Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN TUTORIAL NBSS

“Benign Paroxysmal Positional Vertigo”

KELOMPOK C :

10100110118 NABILLA
11100110130 SUSANA SARI LESTARI
10100110018 RANDIKA RACHMAN
10100110038 PUTRI INTAN SETYA SARI
10100109029 YULIANA SETYAWATI
10100110002 M. BINTANG AFIFI NASA
10100110034 GISELA AFRIYANTI
10100110037 SORIA PUTU PRATIWI
10100110020 WINARDI FADILAH
10100110001 GALIH TRISSEKTI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2012
Problem :
Page 1
Desi Kania, 30 tahun. Mengalami keluhan :
1.) Sensasi rotasional ketika sedang memasak
2.) Sensasi rotasional bertambah parah ketika kepala digerakan
3.) Mual & muntah pada saat itu dengan frekuensi yang sering
Page 2
Neurological exam :
1.) Visual acuity : ODS 20/25 (rosenbaum chart)
2.) Bilateral horizontal nystagmus (cepat ke kanan) periode latent 10 mnt,
durasi 30 mnt, fatigue (+)
3.) Rinne test : air conduction > bone conduction
4.) Motor strength : 5/5
5.) Hallpike’s manuver (+)
Page 3
Diagnosa : Benign paroxysmal positional vertigo
Diberikan obat :
- Betahistine
- Anti-emetics
- Rehabilitasi untuk pasien vertigo
Hipotesis :
1.) Vertigo
2.) Hipoglikemi
3.) Gangguan keseimbangan
4.) Tumor
A. Anatomi dan Histologi Struktur Pengatur Keseimbangan
Anatomi Cerebellum

Cerebellum melekat pada bagian atas dari batang otak, merupakan bagian yang
sangat penting dalam keseimbangan , perencanaan, & gerak yang tidak di sadari.
Secara anatomis serebellum ini terdapat vermis yang membagi hemisfer kanan
dan hemisfer kiri.
Cerebellum terdiri dari :

 Cerebellar cortex
 Deep white matter
 Deep nuclei
 Peduncle
Cerebellum terdiri dari tiga lobus :

 Floccunodular lobe
 Anterior lobe
 Posterior lobe

Secara fungsional serebellum mempunyai tiga fungsi :

1. Vestibuloserebellum
Bagian ini pada prinsipnya terdiri atas lobus flokunodular serebellar
kecil(terletak di bawah serebellum posterior) dan dekat dengan bagian
vermis.bagian ini menyediakan sirkuit neuron untuk gerakan keseimbangan
tubuh dan mengontrol gerakan mata.

2. Spinoserebllum
Bagian ini sebagian besar terdiri dari vermis serebellum posterior & anterior di
tambah zona intermedia yang berdekatan dengan pada kedua sisi vermis.
Bagian ini terutama merupakan sirkuit untuk mengkoordinasi gerakan-gerakan
bagian distal anggota tubuh,khususnya tangan dan jari.

3. Serebroserebellum
Bagian ini terdiri dari zona lateral hemisfer. Bagian ini menerima semua input
dari korteks serebri motorik serta korteks serebri sensorik. Berfungsi untuk
merencanakan gerakan volunteer tubuh dan anggota tubuh.

Histology Cerebellum

Histologi serebellum mempunyai tiga lapisan dan lima tipe sel :


1. Lapisan granular
Lapisan yang paling dalam, dan mempunyai dua tipe sell
 Sell golgi
 Dendritnya bercabang-cabang di lapisan molecular
 Axonnya berakhir dengan membentuk cabang yang bersinaps di dendrite
sell neuron
 Sell granular
 4-5 dendritnya berbentuk seperti cakar , berkontak dengan input serabut
saraf yang seperti lumut ke substansi alba
 Axon berjalan ke lapisan molecular membentuk T-junction yang
kemudian sejajar dengan bentuk folia

2. Lapisan piriform
Lapisan tengah, terdiri dari satu sell
 Sell purkinje
 Neuron golgi tipe satu yang besar
 Bentuknya seperti botol
 Dendritnya bercabang ke molecular layer,cabang awal biasanya tebal
 Axon memanjang sampai substansi alba yang di selubungi myelin,ada
yang langsung bersinaps di vestibular nuclei,ada yang di deep nuclei

3. Lapisan molecular
Lapisan paling luar dan mempunyai dua jenis sell
 Sell basket
 Sell ini membentuk basket (keranjang) oleh axon-axonnya pada sell
purkinje
 Sell stellate
 Berbentuk seperti bintang
 Dendrite dan axon cenderung sejajar dengan bentuk folia

Vesibular Apparatus

 Organ sensoris untuk mendeteksi sensasi keseimbangan.


 Terletak pada suatu sistem tulang pada bagian temporal (“Bony
labytinth”).
 Pada rongga tersebut terdapat membranous tube (“membranous labyrinth”)
yang merupakan organ fungsional dari vestibular apparatus.
 Membranous labyrinth terdiri atas:
 Cochlea/ductus cochlearis (fungsi pendengaran)
 3 Semicircular canal
 2 large chamber: utricle dan saccule (mekanisme
keeimbangan)
 Pada utricle dan saccule terdapat macculae, yaitu organ sensoris untuk
deteksi orientasi kepala terhadap gravitasi.
 Terletak di permukaan dalam, dengan diameter 2mm
 Utricle macculae: horizontal pada inferior (orientasi kepala tegak)
 Utricle sacculae: vertikal (orientasi kepala mendatar/lying down)
 Macculae dilapisi glatinous layer yang banyak kristal calcium carbonate
(“statoconia”)
 Terdapat ratusan sel rambut, memanjang sebagai silia sampai gelatinous
layer, bagian basal bersinaps dengan sensori ending vestibule nerve.
 Kinocilium
 Setiap sel rambut terdiri atas 50-70 small cillia (stereo cilia) dan 1 large
(kinocilium)
 Kinocilium selalu ada di salah satu sisi, sementara stereo cilia semakin
jauh dari kinocilium, semakin pendek
 Filamentous attachment mengubungkan ujung-ujung stereo cilia dan
kinocilium
 Di setiap macula, sel rambut berorientasi berbeda-beda arah (masing-
masing untuk deteksi orientasi miring ke depan, belakang, salah satu sisi
saja).
 Semicircular duct (anterior, posterior, lateral)
 Pada ujungnya terdapat ampulla
 Duktus dan ampulla terdiri dari cairan endolymph
 Di setiap ampulla terdapat crista ampullaris.
 Crista ampullaris
 Ujungnya dilapisi loose gelatinous tissue mass (“cupula”)
 Teradapat ratsan silia dari sel rambut pada ampullary crest
 Kinocilia bergerak pada arah yang sama di dalam cupula
 Sinyal akan dihantarkan ke vestibular nerve

Organ-organ Lain yang Berperan Terhadap Keseimbangan


1. Neck proprioceptor
 Nervous vestibule juga menerima sinyal orientasi kepala terhadap badan,
dan disampaikan ke cerebellum melalui brain stem.
2. Other proprioceptor
 Footpads, menentukan orientasi ketika berat badan tertumpu di antara 2
kaki atau berat badan cenderung ke depan/belakang.
3. Exteroceptive
 Informasi dari luar, khususnya keseimbangan saat berlari
 Tekanan udara pada tubuh depan memberikan sinyal adanya hambatan
yang melawan arah gerak disebabkan tarikan gravitasi, membuat tubuh
condong ke depan agar mencapai keseimbangan.
4. Visual
 Informasi visual menjadi tumpuan mekanisme keseimbangan ketika
terjadi destruksi pada vestibular apparatus dan terganggunya fungsi
preprioceptor.
 Visual imaging pada retina memberi informasi tentang posisi dan ruang
gerak ke psat keseimbangan
 Selama dalam keadaan bola mata terbuka, maka dapat menyeimbangkan
diri. Tapi ketika memejamkan mata, keseimbangan hilang.
5. Brainstem dan cerebellum
 Brain Stem
 Medulla Oblongata
- Inferior dari brain stem, dari foramen magnum sampai inferior
border pons.
- White matter mengandung semua ascending dan descending tract.
- Pada bagian anterior terdapat tonjolan white matter (pyramid)
pyramid ini menyilang (decusation of pyramid)
- Mengandung beberapa nuclei:
a. Cardiovascular center berfungsi sebagai heart beat dan diameter vessel
b. Medullary rhytmicyty area sebagai respirasi
c. Vomiting center pada nerve vagus
d. Deglution center sebagai menelan
e. Inferior olivary nucleus berfungsi sebagai regulasi aktivitas cerebellum
f. Cochlear nuclei sebagai auditory pathway
g. Gustatory nuclei sebagai taste
h. Vestibular nuclei
- Control sinyal bersama dengan pontine reticular system untuk
mengontrol antigravity muscle melalui lateral dan medial vestibulospinal tract
pada anterior column spinal cord
- Lokasi terdapat pada junction antara medulla dan pons
i. Medullary reticular system
- Terletak di ventral medial
- Control relaksasi antigravity muscle
- CN IX,X,XII

