerosis.
Faktor Risiko
Beberapa pemicu timbulnya gejala migrain yang disertai dizziness adalah faktor psikis seperti
stress, cemas, faktor-faktor hormonal, hipoglikemia, makanan tertentu, dan rokok. Selain itu
faktor genetik juga diperkirakan sebagai salah satu faktor risiko.
Diagnosis
Diagnosis vertigo, terutama yang berkaitan dengan migrain, dapat diperoleh dengan
anamnesis yang sistematis dan terarah. Dizziness yang menyertai dapat timbul secara tunggal
atau dalam bentuk kombinasi, seperti sensasi melayang atau rasa tidak stabil.
Vertigo pada kasus ini dapat berlangsung secara terus-menerus hingga melebihi 24 jam, dan
pada kasus migrain basilar gejala vertigo bersifat fluktuatif. Tinnitus dapat bersifat unilateral
atau bilateral.
Dari pemeriksaan neurologis, sering tidak terdapat hasil yang signifikan, sedangkan pada
pemeriksaan fisik, saat serangan akut vertigo, bisa terjadi nistagmus horizontal atau vertikal.
Pada pemeriksaan Dix-Hallick, dapat terjadi dizziness tanpa nistagmus.
Tatalaksana
Terapi pada kasus ini dibagi menjadi terapi farmakologis dan non-farmakologis.
Terapi farmakologis simptomatik untuk mengatasi keluhan otonom dan migrain-dizziness
adalah:
1. Meclizine 12.5-50 mg p.o. tiap 6 jam.
2. Dimenhydrate 50 mg p.o. tiap 4-6 jam, 100mg p.o. tiap 12 jam.
3. Diphenhydramine 25-50 mg tiap 4-6 jam.
4. Lorazepam 0.5-1 mg sublingual tiap 4 jam.
5. Lorazepam 0.5 – 2 mg IM/IV tiap 6-8 jam.
6. Diazepam 2-10 mg p.o/IM/IV tiap 3-4 jam.
7. Droperidol 2.5-5 mg IV/IM tiap 3-4 jam.
8. Promethazine 12.5-25 mg p.o/IV/IM tiap 6-8 jam.
9. Prochlorperazine 5-10 mg p.o/IV/IM tiap 6-8 jam.
10. Scopolamine patch 0.5 mg tiap 24 jam tiap 5 hari.
Terapi profilaksis akan bermanfaat jika diberikan pada migrain yang berlangsung selama
lebih dari 1 minggu atau menetap lebih dari 24 jam. Beberapa obat yang direkomendasikan
adalah:
1. Amitriptyline, dosis awal 5-10 mg pada malam hari, dosis terapetik dewasa 50-100
mg malam hari.
2. Sodium divalporate, 250-500 malam hari, dosis terapetik 1000 mg malam hari.
3. Propranolol, 10 mg 3 x 1, dosis terapetik 80-160 mg perhari.
4. Timolol, 5 mg 2 x 1, dosis terapetik 10 mg 2 x 1 atau 20 mg malam hari.
5. Topiramate, 15-25 mg setiap hari, dosis terapetik 100-200 mg perhari.
Terapi non-farmakologis yang diterapkan pada kasus vertigo dengan migrain-dizziness
meliputi pengendalian faktor risiko dan diet. Faktor-faktor risiko yang sering menjadi pemicu
di antaranya adalah faktor psikis seperti stress dan kecemasan, kemudian terdapat faktor lain
seperti hipoglikemia dan fluktuasi kadar estrogen. Pengaturan diet juga menjadi salah satu
bentuk terapi, dengan menyarankan pasien untuk menghindari zat-zat makanan yang
dicurigai menjadi pemicu, seperti MSG, minuman beralkohol, dan produk susu. Menghindari
makanan-makanan tersebut selama lebih dari \ satu bulan dapat mengurangi keluhan.