 Pons
 Superior terhadap medulla anterior terhadap cerebellum
 Sebagai jembatan penghubung brain satu sama lain oleh akson bundle
 Mengandung sensory dan motor tract dan beberapa nuclei:
a. Pontine nuclei
- Terletak di posterior lateral memanjang hingga midbrain
- Control exitasi antigravity muscle
b. Vestibular nuclei
- Menghubungkan ke deep nuclei of cerebellum
- Pneumotaksic area dan apneustic area sebagai nafas
- CN V, pada junction pons dan medulla: CN VI sampai VIII

B. Fisiologi Pengatur Keseimbangan


Equilibrium pathway

Pembengkokan pada hair bundle of the hair cell

Menyebabkan pelepasan neurotransmitter, yang menghasilkan impuls saraf di


neuron sensory

Impuls saraf melewati sepanjang akson vestibular ganglia

Sebagian besar axon pada sensori neuron bersinap di vestibular nuclei

Vestibular nuclei mata dan proprioceptor

Menggabungkan semua informasi

Mengirim perintah pada

1. Nuclei of cranial nerve :


 Oculomotor III, vertical eye movement merespon stimulasi dari anterio
dan posterior semikular canal
 Trochlear IV, horizontal eye movement menerima rangsangan dari
horizontal
 Abdusen
2. Nuklei of the acecesory XI nerve, untuk membantu pergerakan leherb dan
kepala untik membantu dalam keseimbangan.
3. Vestibular track, yang menyampaikan impuls ke bawah spinal cord di
skeletal muscle.
4. Ventral posterior nucleus di thalamus dan kemudian ke vestibular area di
parietal lobe pada cerebral cortex untuk menyadarai posisi anggota tubuh.

Organ Sensoris

1. Macula, organ sensoris utrikulus dan salkulus


Merupakan daerah kecil yang merupakan organ sensoris yang terdiri
dari hairbundle dan dilapisi oleh membrane otolith, dimana membrane
otolith merupakan lapisan dengan tebal sedang yang bermaterikan jel
mirip dengan kupula tapi berbeda karena mengandung banyak kristal
kalsium bikarbonat kecil yang trerbenam di atasnya yang disebut
otolit. Dimana otolit membrane tersebut yang dapat membengkokan
silia karena memiliki gravitasi spesifik yang lebih besar dari daerah
atau jaringan di sekitarnya.

Sensitivitas arah sel rambut- kinosilium


 Setiap sel rambut memiliki 50-70 silia kecil yang disebut
stereocilium ditambah satu yang besar yaitu kinosilium,. Yang
dilekatkan oleh perlekatan filamentosa.
 Karena perlekatan tersebut, ketika stereosilia dan kinisilium
menekuk kea rah kinosilium maka akan terjadi penarikan oleh
perlekatan tersebut.
 Keadaan tersebut akan membuka saluran cairan dalam
membrane sel neuron di dasar stereosilia, saluran tersebut
daoat mengantar ion+ dalam jumlah besar, ion+ tersebut
mengalir ke dalam sel cairan endolimfh akan terjadi
depolarisasi membrane reseptor.
 Dalam keadaan normal sel sel saraf akan mengantarkan impuls
terus menerus dengan kecepatan 100/detik.
 Maka bila stereocilium bergerak kea rah kinocilium makan
impulsn akan meningkat, begitu pula sebaliknya, tapi pada
macula kinosilium tdak berada pada satu tempat saja.
 Ketika orientasi kepala berubah , maka sinyal yang sesuai akan
dijalarkan.

2. Kanalis semisirkularis
 Apparatus vestibular terdiri dari semisirkular anterio, posterior
dan horizontal atau lateral.
 Paada ujung kanalis semisirkularis akan terdapat ampula,
kanalis dan ampula terisi oleh cairan yang disebut endolimph.
 Pada setiap ampula terdapat tonjolan tonjolan kecil yang
disebut krista ampularis, puncaknya terdapat jaringan longgar
masa gelatinosa dsbt kupula.
 Mekanisme :
Bila seseorang memutar kepalanya ke satu arah akan
mengakibatkan inersi cairan di dalam 1 atau lebih kanalis
semisirkularis akan mempertahankan cairan agar tetap
seimbang, sementara kanalis semisirkularis berpyutar searah
dengan kepala, kemudian hal ini akan menyebabkan cairan
mengalir dari kanalis menuju ampula, membelokan salah satu
sisi dari kupula, kemudian kan terjadi respon pada sel sel
rambut, yang akhirnya akan memberikan sinyal yang
dikirimkan melalui nervus vestibularis untuk memberi tahu
saraf pusat mengenai perubahan perputaran kepala dan
kecepatran perubahan.
Penglihatan Mempengaruhi Keseimbangan
Ketika seseorang dalam keadaan informasi proprioseptif sebagian besar hilang,
maka visual dapat efektif untuk menjaga keseimbangan, gerakan linear atau
gerakan rotasi tubuh akan segera menggeser bayangan pengelihatan yang ada di
retina, dan selanjutnya informasi aklan diteruskan ke pusat keseimbangan.

Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan

 Proprioceptif leher

Apparatus vestibular hanya menerima orientasi dan gerakan kepala. Oleh


karena itu, pada prinsipnya pusat-pusat saraf juga menerima informasi yang sesuai
mengenai orientasi kepala sehubungan dengan keadaan tubuh. Informasi ini
dijalarkan dari propioseptor di leher dan tubuh langsung menuju nuclei vestibular
dan nuclei retikulardi batang otak dan secara tak langsung ke serebelum.

 Proprioseptif selain di leher

Informasi propioseptif dari bagian tubuh selain leher juga mempengaruhi


keseimbangan. Contohnya sensasi tekan di area tapak kaki, menjelaskan
 Apakah sudah ada pembagian berat yang merata diantara kedua kaki
 Apakah berat pada kaki tadi lebih condong kedepan atau ke belakang

 Informasi visual

Jika fungsi propioseptif tidak ada, maka visual mampu mempertahankan


keseimbangan seseorang. Gerakan linier atau gerakan rotasi akan segera
menggeser bayangan penglihatan yanf ada di retina, dan selanjutnya informasi ini
akan dipancarkan ke pusat keseimbangan.

Pusat Koordinasi dan Proses Koordinasi


Pusat koordinasi berada di serebelum, terutama di area spinoserebelum. Di area
tersebut berfungsi untuk :
 Menerima informasi propiosepsi
 Menerima copy rencaa pergerakan motorik dan membandingkan rencana
pergerakan dan pergerakan yang jelas berlangsung

Zona intermediate serebelum menerima 2 informasi ketika gerakan dilakukan :


1. Informasi dari korteks serebri dan dari nucleus rubra otak di tengah.
Informasinya membertahu serebelum mengenai uruan rencana gerakan
yang diinginkan
2. Informasi umpan balik dari bagian perifer tubuh, yaiutumembetitahu
serebelum mengenai hasil gerakan sekarang

Setelah zona intermedia pada serebelum membandingkan gerakan yang


diinginkan dengan gerakan sekarang, sel nuclear mengirimkan sinyal ouypit yang
bersifat korektif :
1. Kembali ke korteks motorik serebri lewat thalamus
2. Kebagian magnoselular (bagian bawah dari nucleus rubra)

Kemudian akan membentuk traktus rubrospinal → bergabung dengan traktus


kortikospial →neuron-neuron yang mengatur bagian distal dari anggota tubuh
jari-jari dan tangan

Kemudian yang mengatur koordinasi lain yaitu :


 Vestibuloserebelum : prinsipnya terdiri dari lobus flokulonodular serebelar
kecil dan bagian vermis yang berdekatan bagian ini menyediakan sirkuit
neuron untuk sebagian besar gerakan keseimbangan tubuh
 Serebroserebelum : feedback system sensorimotorik korteks serebri untuk
merencanakan gerakan volunteer tubuh dab anggota tubuh yang berurutan
Somatic Sensory Pathway (Ascending Tract)
Somatic Sensory Pathway menyampaikan informasi dari somatic sensory reseptor
ke primary somatosensory di cerebral cortex. Pathway ini melibatkan 3 macam
jenis neuro, yaitu :

 First-order-neuron
Untuk mengatur impuls dari somatic reseptor ke brainstem atau ke spinal cord.
 Second-order-neuron
Untuk mengatur impuls dari brainstem dan spinal cord ke thalamus.
 Third-order-neuron
Untuk mengatur impuls dari thalamus ke primary somatosensory area of the
cortex.

Pada somatic sensory pathway


terdapat 3 pathway utama, yaitu :
1. Posterior column-medial
lemniscus pathway

Pathway ini untuk impuls saraf


berupa sentuhan, tekanan, vibrasi
dan kesadaran dari limbs, trunk,
neck dan posterior head. Jalurnya
:
 First-order-neuron naik ke
medulla oblongata
 Terminal axon sinaps dengan
second oreder neuron yang
terletak di gracile nucleus dan
cuneata nucleus pada medulla.
 Yang melalui gracile nucleus :
Impuls saraf untuk sentuhan,
tekanan, vibrasi dan kesadaran
dari upper limb, upper trunk, neck dan posterior head.
Yang melalui cuneata nucleus :
Impuls saraf untuk sentuhan, tekanan, vibrasi dan stereogenesis di lower
limb dan lower trunk.
 Axon dari second-order-neuron menyilang di medulla kemudian naik ke
medial lemniscus kemudian ke ventral posterior nucleus of thalamus.
 Di thalamus, terminal axon dari second-order-neuron sinaps dengan third-
order-neuron, yang memproyeksikan axon ke primary somatosensory of
the cerebraral cortex.