GANGGUAN VESTIBULAR CAMPURAN SENTRAL DAN PERIFER
CEREBELLOPONTINE-ANGLE TUMOR
Definisi
Tumor yang terdapat di cerebellopontine angle, atau area berbentuk segitiga pada fossa
posterior yang dibatasi oleh tulang temporal secara anterolateral, oleh pons di bagian medial,
oleh tentorium serebeli di bagian superior, dan pada bagian inferior oleh tonsilla serebeli dan
olive medularis. Bagian anterior juga dibatasi oleh dura posterior dan posterior oleh
permukaan ventral pons dan cerebellum. Terdapat CN V-XI yang melintasi bagian atas dan
bawah area tersebut, dan di antaranya terdapat CN VII dan VIII yang meneruskan perjalanan
menuju internal auditory canal.
Epidemiologi
Tumor pada area ini biasanya bersifat jinak, dengan lebih dari 80% menjadi schwannoma
vestibular. Kasus ini lebih sering terjadi pada wanita, dengan insiden 8%-10% dari seluruh
jenis tumor otak.
Etiologi
Tumor CPA diperkirakan terjadi akibat proses biomolekular karena mutasi gen. Tumor ini
dianggap berkembang dari sel-sel Schwann di IAC. Dikarenakan adanya kecacatan pada
tumor supresan NF2, sel-sel tumor mulai berkembang.
Patofisiologi
Tumor yang berkembang akan menekan berbagai struktur di sekitarnya, di antaranya saraf
kranial. Saraf kranial yang paling sering mengalami gangguan adalah saraf V, VII, dan VIII.
Penyumbatan pada ventrikel dan foramen-foramennya dapat menyebabkan terjadinya
hidrosefalus.
Terdapat sindroma yang disebut CPA syndrome, yang merupakan gejala pada penderita
tumor CPA. Perkembangan tumor tersebut akan diikuti kehilangan pendengaran ipsilateral
yang diikuti hipesthesi fasial, hidrosefalus, dan jika berlanjut batang otak akan tertekan dan
mengalami kematian.
Gejala auditoris tahap awal pada tumor CPA disebabkan akibat gangguan suplai darah pada
CN VIII, yang mengakibatkan tuli sensorik. Gejala ini akan mengalami progresivitas. Selain
tuli sensorik, dapat terjadi pula keluhan tinnitus, yang ipsilateral dengan lokasi tumor.
Selain itu, terdapat pula gejala vestibular dengan keluhan gangguan keseimbangan yang tidak
spesifik, dan dapat disertai keluhan pusing berputar, tetapi gejala ini biasanya berlangsung
secara lambat sehingga dapat dikompensasi oleh otak sebagai gangguan pada vestibular,
sehingga keluhan ini tidak terlalu signifikan.
Terdapat juga gejala pada saraf kranial, seperti hipestesia fasial jika tumor sudah berkembang
melebihi 2 cm dan menekan CN V-2.
Jika tumor sudah berkembang melebihi IAC, organ-organ di sekitar dapat ikut tertekan,
menimbulkan gangguan cerebellum dan batang otak, seperti ataksia. Nyeri kepala yang
disertai mual dan muntah juga dapat dikeluhkan apabila tumor terus berkembang, dan
obstruksi ventrikel akibat pertumbuhan tumor dapat menyebabkan hidrosefalus.
Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang
Keluhan adanya gangguan pendengaran, tinnitus, dan gangguan keseimbangan dapat
dicurigai sebagai tanda-tanda adanya tumor CPA. Pemeriksaan neurologis yang dapat
mendukung diagnosis adalah pemeriksaan saraf kranial. Nistagmus dapat ditemukan.
Dapat dilakukan juga pemeriksaan fungsi cerebellum, seperti tes jari-hidung, Romberg’s dan
tandem-gait.
Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosa CPA termasuk tes audiologi, untuk mengetahui
keberadaan lesi retrokoklear. Tes ini mencakup audiometrik nada murni, skor audimetrik
tutur, ambang reflex akustik, dan refleks kelelahan. Jika terdapat lesi retrokoklear, terdapat
ketidakseimbangan antara ambang batas nada murni dan diskriminasi bicara, dengan skor
audiometri tutur lebih rendah dibandingkan prediksi pada ambang nada murni.