2. Anterolateral Pathway of the


cortex

Pathway ini untuk rasa sakit,


temperature, dan rasa gatal dari
limbs, trunk, neck, dan posterior
head menuju cerebral cortex.
Jalurnya :
 First-order-neuron berkoneksi
dengan reseptor dari limbs,
trunk, neck dan posterior head
melalui posterior root
ganglion.
 Terminal axon dari first-order-
neuron sinaps dengan second-
order-neuron di posterior gray
horn.
 Axon dari second-order-neron
menyilang pada sisi yang
berlawanan di spinal cord.
 Kemudian naik ke brainstem sebagai spinothalamic tract.
 Axon dari second-order-neuron sinaps dengan third-order-neuron di
ventral posterior nuleus of thalamus.
 Axon dari third-order-neuron memproyeksikan ke primary somatosensory
area.

3. Trigeminothalamic to the cortex


Pathway ini adalah jalan impuls saraf untuk sensasi somatic ( rasa,
suhu, dan rasa sakit ) dari bagian wajah, nasal cavity, oral cavity dan gigi
menuju cerebral cortex. Jalurnya :
 First-order-neuron
memanjang dari resptor
sensori somatic sepanjang
trigeminal ( V ) nerve.
 Terminal axon dari first-
order-neuron sinaps dengan
second-order-neuron di
pons dan ada pula yang di
medulla. Kemudian second
order neuron menyilang ke
sisi yang berlawanan.
 Kemudian naik sebagai
trigeminothalamic tract ke
ventral posterior nucleus of
thalamus.
 Di thalamus, terminal axon
dari second-order-neuron
sinaps dengan third-order-
neuron, yang
memproyeksikan axon ke
primary somatosensory area.
Somatic Motor Pathway ( Descending Tract )

Somatic motor pathway meyampaikan informasi dari primary motor area ke


efektor. Pada somatic motor pathway melibatkan 2 neuron yaitu upper motor
neuron dan lower motor neuron. Ada 2 tipe somatic motor pathway yaitu :
1. Direct Motor Pathway
Direct motor pathway menyampaikan input ke lower motor nuron melalui
axon yang memanjang secara langsung dari cerebral cortex.
Direct motor pathway terdiri dari :
a. Corticospinal Pathway

Mengkonduksi impuls untuk mengontrol otot-otot limbs dan trunk.


 Axon dari upper motor neuron pada cerebral cortex
membentuk corticospinal tract yang turun ke interbal capsule
of cerebrum dan ke cerebral peduncle of mid brain.
 Sekitar 90 % dari axon corticospinal menyilang ke
contralateral ( opposite ) side di medulla oblongata yaitu di
bagian pyramid. Kemudian axon turun ke spinal cord dan
bersinaps denagn lower motor neuron.
 10 % sisanya tidak meyilang atau ipsilateral ( same ) side.
Ada 2 tipe corticospinal pathway :
 Lateral corticospinal tract
 Dibentuk dari corticospinal axon yang menyilang di medula
menuju lateral white column.
 Lalu axon sinaps dengan lower motor neuron.
 Axon dari lower motor neuron keluar dari cord pada
anterior root of spinal nerve dan terminasi di skeletal
muscle untuk mengontrol pergerakan distal parts of limbs.
 Anterior corticospinal tract
 Dibentuk dari corticospinal axon yang tidak menyilang di
medulla menuju anterior white column.
 Beberapa axon kemudian menyilang melalui anterior white
commisure.
 Kemudian axon sinaps dengan lower motor neuron di
anterior gray horn.
 Axon dari lower motor neuron keluar ke anterior roots of
spinal nerve dan terminasi di skeletal muscle untuk
mengontrol pergerakan trunk dan proximal parts of the
limbs.

b. Corticobulbar Pathway
Mengkonduksi impuls untuk mengontrol skeletal muscle di kepala.
 Axon upper motor neuron dari cerebral cortex membentuk
corticobulbar tract, kemudian turun ke internal capsule of the
cerebrum dank e cerebral peduncle of the midbrain.
 Beberapa axon pada corticobulbar tract ada yang menyilang
dan ada yang tidak.
 Terminal axon motor nuclei ada 9 pasang cranial nerve yang
terletak di brainstem yaitu : oculomotor ( III ), trochear ( IV ),
trigeminal ( V ), abducens ( VI ), facial ( VII ),
glosssopharyngeal ( IX ), accessory ( XI ), dan hypoglossal (
XII ).
 Lower motor neuron dari cranial nerve ini membawa impuls
yang mengontrol ketelitian, pergerakan volunter mata, lidah
dan leher, mengunyah, facial expression, dan speech.

2. Indirect Motor Pathway


Indirect motor pathway menyampaikan input ke lower motor neuron dari
motor center di brainstem.Axon dari upper motor neuron yang timbul ke
indirect motor pathway turun dari various nuclei of the brainstem ke 5
tract terbesar di spinal cord. Kemudian terminasi di lower motor neuron.
Indirect motor pathway terdiri dari :
a. Rubrospinal tract
b. Tectospinal tract
c. Vestibulospinal tract
d. Medial reticulospinal tract
e. Lateral reticulospinal tract

C. Gangguan Keseimbangan
Definisi
Gangguan keseimbangan adalah gangguan yang menyebabkan seseorang merasa
goyah, pusing, pening, atau memiliki sensasi gerakan, berputar atau mengambang.
Efek berputar dikenal sebagai vertigo.
Organ di telinga dalam kita, labirin, adalah bagian penting dari sistem vestibuler
(keseimbangan). Labirin berinteraksi dengan sistem lain di tubuh kita, yaitu
penglihatan (mata) dan sistem skeletal (tulang dan sendi), untuk mempertahankan
posisi tubuh. Sistem-sistem ini, melalui otak dan sistem saraf, dapat menjadi
sumber masalah keseimbangan.

Keseimbangan
Rasa keseimbangan kita dikontrol oleh sinyal ke otak dari 3 sistem sensoris:
 Mata
 Sensor pergerakan di kulit, otot dan sendi
 Telinga dalam (sistem vestibuler): organ keseimbangan pada telinga dalam
yang disebut sistem verstibuler. Termasuk diantaranya 3 kanalis
semisirkularis yang bereaksi terhadap rotasi kepala. Dekat dengan kanalis
semisirkularis adalah utrikulus dan sakulus yang mendeteksi gravitasi dan
gerak maju mundur.
Keseimbangan yang baik bergantung pada setidaknya dua dari tiga sistem sensoris
yang bekerja dengan baik. Jika satu sistem tidak bekerja, sinyal dari input dua
sensoris lainnya menjaga kita tetap seimbang. Bagaimanapun, jika otak tidak
dapat memprosessinyal dari semua sistem-sistem ini, atau jika pesan-pesan
kontradiksi atau tidak berfungsi semestinya, kita akan merasakan perasaan
kehilangan keseimbangan.

Klasifikasi
 Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
Gangguan ini disebabkan beberapa kristal kalsium karbonat yang sangat kecil
yang berlokasi di telinga dalam, keluar. Ketika seseorang berbaring, kristal-kristal
ini dapat mengalir ke dalam salah satu dari tiga kanalis semisirkularis yang juga
berlokasi di telinga dalam. Orang tersebut kemudian bangkit berdiri, kristal-kristal
bergerak menjauh kedalam kanal, dan terperangkap. Jika orang tersebut bergerak
dalam cara tertentu kristal-kristal bergerak, memberikan orang tersebut sensasi
berputar berulang-ulang. Gejala BPPV yang paling sering adalah berputar
(vertigo) segera setelah berbaring atau berguling di tempat tidur. Gejala biasanya
berlangsung beberapa detik sampai menit, namun dapat benar-benar
membangunkan seseorang di malam hari. Gejala dapat muncul dengan pergerakan
kepala lain dan menyebabkan periode singkat ketidakseimbangan yang parah.
Trauma kepala merupakan penyebab umum BPPV pada orang dibawah usia 50
tahun. Pada orang yang lebih tua penyebab yang paling sering adalah degenerasi
sistem vestibuler telinga dalam. Prosedur posisional non-invasif yang disebut tes
Dix-Hallpike dapat digunakan untuk mendiagnosa BPPV. Prosedur ini disebut
sebagai “Manuver Reposisi Kanalit” dan dapat dilakukan di kantor dalam waktu
kurang dari 1,5 jam. Tes ini merupakan rangkaian memposisikan kepala oleh ahli
terapi fisik, ahli audiologi, atau dokter untuk membersihkan kristal dari dalam
kanal dan mengembalikannya dalam terapi telinga dalam yang disebut
“utrikulus”, dimana mereka seharusnya berada. Prosedur ini tidak menyakitkan,
namun pasien mungkin butuh menahan perasaan pusing.

 Labirintitis vestibular
Gangguan ini disebabkan oleh infeksi bakteri dan virus pada telinga dalam
menyebabkan peradangan labirintitis. Gejalanya termasuk kehilangan
pendengaran tiba-tiba pada satu sisi bersamaan dengan nistagmus, vertigo, mual
dan muntah. Episode akut biasanya sembuh dalam 5-6 minggu jika diterapi oleh
dokter. Jika pasien tidak sepenuhnya sembuh, menggunakan terapi vestibuler
dapat membantu pasien untuk mengatur gejalanya.