Dapat pula dilakukan tes vestibular, yaitu electronystagmogram (ENG). Pada tumor CPA,
ditemukan respon vestibular yang menurun pada sisi ipsilateral.
Pemerikaan auditory brainstem response juga dapat dilakukan untuk menilai perubahan
potensial listrik di otak. Tes ini dilakukan untuk menilai fungsi pendengaran dan CN VIII
dengan cara merekam potensial listrik yang dikeluarkan oleh sel koklea dalam perjalanan
menuju nukleus di batang otak.
Gold Standard untuk diagnosa tumor CPA adalah pemeriksaan radiologis, terutama MRI.
Tatalaksana
Terdapat tiga kategori terapi untuk tumor CPA, yaitu konservatif, radioterapi/radiosurgery,
dan bedah mikro.
Terapi konservatif dilakukan pada kasus dengan ukuran tumor kecil, tumor yang hanya
mengganggu satu sisi pendengaran, usia lanjut, dan kondisi umum pasien. Terapi ini
menitikberatkan pada pemantauan perkembangan tumor dan memberikan terapi simptomatik.
Antihistamin, ca-antagonist, dan anti-kolinergik dapat diberikan jika pasien mengalami
keluhan pusing berputar.
Gamma-knife atau radiosurgery dapat digunakan pada pasien dengan ukuran tumor kecil atau
sedang, dengan komplikasi berupa lesi parsial atau kompleks dari CN V, VII, atau VIII.
TATALAKSANA VERTIGO
PENGOBATAN SIMPTOMATIK
Pengobatan ini ditujukan pada dua gejala utama yaitu rasa vertigo (berputar, melayang) dan
gejala otonom (mual, muntah). Gejala yang paling berat pada vertigo vestibuler fase akut,
menghilang beberapa hari karena ada kompensasi. Obat-obat anti vertigo biasanya bekerja
sebagai supresan vestibuler, maka pemberiannya secukupnya untuk mengurangi gejala agar
tidak menghambat adaptasi/kompensasi sentral.
Contoh obat simptomatik vertigo adalah:
1. Calcium entry blocker: mengurangi aktivitas eksitatori SSP dengan menekan
pelepasan glutamat dan bekerja langsung sebagai depresor labirin, bisa untuk vertigo
perifer dan sentral. Obat: Flunarisin.
2. Antihistamin: efek antikolinergik dan merangsang inhibitori monoaminergik,
akibatnya inhibisi nervus vestibularis. Obat: Sinarisin, dimenhidrinat, prometasin,
meclizine, cyclizine.
3. Antikolinergik: mengurangi eksitabilitas neuron dengan menghambat jaras eksitatori
kolinergik ke nervus vestibularis, mengurangi firing rate dan respon nervus
vestibularis terhadap rangsang. Obat: Skopolamin, atropine.
4. Monoaminergik: merangsang jaras inhibitori-monoaminergik pada saraf vestibularis
sehingga eksitabilitas neuron berkurang. Obat: Amfetamin, efedrin.
5. Antidopaminergik: bekerja pada CTZ dan pusat muntah di medulla oblongata. Obat:
Haloperidol.
6. Benzodiazepin: menurunkan resting activity neuron.
7. Histaminik: inhibisi neuron polisinaptik pada nervus vestibularis lateralis. Obat:
Betahistin.
8. Antiepileptik.
PENGOBATAN REHABILITATIF
Untuk menimbulkan dan meningkatkan kompensasi sentral. Mekanisme kerjanya melalui:
1. Substitusi sentral oleh sistem visual dan somatosensorik untuk fungsi vestibular yang
terganggu.
2. Mengaktifkan kembali pada inti vestibuler oleh serebelum sistem visual dan
somatosensorik.
3. Menimbulkan habituasi berkurangnya respon terhadap stimulasi sensorik.