 Penyakit Meniere, vertigo episodik


Penyakit Meniere adalah gangguan telinga dalam akibat tekanan fluktuatif pada
cairan telinga dalam. Gejalanya dapat berupa vertigo, perasaan penuh atau
tekanan di dalam telinga, tinitus (bising dalam telinga), dan tingkat pendengaran
fluktuatif. Tidak seperti BPPV, vertigo yang muncul pada Penyakit Meniere dapat
muncul sewaktu-waktu, tidak peduli bagaimanapun posisi pasien dan dapat
bertahan selama beberapa jam.

 Disfungsi vestibuler unilateral


Ini merupakan kelemahan pada sisi sistem vestibuler. Gejala yang dialami dapat
berupa ketidakseimbangan dan atau pusing ketika menolehkan kepala. Pada
stadium awal gejala dapat berupa vertigo dan sensasi berputar. Rehabilitasi
vestibuler dapat memberikan keuntungan penting pada pasien dengan gejala-
gejala ini.

 Disfungsi vestibuler bilateral


Kelemahan pada kedua sisi sistem vestibuler. Seseorang dengan gangguan ini
dapat mengalami ketidakseimbangan dan atau pusing ketika menolehkan kepala.
Mereka juga dapat mengalami osilopsia, atau ilusi benda-benda yang memantul ke
atas dan ke bawah dengan bergerak. Ada keuntungan pasti pada pasien dengan
gangguan ini bila menggunakan terapi vestibuler. Latihan keseimbangan dan
teknik kompensasi.

 Migraine vestibuler
Dengan atau tanpa nyeri kepala, dapat menyebabkan vertigo mulai dari hitungan
menit sampai berhari-hari. Serangan dapat dicetuskan oleh gerakan menoleh
cepat, berada dalam keramaian atau tempat yang membingungkan, mengendarai
sebuah kendaraan, atau bahkan hanya menonton pergerakan di televisi. Migraine
vestibuler juga menyebabkan ketidaktenangan, hilangnya pendengaran, dan
telinga berdenging (tinnitus).

 Fistula perilimfe
Bocornya cairan telinga dalam ke telinga tengah. Dapat muncul setelah trauma
kepala, latihan fisik, atau yang jarang, tanpa penyebab yang diketahui.
Cemas dan stres diketahui dapat memperparah gejala pusing telinga dalam. Cemas
dan stres juga merupakan penyebab tersering pusing yang tidak berhubungan
dengan telinga dalam. Penyebab lainnya termasuk masalah yang berhubungan
dengan otak, dan gangguan medis lainnya seperti tekanan darah rendah.

Etiologi
Infeksi (virus atau bakteri), trauma kepala, gangguan sirkulasi darah
mempengaruhi telinga dalam ataupun otak; obat-obatan tertentu dan proses
penuaan dapat merubah sistem keseimbangan dan menghasilkan gangguan
keseimbangan. Individu dengan penyakit, gangguan otak, atau trauma visual atau
sistem skeletal, seperti ketidakseimbangan otot-mata dan artritis, juga dapat
mengalami kesulitan keseimbangan. Pertentangan sinyal ke otak mengenai sensasi
pergerakan dapat menyebabkan motion sickness (seperti pada kejadian, ketika
seseorang mencoba membaca ketika sedang mengendarai mobil). Beberapa gejala
motion sickness adalah pusing, berkeringat, mual, muntah, dan kegelisahan
umum. Gangguan keseimbangan mungkin berhubungan dengan satu dari 4 area
berikut:
 Gangguan vestibuler perifer, gangguan pada labirin
 Gangguan vestibuler sentral, masalah di otak atau saraf yang berhubungan
 Gangguan sistemik, masalah pada tubuh selain masalah pada kepala dan
otak
 Masalah vaskuler, atau masalah aliran darah

Gejala
Ketika keseimbangan terganggu, seseorang mengalami kesulitan untuk
mempertahankan orientasi. Sebagai contoh, seseorang mungkin mengalami
“ruangan berputar” dan bisa jadi tidak mampu berjalan tanpa terhuyung-huyung,
atau bahkan tidak mampu berdiri tegak. Beberapa gejala gangguan keseimbangan
yang mungkin dialami antara lain:
 Sensasi pening atau vertigo (berputar)
 Terjatuh atau perasaan terjatuh
 Pusing atau perasaan pusing
 Penglihatan kabur
 Disorientasi

D. VERTIGO
Definisi

Seluruh ilusi pergerakan atau posisi, dapat berupa ilusi subjektif maupun objektif.
(Adam & Victor’s).

Sensasi abnormal gerakan antara pasien dan sekitarnya (Merrit’s).


Etiologi dan klasifikasi

a. Central vertigo : etiloginya pada otak


 Neurologic complications of ear infection( meningitis,
epidural,subdural)
 Vascular disease ( vertebrobasilar insufficiency, brainstem or
cerebellar hemorrhage or infact)
 Tumors
 Trauma
 Seizure
 Multiple sclerosis
 Presinkop(nearsinkop)
b. Peripheral vertigo : etiologinya pada telinga
 Benign paroxysmal position vertigo
Dicetuskan oleh gerakan kepala mendadak atau perubahan
posisi tubuh seperti berguling di tempat tidur. Disebabkan oleh
akumulasi debris dalam kanal semisirkular.
 Labirintitis
Radang ada labirin telinga dalam.
 Penyakit Meniere
c. Perbedaan vertigo central dan perifer

Vertigo central Vertigo perifer


Ketidakseimbangan Ringan-sedang, Berat, tidak dapat
dapat berjalan berdiri
tegak/berjalan
Mual-muntah Bisa berat Bervariasi
Tinnitus-tuli Sering Jarang
Nistagmus Tetap Beruba-ubah,
variasi
Tanda dan gejala

a. Adanya sensasi berputar


b. Mual-muntah
c. Berkeringat
d. Pergerakan mata abnormal

Diagnosis

a. Riwayat penyakit
 Gejalanya apa saja
 Sejak kapan dan bagaimana intensitasnya
 Terai atau obat-obatan yang dikonsumsi

b. Pemeriksaan fisik
 Vital sign (blood preassure, pulse rate, respiration rate,
temeratur)
 Pemeriksaan cardiovascular
 Pemeriksaan neurotologic terutama pemeriksaan telinga dalam
dan tengah.
c. Pemeriksaan penunjang
 EKG
 BERA
 ENG
 MRI tulang temporal
 CT-Scan tilang temporal
 Tes gula darah
 Tes darah rutin
Faktor predisposisis

 Kurangnya pergerakan aktif


 Alkoholisme akut

Treatment

 Terapi kausal ( tergantung etiloginya)


 Terapi somatic
Diberikan obat untuk mengurangi vertigo yang ringan (
promethazine, diazepam, meclizine, scopolamine)
 Terapi rehabilitas
Epley manuveur, semont manuveur

Prognosis

Prognosis pasien dengan vertigo vestibular tipe perifer umumnya baik.


Sebaliknya pada tipe central, prognosisnya tegantung dari penyakit yang
mendasarinya.

E. BENIGN PAROXYMAL POSITIONAL VERTIGO

Definisi
Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) merupakan vertigo yang ditandai
dengan episode berulang singkat yang dipicu oleh perubahan posisi kepala. BPPV
merupakan penyebab tersering dari vertigo berulang dan vertigo ini disebabkan
oleh stimulasi abnormal dari cupula karena adanya “free-floating otoliths (
canalolithiasis)” atau otolith yang telah beradhesi dengan cupula (cupulolithiasis)
dalam satu dari tiga kanal semisirkular.

Epidemiologi
BPPV adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai, kira-kira 107
kasus per 100.000 penduduk, dan lebih banyak pada perempuan serta usia tua (51-
57 tahun). Jarang ditemukan pada orang berusia dibawah 35 tahun yang tidak
memiliki riwayat cedera kepala. BPPV sangat jarang ditemukan pada anak.

Etiologi
Pada sekitar 50% kasus penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Beberapa kasus
BPPV diketahui setelah mengalami jejas atau trauma kepala leher, infeksi telinga
tengah atau operasi stapedektomi. Banyak BPPV yang timbul spontan, disebabkan
kelainan di otokonial berupa deposit yang berada di kupula bejana semisirkuler
posterior. Deposit ini menyebabkan bejana menjadi sensitif terhadap perubahan
gravitasi yang menyertai keadaan posisi kepala yang berubah. Penyebab utama
BPPV pada orang di bawah umur 50 tahun adalah cedera kepala. Pada orang yang
lebih tua, penyebab utamanya adalah degenerasi sistem vestibuler pada telinga
tengah. BPPV meningkat dengan semakin meningkatnya usia. Selain itu
disebutkan juga bahwa BPPV dapat merupakan suatu komplikasi dari operasi
implant maksilaris.

Mekanisme Patologi
Lepasnya debris otolith dapat menempel
pada cupula (cupulolithiasis) atau dapat
mengambang bebas di kanal semisirkular
(canalolithiasis) (gambar 1). Penelitian
patologis telah menunjukkan bahwa kedua
kondisi tersebut dapat terjadi. Debris
otholith menyingkir dari cupula dan
memberikan sensasi berputar melalui efek
gravitasi langsung pada cupula atau dengan
menginduksi aliran endolymph selama
gerakan kepala di arah gravitasi (gambar 2).
Menurut teori cupulolithiasis, deposit
cupula (heavy cupula) akan memicu efek
gravitasi pada krista. Namun, gerakan
debris yang bebas mengambang adalah mekanisme patofisiologi yang saat ini
diterima sebagai ciri khas BPPV. Menurut teori canalolithiasis, partikel
mengambang bebas bergerak di bawah pengaruh gravitasi ketika merubah posisi
kanal dalam bidang datar vertical. Tarikan hidrodinamik partikel menginduksi
aliran endolymph, menghasilkan perpindahan cupular dan yang penting mengarah
ke respon yang khas diamati.
Beberapa studi telah berusaha untuk mengidentifikasi utrikular (otolithic)
abnormalitas di BPPV, tetapi telah menghasilkan hasil yang tidak konsisten.
Pasien dengan BPPV dapat menunjukkan kelainan di vestibular yang
menimbulkan potensial myogenic, horizontal visual subjektif dan “gain during
off-vertical axis rotation”

Gejala
Penderita BPPV biasanya akan menimbulkan keluhan jika terjadi perubahan
posisi kepala pada suatu keadaan tertentu. Pasien akan merasa berputar atau
merasa sekelilingnya berputar jika akan ke tempat tidur, berguling dari satu sisi ke
sisi lainnya, bangkit dari tempat tidur di pagi hari, mencapai sesuatu yang tinggi
atau jika kepala ditengadahkan ke belakang. Biasanya vertigo hanya berlangsung
5-10 detik.
Kadang-kadang pada penderita BPPV dapat disertai rasa mual dan seringkali
pasien merasa cemas. Penderita biasanya menyadari keadaan ini dan berusaha
menghindarinya dengan tidak melakukan gerakan yang dapat menimbulkan
vertigo. Vertigo tidak akan terjadi jika kepala dalam posisi tegak lurus atau
berputar secara aksial tanpa ekstensi. Pada hampir sebagian besar pasien, vertigo
akan berkurang dan akhirnya berhenti secara spontan dalam jangka waktu
beberapa hari sampai beberapa bulan, tetapi kadang-kadang dapat juga sampai
beberapa tahun. BPPV khususnya dapat dibedakan dari Menière disease karena
biasanya pada BPPV tidak terjadi gangguan pendengaran atau telinga berdenging
(tinnitus).

Diagnosis
Diagnosis BPPV dapat ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20
detik akibat perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu adalah berbalik
di tempat tidur pada posisi lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke
atas dan belakang, dan membungkuk. Vertigo bisa diikuti dengan mual.

2. Pemeriksaan fisik
Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan,
dan pada evaluasi neurologis normal. Pemeriksaan fisis standar untuk
BPPV adalah : Dix-Hallpike dan Tes kalori.

a. Dix-Hallpike Tes ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki
masalah dengan leher dan punggung. Tujuannya adalah untuk
memprovokasi serangan vertigo dan untuk melihat adanya nistagmus.
Cara melakukannya sebagai berikut :
- Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur
pemeriksaan, dan vertigo mungkin akan timbul namun menghilang
setelah beberapa detik.
- Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga
ketika posisi terlentang kepala ekstensi ke belakang 30o–40o,
penderita diminta tetap membuka mata untuk melihat nistagmus
yang muncul.
- Kepala diputar menengok ke kanan 45o (kalau kanalis semisirkularis
posterior yang terlibat). Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi
otolith untuk bergerak, kalau ia memang sedang berada di kanalis
semisirkularis posterior.
- Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita,
penderita direbahkan sampai kepala tergantung pada ujung tempat
periksa.
- Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi
tersebut dipertahankan selama 10-15 detik.
- Komponen cepat nistagmus harusnya “up-bet” (ke arah dahi) dan
ipsilateral.
- Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah
yang berlawanan dan penderita mengeluhkan kamar berputar ke
arah berlawanan.
- Berikutnya manuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi
kiri 45o dan seterusnya.

Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke
belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus.
Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya
lambat, ± 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila
sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu
menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus.

b. Tes kalori
Tes kalori ini dianjurkan oleh Dick dan Hallpike. Pada cara ini
dipakai 2 macam air, dingin dan panas. Suhu air dingin adalah 30oC,
sedangkan suhu air panas adalah 44oC. volume air yang dialirkan
kedalam liang telinga masing-masing 250 ml, dalam waktu 40 detik.
Setelah air dialirkan, dicatat lama nistagmus yang timbul. Setelah
telinga kiri diperiksa dengan air dingin, diperiksa telinga kanan dengan
air dingin juga. Kemudian telinga kiri dialirkan air panas, lalu telinga
dalam. Pada tiap-tiap selesai pemeriksaan (telinga kiri atau kanan atau
air dingin atau air panas) pasien diistirahatkan selama 5 menit ( untuk
menghilangkan pusingnya).

Diagnosis Banding
1. Vestibular Neuritis
Vestibular neuronitis penyebabnya tidak diketahui, pada
hakikatnya merupakan suatu kelainan klinis di mana pasien mengeluhkan
pusing berat dengan mual, muntah yang hebat, serta tidak mampu berdiri
atau berjalan. Gejala-gejala ini menghilang dalam tiga hingga empat hari.
Sebagian pasien perlu dirawat di rumah sakit untuk mengatasi gejala dan
dehidrasi. Serangan menyebabkan pasien mengalami ketidakstabilan dan
ketidakseimbangan selama beberapa bulan, serangan episodik dapat
berulang. Pada fenomena ini biasanya tidak ada perubahan pendengaran.
2. Labirintitis
Labirintitis adalah suatu proses peradangan yang melibatkan
mekanisme telinga dalam. Terdapat beberapa klasifikasi klinis dan
patologik yang berbeda. Proses dapat akut atau kronik, serta toksik atau
supuratif. Labirintitis toksik akut disebabkan suatu infeksi pada struktur
didekatnya, dapat pada telinga tengah atau meningen tidak banyak
bedanya. Labirintitis toksik biasanya sembuh dengan gangguan
pendengaran dan fungsi vestibular. Hal ini diduga disebabkan oleh
produk-produk toksik dari suatu infeksi dan bukan disebabkan oleh
organisme hidup. Labirintitis supuratif akut terjadi pada infeksi bakteri
akut yang meluas ke dalam struktur-struktur telinga dalam. Kemungkinan
gangguan pendengaran dan fungsi vestibular cukup tinggi. Yang terakhir,
labirintitis kronik dapat timbul dari berbagai sumber dan dapat
menimbulkan suatu hidrops endolimfatik atau perubahan-perubahan
patologik yang akhirnya menyebabkan sklerosi labirin.
3. Penyakit Meniere
Penyakit Meniere adalah suatu kelainan labirin yang etiologinya
belum diketahui, dan mempunyai trias gejala yang khas, yaitu gangguan
pendengaran, tinitus, dan serangan vertigo. Terutama terjadi pada wanita
dewasa.

Penatalaksanaan
BPPV dengan mudah diobati. Partikel dengan sederhana perlu dikeluarkan dari
kanal semisirkular posterior dan mengembalikannya ke mana mereka berasal.
Beberapa manuver yang dapat dilakukan, antara lain :
1. Canalith Reposisi Prosedur (CRP)/Epley manuver :
CRP adalah pengobatan non-invasif untuk penyebab paling umum
dari vertigo, terutama BPPV, CRP pertama kali digambarkan sebagai
pengobatan untuk BPPV di tahun 1992. Saat ini CRP atau maneuver
Epley telah digunakan sebagai terapi BPPV karena dapat mengurangi
gejala BPPV pada 88% kasus. CRP membimbing pasien melalui
serangkaian posisi yang menyebabkan pergerakan canalit dari daerah di
mana dapat menyebabkan gejala (yaitu, saluran setengah lingkaran dalam
ruang cairan telinga dalam) ke daerah telinga bagian dalam dimana canalit
tidak menyebabkan gejala (yaitu, ruang depan). Canalit biasanya berada
pada organ telinga bagian dalam yang disebut organ otolith, partikel kristal
ini dapat bebas dari organ otolith dan kemudian menjadi mengambang
bebas di dalam ruang telinga dalam.
Dalam kebanyakan kasus BPPV canalit bergerak di kanal ketika
posisi kepala berubah sehubungan dengan gravitasi, dan gerakan dalam
kanal menyebabkan defleksi dari saraf berakhir dalam kanal (cupula itu).
Ketika saraf berhenti dirangsang, pasien mengalami serangan tiba-tiba
vertigo.
Berdasarkan penelitian meta analisis acak terkendali CRP memiliki
tingkat efektivitas yang sangat tinggi. CRP telah diuji dalam berbagai
percobaan terkontrol, dalam studi ini, 61-80% dari pasien yang diobati
dengan CRP memiliki resolusi BPPV dibandingkan dengan hanya 10-20%
dari pasien dalam kelompok kontrol. Berdasarkan temuan dari tinjauan
sistematis literatur, American Academy of Neurology menyimpulkan
bahwa CRP adalah "merupakan terapi yang efektif dan aman yang
ditetapkan yang harus ditawarkan untuk pasien dari segala usia dengan
BPPV kanal posterior (Level rekomendasi A)". Selain itu, American
Academy of Otolaryngology - Bedah Kepala dan Leher Foundation,
membuat rekomendasi bahwa "dokter harus memperlakukan pasien
dengan BPPV kanal posterior dengan Manuver reposisi partikel"
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yoon Kyung Kim dan
teman-teman ditunjukkan bahwa untuk mengontrol gejala BPPV maka
diperlukan pelaksanaan maneuver Epley 1,97 kali. Hal ini membuktikan
bahwa maneuver Epley marupakan maneuver yang paling efektif pada
BPPV.
Terdapat sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ronald dengan
menggunakan subyek sebanyak 40 pasien dengan BPPV dirawat dengan
menggunakan prosedur reposisi canalith (maneuver Epley) dibandingkan
dengan pembiasaan latihan vestibular untuk menentukan pendekatan
pengobatan yang paling efektif. Dua puluh pasien tambahan dengan BPPV
tidak diobati dan menjadi kelompok kontrol. Intensitas dan durasi gejala
dimonitor selama periode 3 bulan. Semua pasien telah menunjukkan
pengurangan gejala-gejala di kelompok perlakuan. Prosedur reposisi
canalith tampaknya memberikan resolusi gejala dengan perlakuan yang
lebih sedikit, tetapi hasil jangka panjangnya bagus, efektif dalam
mengurangi BPPV. Sejumlah besar pasien dalam kelompok kontrol (75%)
terus punya vertigo.
- Indikasi Canalith Reposisi Prosedur (CRP)/Epley manuver :
1. Episode berulang pusing dipicu BPPV.
2. Positif menemukan gejala dan nistagmus dengan pengujian posisi
(misalnya, uji Dix-Hallpike).
- Keterbatasan Canalith Reposisi Prosedur (CRT)/Epley manuver :
1. Penggunaan CRP pada pasien tidak memiliki BBPV (diagnosis
yang salah).
2. Salah kinerja masing-masing komponen CRP

 Prosedur manuver Epley :

Gambar 1. Manuver Epley


- Pertama posisi duduk, kepala menoleh ke kiri ( pada gangguan
keseimbangan / vertigo telinga kiri ) (1)
- Kemudian langsung tidur sampai kepala menggantung di
pinggir tempat tidur (2), tunggu jika terasa berputar / vertigo
sampai hilang, kemudian putar kepala ke arah kanan
(sebaliknya) perlahan sampai muka menghadap ke lantai (3),
tunggu sampai hilang rasa vertigo.
- Kemudian duduk dengan kepala tetap pada posisi menoleh ke
kanan dan kemudian ke arah lantai (4), masing-masing gerakan
ditunggu lebih kurang 30 – 60 detik.
- Dapat dilakukan juga untuk sisi yang lain berulang kali sampai
terasa vertigo hilang.
Operasi dilakukan pada sedikit kasus pada pasien dengan BPPV
berat. Pasien ini gagal berespon dengan manuver yang diberikan
dan tidak terdapat kelainan patologi intrakranial pada pemeriksaan
radiologi. Gangguan BPPV disebabkan oleh respon stimulasi
kanalis semisirkuler posterior, nervus ampullaris, nervus vestibuler
superior, atau cabang utama nervus vestibuler. Oleh karena itu,
terapi bedah tradisional dilakukan dengan transeksi langsung nervus
vestibuler dari fossa posterior atau fossa medialis dengan menjaga
fungsi pendengaran.
Prognosis setelah dilakukan CRP (canalith repositioning procedure)
biasanya bagus. Remisi dapat terjadi spontan dalam 6 minggu,
meskipun beberapa kasus tidak terjadi. Dengan sekali pengobatan
tingkat rekurensi sekitar 10-25%. CRP/Epley maneuver terbukti
efektif dalam mengontrol gejala BPPV dalam waktu lama.

2. Latihan Semont Liberatory :

Gambar 2. Manuver Semont Liberatory


Keterangan Gambar :
- Pertama posisi duduk (1), untuk gangguan vertigo telinga kanan, kepala
menoleh ke kiri.
- Kemudian langsung bergerak ke kanan sampai menyentuh tempat tidur
(2) dengan posisi kepala tetap, tunggu sampai vertigo hilang (30-6-
detik)
- Kemudian tanpa merubah posisi kepala berbalik arah ke sisi kiri (3),
tunggu 30-60 detik, baru kembali ke posisi semula. Hal ini dapat
dilakukan dari arah sebaliknya, berulang kali.
Latihan ini dikontraindikasikan pada pasien ortopedi dengan kasus fraktur
tulang panggul ataupun replacement panggul.
3. Latihan Brandt Daroff
Latihan Brand Daroff merupakan suatu metode untuk mengobati
BPPV, biasanya digunakan jika penanganan di praktek dokter gagal.
Latihan ini 95% lebih berhasil dari pada penatalaksanaan di tempat
praktek. Latihan ini dilakukan dalam 3 set perhari selama 2 minggu.
Pada tiap-tiap set, sekali melakukan manuver dibuat dalam 5 kali. Satu
pengulangan yaitu manuver dilakukan pada masing-masing sisi berbeda
(membutuhkan waktu 2 menit).
Cara latihan Brand-Darroff :

Gambar 3. Manuver Brand-Darroff


Hampir sama dengan Semont Liberatory, hanya posisi kepala
berbeda, pertama posisi duduk, arahkan kepala ke kiri, jatuhkan badan
ke posisi kanan, kemudian balik posisi duduk, arahkan kepala ke kanan
lalu jatuhkan badan ke sisi kiri, masing-masing gerakan ditunggu kira-
kira 1 menit, dapat dilakukan berulang kali, pertama cukup 1-2 kali kiri
kanan, besoknya makin bertambah.

Terapi Bedah
Dengan CRP berulang dan latihan Brandt-Daroff, pasien masih dapat
mengalami veritigo persisten akibat disabilitas posisi atau frekuensi kambuhan
yanga merupakan refrakter dari manuver reposisi. Terapi bedah dapat
dipertimbangkan dalam kesempatan yang jarang, yang disebut juga
“incratable BPPV”.
Transeksi nervus ampula posterior yang mempersarafi kanal posterior
(singular neurectomy) atau oklusi kanal semisirkular posterior (saluran
penutup) telah dilakukan untuk “incratable BPPV”.
Neurektomi tunggal, dijelaskan oleh Gacek pada tahun 1974, merupakan
prosedur yang efisien yang dibuat untuk mengontrol gejala “incratable
BPPV”., dengan risiko yang dapat diterima gangguan pendengaran pasca
operasi. Penyumbatan dan oklusi kanal juga merupakan teknik yang efektif
dengan rendahnya resiko gangguan pendengaran.
Namun, intervensi bedah diterapkan jika seluruh CRMs/latihan telah
dicoba dan gagal.

Terapi Medikamentosa
Obat rutin seperti vestibular supresan (misalnya antihistamin dan
benzodiazepine) tidak dianjurkan pada pasien BPPV karena penggunaan obat
vestibulosuppresan yang berkepanjangan hingga lebih dari 2 minggu dapat
mengganggu mekanisme adaptasi susunan saraf pusat terhadap abnormalitas
vestibular perifer yang sudah terjadi. Selain itu, efek samping yang timbul bisa
berupa kantuk, letargi, dan perburukan keseimbangan. Dokter dapat
memberikan obat untuk 1) mengurangi sensasi berputar dari vertigo atau 2)
mengurangi gejala pusing yang menyertai. Namun, tidak ada vestibular
supresan yang efektif seperti CRMs untuk BPPV dan tidak dapat digunakan
sebagai pengganti untuk maneuver reposisi.
Obat anti vertigo, seperti dimenhydrinate (Dramamine®), belladonna
alkaloid scopolamine (Transderm-Scop®), dan benzodiazepine (Valium®),
diindikasikan untuk mengurangi gejala pusing dan mual sebelum melakukan
CRM.

Edukasi
Langkah-langkah berikut ini dapat meringankan atau mencegah gejala vertigo:
- Tidur dengan posisi kepala yang agak tinggi
- Bangunlah secara perlahan dan duduk terlebih dahulu sebelum kita berdiri
dari tempat tidur
- Hindari posisi membungkuk bila mengangkat barang
- Hindari posisi mendongakkan kepala, misalnya untuk mengambil suatu
benda dari ketinggian

Gerakkan kepala secara hati-hati jika kepala kita dalam posisi datar
(horisontal) atau bila leher dalam posisi mendongak.

F. LAIN-LAIN

1.) Macam Pernapasan


A. Pernapasan Dada
Pernapasan dada berlangsung dalam 2 tahap, yaitu :
Inspirasi, terjadi bila otot antar tulang rusuk luar berkontraksi, tulang rusuk
terangkat, volume rongga dada membesar, paru-paru mengembang, sehingga
tekanan udaranya menjadi lebih kecil dari udara atmosfer, sehingga udara
masuk.
Ekspirasi, terjadi bila otot antar tulang rusuk luar berelaksasi, tulang rusuk
akan tertarik ke posisi semula, volume rongga dada mengecil, tekanan udara
rongga dada meningkat, tekanan udara dalam paru-paru lebih tinggi dari udara
atmosfer, akibatnya udara keluar.

B. Pernapasan perut
Pernapasan perut berlangsung dalam dua tahap, yaitu :
Inspirasi, terjadi bila otot diafragma berkontraksi, diafragma mendatar
mengakibatkan volume rongga dada membesar sehingga tekanan udaranya
mengecil dan diikuti paru-paru yang mengembang mengakibatkan tekanan
udaranya lebih kecil dari tekanan udara atmosfer dan udara masuk.
Ekspirasi, diawali dengan otot diafragma berelaksasi dan otot dinding perut
berkontraksi menyebabkan diafragma terangkat dan melengkung menekan
rongga dada, sehingga volume rongga dada mengecil dan tekanannya
meningkat sehingga udara dalam paru-paru keluar.Pernapasan perut umumnya
terjadi saat tidur.

2.) Pemeriksaan Rangsangan meningen

 Kaku kuduk
Tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang
berbarng kemudian kepala ditekukkan (flexi) dan diusahakan dagu
mencapai dada.Perhatikan apakah ada tahanan atau tidak.
Interpretasi :
1. Leher dapat bergerak dengan mudah.Dagu dapat menyentuh atas
sternum atau flexi leher berarti NORMAL.
2. Adanya keterbatasan gerakan flexi leher berarti KAKU KUDUK.

 Pemeriksaan Brudzinki
1. Brudzinki sign 1
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan
kirinya. dibawah
kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan
fleksi , kepala dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda
Brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter
pada leher.
2. Brudzinki sign 2

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada


sendi panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II
positif (+) bila pada
pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut
kontralateral.

3. Brudzinki sign 3

Pasien tidur terlentang tekan simpisis pubis dengan kebua ibu jari tangan.

3.) Visual acuity


Visual = penglihatan
Acuity = ketajaman

Hasil pemeriksaan mata ODS -0.5 memang benar ukuran kacamata anda kanan
dan kiri adalah - 0.5. Sedangkan visus ODS 6/6 maksudnya adalah orang normal
dan anda bisa membaca tulisan dalam jarak 6 meter dan ini merupakan nilai visus
normal. Contoh lain visus 6/9 artinya orang normal bisa membaca tulisan tersebut
dalam jarak 9 meter, namun orang yang diperiksa visusnya bisa membacanya
dalam jarak 6 meter. Ini berarti ada gangguan dari visusnya. Visus adalah daya
penglihatan mata kita.

4.) Rinne test


Tujuan : untuk membandingkan atara hantaran tulang dengan hantaran udara pada
satu telinga pasien.

Ada 2 macam tes Rinne , yaitu :


a. Garpu tala 512 Hz kita getarkan lalu menempatkan tangkainya tegak lurus pada
planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah pasien
tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan didepan meatus
akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat
mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya

b. Garpu tala 512 Hz kita getarkan lalu menempatkan tangkainya secara tegak
lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala didepan meatus
akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi garputala
didepan meatus akustikus eksternus lebih keras dari pada dibelakang meatus
skustikus eksternus (planum mastoid). Tes rinne positif jika pasien mendengar
didepan maetus akustikus eksternus lebih keras. Sebaliknya tes rinne negatif jika
pasien mendengar didepan meatus akustikus eksternus lebih lemah atau lebih
keras dibelakang.

Ada 3 interpretasi dari hasil tes Rinne :

1) Normal: tes Rinne positif

2) Tuli konduksi: tes Rinne negatif (getaran dapat didengar melalui tulang lebih
lama)

3) Tuli persepsi, terdapat 3 kemungkinan :

 Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu tala.

 Jika posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (tes Rinne: +/-)

 Pseudo negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi pada
posisi I yang mendengar justru telinga kiri yang normal sehingga mula-
mula timbul.

Kesalahan pemeriksaan pada tes Rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa
maupun pasien. Kesalah dari pemeriksa misalnya meletakkan garpu tala tidak
tegak lurus, tangkai garpu tala mengenai rambut pasien dan kaki garpu tala
mengenai aurikulum pasien. Juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid
pasien tebal.

Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah
tidak mendengar bunyi garpu tala saat kita menempatkan garpu tala di planum
mastoid pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garpu tala sudah berhenti saat kita
memindahkan garpu tala ke depan meatus akustukus eksternus.

5.) Weber test


Tujuan : untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga pasien. Cara
kita melakukan tes Weber yaitu: membunyikan garpu tala 512 Hz lalu tangkainya
kita letakkan tegak lurus pada garis horizontal. Menurut pasien, telinga mana yang
mendengar atau mendengar lebih keras. Jika telinga pasien mendengar atau
mendengar lebih keras 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut.
Jika kedua pasien sama-sama tidak mendengar atau sama-sama mendengar maka
berarti tidak ada lateralisasi.

Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga
akan terdengar diseluruh bagian kepala. Pada keadaan patologis pada MAE atau
cavum timpani missal:otitis media purulenta pada telinga kanan. Juga adanya
cairan atau pus di dalam cavum timpani ini akan bergetar, biala ada bunyi segala
getaran akan didengarkan di sebelah kanan.

Interpretasi:

1.) Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut
lateralisai ke kanan, disebut normal bila antara sisi kanan dan kiri sama kerasnya.

2.) Pada lateralisai ke kanan terdapat kemungkinannya :

a. Tuli konduksi sebelah kanan, misal adanya ototis media


disebelah kanan.

b. Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada


telinga kanan ebih hebat.

c. Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri


terganggu, maka di dengar sebelah kanan.

d. Tuli persepsi pada kedua telinga, tetapi sebelah kiri lebih hebat
dari pada sebelah kanan.

e. Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kanan jarang


terdapat.

6.) Motor strength

Tingkat kekuatan otot pada penilaian klinis berupa angka 0-5 :

 0 (Tidak ada) : tidak ada kontraktlitas


 1 (Sedikit) : ada sedikit kontraktilitas tanpa adanya gerakan sendi
 2 (Buruk) : rentang gerak komplit dengan batasan gravitas
 3 (Sedang) : rentang gerak komplit terhadap gravitas
 4 (Baik) :rentang gerak komplit terhadap gravitas dengan beberapa
resistensi
 5 (Normal) :rentang gerak komplit terhadap gravita dengan beberapa
resistensi penuh

7.) Reflex patologis


 Adalah reflek yang tidak dapat di bangkitkan pada orang – orang yang
sehat kecuali pada bayi dan anak kecil
 Reflex patologis pada orang dewaasa selalu merupakan tanda lesi UMN
 Manifestasi klinis lesi pada UMN biasanya berupa kelemahan atau
kelumpuhan anggota gerak yang bersifat spaastik
 Kelainan motoris akibat lesi di UMN yaitu reflex patologis dan
hiperrefleksia dari reflex – reflex fisiologis, hiperrefleks sering di iringi
dengan klonus ( kontraksi otot yang berulang – ulang setelah di lakukan
perangsangan tertentu )

8.) Antihistamin

Contoh : meclizin, transdermal scopolamine, promaethazine, trimethobenzamid,


betahistine
Betahistine
Nama : betahistine hydrochloride, anti vertigo drug SERC
MOA :
Betahistine memiliki afinitas yang kuat terhadap reseptor histamine H3 dan
afinitas yang rendah terhadap reseptor H1. Betahistine memberikan efek agonist
pada reseptor H1 di pembuluh darah dan inner ear. Hal ini menyebabkan
vasodilatasi dan kenaikan permeabilitas pembuluh darah tersebut sehingga
mengurangi tekanan yang di sebabkan cairan yang berlebih.
Pada reseptor H3, betahistine memberikan efek antagonist dan menaikan kadar
neurotransmitter yang di hasilkan oleh nerve ending. Hal ini memberikan efek :

 Naik nya kadar histamine yang di hasilkan menyebabkan stimulus pada


reseptor H1, yamg membantu efek agonist betahistine pada reseptor ini
 Betahistine menaikan kadar neurotransmitter seperti serotonin pada
branisteam yang menginhibisi aktifitas dari vestibular nuclei.

Farmakokinetik

 Route : oral
 Half life : 3 – 4 jam
 Metabolisme : betahistine di rubah menjadi aminoethylpyidine dan di
ekskresi melalui urin dalam bentuk pyridylacetic acid. Salah satu
penelitian menunjukan bahwa salah satu metabolitnya yaitu
aminoethypyridine, tidak dapat di inaktifkan dan memberikan efek yang
sama seperti betahistine pada reseptor di ampula
 Protein binding : very low
 Ekskresi : 24 jam dalam urin

Drugs Interaction :
antihistamin ( diphenhydramine, meclizine ), histamine 2( H 2) blocker (
cimetidine )

Indikasi:
Mengurangi vertigo,dizzines yang berhubungan dengan gangguan keseimbangan
yang terjadi pada gangguan sirkulasi darah atau sindram meniere, penyakit
Meniere dan vertigo perifer.

Kontraindikasi.
Peptic ulcer, tumor kelenjar adrenal, asma bronchial

Dosis:
Dewasa : 1-2tablet, 3 kali sehari 8mg, 16 mg, 24mg peroral, Dosis disesuaikan
dengan umur penderita dan keadaan penyakit.

Efek samping:
- rasa mual, muntah atau gangguan saluran cerna
Saluran cerna :
lainnya.
- Reaksi ruam pada kulit (jarang terjadi).
hipersensitivitas : pusing

Peringatan dan perhatian:


Hati-hati bila diberikan pada penderita dengan gastric ulcer active
- digestive ulcer, urtikaria atau farter dan asma bronkial
Keamanan penggunaannya pada masa kehamilan belum dibuktikan
- sebaiknya diberikan hanya bila keuntungan terapi lebih besar dari
resiko yang mungkin timbul.

9.) ANTI EMETICS (Anti Muntah)

 Diklasifikasikan berdasarkan reseptor pada bagan


 Pada gangguan keseimbangan, digunakan:
1. Anti histamine/H1 Antagonist
MoA : Pada reseptor H1 (vesibular afferent & Medulla Oblongata)
Indikasi : Motion sickness (mabuk kendaraan, dll)
Contoh :
- Cyclizine - Promethazine
- Hydroxizine - Diphenydramine
2. Anticholinergic Agents/Muscarinic Antagonist
Indikasi : Motion sickness, postoperatif nausea-vomiting
Contoh : Scopolamine (hyosine)

Contoh Antiemetics :
 Promethazine
Class of drug : Antihistamine/Antiallergic/Antivertigo
MoA : Block postsynaptic dopaminergic, receptor in brain, binds to H1
receptor
Indikasi : Alegri, mual-muntah, motion sickness, insomnia, vertigo
Kontraindikasi : cardiac disease, neonatus pregnancy, coma
Efek samping : Hypnotic (Depresi CNS), bibir kering, mata kabur, retensi urin,
takikardi, konstipasi, hipotensi, headache, tinnitus.
Fk & Fd : Absorpsi baik di GI (oral), peak plasma volume : 2-3 jam, distribusi
ke brain, dapat melewati plasenta dan laktasi. Metabolisme di hepar,
dikonjugasi dalam bentuk sulfat. Ekskresi melalui urin dan bile,
waktu eliminasi 5-14 jam.
Dosis & sediaan : Bervariasi setiap indikasi
- Oral: (as teoclate)
Dewasa 25mg malam hari, maximal: 100 mg/hari
Anak-anak (5-10 tahun): 12,5-37,5 mg/hari
- Parenteral (as hydrochloride)
Dewasa 12,5-25 mg tiap < 4jam (deep IM atau IV secara perlahan),
maximal: 100mg/hari
Anak-anak (5-10 tahun): 6,25-12,5 mg (deep IM)

Sebelum ataupun sesudah makan


 Domperidone
MoA : Domperidone merupakan antagonis dopamin yang mempunyai
kerja anti emetik. Efek antiemetik dapat disebabkan oleh kombinasi
efek periferal (gastroprokinetik) dengan antagonis terhadap reseptor
dopamin di kemoreseptor “trigger zone” yang terletak diluar saluran
darah otak di area postrema.
Indikasi : 1. Untuk pengobatan gejala dispepsia fungsional 2. Untuk mual
dan muntah akut. 3. Untuk mual dan muntah yang disebabkan oleh
pemberian levodopa dan bromokriptin lebih dari 12 minggu.
Kontraindikasi : Penderita hipersensitif terhadap domperidone. Penderita dengan
prolaktinoma tumor hipofise yang mengeluarkan prolaktin.
Efek Samping : Jarang dilaporkan: sedasi, reaksi ekstrapiramidal distonik,
parkinson, tardive diskinesia (pada pasien dewasa dan usia lanjut)
dan dapat diatasi dengan obat antiparkinson.
Peningkatan prolaktin serum sehingga menyebabkan galaktorrhoea
dan ginekomastia. Mulut kering, sakit kepala, diare, ruam kulit, rasa
haus, cemas dan gatal.
Dosis : - Dewasa (termasuk usia lanjut) : 10–20 mg, dengan interval waktu
4–8 jam.
- Anak-anak (sehubungan kemoterapi kanker dan radioterapi) :
0,2–0,4 mg/Kg BB sehari, dengan interval waktu 4–8 jam.
*Obat diminum 15–30 menit sebelum makan dan sebelum tidur
malam.

 Metoclopramide

MOA : Metoclopramide meningkatkan motilitas saluran GI atas dan


meningkatkan pengosongan lambung tanpa mempengaruhi sekresi
lambung, empedu atau pankreas. Hal ini meningkatkan gerak
peristaltik duodenum yang menurunkan waktu transit usus, dan
meningkatkan tonus sphincter bagian bawah esofagus. Ini juga
merupakan pusat ampuh dopamin-reseptor antagonis dan juga
mungkin memiliki sifat antagonis serotonin reseptor (5-HT3).
Indikasi : Diabetic gastric stasis, Nausea and vomiting associated with cancer
chemotherapy or radiotherapy, Gastro-oesophageal reflux disease.
Kontraindikasi : GI haemorrhage, mechanical obstruction and perforation;
phaeochromocytoma; history of seizures.
Efek Samping : Gejala ekstrapiramidal, gelisah, mengantuk, gelisah, diare,
hipotensi, hipertensi, sakit kepala, depresi, gangguan darah
(misalnya aganulocytosis, methaemoglobinaemia), reaksi
hipersensitivitas (bronkospasme misalnya, ruam), galaktorea atau
gangguan terkait, peningkatan sementara kadar aldosteron plasma.
Berpotensi Fatal: neuroleptic sindrom, gangguan konduksi jantung
dapat terjadi dengan bentuk sediaan IV.
FD & FK : Absorpsi : GI tract (oral); peak plasma concentrations 1-2 jam.
Distribusi : dapat melewati blood-brain barrier dan placenta, serta
ASI.
Metabolisme : di hepar.
Excretion : diekskresikan melalui urine dalam bentuk terkonjugasi,
dan faeces; 4-6 hr (terminal elimination half-life).
Dosis : Nausea and vomiting associated with cancer chemotherapy
- Dewasa:
Berat: 2 mg/kg IV, 30 minutes sebelum treatment. Ulangi 2 kali
degan interval 2 jam.
Ringan: 1 mg/kg. jika muntah sudah dapat dikontrol, lanjutkan
dengan 2 mg/kg/dose dengan intrerval 3 jam; jika semakin membaik
trunkan dosis menjadi 1 mg/kg dalam 3 dosis terbagi.
- Anak-anak:
Neonate: 100 mcg/kg tiap 6-8 hr
1 bulan-1 tahun (atau BB 10 kg): 100 mcg/kg (max 1 mg) 3x sehari
1-3 tahun (atau BB 10-14 kg): 1 mg 3x sehari dosis terbagi
3-5 tahun (atau BB 15-19 kg): 2 mg 3x sehari dosis terbagi
5-9 tahun (atau BB 20-29 kg): 2,5 mg 3x sehari
9-14 tahun (atau BB ≥30 kg): 5 mg 3x sehari
15-19 tahun (atau BB ≥60 kg): 10 mg 3x sehari
PATOMEKANISME DK 30 tahun

Adanya perubahan posisi


tubuh yang secara tiba-tiba

Mengenai bagian apparatus


vestibular (bagian kanalis
semisirkularis posterior,
ampulla, otolyth)

Otolyth lepas dari membrane


otolythic dan membentuk

partikel-partikel kecil di
kanalis semisirkularis posterior
Perubahan posisi kepala

Tes koordinasi NORMAL Partikel-partikel berguling- Rinne test : air conduction >
guing di kanalis semisirkularis bone conduction (normal)
dan dibantu dengan adanya Weber test : no lateralization
gaya gravitasi (normal)

Partikel ikut aliran endolymph

Partikel dan cairan endolymph Gangguan ketidakseimbangan Ransangan masuk ke


membelokan kupula /defleksi di vestibular (miskoordinasi vestibular nuclei
kupula (partikel > cairan mata dengan vestibular)
endolymph berat jenisnya)
Nystagmus Masuk ke
Sensasi rotasi berputar ↑ serebelum(brainstem)

Pusing berputar (hallpike maneuver +) Pengeluaran H1, muskarinik


(bilateral horizontal
nystagmus, fast component
to the right)
Betahistine Masuk ke zona pencetus
Rehabilitasi untuk vertigo kemoreseptor (medulla
oblongata)

Anti-Emetics muntah
 Dengan gejala-gejala yang dimunculkan, maka pasien didiagnosa terkena Benign
Paroxysmal Positional Vertigo
BHP

Implikasi UU No. 29 / 2004 : Praktik Kedokteran (UUPK)secara hukum :

Dalam pelaksaan praktik :

 Mematuhi standar pelayanan kesehatan


 Prosedur informed concent dengan benar
 Membuat rekam medis dengan baik
 Menjaga rahasia medis
 Hormati hak-hak pasien

Karena kita akan melakukan maneuver epley, maka kita berikan informed concent terlebih
dahulu agar pasien mengerti dan tidak terjadi ketidak salah pahaman antar dokter dan pasien

IIMC
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang
sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “inna lillahi wa
inna ilaihi raji’un”. Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari
Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” [ al-Baqarah/2 : 155-157]

Anda mungkin juga menyukai